Anemia Penyakit Kronik (Autosaved)

14
ANEMIA KARENA PENYAKIT KRONIK A. Pendahuluan Anemia sering dijumpai pada pasien dengan infeksi atau inflamasi kronis maupun keganasan. Anemia ini umumnya ringan atau sedang, disertai oleh rasa lemah dan penurunan berat badan dan disebut anemia pada penyakit kronis. Anemia penyakit kronis ini merupakan bentuk anemia derajat ringan sampai sedang yang terjadi akibat infeksi kronis, peradangan, trauma dan penyakit neoplastik yang telah berlangsung 1–2 bulan (1) . Anemia ini sangat mirip dengan anemia defisiensi besi yaitu ditandai dengan kelainan metabolism besi tetapi pada anemia ini terjadi sekuestrasi besi di dalam sistem RES karena inflamasi. Pada anemia jenis ini, terjadi sekuestrasi besi di dalam makrofag. Sekuestrasi ini berfungsi untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisme dependen besi atau untuk memperkuat aspek imunitas pejamu (2) . B. Etiologi Banyak penyakit kronik yang berhubungan dengan anemia. Sebagian besar anemia disebabkan oleh infeksi dan peradangan dan dapat menghambat pembentukan sel darah merah dalam sumsum tulang, sehingga jumlah sel darah merah berkurang. 1

Transcript of Anemia Penyakit Kronik (Autosaved)

Page 1: Anemia Penyakit Kronik (Autosaved)

ANEMIA KARENA PENYAKIT KRONIK

A. Pendahuluan

Anemia sering dijumpai pada pasien dengan infeksi atau inflamasi kronis

maupun keganasan. Anemia ini umumnya ringan atau sedang, disertai oleh rasa

lemah dan penurunan berat badan dan disebut anemia pada penyakit kronis.

Anemia penyakit kronis ini merupakan bentuk anemia derajat ringan sampai

sedang yang terjadi akibat infeksi kronis, peradangan, trauma dan penyakit

neoplastik yang telah berlangsung 1–2 bulan (1).

Anemia ini sangat mirip dengan anemia defisiensi besi yaitu ditandai dengan

kelainan metabolism besi tetapi pada anemia ini terjadi sekuestrasi besi di dalam

sistem RES karena inflamasi. Pada anemia jenis ini, terjadi sekuestrasi besi di

dalam makrofag. Sekuestrasi ini berfungsi untuk menghambat pertumbuhan

mikroorganisme dependen besi atau untuk memperkuat aspek imunitas pejamu (2).

B. Etiologi

Banyak penyakit kronik yang berhubungan dengan anemia. Sebagian besar

anemia disebabkan oleh infeksi dan peradangan dan dapat menghambat

pembentukan sel darah merah dalam sumsum tulang, sehingga jumlah sel darah

merah berkurang.

1. Anemia ini banyak dihubungkan dengan berbagai penyakit infeksi seperti

infeksi ginjal, paru (bronkiektasis, abses, empiema, dll).   Untuk

terjadinya anemia memerlukan waktu 1-2 bulan setelah infeksi terjadi

dan menetap, setelah terjadi keseimbangan antara produksi dan

penghancuran eritrosit dan Hb menjadi stabil (1). Laporan/data penyakit

tuberkulosis, abses paru, endokarditis bakteri subakut, osteomielitis dan

infeksi jamur kronis serta HIV membuktikan bahwa hampir semua

infeksi supuratif kronis berkaitan dengan anemia. Biasanya infeksi yang

berlangsung lebih dari 1 bulan, di antaranya TB, endocarditis,

osteomyelitis, dan abses. (3).

2. Anemia ini bisa disebabkan oleh neoplasma seperti limfoma malignum,

dan nekrosis jaringan. Ini terjadi bisa dikarenakan infiltrasi sel ganas ke

1

Page 2: Anemia Penyakit Kronik (Autosaved)

dalam sumsum tulang (myelophthisis), akibat dari terapi yang diberikan

seperti kemoterapi dan radioterapi, dan adanya defisiensi nutrisi,

perdarahan gastrointestinal, terjadinya anemia hemolitik, dan

hipersplenisme (3).

3. Anemia ini bisa juga disebabkan oleh penyakit jaringan ikat, di antaranya

systemic lupus erythematosus (SLE) dan rheumatoid arthritis. Pada SLE

juga bisa sekunder karena AIHA atau karena gagal ginjal akibat lupus

nephritis (3).

4. Anemia ini bisa juga disebabkan oleh penyakit endokrin. Adrenal

insufficiency, hiperparatiroid, hipertiroid, hipopituitarisme, dan

hipotiroid (3).

5. Anemia ini bisa juga disebabkan oleh penyakit hati kronis (3).

C. Epidemiologi

Anemia pada penyakit kronik adalah anemia yang paling umum pada pasien

rawat inap (4). Ini merupakan jenis anemia terbanyak kedua setelah anemia

defisiensi besi yang dapat ditemukan pada orang dewasa di Amerika Serikat.

Epidemiologinya tergantung penyakit yang mendasarinya (5).

D. Patogenesis

Yang mendasari patogenesis anemia pada penyakit kronik dititikberatkan

pada 3 abnormalitas utama yaitu ketahanan hidup eritrosit yang menurun akibat

terjadinya lisis eritrosit lebih dini, gagalnya sumsum tulang mengkompensasi

kekurangan dengan meningkatkan produksi sel darah merah karena respon

eritropoetin yang terganggu atau menurun, dan gangguan metabolisme berupa

gangguan reutilisasi besi yaitu sequestration besi pada sisitem retikuloendotelial

Semua proses diatas diduga karena adanya perubahan sitokin-sitokin pada pasien

yang menderita penyakit kronik (1).

1. Pemendekan Masa Hidup Eritrosit

Anemia pada penyakit kronis diduga merupakan suatu sindrom stres

hematologik, yang terjadi karena diproduksinya sitokin secara berlebihan

karena kerusakan jaringan akibat infeksi, inflamasi atau kanker (5). Sitokin

Page 3: Anemia Penyakit Kronik (Autosaved)

yang berlebihan ini yang akan menyebabkan sekuestrasi makrofag

sehingga mengikat lebih banyak zat besi, meningkatkan detruksi eritrosit

di limpa, menekan produksi eritropoietin di ginjal, serta menyebabkan

perangsangan yang inadekuat pada eritropoiesis di sumsum tulang

Selain menyebabkan sekuestrasi makrofag, sitokin yang berlebihan

juga akan menyebabkan peningkatan aktivitas fagositosis makrofag dan

sebagai bagian dari filter limpa menjadi kurang toleran terhadap

kerusakan minor eritrosit. Pada keadaan malnutrisi, terjadi penurunan

transformasi T4 menjadi T3 yang mengakibatkan terjadinya hipotiroid

fungsional. Hipotiroid fungsional menyebabkan penurunan kebutuhan

terhadap hemoglobin yang mengangkut besi sehingga produksi

eritropoietin berkurang (5).

2. Gangguan fungsi sumsum tulang.

Yaitu respon eritropoietin terhadap anemia yang inadekuat. Hal ini

terkait dengan sitokin-sitokin yang dikeluarkan oleh sel yang cedera yaitu

IL-1, TNF-α, dan IFN-gamma. Kadar IFN gamma berhubungan langsung

dengan beratnya anemia. TNF –α yang dihasilkan oleh makrofag aktif

akan menekan eritropoiesis pada pembentukan BFU-E dan CFU-E. IL-1

akan menekan CFU-E pada kultur sumsum tulang manusia (5).

3. Gangguan metabolisme besi.

Pada anemia jenis ini cadangan besi normal tetapi kadar besi rendah.

Jadi, anemia disebabkan oleh penurunan kemampuan Fe dalam sintesis

Hb. Dalam sitokin dan sel-sel sistem retikuloendotelial menyebabkan

perubahan dalam homeostasis besi, efek proliferasi sel progenitor

erythroid, produksi erythropoietin dan masa hidup sel darah merah.

Semua ini kemudian berkontribusi pada patogenesis anemia. Invasi

mikroorganisme, munculnya sel-sel ganas atau disregulasi autoimun

menyebabkan aktivasi sel T (CD3 +) dan monosit. Sel-sel ini

menyebabkan mekanisme efektor kekebalan tubuh, dengan memproduksi

sitokin ada seperti interferon - γ (dari sel T) dan tumor necrosis factor α

(TNF-α), interleukin -1. Interkeukin-6 dan lipolpolysaccharide

Page 4: Anemia Penyakit Kronik (Autosaved)

merangsang ekspresi hepcidin protei, yang menghambat penyerapan zat

besic di duodenum. Interferon - γ, lipoplysaccharide, atau keduanya

meningkatkan ekspresi transporter logam divalen I pada makrofag dan

merangsang penyerapan zat besi besi (Fe 2 +). Anti-inflamasi sitokin

interleukin -10 mengatur ekspresi reseptor transferin dan meningkatkan

reseptor transferin - serapan dimediasi besi transferin terikat dalam

monosit. Selain itu, makrofag diaktifkan phagocytose dan menurunkan

eritrosit pikun untuk daur ulang besi, sebuah proses yang lebih

disebabkan oleh TNF-α melalui merusak membran eritrosit dan stimulasi

fagositosis. Interferon - γ dan lipopolisakarida mengatur ekspresi dari

besi transporter makrofag ferroprotein 1, ekspor besi menyebabkan

penghambatan makrofag, sebuah proses yang juga dipengaruhi oleh

hepcidin. Pada saat yang sama, TNF-α, interleukin-1, interleukin-6 dan

interleukin-10 menginduksi ekspresi feritin dan merangsang

penyimpanan dan retensi besi dalam makrofag. Singkatnya, mekanisme

ini menyebabkan konsentrasi besi menurun dalam sirkulasi dan dengan

demikian untuk ketersediaan terbatas besi dari sel erythroid. TNF-α dan

interferon-γ menghambat produksi erythropoietin dalam ginjal. TNF-α,

interferon-γ, dan interleukin -1 langsung menghambat diferensiasi dan

proliferasi sel-sel progenitor erythroid. Selain itu, terbatasnya

ketersediaan besi dan aktivitas biologis penurunan erythropoietin

menyebabkan penghambatan eritropoiesis dan pengembangan anemia.

Pada umumnya terdapat gangguan absorpsi Fe walaupun ringan.

Ambilan Fe oleh sel –sel usus dan pengikatan apoferitin intrasel masih

normal sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa defek yang terjadi

pada anemia ini yaitu gangguan pembebasan Fe dari makrofag dan sel-

sel hepar pada pasien (5).

Page 5: Anemia Penyakit Kronik (Autosaved)

Gambar 1: Patogenesis Anemia karena Penyakit Kronik (5)

E. Diagnosis

Karena anemia yang terjadi umumnya derajat ringan, sering kali gejalanya

tertutup oleh gejala penyakit dasarnya, karena kadar Hb yang terjadinya adalah

sekitar 8-10 g/dL dan ini umumnya asimtomatik (6). Temuan klinik pada anemia

jenis ini bergantung pada penyebabnya Semakin berat penyakitnya, maka akan

semakin berat anemia yang terjadi. Meskipun demikian apabila demam atau

debilitas fisik meningkat, pengurangan kapasitas transpor O2 jaringan akan

memperjelas gejala anemianya atau memperberat keluhan sebelumnya.

Pada pemeriksaan fisik umumnya hanya dijumpai konjungtiva yang pucat

tanpa kelainan yang khas dari anemia jenis ini dan diagnosis biasanya tergantung

dari hasil pemeriksaan laboratorium.

Diagnosis yang harus dilakukan pada suspek yang menderita penyakit kronik

adalah mengkonfirmasi penurunan serum besi, penurunan TIBC, dan normal atau

meningkatnya serum ferritin.

Hemoglobin jarang sampai dibawah 8 gram/dL. Hematokrit biasanya berkisar

antara 25-30% (pada pria normal 45-52%, pada wanita normal 37-48%), biasanya

normositik atau kadang-kadang mikrositik (6). Apabila disertai dengan penurunan

Page 6: Anemia Penyakit Kronik (Autosaved)

kadar besi dalam serum atau saturasi transferin, anemia akan berbentuk hipokrom

mikrositik. Kadar feritin dalam serum normal atau meningkat. Leukosit dan

hitung jenisnya normal. Nilai retikulosit absolut dalam batas normal atau sedikit

meningkat. Perubahan pada leukosit dan trombosit tidak konsisten, tergantung

dari penyakit dasarnya. Serum besi biasanya menurrun pada anemia penyakit

kronis. Keadaan ini timbul segera setelah onset suatu infeksi atau inflamasi dan

mendahului terjadinya anemia. Konsentrasi protein pengikat Fe (transferin)

menurun menyebabkan saturasi Fe yang lebih tinggi daripada anemia defisiensi

besi. Proteksi saturasi Fe ini relatif mungkin mencukupi dengan meningkatkan

transfer Fe dari suatu persediaan yang kurang dari Fe dalam sirkulasi kepada sel

eritroid imatur. Penurunan kadar transferin setelah suatu jejas terjadi lebih lambat

daripada penurunan kadar Fe serum, disebabkan karena waktu paruh transferin

lebih lama (8-12 hari) dibandingkan dengan Fe (90 menit) dan karena fungsi

metabolik yang berbeda (5).

normal Anemia penyakit kronis

TIBC 250-400 <200

Persen saturasi 30 15

Kandungan Fe di makrofag ++ +++

Feritin serum 20-200 150

Reseptor tramsferin serum 8-28 8-28

Fe plasma 70-90 30

Pemeriksaan sumsum tulang biasanya normal, kadang-kadang ditemukan

hipoplasia eritropoeisis dan defek dalam hemoglobinisasi. Yang sangat

karakteristik adalah berkurangnya sideroblas dalam sumsum tulang, sedangkan

deposit besi dalam sistem retikuloendotelial (RES) normal atau bertambah (5).

F. Tata Laksana

Tidak ada pengobatan khusus untuk anemia jenis ini, sehingga pengobatan

ditujukan kepada penyakit kronik penyebabnya. Mengkonsumsi tambahan zat

besi tidak banyak membantu. Jika anemia menjadi berat, mungkin diperlukan

transfusi atau Erythropoietin (6).

Page 7: Anemia Penyakit Kronik (Autosaved)

1. Transfusi

Merupakan pilhan pada kasus-kasus yang disertai ganguan hemodinamik.

Tranfusi diberikan jika kadar Hb < 8 mg/dl (6).

2. Eritropoietin

Data menunjukkan bahwa pemberian eritropoeitin bermanfaat dan sudah

disepakati untuk diberikan pada pasien anemi akibat kanker,gagal ginjal,

myeloma multiple, arthritis rheumathoid dan pasien HIV. Selain dapat

menghindari transfusi beserta efek sampingnya, pemberian eritropoietin

mempunyai beberapa keuntungan, yakni mempunyai efek anti inflamasi

dengan cara menekan produksi TNF-α dan IFN-γ (5).

3. Preparat Besi

Pemberian preparat besi pada anemia penyakit kronik masih terus dalam

perdebatan. Sebagian pakar masih memberikan preparat besi dengan

alasan besi dapat mencegah pembentukan TNF-α. Alasan lain, pada

penyakit inflamasi usus dan gagal ginjal, preparat besi terbukti dapat

meningkatkan kadar hemoglobin. Terlepas dari adanya pro dan kontra,

sampai saat ini pemberian preparat besi masih belum direkomendasikan

untuk diberikan pada anemia pada penyakit kronis.

Perlu diingat bahwa meskipun tingkat rendah serum

besi, “body iron stores” tidak berkurang. Dengan demikian, terapi besi

tidak memiliki manfaat. Pada kenyataannya, studi menunjukkan bahwa

terapi besi dapat membahayakan pada peradangan kronis dengan

berkontribusi terhadap disfungsi endotel dan kejadian vaskular. Satu-

satunya situasi di mana terapi besi harus digunakan untuk ACD adalah

ketika kekurangan zat besi yang besar atau pasien yang menerima obat

erythropoetin tetapi tidak mengalami perbaikan (6).

G. Penutup               

Anemia penyakit kronis merupakan bentuk anemia derajat ringan sampai

sedang yang terjadi akibat infeksi kronis, peradangan, trauma dan penyakit

neoplastik yang telah berlangsung 1–2 bulan dan tidak disertai penyakit hati,

ginjal dan endokrin. Banyak penyakit kronik yang berhubungan dengan anemia

Page 8: Anemia Penyakit Kronik (Autosaved)

berat atau moderat. Sebagian besar disebabkan oleh inflamasi kronik, kanker dan

penyakit hati. Karena anemia yang terjadi umumnya derajat ringan dan sedang,

sering kali gejalanya tertutup oleh gejala penyakit dasarnya, selain itu pengobatan

yang dilakukan juga berdasarkan pengobatan penyakit dasarnya. Dengan

demikian mekanisme terjadinya anemia pada penyakit kronis merupakan hal yang

harus dipahami oleh setiap dokter sebelum memberikan transfusi, preparat besi

maupun eritropoietin.

DAFTAR PUSTAKA

x

Page 9: Anemia Penyakit Kronik (Autosaved)

1.Muhammad A, Sianipar O. Penentuan Defisiensi Besi Anemia Penyakit

Kronis. Indonesian Journal of Clinical Pathology and Medical Laboratory.

2005 November; 12(1).

2.Kumar, Cotran, Robbins. Sistem Hematopoietik dan Limfoid. In Robbins.

Buku Ajar Patologi.Edisi 2. Jakart: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2007. p.

463.

3.Price EA, Schrier SL. Nonregenerative Anemia: Recent Advances in

Understanding Mechanisms of Disease. Department of Biomedical and

Diagnostic Sciences. 2011 Desember.

4.Theurl I, Aigner E, Theurl M, Nairz M, Seifert M, Schroll A,et all,. Regulation

of iron homeostasis in anemia of chronic disease and iron deficiency. The

American Society of Hematology. 2009 Mei; 113(21).

5. Ikram N, Hassan K. Anaemia of Chronic Disease. Haematology Updates.

2011.

6.Barry D, Weiss, MD. Anemia of Chronic Disease. Elder Care: A Resource for

Interprofessional Providers. 2010 Juni.