Anemia Aplastik Print
-
Upload
shinta-pangestu -
Category
Documents
-
view
219 -
download
0
Transcript of Anemia Aplastik Print
-
8/13/2019 Anemia Aplastik Print
1/40
PRESENTASI KASUS
ANEMIA APLASTIK
Pembimbing :
dr. Dyah Ari, Sp. PD,FINASIM
Disusun oleh:
Shinta Pangestu (107103001746)
Syamsul Arifin (107103002309)
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAMRUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN LMU KESEHATAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2012
-
8/13/2019 Anemia Aplastik Print
2/40
2
LEMBAR PENGESAHAN
Presentasi kasus dengan Judul Anemia Aplastik
telah diterima dan disetujui pada tanggal Juni 2012
sebagai salah satu syarat menyelesaikan kepaniteraan klinik Ilmu Penyakit Dalam
periode 14 Mei 201220 Juli 2012 di RSUP Fatmawati
Jakarta, 07 Juni 2012
dr. Dyah Ari, Sp. PD,FINASIM
-
8/13/2019 Anemia Aplastik Print
3/40
3
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim.
Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT atas Rahmat dan Inayah-Nya sehingga
saya dapat menyelesaikan tugas ini. Shalawat dan salam marilah senantiasa kita junjungkan
kehadirat Nabi Muhammad SAW.
Kami mengucapkan terima kasih kepada seluruh pengajar di SMF Ilmu Penyakit
Dalam khususnya dr. Dyah Ari, Sp. PD,FINASIM atas bimbingan dan perhatian selama
berlangsungnya pendidikan di kepaniteraan klinik ini, sehingga kami dapat menyelesaikan
presentasi kasus ini tepat pada waktunya.
Kami sadari presentasi kasus tentang Anemia Aplastik ini masih jauh dari
kesempurnaan. Kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat kami harapkan
demi kesempurnaannya.
Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga presentasi kasus ini dapat bermanfaat
khususnya bagi kami yang sedang menempuh pendidikan dan dapat dijadikan pelajaran bagi
adik-adik kami selanjutnya.
Jakarta, 7 Juni 2012
Penyusun
-
8/13/2019 Anemia Aplastik Print
4/40
4
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................... 3
DAFTAR ISI............................................................................................................. 4
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 5
BAB II STATUS MEDIK......................................................................................... 7
BAB III TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 16
BAB IV ANALISA KASUS.................................................................................... 35
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................ 39
-
8/13/2019 Anemia Aplastik Print
5/40
5
BAB I
PENDAHULUAN
Anemia aplastik adalah kelainan hematologik yang ditandai dengan penurunan
komponen selular pada darah tepi yang diakibatkan oleh kegagalan produksi di sumsum
tulang. Pada keadaan ini jumlah sel-sel darah yang diproduksi tidak memadai. Penderita
mengalami pansitopenia, yaitu keadaan dimana terjadi kekurangan jumlah sel darah merah,
sel darah putih, dan trombosit.1,2,3
Konsep mengenai anemia aplastik pertama kali diperkenalkan pada tahun1988 oleh
Paul Ehrlich. Ia melaporkan seorang wanita muda yang pucat dan panas dengan ulserasi gusi,
menorrhagia, anemia berat dan leukopenia. Sewaktu dilakukan autopsi ditemukan tidak adasumsum tulang yang aktif, dan Ehrlich kemudian menghubungkannya dengan adanya
penekanan pada fungsi sumsum tulang. Padatahun 1904, Chauffard memperkenalkan istilah
anemia aplastik.1,2,4
Insidensi anemia aplastik bervariasi di seluruh dunia, berkisar antara 2 sampai6 kasus
persejuta penduduk pertahun.2 Insidensi anemia aplastik diperkirakan lebih sering terjadi
dinegara Timur dibanding negara Barat. Peningkatan insiden mungkin berhubungan dengan
faktor lingkungan seperti peningkatan paparan terhadap bahan kimia toksik dibandingkan
faktor genetik. Hal ini dibuktikan dengan tidak adanya peningkatan insiden pada penduduk
Asia yang tinggal di Amerika. Penelitian yang dilakukan di Thailand menunjukkan
peningkatan paparan dengan pestisida sebagai etiologi yang tersering.3,5
Ketersediaan obat-obat yang dapat diperjualbelikan dengan bebas merupakan salah satu
faktor resiko peningkatan insiden. Obat-obat seperti kloramfenikol terbukti dapat mensupresi
sumsum tulang dan mengakibatkan aplasia sumsum tulang dan mengakibatkan aplasia
sumsum tulang sehingga diperkirakan menjadi penyebab tingginya insiden.6
Diagnosis anemia aplastik dapat ditegakkan berdasarkan gejala subjektif, gejala
objektif, pemeriksaan darah serta pemeriksaan sumsum tulang. Gejala subjektif dan objektif
merupakan manifestasi pansitopenia yang terjadi. Namun, gejala dapat bervariasi dan
tergantung dari sel mana yang mengalami depresi paling berat. Diagnosa pasti anemia
aplastik adalah berdasarkan pemeriksaan darah dan pemeriksaan sumsum tulang. Penegakkan
diagnosa secara dini sangatlah penting sebab semakin dini penyakit ini didiagnosis
kemungkinan sembuh secara spontan atau parsial semakin besar.6,7
-
8/13/2019 Anemia Aplastik Print
6/40
6
Hampir semua kasus anemia aplastik berkembang ke kematian bila tidak dilakukan
pengobatan. Angka kelangsungan hidup tergantung seberapa berat penyakit saat didiagnosis,
dan bagaimana respon tubuh terhadap pengobatan.8 Semakin berat hipoplasia yang terjadi
maka prognosis akan semakin jelek. Dengan transplantasi tulang kelangsungan hidup 15
tahun dapat mencapai 69% sedangkan dengan pengobatan imunosupresif mencapai 38%.9
-
8/13/2019 Anemia Aplastik Print
7/40
7
BAB II
STATUS MEDIK PASIEN
A. IDENTITAS PASIENNama : Ny. ES
Umur : 25 tahun
Tempat / tgl lahir : Bogor / 10-09-1986
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Sawangan Depok
Pekerjaan : IRTSuku Bangsa : Sunda
Agama : Islam
Pendidikan Terakhir : tamat SLTA
Status : menikah
B. ANAMNESISAnamnesis dilakukan secara auto dan alloanamnesa pada tanggal 17 Mei 2012
Keluhan utama
Demam sejak satu hari SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang dengan keluhan demam sejak 1 hari SMRS. Demam
dirasakan mendadak dan terus menerus. Selain itu pasien juga mengeluh batuk-
batuk dengan dahak sulit keluar, nyeri menelan, dan kedua kelopak mata
membengkak. Kedua bola mata tampak kemerahan. BAB dan BAK tidak ada
keluhan. Nafsu makan menurun, mimisan (-), gusi berdarah (-), nyeri ulu hati (-),
mual-mual (-), muntah (-).
Dua bulan SMRS pasien mengeluh perdarahan gusi yang dialami tiba-tiba
dan sebelumnya tidak ada riwayat perdarahan gusi. Pasien berobat ke RSF dan
dilakukan pemeriksaan darah serta BMP dan pasien juga dikatakan menderita
anemia aplastik. Setelah membaik pasien diperbolehkan untuk pulang. Pada saat
-
8/13/2019 Anemia Aplastik Print
8/40
8
dirawat pasien medapatkan transfusi darah. Pada saat pulang pasien diberikan
obat kecil-kecil sekali minum 4 tablet, selama 1 minggu. Pasien seharusnya
kontrol kembali ke poli penyakit dalam namun tidak dilakukan oleh pasien.
Pada saat ini (setelah perawatan 19 hari di RSF) pasien mengaku demam
dan batuk sudah tidak ada namun masih didapatkan kedua kedua bola mata
tampak ada bercak kemerahan. Selain itu saat ini pasien mengaku kedua bola
matanya agak kuning. Mual dan muntah disangkal oleh pasien. BAK berwarna
seperti teh (-) dan BAB berwarna dempul disangkal oleh pasien.
Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat hipertensi (-)- Riwayat DM (-)- Riwayat asma (-)- Riwayat alergi (-)- Riwayat penyakit hati (-)- Riwayat penyakit jantung (-)- Riwayat penyakit paru (-)
Riwayat Penyakit Keluarga
- Riwayat keluarga mengalami hal seperti pasien (-)- Riwayat hipertensi (-)- Riwayat DM (-)- Riwayat asma (-)- Riwayat alergi (-)- Riwayat penyakit hati (-)- Riwayat penyakit jantung (-)- Riwayat penyakit paru (-)
Riwayat Sosial
Pasien sudah menikah dan mempunyai 1 orang anak. Pasien merupakan
seorang IRT. Riwayat merokok (-), alkohol (-), IVDU (-), jamu-jamuan (-), obat-
obatan (-), terpapar zat kimia (-). Pembiayaan dengan Jamkesda Depok.
-
8/13/2019 Anemia Aplastik Print
9/40
9
Status Generalis
Pemeriksaan Fisik (tanggal 29 April 2012)Keadaan Umum/Kesadaran : Tampak sakit sedang/Compos mentis
Tekanan darah : 110/60 mmHg
Nadi : 112x/menit
Suhu : 39,5 C
Nafas : 24x/menit
Kulit : ikterik -, pucat -, sianosis -, ekimosis
Kepala : normosefal, deformitas
Rambut : hitam, tersebar merata
Mata : konjungtiva pucat +/+, sklera ikterik -/-, subkonjungtival
bleeding ODS
Leher : JVP 5-2 cmH2O, KGB tidak teraba membesar, trakea di tengah
Thorax: Cor: S1 S2 reguler, Gallop (-), murmur (-)
Pulmo: Suara napas vesikuler +/+, rh +/+ basah kasar dibasal kedua
paru, wh -/-
Abdomen:
Inspeksi: agak buncit, venektasi (-), vena kolateral (-), spider nevi (-) Palpasi: Hepar tidak teraba membesar, Lien tidak teraba membesar, Nyeri
tekan (-)
Perkusi: timpani Auskultasi: Bunyi usus (+) normal
Ekstremitas: Akral hangat, edema -/-
Pemeriksaan Fisik (tanggal 17 Mei 2012)Keadaan Umum/Kesadaran : Tampak sakit sedang/Compos mentis
Tekanan darah : 100/70 mmHg
Nadi : 98x/menit
Suhu : 36,5 C
Nafas : 20x/menit
-
8/13/2019 Anemia Aplastik Print
10/40
10
Kulit : ikterik +, pucat -, sianosis -, ekimosis
Kepala : normosefal, deformitas
Rambut : hitam, tersebar merata
Mata : konjungtiva pucat +/+, sklera ikterik +/+, subkonjungtival bleeding
ODS
Leher : JVP 5-2 cmH2O, KGB tidak teraba membesar, trakea di tengah
Thorax Cor: S1 S2 reguler, Gallop (-), murmur (-)
Pulmo: Suara napas vesikuler +/+, rh -/-, wh -/-
Abdomen: Inspeksi: agak buncit, venektasi (-), vena kolateral (-), spider nevi (-)
Palpasi: Hepar tidak teraba membesar, Lien tidak teraba membesar,
Nyeri tekan (-)
Perkusi: timpani
Auskultasi: Bunyi usus (+) normal
Ekstrimitas: Akral hangat, edema -/-
Pemeriksaan Lab
Pemeriksaan 28-04-12 29-04-12 30-04-12 01-05-12 03-05-12 06-05-12 8-5-12
Hemoglobin
Hematokrit
Leukosit
Trombosit
Eritrosit
LED
4.9
14
4.0
16
1.45
3.5
10
4.2
11
1.01
7.8
23
1.8
11
2.34
132.0
11.1
34
2.0
84
3.67
10.8
34
3.0
58
3.53
10.4
32
1.9
11
3.30
10.0
32
1.4
10
3.29
VER
HER
KHER
RDW
Serum iron
TIBC
Ferritin
98.4
33.7
34.2
24.8
101.0
34.8
34.5
25.1
85.0
244.0
13619
99.3
33.1
33.4
19.2
92.7
30.3
32.7
18.2
95.4
30.6
32.0
18.6
95.4
31.7
33.2
18.9
95.7
30.5
31.1
19.2
>1650
Basofil
Eosinofil
Netrofil
0
1
22
1
4
32
0
1
25
0
1
14
-
8/13/2019 Anemia Aplastik Print
11/40
11
Limfosit
Monosit
Luc
Retikulosit
72
1
4
1.4
55
3
6
68
3
3
50
1
34
SGOT
SGPT
Albumin
Bilirubin total
Bilirubin direk
Bilirubin
indirek
387
764
2.90
5.7
4.6
1.10
266
461
191
302
3.70
17.20
12.70
4.50
191
280
18.90
14.10
4.80
As.urat darah
Ureum darah
Creatinin
darah
24
0,8
41
0.5
7.6
20
0.7
GDS 142 115
Natrium darah
Kalium darah
Klorida darah
140
2.87
107
137
2.71
108
141
3.68
114
HbsAg
Anti HCV
HAV IgM
Reaktif
Non
Non
URINALISA
Urobilinogen
Protein Urine
Berat jenis
Bilirubin
Keton
Nitrit
pH
Leukosit
Darah/HB
Glukosa
0.2
-
>=1.030
Negative
Negative
Negative
5.5
Negative
Trace
0.2
Trace
1.025
Negative
Negative
Negative
5.5
Negative
Negative
-
8/13/2019 Anemia Aplastik Print
12/40
12
urin/reduksi
Warna
Kejernihan
SEDIMEN
URIN
Epitel
Leukosit
Eritrosit
Silinder
Kristal
Bakteri
Negative
Yellow
Clear
+
1-2
0-1
Negative
Negative
Negative
Negative
Yellow
Clear
1+
3-4
0-1
Negative
Negative
Negative
Pemeriksaan 09-05-12 13-05-12
Hemoglobin
Hematokrit
Leukosit
Trombosit
Eritrosit
LED
9.3
28
1.4
18
3.01
7.0
21
1.0
11
2.28
VER
HER
KHER
RDW
Serum iron
TIBC
Ferritin
94.4
30.7
32.5
19.6
91.0
30.9
34.0
251.1
Basofil
Eosinofil
Netrofil
Limfosit
Monosit
0
1
35
40
2
-
8/13/2019 Anemia Aplastik Print
13/40
13
Luc
Retikulosit
21
SGOT
SGPT
Albumin
Bilirubin total
Bilirubin direk
Bilirubin
indirek
Alkalin
fosfatase
173
235
18.80
13.30
5.50
268
Pemeriksaan rontgen thorax tanggal 28-4-2012 didapatkan CTR
-
8/13/2019 Anemia Aplastik Print
14/40
14
Nafas : 20x/menit
Mata : konjungtiva pucat +/+, sklera ikterik +/+, subkonjungtival bleeding
ODS
Leher : JVP 5-2 cmH2O, KGB tidak teraba membesar, trakea di tengah
Thorax Cor: S1 S2 reguler, Gallop (-), murmur (-)
Pulmo: Suara napas vesikuler +/+, rh -/-, wh -/-
Abdomen; Inspeksi: agak buncit, venektasi (-), vena kolateral (-), spider nevi (-)
Palpasi: Hepar tidak teraba membesar, Lien tidak teraba membesar,
Nyeri tekan (-)
Perkusi: timpani
Auskultasi: Bunyi usus (+) normal
Ekstrimitas: Akral hangat, edema -/-
Diagnosis :
Anemia aplastik dengan subkonjungtival bleeding Hepatitis akut virus B CAP perbaikan
Penatalaksanaan :
Rdx: cek DPL post koreksi
Rth:
O22 liter/menit NS 500 cc/8 jam Bed rest Transfusi TC 10 kantong dengan premedikasi dipenhidramin 1 amp IV Transfusi PRC target Hb 10 mg/dL Lesichol 3x600 mg Ciprofloxacin 2x400 mg Inhalasi ventolin : NS=1:1/6 jam
-
8/13/2019 Anemia Aplastik Print
15/40
15
Prognosis
Ad vitam : dubia ad malam Ad fungtionam : ad malam
Ad sanationam : dubia ad malam
-
8/13/2019 Anemia Aplastik Print
16/40
16
BAB III
PEMBAHASAN
3.1. Definisi Anemia Aplastik
Anemia aplastik adalah suatu sindroma kegagalan sumsum tulang yang ditandai
dengan pansitopenia perifer dan hipoplasia sumsum tulang.4 Pada anemia aplastik terjadi
penurunan produksi sel darah dari sumsum tulang sehingga menyebabkan
retikulositopenia, anemia, granulositopenia, monositopenia dantrombositopenia.9 Istilah
anemia aplastik sering juga digunakan untuk menjelaskan anemia refrakter atau bahkan
pansitopenia oleh sebab apapun. Sinonim lain yang sering digunakan antara lain
hipositemia progressif, anemia aregeneratif, aleukiahemoragika, panmyeloptisis, anemiahipoplastik dan anemia paralitik toksik.1
3.2 Epidemiologi
Anemia aplastik jarang ditemukan. Insidensi bervariasi di seluruh dunia,
berkisar antara 2 sampai 6 kasus persejuta penduduk pertahun.2 Analisis retrospektif di
Amerika Serikat memperkirakan insiden anemia aplastik berkisar antara 2 sampai 5
kasus persejuta penduduk pertahun.9 The Internasional Aplastic Anemia and
Agranulocytosis Study dan French Study memperkirakan ada 2 kasus persejuta orang
pertahun.2,9
Frekuensi tertinggi anemia aplastik terjadi pada orang berusia 15 sampai25
tahun; peringkat kedua terjadi pada usia 65 sampai 69 tahun. Anemia aplastik lebih
sering terjadi di Timur Jauh, dimana insiden kira-kira 7 kasus persejuta penduduk di
Cina, 4 kasus persejuta penduduk di Thailand dan 5 kasus persejuta penduduk di
Malaysia. Penjelasan kenapa insiden di Asia Timur lebih besar daripadadi negara Barat
belum jelas.9Peningkatan insiden ini diperkirakan berhubungan dengan faktor
lingkungan seperti peningkatan paparan dengan bahan kimia toksik, dibandingkan
dengan faktor genetik. Hal ini terbukti dengan tidak ditemukan peningkatan insiden pada
orang Asia yang tinggal di Amerika.5
3.3 Klasifikasi Anemia Aplastik
Anemia aplastik umumnya diklasifikasikan sebagai berikut:
A. Klasifikasi menurut kausa2:
-
8/13/2019 Anemia Aplastik Print
17/40
17
1. Idiopatik : bila kausanya tidak diketahui; ditemukan pada kira-kira 50% kasus.
2. Sekunder : bila kausanya diketahui.
3. Konstitusional : adanya kelainan DNA yang dapat diturunkan, misalnya anemia
Fanconi
B. Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan atau prognosis (lihat tabel 1).
Tabel 1. Klasifikasi anemia aplastik berdasarkan tingkat keparahan.
Klasifikasi Kriteria
Anemia aplastik berat Seluraritas sumsum tulang
-
8/13/2019 Anemia Aplastik Print
18/40
18
3.4.1 Radiasi
Aplasia sumsum tulang merupakan akibat akut yang utama dari radiasi
dimana stem sel dan progenitor sel rusak. Radiasi dapat merusak DNA dimana
jaringan-jaringan dengan mitosis yang aktif seperti jaringan hematopoiesis sangat
-
8/13/2019 Anemia Aplastik Print
19/40
19
sensitif.4,12 Bila stem sel hematopoiesis yang terkena maka terjadi anemia
aplastik. Radiasi dapat berpengaruh pula pada stroma sumsum tulang dan
menyebabkanfibrosis.2
Efek radiasi terhadap sumsum tulang tergantung dari jenis radiasi, dosis
dan luasnya paparan sumsum tulang terhadap radiasi. Radiasi berenergi tinggi
dapat digunakan sebagai terapi dengan dosis tinggi tanpa tanda-tanda kerusakan
sumsum tulang asalkan lapangan penyinaran tidak mengenai sebagian besar
sumsum tulang. Pada pasien yang menerima radiasi seluruh tubuh efek radiasi
tergantung dari dosis yang diterima. Efek pada sumsum tulang akan sedikit pada
dosis kurang dari 1 Sv(ekuivalen dengan 1 Gy atau 100 rads untuk sinar X).
Jumlah sel darah dapat berkurang secara reversibel pada dosis radiasi antara 1 dan
2,5 Sv (100 dan 250 rads). Kehilangan stem sel yang ireversibel terjadi pada dosis
radiasi yang lebih tinggi. Bahkan pasien dapat meninggal disebabkan kerusakan
sumsum tulang pada dosisradiasi 5 sampai 10 Sv kecuali pasien menerima
transplantasi sumsum tulang.Paparan jangka panjang dosis rendah radiasi
eksterna juga dapat menyebabkananemia aplastik.
3.4.2 Bahan-bahan Kimia
Bahan kimia seperti benzene dan derivat benzene berhubungan dengan
anemia aplastik dan akut myelositik leukemia (AML). Beberapa bahan kimia
yang lain seperti insektisida dan logam berat juga berhubungan dengan anemia
yang berhubungan dengan kerusakan sumsum tulang dan pansitopenia.
3.4.3 Obat-obatan
Anemia aplastik dapat terjadi atas dasar hipersensitivitas atau dosis obat
berlebihan. Praktis semua obat dapat menyebabkan anemia aplastik pada
seseorangdengan predisposisi genetik. Yang sering menyebabkan anemia aplastik
adalah kloramfenikol. Obat-obatan lain yang juga sering dilaporkan adalah
fenilbutazon,senyawa sulfur, emas, dan antikonvulsan, obat-obatan sitotoksik
misalnya mieleranatau nitrosourea.2
-
8/13/2019 Anemia Aplastik Print
20/40
20
Tabel 3. Obat-obatan yang menyebabkan Anemia Aplastik
Catatan : Obat dengan dosis tinggi dapat menyebabkan aplasia sumsum
tulangdisebut resiko tinggi. Obat dengan 30 kasus dilaporkan menyebabkan anemia
aplastik merupakan resiko menengah dan selainnya yang lebih jarang merupakan
resikorendah.
-
8/13/2019 Anemia Aplastik Print
21/40
21
3.4.4 Infeksi
Anemia aplastik dapat disebabkan oleh infeksi virus seperti virus
hepatitis,virus Epstein-Barr, HIV dan rubella. Virus hepatitis merupakan
penyebab yang paling sering. Pansitopenia berat dapat timbul satu sampai dua
bulan setelah terinfeksi hepatitis. Walaupun anemia aplastik jarang diakibatkan
hepatitis akan tetapi terdapat hubungan antara hepatitis seronegatif fulminan
dengan anemia aplastik. ParvovirusB19 dapat menyebabkan krisis aplasia
sementara pada penderita anemia hemolitik kongenital (sickle cell anemia,
sferositosis herediter, dan lain-lain). Pada pasien yang imunokompromise dimana
gagal memproduksi neutralizing antibodi terhadap Parvovirus suatu bentuk kronis
red cell aplasia dapat terjadi.8,12
Infeksi virus biasanya berhubungan dengan supresi minimal pada
sumsum tulang, biasanya terlihat neutropenia dan sedikit jarang trombositopenia.
Virus dapat menyebabkan kerusakan sumsum tulang secara langsung yaitu
dengan infeksi dan sitolisis sel hematopoiesis atau secara tidak langsung melalui
induksi imun sekunder, inisiasi proses autoimun yang menyebabkan pengurangan
stem sel dan progenitor sel atau destruksi jaringan stroma penunjang.4
3.4.5 Faktor Genetik
Kelompok ini sering dinamakan anemia aplastik konstitusional dan
sebagian dari padanya diturukan menurut hukum mendell, contohnya anemia
Fanconi. AnemiaFanconi merupakan kelainan autosomal resesif yang ditandai
oleh hipoplasia sumsum tulang disertai pigmentasi coklat dikulit, hipoplasia ibu
jari atau radius,mikrosefali, retardasi mental dan seksual, kelainan ginjal dan
limpa.2
3.4.6 Anemia Aplastik pada Keadaan/Penyakit Lain
1. Pada leukemia limfoblastik akut kadang-kdang ditemukan pansitopenia denganhipoplasia sumsum tulang.2
2. Paroxysmal Nocturnal Hemoglobinuria (PNH).Penyakit ini dapat bermanifestasi berupa anemia aplastik. Hemolisis
disertai pansitopenia mengkin termasuk kelainan PNH.2
3. KehamilanKasus kehamilan dengan anemia aplastik telah pernah dilaporkan,
tetapi hubungan antara dua kondisi ini tidak jelas. Pada beberapa pasien,
kehamilan mengeksaserbasi anemia aplastik yang telah ada dimana kondisi
-
8/13/2019 Anemia Aplastik Print
22/40
22
tersebut akan membaik lagi setelah melahirkan. Pada kasus yang lain, aplasia
terjadi selama kehamilan dengan kejadian yang berulang pada kehamilan-
kehamilan berikutnya.9
3.5 Patogenesis11
Setidaknya ada tiga mekanisme terjadinya anemia aplastik. Anemia aplastik yang
diturunkan (inherited aplastic anemia), terutama anemia Fanconi disebabkan oleh
ketidakstabilan DNA. Beberapa bentuk anemia aplastik yang didapatkan(acquired aplastic
anemia) disebabkan kerusakan langsung stem sel oleh agentoksik, misalnya radiasi.
Patogenesis dari kebanyakan anemia aplastik yang didapatkan melibatkan reaksi autoimun
terhadap stem sel.
Namun sekarang diyakini ada penjelasan patofisologis anemia aplastik yang masuk
akal, yang disimpulkan dair berbagai observasi klinis hasil terapi dan eksperimen
laboratorium yang sistematis. Di akhir tahun 60-an, Mathe et al memunculkan teori baru
berdasarkan kelainan autoimun setelah transplantasi sumsum tulang kepada anemia plastik.
Keberhasilan transplantasi sumsum tulang untuk menyembuhkan anemia aplastik
memperlihatkan adanya kondisi defisiensi sel asal (stem sel).
Adanya reaksi autoimunitas pada anemia aplastik juga dibuktikan oleh percobaan in
vitro yang memperlihatkan behwa limfosit dapat menghambat pembentukan koloni
hemopoietik alogenik atau autologus. Seteleh itu, diketahui bahwa limfosit T sitotoksik
memerantarai destruksi sel-sel asal hemopoietik pada kelainan ini. Sel-sel T efektor tampak
lebih jelas disumsum tulang dibandingkan dengan darah tepi pasien anemia aplastik. Sel-sel
tersebut menghasilkan interfero- dan TNF- yang merupakan inhibitor langsung
hemopoiesis dan meningkatkan ekspresi Fas pada sel CD34+. Klon sel-sel T imortal yang
positif terhadap CD4 dan CD8 dari anemia aplastik juga mensekresi sitokin T-helper-1yang
bersifat toksik langsung ke sel-sel CD34 positif autologus.
Sebagian besar anemia aplastik didapat secara patofisiologis ditandai oleh destruksi
spesifik yang diperantarai sel T ini. Pada seorang pasien, kelainan respons imun tersebut
kadang-kadang dapat dikaitkan dengan infeksi virus atau pajanan obat tertentu atau zat kimia
tertentu. Sangat sedikit bukti adanya mekanisme lain, seperti toksisitas langsung pada sel-sel
asal defisiensi faktor pertumbuhan hematopoietik. Respons terahadap terapi imunosupresif
menunjukan adanya mekanisme imun yang bertanggungjawab atas kegagalan hematopoietik.
-
8/13/2019 Anemia Aplastik Print
23/40
23
Kegagalan produksi sel darah bertanggung jawab atas kosongnya sumsum tulang yang
tampak jelas pada apusan aspirat sumsum tulang atau spesimen core biopsi sumsum tulang.
Hasil MRI ditemukan digantinya sumsum tulang oleh jaringan lemak. Secara kuantitatif, sel-
sel hematopoietik yang imatur dapat dihitung dengan flow cytometry. Sel-sel tersebut
mengekspresikan protein cytoadhesive, yang disebut CD34. Pada pemeriksaan Flow
cytometry , antigen sel CD34 dideteksi secara fluorosense satu persatu, sehingga sel-sel
CD34 dapat dihitung dengan tepat.
Anemia Fanconi barangkali merupakan bentuk inherited anemia aplastik yang paling
sering karena bentuk inherited yang lain merupakan penyakit yang langka. Kromosom pada
penderita anemia Fanconi sensitif (mudah sekali) mengalami perubahan DNA akibat obat-
obat tertentu. Sebagai akibatnya, pasien dengan anemia Fanconi memiliki resiko tinggi terjadi
aplasia, myelodysplastic sindrom (MDS) dan akut myelogenous leukemia (AML). Kerusakan
DNA juga mengaktifkan suatu kompleks yang terdiri dari protein Fanconi A, C, G dan F. Hal
ini menyebabkan perubahan pada protein FANCD2. Protein ini dapat berinteraksi, contohnya
dengangen BRCA1 (gen yang terkait dengan kanker payudara). Mekanisme bagaimana
berkembangnya anemia Fanconi menjadi anemia aplastik dari sensitifitas mutagendan
kerusakan DNA masih belum diketahui dengan pasti.Kerusakan oleh agen toksik secara
langsung terhadap stem sel dapatdisebabkan oleh paparan radiasi, kemoterapi sitotoksik ataubenzene. Agen-agen inidapat menyebabkan rantai DNA putus sehingga menyebabkan
inhibisi sintesis DNAdan RNA.Kehancuran hematopoiesis stem sel yang dimediasi sistem
imun mungkinmerupakan mekanisme utama patofisiologi anemia aplastik.
Walaupunmekanismenya belum diketahui benar, tampaknya T limfosit sitotoksik
berperandalam menghambat proliferasi stem sel dan mencetuskan kematian stem
sel.Pembunuhan langsung terhadap stem sel telah dihipotesa terjadi melalui interaksiantara
Fas ligand yang terekspresi pada sel T dan Fas (CD95) yang ada pada stem sel,yang
kemudian terjadi perangsangan kematian sel terprogram (apoptosis).
3.6 Gejala dan Pemeriksaan Fisis Anemia Aplastik
Pada anemia aplastik terdapat pansitopenia sehingga keluhan dan gejala yang
timbul adalah akibat dari pansitopenia tersebut. Hipoplasia eritropoietik akan
menimbulkan anemia dimana timbul gejala-gejala anemia antara lain lemah,
dyspnoedeffort, palpitasi cordis, takikardi, pucat dan lain-lain. Pengurangan elemen
lekopoisis menyebabkan granulositopenia yang akan menyebabkan penderita menjadi
peka terhadap infeksi sehingga mengakibatkan keluhan dan gejala infeksi baik bersifat
-
8/13/2019 Anemia Aplastik Print
24/40
24
lokal maupun bersifat sistemik. Trombositopenia tentu dapat mengakibatkan
pendarahan di kulit, selaput lendir atau pendarahan di organ-organ.7
Pada kebanyakan pasien, gejala awal dari anemia aplastik yang sering
dikeluhkan adalah anemia atau pendarahan, walaupun demam atau infeksi kadang-
kadang juga dikeluhkan.1 Anemia aplastik mungkin asimtomatik dan ditemukan pada
pemeriksaan rutinKeluhan yang dapat ditemukan sangat bervariasi (Tabel 4). Pada tabel
4 terlihat bahwa pendarahan, lemah badan dan pusing merupakan keluhan yang paling
sering dikemukakan.
Tabel 4. Keluhan Pasien Anemia Apalastik (n=70)2
Jenis keluhan %
Pendarahan
Lemah badan
Pusing
Jantung berdebar
Demam
Nafsu makan berkurang
Pucat
Sesak nafas
Penglihatan kabur
Telinga berdengung
83
30
69
36
33
29
26
23
19
13
Pemeriksaan fisis pada pasien anemia aplastik pun sangat bervariasi. Pada tabel
5 terlihat bahwa pucat ditemukan pada semua pasien yang diteliti sedangkan
pendarahan ditemukan pada lebih dari setengah jumlah pasien. Hepatomegali,
yangsebabnya bermacam-macam ditemukan pada sebagian kecil pasien
sedangkansplenomegali tidak ditemukan pada satu kasus pun. Adanya splenomegali
danlimfadenopati justru meragukan diagnosis.2
Tabel 5. Pemeriksaan Fisis pada Pasien Anemia Aplastik2
-
8/13/2019 Anemia Aplastik Print
25/40
25
3.7 Pemeriksaan Penunjang
3.7.1 Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan Darah
Pada stadium awal penyakit, pansitopenia tidak selalu ditemukan. Anemia
yang terjadi bersifat normokrom normositer, tidak disertai dengan tanda-tanda
regenerasi. Adanya eritrosit muda atau leukosit muda dalam darah tepi
menandakan bukan anemia aplastik. Kadang-kadang pula dapat ditemukan
makrositosis,anisositosis, dan poikilositosis.2
Jumlah granulosit ditemukan rendah. Pemeriksaan hitung jenis sel darah
putih menunjukkan penurunan jumlah neutrofil dan monosit. Limfositosis relatif
terdapat pada lebih dari 75% kasus. Jumlah neutrofil kurang dari 500/mm3 dan
trombositkurang dari 20.000/mm3 menandakan anemia aplastik berat. Jumlah
neutrofil kurangdari 200/mm3menandakan anemia aplastik sangat berat.2,9
Jumlah trombosit berkurang secara kuantitias sedang secara kualitas
normal.Perubahan kualitatif morfologi yang signifikan dari eritrosit, leukosit atau
trombosit bukan merupakan gambaran klasik anemia aplastik yang didapat
(acquired aplasticanemia). Pada beberapa keadaan, pada mulanya hanya produksi
satu jenis sel yang berkurang sehingga diagnosisnya menjadi red sel aplasia atau
amegakariositik trombositopenia. Pada pasien seperti ini, lini produksi sel darah
lain juga akan berkurang dalam beberapa hari sampai beberapa minggu sehingga
diagnosis anemia aplastik dapat ditegakkan.9
Laju endap darah biasanya meningkat. Waktu pendarahan biasanyamemanjang dan begitu juga dengan waktu pembekuan akibat adanya
-
8/13/2019 Anemia Aplastik Print
26/40
26
trombositopenia. Hemoglobin F meningkat pada anemia aplastik anak dan
mungkin ditemukan pada anemia aplastik konstitusional.2 Plasma darah biasanya
mengandunggrowth factor hematopoiesis, termasuk erittropoietin, trombopoietin,
dan faktor yang menstimulasi koloni myeloid. Kadar Feserum biasanya
meningkat dan klirens Fe memanjang dengan penurunan inkorporasi Fe ke
eritrosit yang bersirkulasi.9
b. Pemeriksaan sumsum tulang
Aspirasi sumsum tulang biasanya mengandung sejumlah spikula dengan
daerah yang kosong, dipenuhi lemak dan relatif sedikit sel hematopoiesis.
Limfosit,sel plasma, makrofag dan sel mast mungkin menyolok dan hal ini lebih
menunjukkan kekurangan sel-sel yang lain daripada menunjukkan peningkatan
elemen-elemen ini. Pada kebanyakan kasus gambaran partikel yang ditemukan
sewaktu aspirasi adalah hiposelular. Pada beberapa keadaan, beberapa spikula
dapat ditemukan normoseluler atau bahkan hiperseluler, akan tetapi megakariosit
rendah.9
Biopsi sumsum tulang dilakukan untuk penilaian selularitas baik secara
kualitatif maupun kuantitatif. Semua spesimen anemia aplastik ditemukan
gambaran hiposelular. Aspirasi dapat memberikan kesan hiposelular akibat
kesalahan teknis(misalnya terdilusi dengan darah perifer), atau dapat terlihat
hiperseluler karena areafokal residual hematopoiesis sehingga aspirasi sumsum
tulang ulangan dan biopsi dianjurkan untuk mengklarifikasi diagnosis.9,12
Suatu spesimen biopsi dianggap hiposeluler jika ditemukan kurang dari
30%sel pada individu berumur kurang dari 60 tahun atau jika kurang dari 20%
padaindividu yang berumur lebih dari 60 tahun.8 International Aplastic Study
Group mendefinisikan anemia aplastik berat bilaselularitas sumsum tulang kurang
dari 25% atau kurang dari 50% dengan kurang dari30% sel hematopoiesis terlihat
pada sumsum tulang.9
-
8/13/2019 Anemia Aplastik Print
27/40
27
3.7.2 Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan radiologis umumnya tidak dibutuhkan untuk menegakkan
diagnosa anemia aplastik. Survei skletelal khusunya berguna untuk
sindromkegagalan sumsum tulang yang diturunkan, karena banyak
diantaranya memperlihatkan abnormalitas skeletal. Pada pemeriksaan MRI
(Magnetic Resonance Imaging) memberikan gambaran yang khas yaitu
ketidakhadiran elemen seluler dan digantikan oleh jaringan lemak.
3.8 Diagnosa3,9,10
Diagnosa pasti ditegakkan berdasarkan pemeriksaan darah dan dan
pemeriksaan sumsum tulang. Pada anemia aplastik ditemukan pansitopenia disertai
sumsum tulang yang miskin selularitas dan kaya akan sel lemak sebagaimana yang
telah dijelaskan sebelumnya. Pansitopenia dan hiposelularitas sumsum tulang tersebut
dapat bervariasi sehingga membuat derajat anemia aplastik (lihat tabel 1).
3.9 Diagnosa Banding
Diagnosis banding anemia yaitu dengan setiap kelainan yang ditandai dengan
pansitopenia perifer. Beberapa penyebab pansitopenia terlihat pada tabel 6.
Tabel 6. Penyebab Pansitopenia
Kelainan yang paling sering mirip dengan anemia aplastik berat yaitu sindrom
myelodisplastik dimana kurang lebih 5 sampai 10 persen kasus sindroma
myelodisplasia tampak hipoplasia sumsum tulang. Beberapa ciri dapat membedakan
-
8/13/2019 Anemia Aplastik Print
28/40
28
anemia aplastik dengan sindrom myelodisplastik yaitu pada myelodisplasia terdapat
morfologi film darah yang abnormal (misalnya poikilositosis, granulosit dengananomali
pseudo-Pelger- Het), prekursor eritroid sumsum tulang pada myelodisplasia
menunjukkan gambaran disformik serta sideroblast yang patologis lebih sering
ditemukan pada myelodisplasia daripada anemia aplastik. Selain itu, prekursor
granulosit dapat berkurang atau terlihat granulasi abnormal dan megakariosit dapat
menunjukkan lobulasi nukleus abnormal (misalnya mikromegakariosit unilobuler).9
Kelainan seperti leukemia akut dapat dibedakan dengan anemia aplastik yaitu
dengan adanya morfologi abnormal atau peningkatan dari sel blast atau dengan adanya
sitogenetik abnormal pada sel sumsum tulang. Leukemia akut juga biasanya disertai
limfadenopati, hepatosplenomegali, dan hipertrofi gusi.7
Hairy cell leukemia sering salah diagnosa dengan anemia aplastik. Hairy cell
leukemia dapat dibedakan dengan anemia aplastik dengan adanya splenomegali dan sel
limfoid abnormal pada biopsi sumsum tulang.1
Pansitopenia dengan normoselular sumsum tulang biasanya disebabkan
olehsistemik lupus eritematosus (SLE), infeksi atau hipersplenisme. Selularitas
sumsumtulang yang normoselular jelas membedakannya dengan anemia aplastik.
3.10 Penatalaksanaan
Anemia berat, pendarahan akibat trombositopenia dan infeksi akibat`
granulositopenia dan monositopenia memerlukan tatalaksana untuk menghilangkan
kondisi yang potensial mengancam nyawa ini dan untuk memperbaiki keadaan
pasien(lihat tabel 7).9
Tabel 7. Manajemen Awal Anemia Aplastik
Menghentikan semua obat-obat atau penggunaan agen kimia yang diduga menjadipenyebab anemia aplastik.
Anemia : transfusi PRC bila terdapat anemia berat sesuai yang dibutuhkan. Pendarahan hebat akibat trombositopenia : transfusi trombosit sesuai yang
dibutuhkan.
Tindakan pencegahan terhadap infeksi bila terdapat neutropenia berat. Infeksi : kultur mikroorganisme, antibiotik spektrum luas bila organisme spesifik
tidak dapat diidentifikasi, G-CSF
-
8/13/2019 Anemia Aplastik Print
29/40
29
Pada kasus yang menakutkan; bila berat badan kurang dan infeksi ada (misalnya olehbakteri gram negatif dan jamur) pertimbangkan transfusi granulosit dari donor yang
belum mendapat terapimbangkan transfusi granulosit dari donor yang belum
mendapat terapi G-CSF. Assessment untuk transplantasi stem sel allogenik : pemeriksaan histocompatibilitas
pasien, orang tua dan saudara kandung pasien.
Pengobatan spesifik aplasia sumsum tulang terdiri dari tiga pilihan yaitu transplantasi
stem sel allogenik, kombinasi terapi imunosupresif (ATG, siklosporindan metilprednisolon)
atau pemberian dosis tinggi siklofosfamid.9 Terapi standar untuk anemia aplastik meliputi
imunosupresi atau transplantasi sumsum tulang. Faktor-faktor seperti usia pasien, adanya
donor saudara yang cocok (matched sibling donor ), faktor-faktor resiko seperti infeksi aktif
atau beban transfusi harus dipertimbangkan untuk menentukan apakah pasien paling baik
mendapat terapi imunosupresif atau transplantasi sumsum tulang. Pasien yang lebih muda
umumnya mentoleransi transplantasi sumsum tulang lebih baik dan sedikit mengalamai
GVHD(Graft Versus Host Disease). Pasien yang lebih tua dan yang mempunyai komorbiditas
biasanya ditawarkan terapi imunosupresif. Suatu algoritme terapi dapatdipakai untuk panduan
penatalaksanaan anemia aplastik.15
Gambar 1. Algoritme penatalaksanaan pasien anemia aplastik berat.
a. Pengobatan SuportifBila terdapat keluhan akibat anemia, diberikan transfusi eritrosit berupa
packed red cells sampai kadar hemoglobin 7-8 g% atau lebih pada orang tua dan
pasien dengan penyakit kardiovaskular. Resiko pendarahan meningkat bila
-
8/13/2019 Anemia Aplastik Print
30/40
30
trombosis kurang dari 20.000/mm3. Transfusi trombosit diberikan bila terdapat
pendarahan atau kadar trombosit dibawah 20.000/mm3 sebagai profilaksis. Pada
mulanya diberikan trombosit donor acak. Transfusi trombosit konsentrat berulang
dapat menyebabkan pembentukan zat anti terhadap trombosit donor. Bila terjadi
sensitisasi, donor diganti dengan yang cocok HLA-nya (orang tua atau saudara
kandung). Pemberian transfusi leukosit sebagai profilaksis masih kontroversial dan
tidak dianjurkan karena efek samping yang lebih parah daripada manfaatnya. Masa
hidup leukosit yang ditransfusikan sangat pendek.
b. Terapi Imunosupresif
Obat-obatan yang termasuk terapi imunosupresif adalah antithymocyte
globulin (ATG) atau antilymphocyte globulin (ALG) dan siklosporin A (CSA).
ATGatau ALG diindikasikan pada:
Anemia aplastik bukan berat Pasien tidak mempunyai donor sumsum tulang yang cocok Anemia aplastik berat, yang berumur lebih dari 20 tahun dan pada saat
pengobatan tidak terdapat infeksi atau pendarahan atau dengan granulosit lebih
dari 200/mm3
Mekanisme kerja ATG atau ALG belum diketahui dengan pasti dan
mungkin melalui koreksi terhadap destruksi T-cell immunomediated pada sel asal
dan stimulasilangsung atau tidak langsung terhadap hemopoiesis. Karena
merupakan produk biologis, pada terapi ATG dapat terjadi reaksi alergi ringan
sampai berat sehingga selalu diberikan bersama-sama dengan kortikosteroid.
Siklosporin juga diberikan dan proses bekerjanya dengan menghambat aktivasi dan
proliferasi preurosir limfosit sitotoksik.
-
8/13/2019 Anemia Aplastik Print
31/40
31
Sebuah protokol pemberian ATG dapat dlihat pada tabel 8.11
Metilprednisolon juga dapat digunakan sebagai ganti prednison. Kombinasi ATG,
siklosporin dan metilprednisolon memberikan angka remisi sebesar 70% pada anemia
aplastik berat. Kombinasi ATG dan metilprednisolon memiliki angka remisi sebesar
46%.
Pemberian dosis tinggi siklofosfamid juga merupakan bentuk terapi
imunosupresif. Pernyataan ini didasarkan karena stem sel hematopoiesis memliki kadar
aldehid dehidrogenase yang tinggi dan relatif resisten terhadap siklofosfamid. Dengan
dasar tersebut, siklofosfamid dalam hal ini lebih bersifat imunosupresif daripada
myelotoksis. Namun, peran obat ini sebagai terapi lini pertama tidak jelas sebab
toksisitasnya mungkin berlebihan yang melebihi dari pada kombinasi ATG dan
siklosporin.9
Pemberian dosis tinggi siklofosfamid sering disarankan untuk imunosupresif
yang mencegah relaps. Namun, hal ini belum dikonfirmasi. Sampai kini, studi-studi
dengan siklofosfamid memberikan lama respon lebih dari 1 tahun.Sebaliknya, 75%
respon terhadap ATG adalah dalam 3 bulan pertama dan relapsdapat terjadi dalam 1tahun setelah terapi ATG.
-
8/13/2019 Anemia Aplastik Print
32/40
32
c. Terapi penyelamatan (Salvage theraphies)
Terapi ini antara lain meliputi siklus imunosupresi berulang,
pemberianfaktor-faktor pertumbuhan hematopoietik dan pemberian steroid
anabolik. Pasien yang refrakter dengan pengobatan ATG pertama dapat
beresponterhadap siklus imunosupresi ATG ulangan. Pada sebuah penelitian,
pasien yangrefrakter ATG kuda tercapai dengan siklus kedua ATG kelinci.
Pemberian faktor-faktor pertumbuhan hematopoietik seperti
Granulocyte-Colony Stimulating Factor (G-CSF) bermanfaat untuk
meningkatkan neutrofil akantetapi neutropenia berat akibat anemia aplastik
biasanya refrakter. Peningkatan neutrofil oleh stimulating faktor ini juga tidak
bertahan lama. Faktor-faktor pertumbuhan hematopoietik tidak boleh dipakai
sebagai satu-satunya modalitas terapi anemia aplastik. Kombinasi G-CSF
dengan terapi imunosupresif telah digunakan untuk terapi penyelamatan pada
kasus-kasus yang refrakter dan pemberiannya yang lama telah dikaitkan
dengan pemulihan hitung darah pada beberapa pasien.11
Steroid anabolik seperti androgen dapat merangsang produksi
eritropoietin dan sel-sel induk sumsum tulang. Androgen terbukti bermanfaat
untuk anemia aplastik ringan dan pada anemia aplastik berat biasanya tidak
bermanfaat. Androgen digunakan sebagai terapi penyelamatan untuk pasien
yang refrakter terapi imunosupresif.9
d. Transplantasi sumsum tulang
Transplantasi sumsum tulang merupakan pilihan utama pada pasien
anemia aplastik berat berusia muda yang memiliki saudara dengan kecocokan
HLA. Akan tetapi, transplantasi sumsum tulang allogenik tersedia hanya pada
sebagan kecil pasien (hanya sekitar 30% pasien yang mempunyai saudara
dengan kecocokan HLA). Batas usia untuk transplantasi sumsum tulang
sebagai terapi primer belum dipastikan, namun pasien yang berusia 35-35
tahun lebih baik bila mendapatkan terapi imunosupresif karena makin
meningkatnya umur, makin meningkat pula kejadian dan beratnya reaksi
penolakan sumsum tulang donor (Graft Versus Host Disesase/GVHD).15
Pasien dengan usia > 40 tahun terbukti memiliki respon yanglebih jelek
dibandingkan pasien yang berusia muda.9,10
-
8/13/2019 Anemia Aplastik Print
33/40
33
Gambar 2. Kelangsungan hidup pada pasien yang mendapatkan transplantasi
sumsumtulang dari donor saudara dengan HLA yang cocok hubungannya dengan
umur.10 Pasien yang mendapatkan transplantasi sumsum tulang memiliki survival yang
lebih baik daripada pasien yang mendapatkan terapi imunosupresif.10
Pasien dengan umur kurang dari 50 tahun yang gagal dengan terapi
imunosupresif (ATG) maka pemberian transplantasi sumsum tulang dapat
dipertimbangkan. Akan tetapi survival pasien yang menerima transplanasi sumsum
tulang namun telahmendapatkan terapi imunosupresif lebih jelek daripada pasien yang
belummendapatkan terapi imunosupresif sama sekali.9,10
Pada pasien yang mendapat terapi imunosupresif sering kali diperlukan transfusi
selama beberapa bulan. Transfusi komponen darah tersebut sedapat mungkin diambil
dari donor yang bukan potensial sebagai donor sumsum tulang. Hal inidiperlukan untuk
mencegah reaksi penolakan cangkokan (graft rejection) karena antibodi yang terbentuk
akibat tansfusi.
Kriteria respon terapi menurut kelompok European Marrow Transplantation
(EBMT) adalah sebagai berikut:- Remisi komplit : bebas transfusi, granulosit sekurang-kurangnya 2000/mm3 dan
trombosit sekurang-kurangnya 100.000/mm3
.- Remisi sebagian : tidak tergantung pada transfusi, granulosit dibawah
2000/mm3dan trombosit dibawah 100.000/mm3
.- Refrakter : tidak ada perbaikan.
-
8/13/2019 Anemia Aplastik Print
34/40
34
3.11 Prognosis9
Prognosis berhubungan dengan jumlah absolut netrofil dan trombosit. Jumlah
absolut netrofil lebih bernilai prognostik daripada yang lain. Jumlah netrofil kurang dari
500/l (0,5x109/liter) dipertimbangkan sebagai anemia aplastik berat dan jumlah netrofil
kurang dari 200/l (0,2x109/liter) dikaitkan dengan respon buruk terhadap imunoterapi
dan prognosis yang jelek bila transplantasi sumsum tulang allogenik tidak tersedia.
Anak-anak memiliki respon yang lebih baik daripada orang dewasa.Anemia aplastik
konstitusional merespon sementara terhadap androgen dan glukokortikoid akan tetapi
biasanya fatal kecuali pasien mendapatkan transplantasi sumsum tulang.
Transplantasi sumsum tulang bersifat kuratif pada sekitar 80% pasien yang
berusia kurang dari 20 tahun, sekitar 70% pada pasien yang berusia 20-40 tahun
dansekitar 50% pada pasien berusia lebih dari 40 tahun. Celakanya, sebanyak 40%
pasienyang bertahan karena mendapatkan transplantasi sumsum tulang akan menderita
gangguan akibat GVHD kronik dan resiko mendapatkan kanker sekitar 11% pada
pasien usia tua atau setelah mendapatkan terapi siklosporin sebelum transplantasi stem
sel. Hasil yang terbaik didapatkan pada pasien yang belum mendapatkan terapi
imunosupresif sebelum transplantasi, belum mendapatkan dan belum tersensitisasi
dengan produk sel darah serta tidak mendapatkan iradiasi dalam hal conditioning untuk
transplantasi.
Sekitar 70% pasien memiliki perbaikan yang bermakna dengan terapi kombinasi
imunosupresif (ATG dengan siklosporin). Walaupun beberapa pasien setelah terapi
memiliki jumlah sel darah yang normal, banyak yang kemudian mendapatkan anemia
sedang atau trombositopenia. Penyakit ini juga akan berkembang dalam 10 tahun
menjadi proxysmal nokturnal hemoglobinuria, sindrom myelodisplastik atau akut
myelogenous leukimia pada 40% pasien yang pada mulanya memiliki respon terhadap
imunosupresif. Pada 168 pasien yang mendapatkan transplantasi sumsum tulang, hanya
sekitar 69% yang bertahan selama15 tahun dan pada 227 pasien yang mendapatkan
terapi imunosupresif, hanya 38% yang bertahan dalam 15 tahun.
Pengobatan dengan dosis tinggi siklofosfamid menghasilkan hasil awal yang
sama dengan kombinasi ATG dan siklosporin. Namun, siklofosfamid memiliki
toksisitas yang lebih besar dan perbaikan hematologis yang lebih lambat walaupun
memiliki remisi yang lebih bertahan lama.
-
8/13/2019 Anemia Aplastik Print
35/40
35
BAB IV
ANALISA KASUS
Pasien perempuan 25 tahun dari usia pasien tersebut termasuk dalam frekuensi
tertinggi dalam terjadinya anemia aplastik yaitu berusia 15 sampai 25 tahun; peringkat kedua
terjadi pada usia 65 sampai 69 tahun. Epidemiologi bahwa pasien anemia aplastik ditemukan
sesuai dengan data pasien yang menunjukan pasien berusia 25 tahun dan terjadi di Indonesia,
salah satu kawasan Asia Pasifik sebagai belahan bumi timur, dimana insidensi kasus anemia
aplastik lebih sering ditemukan daripada belahan bumi bagian barat.
Pasien datang dengan keluhan demam sejak 1 hari SMRS. Demam dirasakan
mendadak dan terus menerus. Dari gejala demam ini, patut dicurigai adanya infeksi padapasien. Selain itu pasien juga mengeluh batuk-batuk dengan dahak sulit keluar. Dari
anamnesis ini dapat diduga bahwa infeksi yang ada kemungkinan dari saluran pernapasan.
Dua bulan SMRS pasien mengeluh perdarahan gusi yang dialami tiba-tiba dan
sebelumnya tidak ada riwayat perdarahan gusi. Hal ini disebabkan karena trombositopenia
yang merupakan salah satu gejala dari anemia aplastik. Pasien berobat ke RSF dan dilakukan
pemeriksaan darah serta BMP dan pasien juga dikatakan menderita anemia aplastik. Dari
anamnesis ini didapatkan bahwa pasien adalah penderita anemia aplastik. Pada anemia
aplastik terjadi pansitopenia perifer sehingga dapat ditemukan gejala-gejala dari pansitopenia
tersebut. Pada pasien ini ditemukan adanya tanda-tanda infeksi pada saluran pernapasan. Hal
ini dapat merupakan akibat dari anemia aplastik yaitu leukopenia yang membuat pasien
menjadi lebih mudah terkena infeksi.
Setelah menjalani perawatan di RSF selama 19 hari, pasien mengaku demam dan
batuk sudah tidak ada. Hal ini menunjukkan adanya perbaikan dari infeksi saluran pernapasan
tersebut. Namun masih didapatkan kedua kedua bola mata tampak ada bercak kemerahan,
bercak kemerahan tersebut dapat disebabkan oleh trombositopenia yang merupakan salah
satu gejala dari anemia aplastik. Selain itu saat ini pasien mengaku kedua bola matanya agak
kuning. Mual dan muntah disangkal oleh pasien. Dari keluhan pasien bahwa kedua bola
matanya agak kuning maka harus dicurigai adanya ikterus pada pasien ini.
Pada pasien ini, etiologi anemia aplastik yang mungkin adalah idiopatik, namun
dicurigai akibat hepatitis B yang diderita pasien walaupun diduga penyebab dari anemia
aplastik adalah hepatitis Non-A, non-B, dan non-C. Pasien menyangkal konsumsi obat-
obatan sebelumnya, riwayat kemoterapi, dan penyinaran disangkal untuk menyingkirkan
-
8/13/2019 Anemia Aplastik Print
36/40
36
kemungkinan penyebab lain baik akibat obat-obatan maupun iatrogenik akibat radiasi dan
kemoterapi.
Lalu dari pemeriksaan fisik pada saat pasien masuk ke RSF didapatkan demam yaitu
39,50C dan takikardia dengan nadi 112x/menit serta takipneu yaitu 24x/menit. Hal ini dapat
terjadi karena adanya infeksi. Sedangkan dari pemeriksaan fisik tanggal 17 Mei 2012
didapatkan bahwa tanda vital pasien dalam keadaan normal. Pasien juga tidak demam, tidak
takikardia dan tidak takipneu. Hal ini menunjukkan adanya perbaikan selama perawatan.
Selain itu didapatkan baik pada pemeriksaan fisik awal dan tanggal 17 Mei 2012
didapatkan bahwa konjungtiva pasien pucat yang menunjukkan bahwa terjadi penurunan Hb
pada pasien sehingga harus dilakukan pemeriksaan untuk mengetahui kadar Hb pada pasien.
Penurunan Hb ini dapat disebabkan karena anemia aplastik. Serta didapatkan adanya
perdarahan subkonjungtiva. Perdarahan subkonjungtiva dapat terjadi secara spontan, karena
batuk kronik atau juga karena terjadinya trombositopenia. Pada pasien ini kemungkinan
karena trombositopenia yang disebabkan oleh anemia aplastik.
Pada pemeriksaan fisik pada awal masuk tidak terdapat ikterik pada kulit dan juga
tidak terdapat sklera ikterik sedangkan dari pemeriksaan fisik pada tanggal 17 Mei 2012 pada
kulit dapat terlihat ikterus dan juga terdapat sklera ikterik. Hal ini menunjukkan adanya
ikterus yang terjadi akut pada pasien.
Pada pemeriksaan thorax saat pasien masuk terdapat kelainan yaitu terdengar ronkhi
basah kasar pada basal kedua lapang paru. Dari hal ini maka pada pasien dapat ditegakkan
diagnosis CAP. Setelah perawtan selama 19 hari di RSF dan telah diberikan antibiotik, dari
pemeriksaan fisik tanggal 17 Mei 2012 tidak didapatkan adanya kelainan. Hal ini terjadi
karena pada pasien sudah mengalami perbaikan setelah perawatan 19 hari di RSF.
Dari pemeriksaan laboratorium sejak pasien masuk RSF hingga tanggal 13 Mei 2012
didapatkan adanya pansitopenia yaitu anemia normositik normokrom, leukopenia,
trombositopenia dan juga didapatkan kadar retikulosit normal. Sedangkan dari pemeriksaan
hitung jenis leukosit didapatkan neutropenia dan juga limfositosis. Dari hasil lab ini makin
menunjukkan bahwa pasien menderita anemia aplastik. Selain itu dari anamnesis didapatkan
bahwa pasien pernah melakukan pemeriksaan BMP dan dikatakan anemia aplastik tetapi dari
rekam medis tidak ditemukan hasil pemeriksaan BMP sehingga seharusnya dilakukan lagi
pemeriksaan BMP untuk lebih memastikan diagnosis anemia aplastik. Pada pasien ini dapat
dikategorikan sebagai anemia aplastik berat karena jumlah neutrofil
-
8/13/2019 Anemia Aplastik Print
37/40
37
Selain itu dari hasil laboratorium ditemukan peningkatan SGOT, SGPT, bilirubin
total, bilirubin indirek dan bilirubin direk. Hal ini menunjukkan bahwa kelainan pada fungsi
hati. Selain itu juga dilakukan pemeriksaan HbsAg didapatkan hasil reaktif. Dari hal ini dapat
ditegakkan diagnosis hepatitis B akut.
Dari hasil pemeriksaan rontgen thorax tanggal 28-4-2012 didapatkan CTR
-
8/13/2019 Anemia Aplastik Print
38/40
38
dengan makrolide IV atau oral atau doxycycline. Selain itu dapat diberikan antibiotik
golongan fluoroquinolon IV. Pada pasien ini sudah diberikan terapi sesuai tinjauan pustaka
yaitu pemberian oksigen O22 liter/menit, inhalasi ventolin : NS=1:1/6 jam dan ciprofloxacin
2x400 mg.
Penatalaksanaan yang terbaik bagi pasien adalah transplantasi sumsum tulang karena
transplantasi sumsum tulang bersifat kuratif sekitar 70% pada pasien yang berusia 20-40
tahun. Selain itu, pada pasien ini hanya diberikan terapi suportif untuk memperbaiki keadaan
umum, tidak bisa mendapatkan terapi imunosipresif karena terdapat infeksi atau pendarahan.
Keadaan ini membuat kondisi pasien semakin buruk karena masalah anemia aplastik tidak
dapat dilakukan secepatnya. Jumlah absolut netrofil lebih bernilai prognostik daripada yang
lain. Dari data Laboratorium, jumlah leukosit dan trombosit semakin menurun. prognosis ini
semakin menjadi lebih buruk akibat penyakit infeksi lain yang menyertai seperti pneumoniae
dan hepatitis B akut.
Prognosis pada pasien ini untuk ad vitam, ad functionam dan ad sanationam adalah
dubia ad malam. Prognosis ad vitam pada pasien ini adalah dubia ad malam karena pada
pasien ini selain terjadi anemia aplastik juga terjadi infeksi yaitu CAP dan juga hepatitis B
akut. Selain itu pada pasien ini termasuk dalam anemia aplastik berat dengan neutrofil
-
8/13/2019 Anemia Aplastik Print
39/40
39
DAFTAR PUSTAKA
1) Salonder H. Anemia aplastik. In: Suyono S, Waspadji S, et al (eds). BukuAjar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi Ketiga. Jakarta. Balai Penerbit
FKUI,2001;501-8.
2) Bakshi S. Aplastic Anemia. Available in URL: HYPERLINKhttp://www.emedicine.com/med/topic162.htm
3) Young NS, Maciejewski J. Aplastic anemia. In: Hoffman. Hematology :BasicPrinciples and Practice 3rd ed. Churcil Livingstone, 2000;153-68.
4) Niazzi M, Rafiq F. The Incidence of Underlying Pathology inPancytopenia.Available in URL: HYPERLINK
http://www.jpmi.org/org_detail.asp
5) Young NS, Maciejewski J. The Pathophysiology of Acquired AplasticAnemia.Available in URL: HYPERLINK
http://content.nejm.org/cgi/content/fill/336/19/
6) Shadduck RK. Aplastic anemia. In: Lichtman MA, Beutler E, et al (eds).WilliamHematology 7th ed. New York : McGraw Hill Medical; 2007.
7) Smith EC, Marsh JC. Acquired aplastic anaemia, other acquired bonemarrowfailure disorders and dyserythropoiesis. In: Hoffbrand AV, Catovsky
D, et al (eds).Post Graduate Haematology 5th edition. USA: Blackwell
Publishing, 2005;190-206.
8) Paquette R, Munker R. Aplastic Anemias. In: Munker R, Hiller E, et al(eds).Modern Hematology Biology and Clinical Management 2nd ed. New
Jersey:Humana Press, 2007 ;207-16.
9) Young NS. Aplastic anemia, myelodysplasia, and related bone marrowfailuresyndromes. In: Kasper DL, Fauci AS, et al (eds). Harrisons Principle
of InternalMedicine. 16th ed. New York: McGraw Hill, 2007:617-25.
10)Hillman RS, Ault KA, Rinder HM. Hematology in Clinical Practice 4 Thed. NewYork: Lange McGraw Hill, 2005.14.
11)Linker CA. Aplastic anemia. In: McPhee SJ, Papadakis MA, et al (eds).CurrentMedical Diagnosis and Treatment. New York: Lange McGraw Hill,
2007;510-11.15.
http://www.emedicine.com/med/topic162.htmhttp://www.emedicine.com/med/topic162.htmhttp://www.jpmi.org/org_detail.asphttp://www.jpmi.org/org_detail.asphttp://content.nejm.org/cgi/content/fill/336/19/http://content.nejm.org/cgi/content/fill/336/19/http://content.nejm.org/cgi/content/fill/336/19/http://www.jpmi.org/org_detail.asphttp://www.emedicine.com/med/topic162.htm -
8/13/2019 Anemia Aplastik Print
40/40
12)Solander H. Anemia aplastik In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, et al (eds).Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi Keempat. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI, 2006;637-43.