Case Anestesi Regional

30
CASE ANESTESIA REGIONAL Oleh : SUMEET VASANDANI (030.10.261) JEFFRIE IRTAN (030.10.140) e!"#!"#$% : D&. S'" & N %&'h' S*.A$ D&. U+ N &h',#'- S*.A$ D&. A,e N & '+'$ S*. A$ /EANITERAAN /LINI/ ANESTESIOLOGI RUMA SA/IT UMUM DAERA /ARA ANG FA/ULTAS /EDO/TERAN UNIVERSITAS TRISA/TI 1

description

anestesi

Transcript of Case Anestesi Regional

CASEANESTESIA REGIONAL

Oleh :SUMEET VASANDANI(030.10.261)JEFFRIE IRTAN (030.10.140)

Pembimbing :Dr. Sabur Nugraha, Sp.AnDr. Ucu Nurhadiat, Sp.AnDr. Ade Nurkacan, Sp. An

KEPANITERAAN KLINIK ANESTESIOLOGIRUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARAWANGFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

BAB IILUSTRASI KASUS

1.1 IdentitasNomor catatan medis: 00-56-04-15Nama: Tn. AdimUmur: 82 tahunPekerjaan : -Alamat: Belendung Klari, KarawangStatus pernikahan: MenikahAgama: IslamPendidikan terakhir: -Suku: -Tanggal masuk ruangan: 9 November 2014

1.2 AnamnesisDilakukan autoanamnesis dengan pasien, Tn. Adim pada tanggal 9 November 2014. Keluhan Utama: benjolan pada kantung kemaluan sejak 3 bulan yang sebelum masuk rumah sakit. Keluhan Tambahan:pusing, mual. Riwayat Penyakit sekarang :Pasien datang ke RSUD Karawang tanggal 9 November 2014 dengan keluhan benjolan pada kantung kemaluan sejak 3 bulan sebelum masuk Rumah Sakit. Benjolan awalnya dapat keluar masuk sendiri tanpa bantuan pasien.Benjolan keluar saat pasien batuk, bersin dan mengangkat benda berat dan benjolan masuk kembali saat pasien istirahat serta tidur.Namun setelah 3 bulan benjolan semakin membesar dan tidak dapat masuk kembali sehingga menetap di kantung kemaluan.Pasien juga mengeluh pusing dan tidak bisa tidur.Riwayat mual ada tidak sampai muntah.Riwayat gangguan BAK dan BAB disangkal.Pasien memiliki riwayat hipertensi yang terkontrol. Riwayat Penyakit Dahulu: Riwayat hipertensi yang terkontrol.Riwayat Diabetes mellitus, asma, alergi, trauma dan operasi sebelumnya disangkal. Riwayat Penyakit keluarga:Riwayat hipertensi, diabetes mellitus, asma, alergi makanan dan obat-obatan serta keganasan dalam keluarga juga disangkal. Riwayat Kebiasaan:Pasien mengaku memiliki kebiasaan merokok dengan jumlah rokok 2- 3 batang per hari. Riwayat konsumsi alkohol, obat-obatan terlarangalergi makanan tertentu disangkal.

Dari hasil anamnesis kami menyimpulkan dalam klasifikasi ASA Gr. 2

1.3 Pemeriksaan Fisik Keadaan umum: tampak sakit ringan Kesadaran : compos mentis Status gizi: TB 164 cm BB 62 kg Tanda vitalTekanan darah: 160/80 mmHgNadi: 86 x/menitSuhu: 36,7 CPernapasan: 16 x/menit Status GeneralisKepala: normosefali, simetris, deformitas (-)Mata: konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-Mulut : DBNLeher: KGB tidak teraba membesar. ThoraxJantung : BJ I-II regular, Murmur (-), Gallop (-)Paru : SN vesikuler, wheezing -/-, ronki -/-Abdomen: Datar, supel, hepar dan lien tidak teraba, Defense muscular (-), timpani, bising usus (+) normal.Genitalia: benjolan (+) pada skrotum dekstra, nyeri (-), tidak dapat digerakkan, bising usus (+), finger tip test tidak dapat dilakukan.Ekstremitas: akral hangat pada keempat ekstremitas, tidak ada edema pada keempat ekstremitas.

1.4 Pemeriksaan Penunjang(Pemeriksaan laboratorium tanggal 9 November 2014)Hematologi Hemoglobin : 8.5 g/dL Leukosit: 7.63 x 103/ul Trombosit: 191 x 103/ul Hematokrit: 26.7% Masa Perdarahan: 2 menit Masa Pembekuan: 11 menit

Imunologi HBs Ag Rapid: Tidak Diperiksa

Kimia GDS: 82 mg/dL Ureum: 55,1 mg/dL Creatinin: 2.1 mg/dL

1.5 KesimpulanDari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang dinyatakan Tn. Tasim 64 tahun menderita hernia skrotalis sinistra, ASA-2. Rencana akan dilakukan operasi herniotomi dengan anestesi regional.

1.6 Pre operasi : Cek persetujuan operasi Pasien puasa 8 jam pre-operatif Cek dan persiapan obat dan alat anestesi Infus RL 20 tpm & Transfusi PRC 2 labu Tanda vital : TD 190/91 mmHg, Nadi 86x/menit , Suhu : 36,5 C, RR : 16 x/menit 1.7 Intra Operatif : Pasien masuk ruang operasi, di posisikan di atas meja operasi, pasang alat monitoring. Pasien diminta untuk duduk dengan posisi badan lurus kepala menunduk. Kemudian diberikan obat lewat spinal bupivacaine 15 mg dengan jarum spinal ukuran 27 pada L3-L4. Kemudian pasien diberikan O2 sebanyak 2 liter/m dengan menggunakan nasal kanul oksigen untuk maintenance. Selama tindakan operasi berlangsung tekanan darah dan nadi senantiasa dikontrol setiap 10 menit sebagai berikut :

Menit ke-TDPulseSp O2

15160/908699

30150/858099

45150/857899

Selama operasi diberikan :1. RL 500 ml pada pukul 10.50 & 11.20 WIB

1.8 Post-Operatif :Operasi berakhir pada pukul 11.40 WIB.Selesai operasi pasien masih dalam kondisi sadar kemudian pasien dipindahkan ke ruang pemulihan, pasien segera diberi bantuan O2 kanul 2 lt/m, melanjutkan pemberian cairan dan di observasi terus pernapasan, tekanan darah serta nadi setiap 10 menit. Lalu pasien di kembalikan ke ruang bangsal TelukJambe.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA2.1. Anatomi2.1.1 Kolumna VertebralisPenentuan anatomi yang baik akan menentukan keberhasilan tekhnik anestesi regional, Kolumna Vertebralis terdiri atas 33 vertebrae (7 servikal, 12 thorakal, 5 lumbal, 5 sakrum dan 4 koksigeal yang menyatu). Kolumna Vetebralis memiliki 4 kurva yaitu berbentuk cembung ke anterior di servikal dan lumbal serta berbentuk cekung ke anterior pada bagian Thorakal dan sakral.Terdapat juga beberapa ligamentum bersama-sama mempertahankan kedudukan vertebra, yaitu ligamentum supraspinosum, ligamentum interspinosum, ligamentum flavum, dan dua buah ligamentum longitudinal, anterior dan posterior. Kanalis spinalis berbatasan dengan korpus vertebra di sisi anterior, sisi lateral dengan pedikel, dan sisi posterior dengan lamina. Masing-masing korpus vertebrae memiliki satu penonjolan di garis tengah yang disebut prosesus spinosus dan tumbuh diantara lamina, dan dua prosesus transvesus yang tumbuh di lateral pada sambungan lamina dan pedikel. prosesus ini menjadi tempat melekatnya ligament-ligamen dan muskulus. Setiap korpus vertebrae memilik 4 prosesus artikularis, yaitu dua buah tonjolan ke atas dan dua lagi tonjolan kebawah yang berfungsi sebagai sendi synovial antar vertebrae.Antara tulang vertebrae dihubungkan dengan diskus intervertebralis.Terdapat pula suatu foramina diantara 2 tulang vertebrae yang berdampingan dan disebut foramen intervertebralis.Foramina ini tempat keluarnya serabut saraf yang berasal dari kolumna spinalis.Untuk dokter anestesiologi, ada ruangan yang paling penting yaitu, ruangan subarachnoid, ruangan subdural, dan ruangan epidural.Ruangan epidural mengandung vena-vena epidural, jaringan lemak dan serat-serat saraf vertebrae.Ruangan subarachnoid berisi medulla spinalis dan LCS.kedua ruangan ini dibatasi oleh duramater. Ruangan potensial yang berada antara arachnoid dan duramater disebut ruangan subdural. Jarum,cateter, dan obat-obatan anestetik local yang dimasukan ke ruangan subarachnoid atau ruangan epidural kadang berakhir di ruangan ini.

2.1.2 Medulla SpinalisMedulla spinalis berada didalam kanalis spinalis dikelilingi oleh cairan serebrospinal, dibungkus oleh meningens (duramater, lemak dan pleksus venosus).Pada dewasa berakhir setinggi L1, pada anak L2 dan pada bayi L3. Oleh karena itu, anestesi spinal dilakukan pada ruang sub arachnoid di daerah antara vertebra L2-L3 atau L3-L4 atau L4-L5

2.2. Anestesi Regional2.2.1 DefinisiAnestesi regional adalah hambatan impuls nyeri suatu bagian tubuh sementara pada impuls saraf sensorik, sehingga impuls nyeri dari satu bagian tubuh diblokir untuk sementara (reversibel). Fungsi motorik dapat terpengaruh sebagian atau seluruhnya. Tetapi pasien tetap sadar.2.2.2 Keuntungan Anestesia Regional1. Alat minim dan teknik relatif sederhana, sehingga biaya relatif lebih murah.2. Relatif aman untuk pasien yang tidak puasa (operasi emergency, lambung penuh) karena penderita sadar.3. Tidak ada komplikasi jalan nafas dan respirasi.4. Tidak ada polusi kamar operasi oleh gas anestesi.5. Perawatan post operasi lebih ringan.

2.2.3 Kerugian Anestesia Regional1. Tidak semua penderita mau dilakukan anestesi secara regional.2. Membutuhkan kerjasama pasien yang kooperatif.3. Sulit diterapkan pada anak-anak.4. Tidak semua ahli bedah menyukai anestesi regional.5. Terdapat kemungkinan kegagalan pada teknik anestesi regional.

2.2.4 Pembagian Anestesi/Analgesia Regional1. Blok sentral (blok neuroaksial), yaitu meliputi blok spinal, epidural, dan kaudal. Tindakan ini sering dikerjakan.2. Blok perifer (blok saraf), misalnya anestesi topikal, infiltrasi lokal, blok lapangan, dan analgesia regional intravena.2.3 BLOK SENTRALNeuroaksial blok (spinal dan epidural anestesi) akan menyebabkan blok simpatis, analgesia sensoris dan blok motoris (tergantung dari dosis, konsentrasi dan volume obat anestesi lokal).2.3.1 Anastesi SpinalAnestesi spinal ialah pemberian obat anestetik lokal ke dalam ruang subarackhnoid. Anestesi spinal diperoleh dengan cara menyuntikkan anestetik lokal ke dalam ruang subarachnoid. Anestesi spinal/subaraknoid disebut juga sebagai analgesi/blok spinal intradural atau blok intratekal. Untuk mencapai cairan serebrospinal, maka jarum suntik akan menembus kulit subkutis Lig. Supraspinosum Lig. Interspinosum Lig. Flavum ruang epidural durameter ruang subarachnoid.

Indikasi:1.Bedah ekstremitas bawah2.Bedah panggul3.Tindakan sekitar rektum perineum4.Bedah obstetrik-ginekologi5.Bedah urologi6.Bedah abdomen bawah7.Pada bedah abdomen atas dan bawah pediatrik biasanya dikombinasikan dengan anesthesia umum ringan

Kontra indikasi absolut:1.Pasien menolak 2.Infeksi pada tempat suntikan 3.Hipovolemia berat, syok4.Koagulapatia atau mendapat terapi koagulan5.Tekanan intrakranial meningkat6.Fasilitas resusitasi minim7.Kurang pengalaman tanpa didampingi konsulen anestesi.

Kontra indikasi relatif:1.Infeksi sistemik2.Infeksi sekitar tempat suntikan3.Kelainan neurologis4.Kelainan psikis5.Bedah lama6.Penyakit jantung7.Hipovolemia ringan8.Nyeri punggung kronik

Persiapan analgesia spinalPada dasarnya persiapan untuk analgesia spinal seperti persiapan pada anastesia umum. Daerah sekitar tempat tusukan diteliti apakah akan menimbulkan kesulitan, misalnya ada kelainan anatomis tulang punggung atau pasien gemuk sekali sehingga tak teraba tonjolan prosesus spinosus. Selain itu perlu diperhatikan hal-hal di bawah ini:1. Informed consent Kita tidak boleh memaksa pasien untuk menyetujui anesthesia spinal2. Pemeriksaan fisik Tidak dijumpai kelainan spesifik seperti kelainan tulang punggung3. Pemeriksaan laboratorium anjuran Hb, Ht, PT (Protrombin Time) , PPT (Partial Tromboplastin Time)

Peralatan analgesia spinal1. Peralatan monitor : tekanan darah, nadi, saturasi oksigen, dll.2. Peralatan resusitasi3. Jarum spinalJarum spinal dengan ujung tajam (ujung bambu runcing/quinckebacock) atau jarum spinal dengan ujung pinsil (pencil point whitecare)

Anastetik lokal untuk analgesia spinalBerat jenis cairan cerebrospinalis pada 37 derajat celcius adalah 1.003-1.008. Anastetik lokal dengan berat jenis sama dengan css disebut isobarik. Anastetik lokal dengan berat jenis lebih besar dari css disebut hiperbarik. Anastetik lokal dengan berat jenis lebih kecil dari css disebut hipobarik. Anastetik lokal yang sering digunakan adalah jenis hiperbarik diperoleh dengan mencampur anastetik local dengan dextrose. Untuk jenis hipobarik biasanya digunakan tetrakain diperoleh dengan mencampur dengan air injeksi.Anestetik lokal yang paling sering digunakan:1. Lidokaine(xylobain,lignokain) 2%: berat jenis 1.006, sifat isobarik, dosis 20-100mg (2-5ml)2. Lidokaine(xylobain,lignokaine) 5% dalam dextrose 7.5%: berat jenis 1.033, sifat hyperbarik, dosis 20-50 mg (1-2ml)3. Bupivakaine(markaine) 0.5% dlm air: berat jenis 1.005, sifat isobarik, dosis 5-20mg (1-4ml)4. Bupivakaine(markaine) 0.5% dlm dextrose 8.25%: berat jenis 1.027, sifat hiperbarik, dosis 5-15mg (1-3ml)

Teknik analgesia spinalPosisi duduk atau posisi tidur lateral dekubitus dengan tusukan pada garis tengah ialah posisi yang paling sering dikerjakan. Biasanya dikerjakan di atas meja operasi tanpa dipindah lagi dan hanya diperlukan sedikit perubahan posisi pasien. Perubahan posisi berlebihan dalam 30 menit pertama akan menyebabkan menyebarnya obat.1. Setelah dimonitor, tidurkan pasien misalkan dalam posisi lateral dekubitus. Beri bantal kepala, selain enak untuk pasien juga supaya tulang belakang stabil. Buat pasien membungkuk maximal agar processus spinosus mudah teraba. Posisi lain adalah duduk.

2. Tentukan Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua garis Krista iliaka, misal L2-L3, L3-L4, L4-L5. Tusukan pada L1-L2 atau diatasnya berisiko trauma terhadap medulla spinalis.3. Sterilkan tempat tusukan dengan betadine atau alkohol.4. Beri anastesi lokal pada tempat tusukan,misalnya dengan lidokain 1-2% 2-3ml5. Cara tusukan median atau paramedian. Untuk jarum spinal besar 22G, 23G, 25G dapat langsung digunakan. Sedangkan untuk yang kecil 27G atau 29G dianjurkan menggunakan penuntun jarum yaitu jarum suntik biasa semprit 10cc. Tusukkan introduser sedalam kira-kira 2cm agak sedikit kearah sefal, kemudian masukkan jarum spinal berikut mandrinnya ke lubang jarum tersebut. Jika menggunakan jarum tajam (Quincke-Babcock) irisan jarum (bevel) harus sejajar dengan serat duramater, yaitu pada posisi tidur miring bevel mengarah keatas atau kebawah, untuk menghindari kebocoran likuor yang dapat berakibat timbulnya nyeri kepala pasca spinal. Setelah resistensi menghilang, mandarin jarum spinal dicabut dan keluar likuor, pasang semprit berisi obat dan obat dapat dimasukkan pelan-pelan (0,5ml/detik) diselingi aspirasi sedikit, hanya untuk meyakinkan posisi jarum tetap baik. Kalau anda yakin ujung jarum spinal pada posisi yang benar dan likuor tidak keluar, putar arah jarum 90 biasanya likuor keluar. Untuk analgesia spinal kontinyu dapat dimasukan kateter.

6. Posisi duduk sering dikerjakan untuk bedah perineal misalnya bedah hemoroid (wasir) dengan anestetik hiperbarik. Jarak kulit-ligamentum flavum dewasa 6cm

Tabel.ketinggian letak anestesi menurut prosedur pembedahan.LevelProsedur Pembedahan

T4-5(nipple)Abdomen bagian atas

T6-8(xiphoid)Pembedahan intenstinal(termasuk apendiktomi), perlvis ginekologik, ureter dan pembedahan pelvis renalis

T10(umbilicus)TUR, obstetric-vaginalis, operasi panggul.

L1(inguinal ligament)TUR(jika tidak ada distensi buli-buli), pembedahan pada paha.amputasi kaki bag bawah, dan lain sebagainya

L2-3( lutut ke bawah)Pembedahan pada kaki

S2-5(perineal)Pembedahan perineal, hemoroidektomi dan dilatasi anal dan lain sebagainya.

Faktor yang mempengaruhi ketinggian bloka. Umur : pada usia tua, penyebabaran obat anestesia lokal lebih ke cephalad akibat ruang subarachnoid dan epidural menjadi lebih kecil dan terjadi penurunan progresif jumlah cairan cerebrospinal.b. Tinggi badan : makin tinggi pasien, makin panjang medula spinalisnya dan volume cairan serebrospinal di bawah L2 makin banyak sehingga pasien memerlukan dosis yang lebih besar daripada yang pendek.c. Berat badan : pada pasien gemuk terjadi penurunan volume cairan serebrospinal berhubungan dengan penumpukan lemak dalam rongga epidural, sehingga memengaruhi penyebaran obat anestesia lokal dalam ruang subarachnoid.d. Jenis kelamin : jenis kelamin tidak berpengaruh langsung terhadap penyebaran obat anestesi lokal dalam cairan serebrospinal sepanjang semua faktor yang mempengaruhi adalah tetap.e. Tekanan intraabdominal : peningkatan tekanan intraabdominal sering dikaitkan dengan peningkatan penyebaran obat anestesia lokal dalam ruang subarachnoid.f. Anatomi kolumna vertebralis : lekukan kolumna vertebralis memengaruhi penyebaran obat anestesi lokal dalam ruang subarachnoid, pada posisi supine obat anestetik hiperbarik akan banyak berkumpul di T4-T8 (tempat terendah), sedangkan hipobarik akan berkumpul di L2-L4. Kelainan anatomi seperti skoliosis dan kifosis akan mempengaruhi penyebaran obat anestetik karena terdapat kelainan pada kelengkungan kolumna vertebralis.g. Tempat penyuntikan : penyuntikan obat pada ketinggian L2-L3 atau L3-4 memudahkan penyebaran obat ke arah kranial, sedangkan penyuntikan pada L4-5 karena bentuk vertebra memudahkan obat berkumpul di daerah sakral.h. Kecepatan penyuntikan : makin cepat penyuntikan obat makin tinggi tingkat analgesia yang tercapai.i. Dosis : makin besar dosis makin besar intesitas hambatan dan makin cephalad level anestesinya.j. Berat jenis : penyebabaran obat hiperbarik dan hipobarik dalam cairan serebrospinal dipengaruhi oleh posisi pasien. Penyebaran obat isobarik selama dan sesudah penyuntikan tidak dipengaruhi oleh posisi pasien.k. Posisi pasien sebelum dan sesudah penyuntikan : posisi duduk akan menyebabkan penyebaran dominan ke sakral jika dikombinasikan dengan anestetik hiperbarik sebaliknya dengan hipobarik. Dengan posisi lateral dekubitus larutan hiperbarik akan menyebabkan blok unilateral pada sisi bawah sebaliknya pada larutan hipobarik. Posisi headown dan supine sesudah penyuntikan obat akan menyebabkan penyebaran ke arah cephalad dengan larutan hiperbarik sebaliknya dengan larutan hipobarik.l. Konsentrasi larutan : pada umumnya intesitas analgesia meningkat dengan bertambah pekatnya larutan obat anestesia lokal. Manuver valsava : mengejan akan meninggikan tekanan cairan cerebrospinalis, sehingga analgesia yang dicapai lebih tinggi, terutama bila dilakukan oleh pasien segera setelah penyuntikan obat ke dalam ruang subarachnoid. Komplikasi tindakan anestesi spinal :1. Hipotensi beratAkibat blok simpatis terjadi venous pooling. Pada dewasa dicegah dengan memberikan infus cairan elektrolit 1000ml atau koloid 500ml sebelum tindakan.2. BradikardiaDapat terjadi tanpa disertai hipotensi atau hipoksia,terjadi akibat blok sampai T-23. HipoventilasiAkibat paralisis saraf frenikus atau hipoperfusi pusat kendali nafas4. Trauma pembuluh saraf5. Trauma saraf6. Mual-muntah7. Total spinal atau blok spinal tinggi.

Komplikasi pasca tindakan1.Transient Neurological Symptoms(TNS)2.Postdural Puncture Headache(PdPH)3.Retensio urine4. Nyeri punggung5.Meningitis6. Pruritus7. Post operative nausea and vomiting(PONV)8. Menggigil pasca anestesi spinal.2.3.2 Anestesia EpiduralAnestesia atau analgesia epidural adalah blokade saraf dengan menempatkan obat di ruang epidural. Ruang ini berada diantara ligamentum flavum dan duramater. Kedalaman ruang ini rata-rata 5mm dan dibagian posterior kedalaman maksimal pada daerah lumbal.Obat anestetik di lokal diruang epidural bekerja langsung pada akar saraf spinal yang terletak dilateral.Awal kerja anestesi epidural lebih lambat dibanding anestesi spinal, sedangkan kualitas blockade sensorik-motorik juga lebih lemah.

`

Indikasi anastesia epidural1. Pembedahan dan penanggulangan nyeri pasca bedah2. Tatalaksana nyeri pada saat persalinan3. Penurunan tekanan darah saat pembedahan supaya tidak banyak pendarahan4. Tambahan pada anesthesia umum ringan karena penyakit tertentu pasien. Keuntungan epidural dibandingkan spinal :1. Bisa segmental2. Tidak terjadi headache post op3. Hypotensi lambat terjadi 4. Dapat mengatasi post op paint Kerugian epidural dibandingkan spinal :1. Teknik lebih sulit 2. Jumlah obat anestesi lokal lebih besar 3. Reaksi sistemis

Komplikasi anestesi / analgesi epidural :1.Blok tidak merata2.Depresi kardiovaskular (hipotensi)3.Hipoventilasi (hati-hati keracunan obat)4.Mual muntah

Teknik anestesia epidural : Pengenalan ruang epidural lebih sulit dibanding dengan ruang subarakhnoid.1. Posisi pasien saat tusukan seperti pada analgesia spinal.2. Tusukan jarum epidural biasanya dilakukan pada ketinggian L3-4.3. Jarum yang digunakan ada 2 macam, yaitu: a) jarum ujung tajam (Crawford)b) jarum ujung khusus (Touhy)4. Untuk mengenal ruang epidural digunakan banyak teknik. Namun yang paling populer adalah teknik hilangnya resistensi dan teknik tetes tergantung.a) Teknik hilangnya resistensiTeknik ini menggunakan semprit kaca atau semprit plastik rendah resistensi yang diisi oleh udara atau NaCl sebanyak 3ml. Setelah diberikan anestetik lokal pada tempat suntikan, jarum epidural ditusuk sedalam 1-2 cm. Kemudian udara atau NaCl disuntikkan perlahan dan terputus-putus. Sembari mendorong jarum epidural sampai terasa menembus jaringan keras (ligamentum flavum) yang disusul hilangnya resistensi. Setelah yakin ujung jarum berada dalam ruang epidural, lakukan uji dosis.b) Teknik tetes tergantungTeknik ini menggunakan jarum epidural yang diisi NaCl sampai terlihat ada tetes NaCl yang menggantung. Dengan mendorong jarum epidural perlahan secara lembut sampai terasa menembus jaringan keras yang kemudian disusul oleh tersedotnyatetes NaCl ke ruang epidural. Setelah yakin, lakukan uji dosis.5. Uji dosisUji dosis anestetik lokal untuk epidural dosis tunggal dilakukan setelah ujung jarum diyakini berada dalam ruang epidural dan untuk dosis berulang (kontinyu) melalui kateter. Masukkan anestetik lokal 3 ml yang sudah bercampur adrenalin 1: 200.000. Tak ada efek setelah beberapa menit, kemungkinan besar letak jarum sudah benar Terjadi blokade spinal, menunjukkan obat sudah masuk ke ruANg subarakhnoid karena terlalu dalam. Terjadi peningkatan laju nadi sampai 20-30%, kemungkinan obat masuk vena epidural.6. Cara penyuntikan: setelah yakin posisi jarum atau kateter benar, suntikkan anestetik lokal secara bertahap setiap 3-5 menit sampai tercapai dosis total.3.3.3. Anestesia KaudalAnestesi kaudal sebenarnya sama dengan anestesi epidural, karena kanalis kaudalis adalah kepanjangan dari ruang epidural dan obat ditempatkan di ruang kaudal melalui hiatus sakralis. Hiatus sakralis ditutup oleh ligamentum sakrokoksigeal tanpa tulang yang analog dengan gabungan antara ligamentum supraspinosum, ligamentum interspinosum, dan ligamentum flavum.Ruang kaudal berisi saraf sakral, pleksus venosus, felum terminale dan kantong dura. Indikasi Bedah daerah sekitar perineum, anorektal misalnya hemoroid, fistula paraanal.

Teknik1. Posisi pasien terlungkup dengan simfisis diganjal (tungkai dan kepala lebih rendah dari bokong) atau dekubitus lateral, terutama wanita hamil.2. Dapat menggunakan jarum suntik biasa atau jarum dengan kateter vena ukuran 20-22 pada pasien dewasa.3. Untuk dewasa biasa digunakan volum 12-15 ml (1-2 ml/ segmen)4. Identifikasi hiatus sakralis dengan menemukan kornu sakralis kanan dan kiri dan spina iliaka superior posterior. Dengan menghubungkan ketiga tonjolan tersebut diperoleh hiatus sakralis.5. Setelah dilakukan tindakan a dan antisepsis pada daerah hiatus sakralis, tusukkan jarum mula-mula 90o terhadap kulit. Setela diyakini masuk kanalis sakralis, ubah jarum jadi 450-600 dan jarum didorong sedalam 1-2 cm. Kemudian suntikan NaCl sebanyak 5 ml secara agak cepat sambil meraba apakah ada pembengkakan di kulit untuk menguji apakah cairan masuk dengan benar di kanalis kaudalis.

2.3.4 Efek Fisiologis Neuroaxial Block1. Efek Kardiovaskuler: Akibat dari blok simpatis, akan terjadi penurunan tekanan darah (hipotensi). Efek simpatektomi tergantung dari tinggi blok. Pada spinal , 2-6 dermatom diatas level blok sensoris, sedangkan pada epidural, terjadi block pada level yang sama.Hipotensi dapat dicegah dengan pemberian cairan (pre-loading) untuk mengurangi hipovolemia relatif akibat vasodilatasi sebelum dilakukan spinal/epidural anestesi, dan apabila telah terjadi hipotensi, dapat diterapi dengan pemberian cairan dan vasopressor seperti efedrin. Bila terjadi spinal tinggi atau high spinal (blok pada cardioaccelerator fiber di T1-T4), dapat menyebabkan bardikardi sampai cardiac arrest.2. Efek Respirasi: Bila terjadi spinal tinggi atau high spinal (blok lebih dari dermatom T5) mengakibatkan hipoperfusi dari pusat nafas di batang otak dan menyebabkan terjadinya respiratory arrest. Bisa juga terjadi blok pada nervus phrenicus sehingga menmyebabkan gangguan gerakan diafragma dan otot perut yg dibutuhkan untuk inspirasi dan ekspirasi.3. Efek Gastrointestinal: Mual muntah akibat blok neuroaksial sebesar 20%, sehingga menyebabkan hiperperistaltik gastrointestinal akibat aktivitas parasimpatis dikarenakan oleh simpatis yg terblok. Hal ini menguntungkan pada operasi abdomen karena kontraksi usus dapat menyebabkan kondisi operasi maksimal.

2.4 BLOK PERIFERBlok perifer adalah tindakan analgesia yang dilakukan dengan cara menyuntikan obat anestetika lokal pada lokasi serat saraf yang menginervasi regio tertentu, yang menyebabkan hambatan konduksi impuls aferen yang bersifat temporer. Blok Pleksus brakhialis Anestesi yang di injeksikan di sekitar pleksus brakialis yang menghasilkan analgesia dan bahkan anesthesia di anggota gerak atas. Pleksus ini di blockade dengan empat pendekatan yang berbeda : interkalenus, supraklavikularis, infraklavikularis atau aksilaris Blok analgesia regional intravenaMerupakan blok yang dilakukan dengan cara menyuntikan obat anestetik lokal ke dalam vena yang telah dieksangunasi secara tertutup baik pada ekstrimitas superior maupun ekstrimitas inferior. Anestesi lokal lainnya1. Anastesi topikal Tindakan anastesi lokal dengan cara menempatkan obat anestetika lokal dengan cara antara lain oles, semprot atau tetes pada permukaan mukosa atau jaringan atau pada rongga tubuh.2. Anastesi Lokal InfiltrasiInfiltrasi/suntikan obat anestetik lokal pada daerah yang akan di ekplorasi.Beberapa anastetik lokal yang sering digunakan :1. Kokain dalam bentuk topikal semprot 4% untuk mukosa jalan nafas atas. Lama kerja 2-30 menit.2. Prokain untuk infiltrasi larutan: 0,25-0,5%, blok saraf: 1-2%, dosis 15mg/kgBB dan lama kerja 30-60 menit.3. Lidokain konsentrasi efektf minimal 0,25%, infiltrasi, mula kerja 10 menit, relaksasi otot cukup baik. Kerja sekitar 1-1,5 jam tergantung konsentrasi larutan.4. Bupivakain konsentrasi efektif minimal 0,125%, mula kerja lebih lambat dibanding lidokain, tetapi lama kerja sampai 8 jam.

BAB IIIANALISA KASUS

Pasien bernama Tn. Tasim datang ke RSUD Karawang tanggal 9 November 2014 dengan keluhan benjolan pada kantung kemaluan sejak 3 bulan sebelum masuk Rumah Sakit. Benjolan awalnya dapat keluar masuk sendiri tanpa bantuan pasien.Benjolan keluar saat pasien batuk, bersin dan mengangkat benda berat dan benjolan masuk kembali saat pasien istirahat serta tidur.Namun setelah 3 bulan benjolan semakin membesar dan tidak dapat masuk kembali sehingga menetap di kantung kemaluan.Pasien juga mengeluh pusing dan tidak bisa tidur.Riwayat mual ada, muntah disangkal.Riwayat gangguan BAK dan BAB disangkal.Pasien memiliki riwayat hipertensi yang terkontrol dan riwayat kebiasaan merokok dengan jumlah rokok yang dikonsumsi 2 -3 batang per hari.Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah meningkat (160/80 mmHg), benjolan (+) pada skrotum sinistra, nyeri (-), tidak dapat digerakkan, bising usus (+), finger tip test tidak dapat dilakukan.Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan dalam batas normal.Selama pembedahan pasien mendapat obat anestesi regional bupivacaine spinal 15 mg. Cairan yang didapatkan oleh pasien adalah 700cc ringer laktat.Decain (Bupivikain), sangat populer disebut dengan Marcaine. Disintesis pada 1957 oleh Ekstam dkk pada tahun 1957 dan digunankan pertama kali klinik oleh Telivuo pada tahun 1963. Ikatan dengan HCL mudah larut dalam air. Sangat stabil dan dapat diautoclaf berulang. Potensinya 3-4 kali dari lidokain dan lama kerjanya 2-5 kali lidokain. Sifat hambatan sensorisnya lebih dominan dibandingkan hambatan sensorisnya. Jumlah obat yang terikat pada saraf lebih banyak dibandingkan dengan yang bebeas dalam tubuh. Dikeluarkan dari dalam tubuh memalui ginjal sebagian kecil dalam bentuk utuh dan sebagian besaar dalam bentuk metabolitnya. Penggunanaan klinik dapat digunakan dosis 1-2mg/kbBB.Ringer laktat adalah larutan steril dari kalsium klorida, natrium klorida, kalium klorida, dan natrium laktat dalam air untuk injeksi.Injeksi ringer laktat tidak boleh mengandung antimikroba, dan kecepatan pemberiannya tidak boleh lebih dari 300 ml/jam. Indikasi pemberian ringer laktat adalah untuk menambah kadar elektrolit yang diperlukan tubuh.Pemberian Cairan Kebutuhan cairan basal (BB= 62 kg)M: 62kgBB x 30cc = 1860ml/24 jam Untuk 1 jam = 1860/24 ----------+ 102 ml/jam Kebutuhan cairan intraoperasi (operasi sedang) O: 6 x 62 kg = 372 ml/jam Kebutuhan cairan saat puasa dari pukul 03.00- 11.00 (8 jam) P: 8 x 102 ml/jam = 816 ml Di ruangan sudah diberi cairan RL 500 ml Jadi kebutuhan cairan puasa sekarang = 816 500 = 316ml Pemberian cairan pada jam pertama operasi Kebutuhan basal + kebutuhan intraoperasi + 50% x kebutuhan cairan puasa = 102 + 372 + 158 = 632 ml Kebutuhan cairan selama operasi (50 menit) = 632 ml Cairan yang masuk selama operasiCairan Ringer Laktat pertama diberikan pada pukul 10.50 & 11.20 Jadi total cairan yang masuk selama operasi adalah 700 cc.Allowed Blood Loss 20 % x EBV = 20 % x (62 x 75) = 825 mlJumlah cairan keluar darah di 5 kassa = 5 x 5 ml = 25 ml

Tidak perlu dilakukan transfusi darah karena jumlah cairan keluar tidak melebihi nilai allowed blood loss pasien. Pasien diberikan cairan kristaloid atau koloid sebanyak: Kristaloid: 3 x perdarahan = 3 x 25= 75.Cairan Operasi 40 menit = 632 ml Kebutuhan cairan selama operasi + cairan yang harus diberikan sebagai pengganti perdarahan 632 ml + 75 ml = 707 ml.

BAB IVKESIMPULAN

Pasien, Tn. Adim 82 tahun menderitahernia skrotalis sinistra. Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.Pasien dirawat di Ruang Teluk Tjambe RSUD Karawang ini mendapatkan perawatan yang sesuai dengan kondisi pasien.Pemasangan alat-alat yang dibutuhkan untuk memonitor kondisi pasien seperti tensimeter, oksimetri, selang oksigen sudah terpasang. Tindakan pemberian obat-obat anestesi sudah sesuai dengan indikasi, serta administrasi cairan sudah sesuai dengan kebutuhan pasien

BAB VDAFTAR PUSTAKA

1. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR, Petunjuk Praktis Anestesiologi: Edisi Kedua. 2010. Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI.2. Edward Morgan et al. Clinical Anesthesiology. Fourth Edition. McGraw-Hill Companies. 2006.3. Soenarjo, Jatmiko HD, edt. Anestesiologi. 2010. Semarang : Bagian anestiologi dan terapi intensif FKUNDIP/RSUP Dr.Kariadi. p309-30.4. Soenarto RF, Chandra S, edt. Buku Ajar Anestesiologi 1st edition. 2012. Jakarta : Departemen Anestesiologi dan Intensive Care FKUI/RSCM.p.451-78.5. Lunn JN. Catatan Kuliah Anestesi. 2005. Jakarta : EGC. p143-576. Mangku G, et al, edt. Buku Ajar Ilmu Anestesia dan Reanimasi. 2010. Jakarta : Indeks.p.114-33.

31