Antiinflamasi (Repaired)

20
ANTI INFLAMASI 1. Tujuan Praktikum Tujuan dilakukannya praktikum kali ini adalah : a. Mengenal cara untuk mengevaluasi secara eksperimental efek anti inflamasi suatu obat. b. Memahami mekanisme kerja obat antiinflamasi. 2. Landasan Teori Inflamasi merupakan suatu respon protektif normal terhadap luka jaringan yang disebabkan oleh trauma fisik, Zat kimia yang merusak, atau zat-zat mikrobiologik. Iflamasi adalah usaha tubuh untuk mengaktivasi tubuh atau . organisme yang menyerang, menghilangkan zat iritan, dan mengatur derajat perbaikan jaringan. Jika penyembuhan lengkap,proses peradangan biasanya reda. Namun, kadang kadang inflamasi tidak bisa dicetuskan oleh suatu zat yang tidak berbahaya seperti tepung sari, atau oleh suatu respon imun, seperti asma atau artistis rematoid. Pada kasus seperti ini, Reaksi pertahanan tubuh mereka sendiri mungkin menyebabakan luka-luka jaringan progresif, dan obat-obat anti inflamasi atau imunosupresi mungkin dipergunakan untuk memodulasi proses peradangan. Inflamasi dicetuskan oleh

Transcript of Antiinflamasi (Repaired)

Page 1: Antiinflamasi (Repaired)

ANTI INFLAMASI

1. Tujuan Praktikum

Tujuan dilakukannya praktikum kali ini adalah :

a. Mengenal cara untuk mengevaluasi secara eksperimental efek anti

inflamasi suatu obat.

b. Memahami mekanisme kerja obat antiinflamasi.

2. Landasan Teori

Inflamasi merupakan suatu respon protektif normal terhadap luka jaringan

yang disebabkan oleh trauma fisik, Zat kimia yang merusak, atau zat-zat

mikrobiologik. Iflamasi adalah usaha tubuh untuk mengaktivasi tubuh atau .

organisme yang menyerang, menghilangkan zat iritan, dan mengatur derajat

perbaikan jaringan. Jika penyembuhan lengkap,proses peradangan biasanya reda.

Namun, kadang kadang inflamasi tidak bisa dicetuskan oleh suatu zat yang

tidak berbahaya seperti tepung sari, atau oleh suatu respon imun, seperti asma atau

artistis rematoid. Pada kasus seperti ini, Reaksi pertahanan tubuh mereka sendiri

mungkin menyebabakan luka-luka jaringan progresif, dan obat-obat anti inflamasi

atau imunosupresi mungkin dipergunakan untuk memodulasi proses peradangan.

Inflamasi dicetuskan oleh pelepasan mediator kimiawi dari jaringan yang rusak

dan migrasi sel. Mediator kimiawi spesifik berpariasi dengan tipe proses

peradangan dan meliputi amin, seperti histamin dan 5- hidroksitritamin , lipid

seperti prostagladin, peptida kecil, seperti bradiki inin dan peptida besar seperti

interleukin 1. Penemuan yang luas diantaranya mediator kimiawi telah

menerangkan paradoks yang tampak bahwa obat-obat anti-inflamasi dapat

mempengaruhi kerja mediator utama yang penting untuk satu tipe inflamasi tetapi

tanpa efek pada proses inflamasi yang penting pada satu tipe inflamasi yang

melibatkan mediator target obat (Mycek, M.J.,2001).

Page 2: Antiinflamasi (Repaired)

Peradangan dapat didefinisikan sebagai reaksi jaringan terhadap cedera,

yang secara khas terdiri atas respon vascular dan selular, yang bersama-sama

berusaha menghancurkan substansi yang dikenali sebagai asing untuk tubuh.

Jaringan itu kemudian dipulihkan sediakala atau diperbaiki sedemikian rupa agar

jaringan atau organ itu dapat tetap bertahan. (Tamanyong, 2000).

Penyebab-penyebab peradangan banyak dan berfariasi, dan penting untuk

memahami bahwa peradangan dan infeksi tidak sinonim dengan demikian infeksi

(adanya mikroorganisme hidup di dalam jaringan) hanya merupakan salah satu

penyebab peradangan. Perdangan dapat terjadi dengan mudah dalam keadaan

yang benar-benar steril. Karena banyaknya keadaan yang mengakibatkan

peradangan (Price dan Wilson, 2005).

Radang dapat dibagi 3 yaitu : 

a.     Radang akut

b.     Radang sub akut

c.     Radang kronik

Gambaran makroskopik peradangan akut, tanda-tanda pokok peradangan

mencakup kemerahan (Rubor), panas (kalor), nyeri (dolor), bengkak (tumor), dan

gangguan fungsi (fungsio laesa).

a.      Rubor (kemerahan)

Biasanya merupakan hal pertama yang terlihat di daerah yang mengalami

peradangan. Sering dengan munculnya reaksi peradangan, arterior yang memasok

darah tersebut berdilatasi sehingga memungkinkan lebih banyak darah mengalir

kedalam mikrosirkulasi darah lokal.

b.      Kolor (panas)

Kolor atau panas terjadi bersamaan dengan kemerahan pad reaki

peradangan akut. Daerah peradangan dikulit menjadi lebih hangat dibanding

dengan sekelilingnya karena lebih banyak darah (pada suhu 370 C) dialirkan dari

dalam tubuh kepermukaan daerah yang terkena dibandingkan dengan daerah yang

normal.

Page 3: Antiinflamasi (Repaired)

c.       Dolor (nyeri)

Pada suatu nyeri peradangan tampaknya ditimbulkan dalam berbagai cara.

Perubahan pH lokal atau konsentrasi lokal ion-ion tertentu dapat merangsang

ujung-ujung saraf. Hal yang sama, pelepasan zat-zat kimia bioaktif lain dapat

merangsang saraf. Selain itu, pembengkakan jaringan yang meradang

menyebabkan peningkatan tekanan lokal yang tidak diragukan lagi dapat

menimbulkan nyeri.

d.      Tumor (pembengkakan)

Pembengkakan lokal yang dihasilkan oleh cairan dan sel-sel yang

berpindah dari aliran darah kejaringan intestisial. Campuran cairan dan sel-sel ini

yang tertimbun didaerah peradangan disebit eksudat.

e.     Fungsio laesa (perubahan fungsi)

Perubahan fungsi merupakan bagian yang lazim pada reaksi peradangan.

Sepintas mudah dimengerti, bagian yang bengkak, nyeri disertai sirkulasi

abnormal dan lingkungan kimiawi lokal yang abnormal, seharusnya berfugsi

secara abnormal.

Penyebab-penyebab peradangan meliputi agen-agen fisik, kimia, reaksi

imunologik, dan infeksi oleh organism-organisme patogenik. Infeksi tidak sama

dengan peradangan dan infeksi hanya merupakan salah satu penyebab

peradangan. (Price dan Wilson, 2005).

Agen yang dapat menyebabkan cedera pada jaringan, yang kemudian

diikuti oleh radang adalah kuman (mikroorganisme), benda (pisau, peluru, dsb.),

suhu (panas atau dingin), berbagai jenis sinar (sinar X atau sinar ultraviolet),

listrik, zat-zat kimia, dan lain-lain. Cedera radang yang ditimbulkan oleh berbagai

agen ini menunjukkan proses yang mempunyai pokok-pokok yang sama, yaitu

terjadi cedera jaringan berupa degenerasi (kemunduran) atau nekrosis (kematian)

jaringan, pelebaran kapiler yang disertai oleh cedera dinding kapiler,

terkumpulnya cairan dan sel (cairan plasma, sel darah, dan sel jaringan) pada

tempat radang yang disertai oleh proliferasi sel jaringan makrofag dan fibroblas,

Page 4: Antiinflamasi (Repaired)

terjadinya proses fagositosis, dan terjadinya perubahan-perubahan imunologik

(Rukmono, 2000).

Secara garis besar, peradangan ditandai dengan vasodilatasi pembuluh

darah lokal yang mengakibatkan terjadinya aliran darah setempat yang berlebihan,

kenaikan permeabilitas kapiler disertai dengan kebocoran cairan dalam jumlah

besar ke dalam ruang interstisial, pembekuan cairan dalam ruang interstisial yang

disebabkan oleh fibrinogen dan protein lainnya yang bocor dari kapiler dalam

jumlah berlebihan, migrasi sejumlah besar granulosit dan monosit ke dalam

jaringan, dan pembengkakan sel jaringan. Beberapa produk jaringan yang

menimbulkan reaksi ini adalah histamin, bradikinin, serotonin, prostaglandin,

beberapa macam produk reaksi sistem komplemen, produk reaksi sistem

pembekuan darah, dan berbagai substansi hormonal yang disebut limfokin yang

dilepaskan oleh sel T yang tersensitisasi (Guyton, 1997).

Proses inflamasi ini juga dipengaruhi dengan adanya mediator-mediator

yang berperan, di antaranya adalah sebagai berikut (Abrams, 2005) :

o amina vasoaktif: histamin & 5-hidroksi tritophan (5-HT/serotonin).

Keduanya terjadi melalui inaktivasi epinefrin dan norepinefrin

secara bersama-sama

o plasma protease: kinin, sistem komplemen & sistem koagulasi

fibrinolitik, plasmin, lisosomalesterase, kinin, dan fraksi

komplemen

o metabolik asam arakidonat: prostaglandin, leukotrien (LTB4

LTC4, LTD4, LTE4 , 5-HETE (asam 5-hidroksi-eikosatetraenoat)

o produk leukosit – enzim lisosomal dan limfokin

o activating factor dan radikal bebas

Obat antiinflamasi dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok utama, yaitu:

a.     Glukokortikoid (golongan steroidal) yaitu antiinflamasi steroid.

Anti inflamasi steroid memiliki efek pada konsentrasi, distribusi dan fungsi

leukosit perifer serta penghambatan aktivitas fosfolipase. Contohnya

golongan predinison.

Page 5: Antiinflamasi (Repaired)

b.     NSAIDs (Non Steroid Anti Inflamasi Drugs ) juga dikenal dengan AINS (Anti

Inflamasi Non Steroid). NSAIDs bekerja dengan menhhambat enzim

siklooksigenase tetapi tidak Lipoksigenase.

Secara kimiawi, obat-obat ini biasanya dibagidalam beberapa kelompok, yaitu :

a.      Salisilat                    : asetosal, benorilat dan diflunisal. Dosis anti radangnya

terletak 2-3 kali lebih tinggi daripada dosis

analgesiknya. Berhubung resiko efek sampingnya,

maka jarang digunakan pada rematik.

b.   Asetat                      : diklofenak, indometasin, dan sulindak (Clinoril).

Indometsin termasuk obat yang terkuat efek anti

radangnya, tetapi lebih sering menyebabkan keluhan

lambung dan usus.

c.   Propionat                 : ibuprofen, ketoprofen, flubirprofen, naproksen dan

tiaprofenat.

d.   Oksicam                   : piroxicam, tenosikam dan meloksikam.

e.   Pirazolon                  : (oksi) fenbutazon dan azapropazon (Prolixan)

f.    Lainnya                    : mefenaminat, nabumeton, benzidamin dan befexamac

(Parfenac). Benzidamin berkhasiat anti radang agak kuat,

tetapi kurang efektif pada gangguan rematik. (Tjay dan

Raharja, 2007).

NSAIDs bekerja dengan cara menghambat enzim siklooksigenase (COX),

dan dengan melakukan hal ini, NSAIDs juga bekerja untuk menurunkan produksi

prostaglandin dan Leukotriena. Prostaglandin COX-1 merangsang fungsi

fisiologis tubuh, seperti produksi mukus lambung yang bersifat protektif dan

maturasi trombosit.

Sebaliknya, lintasan COX-2 diinduksi oleh kerusakan jaringan/ inflamasi,

dan prostaglandin yang dihasilkan merupakan substansi proinflamasi, inhibisi

lintasan COX-2 akan mengurangi respon inflamasi, mengurangi udema dan

meredahkan nyeri.

Page 6: Antiinflamasi (Repaired)

Obat kortikosteroid anti-inflamasi, seperti kortisol dan prednisone

menghambat pengaktifan fosfolipase A2 dengan menyebabkan sintesis protein

inhibitor yang disebut lipokortin. Lipokortin menghambat aktifitas fosfolipase

sehingga membatasi produksi PG. Preparat steroid juga mengganggu fungsi

limfosit sehingga produksi IL menjadi lebih sedikit. Keadaan ini mengurangi

komunikasi antar limfosit dan proliferasi limfosit. Oleh karena itu, pasien uang

menggunakan steroid  dalam jangka pnjang lebih rentang terkena infeksi. (Chang

dan Daly, 2009).

3. Alat dan Bahan

- Alat :

~ Pletysmograf

~ Alat Suntik

- Bahan :

~ Tikus putih

~ Karagen 1%

~ Na-CMC

~ Suspensi Obat Anti Inflamasi

4. Cara Kerja

1. Timbang berat badan Tikus.

2. Dengan spidol berikan tanda batas pada sendi kaki belakang kiri untuk

setiap tikus, agar pemasukkan kaki ke dalam air raksa setiap kali selalu

sama.

3. Ukur volume kaki tikus dan dinyatakan sebagai volum dasar untuk

setiap tikus.

4. Penyuntikkan dimulai untuk obat secara intraperitoneal. Tikus kontrol

hanya diberi larutan gom. Pada menit ke 25 disuntikkan larutan

karagen pada telapak kaki kiri tikus dan untuk semuanya diberikan

volum 0,5 ml.

Page 7: Antiinflamasi (Repaired)

5. Satu jam kemudian volum kaki yang disuntik karagen diukur pada alat

dan dicatat. Lakukan pengukuran yang sama setiap 30 menit dan 60

menit. Catat perbedaan volum kaki untuk setiap jam pengukuran.

6. Hasil-hasil pengamatan dimuat dalam tabel untuk setiap kelompok.

Tabel harus memuat persentase kenaikan volum kaki setiap jam.

Perhitungan % kenaikan volum kaki dilakukan dengan

membandingkannya terhadap volum dasar sebelum penyuntikkan

karagen.

7. Selanjutnya, untuk setiap kelompok hitung % rata-rata dan

dibandingkan % yang diperoleh kelompok yang diberi obat terhadap

kelompok kontrol. Perhitungan dilakukan untuk setiap pengukuran.

8. Gambarkan grafik variasi % inhibisi udem yang tergantung pada

waktu.

5. Hasil dan Pembahasan

- Hasil :

Kel

.

Dosis BB

(gram)

Vol.

awal

Pengukuran Vol. Udem % Inhibisi

30’ 60’ 30’ 60’ 30’ 60’

1 Asetosal

100mg/KgBB

143 5,05 7,61 ml 7,48 ml 2,56 ml 2,43 ml -80,23 -23,35

2 Asetosal

150mg/KgBB

172 4,77 7 ml 7,12 ml 2,23 ml 2,35 ml -57,04 -19,28

3 Kontrol

Na-CMC 1%BB

154 4,38 5,85 ml 6,35 ml 1,42 ml 1,97 ml - -

4 Na-diklofenak

100mg/KgBB

155 3,80 5,06 ml 5,51 ml 1,26 ml 1,71 ml 11,27 13,2

5 Na- diklofenak

150mg/KgBB

163 3,76 7 ml 6,23 ml 3,24 ml 2,47 ml -12,8 -25,38

Tabel. Hasil Pengamatan

Page 8: Antiinflamasi (Repaired)

- Perhitungan

Perhitungan volume udem:

30’

- Kelompok1: 7,61 – 5,05 =2, 56

- Kelompok2: 7 – 4,77 = 2,23

- Kelompok3: 5,80 – 4,38 = 1,42

- Kelompok4: 5,06 – 3,80 =1,26

- Kelompok5: 7 – 3,76 = 3,24

60’

- Kelompok1: 7,48 – 5,05 = 2,43

- Kelompok2: 7,12 – 4,77 = 2,35

- Kelompok3: 6,35 – 4,38 = 1,97

- Kelompok4: 5,51 – 3,80 = 1,71

- Kelompok5: 6,23 – 3,76 = 2,47

%inhibisi: volume udem kontrol−v .udem perlakuan

volume udem kontrolx 100 %

%inhibisi 30’

- Kelompok 1: 1, 42−2,56

1,42x 100 %=−80,23 %

- Kelompok 2: 1,42−0,2,23

1,42x 100 %=−57,04 %

- Kelompok4: 1,42−1,26 ,

1,42x 100 %=11,27%

- Kelompok5: 1,42−3,24

1,42x100 %=−1,28 %

%inhibisi 60’

- Kelompok1: 1,97−2,43

1,97x100 %=−23,35 %

Page 9: Antiinflamasi (Repaired)

- Kelompok2: 1,97−2,35

1,97x100 %=−19,28 %

- Kelompok4: 1,97−1,71

1,97x 100 %=13,2%

- Kelompok5: 1,97−2,47

1,97x100 %=−25,38 %

- Grafik Percobaan

30 60

-90-80-70-60-50-40-30-20-10

0

Grafik Perbandingan antara Waktu dan % asetosal 100mg/KgBB dan 150 mg/KgBB

asetosal 100 mg/KgBB (kel 2 )asetosal 150 mg/KgBB

waktu (menit)

% In

hibi

si

Page 10: Antiinflamasi (Repaired)

30 60

-160-140-120-100

-80-60-40-20

02040

Grafik Perbandingan antara Waktu dan % Inhibisi Na diklofenat 100 mg/KgBB dan

150 mg/KgBB

100 mg/KgBB150 mg/KgBB

waktu (menit

% in

hibi

si

- Pembahasan :

Percobaan kali ini bertujuan untuk mengevaluasi secara eksperimental efek

anti inflamasi suatu obat dan memahami mekanisme kerja obat anti inflamasi.

Pada percobaan ini digunakan plethysnometer untuk mengukur volume udem

telapak kaki hewan uji Tikus Putih yang bekerja sesuai hukum Archimedes,

dimana volume udem telapak kaki yang di celupkan pada larutan NaCl adalah

sama banyaknya dengan skala yang ditunjukan.

           Pada rangkaian modifikasi alat plethysnometer digunakan larutan NaCl

dengan tujuan untuk menghindari berkurangnya volume cairan pada alat tersebut

ketika telapak kaki dicelupkan oleh karena untuk mencegah hal demikian air tidak

digunakan untuk serangkian alat tersebut.

          Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan diperoleh % rata-rata

penurunan udem untuk Asetosal 100mg/KgBB adalah -80,23 % (pada menit yang

ke 30) dan -23,35% (pada menit yang ke 60), untuk Asetosal 150mg/KgBB adalah

-57,04 % (pada menit yang ke 30) dan -19,28% (pada menit yang ke 60).

Sedangkan, untuk Na. Diklofenak 100mg/KgBB 11,27% (untuk menit yang ke

Page 11: Antiinflamasi (Repaired)

30) dan 13,2% (pada menit ke 60). Untuk Na-Diklofenak 150mg/KgBB -12,8 %

(pada menit ke 30) dan -25,38% (pada menit ke 60). Disini, Na CMC 1 % b/v

memperlihatkan kenaikan volume udem. Seharusnya, Na-CMC menunjukkan

penurunan volume udem yang paling kecil, hal ini di sebabkan karena Na CMC

1% b/v bukan merupakan obat, melainkan hanya sebagai kontrol negatif.

          Hasil yang didapat sangat berbeda dengan literatur, hal ini karena adanya

kesalahan – kesalahan dalam praktikum antara lain :

1. Kesalahan dalam membaca skala

2. Bagian kaki yang tercelup pada saat pengukuran pertama dan selanjutnya tidak

sama

3. Tidak semua obat diberikan

4. Kurang mahir dalam melakukan praktikum

5. Kesalahan dalam pengukuran

6. Kesalahan dalam pemberian dosis obat pada mencit.

7. Mencit yang digunakan tidak dipuasakan

6. Kesimpulan

Dari praktikum ini, dapat diperoleh beberapa kesimpulan, diantaranya

yaitu :

- Inflamasi merupakan suatu respon protektif normal terhadap luka jaringan

yang disebabkan oleh trauma fisik, Zat kimia yang merusak, atau zat-zat

mikrobiologik. Iflamasi adalah usaha tubuh untuk mengaktivasi tubuh atau .

organisme yang menyerang, menghilangkan zat iritan, dan mengatur derajat

perbaikan jaringan. Jika penyembuhan lengkap,proses peradangan biasanya

reda.

-         Efek yang ditimbulkan akibat pemberian karagenan pada hewan percobaan

adalah terjadinya udem, yang terlihat dari bertambahnya volume kaki tikus

setelah diukur dengan alat pletismometer.

Page 12: Antiinflamasi (Repaired)

-         Mekanisme karagenan dalam menimbulkan inflamasi adalah dengan

merangsang lisisnya sel mast dan melepaskan mediator-mediator radang

yang dapat mengakibatkan vasodilatasi sehingga menimbulkan eksudasi

dinding kapiler dan migrasi fagosit ke daerah radang sehingga terjadi

pembengkakan pada daerah tersebut.

    

-         Inflamasi terjadi karena reaksi antara antigen dengan antibodi yang dapat

merangsang pelepasan mediator radang sehingga terjadi vasodilatasi

pembuluh kapiler dan migrasi fagosit ke daerah radang, yang

mengakibatkan hiperemia dan udem pada daerah terjadinya inflamasi.

7. Jawaban Pertanyaan-Pertanyaan

Pertanyaan :

1. Bahas hasil-hasil yang diperoleh dari segi aktivitas obat anti inflamasi

yang diberikan.

2. Apakah sama mekanisme kerja anti inflamasi asetosal dan

indometasin? Jelaskan.

Jawaban :

1. Telah banyak bukti menunjukkan bahwa prostaglandin juga aktif di dalam

bagian tubuh yang mengalami inflamasi. Oleh karena aspirin menghambat

produksi prostaglandin, inflamasi tubuh juga dikurangi dan pembengkakan dapat

diatasi. Dengan pemakaian di bawah pengawasan dokter, Aspirin® juga dapat

memberikan kemampuan mengurangi inflamasi dan pembengkakan yang

berhubungan dengan cedera, bahkan arthritis sekalipun. 

Dosis antiinflamasi rata-rata dapat sampai 4 gram per hari. Untuk anak-anak

50-75 mg/kg/hari. Kadar dalam darah 15-30 mg/dl. Waktu paro 12 jam. Biasanya

dosi terbagi 3 kali/hari, sesudah makan.

Page 13: Antiinflamasi (Repaired)

Pada dosis yang biasa, efek aspirin yang paling berbahaya adalah gangguan

lambung. Efek ini bisa dikurangi denggan penyanggaan yang sesuai (menelan

aspirin bersamaan dengan makanan diikuti dengan segelas air atau antacid).

Dengan dosisi lebih tinggi , pasien-pasien mungkin mengalami salicylism,

muntah - muntah, tinnitus, pendengaran yang berkurang, dan vertigo yang

reversible dengan mengurangi dosis. Dosis salicylate yeng lebih tinggi

menyebabkan hiperpne melalui efek langsung pada medulla batang otak,

sedangkan dosis salicylate yang lebih rendah alkalosisi respiratorik mungkin

terjadi.

Terkadang juga dapat menyebabkan hepatitis ringan dan penurunan filtrasi

glomeruli. Pada dosisi harian 2 gr atau kurang, akan menaikan kadar asam urat

dalam serum.

2. Asetosal menghambat biosintesis prostaglandin, dengan memblok enzim

siklooksigenase, suatu katalisator reaksi asam arakhidonat ke senyawa

endoperoksid. Pada dosis tinggi, obat ini menurunkan pembentukan prostaglandin

dan tromboksan A2. Aspirin menghambat mendekatnya granulosit dan

menghambat migrasi leukosit polimorfonuklear dan makrofag ke tempat

inflamasi.

Sedangkan Indometasin menghambat prostagladin dengan cara membentuk

ikatan dengan enzim siklooksigenase sehingga asam arachidonat tidak dapat

berikatan dengan enzim dan prostagladin tidak dapat terbentuk. Kompleks enzim-

indometasin ini sifatnya reversible, artinya, indometasin dapat lepas dari enzim.

Bersifat time dependent karenaketika kompleks enzim-indometzsin bertaha dalam

selang waktu tertentu, dapat terjadi konformasi pada enzim yang akan

menghasilkan ikatan yang lebih kuat dengan indometasin.

Page 14: Antiinflamasi (Repaired)

Daftar Pustaka

Chan, E dan Daly J. 2009. Patofisiologi : Aplikasi Pada Praktik Keperawatan.

EGC : Jakarta.

Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia, Edisi III. Depkes RI : Jakarta.

Dirjen POM. 2007. Pelayanan Informasi Obat. Depkes : Jakarta.

Price, S. A dan Wilson. 2005. Patofisiologi ; Konsep Klinis Proses-Proses

penyakit. EGC : Jakarta.

Tambayong J. 2000. Patofisiologi Untuk Keperawatan. EGC : Jakarta.

Tjay. T. H dan Raharja. K. 2007. Obat-Obat Penting. Gramedia : Jakarta.