Case report anestesi

30

Click here to load reader

Transcript of Case report anestesi

Page 1: Case report anestesi

BAB I

PENDAHULUAN

Apendisitis akut merupakan infeksi bakteria. Berbagai hal berperan

sebagai faktor pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakn faktor yang

diajukan sebagai faktor pencetus di samping hiperplasia jaringan limfe, fekalit,

tumor apendiks dan cacing askaris dapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab

lain yang diduga dapat menimbulkan apendisitis ialah erosi mukosa apendiks

karena parasit seperti E.histolytica.

Keluhan apendisitis bermula dari nyeri di daerah umbilikusb atau

periumbilikus

Tekanan darah sistolik ≥160 atau tekanan darah diastolik ≥110 pada dua

kali pengukuran dengan jarak pengukuran paling sedikit 6 jam

Proteinuria 5g atau lebih dalam 24 jam atau 3+ pada 2 kali pemeriksaan

kualitatif sampel urin secara acak

Edema paru atau sianosis

Oliguria (<400 ml dalam 24 jam)

Nyeri kepala menetapp

Nyeri epigastrik dan atau gangguan fungsi hati

Trombositopenia

Oligohidramnion, penurunan pertumbuhan fetus, atau abruptio plasenta

(Lim, 2011)

Tujuan dasar penatalaksanaan untuk setiap kehamilan dengan penyulit pre-

eklampsia adalah (1) terminasi kehamilan dengan trauma sekecil mungkin bagi

ubu dan janinnya (2) Lahirnya bayi yang kemudian dapat berkembang (3)

Pemulihan sempurna kesehatan ibu (Cunningham et al., 2005) .

1

Page 2: Case report anestesi

BAB II

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. AD

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 24 tahun

Alamat : Mangkumen Wetan, Jl. Teratai 1

Agama : Islam

Pekerjaan :

No RM : 19406xx

Tanggal masuk RS : 13 Juni 2012

Tanggal Operasi : 13 Juni 2012 Jam : 14.00 WIB

II. ANAMNESIS

A. Keluhan utama:

Nyeri Perut.

B. Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke IGD dengan keluhan nyeri perut kanan bawah

mulai tadi pagi jam 07.00, mual ( + ), muntah ( - ), lemas, BAB biasa.

C. Riwayat Penyakit Dahulu

Tidak pernah dirawat sebelumnya.

D. Riwayat Penyakit Keluarga

Keluarga tidak ada yang pernah menderita sakit seperti pasien.

E. Anamnesis Sistem

Sistem serebrospinal : Dbn

Sistem respirasi              : Dbn

Sistem kardiovaskuler    : Dbn

Sistem digestivus          : mual ( + )

Sistem urogenital           : Dbn

Sistem muskuloskeletal  : Dbn

Page 3: Case report anestesi

III. PEMERIKSAAN FISIK

A. Status General

Keadaan Umum : Baik

Gizi : Cukup

Kesadaran : Compos mentis

BB : 70 kg

B. Vital Sign

TD : 120/70 mmHg

RR : 24x/menit

Nadi : 82x/menit

Suhu : 37,5°C

C. Alergi : ( - )

D. Mata :

Palpebra : Tidak didapatkan informasi

Konjungtiva : Tidak didapatkan informasi

Sklera : Tidak didapatkan informasi

Pupil : Tidak didapatkan infprmasi

Refleks cahaya : Tidakdidaptkan informasi

Pandangan kabur : Tidak didapatkan informasi

Diplopia : Tidak didapatkan informasi

Hidung : Tidak didapatkan informasi

Mulut : Tidak didapatkan informas

Mallampati : Tidak didapatkan informasi

E. LeherThoraks

Paru : Tidak didapatkan informasi

Jantung : Tidak didapatkan informasi

Page 4: Case report anestesi

F. Abdomen : Tidak didapatkan informasi

G. Ekstremitas

Tungkai simetris (+)

Akral hangat

Oedem

III. PEMERIKSAAN PENUNJANG

A. Pemeriksaan Darah (28 Mei 2012)

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Satuan

Lekosit 14.020 4000-12000 /µL

Eritrosit 5,33 4.0-5.1 jt/ul

Hemoglobin 13,0 12.0-15.0 g/dL

Hematokrit 38,2 36-47 %

Trombosit 182.000 15000-400000 /µL

Waktu

perdarahan1’30” 1 sd 5 Menit

Waktu

pembekuan3’30” 2 sd 6 Menit

Gol. darah A Rh + < 41

Imunoserologi

HbSAg Negative< 0.13

(negative)-

Kimia Darah

SGOT 28 < 31 u/L

SGPT 20 < 31 u/L

ureum 20,5 10-50 mg/dL

Kreatinin 1,1 0.6-11 mg/dL

GDS 151,5 70-115 mg/dL

- -

- -

Page 5: Case report anestesi

IV. DIAGNOSA KERJA

Apendisitis Akut.

V. KESIMPULAN

Berdasarkan status fisik, diklasifikasikan dalam ASA II (pasien dengan

penyakit sistemik ringan sampai sedang). ACC operasi dengan general anestesi.

VI. PENATALAKSANAAN

Terapi operatif : apendiktomi dengan general anestesi pada pasien

ASA II.

VII. TINDAKAN ANESTESI PADA PERI-OPERASI

Macam : Apendiktomi

Jenis AN : General Anestesi

Teknik AN : Semi Closed

Induksi : Propofol 140 mg dan Notrixum 30 mg

Anestesi mulai : 14:10 WIB Operasi mulai : 14:15 WIB

Anestesi selesai : 14:45 WIB Operasi selesai : 14:45 WIB

A. Pre-operatif

Pasien puasa > 6 jam pre-operatif.

Infus RL 20 tpm

Keadaan umum dan vital sign baik (TD=120/70 mmHg, N=82/’,

RR=24/’, S=37,50C)

B. Intra operatif

Pasien masuk ke ruang OK, diposisikan di atas meja operasi,

pasang alat monitoring: monitor tensi, Heart Rate, SpO2, untuk

monitoring ulang vital sign pasien.

(TD : 120/70 mmHg, N : 82x/menit, Saturasi O2 98%)

Pasien diminta untuk tetap berbaring dimeja operasi kemudian diberi injeksi obat

co induksi Fentanhyl 100 µg IV untuk memberi efek analgetik. Induksi anestesi

Page 6: Case report anestesi

dilakukan dengan injeksi Propofol 140 mg IV secara perlahan agar mengurangi

rasa nyeri terbakar. Sungkup muka ditempatkan pada muka dan oksigen 4-6

lt/menit, kalau perlu nafas dibantu dengan menekan balon nafas (below) secara

periodik untuk mengatasi timbulnya apnue setelah induksi Fentanhyl dan untuk

memberikan efek hiperventilasi pada paru. Setelah reflek bulu mata menghilang,

berikan obat pelumpuh otot Notrixum 30 mg. Pemberian notrixum

mengakibatkan fasikulasi (getaran otot) dan apnue sehingga nafas harus tetap

dibantu dengan memberikan tekanan pada balon nafas. Setelah fasikulasi

menghilang, pasien diintubasi dengan Endotrakeal Tube (ET), kemudian balon

pipa ET dikembangkan sampai tidak ada kebocoran pada waktu melakukan nafas

buatan dengan balon nafas. Yakinkan bahwa pipa ET benar-benar didalam trakea

dan tidak masuk terlalu dalam di salah satu bronkus atau esofagus, periksa dengan

stetoskop dan dengarkan bising nafas yang harus sama di paru kiri dan kanan,

dinding dada juga harus bergerak sama (simetris) pada setiap inspirasi buatan.

Kemudian masukkan Orofaringeal Airway (Guedel) pada mulut supaya pipa ET

tidak tergigit lalu kedua-duanya difiksasi. Kemudian pipa ET dihubungkan

dengan konektor kepada sirkuit nafas alat anestesi. Selanjutnya dilakukan tahap

pemeliharaan anestesi (maintenance) dengan N2O dibuka 2 liter/menit dan O2 2

liter/menit (50% : 50%), kemudian Isoflurane 1,5-2 vol % dibuka. Nafas pasien

dikendalikan dengan menekan balon nafas (12-16 x/menit) setelah ada tanda-

tanda nafas spontan kemudian dicoba membantu nafas sedikit-sedikit sampai

pernafasan normal kuat kembali. Nafas dapat dibiarkan spontan kalau usaha nafas

ternyata cukup kuat, ini dapat dilihat dari besarnya kembang kempis balon nafas.

Kedalaman anestesi dipertahankan dengan kombinasi N2O dan O2 masing-masing

2 lt/menit (50% : 50%), serta isoflurane 1,5-2 vol%. Ketika operasi menjelang

selesai (±10 menit), N2O mulai diturunkan volumenya dan O2 dinaikkan

volumenya, serta dosis Isoflurane juga perlahan dikurangi hingga akhirnya 0 vol

%.

Selama tindakan anestesi berlangsung, tekanan darah dan nadi

senantiasa dikontrol setiap 5 menit, sebagai berikut :

Page 7: Case report anestesi

Kemudian didukung dengan pemberian Ringer Laktat sebanyak 3

colf yang diberikan selama operasi berlangsung. Pada menit ke-25

pasien diberikan ondansetron 4 mg untuk mencegah terjadinya

mual dan remopain 30 mg.

C. Post operatif

Operasi berakhir pukul 14.45 WIB.

Selesai operasi pasien belum sadar kemudian pasien dipindahkan

ke Ruang Pemulihan (Recovery Room), pasien segera diberi

bantuan oksigenasi melalui Canul O2 2 lt/menit, melanjutkan

pemberian cairan, dan diobservasi terus dipantau setiap 15 menit

dinilai pernafasan, tekanan darah, dan nadi. Saturasi O2 : 98 %

TD : 122/75 mmHg, N : 62x/menit

Instruksi Post Operasi :

Menit ke- Sistole Diastole Pulse Sp O2

5 118 87 80 98 %

10 110 78 57 98 %

15 123 77 63 98%

20 123 82 64 98%

25 139 82 63 98%

30 124 77 60 98%

Page 8: Case report anestesi

Bila muntah, pasien diberi Narfoz 4 mg iv. Bila

kesakitan , pasien diberi Remopain 30 mg iv dan

Tramal 100 mg drip

Monitoring keadaan umum pasien dengan Aldrette score :

o Kesadaran: dapat dibangunkan tapi cepat tidur = 1

o Warna: merah muda = 2

o Aktivitas: 4 ekstremitas bergerak = 2

o Respirasi: Dapat napas dalam/batuk = 2

o Kardiovaskular: TD deviasi 20 % dari normal = 2

o Total aldrete score = 9

Keterangan: Jika Aldrete Score ≥ 8 dan tanpa ada nilai 0 atau Aldrette Score > 9,

maka pasien dapat dipindahkan ke bangsal.

Page 9: Case report anestesi

BAB III

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN

Carsinoma mamae merupakan penyakit keganasan yang paling banyak

menyerang wanita, disebabkan karena terjadinya pembelahan sel-sel tubuh

secara tidak teratur sehingga pertumbuhan sel tidak dapat dikendalikan dan

akan tumbuh menjadi benjolan tumor (kanker).

B. ETIOLOGI

Sebab keganasan pada mamae masih belum jelas, tetapi ada beberapa

faktor yang berkaitan erat dengan munculnya keganasan payudara yaitu:

virus, faktor lingkungan, faktor hormonal dan familiar;

1. Wanita memiliki resiko lebih tinggi daripada pria

2. Usia: resiko tertinggi pada usia diatas 30 tahun

3. Riwayat keluarga: ada riwayat keluarga Ca Mammae pada ibu/saudara

perempuan

4. Riwayat menstrual:

a. Early menarche (sebelum 12 tahun)

b. Late menopouse (setelah 50 tahun)

5. Riwayat kesehatan: Pernah mengalami / sedang menderita otipical

hiperplasia atau benign proliverative yang lain pada biopsy payudara,

Ca. endometrial.

Page 10: Case report anestesi

6. Menikah tapi tidak melahirkan anak

7. Riwayat reproduksi: melahirkan anak pertama diatas 35 tahun.

8. Tidak menyusui

9. Menggunakan obat kontrasepsi oral yang lama, penggunaan therapy

estrogen

10. Mengalami trauma berulang kali pada payudara

11. Terapi radiasi; terpapar dari lingkungan yang terpapar karsinogen

12. Obesitas

13. Life style: diet tinggi lemak, mengkomsumsi alcohol (minum 2x

sehari), merokok.

14. Stres hebat.

C. PATOFISIOLOGI PENYAKIT

Proses terjadinya kanker karena terjadi perubahan struktur sel,

dengan ciri : proliferasi yang berlebihan dan tak berguna, yang tak

mengikuti pengaruh jaringan sekitarnya. Proliferasi abnormal sel kanker

akan menggangu fungsi jaringan normal dengan menginfiltrasi dan

memasukinya dengan cara menyebarkan anak sebar ke organ-organ yang

jauh. Di dalam sel tersebut telah terjadi perubahan secara biokimiawi

terutama dalam intinya. Hampir semua tumor ganas tumbuh dari suatu sel

yang mengalami transformasi maligna dan berubah menjadi sekelompok

sel ganas diantara sel normal.

C. TANDA DAN GEJALA

1. Terdapat massa utuh kenyal, biasa di kwadran atas bagian dalam, dibawah

ketiak bentuknya tak beraturan dan terfiksasi

2. Nyeri di daerah massa

3. Perubahan bentuk dan besar payudara. Adanya lekukan ke dalam, tarikan dan

refraksi pada areola mammae

4. Edema dengan “peant d’ orange” (keriput seperti kulit jeruk)

5. Pengelupasan papilla mammae

Page 11: Case report anestesi

6. Adanya kerusakan dan retraksi pada area puting,

7. Keluar cairan abnormal dari putting susu berupa nanah, darah, cairan encer

padahal ibu tidak sedang hamil / menyusui.

8. Ditemukan lessi pada pemeriksaan mamografi

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan laboratorium meliputi: Morfologi sel darah, LED, Test fal

marker (CEA) dalam serum/plasma, pemeriksaan sitologis

2. Test diagnostik lain:

a.Non invasive;

-Mamografi

-Ro thorak

-USG

-MRI

-PET

b.Invasif

-Biopsi, ada 2 macam tindakan menggunakan jarum dan 2 macam tindakan

pembedahan

- Aspirasi biopsy (FNAB)

-Dengn aspirasi jarum halus, sifat massa dibedakan antar kistik atau padat

-True cut / Care biopsy

-Dilakukan dengan perlengkapan stereotactic biopsy mamografi untuk

memandu jarum pada massa

-Incisi biopsy

-Eksisi biopsy

Hasil biopsi dapat digunakan selama 36 jam untuk dilakukan pemeriksaan

histologik secara froxen section

F. KOMPLIKASI

Metastase ke jaringan sekitar melalui saluran limfe (limfogen) ke paru,

pleura, tulang dan hati.

Page 12: Case report anestesi

G. PENATALAKSANAAN MEDIS

Ada 2 macam yaitu kuratif (pembedahan) dan paliatif (non

pembedahan). Penanganan kuratif dengan pembedahan yang dilakukan secara

mastektomi parsial, mastektomi total, mastektomi radikal, tergantung dari luas,

besar dan penyebaran kanker. Penanganan non pembedahan dengan

penyinaran, kemoterapi dan terapi hormonal.

H. CARA PENCEGAHAN

1. Kesadaran SADARI dilakukan setiap bulan.

2. Berikan ASI pada Bayi.

Memberikan ASIpada bayi secara berkala akan mengurangi tingkat

hormone tersebut.

Sedangkan kanker payudara berkaitan dengan hormone estrogen.

3. Jika menemukan gumpalan / benjolan pada payudara segera kedokter.

4. Cari tahu apakah ada sejarah kanker payudara pada keluarga. Menurut

penelitian 10% dari semua kasus kanker payudara adalah factor gen.

5. Perhatikan konsumsi alcohol. Dalam penelitian menyebutkan alcohol

meningkatkan estrogen.

6. Perhatikan BB, obesitas meningkatkan risiko kanker payudara.

7. Olah raga teratur. Penelitian menunjukkan bahwa semakin kurang berolah

raga, semakin tinggi tingkat estrogen dalam tubuh.

8. Kurangi makanan berlemak. Gaya hidup barat tertentu nampaknya dapat

meningkatkan risiko penyakit.

9. Usia > 50 th lakukan srening payudara teratur. 80% Kanker payudara

terjadi pada usia > 50 tahun.

10. Rileks / hindari stress berat. Menurunkan tingkat stress akan

menguntungkan untuk semua kesehatan secara menyeluruh termasuk

risiko kanker payudara.

Page 13: Case report anestesi

Anestesi biasanya mengacu pada trias anestesi yaitu tidur ringan, analgesia

cukup, dan relaksasi otot lurik yang cukup.Pada pasien ini diberikan maintenance

oksigen + N2O + sevoflurane.Oksigen (O2) diberikan untuk mencukupi

oksigenasi jaringan.N2O sebagai analgetik dan sevoflurane untuk efek

hipnotik.N2O dalam ruangan berbentuk gas tak berwarna, bau manis, tak iritasi,

tak terbakar, dan beratnya 1,5 kali berat udara. Pemberian anestesi dengan N2O

harus disertai  O2 minimal 25 %.Gas ini bersifat anestesik lemah, tetapi

analgesinya kuat. Pada anestesi inhalasi jarang digunakan sendirian, tetapi

dikombinasi dengan salah satu anestesi lain seperti halotan dan

sebagainya.Penggunaan dalam anestesi umumnya dipakai dalam kombinasi N2O :

O2 yaitu 60% : 40%, 70% : 30%. Dosis untuk mendapatkan efek analgesic

digunakan dengan perbandingan 20% : 80%, untuk induksi 80% : 20%, dan

pemeliharaan 70% : 30%. N2O sangat berbahaya bila digunakan pada pasien

pneumothorak, pneumomediastinum, obstruksi, emboli udara dan timpanoplasti.

Hentikan pemberian 10 menit sebelum operasi selesai namun naikkan volume O2.

ONDANSETRON

Mekanisme kerjanya diduga dilangsungkan dengan mengantagonisasi

reseptor 5-HT yang terdapat pada chemoreceptor trigger zone di area postrema

otak dan mungkin juga pada aferen vagal saluran cerna. Ondansetron juga

mempercepat pengosongan lambung, bila kecepatan pengosongan basal

rendah.Tetapi waktu transit saluran cerna memanjang sehingga dapat terjadi

konstipasi.Ondansetron tidak efektif untuk pengobatan motion sickness.

Pada pemberian oral, obat ini diabsorbsi secara cepat. Kadar maksimum

tercapai setelah 1-1,5 jam, terikat protein plasma sebanyak 70-76 %, dan waktu

paruh 3 jam. Ondansetron di eliminasi dengan cepat dari tubuh.Metabolism obat

ini terutama secara hidroksilasi dan konjugasi dengan glukuronida atau sulfat

dalam hati.

Indikasi

Ondansetron digunakan untuk pencegahan mual dan muntah yang

berhubungan dengan oprasi dan pengobatan kanker dengan radioterapi dan

sitostatika. Dosis 0,1 – 0,2 mg/kg IV.

Page 14: Case report anestesi

Efek samping

Ondansetron biasanya ditoleransi secara baik.Keluhan yang umum

ditemukan ialah konstipasi. Gejala lain dapat berupa sakit kepala, flushing,

mengantuk, gangguan saluran cerna, dsb. Belum diketahui adanya interaksi

dengan obat SSP lainnya seperti diazepam, alcohol, morfin atau anti emetic

lainnya.

Kontraindikasi

Keadaaan hipersensitivitas merupakan kontraindikasi penggunaan

ondasetron.Obat ini dapat digunakan pada anak-anak.Obat ini sebaiknya tidak

digunakan pada kehamilan dan ibu masa menyusui karena kemungkinan disekresi

dalam ASI.Pasien dengan penyakit hati mudah mengalami intoksikasi, tetapi pada

insufisiensi ginjal agaknya dapat digunakan dengan aman.Karena obat ini sangat

mahal, maka penggunaannya harus dipertimbangkan dengan baik, mengingat obat

dengan indikasi sejenis tersedia cukup banyak.

MIDAZOLAM

Merupakan golongan benzodiazepine.Dimana lebih dianjurkan daripada

opioid dan barbiturate.Pada dosis biasa, obat ini tidak menambah depresi napas

akibat opioid. Selain menyebabkan tidur, benzodiazepine juga menyebabkan

amnesia retrograde dan dapat mengurangi rasa cemas. Namun benzodiazepine

sedikit mengurangi tonus sfingter esophagus sehingga ada kemungkinan masuk ke

esophagus asam lambung.Umumnya benzodiazepine diberikan secara oral karena

absorbsinya baik. Benzodiazepine yang tidak larut dalam air misalnya diazepam

dan lorazepam tidak diberikan secara IV karena dapat menimbulkan iritasi vena.

Tetapi dapat diberikan secara IM dalam pelarut propilen-glikol.Sedangkan

midazolam yang larut dalam air dapat diberikan secara IV. Lorazepam lebih

lambat mula kerjanya, dosis 0,05 mg/kgBB IM (maksimum 4mg) diberikan

paling sedikit 2 jam prabedah. Midazolam IV yang disuntikkan 15-60 menit

prabedah memberikan amnesia dengan masa kerja yang lebih singkat dan lebih

sedikit efek sampingnya.

Efek amnesia anterograd benzodiazepine bermanfaat untuk pasien tertentu,

tetapi efek itu diperoleh pada dosis besar yang dapat memperpanjang masa

Page 15: Case report anestesi

pemulihan.Untuk mempercepat pemulihan, kalau perlu, dapat digunakan

flumazenil (antagonis benzodiazepine) tetapi tidak dapat memperbaiki depresi

napas yang telah terjadi.

DEKSKETOPROFEN

Merupakan analgetik non narkotika.Indikasi dari obat ini yaitu pada nyeri

musculoskeletal akut, dismenore, sakit gigi, nyeri pasca operasi. Kontra indikasi

dari obat ini yaitu riwayat serangan asma, bronkospasme, rhinitis akut atau polip

nasal, urtikaria atau edeme angioneurotik, tukak lambung atau dyspepsia kronik,

perdarahan lambung, penyakit Crohn atau colitis ulseratif, gagal jantung berat,

disfungsi ginjal sedang sampai berat, disfungsi hati berat, diathesis hemoragik,

gangguan pembekuan darah, terapi antikoagulan, hamil, laktasi. Perhatian pada

riwayat alergi obat, esofagitis, gastritis dan ulkus peptic. Kelainan darah, SLE

atau penyakit jaringan ikat tipe campuran, fungsi hati atau ginjal abnormal,

mendapat terapi diuretic, dapat mengganggu kemampuan mengemudi atau

menjalankan mesin, anak, dan lanjut usia.

Dosis standar :

a. Tablet 12,5 mg tiap 4-5 jam atau 25 mg tiap 8 jam. Untuk nyeri paska

operasi 25mg tiap 8 jam maksimal 75 mg.

b. Ampul 50mg/mL tiap 8-12 jam. Dosis IV/IM maksimal 150mg.

PETHIDIN

Merupakan narkotik sintetik derivat fenilpiperidinan dan terutama berefek

terhadap susunan saraf pusat yaitu menimbulkan analgesia, sedasi, euphoria,

depresi pernapasan serta efek sentral lain seperti morfin. Efek analgesi pethidin

timbul agal lebih cepat daripada efek analgesic morfin, yaitu kira-kira 10 menit,

setelah suntikan subkutan atau intramuscular, tetapi masa kerjanya lebih pendek,

yaitu 2-4 jam. Obat ini mengalami metabolisme di hati dan diekskresikan melalui

urin.Digunakan untuk meringankan rasa nyeri sedang sampai berat yang tidak

responsive terhadap analgetik non-narkotika.

Page 16: Case report anestesi

Defisit cairan perioperatif timbul sebagai akibat puasa pra-bedah yang

kadang-kadang dapat memanjang, kehilangan cairan yang sering menyertai

penyakit primernya, perdarahan, manipulasi bedah, dan lamanya pembedahan

yang mengakibatkan terjadinya sequestrasi atau translokasi cairan.Tujuan utama

terapi cairan perioperatif adalah untuk mengganti defisit pra, selama dan pasca

bedah.Terapi dinilai berhasil apabila pada penderita tidak ditemukan tanda-tanda

hipovolemik dan hipoperfusi atau tanda-tanda kelebihan cairan.Pada prakteknya

banyak hal yang sulit ditentukan atau diukur secara objektif.

Seluruh cairan tubuh didistribusikan ke dalam kompartemen intraselular

dankompartemen ekstraselular. Kompartemen ekstraselular dibagi menjadi cairan

intravaskular dan intersisial. Selain air, cairan tubuh mengandung elektrolit

(Na+,K+,Cl- ,HCO3-, PO43-) dan non elektrolit (kreatinin, bilirubin). Proses

pergerakan cairan tubuh antar kompertemen dapat berlangsung secara osmosis,

difusi, pompa natrium-kalium. Perubahan dalam cairan tubuh dapat terjadi karena

perubahan volume (defisit volume seperti dehidrasi dan kelebihan volume),

perubahan konsentrasi (elektrolit), perubahan komposisi (asidosis dan alkalosis).

Gangguan dalam keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan hal yang umum

terjadi pada pasien bedah karena kombinasi dari faktor-faktor preoperatif,

perioperatif dan postoperatif. Oleh karena itu dasar terapi cairan dan elektrolit

perioperatif berdasar kepada kebutuhan normal cairan dan elektrolit harian, defisit

pra, saat, dan pasca pembedahan.Kebutuhan normal cairan orang dewasa rata-rata

30-35 ml/kgBB dan elektrolit Na+= 1-2mmol/kgBB/hari dan K+=1

mmol/kgBB/hari.Saat pembedahan harus dilihat banyaknya perdarahan untuk

digantikan.Selain mengganti cairan tubuh, perlu diperhatikan pula jenis cairan

yang digunakan untuk menggantinya.Cairan tersbut dapat berupa kristaloid atau

koloid yang masing-masing mempunyai keuntungan tersendiri yang diberikan

sesuai dengan kondisi pasien.

Pada kasus ini, terapi cairan yang digunakan ada dua macam yaitu larutan

koloid dan kristaloid.Pada pre-operatif dan awal operatif, digunakan cairan gelatin

(koloid) yaitu succinylated gelatins. Cairan koloid disebut juga sebagai cairan

pengganti plasma atau biasa disebut “plasma substitute” atau “plasma expander”.

Page 17: Case report anestesi

Di dalam cairan koloid terdapat zat/bahan yang mempunyai berat molekul tinggi

dengan aktivitas osmotik yang menyebabkan cairan ini cenderung bertahan agak

lama (waktu paruh 3-6 jam) dalam ruang intravaskuler. Sedangkan gelatin sendiri

adalah larutan koloid 3,5-4% dalam balanced electrolyte dengan berat molekul

rata-rata 35.000 dibuat dari hidrolisa kolagen binatang. Penggunaan koloid pada

kasus ini diindikasikan pada anestesi spinal untuk resusitasi cairan akibat

kehilangan darah yang cukup banyak serta mengatasi hipoalbuminemia pada

pasien ini (protein urine didapatkan +++ ).

Sedangkan cairan kristaloid yang digunakan adalah Ringer Laktat. Cairan

kristaloid merupakan cairan yang mempunyai komposisi mirip cairan

ekstraseluler (CES = CEF). Keuntungan dari cairan ini antara lain harga murah,

tersedia dengan mudah di setiap pusat kesehatan, tidak perlu dilakukan cross

match, tidak menimbulkan alergi atau syok anafilaktik, penyimpanan sederhana

dan dapat disimpan lama. Larutan Ringer Laktat merupakan cairan kristaloid yang

paling banyak digunakan untuk resusitasi cairan walau agak hipotonis dengan

susunan yang hampir menyerupai cairan intravaskuler. Laktat yang terkandung

dalam cairan tersebut akan mengalami metabolisme di hati menjadi bikarbonat.

Page 18: Case report anestesi

BAB IV

KESIMPULAN

Pada kasus ini, pasien terdiagnosa impending eklampsia IUGR. Berdasarkan

jenis operasi pada pasien ini yaitu seksio sesarea maka dipilih tehnik terbaik untuk

tindakan anestesi adalah anestesi regional-spinal dengan bupivacain. Selama

operasi pasien mendapatkan oksitosin, metilergometrin, ondansetron, midazolam,

dexketoprofen, dan pethidin.

Page 19: Case report anestesi

DAFTAR PUSTAKA

Cunningham, F.G., et al. 2005. Gangguan Hipertensi Dalam Kehamilan dalam

Obstetri Williams. Jakarta: EGC.

EP Nurul Falah.2010. Informasi Spesialite Obat Indonesia.Jakarta : PT. ISFI

Penerbitan.

Gunawan Sulistia Gan. 2007. Farmakologi dan Terapi edisi 5. Jakarta : FKUI

Hadi H., 2000. Metode Pematangan Serviks dan Induksi Persalinan.FK USU.

Hartanto, W.W. 2007.Terapi Cairan dan Elektrolit Perioperatif.Bandung: FK

Unpad.

Lim,. Preeclampsia (document on the internet). Update 2011 November 10.

Available from: http://emedicine.medscape.com/article/1476919-overview.

Lubis A.B., 2010. Agen Anestesi Lokal. Jakarta: Fakultas Kedokteran Yarsi.

Muhiman, M. dkk. 1989. Anestesiologi. Jakarta: FKUI.

Page 20: Case report anestesi

Ruchili, A. 1984.Anestesi Spinal pada Seksio Sesarea.Cermin Dunia Kedokteran

33 (15-7).

Riback, W. Plasma Expanders: Expanding The Options.

http://www.traumasa.co.za. Diakses tanggal 19 Januari 2012.

Sridana, 2009. Uterotonika.Palembang: FK UNSRI.

Wibowo, B., Rachimhadhi, T. 2006. Pre-Eklampsia dan Eklampsia dalam Ilmu

Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.