Anestesi-Case Report.docx

41
BAB I LAPORAN KASUS I. IDENTITAS PASIEN Nama : Tn. U Umur : 70 tahun Alamat : Perumahan Harapan Baru, Bekasi Agama : Islam Suku : Jawa Status : Menikah Tinggi Badan : 67 kg Berat Badan : 170 cm Golongan Darah : O Tanggal Masuk : 13 Juni 2015 Diagnosis preoperatif : Ca rekti + DM type II Tindakan operasi : Laparotomi staging + sigmoidostomy Jenis anestesi : Anestesi umum Tanggal operasi : 24 Juni 2015 II. ANAMNESIS Keluhan Utama : Demam Keliuhan tambahan : Keringat dingin, nafsu makan berkurang, BAB cair Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang dengan keluhan demam sejak ±3 hari SMRS. Keluhan dirasakan terus menerus saat sore hingga malam hari. Pasien juga mengeluh berkeringat dingin hingga ±2-3x ganti baju. Pasien sempat membeli obat 1

Transcript of Anestesi-Case Report.docx

BAB ILAPORAN KASUSI. IDENTITAS PASIEN Nama: Tn. UUmur: 70 tahunAlamat: Perumahan Harapan Baru, BekasiAgama: IslamSuku: JawaStatus: MenikahTinggi Badan: 67 kgBerat Badan: 170 cmGolongan Darah: OTanggal Masuk: 13 Juni 2015Diagnosis preoperatif: Ca rekti + DM type IITindakan operasi: Laparotomi staging + sigmoidostomyJenis anestesi: Anestesi umumTanggal operasi: 24 Juni 2015

II. ANAMNESISKeluhan Utama: DemamKeliuhan tambahan: Keringat dingin, nafsu makan berkurang, BAB cair

Riwayat Penyakit SekarangPasien datang dengan keluhan demam sejak 3 hari SMRS. Keluhan dirasakan terus menerus saat sore hingga malam hari. Pasien juga mengeluh berkeringat dingin hingga 2-3x ganti baju. Pasien sempat membeli obat penurun panas (pasien lupa dengan nama obatnya), namun demam hanya turun ketika pasien habis minum obat, kemudian demam timbul kembali. Pasien juga merasa nafsu makan pasien menjadi berkurang. Mual (-), muntah (-), BAK tidak ada keluhan, BAB cair.

Riwayat Penyakit DahuluPasien mengatakan sejak Desember 2014 pasien didiagnosis kanker rektosigmoid. Pasien memiliki riwayat diabetes terkontrol dengan obat Metformin sejak tahun 2007. Riwayat hipertensi disangkal. Riwayat penyakit jantung disangkal. Riwayat alergi disangkal. Riwayat asma disangkal. Riwayat operasi disangkal.

III. PEMERIKSAAN FISIKKeadaan Umum: Tampak sakit ringan, composmentisVital Sign: TD : 130/80 mmHgRR : 22x/menit HR : 88x/menitSuhu : 36,9 0CAirway/Respirasi: Airway clear, BND vesikuler, Rhonki -/-, Wheezing -/-, Mallampati II, gigi berlubang (+), gigi palsu (-), gigi goyang (-)Sirkulasi: Akral hangat, CRT 110), DM tak terkontrol, infeksi akut, sepsis, GNA. Sedangkan komplikasi kadangkadang tidak terduga walaupun tindakan anestesi telah dilakukan dengan sebaikbaiknya. Komplikasi dapat dicetuskan oleh tindakan anestesi ataupun kondisi pasien sendiri. Komplikasi dapat timbul pada waktu pembedahan ataupun setelah pembedahan. Komplikasi kardiovaskular berupa hipotensi dimana tekanan sistolik kurang dari 70 mmHg atau turun 25 % dari sebelumnya, hipertensi dimana terjadi peningkatan tekanan darah pada periode induksi dan pemulihan anestesi. Komplikasi ini dapat membahayakan khususnya pada penyakit jantung karena jantung bekerja keras dengan kebutuhan kebutuhan miokard yang meningkat yang dapat menyebabkan iskemik atau infark apabila tidak tercukupi kebutuhannya. Komplikasi lain berupa gelisah setelah anestesi, tidak sadar , hipersensitifitas ataupun adanya peningkatan suhu tubuh.

Persiapan untuk Anestesi UmumKunjungan pre-anestesi dilakukan untuk mempersiapkan pasien sebelum pasien menjalani suatu tindakan operasi. Pada saat kunjungan, dilakukan wawancara (anamnesis) sepertinya menanyakan apakah pernah mendapat anestesi sebelumnya, adakah penyakit penyakit sistemik, saluran napas, dan alergi obat. Kemudian pada pemeriksaan fisik, dilakukan pemeriksaan gigi geligi, tindakan buka mulut, ukuran lidah, leher kaku dan pendek. Perhatikan pula hasil pemeriksaan laboratorium atas indikasi sesuai dengan penyakit yang sedang dicurigai, misalnya pemeriksaan darah (Hb, leukosit, masa pendarahan, masa pembekuan), radiologi, EKG.Dari hasil kunjungan ini dapat diketahui kondisi pasien dan dinyatakan dengan status anestesi menurut The American Society Of Anesthesiologist (ASA).ASA I: Pasien dalam keadaan normal dan sehat.ASA II: Pasien dengan kelainan sistemik ringan sampai sedang baik karena penyakit bedah maupun penyakit lain.ASA III: Pasien dengan gangguan atau penyakit sistemik berat yang diakibatkan karena berbagai penyebab.ASA IV: Pasien dengan kelainan sistemik berat yang secara langsung mengancam kehidupannya.ASA V: Pasien tak diharapkan hidup setelah 24 jam walaupun dioperasi atau tidak.Klasifikasi ASA juga dipakai pada pembedahan darurat dengan mencantumkan tanda darurat ( E = EMERGENCY ), misalnya ASA IE atau IIEPengosongan lambung untuk anestesia penting untuk mencegah aspirasi lambung karena regurgutasi atau muntah. Pada pembedahan elektif, pengosongan lambung dilakukan dengan puasa : anak dan dewasa 4 6 jam, bayi 3 4 jam. Pada pembedahan darurat pengosongan lambung dapat dilakukan dengan memasang pipa nasogastrik atau dengan cara lain yaitu menetralkan asam lambung dengan memberikan antasida (magnesium trisilikat) atau antagonis reseptor H2 (ranitidin). Kandung kemih juga harus dalam keadaan kosong sehingga boleh perlu dipasang kateter. Sebelum pasien masuk dalam kamar bedah, periksa ulang apakah pasien atau keluarga sudah memberi izin pembedahan secara tertulis (informed concent). Premedikasi sendiri ialah pemberian obat - 1 jam sebelum induksi anestesia dengan tujuan melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari anestesia, menghilangkan rasa khawatir,membuat amnesia, memberikan analgesia dan mencegah muntah, menekan refleks yang tidak diharapkan, mengurasi sekresi saliva dan saluran napas.Obat obat premedikasi yang bisa diberikan antara lain : Gol. Antikolinergik: Atropin. Diberikan untuk mencegah hipersekresi kelenjar ludah, antimual dan muntah, melemaskan tonus otot polos organ organ dan menurunkan spasme gastrointestinal. Dosis 0,4 0,6 mg IM bekerja setelah 10 15 menit Gol. Hipnotik sedative: Barbiturat (Pentobarbital dan Sekobarbital). Diberikan untuk sedasi dan mengurangi kekhawatiran sebelum operasi. Obat ini dapat diberikan secara oral atau IM. Dosis dewasa 100 200 mg, pada bayi dan anak 3 5 mg/kgBB. Keuntungannya adalah masa pemulihan tidak diperpanjang dan efek depresannya yang lemah terhadap pernapasan dan sirkulasi serta jarang menyebabkan mual dan muntah Gol. Analgetik narkotik: Morfin. Diberikan untuk mengurangi kecemasan dan ketegangan menjelang operasi. Dosis premedikasi dewasa 10 20 mg. Kerugian penggunaan morfin ialah pulih pasca bedah lebih lama, penyempitan bronkus pada pasien asma, mual dan muntah pasca bedah ada. Pethidin. Dosis premedikasi dewasa 25 100 mg IV. Diberikan untuk menekan tekanan darah dan pernapasan serta merangsang otot polos. Pethidin juga berguna mencegah dan mengobati menggigil pasca bedah. Gol. Transquilizer: Diazepam (Valium). Merupakan golongan benzodiazepine. Pemberian dosis rendah bersifat sedatif sedangkan dosis besar hipnotik. Dosis premedikasi dewasa 0,2 mg/kgBB IM.

Stadium AnestesiTahapan dalam anestesi terdiri dari 4 stadium yaitu stadium pertama berupa analgesia sampai kehilangan kesadaran, stadium 2 sampai respirasi teratur, stadium 3 dan stdium 4 sampai henti napas dan henti jantung. Stadium I Stadium I (St. Analgesia/ St. Cisorientasi) dimulai dari saat pemberian zat anestetik sampai hilangnya kesadaran. Pada stadium ini pasien masih dapat mengikuti perintah dan terdapat analgesi (hilangnya rasa sakit). Tindakan pembedahan ringan, seperti pencabutan gigi dan biopsi kelenjar, dapat dilakukan pada stadium ini. Stadium ini berakhir dengan ditandai oleh hilangnya reflekss bulu mata (untuk mengecek refleks tersebut bisa kita raba bulu mata). Stadium II Stadium II (St. Eksitasi; St. Delirium) Mulai dari akhir stadium I dan ditandai dengan pernapasan yang irreguler, pupil melebar dengan reflekss cahaya (+), pergerakan bola mata tidak teratur, lakrimasi (+), tonus otot meninggi dan diakhiri dengan hilangnya reflekss menelan dan kelopak mata.

Stadium III Stadium III yaitu stadium sejak mulai teraturnya lagi pernapasan hingga hilangnya pernapasan spontan. Stadia ini ditandai oleh hilangnya pernapasan spontan, hilangnya reflekss kelopak mata dan dapat digerakkannya kepala ke kiri dan kekanan dengan mudah.

Stadium IV Ditandai dengan kegagalan pernapasan (apnea) yang kemudian akan segera diikuti kegagalan sirkulasi/ henti jantung dan akhirnya pasien meninggal. Pasien sebaiknya tidak mencapai stadium ini karena itu berarti terjadi kedalaman anestesi yang berlebihan.

Tanda Refleks pada Mata Refleks pupil Pada keadaan teranestesi maka refleks pupil akan miosis apabila anestesinya dangkal, midriasis ringan menandakan anestesi reaksinya cukup dan baik/ stadium yang paling baik untuk dilakukan pembedahan, midriasis maksimal menandakan pasien mati Refleks bulu mata Refleks bulu mata sudah disinggung tadi di bagian stadium anestesi. Apabila saat dicek refleks bulu mata (-) maka pasien tersebut sudah pada stadium 1. Refleks kelopak mata Pengecekan refleks kelopak mata jarang dilakukan tetapi bisa digunakan untuk memastikan efek anestesi sudah bekerja atau belum, caranya adalah kita tarik palpebra atas ada respon tidak, kalau tidak berarti menandakan pasien sudah masuk stadium 1 ataupun 2. Refleks cahaya Untuk refleks cahaya yang kita lihat adalah pupilnya, ada / tidak respon saat kita beri rangsangan cahaya.

Teknik Anestesi Umuma. Sungkup Muka (Face Mask) dengan napas spontanIndikasi : Tindakan singkat ( - 1 jam) Keadaan umum baik (ASA I II) Lambung harus kosongProsedur : Siapkan peralatan dan kelengkapan obat anestetik Pasang infuse (untuk memasukan obat anestesi) Premedikasi + / - (apabila pasien tidak tenang bisa diberikan obat penenang) efek sedasi/anti-anxiety :benzodiazepine; analgesia: opioid, non opioid, dll Induksi Pemeliharaan

b. Intubasi Endotrakeal dengan napas spontanIntubasi endotrakea adalah memasukkan pipa (tube) endotrakea (ET= endotrakeal tube) kedalam trakea via oral atau nasal. Indikasi ; operasi lama, sulit mempertahankan airway (operasi di bagian leher dan kepala) Prosedur :1. Sama dengan diatas, hanya ada tambahan obat (pelumpuh otot/suksinil dgn durasi singkat)2. Intubasi setelah induksi dan suksinil 3. Pemeliharaan Untuk persiapan induksi sebaiknya kita ingat STATICS:S = Scope. Stetoskop untuk mendengarkan suara paru dan jantung. Laringo-ScopeT = Tubes. Pipa trakea. Usia > 5 tahun dengan balon(cuffed) A = Airway. Pipa mulut faring (orofaring) dan pipa hidung faring (nasofaring) yang digunakanuntuk menahan lidah saat pasien tidak sadar agar lidah tidak menymbat jalan napasT = Tape. Plester untuk fiksasi pipa agar tidak terdorong atau tercabutI = Introductor. Stilet atau mandrin untuk pemandu agar pipa trakea mudah dimasukkanC = Connector. Penyambung pipa dan perlatan anestesiaS = Suction. Penyedot lendir dan ludah

Klasifikasi Mallampati:Mudah sulitnya dilakukan intubasi dilihat dari klasifikasi Mallampati :

c. Intubasi Endotrakeal dengan napas kendali (kontrol)Pasien sengaja dilumpuhkan/benar2 tidak bisa bernafas dan pasien dikontrol pernafasanya dengan kita memberikan ventilasi 12 - 20 x permenit. Setelah operasi selesai pasien dipancing dan akhirnya bisa nafas spontan kemudian kita akhiri efek anestesinya. Teknik sama dengan diatas Obat pelumpuh otot non depolar (durasinya lama) Pemeliharaan, obat pelumpuh otot dapat diulang pemberiannya.

Obat-obat dalam Anestesi UmumJenis obat anestesi umum diberikan dalam bentuk suntikan intravena atau inhalasi.1. Anestetik intravena Penggunaan: Untuk induksi Obat tunggal pada operasi singkat Tambahan pada obat inhalasi lemah Tambahan pada regional anestesi Sedasi Cara pemberian: Obat tunggal untuk induksi atau operasi singkat Suntikan berulang (intermiten) Diteteskan perinfusObat anestetik intravena meliputi :a. BenzodiazepineSifat : hipnotik sedative, amnesia anterograd, atropine like effect, pelemas otot ringan, cepat melewati barier plasenta.Kontraindikasi : porfiria dan hamil.Dosis : Diazepam : induksi 0,2 0,6 mg/kg IV, Midazolam : induksi : 0,15 0,45 mg/kg IV.b. PropofolMerupakan salah satu anestetik intravena yang sangat penting. Propofol dapat menghasilkan anestesi kecepatan yang sama dengan pemberian barbiturat secara inutravena, dan waktu pemulihan yang lebih cepat. Dosis : 2 2,5 mg/kg IV.c. KetaminKetamin adalah suatu rapid acting nonbarbiturat general anaesthetic. Indikasi pemakaian ketamin adalah prosedur dengan pengendalian jalan napas yang sulit, prosedur diagnosis, tindakan ortopedi, pasien resiko tinggi dan asma. Dosis pemakaian ketamin untuk bolus 1- 2 mg/kgBB dan pada pemberian IM 3 10 mg/kgBB.d. Thiopentone SodiumMerupakan bubuk kuning yang bila akan digunakan dilarutkan dalam air menjadi larutan 2,5%atau 5%. Indikasi pemberian thiopental adalah induksi anestesi umum, operasi singkat, sedasi anestesi regional, dan untuk mengatasi kejang. Keuntungannya :induksi mudah, cepat, tidak ada iritasi mukosa jalan napas. Dosis 5 mg/kg IV, hamil 3 mg/kg IV.

2. Anestetik inhalasia. N2ONitrogen monoksida merupakan gas yang tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa dan lebih berat daripada udara. N2O biasanya tersimpan dalam bentuk cairan bertekanan tinggi dalam baja, tekanan penguapan pada suhu kamar 50 atmosfir. N2O mempunyai efek analgesic yang baik, dengan inhalasi 20% N2O dalam oksigen efeknya seperti efek 15 mg morfin. Kadar optimum untuk mendapatkan efek analgesic maksimum 35% .gas ini sering digunakan pada partus yaitu diberikan 100% N2O pada waktu kontraksi uterus sehingga rasa sakit hilang tanpa mengurangi kekuatan kontraksi dan 100% O2 pada waktu relaksasi untuk mencegah terjadinya hipoksia. Anestetik tunggal N2O digunakan secara intermiten untuk mendapatkan analgesic pada saat proses persalinan dan Pencabutan gigi. N2O digunakan secara umum untuk anestetik umum, dalam kombinasi dengan zat lainb. HalotanMerupakan cairan tidak berwarna, berbau enak, tidak mudah terbakar dan tidak mudah meledak meskipun dicampur dengan oksigen. Halotan bereaksi dengan perak, tembaga, baja, magnesium, aluminium, brom, karet dan plastic. Karet larut dalam halotan, sedangkan nikel, titanium dan polietilen tidak sehingga pemberian obat ini harus dengan alat khusus yang disebut fluotec. Efek analgesic halotan lemah tetapi relaksasi otot yang ditimbulkannya baik. Dengan kadar yang aman waktu 10 menit untuk induksi sehingga mempercepat digunakan kadar tinggi (3-4 volume %). Kadar minimal untuk anestesi adalah 0,76% volume.c. IsofluranMerupakan eter berhalogen yang tidak mudah terbakar. Secara kimiawi mirip dengan efluran, tetapi secara farmakologi berbeda. Isofluran berbau tajam sehingga membatasi kadar obat dalam udara yang dihisap oleh penderita karena penderita menahan nafas dan batuk. Setelah pemberian medikasi preanestetik stadium induksi dapat dilalui dengan lancer dan sedikit eksitasi bila diberikan bersama N2O dan O2. isofluran merelaksasi otot sehingga baik untuk intubasi. Tendensi timbul aritmia amat kecil sebab isofluran tidak menyebabkan sensiitisasi jantung terhadap ketokolamin. Peningkatan frekuensi nadi dan takikardiadihilangkan dengan pemberian propanolol 0,2-2 mg atau dosis kecil narkotik (8-10 mg morfin atau 0,1 mg fentanil), sesudah hipoksia atau hipertemia diatasi terlebih dulu. Penurunan volume semenit dapat diatasi dengan mengatur dosis. Pada anestesi yang dalam dengan isofluran tidak terjadi perangsangan SSP seperti pada pemberian enfluran. Isofluran meningkatkan aliran darah otak pada kadar labih dari 1,1 MAC (minimal Alveolar Concentration) dan meningkatkan tekanan intracranial.d. SevofluranObat anestesi ini merupakan turunan eter berhalogen yang paling disukai untuk induksi inhalasi.

Skor Pemulihan Pasca AnestesiSebelum pasien dipindahkan ke ruangan setelah dilakukan operasi terutama yang menggunakan general anestesi, maka perlu melakukan penilaian terlebih dahulu untuk menentukan apakah pasien sudah dapat dipindahkan ke ruangan atau masih perlu di observasi di ruang Recovery room (RR).A. Aldrete ScoreNilai Warna Merah muda, 2 Pucat, 1 Sianosis, 0Pernapasan Dapat bernapas dalam dan batuk, 2 Dangkal namun pertukaran udara adekuat, 1 Apnoea atau obstruksi, 0Sirkulasi Tekanan darah menyimpang 50% dari normal, 0Kesadaran Sadar, siaga dan orientasi, 2 Bangun namun cepat kembali tertidur, 1 Tidak berespons, 0

Aktivitas Seluruh ekstremitas dapat digerakkan, 2 Dua ekstremitas dapat digerakkan,1 Tidak bergerak, 0Jika jumlahnya > 8, penderita dapat dipindahkan ke ruangan

B. Steward Score (anak-anak)Pergerakan Gerak bertujuan 2 Gerak tak bertujuan 1 Tidak bergerak 0Pernafasan Batuk, menangis 2 Pertahankan jalan nafas 1 Perlu bantuan 0Kesadaran Menangis 2 Bereaksi terhadap rangsangan 1 Tidak bereaksi 0Jika jumlah > 5, penderita dapat dipindahkan ke ruangan

BAB IIIKESIMPULANPeningkatan prevalensi pasien diabetes yang akan dioperasi dan meningkatnya resiko komplikasi sehubungan dengan penyakit diabetes mellitus membutuhkan pemeriksaan dan pengelolaan optimal perioperatif. Pengelolaan pasien diabetes diperhadapkan dengan angka kesakitan saat ini meningkat secara umum. Data dari berbagai penelitian menunjukkan peningkatan angka kesakitan dan kematian yang signifikan pada penderita diabetes mellitus. Keuntungan dari kontrol gula darah yang tepat telah didokumentasikan dengan komplikasi yang ringan dan menjadi terapi standar. Kontrol gula darah yang intensif membutuhkan monitoring yang ketat untuk mengurangi insiden hipoglikemia berat. Perlu diwaspadai kemungkinan terjadinya hipoglikemia atau hiperglikemia pasien pasca bedah terutama bila terdapat penurunan kesadaran. Pemantauan kadar gula darah pasca bedah harus diperhatikan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Latief SA, Suryadi KA. Petunjuk Praktis Anestesiologi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 2009. 2. Dachlan, R.,dkk. 2002. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Bagian Anestesiologi dan Terapi FK UI. Jakarta 3. McAnulty G.R, Robertshaw H.J, Hall G.M. Anaesthetic management of patients with diabetes mellitus. Br J Anaesth 2000; 85: 80-904. Giquel Jadelis, Rodriguez Yiliam F, Matadial Christina, Candiotti Keith, Diabetes mellitus in anaesthesia. Br J Diabetes Vasc Dis 2012; 12: 60-645. Jack Samuel Dagogo, George K. Management of Diabetes Mellitus in Surgical Patients. Diabetes Spectrum. Volume 15, Number 1, 20026. Kang Hyoseok. Current therapeutic agents and anesthetic considerations for diabetes mellitus. Korean J Anesthesiol 2012 September 63(3): 195-2027. Gautam Abhinav, Baluch Amir, Kaye Alan, Frist Elizabeth A.M. Modern Strategies For The Anesthetic Management Of The Patient With Diabetes. M.E.J. Anesth 20 (2), 20098. Flemming DC, Orkin Fk, Kirby RR. Hazards of tracheal intubation. In: Nikolous G, Robert RK. Complication in anesthesiology. 2nd ed. Philadelphia: Lippincottraven; 1996: 229-379. Singh M. Stress response and anesthesia altering the pre and post-operative management. Indian J Anesth; 2003: 47:427-3410. Reddy Eashwer K, Mansfield Carl M, Hartman Gerald V. Carcinoma of the Rectum and Rectosigmoid Colon: Role of Radiation Therapy. Journal of The National Medical Association, Vol. 70, No. 11, 1978: 815-181