Anemia Pada Ibu Hamil

31

Click here to load reader

description

obgyn

Transcript of Anemia Pada Ibu Hamil

Page 1: Anemia Pada Ibu Hamil

REFERAT

ANEMIA DALAM KEHAMILAN

DAN

TRANSFUSI DARAH

Dokter Pembimbing :

Dr. Ari Kusuma, Sp. OG

Nama : Siti Nurjawahir Rosli

NIM koass : 11.2012.249

KEPANITERAAN KLINIK ILMU OBSTERI & GINEKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

PERIODE 15 APRIL – 22 JUNI 2013

RUMAH SAKIT BHAKTI YUDHA DEPOK

1 | P a g e

Page 2: Anemia Pada Ibu Hamil

Pendahuluan

Anemia dalam kehamilan adalah suatu kondisi ibu dengan kadar nilai hemoglobin di

bawah 11 gr% pada trimester satu dan tiga, atau kadar nilai hemoglobin kurang dari 10,5 gr%

pada trimester dua (Centers for Disease Control, 1998). Perbedaan nilai batas diatas

dihubungkan dengan kejadian hemodilusi. 1

Pada kehamilan kebutuhan oksigen lebih tinggi sehingga memicu peningkatan

produksi eritropoetin. Akibatnya, volume plasma bertambah dan sel darah merah (eritrosit)

meningkat. Namun, peningkatan volume plasma terjadi dalam proporsi yang lebih besar jika

dibandingkan dengan peningkatan eritrosit sehingga terjadi penurunan konsentrasi

hemoglobin (Hb) akibat hemodilusi. 2

Volume plasma yang terekspansi menurunkan hematokrit (Ht), konsentrasi

hemoglobin darah (Hb), dan hitung eritrosit, tetapi tidak menurunkan jumlah absolut Hb atau

eritrosit dalam sirkulasi. Ekspansi volume plasma di mulai pada minggu ke-6 kehamilan dan

mencapai maksimum pada minggu ke-24 kehamilan, tetapi dapat terus meningkat sampai

minggu ke-37. Penurunan hematokrit, konsentrasi hemoglobin, dan hitung eritrosit biasanya

tampak pada minggu ke-7 sampai ke-8 kehamilan, dan terus menurun sampai minggu ke-16

sampai ke-22 ketika titik keseimbangan tercapai. Sebab itu, apabila ekspansi volume plasma

yang terus-menerus tidak diimbangi dengan peningkatan produksi eritropoetin sehingga

menurunkan kadar Ht, konsentrasi Hb, atau hitung eritrosit di bawah batas normal, timbullah

anemia. Umumnya ibu hamil dianggap anemia jika kadar hemoglobin di bawah 11 g/dl atau

hematokrit kurang dari 33 %. 2

Penyebab anemia tersering adalah defisiensi zat-zat nutrisi. Sekitar 75 % anemia pada

kehamilan disebabkan oleh defisiensi besi yang memperlihatkan gambaran eritrosit

mikrositik hipokrom pada apusan darah tepi. 2

Badan Kesehatan Dunia (1992) dalam Abel (1998) melaporkan bahwa prevalensi ibu-

ibu hamil yang mengalami defisiensi besi sekitar 35-75 % serta semakin meningkat seiring

dengan pertambahan usia kehamilan.

Di Indonesia prevalensi anemia pada kehamilan masih tinggi yaitu sekitar 63,5%.

Lautan (2001) dalam Riswan (2003) melaporkan dari 31 orang wanita hamil pada trimester II

didapati 23 (74 %) menderita anemia. Di Malaysia Rosline dkk (2001) melaporkan dari 52

orang wanita hamil yang menderita iron deficiency erythropoesis adalah 7 (13,5 %) dan 11

(61,1 %) mengalami anemia defisiensi besi. Riswan (2003) melaporkan dari 60 wanita hamil,

yang terdiri dari 20 orang trimester I, 20 orang trimester II, dan 20 orang trimester III, bila

2 | P a g e

Page 3: Anemia Pada Ibu Hamil

diambil batasan kadar Hb < 11 gr/dl adalah anemia pada wanita hamil, maka didapatkan 32

orang (53,3 %) mengalami anemia dengan distribusi 4 orang (20 %) pada trimester I, 14

orang (70 %) pada trimester II, dan 14 orang (70 %) pada trimester III.

Perbedaan ini terjadi sesuai dengan proses perkembangan dan pertumbuhan masa

janin yang ditandai dengan pertumbuhan tubuh yang cepat dan penyempurnaan susunan

organ tubuh.

Pada trimester pertama kehamilan, zat besi yang dibutuhkan sedikit karena tidak

terjadi menstruasi dan pertumbuhan janin masih lambat. Sedangkan pada awal trimester

kedua pertumbuhan janin sangat cepat dan janin bergerak aktif, yaitu menghisap dan menelan

air ketuban sehingga lebih banyak kebutuhan oksigen yang diperlukan.2

Akibatnya kebutuhan zat besi semakin meningkat untuk mengimbangi peningkatan

produksi eritrosit dan rentan untuk terjadinya anemia, terutama anemia defisiensi besi.

Anemia pada kehamilan dapat berakibat buruk baik terhadap ibu maupun janin yang

dikandungnya.

Menurut World Health Organization (WHO) 40 % kematian ibu-ibu di negara

berkembang berkaitan dengan anemia pada kehamilan. Menurut Hidayat (1994) dalam

Riswan (2003) disamping pengaruhnya kepada kematian, anemia pada saat hamil akan

mempengaruhi pertumbuhan janin, berat bayi lahir rendah dan peningkatan kematian

perinatal. Merchan dan Agarwal (1991) dalam Riswan (2003) melaporkan bahwa hasil

persalinan pada wanita hamil yang menderita anemia defisiensi besi adalah 12-28 % angka

kematian janin, 30 % kematian perinatal, dan 7-10 % angka kematian neonatal.

A. ANEMIA DEFISIENSI BESI

DEFINISI

Anemia defisiensi besi adalah anemia yang disebabkan oleh kurangnya zat besi dalam

tubuh, sehingga kebutuhan zat besi (Fe) untuk eritropoesis tidak cukup, yang ditandai dengan

gambaran sel darah merah hipokrom-mikrositer, kadar besi serum (Serum Iron = SI) dan

jenuh transferin menurun, kapasitas ikat besi total (Total Iron Binding Capacity/TIBC)

meninggi dan cadangan besi dalam sumsum tulang serta ditempat yang lain sangat kurang

atau tidak ada sama sekali.

Banyak faktor yang dapat menyebabkan timbulnya anemia defisiensi besi, antara lain,

kurangnya asupan zat besi dan protein dari makanan, adanya gangguan absorbsi diusus,

perdarahan akut maupun kronis, dan meningkatnya kebutuhan zat besi seperti pada wanita

hamil, masa pertumbuhan, dan masa penyembuhan dari penyakit. Mengingat besarnya

3 | P a g e

Page 4: Anemia Pada Ibu Hamil

dampak buruk dari anemia defisiensi besi pada wanita hamil dan janin, oleh karena itu perlu

kiranya perhatian yang cukup terhadap masalah ini. Dengan diagnosa yang cepat serta

penatalaksanaan yang tepat komplikasi dapat diatasi serta akan mendapatkan prognosa yang

lebih baik.

PATOFISIOLOGI

Perubahan hematologi sehubungan dengan kehamilan adalah oleh karena perubahan sirkulasi

yang makin meningkat terhadap plasenta dari pertumbuhan payudara. Volume plasma

meningkat 45-65% dimulai pada trimester ke II kehamilan, dan maksimum terjadi pada bulan

ke 9 dan meningkatnya sekitar 1000 ml, menurun sedikit menjelang aterm serta kembali

normal 3 bulan setelah partus. Stimulasi yang meningkatkan volume plasma seperti laktogen

plasenta, yang menyebabkan peningkatan sekresi aldesteron.

Anemia defisiensi besi ditandai ciri –ciri yang khas, yaitu mikrositosis dan

hipokromasia. Anemia yang ringan tidak selalu menunjukan hal itu, bahkan banyak yang

bersifat normositer dan normokrom. Hal itu disebabkan karena defisiensi besi dapat

berdampingan dengan defisiensi asam folat. Sifat lain yang khas bagi defisiensi besi adalah :

kadar besi serum rendah

daya ikat besi serum tinggi

protoporfirin eritrosit tinggi

tidak ditemukan hemosiderin dalam sumsum tulang

ETIOLOGI

Etiologi anemia defisiensi besi pada kehamilan, yaitu:

a. Hipervolemia, menyebabkan terjadinya pengenceran darah.

Selama hamil volume darah meningkat 50 % dari 4 ke 6 L, volume plasma

meningkat sedikit menyebabkan penurunan konsentrasi Hb dan nilai hematokrit. Penurunan

ini lebih kecil pada ibu hamil yang mengkonsumsi zat besi. Kenaikan volume darah berfungsi

untuk memenuhi kebutuhan perfusi dari uteroplasenta. Ketidakseimbangan antara kecepatan

penambahan plasma dan penambahan eritrosit ke dalam sirkulasi ibu biasanya memuncak

pada trimester kedua ( Smith et al., 2010 ).

Namun bertambahnya sel-sel darah adalah kurang jika dibandingkan dengan

bertambahnya plasma sehingga terjadi pengenceran darah. Di mana pertambahan tersebut

adalah sebagai berikut : plasma 30%, sel darah 18%, dan hemoglobin 19%. Pengenceran

4 | P a g e

Page 5: Anemia Pada Ibu Hamil

darah dianggap sebagai penyesuaian diri secara fisiologi dalam kehamilan dan bermanfaat

bagi wanita hamil tersebut. Pengenceran ini meringankan beban jantung yang harus bekerja

lebih berat dalam masa hamil, karena sebagai akibat hipervolemia tersebut, keluaran jantung

(cardiac output) juga meningkat. Kerja jantung ini lebih ringan apabila viskositas darah

rendah. Resistensi perifer berkurang pula, sehingga tekanan darah tidak naik. 2

b. Kurangnya zat besi dalam makanan.

c. Kebutuhan zat besi meningkat.

d. Gangguan pencernaan dan absorbsi.

GEJALA KLINIS

Wintrobe mengemukakan bahwa manifestasi klinis dari anemia defisiensi besi sangat

bervariasi, bisa hampir tanpa gejala, bisa juga gejala-gejala penyakit dasarnya yang menonjol,

ataupun bisa ditemukan gejala anemia bersama-sama dengan gejala penyakit dasarnya.

Gejala-gejala dapat berupa kepala pusing, palpitasi, berkunang-kunang, perubahan jaringan

epitel kuku, gangguan sistem neuromuskular, lesu, lemah, lelah, disphagia dan pembesaran

kelenjar limpa. 2

Ibu hamil dengan keluhan lemah, pucat, mudah pingsan, dengan tekanan  darah dalam

batas normal, perlu dicurigai anemia defisiensi besi. Dan secara klinis dapat dilihat tubuh

yang pucat dan tampak lemah (malnutrisi). Guna memastikan seorang ibu menderita anemia

atau tidak, maka dikerjakan pemeriksaan kadar Hemoglobin dan pemeriksaan darah tepi.

Pemeriksaan Hemoglobin dengan spektrofotometri merupakan standar. 2

Proses kekurangan zat besi sampai menjadi anemia melalui beberapa tahap: awalnya

terjadi penurunan simpanan cadangan zat besi dalam bentuk fertin di hati, saat konsumsi zat

besi dari makanan tidak cukup, fertin inilah yang diambil. Daya serap zat besi dari makanan

sangat rendah, Zat besi pada pangan hewan lebih tinggi penyerapannya yaitu 20 – 30 %

sedangkan dari sumber nabati 1-6 %. Bila terjadi anemia, kerja jantung akan dipacu lebih

cepat untuk memenuhi kebutuhan O2 ke semua organ tubuh, akibatnya penderita sering

berdebar dan jantung cepat lelah. Gejala lain adalah lemas, cepat lelah, letih, mata berkunang

kunang, mengantuk, selaput lendir , kelopak mata, dan kuku pucat. 8

DERAJAT ANEMIA

5 | P a g e

Page 6: Anemia Pada Ibu Hamil

Nilai ambang batas yang digunakan untuk menentukan status anemia ibu hamil, didasarkan

pada criteria WHO tahun 1972 yang ditetapkan dalam 3 kategori, yaitu normal (≥11 gr/dl),

anemia ringan (8-11 g/dl), dan anemia berat (kurang dari 8 g/dl). Berdasarkan hasil

pemeriksaan darah ternyata rata-rata kadar hemoglobin ibu hamil adalah sebesar 11.28 mg/dl,

kadar hemoglobin terendah 7.63 mg/dl dan tertinggi 14.00 mg/dl.

Klasifikasi anemia yang lain adalah : 2,3,4

a. Hb 11 gr% : Tidak anemia

b. Hb 9-10 gr% : Anemia ringan

c. Hb 7 – 8 gr%: Anemia sedang

d. Hb < 7 gr% : Anemia berat.

TATALAKSANA

Pengobatan dapat dimulai dengan preparat besi per os. Biasanya diberikan garam besi

sebanyak 600 – 1000 mg sehari, seperti sulfas-ferrosus atau glukonas ferrosus. Hb dapat

dinaikan sampai 10 g/dl atau lebih asal masih ada cukup waktu sampai janin lahir. Peranan

vitamin C dalam pengobatan mempunyai khasiat untuk mengubah ion ferri menjadi ion ferro

yang lebih mudah diserap oleh selaput usus.

Terapi parenteral baru diperlukan apabila penderita tidak tahan akan obat besi per os,

ada gangguan penyerapan, penyakit saluran pencernaan, atau apabila kehamilannya sudah

tua. Besi parenteral diberikan dalam bentuk ferri. Secara intamuskulus dapat disuntikan

dekstran besi atau sorbitol besi. Hasilnya lebih cepat dicapai, hanya penderita merasa nyeri di

tempat suntikan.

Juga secara intravena perlahan – lahan besi dapat diberikan, seperti ferrum oksidum

sakkaratum, sodium diferat,  dan dekstrat besi. Akhir-akhir ini Imferon banyak pula diberikan

dengan infuse dalam dosis total antara 1000 – 2000 mg unsur besi sekaligus, dengan hasil

yang sangat memuaskan. Walaupun besi intravena dengan infus kadang – kadang

menimbulkan efek sampingan, namun apabila ada indikasi yang tepat, cara ini dapat

dipertanggungjawabkan. 8

B. ANEMIA MEGALOBLASTIK

6 | P a g e

Page 7: Anemia Pada Ibu Hamil

DEFINISI

Anemia megaloblastik karena defisiensi asam folat merupakan penyebab kedua terbanyak

setelah anemia defisiensi besi. Anemia megaloblastik adalah kelainan yang disebabkan oleh

gangguan sintesis DNA dan ditandai dengan adanya sel-sel megaloblastik dalam sumsum

tulang.Sel megaloblas adalah sel precursor eritrosit dengan bentuk sel yang besar disertai

adanya kejadian dimana maturasi sitoplasma normal tetapi inti besar dengan susunan

kromosom yang longgar. 2

Anemia megaloblastik yang disebabkan oleh kekurangan vitamin B12 selama kehamilan

sangat jarang terjadi, ditandai oleh kegagalan tubuh menyerap vitamin B12 karena tidak

adanya faktor intrinsik. Ini adalah suatu penyakit autoimun yang sangat jarang pada wanita

dengan kelainan ini. Defisiensi vitamin B12 pada wanita hamil lebih mungkin dijumpai pada

mereka yang menjalani reseksi lambung parsial atau total. Kausa lain adalah penyakit Crohn,

reseksi ileum, dan pertumbuhan bakteri berlebihan di usus halus. 3,5

   ETIOLOGI

Penyebab anemia megaloblastik adalah sebagai berikut : 3,5,11

1. Defisiensi vitamin B12.

2. Defisiensi asam folat

3. Gangguan metabolisme vitamin B12 dan asam folat

4. Gangguan sintesis DNA akibat dari :

a. Defisiensi enzim congenital

b. Didapat setelah pemberian obat atau sitostatik tertentu.

PATOFISIOLOGI

Timbulnya megaloblas adalah akibat gangguan maturasi sel karena terjadi gangguan

sintesis DNA sel-sel eritroblast akibat defisiensi asam folat dan vitamin B12, dimana vitamin

B12 dan asam folat berfungsi dalam pembentukan DNA inti sel dan secara khusus untuk

vitamin B12 penting dalam pembentukan mielin. Akibat gangguan sintesis DNA pada inti

eritoblas ini, maka meturasi ini lebih lambat sehingga kromatin lebih longgar dan sel menjadi

lebih besar Karena pembelahan sel yang lambat. Sel eritoblast dengan ukuran yang lebih

besar serta susunan kromatin yang lebih longgar di sebut sebagai sel megaloblast. sel

megaloblast ini fungsinya tidak normal,dihancurkan saat masih dalam sumsum tulang

7 | P a g e

Page 8: Anemia Pada Ibu Hamil

sehhingga terjadi eritropoesis inefektif dan masa hidup eritrosit lebih pendek yang berujung

pada terjadinya anemia. 5,11

 KLASIFIKASI

Menurut penyebabnya anemia megaloblastik di bagi beberapa jenis yaitu : 5,6

1. Anemia megaloblastik karena defisiensi Vitamin B12

a.       Penderita yang tidak makan daging hewan atau ikan,telur serta susu yang

mengandung vitamin B12.

b.      Adanya malabsorpsi akibat kelainan berikut ini,

Kelainan lambung (anemia pernisiosa, kelainan congenital,factor intrinsic,

serta gastrektomi total atau parsial)

Kelainan usus (intestinal loop syndrome, tropical sprue dan post reseksi

ileum)

2. Anemia megaloblastik karena defisiensi asam folat

a.    disebabkan oleh makanan yang kurang gizi asam folat

b.    Malabsorpsi asam folat karena penyakit usus

c.    Kebutuhan yang meningkat akibat keadaan fisiologis (hamil,laktasi prematuritas)

dan keadaan patologis (anemia hemolitik, keganasan serta penyakit kolagen).

d.   Ekskresi asam folat yang berlebihan lewat usus biasanya terjadi  pada penyakit

hati yang aktif atau kegagalan faal jantung.

e.   Obat-obatan antikonvulsan dan sitostatik tertentu.

3. Anemia megaloblastik karena kombinasi defisiensi vitamin B12 dan asam folat

Merupakan anemia megaloblastik akibat defisiensi enzim congenital atau pada

eritroleukemia.

GEJALA KLINIS

1. Anemia karena eritropoesis yang inefektif

2. Ikterus ringan akibat pemecahan hemoglobin meninggi karena usia eritrosit memendek

3. Glositis (lidah bengkak, merah), stomatitis, angularis, gejala-gejala syndrom malabsorbsi ringan.

4. Purpura trombositopenik karena maturasi megakariosit terganggu

5. Neuropati pada defisiensi vitamin B12. pada penderita dengan defisiensi vitamin B12 yang berat dapat terjadi kelainan saraf sensorik pada kolumna posterior dan neuropati bersifat

8 | P a g e

Page 9: Anemia Pada Ibu Hamil

simetris, terutama mengenai kedua kaki. Penderita mengalami kesulitan berjalan dan mudah jatuh. 5,6

TATALAKSANA

Untuk mencegah kekambuhan anemia,terapi vitamin B12 harus diteruskan selama hidup

pasien yang menderita anemia pernisiosa atau malabsorbsi yang tidak dapat dikoreksi.

Terapi pengobatan yang biasa digunakan adalah sebagai berikut : 3,5,6

1.  Terapi suportif

Transfusi bila ada hipoksia dan suspensi trombosit bila trombosotopenia mengancam jiwa.

2.  Terapi untuk defisiensi vitamin B12

Terapi yang biasa digunakan untuk mengatasi terapi defisiensi vitamin B12 adalah sebagai

berikut:

a.       diberikan vitamin B12 100-1000 Ug intramuskular sehari selama dua

minggu,selanjutnya 100-1000 Ug IM setia bulan. Bila ada kelainan

neurologist,terlebih dahulu diberikan setiap dua minggu selama enam bulan,baru

kemudian diberikan sebulan sekali. Bila penderita sensitive terhadap pemberian

suntikan  dapat diberikan seara oral 1000 Ug sekali sehari,asal tidak terdapat

gangguan absopsi.

b.      Transfusi darah sebaiknya di hindari,kecuali bila ada dugaan kegagaln faal

jantung, hipotensi postural,renjatan atau infeksi berat. Bila diperlukan transfuse darah

sebaiknya diberi eritrosit yang di endapkan.

3.  Terapi untuk defisiensi asam folat

Diberikan asam folat 1-5 mg/hari per oral selama empat bulan, tanpa gangguan absorpsi.

4.   Terapi penyakit dasar

Menghentikan obat-obatan penyebab anemia megaloblastik.

C. ANEMIA APLASTIK

DEFINISI

Anemia aplastik adalah kelainan hematologik yang ditandai dengan penurunan

komponen selular pada darah tepi yang diakibatkan oleh kegagalan produksi di sumsum

tulang. Pada keadaan ini jumlah sel-sel darah yang diproduksi tidak memadai. Penderita

mengalami pansitopenia, yaitu keadaan dimana terjadi kekurangan jumlah sel darah merah,

sel darah putih, dan trombosit. 1,2

9 | P a g e

Page 10: Anemia Pada Ibu Hamil

Anemia aplastik adalah suatu sindroma kegagalan sumsum tulang yang ditandai

dengan pansitopenia perifer dan hipoplasia sumsum tulang.4 Pada anemia aplastik terjadi

penurunan produksi sel darah dari sumsum tulang sehingga menyebabkan retikulositopenia,

anemia, granulositopenia, monositopenia dan trombositopenia.9 Istilah anemia aplastik sering

juga digunakan untuk menjelaskan anemia refrakter atau bahkan pansitopenia oleh sebab

apapun. Sinonim lain yang sering digunakan antara lain hipositemia progressif, anemia

aregeneratif, aleukia hemoragika, panmyeloptisis, anemia hipoplastik dan anemia paralitik

toksik.

ETIOLOGI

Anemia aplastik sering diakibatkan oleh radiasi dan paparan bahan kimia. Akan

tetapi, kebanyakan pasien penyebabnya adalah idiopatik, yang berarti penyebabnya tidak

diketahui.4,11 Anemia aplastik dapat juga terkait dengan infeksi virus dan dengan penyakit

lain.

Kasus kehamilan dengan anemia aplastik telah pernah dilaporkan, tetapi hubungan

antara dua kondisi ini tidak jelas. Pada beberapa pasien, kehamilan mengeksaserbasi anemia

aplastik yang telah ada dimana kondisi tersebut akan membaik lagi setelah melahirkan. Pada

kasus yang lain, aplasia terjadi selama kehamilan dengan kejadian yang berulang pada

kehamilan-kehamilan berikutnya.9

DIAGNOSIS

Diagnosis anemia aplastik dapat ditegakkan berdasarkan gejala subjektif, gejala objektif,

pemeriksaan darah serta pemeriksaan sumsum tulang. Gejala subjektif dan objektif

merupakan manifestasi pansitopenia yang terjadi. Namun, gejala dapat bervariasi dan

tergantung dari sel mana yang mengalami depresi paling berat. Diagnosa pasti anemia

aplastik adalah berdasarkan pemeriksaan darah dan pemeriksaan sumsum tulang. Penegakkan

diagnosa secara dini sangatlah penting sebab semakin dini penyakit ini didiagnosis

kemungkinan sembuh secara spontan atau parsial semakin besar

GEJALA KLINIS

Pada anemia aplastik terdapat pansitopenia sehingga keluhan dan gejala yang timbul

adalah akibat dari pansitopenia tersebut. Hipoplasia eritropoietik akan menimbulkan anemia

dimana timbul gejala-gejala anemia antara lain lemah, dyspnoe d’effort, palpitasi cordis,

takikardi, pucat dan lain-lain. Pengurangan elemen lekopoisis menyebabkan granulositopenia

10 | P a g e

Page 11: Anemia Pada Ibu Hamil

yang akan menyebabkan penderita menjadi peka terhadap infeksi sehingga mengakibatkan

keluhan dan gejala infeksi baik bersifat lokal maupun bersifat sistemik. Trombositopenia

tentu dapat mengakibatkan pendarahan di kulit, selaput lendir atau pendarahan di organ-

organ.7 Pada kebanyakan pasien, gejala awal dari anemia aplastik yang sering dikeluhkan

adalah anemia atau pendarahan, walaupun demam atau infeksi kadang-kadang juga

dikeluhkan.1

Anemia aplastik mungkin asimtomatik dan ditemukan pada pemeriksaan rutin

Keluhan yang dapat ditemukan sangat bervariasi dengan pendarahan, lemah badan dan

pusing merupakan keluhan yang paling sering dikemukakan.

TATALAKSANA

Anemia berat, pendarahan akibat trombositopenia dan infeksi akibat granulositopenia dan

monositopenia memerlukan tatalaksana untuk menghilangkan kondisi yang potensial

mengancam nyawa ini dan untuk memperbaiki keadaan pasien. Terapi pada pasien hamil

dengan anemia tipe ini adalah dengan terminasi kehamilan elektif, terapi suportif,

imunosupresi atau transplantasi sum-sum tulang setelah persalinan. 6,7,9

a. Terapi Suportif

Bila terapat keluhan akibat anemia, diberikan transfusi eritrosit berupa packed red

cells sampai kadar hemoglobin 7-8 g% atau lebih pada orang tua dan pasien dengan penyakit

kardiovaskular.

Resiko pendarahan meningkat bila trombosis kurang dari 20.000/mm3. Transfusi

trombosit diberikan bila terdapat pendarahan atau kadar trombosit dibawah 20.000/mm3

sebagai profilaksis. Pada mulanya diberikan trombosit donor acak. Transfusi trombosit

konsentrat berulang dapat menyebabkan pembentukan zat anti terhadap trombosit donor. Bila

terjadi sensitisasi, donor diganti dengan yang cocok HLA-nya (orang tua atau saudara

kandung).

Pemberian transfusi leukosit sebagai profilaksis masih kontroversial dan tidak

dianjurkan karena efek samping yang lebih parah daripada manfaatnya. Masa hidup leukosit

yang ditransfusikan sangat pendek.

b. Terapi Imunosupresif

Obat-obatan yang termasuk terapi imunosupresif adalah antithymocyte globulin

(ATG) atau antilymphocyte globulin (ALG) dan siklosporin A (CSA). ATG atau ALG

diindikasikan pada :

- Anemia aplastik bukan berat

11 | P a g e

Page 12: Anemia Pada Ibu Hamil

- Pasien tidak mempunyai donor sumsum tulang yang cocok

- Anemia aplastik berat, yang berumur lebih dari 20 tahun dan pada saat pengobatan tidak

terdapat infeksi atau pendarahan atau dengan granulosit lebih dari 200/mm3

Mekanisme kerja ATG atau ALG belum diketahui dengan pasti dan mungkin melalui

koreksi terhadap destruksi T-cell immunomediated pada sel asal dan stimulasi langsung atau

tidak langsung terhadap hemopoiesis. Karena merupakan produk biologis, pada terapi ATG

dapat terjadi reaksi alergi ringan sampai berat sehingga selalu diberikan bersama-sama

dengan kortikosteroid. Siklosporin juga diberikan dan proses bekerjanya dengan menghambat

aktivasi dan proliferasi preurosir limfosit sitotoksik.

D. ANEMIA HEMOLITIK ( PENYAKIT SEL SABIT)

DEFINISI

Anemia hemolitik disebabkan  karena penghancuran sel darah merah

berlangsung  lebih cepat dari pembuatannya. Wanita dengan anemia hemolitik sukar menjadi

hamil, apabila ia hamil, maka anemianya biasanya menjadi lebih berat. Sebaliknya mungkin

pula bahwa kehamilan menyebabkan krisis  hemolitik pada wanita yang sebelumnya tidak

menderita anemia. 2,3

Frekuensi anemia hemolitik dalam kehamilan tidak tinggi. Terbanyak anemia ini

ditemukan pada wanita negro yang menderita anemia sel sabit, anemia sel sabit-hemoglobin

C, sel sabit-thalassemia, atau penyakit hemoglobin C. Di Indonesia terdapat juga penyakit

thalassemia. 4

KLASIFIKASI

Secara umum anemia hemolitik dapat dibagi dalam 2 golongan besar, yakni : 2,4

Golongan yang disebabkan  oleh faktor intrakorpuskuler, seperti pada sferositosis,

eliptositosis, anemia hemolitik herediter, thalassemia, anemia sel sabit,

hemoglobinopatia C, D, G, H, I, dan paroxysmal nocturnal haemoglobinuria.

Golongan yang disebabkan oleh faktor ekstrakorpuskuler, seperti pada infeksi,

keracunan arsenikum, neoarsphenamin, timah, sulfonamide, kinin, paraquin,

pimaquin, nitrofurantoin, racun ular, pada defisiensi G-6-PD, antagonismus, rhesus

atau ABO, leukemia, penyakit Hodgkin, limfosarkoma, penyakit hati, dan lain – lain.

GEJALA KLINIS

12 | P a g e

Page 13: Anemia Pada Ibu Hamil

Gejala – gejala yang lazim dijumpai ialah gejala – gejala proses hemolitik, seperti

anemia, hemoglobinemia, hemoglobinuria, hiperbilirubinemia, hiperurobilinuria, dan

sterkobilin lebih banyak dalam faeses. Disamping itu terdapat pula sebagai tanda regenerasi

darah seperti retikulositosis dan normoblastemia, serta hyperplasia erithropoesis dalam

sumsum tulang. Pada hemolisis yang berlangsung alam dijumpai pembesaran limpa

(splenomegali) karena limpa membersihkan sel-sel yang mati hingga menimbulkan krisis

akut dan anemia hemolitik yang herediter kadang – kadang disertai kelainan pada tengkorak

dan tulang – tulang lain. 2,3,6

Sumsum tulang menunjukan gambaran normoblastik dengan hyperplasia yang nyata,

terutama sistem eritropoetik. Perbandingan mieloit : eritoit yang biasanya 3:1 atau 2:1 dalam

kehamilan berubah menjadi 1:1 atau 1:2.

TATALAKSANA

Pengobatan anemia hemolitik dalam kehamilan tergantung pada jenis dan beratnya. Obat –

obat penambah darah tidak memberi hasil. Tranfusi darah, yang kadang – kadang diulang

beberapa kali, diperlukan pada anemia berat untuk meringankan penderitaan ibu dan untuk

mengurangi bahaya hipoksia janin. Splenektomi dianjurkan pada anemia hemolitik-bawaan

dalam trimester II atau III. Pada anemia hemolitik yang diperoleh harus dicari penyebabnya.

Sebab – sebab itu harus disingkirkan, misalnya pemberian obat – obat yang dapat

menyebabkan kelumpuhan sumsum tulang harus segera dihentikan. 10

E. PENGARUH ANEMIA PADA KEHAMILAN DAN JANIN

1. Pengaruh anemia terhadap kehamilan 12

a. bahaya selama kehamilan

Risiko abortus

Persalinan premature

Hambatan tumbuh kembang janin dalam rahim

Mudah terjadi infeksi

Ancaman dekompesasi kordia (Hb < 6 gr% )

Mola hidatidosa

Hiperemesis gravidarum

Perdarahan antepartum

Ketuban pecah dini (KPD)

13 | P a g e

Page 14: Anemia Pada Ibu Hamil

b. Bahaya saat persalinan 12

Gangguan his ( kekuatan mengejan)

Kala I dan kala II berlangsung lama

Kala III berisiko untuk terjadi retensio plasenta dan perdarahan postpartum

karena atonia uteri

Kala IV dapat terjadi perdarahan postpartum sekunder dan atonia uteri

c. Pada waktu nifas 12

Terjadi subinvolusi uteri menimbulkan perdarahan postpartum

Risiko infeksi puerperium

Produksi ASI berkurang

Dekompensasi kordis mendadak setelah persalinan

Anemia saat nifas

Mastitis

2. Bahaya terhadap janin 12

Abortus

Intrauterine fetal death (IUFD)

Persalinan premature

Berat badan lahir rendah

Kelahiran dengan anemia

Dapat terjadi cacat bawaan

Sistem imun tubuh bayi yang rendah mudah terinfeksi

Tahap intelligensi rendah

F.DIAGNOSA ANEMIA   

Diagnosa anemia dalam kehamilan dapat di tegakkan dengan :

a.  Anamnesis 12

Pada anemnesis akan didapatkan keluhan lelah, sering pusing, mata berkunang -kunang dan

keluhan mual, muntah lebih berat pada hamil muda. Bila terdapat keluhan lemah, Nampak

pucat, mudah pingsan,sementara masih dalam batas normal, maka perlu dicurigai anemia

defesiensi zat besi.

b.  Pemeriksaan darah

Pemeriksaan darah Hb dan darah tepi akan memberikan kesan pertama. Pemeriksaan Hb

dengan Spektofotometri merupakan standar, kesulitan adalah alat ini hanya tersedia di kota.

14 | P a g e

Page 15: Anemia Pada Ibu Hamil

Di Indonesia penyakit kronik seperti : malaria dan tuberculosis (TBC) masih relatif sering

dijumpai sehingga pemeriksaan khusus darah tepi dan sputum perlu dilakukan.

Dengan   pemeriksaan khusus untuk membedakan dengan defisiensi asam folat dan

thalassemia. Pemeriksaan Mean Corpuscular Volume (MCV) penting untuk menyingkirkan

thalassemia. Bila terdapat batas MCV < 80 uL dan kadar RDW (red cell distribution width) >

14% mencurigai akan penyakit ini kadar Hemoglobin Fetal (HbF) >2% dan HbA2 yang

abnormal akan menentukan jenis thalassemia. 10,11,12

G. PENCEGAHAN DAN PENANGANAN ANEMIA

a.  Pencegahan Anemia 12

Untuk menghindari terjadinya anemia sebaiknya ibu hamil melakukan pemeriksaan sebelum

hamil sehingga dapat di ketahui data dasar kesehatan ibu tersebut, dalam pemeriksaan

kesehatan di sertai pemeriksaan laboratorium termasuk pemeriksaan tinja sehingga di ketahui

adanya infeksi parasit.

b.  Penanganan pada Anemia sebagai berikut : 4

1.      Anemia Ringan

Pada kehamilan dengan kadar Hb 9-10 gr% masih di anggap ringan sehingga hanya

perlu di perlukan kombinasi 60 mg/hari zat besi dan 500 mg asam folat peroral sekali

sehari.

2.      Anemia Sedang

Pengobatan dapat di mulai dengan preparat besi feros 600-1000 mg/hari seperti sulfat

ferosus atau glukonas ferosus.

3.      Anemia Berat

Pemberian preparat besi 60 mg dan asam folat 400 mg, 6 bulan selama hamil,

dilanjutkan sampai 3 bulan setelah melahirkan.

H. TRANSFUSI DARAH

Transfusi darah adalah memasukkan sel darah merah (darah segar, pack red cell) ke

dalam tubuh melaui vena. Komponen darah yang biasa ditransfusikan ke dalam tubuh

seseorang adalah sel darah merah,trombosit, plasma, sel darah putih. Transfusi darah adalah

suatu pengobatan yang bertujuan menggantikan atau menambah komponen darah yang hilang

atau terdapat dalam jumlah yang tidak mencukupi. Tentu saja transfusi darah hanya

15 | P a g e

Page 16: Anemia Pada Ibu Hamil

merupakan pengobatan simptomatik karena darah atau komponen darah yang ditransfusikan

hanya dapat mengisi kebutuhan tubuh tersebut untuk jangka waktu tertentu tergantung pada

umur fisiologi komponen yang ditransfusikan; walaupun umur eritrosit adalah 120 hari

namun bila ditransfusikan pada orang lain maka kemampuan transfusi tadi mempertahankan

kadar hemoglobin dalam tubuh resipien hanya rata-rata satu bulan.Hal-hal mengenai transfusi

darah diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7Tahun 2011 Tentang

Pelayanan Darah. 13

Pasien-pasien di bidang obstetri dan ginekologi banyak yang berpotensi memerlukan

transfuse darah. Seksio cesaria (SC) dan histerektomi adalah dua tindakan bedah yang sering

dan berpotensi terjadi perdarahan sehingga memerlukan transfusi darah. Kondisi lainnya

adalah perdarahan post partum, placenta previa dan ruptur kehamilan ektopik. Perdarahan di

bidang obstetri masih merupakan penyebab kematian ibu yang tinggi di Indonesia.

Salah satu pemeriksaan laboratorium rutin untuk setiap wanita hamil saat kunjungan

pertama prenatal care adalah pemeriksaan golongan darah ABO dan Rhesus serta skrining

antibodi untuk mendeteksi antibodi yang berpotensi menyebabkan hemolytic disease of the

newborn (HDN). 14

Indikasi transfusi darah 14

Anemia pada kehamilan didefinisikan dengan kadar hemoglobin (Hb) kurang dari 11 g/dL

pada trimester I dan III serta 10,5 g/dL pada trimester II. Diagnosis dan terapi yang efektif

terhadap anemia kronik pada kehamilan merupakan tindakan yang penting untuk mengurangi

kebutuhan transfusi darah. Keputusan untuk transfusi darah tidak boleh hanya berdasar kadar

Hb saja, tetapi juga berdasar indikasi klinis pasien. Perdarahan yang terjadi pada persalinan

normal atau SC sebenarnya tidak memerlukan transfusi darah jika kadar Hb ibu sebelum

persalinan > 10g/dl. Sebaliknya transfusi darah hampir selalu diindikasikan jika Hb < 7g/dl.

Uji yang Dilakukan Sebelum Transfusi Darah

Sebelum melakukan transfusi darah perlu dilakukan beberapa uji untuk menghindari hal-hal

yang tidak diinginkan. Uji tersebut meliputi : 14

1. Pemeriksaan golong darah

2. Reaksi silang

Tujuan pelaksanaan uji reaksi silang adalah sebagai berikut

16 | P a g e

Page 17: Anemia Pada Ibu Hamil

Memastikan di dalam serum resipien atau plasma donor tidak terdapat

antibody yang reaktif terhadap eritrosit donor atau resipien.

Menghindari reaksi transfusi hemolitik.

Memastikan efektivitas transfusi.

Medium reaksi pada reaksi silang meliputi : salin (NaCL 0,85%), albumin (bovine

albumin), dan Coomb’s (anti-human globulin). Ada dua jenis reaksi silang, yaitu:

Reaksi silang mayor

Mendeteksi adanya antibody di dalam serum donor yang dapat merusak

eritrosit resipien yang akan ditransfusikan

Reaksi silang minor

Mendeteksi adanya antibodi di dalam plasma donor yang dapat merusak

eritrosit resipien yang akan ditransfusikan.

Transfusi boleh dilakukan bila hasil reaksi mayor dan minor negatif.

Jenis Transfusi Darah

Ada beberapa jenis transfusi yang diberikan, yaitu: 14

1. Darah utuh (whole blood/WB)

Ada beberapa jenis WB, yaitu:

Sangat segar (< 6 jam) mengandung eritrosit, trombosit, dan semua

faktor pembekuan darah, termasuk faktor labil (FV).

Segar (6-24 jam) mengandung eritrosit, trombosit dan semua faktor

pembekuan, kecuali faktor labil (FV).

Simpan (24 jam-batal simpan) mengandung eritrosit, albumin, dan

faktor pembekuan darah, kecuali faktor V dan VIII.

Indikasi WB untuk hipovolemia

2. Darah endap (Packed Red Cell-PRC)

Darah endap /PRC diperoleh dari WB yang disentrifuse, kemudian

diendapkan, setelah itu plasma dipisahkan. Indikasi untuk anemia kronis.

3. Trombosit konsentrat

Indikasi untuk perdarahan trombositopenia dan trombositopatia, dosis 1

unit/kg berat badan.

4. Plasma segar beku

17 | P a g e

Page 18: Anemia Pada Ibu Hamil

Indikasi untuk perdarahan defisiensi faktor pembekuan, PT dan APTT

yang kurang dari 1,5 kali normal, serta koreksi perdarahan akibat

overdosis warfarin.

5. Cyro precipitate

Indikasi untuk perdarahan akibat hemofilian, penyakit Von Wilebrand dan

A-fibrinogemia (defisiensi fibrinogen).

EFEK SAMPING/REAKSI TRANSFUSI

Transfusi darah mungkin merupakan sutu tindakan yang menyelamatkan hidup tetapi bukan

tanpa risiko. Sebelum dokter memutuskan transfusi darah bagi pasien, ia harus harus selalu

mempertimbangkan manfaat dan risikonya. Risiko terbesar transfusi darah adalah jika pasien

ditransfusi dengan darah yang ‘salah’ (terbanyak disebabkan clerical error). Oleh karena itu

prosedur baku untuk mendapatkan sampel yang tepat, crossmatch, skrining infeksi menular

lewat transfusi darah dan pemberian transfusi harus dilakukan secara ketat bahkan untuk

kasus emergency.14

Berikut ini adalah efek samping/reaksi dari transfusi darah, yaitu: 14

I. Komplikasi akut, yaitu reaksi transfusi yang terjadi selama dan segera setelah transfusi

(dalam 24 jam):

Hipersensitif

Febrile non hemolytic reaction

Overload cairan

Anafilaksis

Hemolisis intravaskuler akut

Kontaminasi bakteri dan syok septik

TRALI (transfusion-associated acute lung injury)

Komplikasi metabolik (hiperkalemia, toksisitas sitrat dan hipokalsemia)

II. Komplikasi lambat, yaitu reaksi transfusi dengan tanda dan gejala yang muncul ≥ 5-10

hari setelah transfusi :

Reaksi hemolitik lambat

Post-transfusion purpura

Graft versus host disease (GvHD)

18 | P a g e

Page 19: Anemia Pada Ibu Hamil

Overload besi khususnya pada transfusion-dependent patient

Penularan infeksi menular lewat transfusi darah seperti HIV, HBV, HCV,

sifilis, malaria, CMV, atau lainnya (toxoplasmosis, Epstein-Barr virus, chagas

disease, brucellosis, human parvovirus B19, infectious mononucleosis, dan

Lymes disease)

Alternatif Farmakologis Transfusi Darah 14

Bila pemberian transfusi darah menimbulkan reaksi yang tidak diharapkan, maka dapat

dilakukan upaya alternatif farmakologis pemberian transfusi darah, di antaranya pemberian:

1. Eritropoetin (epoetin alfa) merupakan penanganan alternatif yang efektif pada klien

anemia kronis akibat penyakit ginjal kronis. Efek utama obat ini adalah merangsang

eritropoesis. Obat ini dapat diberikan secara intravena atau subkutan.

2. DDAVP merupakan bentuk sintesis vasopresin L-arginin, yaitu suatu antidiuretik

yang dihasilkan secara alamiah oleh tubuh. Obat ini efektif untuk mengangani

kelainan perdarahan sehubungan dengan disfungsi trombosit atau trombositopenia.

Obat ini banyak dipakai pada klien dengan hemofilian A, penyakit Von Willebrand,

serta gagal ginjal akut dan kronis. Obat ini diberikan secara intravena, subkutan, dan

intranasal.

DAFTAR PUSTAKA

1. Kenneth J.L., et all . Anemia in Williams Manual of Obstetrics, 21rd edition, Mc Graw Hill, United

States, 2003.

2. Abdulmuthalib, Kelainan Hematologik. Dalam : Winkjosastro H, Saifuddin A.B.,

Rachimhadhi T (editor). Ilmu kebidanan, edisi ke-4. Yayasan Bina Pustaka Sarwono

Praworiharjo, Jakarta; 2009. hal 774-80..

19 | P a g e

Page 20: Anemia Pada Ibu Hamil

3. DeCherney A, Nathan L, Laufer N, Roman A. Hematologic Disorder in Pregnancy in Current

Diagnosis and Treatment Obstetrics & Gynecology, 10th edition, Mc Graw Hill ; 2008.

4. Hudono S.T., Penyakit darah. Dalam : Winkjosastro H, Saifuddin A.B., Rachimhadhi T

(editor). Ilmu kebidanan, edisi ke-3. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Praworiharjo, Jakarta;

1994. hal 448-51.

5. Huch R, Breymann C. Anaemia in pregnancy and the puerperium. International Medical

Publishers Bremen; 2005

6. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardhani W.I, Setiowulan W (Editor). Kapita selekta

kedokteran, edisi ke-3. Media Aesculapius FKUI,Jakarta; 1999. hal. 549-50

7. Samuels P. hematological Complications of Pregnancy. Dalam : gabbe: Obstetrics-Normal

and problem Pregnancies, 4th ed. Churshill Livingstone; Philadelphia: 2002. hal. 1179

8. Hercberg G, Galan P, Preziosi P, et al.Consequences of iron deficiency in pregnant

women. Clin Drug Invest 2000; 19 Suppl. 1:1-7.

9. Soemantri S, Ratna L, Budiarso, et al. Survei Kesehatan Rumah Tangga

(SKRT), 199 . Jakarta. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 199 .p. 39- 40

10. Bernard J. Brabin, Mohammad Hakimi and David Pelletier, An Analysis of Anemia and

Pregnancy-Related Maternal Mortality, Journal of Nutrition.2001;131:604S-615S

11. Corwin E.J. Anemia in Handbook of Pathophysiology, 3rd ed, Lippincott William and

Wilkins, USA ; 2008: pg 410-9.

12. Manuaba I.B.G. Ilmu Kebidanan,Kandungan dan Keluarga Berencana untuk Pendidikan

Bidan, EGC : 1998; hal. 29-32.

13. Peraturan Pemerintah RI No.7 Tahun 2011 tentang Pelayanan Darah

http://www.presidenri.go.id/DokumenUU.php/588.pdf

14. Sacher, Ronald A. Transfusion in Widmann’s Clinical Interpretation of Laboratory Test.

11th ed, F.A Davis Company, Philadelphia:2000 ; pg 250-70.

20 | P a g e