Case Anestesi Epidural
Transcript of Case Anestesi Epidural
PRESENTASI KASUS
PRESENTASI KASUSANESTESI EPIDURALPembimbing
dr. Sudaryadi, SpAnPenyusun
Dessy Ariyeni
( FK YARSI, 110-2001-062 )
Sukma Anggun P(FK YARSI, 110-2001-266)KEPANITERAAN KLINIK ANESTESIOLOGIRUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN DARAT GATOT SOEBROTO
JAKARTA
DESEMBER, 2007I IdentitasNama
: An. T
Umur
: 15 tahun
Jenis kelamin
: Laki laki
Alamat
: Jl. Regency I Block D4 No. 6 Bekasi
Tanggal masuk
: 3 Desember 2007
No CM
: 243968
No AN
: A/07/12/26
II AnamnesisDilakukan secara autoanamnesis tanggal 4 Desember 2007 pukul 09.30 wib
Keluhan Utama
:
Riwayat Penyakit sekarang
Riwayat Penyakit Dahulu
Diabetes melitus : Disangkal
Hipertensi
: Disangkal
Penyakit ginjal: Disangkal
Penyakit jantung: Disangkal
Asma
: Disangkal
Alergi obat
: Disangkal
Riwayat Kebiasaan
Merokok
: DisangkalAlkohol
: Disangkal
Morfin
: DisangkalRiwayat Penyakit Keluarga
Diabetes melitus : Disangkal
Hipertensi
: Disangkal
Penyakit ginjal: Disangkal
Penyakit jantung: Disangkal
Asma
: Disangkal
Riwayat Operasi dan Anestesi:
Operasi I pada tahun 1995Operasi II pada tahun 1997III Pemeriksaan Fisik
Status generalis
Keadaan Umum: Tampak sakit ringanKesadaran
: Compos mentis
Tanda Vital
: Tekanan Darah : 103/67 mmHg
Frekuensi Nadi : 66 kali/menit
Frekuensi Nafas: 20 kali/menit
Suhu
: 36 0C
Berat badan
: 48 kg
Kepala
: Dalam batas normal, deformitas (-)
Rambut
: Hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut
Kulit
: Sawo matang, turgor baik
Tidak pucat, tidak sianosis
Mata
: Reflek cahaya pupil +/+, diameter 3 mm / 3mm
Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Telinga
: Deformitas -/-, serumen -/-, liang telinga lapangHidung
: Deformitas (-), deviasi septum (-), sekret (-),
Mulut
: Bibir tidak sianosis, faring tidak hiperemis
Leher
: Trakea di tengah
Kelenjar getah bening tidak membesar
Thoraks
- Pulmo
Inspeksi: Simetris kiri dan kanan saat statis dan dinamis
Palpasi
: Vocal fremitus kiri sama dengan kanan
Perkusi: Sonor di kedua lapangan paru
Auskultasi: Suara nafas vesikuler
Rhonki -/-, Wheezing -/-- Cor
Inspeksi: Ictus cordis tidak tampak
Palpasi
: Ictus cordis teraba pada ICS 5 Linea midklavicula sinistra Perkusi: Batas jantung dalam batas normal
Auskultasi: BJ I, II reguler, mur-mur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi: Datar, lembut
Palpasi
: Supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak membesar
Perkusi: Timpani di keempat kuadran Auskultasi: Bising usus (+) normal
Ekstremitas
: akral hangat, edema - , sianosis Status lokalis
:
IV Pemeriksaan penunjangHematologi
Hb
: 13,9
( 13 18 g / dL )
Ht
: 41
( 40 52 % )
Masa perdarahan: 1 45( 1-3 menit)
Masa pembekuan: 4 45(1-6 menit)
Glukosa 2 jam PP: 108
( < 140 mg / dL )
Ureum
: 27
( 20 50 mg / dL )
Kreatinin
: 0,6
( 0,6 1,5 mg / dL )
EKG
: Dalam batas normalRontgen thorax
: Dalam batas normal
Fungsi paru paru
: Dalam batas normal
V Kesimpulan keadaan anestesiVI Persiapan anestesi pre operasi
Persiapan pasien1. Dilakukan pendataan identitas pasien dan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang (visite pre operasi)
2. Kelengkapan informed consent
3. Kelengkapan surat konsultasi kardiologi dan pulmonologi
4. Persiapan satu kantong darah
5. Pasien dipuasakan (makan dan minum) selama 6 jam
6. Assesoris seperti jam tangan, cincin, gelang, kalung dilepas
7. Pemakaian baju operasi yang telah disediakan
8. Pasien dibawa ke kamar operasi dalam posisi tidur terlentang
9. Pasang infus Asering 5
10. Pasang kateter
Persiapan peralatan anestesi1. Troley dengan alas duk steril dimana terletak alat-alat steril sebagai berikut :
a. Satu pasang sarung tangan
b. Kasa
c. Satu semprit 2,5 cc dan semprit 20 cc
d. Satu jarum epidural (Tuohy)
2. Bahan-bahan untuk mensterilkan area anestesi
a. Cairan antiseptik betadine
b. Cairan antiseptik alkohol
3. Obat-obat yang digunakan
a. Marcain 0,5 %
b. Lidokain 2 %
c. Morphin 2 mg4. Alat monitor
a. EKG
b. Sfigmomanometer
c. Oksimeter pulse
5. Obat-obat dan alat emergency yang disediakan
a. Epinefrin
b. Sulfas atropin
c. Sumber gas O2Persiapan operator
1. Visite pre operasi
2. Mempersiapkan pengetahuan tentang anestesi epidural yang akan dilakukan
VII Tindakan anestesi selama operasi
Teknik anestesi1. Pasien dibaringkan di meja operasi, dipasang monitor EKG, manset sfigmomanometer, dilakukan pemeriksaan tanda vital, dipasang infus Asering 5.
2. Pasien didudukkan dengan posisi punggung maksimal sehingga prosesus spinosus mudah teraba. Tentukan perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua krista iliaka dengan tulang punggung yaitu L4 atau L5 sebagai tempat tusukan anestesi.
3. Tempat tusukan disterilkan dengan betadine dan alkohol.
4. Dilakukan anestesi lokal pada tempat yang akan dilakukan penusukan dengan pemberian lidokain 40 mg.
5. Dilakukan tusukan pada L4 L5 dengan jarum epidural, dengan arah tusukan 20 0 45 0 terhadap bidang horizontal ke arah kranial, sedalam 1-2 cm.6. Dilakukan tes untuk mengetahui bahwa jarum epidural sudah menembus ruang epidural. Dengan menggunakan semprit 20 cc yang diisi oleh udara, kemudian udara disuntikkan perlahan sambil mendorong jarum epidural sampai terasa menembus jaringan keras yang disusul oleh hilangnya tahanan udara tersebut.7. Dimasukkan kateter epidural hingga ke ruang epidural ( 8 cm) sambil menarik jarum epidural keluar.
8. Luka tempat tusukan diberi betadine salep lalu ditutup dengan kasa putih dan diplester.
9. Pasien dikembalikan dalam posisi berbaring di meja operasi.
10. Masukkan Marcain 25 mg sebagai test dose11. Masukkan marcain 75 mg sebagai anestesi epiduralPengawasan anestesi1. Anestesi dilakukan pada pukul 09.55 wib
Operasi dimulai pada pukul 10.45 dan berakhir pukul 12.052. EKG : Ritme jantung dalam batas normal
3. Saturasi oksigen 100 %
4. Tekanan darah dan nadi
Pukul Tekanan darah (mmHg)Nadi (x/menit)
09.30105/7062
09.45134/8265
10.00114/6082
10.15115/6860
10.3098/6268
10.45100/6560
11.0098/6560
11.15102/6262
11.30112/7265
11.4598/7566
12.00110/7062
12.05100/7065
5. Pemberian obat dan cairan
Pukul Obat Cairan
09.55Lidocain 2 % 40 mg
Marcain 0,5 % 25 mgAsering 500 ml
10.10Marcain 0,5 % 75 mg
10.45Invomit 4 mg
11.45Efedrin 5 mg
12.30Cefotaxim 1 gr
12.45Morfin 2 mg
6. Cairan yang keluar selama operasi
Perdarahan: Minimal
Urine
: 1000 ml VIII Tindakan anestesi pasca operasi
Ruang pulih sadar
: Tiba pukul 12.20 wib
1. Dipasang manset sfigmomanometer
Tekanan darah: 106/55 mmHg
Nadi
: 78 x/menit
2. Infus Ringer Laktat
3. Tubuh pasien diselimuti
Penilaian pulih sadar1. Kesadaran
: 2
2. Pernapasan: 2
3. Kardio Vascular: 2
4. Aktivitas
: 1
5. Warna kulit: 2
Jumlah score: 9
Kesimpulan: Pasien dipindahkan ke ruang perawatan
Instruksi post operasi
1. Awasi nadi, tensi, napas tiap 30 menit
2. Pengobatan dengan antibiotik dan analgetik sesuai instruksi dokter bedah
3. Infus boleh dihentikan bila intake sudah adekuat
4. Pasien diperbolehkan makan atau minum bila tidak ada mual atau muntah
5. Perhatian khusus yaitu tirah baring selama 6 jam sesudah anestesiTINJAUAN PUSTAKAANESTESI
Anestesiologi adalah ilmu kedokteran yang pada awalnya berprofesi menghilangkan nyeri dan rumatan sebelum, selama dan sesudah pembedahan. Definisi anestesiologi berkembang terus sesuai dengan perkembangan ilmu kedokteran. Definisi yang ditegakkan oleh The American Board of Anesthesiology pada tahun 1989 mencakup
1. Menilai, merancang, menyiapkan pasien untuk anestesi
2. Membantu pasien menghilangkan nyeri pada saat pembedahan, persalinan atau pada saat dilakukan tindakan diagnostik-terapeutik
3. Memantau dan memperbaiki homeostatis pasien perioperatif dan pada pasien dalam keadaan kritis
4. Mendiagnosis dan mengobati sindroma nyeri
5. Mengelola dan mengajarkan Resusitasi jantung Paru (RJP)
6. Membuat evaluasi fungsi pernapasan dan mengobati gangguan pernapasan
7. Mengajarkan, memberi supervisi dan mengadakan evaluasi tentang penampilan personel paramedik dalam bidang anestesia, perawatan pernapasan dan perawatan pasien dalam keadaan kritis
8. Mengadakan penelitian tentang ilmu dasar dan ilmu klinik untuk menjelaskan dan memperbaiki perawatan pasien terutama tentang fungsi fisiologis dan respons terhadap obat
9. Melibatkan diri dalam administrasi rumah sakit, pendidikan kedokteran dan fasilitas rawat jalan yang diperlukan untuk implementasi pertanggungjawaban
ANESTESI REGIONAL
Anestesi regional dibagi menjadi dua macam :
1. Blok sentral (blok neuroaksial)
Meliputi blok spinal, epidural, dan kaudal. Tindakan ini sering dikerjakan.
2. Blok perifer (blok saraf)
Misalnya blok pleksus brakialis, aksiler, analgesia regional intravena, dan lain-lain.
ANESTESI EPIDURAL
Pendahuluan
Epidural anestesi adalah blok sentral dengan banyak komplikasi. Epidural anestesi lebih banyak digunakan pada operasi bedah, obstetric, prosedur analgetik.
Anestesia epidural adalah blokade saraf dengan menempatkan obat di ruang epidural (peridural, ekstradural). Ruang ini berada antara ligamentum flavum dan duramater. Bagian atas berbatasan dengan foramen magnum di dasar tengkorak dan di bawah dengan selaput sakrokoksigeal. Kedalaman ruang ini rata-rata 5 mm dan di bagian posterior kedalaman maksimal pada daerah lumbal.
Obat anestetik lokal di ruang epidural bekerja langsung pada akar saraf spinal yang terletak di bagian lateral. Awal kerja anestesi epidural lebih lambat dibandingkan anestesi spinal, sedangkan kualitas blokade sensorik-motorik juga lebih lemah.
Ruang epidural bertekanan negatif (< 1 atm) kemungkinan karena :
1. Pemindahan tekanan negatif dari torak melalui ruang paravertebralis
2. Fleksi maksimal punggung
3. Dorongan ke depan saat jarum disuntikkan
4. Redistribusi aliran darah serebrospinal
Indikasi anestesi epidural :
1. Pembedahan dan penanggulangan nyeri pasca bedah
2. Tatalaksana nyeri saat pembedahan
3. Penurunan tekanan darah saat pembedahan supaya tidak banyak perdarahan
4. Tambahan pada anestesi umum ringan karena penyakit tertentu pasien
Anestetik lokal yang digunakan untuk epidural1. Lidokain (Xylokain, Lidonest)
Umumnya digunakan 1-2 % dengan mula kerja 10 menit dan relaksasi otot baik.
2. Bupivakain (Marcain)
Konsentrasi 0,5 % tanpa adrenalin, analgesianya sampai 8 jam. Volume yang digunakan < 20 ml.
Penyebaran obat pada anestesi epidural bergantung :
1. Volume obat yang dimasukkan
2. Usia pasien (tua minimal, 19 tahun maksimal)
3. Kecepatan suntikan
4. Besarnya dosis
5. Ketinggian tempat suntikan
6. Posisi pasien
7. Panjang kolumna vertebralis
8. Suntikan 10-15 ml obat akan menyebar ke kedua sisi sebanyak 5 segmen
Teknik analgesia epidural
Pengenalan ruang epidural lebih sulit dibanding ruang subaraknoid.
1. Posisi pasien pada saat suntikan seperti pada anestesi spinal yaitu posisi duduk atau posisi tidur lateral dekubitus dengan tusukan pada garis tengah sebagai posisi yang paling sering dikerjakan. Biasanya dikerjakan di meja operasi tanpa dipindah lagi dan hanya diperlukan sedikit perubahan posisi pasien.
2. Tusukan jarum epidural biasanya dikerjakan pada ketinggian L3 - L4, karena jarak antara ligamentum flavum dan duramater pada ketinggian ini adalah yang terlebar.
3. Jarum epidural yang digunakan ada dua macam
a. Jarum ujung tajam (Crawford) : Untuk dosis tunggal
b. Jarum ujung khusus (Tuohy) : Untuk pemandu memasukkan kateter ke ruang epidural. Jarum ini biasanya ditandai setiap cm.
4. Teknik yang digunakan untuk mengenal ruang epidural
a. Loss of resistance
Teknik ini menggunakan semprit kaca atau semprit plastik rendah resistensi yang diisi oleh udara atau NaCl sebanyak 3 ml. Setelah diberikan anestesi lokal pada tempat suntikan, jarum epidural ditusukkan sedalam 1-2 cm, kemudian udara atau NaCl disuntikkan perlahan secara intermiten sambil mendorong jarum epidural sampai terasa menembus jaringan keras yang disusul oleh hilangnya resistensi. Setelah yakin ujung jarum berada di ruang epidural, dilakukan test dose.b. Hanging drop
Pada teknik ini hanya menggunakan jarum epidural yang diisi NaCl sampai terlihat ada tetes NaCl yang menggantung. Dengan mendorong jarum epidural perlahan secara lembut hingga terasa menembus jaringan keras yang disusul oleh tersedotnya tetes NaCl ke ruang epidural. Setelah yakin ujung jarum berada di ruang epidural, dilakukan test dose.5. Uji dosis (test dose)Uji dosis anestesi lokal untuk epidural dosis tunggal dilakukan setelah ujung jarum diyakini berada dalam ruang epidural dan untuk dosis berulang (kontinyu) melalui kateter. Masukkan anestesi lokal 3 ml yang sudah bercampur adrenalin 1:200.000.
Akan terdapat tiga kemungkinan :
a. Bila tak ada efek setelah beberapa menit kemungkinan besar letak jarum atau kateter benar
b. Bila terjadi blokade spinal menunjukkan obat masuk ke ruang subaraknoid karena terlalu dalam
c. Bila terjadi peningkatan laju nadi samapi 20-30 % kemungkinan obat masuk vena epidural
6. Cara penyuntikan
Setelah diyakini posisi jarum atau kateter benar, suntikkan anestetik lokal secara bertahap setiap 3-5 menit sebanyak 3-5 ml sampai tercapai dosis total. Suntikan terlalu cepat menyebabkan tekanan dalam ruang epidural mendadak tinggi, sehingga menimbulkan peninggian tekanan intracranial, nyeri kepala dan gangguan sirkulasi pembuluh darah epidural.
7. Dosis maksimal dewasa muda sehat 1.6 ml/segmen yang tentunya bergantung pada konsentrasi obat. Pada manula dan neonatus dosis dikurangi sampai 50 % dan pada wanita hamil dikurangi sampai 30 % akibat pengaruh hormon dan mengecilnya ruang epidural akibat ramainya vaskularisasi darah dalam ruang epidural.
8. Uji keberhasilan epidural
a. Tentang blok simpatis diketahui dari perubahan suhu
b. Tentang blok sensorik dari uji tusuk jarum
c. Tentang blok motorik dari skala Bromage
BlokMelipat lututMelipat jari
Tak ada++++
Parsial+++
Hampir lengkap-+
Lengkap --
Komplikasi anestesi epidural
1. Blok tidak merata
2. Depresi kardiovaskular (hipotensi)
3. Hipoventilasi (hati-hati keracunan obat)
4. Mual, muntah
PEMBAHASAN KASUS
Pasien termasuk dalam status fisik ASA III. Pada anamnesis ditemukan bahwa pasien menderita diabetes sejak 10 tahun yang lalu, pasien mempunyai kebiasaan merokok, pasien mengalami kesulitan berjalan karena adanya luka borok di kaki kanannya. Penyakit penyerta saat ini yaitu hipertensi, CKD, anemia dan ISK. Pada pemeriksaan fisik ditemukan tekanan darah yang meninggi yaitu 130/90. Pada area operasi ditemukan ulkus dengan jaringan nekrotik di dorsum pedis, soft tissue nekrosis, dan tendon expose, ada nekrosis metatarsal I dan II, pus (+), udem (+). Pada pemeriksaan penunjang didapatkan adanya penurunan Hb, peningkatan kadar glukosa, ureum dan kreatinin.
Pasien didiagnosa ulkus DM pedis dextra akan menjalani debridement dan amputasi metatarsal I dan II dengan anestesi regional secara epidural. Anestesi epidural ini sesuai untuk tindakan pembedahan yang akan dilakukan.
Persiapan anestesi yang meliputi persiapan pasien, persiapan alat-alat anestesi, dan persiapan operator dapat dinilai berjalan baik adanya.
Obat anestetik lokal yang digunakan adalah lidocain dan marcain. Lidocain sebanyak 40 mg disuntikan di tempat penusukan anestesi epidural yang bertujuan untuk menghilangkan rasa nyeri saat penyuntikan epidural. Marcain adalah obat yang umumnya dipakai untuk anestesi epidural.
Pada pelaksanaan anestesi epidural ini tidak dilakukan test dose menggunakan adrenalin sebab tekanan darah pasien saat itu tinggi. Selama pengawasan anestesi, tekanan darah dan nadi awal sedikit meningkat, hal ini mungkin terjadi karena rasa takut dan khawatir yang dialami oleh pasien. Setelah itu terjadi hipotensi akibat efek obat anestesi. Namun kembali ke tekanan darah dan nadi normal pasien beberapa saat sebelum pembedahan selesai. Tidak dilakukan penambahan dosis marcain karena pembedahan berlangsung cukup singkat.
Kebutuhan cairan pasien dengan berat badan 71 kg yang seharusnya yaitu :
Maintanance : (4 x 10) + (2 x 10) + (1 x 51) = 111 ml/jam
Puasa
: Lama puasa x maintanance = 6 x 111 = 666 ml
Stres operasi: 2 ml/kg BB = 2 x 71 = 142 ml
Pemberian: Jam I
: 333 + 142 + 111 = 586 ml
Jam II: 166,5 + 142 + 111 = 253 ml Jam III: 166,5 + 142 + 111 = 253 ml
Berdasarkan jumlah score penilaian pulih sadar, pasien dapat dipulangkan ke rumah. Hal ini tidak dilakukan, melainkan pasien dipindahkan ke ruang perawatan, karena pasca anestesi epidural, pasien diharuskan untuk tirah baring selama 6 jam sambil tetap diawasi tanda-tanda vitalnya, selain itu juga dipertimbangkan dari penyakit penyertanya.
DAFTAR PUSTAKA1. Petunjuk Praktis Anestesiologi Edisi II. Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 2002
2. Muhiman M, Thaib, Sunatrio S, Dahlan R. Anestesiologi. Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 1989PAGE 9