ANTIINFLAMASI

14
ANTI INFLAMASI I. TUJUAN Mempelajari daya antiinflamasi obat pada binatang dengan radang buatan. II. DASAR TEORI Inflamasi merupakan reaksi lokal terhadap cedera yang dilakukan oleh mikrosirkular. Inflamasi dipandang sebagai respon protektif yang sangat diperlukan dimana tubuh berupaya mengembalikan ke keadaan sebelum cedera atau untuk memperbaiki diri sendiri sesudah cedera. Cedera paling lazim disebabkan oleh infeksi bakteri, panas atau dingin berlebn, trauma, zat kimia iritan, dan reaksi antigen atau antibodi. Mikrosirkulasi yang dimaksud adalah artiriola, venula, kapiler, dan pembuluh limfa. Fenomena inflamasi meliputi kerusakan pada mikrovaskular, meningkatkan permeabilitas kapiler, dan migrasi leukosit ke jaringan radang. Ketika inflamasi berlangsung terjadi reaksi vaskular dimana cairan elemen-elemen darah, sel darah putih leukosit dan medoiator kimiawi berkumpul pada tempat terjadinya cedera atau infeksi. Gejala proses inflamasi yang sudah dikenal adalah panas, kemerahan, pembengkakan, nyeri, dan fungsi terganggu (Wilmana, 1987). Inflamasi biasanya dibagi ke dalam tiga fase, yaitu: a. Inflamasi akut Inflamasi akut merupakan respon awal terhadap cedera jaringan. Hal ini terjadi melalui rilis autokoat serta pada umumnya didahului oleh pembentukan respon imun. Reaksi inflamasi akut dinyatakan dengan dilatasi pembuluh darah dan

Transcript of ANTIINFLAMASI

Page 1: ANTIINFLAMASI

ANTI INFLAMASI

I. TUJUAN

Mempelajari daya antiinflamasi obat pada binatang dengan radang buatan.

II. DASAR TEORI

Inflamasi merupakan reaksi lokal terhadap cedera yang dilakukan oleh mikrosirkular.

Inflamasi dipandang sebagai respon protektif yang sangat diperlukan dimana tubuh

berupaya mengembalikan ke keadaan sebelum cedera atau untuk memperbaiki diri

sendiri sesudah cedera. Cedera paling lazim disebabkan oleh infeksi bakteri, panas atau

dingin berlebn, trauma, zat kimia iritan, dan reaksi antigen atau antibodi. Mikrosirkulasi

yang dimaksud adalah artiriola, venula, kapiler, dan pembuluh limfa. Fenomena

inflamasi meliputi kerusakan pada mikrovaskular, meningkatkan permeabilitas kapiler,

dan migrasi leukosit ke jaringan radang. Ketika inflamasi berlangsung terjadi reaksi

vaskular dimana cairan elemen-elemen darah, sel darah putih leukosit dan medoiator

kimiawi berkumpul pada tempat terjadinya cedera atau infeksi. Gejala proses inflamasi

yang sudah dikenal adalah panas, kemerahan, pembengkakan, nyeri, dan fungsi

terganggu (Wilmana, 1987).

Inflamasi biasanya dibagi ke dalam tiga fase, yaitu:

a. Inflamasi akut

Inflamasi akut merupakan respon awal terhadap cedera jaringan. Hal ini terjadi

melalui rilis autokoat serta pada umumnya didahului oleh pembentukan respon

imun. Reaksi inflamasi akut dinyatakan dengan dilatasi pembuluh darah dan

pengeluaran leukosit dan cairan. Segera sesudah masuknya rangsang iritan,

terdapat konstriksi singkat arteriola yang diikuti dilatasi vaskuler berkepanjangan.

Hal ini menjururs kepada merahnya anyaman kapiler dengan darah. Sel- sel

tersebut mengelompok di bagian permukaan sel yang melapisi lumen pembuluh

darah yaitu sel endotel pembuluh. Pengelompokan ini disebut sebagai marginasi.

b. Respon imun

Respon imun terjadi bila sejumlah sel yang mampu menimbulkan kekebalan

diaktifkan untuk merespon inflamasi akut serta kronis.

c. Inflamasi kronis (Katzung, 1998).

Page 2: ANTIINFLAMASI

Setelah cedera terjadi, berlaku perbahan krisis dalam dinding venula dan kapiler.

Pembuluh ini secara normal permeabel terhadapa protein plasma yakni albumin,

globulin, dan fibrinogen menjadi lebih permeabel sehingga mengganggu keseimbangan

dan menyebabkan banyak air meninggalkan darah memasuki jaringan. Akibatnya,

albumin, fglobulin, dan fibrinogen tercurah melalui dinding kapilr menuju jaringan.

Pembengkakan ini dikenal dengan istilah edema, cairannya disebut eksudat. Leukosit

yang terlibat adalah neutrofil bergranuler, bagian yang merupakan pertahanan pertama

melawan mikroorganisme yang masuk. Fungsi utama neutrofil adalah mencerna dan

menghancurkan secara potensial agen berbahaya seperti bakteri. Selama

berlangsungnya poses tersebut, dilepaskan mediator kimiawi yang diidentifikasi sebagai

mediator penyebab vasodilatasi, permeabilitas pembuluh, dan kemotaksis. Mediator

vasodilatasi tersebut misalnya histamin, bradikinin, dan prostagalandin. Keadaan panas,

merah, dan bengkak diakibatkan aoleh dilatasi pembuluh darah dan meningkatnya

permeabilitas pembuluh darah. Rasa nyeri sebagian besar karena tekanan pada akhirn

saraf sensorik oleh cairan eksudat. Sebagai contoh, kinin (bradikinin) memegang peran

penting dalam proses inflamasi. Kallikrein dan kinin dapat menyebabkan kemerahan,

rasa panas, bengkak, dan nyeri. Produksi kinin ini meningkat selama inflamasi terjadi.

Reseptor bradikinin adalah B1 dan B2 (Katzung, 2004).

Reaksi inflamasi sub akut, didefinisikan sebagai fase reaksi inflamasi akut yang agak

lambat dan dikarakterisasi oleh pengelompokan limfosit dan monosit, serta

pembentukan jaringan granulasi. Jika reaksi inflamasi tidak berhasil memperbaiki

granulasi tersebut, proses akan berlanjut pada inflamasi kronis (Wilmana, 1987).

Prostaglandin sebagai mediator inflamasi dihasilkan dari metabolisme asam

arakidonat. Asam arakidonat berasal dari fosfatidil inositol dan fisfatidol kolin yang

diubah oleh fosfolipase. Asam arakidonat ini kemudian mengalami dua jalur yaitu

siklooksigenase dan lipoksigenase. Dari jalur siklooksigenase akan dihasilkan

prostaglandin dan tromboksan, sedangkan dari jalur lipoksigenase akan dihasilkan

leukotrien. Siklooksigenase memiliki 2 isoenzim yaitu COX-1, bentuk konstitutif yang ada

di lambung dan ginjal dan COX-2 yang merupakan penginduksi inflamasi. Untuk

mengatas inflamasi, digunakan obat- obatan yang mencegah terbentuknya

prostaglandin. Obat antiinflamsi dapat dibagi ke dalam dua golongan, yaitu:

1. Obat anti inflamasi steroid

Obat- obat golongan ini merupakan kelompok obat kortikosteroid yang

menghambat pengeluaran prostaglandin, tetapi cara kerjanya melalui

Page 3: ANTIINFLAMASI

penghambatan pembentukan asam arakidonat (induk penghasil prostaglandin).

Golongan ini ada dua jenis yaitu glukokortikoid dan mineralokortikoid. Obat ini

sangat potensial dalam menghambat pembentukan prostaglandin, tetapi

memunculkan efek samping yaitu terganggunya system agregasi platelet karena

kekurangan tromboksan. Sintesis tromboksan juga ikut terhambat karena asam

arakidonat yang tersedia sedikit.

Contoh obat: prednison.

2. Obat anti inflamasi non streoid

Obat ini bekerjanya dengan menghambat sisntesis prostaglandin melalui jalur

siklooksigenase. Obat ini akan menghambat jalur siklooksigenase sehingga

asam arakidonat akan teralihkan ke jalur lipoksigenase.

Contoh: asetosal. (Lullman, et al., 2000)

III. CARA PERCOBAAN

1. Alat dan Bahan

Alat:

a. Spuit injeksi

b. Jarum berujung tumpul

c. Timbangan

d. Stop watch

e. Pletismograph

Bahan:

a. Karagenin 1% dalam tilosa 1%

b. Indometasin 1%

c. Prednison 1%

d. Larutan tilosa 0,5%

Hewan Uji

a. tikus jantan galur Wistar

Page 4: ANTIINFLAMASI

2. Cara Kerja

Tikus I sebagai control, diberi tilosa 0,05% per oral 1ml.

Satu kelompok mendapat 3 tikus, timbang beratnya.

Tikus II diberi indometasin dosis 10mg/kgBB per oral.

Tikus III diberi prednison dosis 10mg/kgBB per oral.

Timbang volume kaki kanannya dengan pletismograph, tandai batas penimbangan pada kaki tikus

Beri tanda pada kaki tikus, di atas lututnya.

Ukur dan catat volume kaki dengan pletismograph

Tunggu 30 menit lalu ukur dan catat lagi volume kakinya, lakukan setiap 30 menit sampai 90 menit.

Hitung persen pnghambatan inflamasi untuk tiap obat pada tiap dosis uji.

Page 5: ANTIINFLAMASI

IV. DATA PERCOBAAN DAN PERHITUNGAN

Data volume udem

Kelompok PerlakuanVolume udem pada menit ke-

0 30 60 90

I

Kontrol 0,08 0,12 0,14 0,14

Indometasin 0,14 0,10 0,14 0,12

Prednison 0,03 0,04 0,09 0,02

II

Kontrol 0,16 0,12 0 0,02

Indometasin -0,03 -0,10 -0,10 -0,13

Prednison 0,12 0,12 0,06 0,14

Perlakuan :

Tikus I (kontrol) : diberi tilosa

Tikus II : diberi indometasin 2mg/mL, dosis 10 mg/kg BB

Tikus III : diberi prednison 2 mg/mL, dosis 10 md/kg BB

Volume pemberian obat :

Volume pemberian =

1. Tikus I (145,5 g)

2. Tikus II (137,9 g)

3. Tikus III (127,5 g)

Perhitungan AUC (Area Under Curve)

X1 = Volume udem awal

X2 = volume udem akhir

Δt = selisih waktu

Page 6: ANTIINFLAMASI

Hasil perhitungan AUC

Kelompok Perlakuan AUC(0-30) AUC(30-60) AUC(60-90) Total AUC

I

kontrol 3 3.9 4.2 11.1

indometasin 3.6 3.6 3.9 11.1

prednison 1.05 1.95 1.65 4.65

II

kontrol 4.2 1.8 0.3 6.3

indometasin 0* 0* 0* 0*

prednison 3.6 2.7 3 9.3

*= AUC indometasin pada kelompok II dianggap nol karena bernilai negative

Perhitungan daya antiinflamasi obat :

Daya antiinflamasi indometasin :

Kelompok I :

Kekompok II : - (tidak dapat dihitung karena AUC dianggap nol)

Daya antiinflamasi prednisone :

Kelompok I :

Kelompok II :

Page 7: ANTIINFLAMASI

V. PEMBAHASAN

Praktikum kali ini bertujuan untuk mempelajari daya antiinflamasi obat pada

binatang dengan radang buatan. Inflamasi merupakan suatu respon protektif normal

imunologik. Inflamasi adalah usaha tubuh untuk menginaktivasi atau merusak organism

yang menyerang, menghilangkan zat iritan, dan mengatur derajat perbaikan jaringan.

Meskipun kejadiannya merupakan gabungan proses yang kompleks, inflamasi

mempunyai tanda-tanda dan gejala yang bersifat umum yaitu bengkak (udema),

kemerahan (rubor), nyeri (dolor), dan panas meningkat (kalor). (Rukmono, 1997)

Obat-obat antiinflamasi atau imunosupresi mungkin diperlikan untuk memodulasi

proses peradangan. Inflamasi diinisiasikan oleh pelepasan mediator kimiawi dari

jaringan yang rusak dan migrasi sel. Mediator kimiawi spesifik bervariasi dengan tipe

proses peradangan dan meliputi amin, seperti histamine dan 5-hidroksitriptamin; lipid

seperti prostaglandin; peptide kecil seperti bradikinin; dan peptide besar seperti

interleukin-1. (Katzung, 1997)

Dari keempat tanda-tanda peradangan yang ada, pada praktikum kali ini yang

diamati adalah pembengkakan pada telapak kaki tikus dengan mengukur volume udem

menggunakan pletismograf. Hewan uji yang digunakan adalah tikus jantan Wistar

(Rattus norvegicus) dengan berat antara 200-300 gram. Tikus akan diberi karagenin

sebagai inducer inflamasi yang akan diinjeksikan secara sub planar yaitu injeksi secara

subcutan di telapak kaki tikus. Obat yang akan diuji daya antiinflamasinya adalah

indometasin dan prednison dan sebagai kontrol digunakan tilosa. Pemberian obat

diberikan sebelum pemberian karagenin agar obat dapat langsung bekerja

menghentikan peradangan saat radang muncul.

Indometasin merupakan derivate indol-asam asetat yang memiliki daya analgetik

dan antiinflamasi yang sama kuatnya dengan aspirin (Katzung, 2004). Beberapa jalur

utama metabolism yang di lalui indometasin yaitu O-Demetilasi, N-Demetilasi gugus p-

klorobenzoil, O-dealkilasi, dan N-Dealkilasi serta konjugasi produk fenolat dengan asam

glukoronat. Metabolit utama pada binatang adalah debenzoilisasi pada N1 dan dimetilasi

pada C5. Jadi, spesies indometasin yang aktif adalah molekul utuhnya, bukan

metabolitnya.

Indometasin mempunyai aktivitas antiradang yangkuat terhadap udema pada

telapak kaki tikus akibat karagenin. Gugus karbonil pada struktur indometasin berfungsi

sebagai antiradang, karena itu jika diganti gugus lain maka aktivitasnya akan menurun.

Page 8: ANTIINFLAMASI

Penggantian gugus 1-arasil dengan beberapa gugus fungsi 1-arasil, substansi asil

alifatik atau alkil alifatik atau alkil pada posisi nomor 1 dapat menyebabkan penurunan

aktivitas indometasin, sedangkan substitusi halogen para atau yang setara dengan

halogen seperti CF3 / SCH3 pada gugus klorida akan menyebabkan aktivitas paling

besar (struktur optimum). Indometasin menghambat aktivitas enzim siklooksigenase

secara reversible.

Indometasin cepat dan hampir sempurna diabsorbsi dari saluran cerna bagian

atas setelah pemberian per oral. Metabolisme dilakukan oleh hati lalu diekskresikan ke

dalam empedu dan urin dalam bentuk tidak berubah dan dalam bentuk metabolit. Kadar

maksimum dalam darah dapat dicapai setelah obat diberikan secara per oral.

Sebelum disuntik karagenin, kaki tikus ditandai sampai dibawah lutut dan diukur

volumenya pada pletismograf. Kenaikan volume raksa menunjukkan volume kaki tikus,

sehingga nantinya akan diketahui pertambahan volume kaki karena adanya udema.

Pletismograf adalah alat berupa tabung berisi air raksa dan berskala untuk membantu

mengetahui volume udema berdasarkan hukum Archimedes. Digunakan air raksa

karena selain tidak membasahi kaki tikus (volume air raksa tidak berubah), juga karena

air raksa berwarna sehingga mudah diamati. Namun dalam menggunakan air raksa

harus hati-hati karena dapat memadat dan menyumbat pori, jadi setelah kaki tikus

dimasukkan ke dalam pletismograf, sisa air raksa pada kaki tikus harus segera

dikeringkan dengan tisu.

30 menit setelah masing-masing tikus disuntik dengan prednisone dan

indometasin, karagenin sebanyak 0,1 mL diinjeksikan secara sub planar pada telapak

kaki tikus. Selang waktu diberikan agar saat terjadi radang obat sudah siap bekerja.

Karagenin adalah campuran polisakarida yang disusun oleh unit galaktosa sulfat dan

diperoleh dari irish mosh daondus crispus yang merupakan agen iritan. Karagenin yang

dimasukkan ke dalam tubuh akan menyebabkan reaksi inflamasi. Hal ini terjadi karena

karagenin dianggap sebagai benda asing sehingga tubuh menghasilkan mediator-

mediator inflamasi. Akibatnya terjadi radang pada tempat dimasukannya karagenin

sebagai reaksi tubuh untuk mempertahankan homeostasis.

Radang atau udema adalah penambahan volume pada bagian tubuh yang

disebut rat hind pahl, merupakan salah satu symptom atau tanda terjadinya inflamasi.

Perubahan pada udema kaki tikus dapat dilihat secara semi kuantitatif. Aturan utama

teknik udema kaki tikus dengan karagenin ini menghasilkan tiga karakteristik penting

hewan yaitu :

Page 9: ANTIINFLAMASI

1. Obat-obat antiinflamasi non steroid (AINS) menghambat udema dalam karakteristik

dosis respon

2. Meski beberapa agen obat-obat AINS tanpa diketahui aktivitas antiinflamasinya

dalam manusia menghambat reaksi, beberapa (positif palsu) dapat dimasukkan

untuk penambahan tes urin

3. Potensial inhibitor obat-obat AINS dalam tes ini dapat paralel aktivitasnya terhadap

manusia.

Pengukuran volume udema dengan pletismograf dilakukan dalam jangka waktu

tertentu yaitu setiap 30 menit, dihitung dari menit ke-nol sampai menit ke-90.

Dari data dapat dihitung prosentase daya antiinflamasi dengan rumus :

Dari hasil perhitungan diperoleh daya antiinflamasi dari indometasin pada

kelompok I sebesar 0%, sedangkan daya antiinflamasi indometasin pada kelompok II

tidak dapat dihitung karena nilai AUC dianggap nol. Sebab volume udem yang terukur

bernilai negative yang artinya volume kaki hewan uji sebelum diberi perlakuan lebih

besar dari setelah diberi perlakuan. Hal ini menyimpang dari teori, sebab udem timbul

setelah telapak kaki hewan uji diinjeksi dengan karagenin. Sehingga seharusnya volume

kaki sebelum perlakuan lebih kecil dari volume kaki setelah diberi perlakuan. Namun

pada percobaan ini keadaan berbalik.

Sementara daya antiinflamasi untuk prednisone pada kelompok I sebesar

58,108% sedangkan pada kelompok II sebesar -47,619%. Kembali terjadi

penyimpangan, yaitu daya antiinflamasi bernilai negative.

Praktikan menganalisis kemungkinan penyebab terjadinya berbagai

penyimpangan sebagai berikut :

1. Factor fisiologis dari tikus seperti kemampuan adsorpsi yang berbeda, keaktifan

mencit dan berat badan mencit.

2. Factor praktikan dimana seharusnya pemberian obat maupun mengambilan obat

dilakukan oleh satu orang saja untuk mencegah terjadinya kesubyektifan.

3. Pada saat mengukur volume kaki tikus juga seharusnya dilakukan oleh satu

orang yang sama. Tidak hanya itu, pengukuran juga kurang meyakinkan karena

sulit mengamati apakah kaki tikus sudah tercelup dalam pletismograf sampai

tanda yang ditentukan.

Page 10: ANTIINFLAMASI

Dari perhitungan secara sepintas dapat diketahui bahwa daya antiinflamasi

prednisone lebih tinggi dari indometasin. Hal ini sudah sesuai teori, daya antiinflamasi

dari prednisone lebih tinggi dari indometasin. Prednisone bekerja lebih efektif dari

indometasin karena prednisone bekerja dengan menghambat sintesis asam arakidonat

sehingga prostaglandin secara otomatis juga terhambat.

Sedangkan dari hasil perhitungan berupa Area Under Curve (AUC) dilakukan

analisis secara statistika dengan menggunakan uji T-test pada taraf kepercayaan 95%.

Dari hasil analisis tersebut didapat nilai signifikansi 0,739. Dari nilai ini dapat dikatakan

bahwa kedua perlakuan tidak memberikan perbedaan yang signifikan.

Page 11: ANTIINFLAMASI

VI. KESIMPULAN

1. Inflamasi merupakan suatu respon protektif normal terhadap luka jaringan yang

disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang merusak atau zat mikrobiologik.

2. Pada percobaan ini dibuat radang buatan dengan menginjeksikan karagenin

subplanar di telapak kaki hewan uji.

3. Indometasin memberikan efek antiinflamasi dengan cara menghambat COX,

sedangkan prednisone bekerja dengan menghambat enzim fosfolipase.

4. Dari hasil perhitungan % daya antiinflamasi diketahui bahwa daya antiinflamasi

presnison lebih inggi dari indometasin, hal ini sudah sesuai dengan teori.

5. Dari hasil uji statistic dengan ujiT-test daoat diketahui bahwa kedua obat tidak

memberikan efek yang berbeda secara signifikan

VII. DAFTAR PUSTAKA

Anief, Mohammad, 2000, Prinsip Umum dan Dasar Farmakologi, cetakan kedua, Gadjah

Mada University Press, Yogyakarta

Anonym, 1995, Farmakope Indonesia edisi IV, Departemen Kesehatan RI, Jakarta

Katzung, B.G., 1989, Farmakologi Dasar dan Klinik edisi II, EGC, Jakarta

Mursyidi, Ahmad, 1984, Statistika Farmasi Biologi, Ghalia Indonesia, Jakarta

Tjai, Tan Hoan, 2002, Daftar Obat-obat Penting, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta