Anestesi Spinal Pada Obstetri Final
-
Upload
devianna-chandra -
Category
Documents
-
view
326 -
download
3
Transcript of Anestesi Spinal Pada Obstetri Final
Kata Pengantar
Puji syukur yang sebesar-besarnya kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih karunia
dan rahmat-Nya kepada penulis sehingga makalah dengan judul “Anesthesia Spinal Pada
Sectio Cesarea” ini dapat selesai dengan baik dan tepat pada waktunya.
Penulis menyusun makalah ini dalam rangka memenuhi tugas akhir Kepaniteraan
Klinik Bidang Anestesi Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara di Rumah Sakit
Umum Daerah Ciawi periode 2 Januari 2012- 4 Februari 2012
Melalui makalah ini penulis ingin mencoba memberikan informasi mengenai anestesi
umum pada kehamilan kepada para pembaca, khususnya kalangan medis dan para medis agar
lebih mengerti dan mengetahui tentang judul makalah yang penulis buat.
Dalam penulisan makalah ini penulis telah mendapat bantuan, bimbingan dan
kerjasama dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan
terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada dr. Rizqan Sp An dan dr. Chrisma ,Sp.An serta
kepada bapak-bapak dan ibu-ibu peñata anestesi di RSUD Ciawi atas bimbingan yang
diberikan.
Kami juga menyadari bahwa makalah yang kami susun ini tidak luput dari
kekurangan karena kemampuan dan pengalaman kami yang terbatas. Oleh karena itu, kami
mengharapkan kritik dan saran yang dapat bermanfaat dalam penyempurnaan makalah ini
dan makalah-makalah berikutnya.
Akhir kata, semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca.
Jakarta, Januari 2012
Penulis
Anestesia Spinal Pada Sectio Cesarea
Definisi Sectio Cesarea
Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin denganmembuka dinding perut
dan dinding uterus atau vagina atau suatu histerotomiuntuk melahirkan janin dari dalam
rahim.
Indikasi Sectio Cesarea
Operasi Sectio Casarea dilakukan jika persalinan pervaginal mungkin akan menyebabkan
resikopada ibu maupun pada janin, dengan pertimbanganhal-hal yang perlu tindakan SC
proses persalinan lama / kegagalan proses persalinan normal (Dystosia):
1. Fetal distress
2. His lemah / melemah
3. Janin dalam posisi sungsang / melintang
4. Bayi besar (BBL > 4,2 kg)
5. Plasenta previa
6. Kelainan letak
7. Disproporsi Cevalo-Pelvik (ketidakseimbangan antar ukuran kepala dan panggul)
8. Ruptur Uterus yang mengancam
9. Hydropcephalus
10. Primi muda atau tua
11. Partus dengan komplikasi
12. Panggul sempit
13. Problema plasenta
Penilaian dan Persiapan Pasien Pra-anesthesia
Anamnesis Pra-anestesi
1. Apakah pasien pernah mendapatkan anestesi sebelumnya.
2. Apakah pasien memiliki alergi terhadap obat obatan tertentu.
3. Apakah pasien merokok atau tidak. Karena harus dihentikan 2 minggu sebelumnya untuk
eliminasi nikotin yang mempengaruhi sistem kardiosirkulasi dan untuk mengaktifkan silia
jalan pernafasan serta mengurangi produksi sputum.
4. Apakah pasien seorang peminum alkohol karena dapat dicurigai akan adanya penyakit
hepar.
Persiapan analgesia spinal
Pada dasarnya persiapan untuk analgesia spinal seperti persiapan pada anastesia
umum. Daerah sekitar tempat tusukan diteliti apakah akan menimbulkan kesulitan,
misalnya ada kelainan anatomis tulang punggung atau pasien gemuk sekali sehingga tak
teraba tonjolan prosesus spinosus. Selain itu perlu diperhatikan hal-hal di bawah ini:
1. Informed consent
Kita tidak boleh memaksa pasien untuk menyetujui anesthesia spinal
2. Pemeriksaan fisik:
Tidak dijumpai kelainan spesifik seperti kelainan tulang punggung
3. Pemeriksaan laboratorium
Anjuran Hb, Ht, PT, PTT
Peralatan analgesia spinal
1. Peralatan monitor: tekanan darah, pulse oximetri, ekg
2. Peralatan resusitasi
3. Jarum spinal
Jarum spinal dengan ujung tajam (ujung bamboo runcing, quincke bacock) atau jarum
spinal dengan ujung pinsil (pencil point whitecare).
Klasifikasi Status Fisik
Klasifikasi fisik ini bukan prakiraan resiko anesthesia, karena dampak samping anesthesia
tidak dapat dipisahkan dari dampak samping pembedahan. Menurut ASA (The American
Society of Anesthesiologist), klasifikasi status fisik dibagi menjadi 5 kelas, yaitu:
1. Kelas I
Pasien sehat organik, fisiologik, psikiatrik, biokimia
2. Kelas II
Pasien dengan penyakit sistemik ringan atau sedang
3. Kelas III
Pasien dengan penyakit sistemik berat, sehingga aktivitas rutin terbatas
4. Kelas IV
Pasien dengan penyakit sistemik berat tak dapat melakukan aktivitas rutin dan
penyakitnya merupakan ancaman kehidupannya setiap saat
5. Kelas V
Pasien sekarat yang diperkirakan dengan atau tanpa pembedahan hidupnya tidak akan
lebih dari 24 jam
6. Cito atau Emergency
Biasanya dicantumkan huruf E
7. Donor Organ
Masukan Oral
Refleks laring mengalami penurunan selama anesthesia. Regurgitasi isi lambung dan kotoran yang terdapat dalam jalan nafas merupakan risiko utama pada pasien pasien yang menjalani anestesia. Untuk itu semua pasien yang akan di jadwalkan untuk operatif elektif dengan anestesia harus dipantangkan dari masukan oral (puasa) selama periode tertentu. Pasien dewasa umunya puasa 6-8 jam, anak kecil 4-6 jam dan pada bayi 3-4 jam.
Teknik Anestesi
Menurut American College of Obstetricians and Gynocologist and American Society
of Anestesiologist (ASA) teknik anestesi yang direkomendasikan untuk pembedahan pada
Sectio Secarea adalah anestesi regional. Sedangkan general anestesi dipersiapkan bila
regional anestesi mengalami kendala.
Spinal Anestesia pada kehamilan
Definisi
Merupakan teknik anestesi blok sentral dengan memasukan zat anestesi local (bupivacain
®Regivell) dengan dosis 3-4 ml (20 mg / 4 ml) ke ruang subarachnoid biasa L3-L4 atau L4 –
L5
Indikasi
1. Bedah obsetri-ginekologi
2. Bedah panggul
3. Bedah ekstremitas bawah
4. Bedah abdomen bawah
5. Bedah sekitar rectum perineum
6. Bedah urologi
Kontra indikasi absolut:
1. Pasien menolak
2. Infeksi pada tempat suntikan
3. Hipovolemia berat, syok
4. Koagulapatia atau mendapat terapi koagulan
5. Tekanan intrakranial meningkat
6. Fasilitas resusitasi minim
7. Kurang pengalaman tanpa didampingi konsulen anestesi.
Kontra indikasi relatif:
1. Infeksi sistemik
2. Infeksi sekitar tempat suntikan
3. Kelainan neurologis
4. Kelainan psikis
5. Bedah lama
6. Penyakit jantung
7. Hipovolemia ringan
8. Nyeri punggung kronik
Komplikasi tindakan
1. Hipotensi berat
2. Bradikardi
3. Hipoventilasi
4. Trauma pembuluh darah
5. Trauma saraf
6. Mual muntah
7. Gangguan pendengaran
8. Blok spinal tinggi, atau spinal total
Komplikasi pasca tindakan
1. Nyeri tempat suntikan
2. Nyeri punggung
3. Nyeri kepala karena kebocoran likuor
4. Retensio urin
5. Meningitis
Keuntungan
1. Sedikit mendepresi janin
2. Pasien sadar
3. Pernafasan spontan
Kerugian
1. Dapat menurunkan tekanan darah, nadi dan kontraksi jantung
2. Dapat menyebabkan muat muntah
Teknik analgesia spinal
Posisi duduk atau posisi tidur lateral dekubitus dengan tusukan pada garis tengah ialah
posisi yang paling sering dikerjakan. Biasanya dikerjakan di atas meja operasi tanpa
dipindah lagi dan hanya diperlukan sedikit perubahan posisi pasien.Perubahan posisi
berlebihan dalam 30 menit pertama akan menyebabkan menyebarnya obat.
1. Setelah dimonitor, tidurkan pasien misalkan dalam posisi lateral dekubitus. Beri bantal
kepala, selain enak untuk pasien juga supaya tulang belakang stabil. Buat pasien
membungkuk maximal agar processus spinosus mudah teraba. Posisi lain adalah duduk.
2. Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua garis Krista iliaka, misal L2-L3,
L3-L4, L4-L5. Tusukan pada L1-L2 atau diatasnya berisiko trauma terhadap medulla
spinalis.
3. Sterilkan tempat tusukan dengan betadine atau alkohol.
4. Beri anastesi lokal pada tempat tusukan, misalnya dengan lidokain 1-2% 2-3ml
5. Cara tusukan median atau paramedian. Untuk jarum spinal besar 22G, 23G, 25G dapat
langsung digunakan. Sedangkan untuk yang kecil 27G atau 29G dianjurkan
menggunakan penuntun jarum yaitu jarum suntik biasa semprit 10cc. Tusukkan
introduser sedalam kira-kira 2cm agak sedikit kearah sefal, kemudian masukkan jarum
spinal berikut mandrinnya kelubang jarum tersebut. Jika menggunakan jarum tajam
(Quincke-Babcock) irisan jarum (bevel) harus sejajar dengan serat duramater, yaitu
pada posisi tidur miring bevel mengarah keatas atau kebawah, untuk menghindari
kebocoran likuor yang dapat berakibat timbulnya nyeri kepala pasca spinal. Setelah
resensi menghilang, mandrin jarum spinal dicabut dan keluar likuor, pasang semprit
berisi obat dan obat dapat dimasukkan pelan-pelan (0,5ml/detik) diselingi aspirasi
sedikit, hanya untuk meyakinkan posisi jarum tetap baik.
6. Posisi duduk sering dikerjakan untuk bedah perineal misalnya bedah hemoroid (wasir)
dengan anestetik hiperbarik. Jarak kulit-ligamentum flavum dewasa ± 6cm.
Posisi
Posisi Duduk
Pasien duduk di atas meja operasi.
Dagu di dada.
Tangan istirahat di lutut.
Posisi Lateral
Bahu sejajar dengan meja operasi.
Posisikan pinggul di pinggir meja operasi.
Memeluk bantal/knee chest position.
Tinggi blok analgesia spinal Faktor yang mempengaruhi:
• Volume obat analgetik lokal: makin besar makin tinggi daerah analgesia.
• Konsentrasi obat: makin pekat makin tinggi batas daerah analgesia.
• Barbotase: penyuntikan dan aspirasi berulang-ulang meninggikan batas daerah
analgetik.
• Kecepatan: penyuntikan yang cepat menghasilkan batas analgesia yang tinggi.
Kecepatan penyuntikan yang dianjurkan: 3 detik untuk 1 ml larutan.
• Maneuver valsava: mengejan meninggikan tekanan liquor serebrospinal dengan akibat
batas analgesia bertambah tinggi.
• Tempat pungsi: pengaruhnya besar pada L4-5 obat hiperbarik cenderung berkumpul
ke kaudal (saddle blok) pungsi L2-3 atau L3-4 obat cenderung menyebar ke cranial.
• Berat jenis larutan: hiper, iso atau hipobarik.
• Tekanan abdominal yang meningkat: dengan dosis yang sama didapat batas analgesia
yang lebih tinggi.
• Tinggi pasien: makin tinggi makin panjang kolumna vertebralis makin besar dosis
yang diperlukan (BB tidak berpengaruh terhadap dosis obat).
• Waktu: setelah 15 menit dari saat penyuntikan, umumnya larutan analgetik sudah
menetap sehingga batas analgesia tidak dapat lagi diubah dengan posisi pasien.
Anastetik lokal untuk analgesia spinal
Berat jenis cairan cerebrospinalis pada 37 derajat celcius adalah 1.003-1.008. Anastetik
lokal dengan berat jenis sama dengan css disebut isobaric. Anastetik lokal dengan berat
jenis lebih besar dari css disebut hiperbarik. Anastetik lokal dengan berat jenis lebih kecil
dari css disebut hipobarik. Anastetik lokal yang sering digunakan adalah jenis hiperbarik
diperoleh dengan mencampur anastetik lokal dengan dextrose. Untuk jenis hipobarik
biasanya digunakan tetrakain diperoleh dengan mencampur dengan air injeksi.
Anestetik lokal yang paling sering digunakan:
1. Lidokaine(xylobain,lignokain) 2%: berat jenis 1.006, sifat isobaric, dosis 20-100mg(2-
5ml)
2. Lidokaine(xylobain,lignokaine) 5% dalam dextrose 7.5%: berat jenis 1.003, sifat
hyperbaric,dose 20-50mg(1-2ml)
3. Bupivakaine(markaine) 0.5% dlm air: berat jenis 1.005, sifat isobaric, dosis 5-20mg
4. Bupivakaine(markaine) 0.5% dlm dextrose 8.25%: berat jenis 1.027, sifat hiperbarik,
dosis 5-15mg(1-3ml)
Penyebaran anastetik lokal tergantung:
1. Faktor utama:
a. Berat jenis anestetik lokal (barisitas)
b. Posisi pasien
c. Dosis dan volume anestetik lokal
2. Faktor tambahan
a. Ketinggian suntikan
b. Kecepatan suntikan/barbotase
c. Ukuran jarum
d. Keadaan fisik pasien
e. Tekanan intra abdominal
Lama kerja anestetik lokal tergantung:
1. Jenis anestetia lokal
2. Besarnya dosis
3. Ada tidaknya vasokonstriktor
4. Besarnya penyebaran anestetik lokal.
Obat Obatan untuk Anestesi pada Sectio Secarea
Midazolam HCl ®Miloz
Indikasi = Sedatif
Induksi untuk general anestesi
Kontra indikasi = Hipersensitif golongan benzodiazepin
Syok dan koma
Efek samping = Hipotensi, sakit kepala, retrograde amnesia, bermimpi,
gerakan tonik/klonik
Onset kerja = 10 – 20 menit
Sediaan = 5 mg / ml diencerkan dengan NaCl (1:4)
Dosis = 1 - 2,5 mg, max 5 mg
Pre-operatif 0,07 – 0,08 mg / kgBB
Induksi 0,3 – 0,35 mg / kgBB
Premedikasi 0,15 – 0,35 mg / kgBB
Maintanance 0,02 – 0,1 mg / kgBB
Bupivacain HCl ® Regivell
Indikasi = Subarachnoid blok / Spinal anestesi
Kontra indikasi = Hipersensitif terhadap anestesi local golongan amida
perdarahan berat, hipotensi berat, syok, aritmia
Infeksi local pada tempat anestesi (pungsi lumbal)
Septikemia
Efek samping = Hipotemsi, bradikardi, sakit kepala
Lama kerja = Posisi horizontal untuk daerah abdomen 1 ,5 – 2 jam
Onset kerja = 5 – 8 menit
Sediaan = 20 mg / 4 ml
Dosis = 7,5 – 15 mg
Oxytocin ® Pitogin
Indikasi = Induksi persalinan, inertia uterin, aborsi inkomplit, perdarahan pasca
persalinan
Kontra indikasi = Hipersensitif terhadap obat
Disproporsi selafopelvik (CPD)
Posisi / presentasi janin yang tidak menguntungkan
Plasenta dan vasa previa
Efek samping = Reaksi analfilatik, aritmia jantung, mual muntah, hematoma pelvik
Sediaan = 10 mg / ml
Dosis = Perdarahan pasca persalinan 10 unit (1cc) setelah keluarnya plasenta
Abortus inkomplit 10 menit dalam dextrose 5% 20 – 40 TPM
Metil Ergonovin ®Metergin
Indikasi = Mencegah perdarahan post partum dan post abortus
Kontra indikasi = Hipersensitif terhadap obat
Masa kehamilan karena dapat menyebabkan fetal distress
Angina Pectoris
Miocard Infark
Cardiovaskular disease
Coronary aterial disease
Cerebrovaskular accident
Trancient iskemik attack
Eklamsia dan Preeklamsia
Hipertensi
Efek samping = Coronary vasospasme, perifer vasospasme, bradikardi,
dispneu, hipertensi, aritmia, mual, muntah, abdominal pain,
Onset kerja = Intermediet
Lama kerja = 45 menit
Sediaan = 0,2 mg / ml
Dosis = 200 mcg / 0,2 mg
Efedrin HCl
Indikasi = Menaikkan heart rate, tekanan darah dan suhu
Kontra indikasi = Mempunyai penyakit jantung, aritmia, hipertiroid, diabetes
Efek samping = Pusing, sakit kepala, mual, muntah,
Sediaan = 50 mg / ml (diencerkan dengan aquades 1:9)
Dosis = 0,8 – 1,6 mg / kgBB / hari
Ondansentron HCl
Indikasi = Mual dan muntah
Kontra indikasi = Hipersensitif terhadap obat
Masa kehamilan (teratogenik)
Efek samping = Sakit kepala, diare
Lama kerja = 3 jam
Sediaan = 4 mg / 2 ml
Dosis = 4 mg
Ketorolac
Indikasi = Analgesik jangka pendek post operatif untuk nyeri tingkat sedang
dan berat
Kontra indikasi = Hipersensitif terhadap obat golongan NSAID
Ulkus peptikum, penyakit cerebrovaskuler, diatesis perdarahan,
Asma, bronkospasme, hipovolemi, gangguan fungsi ginjal
Diberikan pada pra-operatif karena resiko perdarahan
Efek samping = Dispepsia, gangguan saluran pencernaan, mual, sakit kepala, diare
Nyeri pada tempat suntikan
Sediaan = 30 mg / ml (diencerkan dengan aquades 1:2)
Dosis = 10 – 30 mg / hari. Max 90 mg / hari
Post-Operatif Sectio Cesarea
Pasien post operasi harus dipantau sampai pasien pulih dari anestesia. Adapun skala pulih
dari Anestesia yaitu
Nilai 2 1 0
Kesadaran Sadar, orientasi baik Dapat dibangunkan Tidak dapat
dibangunkan
Warna Merah muda,
Tanpa O2, SaO2 >
92%
Pucat atau kehitaman
Perlu O2 agar SaO2 >
90 %
Sianosis
Dengan O2, SaO2
tetap < 90 %
Aktifitas 4 ekstremitas bergerak 2 ekstremitas gerak Tak ada ekstremitas
yang bergerak
Respirasi Dapat nafas dalam
batuk
Nafas dangkal
Sesak nafas
Apneu atau obstruksi
Kardiovaskuler Tekanan darah
berubah < 20 %
Berubah 20 – 30 % Berubah > 50 %
Kriteria sadar dari anesthesia jika nila 9-10
Adapun tekanan darah, nadi, SaO2 harus terus dimonitoring selama pasien belum pulih dari
anesthesia. Terapi cairan diberikan sesuai dengan kebutuhan cairan basal yaitu:
4 ml / kgBB / jam untuk 10 kg pertama
2 ml / kgBB / jam untuk 10 kg kedua
1 ml / kgBB / jam untuk sisa berat badan
Kesimpulan
Sectio Secarea pada umumnya merupakan suatu tindakan yang harus segera dilakukan
demi keselamatan ibu hamil dan janinnya karena sulit dilakukan persalinan pervaginam,
walaupun demikian sedapat mungkin persiapan pra anestesi tetap dilakukan untuk
mempermudah induksi anestesi dan mencegah hal yang tidak diinginkan.
Teknik Anestesi yang direkomendasikan oleh American College of Obstetricians and
Gynocologist and American Society of Anestesiologist (ASA) untuk section secarrea adalah
Regional Anestesi (Spinal Anestesi) karena lebih sedikit mendepresi janin sedangkan teknik
general anestesi baik secara inhalasi maupun intravena tetap dipersiapkan untuk bila regional
anestesi mengalami kesulitan ataupun kegagalan anestesi ataupun operasi section secarea
berlangsung lebih lama dari yang direncanakan.
Teknik regional anestesi mempunyai beberapa efek samping diantaranya yang paling
sering terjadi adalah hipotensi dan mual muntah, untuk itu perlu disediakan obat untuk
mengatasi hal tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
1. Morgan, Edward Jr, dkk. Clinical Anesthesiology. 2005.Lange. Mc Graw Hill
2. Longnecker E David, dkk. Anesthesiology. 2008. Mc Graw Hill
3. Stoelting K Robert, dkk. Anesthesia and Co-Existing Disease. 2002. Churchill
Livingstone
4. Latief A Said, dkk. Anestesiologi. 2010. Bagian Anestesiologi dan Terapi intensif
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
5. William, dkk. Obstetric. Edisi 23. 2010. Cuninghan FG, dkk
6. Hyderally H. Complications of Spinal Anesthesia.The Mountsinai Journal of
Medicine.Jan-Mar 2002.
7. Katz J, Aidinis SJ. Complications of Spinal and Epidural Anesthesia.J Bone Joint
Surg Am.2010; 62:1219-1222.