Case Anemia Aplastik
-
Upload
aminah-rania-bsa -
Category
Documents
-
view
41 -
download
2
description
Transcript of Case Anemia Aplastik
BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Anemia aplastik adalah kelainan hematologik yang ditandai dengan penurunan
komponen selular pada darah tepi yang diakibatkan oleh kegagalan produksi di sumsum tulang.
Pada keadaan ini jumlah sel-sel darah yang diproduksi tidak memadai. Penderita mengalami
pansitopenia, yaitu keadaan dimana terjadi kekurangan jumlah sel darah merah, sel darah putih,
dan trombosit.1,2,3
Insidensi anemia aplastik bervariasi di seluruh dunia, berkisar antara 2 sampai 6 kasus
persejuta penduduk pertahun.2 Insidensi anemia aplastik diperkirakan lebih sering terjadi
dinegara Timur dibanding negara Barat. Peningkatan insiden mungkin berhubungan dengan
faktor lingkungan seperti peningkatan paparan terhadap bahan kimia toksik dibandingkan faktor
genetik. Hal ini dibuktikan dengan tidak adanya peningkatan insiden pada penduduk Asia yang
tinggal di Amerika. Penelitian yang dilakukan di Thailand menunjukkan peningkatan paparan
dengan pestisida sebagai etiologi yang tersering.3,5
Ketersediaan obat-obat yang dapat diperjualbelikan dengan bebas merupakan salah satu
faktor resiko peningkatan insiden. Obat-obat seperti kloramfenikol terbukti dapat mensupresi
sumsum tulang dan mengakibatkan aplasia sumsum tulang dan mengakibatkan aplasia sumsum
tulang sehingga diperkirakan menjadi penyebab tingginya insiden.6
Diagnosis anemia aplastik dapat ditegakkan berdasarkan gejala subjektif, gejala objektif,
pemeriksaan darah serta pemeriksaan sumsum tulang. Gejala subjektif dan objektif merupakan
manifestasi pansitopenia yang terjadi. Namun, gejala dapat bervariasi dan tergantung dari sel
mana yang mengalami depresi paling berat. Diagnosa pasti anemia aplastik adalah berdasarkan
pemeriksaan darah dan pemeriksaan sumsum tulang. Penegakkan diagnosa secara dini sangatlah
penting sebab semakin dini penyakit ini didiagnosis kemungkinan sembuh secara spontan atau
parsial semakin besar.6,7
1 |
Hampir semua kasus anemia aplastik berkembang ke kematian bila tidak dilakukan
pengobatan. Angka kelangsungan hidup tergantung seberapa berat penyakit saat didiagnosis, dan
bagaimana respon tubuh terhadap pengobatan.8 Semakin berat hipoplasia yang terjadi maka
prognosis akan semakin jelek. Dengan transplantasi tulang kelangsungan hidup 15 tahun dapat
mencapai 69% sedangkan dengan pengobatan imunosupresif mencapai 38%.9
TUJUAN PENULISAN
Penyajian laporan kasus ini ditujukan untuk melaporkan kasus anemia aplastik,selain itu
untuk mengetahui definisi, patogenesis, gejala, tanda, diagnosis, penanganan, komplikasi serta
prognosis dari anemia aplastik.
BAB II
2 |
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Pasien anak bernama D, umur 8 tahun, berjenis kelamin perempuan beralamat
Plumbon, Kabupaten Cirebon. Pasien masuk ke rumah sakit pada tanggal 14 Mei 2012.
Terdaftar dengan nomor rekam medis 43936. Pasien merupakan anak dari Tuan B,
berumur 32 tahun bekerja sebagai pedagang dengan pendidikan terakhir pada sekolah
menengah atas dan ibu pasien bernama nyonya M, berumur 28 tahun dengan pendidikan
terakhir pada sekolah menengah pertama bekerja sebagai ibu rumah tangga.
II. ANAMNESIS
Autoanamnesis dan alloanamnesis tanggal 15 Mei 2012
1. Keluhan utama : pucat dan lemas
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Anak datang ke RSUD Arjawinangun untuk kontrol dan pemeriksaan darah rutin.
Anak tampak pucat terutama pada daerah bibir dan telapak tangan. Badan sering terasa
lemas lalu membaik setelah beristirahat. Anak juga mengeluhkan gusi sering berdarah,
kepala terasa pusing berdenyut-denyut, batuk dan pilek. Anak tidak mengeluhkan
adanya mual dan muntah, mimisan. BAB normal tidak berwarna hitam, BAK normal
berwarna kuning jernih.
Lima bulan yang lalu, tepatnya pada bulan Desember 2012, anak datang ke Poli
anak RSUD Arjawinangun mengeluhkan demam yang berlangsung 5 hari, gusi mudah
berdarah, lebam kebiruan yang muncul tanpa trauma sebelumnya, serta muncul bintik-
bintik merah seperti digigit nyamuk. Anak di rawat di RSUD Arjawinangun selama 2
minggu dan mendapatkan tranfusi PRC 5 kantong, lalu anak dirujuk ke Rumah Sakit
Hasan Sadikin Bandung dan dirawat selama 11 hari. Di RSHS dilakukan Bone Marrow
Aspiration dan dikatakan menderita anemia aplastik.
3 |
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Semenjak masuk sekolah pasien sering mengalami nyeri tenggorokan, batuk, dan
demam namun tidak sampai dirawat inap di rumah sakit. Selama 5 bulan terakhir,
pasien rutin mendapatkan tranfusi darah karena anemia aplastik.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan yang sama seperti pasien.
5. Riwayat Pribadi
Menurut keterangan ibu pasien selama kehamilan, ibu rutin kontrol ke bidan
sebanyak 6 kali dan di imunisasi Toksoid Tetanus sebanyak 2 kali. Pada saat
persalinan,anak dilahirkan secara normal pervaginam pada umur kehamilan 38 minggu,
di tolong oleh bidan, dengan berat badan lahir 3000 gram dan panjang badan 47 cm.
Menurut ibu pasien, setelah dilahirkan anak langsung menangis kuat, gerak aktif, tidak
mengalami sesak dan kebiruan setelah lahir.
6. Riwayat Makanan
Menurut keterangan ibu pasien pada saat pasien berusia 0 sampai dengan 4 bulan
pasien hanya diberikan ASI tanpa makanan tambahan lainnya. Pada saat usia 6 sampai
dengan 10 bulan pasien diberikan ASI ditambah dengan bubur susu 1 kali mangkuk
kecil, nasitim1 kali mangkuk kecil dan buah (pisang/jeruk/pepaya) 2 kali. Pada saat
pasien berusia 10 sampai dengan 12 bulan diberi ASI ditambah PASI (SGM) 2 kali
200 cc, nasi tim 3 kali dan buah 2 kali.Usia 1tahunsampai sekarang diberi PASI (SGM)
4-5 kali 200cc ditambah menu keluarga seperti nasi 3 kali sehari dengan setiap kali
makannya berupa 1 piring kecil, sayur (bayam/katuk/labu), lauk (1 potong ikan /telur/
ayam/tempe) porsi makan dihabiskan dan buah pepaya/pisang/jeruk 1 kali.
7. Perkembangan
4 |
Perkembangan sejak lahir ibu tidak ingat jelas, ibu mengatakan mulai bisa
tengkurap pada usia 4 bulan, mulai duduk pada usia 6 bulan, merangkak pada usia 7 bulan,
berdiri pada usia 1,5 tahun, berjalan pada usia 2 tahun berbicara pada usia 15 bulan.
8. Imunisasi
Riwayat imunisasi menurut pengakuan ibu pasien lengkap. Pasien di imunisasi
BCG pada usia 0 bulan, imunisasi combo DPT dengan Hepatitis B diberikan pada usia
2,3,4 lalu di lakukan booster pada usia 18 bulan, imunisasi polio dilakukan pada usia
1,2,3,4, terakhir adalah campak pada usia 9 bulan.
III. PEMERIKSAAN FISIK
1. Pemeriksaan Umum ( Tanggal 14 Mei 2012 )
Pasien datang dengan keadaan umum tampak sakit sedang dan kompos mentis,
tanda vital pasien seperti nadi 88 kali/menit, nadi teratur, dan isi cukup, suhu 36,20C, dan
pernapasan 20 kali/menit. Berat badan 27 kg dan tinggi badan 118 cm.
Status gizi pasien ini dilihat dari berat badan 27 kg dan tinggi badan 118 cm
badan terlihat ideal, tidak tampak edema, berdasarkan kurva CDC, BB/U (27/26) x 100%
= 103%, TB/U : (118/128) x 100% = 92%, BB/TB : (27/21) x 100% = 128%, BMI 19,39 ,
kesimpulannya anak dengan gizi lebih.
2. Pemeriksaan Khusus
Pada pemeriksaan khusus didapatkan kulit pasien berwarna sawo matang, tidak
tampak ikterik, terdapat petechiae, purpura dan hematoma. Bentuk kepala normal, rambut
hitam, tidak mudah dicabut. Mata bentuk normal, palpebra superior dan inferior tidak
edema, kedudukan bola mata dan alis mata simetris, konjungtiva anemis, sklera tidak
ikterik, kornea jernih, pupil bulat isokor diameter 3 mm, refleks cahaya positif. Telinga
bentuk normal, simetris kanan dan kiri, dan tidak tampak sekret keluar dari liang telinga.
Bentuk hidung simetris, tidak ada deviasi septum, tidak ada sekret dan darah yang keluar
dari hidung. Bentuk mulut tidak ada kelainan, bibir merah tidak kering, tidak ada perioral
sianosis, tonsil T1-T1, faring hiperemis, gigi geligi tidak ada karies, terdapat perdarahan
5 |
gusi. Pada leher tidak terdapat kelainan, kelenjar getah bening tidak teraba membesar,
trakea di tengah, tidak ada kaku kuduk.
Pada pemeriksaan thoraks, didapatkan inspeksi bentuk dada normal, simetris
dalam keadaan stasis dan dinamis, terdapat purpura yang menyebar di seluruh lapang
thorax. Pada palpasi ditemukan fremitus vokal dan taktil simetris kanan dan kiri, tidak
ditemukan adanya krepitasi, fraktur dan massa. Pada perkusi terdengar sonor pada kedua
lapang paru. Sedangkan pada auskultasi suara napas terdengar vesikuler tanpa ronkhi
maupun wheezing. Pada pemeriksaan jantung, didapatkan inspeksi tidak tampak pulsasi
ictus cordis. Pada palpasi teraba pulsasi ictus cordis. Pada perkusi terdengar redup,
sedangkan pada auskultasi terdengar bunyi jantung I - II reguler, tidak ada murmur dan
gallop.
Pada pemeriksaan abdomen, didapatkan inspeksi perut simetris datar. Pada
palpasi abdomen teraba supel, nyeri tekan tidak ada, tidak ditemukan adanya undulasi.
Pada perkusi terdengar timpani diseluruh lapang abdomen, tidak ditemukan adanya shifting
dullness. Pada auskultasi terdengar bising usus dalam frekuensi normal.
Pada pemeriksaan genitalia eksterna, tampak jenis kelamin pasien perempuan,
tidak ada tanda radang. Sedangkan pada pemeriksaan ekstremitas akral teraba hangat, tidak
ada deformitas, tidak ada edema, terdapat purpura dan hematoma.
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pada pemeriksaan laboratorium hematologi tanggal 14 Mei 2012 didapatkan kadar
Leukosit 2.700μl, Hemoglobin 5,5 gr/dl, Hematokrit 17,6 %, Trombosit 100003/μl.
Pada pemeriksaan apusan darah tepi yang dilakukan di RSHS tanggal 16 Desember
2011 didapatkan hasil eritrosit normokrom anisopoikilositosis (target cell), leukosit tidak
ada kelainan morfologi, trombosit jumlah kurang, giant thrombocyte (+).
Pada pemeriksaan hematologi mielogram yag dilakukan di RSHS taggal 16
Desember 2011 didapatkan mieloblast 0, promielosit 0, mieloit 2, metamielosit 1, batang 3,
segmen 19, pronormoblats 1, normoblasy 6, limfoblast 0, limfosit 67, monosit 1.
6 |
Pada pemeriksaan morfologi sum-sum tulang yang dilakukan di RSHS tanggal 16
Desember 2011, didapatkan selularitas hiposeluler, eritropoesis menurun, granulopoesis
menurun, trombopoesis tidak ditemukan megakariosit. Kesan hipoplasia sistem
hematopoetik.
V. RESUME
Seorang pasien perempuan berumur 8 tahun datang ke RSUD Arjawinangun pada
tanggal 14 Mei 2012. Anak tampak pucat terutama pada daerah bibir dan telapak
tangan. Badan sering terasa lemas lalu membaik setelah beristirahat. Anak juga
mengeluhkan gusi sering berdarah, kepala terasa pusing berdenyut-denyut, batuk dan
pilek. BAB normal tidak berwarna hitam, BAK normal berwarna kuning jernih.
Lima bulan yang lalu, tepatnya pada bulan Desember 2012, anak datang ke Poli
anak RSUD Arjawinangun mengeluhkan demam yang berlangsung 5 hari, gusi mudah
berdarah, lebam kebiruan yang muncul tanpa trauma sebelumnya, serta muncul bintik-
bintik merah seperti digigit nyamuk. Anak di rawat di RSUD Arjawinangun dan
mendapatkan tranfusi PRC 5 kantong, lalu anak dirujuk ke Rumah Sakit Hasan Sadikin
Bandung dan Bone Marrow Aspiration dan dikatakan menderita anemia aplastik.
Pasien datang dengan keadaan umum tampak sakit sedang dan kompos mentis,
tanda vital pasien seperti nadi 88 kali/menit, nadi teratur, dan isi cukup, suhu 36,20C, dan
pernapasan 20 kali/menit. Berat badan 27 kg dan tinggi badan 118 cm.
Pada pemeriksaan umum didapatkan tampak sakit sedang dan kesadaran kompos
mentis, tanda vital pasien seperti nadi 110x/menit, nadi teratur dan isi cukup, pernapasan
28x/menit, suhu 39OC. Pada mata didapatkan konjungtiva anemis, faring hiperemis. Pada
pemeriksaan thoraks dan jantung tidak ada kelainan, terdapat purpura yang menyebar di
seluruh lapang thorask. Pada pemeriksaan abdomen tidak terdapat nyeri tekan pada
epigastrium dan hipokondrium. Pada pemeriksaan genitalia tidak ada kelainan. Ekstrimitas
terdapat purpura. Pada pemeriksaan laboratorium hematologi tanggal 14 Mei 2012
didapatkan kadar Leukosit 2.700μl, Hemoglobin 5,5 gr/dl, Hematokrit 17,6 %, Trombosit
100003/μl.
Pada pemeriksaan hapusan darah tepi yang dilakukan di RSHS tanggal 16
Desember 2011 didapatkan hasil eritrosit normokrom anisopoikilositosis (target cell),
7 |
leukosit tidak ada kelainan morfologi, trombosit jumlah kurang, giant thrombocyte (+).
Pada pemeriksaan hematologi mielogram yag dilakukan di RSHS taggal 16 Desember
2011 didapatkan mieloblast 0, promielosit 0, mieloit 2, metamielosit 1, batang 3, segmen
19, pronormoblats 1, normoblasy 6, limfoblast 0, limfosit 67, monosit 1. Pada pemeriksaan
morfologi sum-sum tulang yang dilakukan di RSHS tanggal 16 Desember 2011,
didapatkan selularitas hiposeluler, eritropoesis menurun, granulopoesis menurun,
trombopoesis tidak ditemukan megakariosit. Kesan hipoplasis system hematopoetik.
VI. DIAGNOSIS KERJA
Anemia Aplastik
VII. DIAGNOSIS BANDING
Leukemia
Idiopatik Trombositopeni Purpura
VIII. RENCANA PENGELOLAAN
1. Rencana Pemeriksaan
Pada kasus ini rencana pemeriksaan yang dilakukan pemeriksaan darah rutin.
2. Rencana Pengobatan dan Diit
Pasien diberikan IVFD NaCl 1B 16 tpm/makro, transfusi Packed Red Cell 3x200
cc, Furosemid 3x10 mg, Cefotaxime 2 kali 750 mg IV. Diet makanan biasa 2160
kkal/hari.
IX. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad malam
Ad fungsionam : dubia ad malam
8 |
Ad sanationam : dubia ad malam
PEMANTAUAN
Tanggal 15 Mei 2012
Pasien tampak pucat dan lemas,pusing, terdapat lebam dan memar-memar kebiruan,
bintik-bintik di kulit, perdarahan di gusi. Pasien mengeluh batuk dan pilek tanpa demam,
dan tidak ada mual dan muntah. Pasien tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis,
vital sign seperti nadi 100x/menit, nadi teratur dan isi cukup, pernapasan 24x/menit, suhu
36,5OC.
Pemeriksaan fisik kepala normocephale. Konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik.
Leher tidak ada pembesaran kelenjar getah bening. Pada pemeriksaan jantung BJI-BJII
regular, tidak ada murmur, tidak ada gallop. Pulmo vesikuler di kedua hemithoraks, tidak
ada rhonki, tidak ada wheezing. Abdomen datar, supel, bising usus positif normal tidak ada
nyeri tekan, hepar dan lien tidak teraba membesar. Genitalia tidak ada kelainan. Kedua
ekstrimitas akral hangat, tidak ada edema, terdapat purpura dan hematoma.
Pada pemeriksaan laboratorium hematologi tanggal 14 Mei 2012 didapatkan kadar
Leukosit 2.700μl, Hemoglobin 5,5 gr/dl, Hematokrit 17,6 %, Trombosit 100003/μl.
Hasil gambaran pemeriksaan apus darah tepi kesan pansitopeni.
Diagnosa kerja pada pasien ini adalah Anemia aplastik.
Pasien diberikan IVFD NaCl 16 tpm/makro, transfusi Packed Red Cell 3x200 cc,
Furosemid 3x10 mg, Cefotaxime 2 kali 750 mg IV. Diet makanan biasa 2160 kkal/hari.
Tanggal 16 Mei 2012
Pasien tidak tampak pucat dan lemas, masih terdapat lebam dan memar-memar
kebiruan, bintik-bintik di kulit, dan perdarahan di gusi. Pasien mengeluh batuk dan pilek
9 |
tanpa demam, dan tidak ada mual dan muntah. Pasien tampak sakit sedang, kesadaran
compos mentis, vital sign seperti nadi 100x/menit, nadi teratur dan isi cukup, pernapasan
20x/menit, suhu 36,3OC.
Pemeriksaan fisik kepala normocephale. Konjungtiva tidakanemis, sklera tidak
ikterik. Leher tidak ada pembesaran kelenjar getah bening. Pada pemeriksaan jantung BJI-
BJII regular, tidak ada murmur, tidak ada gallop. Pulmo vesikuler di kedua hemithoraks,
tidak ada rhonki, tidak ada wheezing. Abdomen datar, supel, bising usus positif normal
tidak ada nyeri tekan, hepar dan lien tidak teraba membesar. Genitalia tidak ada kelainan.
Kedua ekstremitas akral hangat, tidak ada edema, terdapat purpura dan hematoma.
Pada pemeriksaan laboratorium hematologi tanggal 16 Mei 2012 didapatkan kadar
Leukosit 2.300μl, Hemoglobin 13,0 gr/dl, Hematokrit 41,3 %, Trombosit 100003/μl.
Diagnosa kerja pada pasien ini adalah Anemia aplastik.
Pasien diberikan IVFD NaCl 16 tpm/makro, Cefotaxime 2x 1gr IV. Diet makanan
biasa 2160 kkal/hari. Pasien diperbolehkan pulang.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
10 |
1.1 Definisi Anemia Aplastik
Anemia aplastik adalah suatu sindroma kegagalan sumsum tulang yang ditandai dengan
pansitopenia perifer dan hipoplasia sumsum tulang.4 Pada anemia aplastik terjadi penurunan
produksi sel darah dari sumsum tulang sehingga menyebabkan retikulositopenia, anemia,
granulositopenia, monositopenia dan trombositopenia.9 Istilah anemia aplastik sering juga
digunakan untuk menjelaskan anemia refrakter atau bahkan pansitopenia oleh sebab apapun.
Sinonim lain yang sering digunakan antara lain hipositemia progressif, anemia aregeneratif,
aleukia hemoragika, panmyeloptisis, anemia hipoplastik dan anemia paralitik toksik.1
1.2 Epidemiologi
Anemia aplastik jarang ditemukan. Insidensi bervariasi di seluruh dunia, berkisar antara 2
sampai 6 kasus persejuta penduduk pertahun.2 Analisis retrospektif di Amerika Serikat
memperkirakan insiden anemia aplastik berkisar antara 2 sampai 5 kasus persejuta penduduk
pertahun.9 The Internasional Aplastic Anemia and Agranulocytosis Study dan French Study
memperkirakan ada 2 kasus persejuta orang pertahun.2,9 Frekuensi tertinggi anemia aplastik
terjadi pada orang berusia 15 sampai 25 tahun; peringkat kedua terjadi pada usia 65 sampai 69
tahun.
1.3 Klasifikasi Anemia Aplastik
Anemia aplastik umumnya diklasifikasikan sebagai berikut :
A. Klasifikasi menurut kausa2 :
1. Idiopatik : bila kausanya tidak diketahui; ditemukan pada kira-kira 50% kasus.
2. Sekunder : bila kausanya diketahui.
3. Konstitusional : adanya kelainan DNA yang dapat diturunkan, misalnya anemia
Fanconi
B. Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan atau prognosis (lihat tabel 1).
Tabel 1. Klasifikasi anemia aplastik berdasarkan tingkat keparahan.3,9,10
11 |
Anemia aplastik berat
Anemia aplastik sangat berat
Anemia aplastik bukan berat
- Seluraritas sumsum tulang <25% atau 25-50%
dengan <30% sel hematopoietik residu, dan
- Dua dari tiga kriteria berikut :
netrofil < 0,5x109/l
trombosit <20x109 /l
retikulosit < 20x109 /l
Sama seperti anemia aplastik berat kecuali
netrofil <0,2x109/l
Pasien yang tidak memenuhi kriteria anemia
aplastik berat atau sangat berat; dengan sumsum
tulang yang hiposelular dan memenuhi dua dari
tiga kriteria berikut :
- netrofil < 1,5x109/l
- trombosit < 100x109/l
- hemoglobin <10 g/dl
1.4 Etiologi Anemia Aplastik
Anemia aplastik sering diakibatkan oleh radiasi dan paparan bahan kimia. Akan tetapi,
kebanyakan pasien penyebabnya adalah idiopatik, yang berarti penyebabnya tidak diketahui.4,11
Anemia aplastik dapat juga terkait dengan infeksi virus dan dengan penyakit lain (Tabel 2).
Tabel 2. Klasifikasi Etiologi Anemia aplastik.6,12
Anemia Aplastik yang Didapat (Acquired Aplastic Anemia)
12 |
Anemia aplastik sekunder
Radiasi
Bahan-bahan kimia dan obat-obatan
Efek regular
Bahan-bahan sitotoksik
Benzene
Reaksi Idiosinkratik
Kloramfenikol
NSAID
Anti epileptik
Emas
Bahan-bahan kimia dan obat-obat lainya
Virus
Virus Epstein-Barr (mononukleosis infeksiosa)
Virus Hepatitis (hepatitis non-A, non-B, non-C, non-G)
Parvovirus (krisis aplastik sementara, pure red cell aplasia)
Human immunodeficiency virus (sindroma immunodefisiensi yang didapat)
Penyakit-penyakit Imun
Eosinofilik fasciitis
Hipoimunoglobulinemia
Timoma dan carcinoma timus
13 |
Penyakit graft-versus-host pada imunodefisiensi
Paroksismal nokturnal hemoglobinuria
Kehamilan
Idiopathic aplastic anemia
Anemia Aplatik yang diturunkan (Inherited Aplastic Anemia)
Anemia Fanconi
Diskeratosis kongenita
Sindrom Shwachman-Diamond
Disgenesis reticular
Amegakariositik trombositopenia
Anemia aplastik familial
Preleukemia (monosomi 7, dan lain-lain.)
Sindroma nonhematologi (Down, Dubowitz, Seckel)
1.4.1 Radiasi
Aplasia sumsum tulang merupakan akibat akut yang utama dari radiasi dimana stem sel
dan progenitor sel rusak. Radiasi dapat merusak DNA dimana jaringan-jaringan dengan mitosis
yang aktif seperti jaringan hematopoiesis sangat sensitif.4,12 Bila stem sel hematopoiesis yang
terkena maka terjadi anemia aplastik. Radiasi dapat berpengaruh pula pada stroma sumsum
tulang dan menyebabkan fibrosis.2
Efek radiasi terhadap sumsum tulang tergantung dari jenis radiasi, dosis dan luasnya
paparan sumsum tulang terhadap radiasi. Radiasi berenergi tinggi dapat digunakan sebagai terapi
dengan dosis tinggi tanpa tanda-tanda kerusakan sumsum tulang asalkan lapangan penyinaran
14 |
tidak mengenai sebagian besar sumsum tulang. Pada pasien yang menerima radiasi seluruh tubuh
efek radiasi tergantung dari dosis yang diterima. Efek pada sumsum tulang akan sedikit pada
dosis kurang dari 1 Sv (ekuivalen dengan 1 Gy atau 100 rads untuk sinar X). Jumlah sel darah
dapat berkurang secara reversibel pada dosis radiasi antara 1 dan 2,5 Sv (100 dan 250 rads).
Kehilangan stem sel yang ireversibel terjadi pada dosis radiasi yang lebih tinggi. Bahkan pasien
dapat meninggal disebabkan kerusakan sumsum tulang pada dosis radiasi 5 sampai 10 Sv kecuali
pasien menerima transplantasi sumsum tulang. Paparan jangka panjang dosis rendah radiasi
eksterna juga dapat menyebabkan anemia aplastik.13
1.4.2 Bahan-bahan Kimia
Bahan kimia seperti benzene dan derivat benzene berhubungan dengan anemia aplastik
dan akut myelositik leukemia (AML). Beberapa bahan kimia yang lain seperti insektisida dan
logam berat juga berhubungan dengan anemia yang berhubungan dengan kerusakan sumsum
tulang dan pansitopenia.13
1.4.3 Obat-obatan
Anemia aplastik dapat terjadi atas dasar hipersensitivitas atau dosis obat berlebihan.
Praktis semua obat dapat menyebabkan anemia aplastik pada seseorang dengan predisposisi
genetik. Yang sering menyebabkan anemia aplastik adalah kloramfenikol. Obat-obatan lain yang
juga sering dilaporkan adalah fenilbutazon, senyawa sulfur, emas, dan antikonvulsan, obat-
obatan sitotoksik misalnya mieleran atau nitrosourea.2
Tabel 3. Obat-obatan yang menyebabkan Anemia Aplastik9
Kategori Resiko Tinggi Resiko Resiko Rendah
15 |
Menengah
Analgesik Fenasetin, aspirin,
salisilamide
Anti aritmia Kuinidin, tokainid
Anti artritis Garam Emas Kolkisin
Anti konvulsan Karbamazepin,
hidantoin,
felbamat
Etosuksimid,
Fenasemid, primidon,
trimethadion, sodium
valproate
Anti histamin Klorfeniramin,
pirilamin, tripelennamin
Anti hipertensi Captopril, methyldopa
Anti inflamasi Penisillamin,
fenilbutazon,
oksifenbutazon
Diklofenak, ibuprofen,
indometasin, naproxen,
sulindac
Anti mikroba
Anti bakteri Kloramfenikol Dapsone, metisillin,
penisilin, streptomisin,
β-lactam antibiotik
Anti fungal Amfoterisin, flusitosin
Anti protozoa Kuinakrine Klorokuin, mepakrin,
pirimetamin
16 |
Obat Anti neoplasma
Alkylating
agen
Busulfan,
cyclophosphamide,
melphalan, nitrogen
mustard
Anti metabolit Fluorourasil,
mercaptopurine,
methotrexate
Antibiotik
Sitotoksik
Daunorubisin,
doxorubisin,
mitoxantrone
Anti platelet Tiklopidin
Anti tiroid Karbimazol, metimazol,
metiltiourasil, potassium
perklorat, propiltiourasil,
sodium thiosianat
Sedative dan
tranquilizer
Klordiazepoxide,
Klorpromazine (dan
fenothiazin yang lain),
lithium, meprobamate,
metiprilon
Sulfonamid dan turunannya
Anti bakteri Numerous sulfonamides
Diuretik Acetazolamide Klorothiazide,
17 |
furosemide
Hipoglikemik Klorpropamide,
tolbutamide
Lain-lain Allopurinol, interferon,
pentoxifylline
Catatan : Obat dengan dosis tinggi dapat menyebabkan aplasia sumsum tulang disebut resiko
tinggi. Obat dengan 30 kasus dilaporkan menyebabkan anemia aplastik merupakan resiko
menengah dan selainnya yang lebih jarang merupakan resiko rendah.
1.4.4 Infeksi
Anemia aplastik dapat disebabkan oleh infeksi virus seperti virus hepatitis, virus Epstein-
Barr, HIV dan rubella. Virus hepatitis merupakan penyebab yang paling sering. Pansitopenia
berat dapat timbul satu sampai dua bulan setelah terinfeksi hepatitis. Walaupun anemia aplastik
jarang diakibatkan hepatitis akan tetapi terdapat hubungan antara hepatitis seronegatif fulminan
dengan anemia aplastik.. Parvovirus B19 dapat menyebabkan krisis aplasia sementara pada
penderita anemia hemolitik kongenital (sickle cell anemia, sferositosis herediter, dan lain-lain).
Pada pasien yang imunokompromise dimana gagal memproduksi neutralizing antibodi terhadap
Parvovirus suatu bentuk kronis red cell aplasia dapat terjadi.8,12,13
Infeksi virus biasanya berhubungan dengan supresi minimal pada sumsum tulang,
biasanya terlihat neutropenia dan sedikit jarang trombositopenia. Virus dapat menyebabkan
kerusakan sumsum tulang secara langsung yaitu dengan infeksi dan sitolisis sel hematopoiesis
atau secara tidak langsung melalui induksi imun sekunder, inisiasi proses autoimun yang
menyebabkan pengurangan stem sel dan progenitor sel atau destruksi jaringan stroma
penunjang.4
1.4.5 Faktor Genetik
18 |
Kelompok ini sering dinamakan anemia aplastik konstitusional dan sebagian dari
padanya diturukan menurut hukum mendell, contohnya anemia Fanconi. Anemia Fanconi
merupakan kelainan autosomal resesif yang ditandai oleh hipoplasia sumsung tulang disertai
pigmentasi coklat dikulit, hipoplasia ibu jari atau radius, mikrosefali, retardasi mental dan
seksual, kelainan ginjal dan limpa.2
1.5 Patogenesis11
Setidaknya ada tiga mekanisme terjadinya anemia aplastik. Anemia aplastik yang
diturunkan (inherited aplastic anemia), terutama anemia Fanconi disebabkan oleh
ketidakstabilan DNA. Beberapa bentuk anemia aplastik yang didapatkan (acquired aplastic
anemia) disebabkan kerusakan langsung stem sel oleh agen toksik, misalnya radiasi. Patogenesis
dari kebanyakan anemia aplastik yang didapatkan melibatkan reaksi autoimun terhadap stem sel.
Anemia Fanconi barangkali merupakan bentuk inherited anemia aplastik yang paling
sering karena bentuk inherited yang lain merupakan penyakit yang langka. Kromosom pada
penderita anemia Fanconi sensitif (mudah sekali) mengalami perubahan DNA akibat obat-obat
tertentu. Sebagai akibatnya, pasien dengan anemia Fanconi memiliki resiko tinggi terjadi aplasia,
myelodysplastic sindrom (MDS) dan akut myelogenous leukemia (AML). Kerusakan DNA juga
mengaktifkan suatu kompleks yang terdiri dari protein Fanconi A, C, G dan F. Hal ini
menyebabkan perubahan pada protein FANCD2. Protein ini dapat berinteraksi, contohnya
dengan gen BRCA1 (gen yang terkait dengan kanker payudara). Mekanisme bagaimana
berkembangnya anemia Fanconi menjadi anemia aplastik dari sensitifitas mutagen dan kerusakan
DNA masih belum diketahui dengan pasti.
Kerusakan oleh agen toksik secara langsung terhadap stem sel dapat disebabkan oleh
paparan radiasi, kemoterapi sitotoksik atau benzene. Agen-agen ini dapat menyebabkan rantai
DNA putus sehingga menyebabkan inhibisi sintesis DNA dan RNA.
Kehancuran hematopoiesis stem sel yang dimediasi sistem imun mungkin merupakan
mekanisme utama patofisiologi anemia aplastik. Walaupun mekanismenya belum diketahui
benar, tampaknya T limfosit sitotoksik berperan dalam menghambat proliferasi stem sel dan
19 |
mencetuskan kematian stem sel. “Pembunuhan” langsung terhadap stem sel telah dihipotesa
terjadi melalui interaksi antara Fas ligand yang terekspresi pada sel T dan Fas (CD95) yang ada
pada stem sel, yang kemudian terjadi perangsangan kematian sel terprogram (apoptosis).
1.6 Gejala dan Pemeriksaan Fisis Anemia Aplastik
Pada anemia aplastik terdapat pansitopenia sehingga keluhan dan gejala yang timbul
adalah akibat dari pansitopenia tersebut. Hipoplasia eritropoietik akan menimbulkan anemia
dimana timbul gejala-gejala anemia antara lain lemah, dyspnoe d’effort, palpitasi cordis,
takikardi, pucat dan lain-lain. Pengurangan elemen lekopoisis menyebabkan granulositopenia
yang akan menyebabkan penderita menjadi peka terhadap infeksi sehingga mengakibatkan
keluhan dan gejala infeksi baik bersifat lokal maupun bersifat sistemik. Trombositopenia tentu
dapat mengakibatkan pendarahan di kulit, selaput lendir atau pendarahan di organ-organ.7 Pada
kebanyakan pasien, gejala awal dari anemia aplastik yang sering dikeluhkan adalah anemia atau
pendarahan, walaupun demam atau infeksi kadang-kadang juga dikeluhkan.1
Anemia aplastik mungkin asimtomatik dan ditemukan pada pemeriksaan rutin Keluhan
yang dapat ditemukan sangat bervariasi (Tabel 4). Pada tabel 4 terlihat bahwa pendarahan, lemah
badan dan pusing merupakan keluhan yang paling sering dikemukakan.
Tabel 4. Keluhan Pasien Anemia Apalastik (n=70)2
Jenis Keluhan %
Pendarahan 83
20 |
Lemah badan
Pusing
Jantung berdebar
Demam
Nafsu makan berkurang
Pucat
Sesak nafas
Penglihatan kabur
Telinga berdengung
80
69
36
33
29
26
23
19
13
Pemeriksaan fisis pada pasien anemia aplastik pun sangat bervariasi. Pada tabel 5 terlihat
bahwa pucat ditemukan pada semua pasien yang diteliti sedangkan pendarahan ditemukan pada
lebih dari setengah jumlah pasien. Hepatomegali, yang sebabnya bermacam-macam ditemukan
pada sebagian kecil pasien sedangkan splenomegali tidak ditemukan pada satu kasus pun.
Adanya splenomegali dan limfadenopati justru meragukan diagnosis.2
Tabel 5. Pemeriksaan Fisis pada Pasien Anemia Aplastik2
Jenis Pemeriksaan Fisik %
Pucat 100
21 |
Pendarahan
Kulit
Gusi
Retina
Hidung
Saluran cerna
Vagina
Demam
Hepatomegali
Splenomegali
63
34
26
20
7
6
3
16
7
0
1.7 Pemeriksaan Penunjang
1.7.1 Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan Darah
Pada stadium awal penyakit, pansitopenia tidak selalu ditemukan. Anemia yang terjadi
bersifat normokrom normositer, tidak disertai dengan tanda-tanda regenerasi. Adanya eritrosit
muda atau leukosit muda dalam darah tepi menandakan bukan anemia aplastik. Kadang-kadang
pula dapat ditemukan makrositosis, anisositosis, dan poikilositosis.2
Jumlah granulosit ditemukan rendah. Pemeriksaan hitung jenis sel darah putih
menunjukkan penurunan jumlah neutrofil dan monosit. Limfositosis relatif terdapat pada lebih
dari 75% kasus. Jumlah neutrofil kurang dari 500/mm3 dan trombosit kurang dari 20.000/mm3
menandakan anemia aplastik berat. Jumlah neutrofil kurang dari 200/mm3 menandakan anemia
aplastik sangat berat.2,9
22 |
Jumlah trombosit berkurang secara kuantitias sedang secara kualitas normal. Perubahan
kualitatif morfologi yang signifikan dari eritrosit, leukosit atau trombosit bukan merupakan
gambaran klasik anemia aplastik yang didapat (acquired aplastic anemia). Pada beberapa
keadaan, pada mulanya hanya produksi satu jenis sel yang berkurang sehingga diagnosisnya
menjadi red sel aplasia atau amegakariositik trombositopenia. Pada pasien seperti ini, lini
produksi sel darah lain juga akan berkurang dalam beberapa hari sampai beberapa minggu
sehingga diagnosis anemia aplastik dapat ditegakkan.9
Laju endap darah biasanya meningkat. Waktu pendarahan biasanya memanjang dan
begitu juga dengan waktu pembekuan akibat adanya trombositopenia. Hemoglobin F meningkat
pada anemia aplastik anak dan mungkin ditemukan pada anemia aplastik konstitusional.2
Plasma darah biasanya mengandung growth factor hematopoiesis, termasuk
erittropoietin, trombopoietin, dan faktor yang menstimulasi koloni myeloid. Kadar Fe serum
biasanya meningkat dan klirens Fe memanjang dengan penurunan inkorporasi Fe ke eritrosit
yang bersirkulasi.9
b. Pemeriksaan sumsum tulang
Aspirasi sumsum tulang biasanya mengandung sejumlah spikula dengan daerah yang
kosong, dipenuhi lemak dan relatif sedikit sel hematopoiesis. Limfosit, sel plasma, makrofag dan
sel mast mungkin menyolok dan hal ini lebih menunjukkan kekurangan sel-sel yang lain
daripada menunjukkan peningkatan elemen-elemen ini. Pada kebanyakan kasus gambaran
partikel yang ditemukan sewaktu aspirasi adalah hiposelular. Pada beberapa keadaan, beberapa
spikula dapat ditemukan normoseluler atau bahkan hiperseluler, akan tetapi megakariosit
rendah.9
Biopsi sumsum tulang dilakukan untuk penilaian selularitas baik secara kualitatif maupun
kuantitatif. Semua spesimen anemia aplastik ditemukan gambaran hiposelular. Aspirasi dapat
memberikan kesan hiposelular akibat kesalahan teknis (misalnya terdilusi dengan darah perifer),
atau dapat terlihat hiperseluler karena area fokal residual hematopoiesis sehingga aspirasi
sumsum tulang ulangan dan biopsi dianjurkan untuk mengklarifikasi diagnosis.9,12
23 |
Suatu spesimen biopsi dianggap hiposeluler jika ditemukan kurang dari 30% sel pada
individu berumur kurang dari 60 tahun atau jika kurang dari 20% pada individu yang berumur
lebih dari 60 tahun.8
International Aplastic Study Group mendefinisikan anemia aplastik berat bila selularitas
sumsum tulang kurang dari 25% atau kurang dari 50% dengan kurang dari 30% sel
hematopoiesis terlihat pada sumsum tulang.9
1.7.2 Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan radiologis umumnya tidak dibutuhkan untuk menegakkan diagnosa anemia
aplastik. Survei skletelal khusunya berguna untuk sindrom kegagalan sumsum tulang yang
diturunkan, karena banyak diantaranya memperlihatkan abnormalitas skeletal. Pada pemeriksaan
MRI (Magnetic Resonance Imaging) memberikan gambaran yang khas yaitu ketidakhadiran
elemen seluler dan digantikan oleh jaringan lemak.
1.8 Diagnosa3,9,10
Diagnosa pasti ditegakkan berdasarkan pemeriksaan darah dan dan pemeriksaan sumsum
tulang. Pada anemia aplastik ditemukan pansitopenia disertai sumsum tulang yang miskin
selularitas dan kaya akan sel lemak sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya. Pansitopenia
dan hiposelularitas sumsum tulang tersebut dapat bervariasi sehingga membuat derajat anemia
aplastik (lihat tabel 1).
1.9 Diagnosa Banding
Diagnosis banding anemia yaitu dengan setiap kelainan yang ditandai dengan
pansitopenia perifer. Beberapa penyebab pansitopenia terlihat pada tabel 6.
Table 6 Penyebab Pansitopenia14
24 |
Kelainan sumsum tulang
Anemia aplastik
Myelodisplasia
Leukemia akut
Myelofibrosis
Penyakit Infiltratif: limfoma, myeloma, carcinoma, hairy cell leukemia
Anemia megaloblastik
Kelainan bukan sumsum tulang
Hipersplenisme
Sistemik lupus eritematosus
Infeksi: tuberculosis, AIDS, leishmaniasis, brucellosis
Kelainan yang paling sering mirip dengan anemia aplastik berat yaitu sindrom
myelodisplastik dimana kurang lebih 5 sampai 10 persen kasus sindroma myelodisplasia tampak
hipoplasia sumsum tulang. Beberapa ciri dapat membedakan anemia aplastik dengan sindrom
myelodisplastik yaitu pada myelodisplasia terdapat morfologi film darah yang abnormal
(misalnya poikilositosis, granulosit dengan anomali pseudo-Pelger- Hüet), prekursor eritroid
sumsum tulang pada myelodisplasia menunjukkan gambaran disformik serta sideroblast yang
patologis lebih sering ditemukan pada myelodisplasia daripada anemia aplastik. Selain itu,
prekursor granulosit dapat berkurang atau terlihat granulasi abnormal dan megakariosit dapat
menunjukkan lobulasi nukleus abnormal (misalnya mikromegakariosit unilobuler).9
Kelainan seperti leukemia akut dapat dibedakan dengan anemia aplastik yaitu dengan
adanya morfologi abnormal atau peningkatan dari sel blast atau dengan adanya sitogenetik
abnormal pada sel sumsum tulang. Leukemia akut juga biasanya disertai limfadenopati,
hepatosplenomegali, dan hipertrofi gusi.7,14
25 |
Hairy cell leukemia sering salah diagnosa dengan anemia aplastik. Hairy cell leukemia
dapat dibedakan dengan anemia aplastik dengan adanya splenomegali dan sel limfoid abnormal
pada biopsi sumsum tulang.14
Pansitopenia dengan normoselular sumsum tulang biasanya disebabkan oleh sistemik
lupus eritematosus (SLE), infeksi atau hipersplenisme. Selularitas sumsum tulang yang
normoselular jelas membedakannya dengan anemia aplastik.
1.10 Penatalaksanaan
Anemia berat, pendarahan akibat trombositopenia dan infeksi akibat granulositopenia dan
monositopenia memerlukan tatalaksana untuk menghilangkan kondisi yang potensial
mengancam nyawa ini dan untuk memperbaiki keadaan pasien (lihat tabel 7).9
Tabel 7. Manajemen Awal Anemia Aplastik9
Menghentikan semua obat-obat atau penggunaan agen kimia yang diduga menjadi penyebab
anemia aplastik.
Anemia : transfusi PRC bila terdapat anemia berat sesuai yang dibutuhkan.
Pendarahan hebat akibat trombositopenia : transfusi trombosit sesuai yang dibutuhkan.
Tindakan pencegahan terhadap infeksi bila terdapat neutropenia berat.
Infeksi : kultur mikroorganisme, antibiotik spektrum luas bila organisme spesifik tidak dapat
26 |
diidentifikasi.
Assessment untuk transplantasi stem sel allogenik : pemeriksaan histocompatibilitas pasien,
orang tua dan saudara kandung pasien.
Pengobatan spesifik aplasia sumsum tulang terdiri dari tiga pilihan yaitu transplantasi
stem sel allogenik, kombinasi terapi imunosupresif (ATG, siklosporin dan metilprednisolon) atau
pemberian dosis tinggi siklofosfamid.9 Terapi standar untuk anemia aplastik meliputi
imunosupresi atau transplantasi sumsum tulang. Faktor-faktor seperti usia pasien, adanya donor
saudara yang cocok (matched sibling donor), faktor-faktor resiko seperti infeksi aktif atau beban
transfusi harus dipertimbangkan untuk menentukan apakah pasien paling baik mendapat terapi
imunosupresif atau transplantasi sumsum tulang. Pasien yang lebih muda umumnya mentoleransi
transplantasi sumsum tulang lebih baik dan sedikit mengalamai GVHD (Graft Versus Host
Disease). Pasien yang lebih tua dan yang mempunyai komorbiditas biasanya ditawarkan terapi
imunosupresif. Suatu algoritme terapi dapat dipakai untuk panduan penatalaksanaan anemia
aplastik.15
27 |
Gambar 1. Algoritme penatalaksanaan pasien anemia aplastik berat.15
a. Pengobatan Suportif15
Bila terapat keluhan akibat anemia, diberikan transfusi eritrosit berupa packed red cells
sampai kadar hemoglobin 7-8 g% atau lebih pada orang tua dan pasien dengan penyakit
kardiovaskular.
Resiko pendarahan meningkat bila trombosis kurang dari 20.000/mm3. Transfusi
trombosit diberikan bila terdapat pendarahan atau kadar trombosit dibawah 20.000/mm3 sebagai
profilaksis. Pada mulanya diberikan trombosit donor acak. Transfusi trombosit konsentrat
berulang dapat menyebabkan pembentukan zat anti terhadap trombosit donor. Bila terjadi
sensitisasi, donor diganti dengan yang cocok HLA-nya (orang tua atau saudara kandung).
Pemberian transfusi leukosit sebagai profilaksis masih kontroversial dan tidak dianjurkan
karena efek samping yang lebih parah daripada manfaatnya. Masa hidup leukosit yang
ditransfusikan sangat pendek.
b. Terapi Imunosupresif
Obat-obatan yang termasuk terapi imunosupresif adalah antithymocyte globulin (ATG)
atau antilymphocyte globulin (ALG) dan siklosporin A (CSA). ATG atau ALG diindikasikan
pada15 :
- Anemia aplastik bukan berat
- Pasien tidak mempunyai donor sumsum tulang yang cocok
- Anemia aplastik berat, yang berumur lebih dari 20 tahun dan pada saat pengobatan tidak
terdapat infeksi atau pendarahan atau dengan granulosit lebih dari 200/mm3
Mekanisme kerja ATG atau ALG belum diketahui dengan pasti dan mungkin melalui
koreksi terhadap destruksi T-cell immunomediated pada sel asal dan stimulasi langsung atau
tidak langsung terhadap hemopoiesis.15
Karena merupakan produk biologis, pada terapi ATG dapat terjadi reaksi alergi ringan
sampai berat sehingga selalu diberikan bersama-sama dengan kortikosteroid.15 Siklosporin juga
28 |
diberikan dan proses bekerjanya dengan menghambat aktivasi dan proliferasi preurosir limfosit
sitotoksik.15 Sebuah protokol pemberian ATG dapat dlihat pada tabel 8.11
Tabel 8. Protokol Pemberian ATG pada anemia aplastik11
Dosis test ATG :
ATG 1:1000 diencerkan dengan saline 0,1 cc disuntikan intradermal pada lengan
dengan saline kontrol 0,1 cc disuntikkan intradermal pada lengan sebelahnya.
Bila tidak ada reaksi anafilaksis, ATG dapat diberikan.
Premedikasi untuk ATG (diberikan 30 menit sebelum ATG) :
Asetaminofen 650 mg peroral
Difenhidrahim 50 mg p.o atau intravena perbolus
Hidrokortison 50 mg intravena perbolus
Terapi ATG :
ATG 40 g/kg dalam 1000 cc NS selama 8-12 jam perhari untuk 4 hari
Obat-obat yang diberikan serentak dengan ATG :
Prednison 100 mg/mm2 peroral 4 kali sehari dimulai bersamaan dengan ATG
dan dilanjutkan selama 10-14 hari; kemudian bila tidak terjadi serum
sickness, tapering dosis setiap 2 minggu.
Siklosporin 5mg/kg/hari peroral diberikan 2 kali sehari sampai respon maksimal
kemudian di turunkan 1 mg/kg atau lebih lambat. Pasien usia 50 tahun atau
lebih mendapatkan dosis siklosporin 4mg/kg. Dosis juga harus diturunkan
bila terdapat kerusakan fungsi ginjal atau peningkatan enzim hati.
29 |
Metilprednisolon juga dapat digunakan sebagai ganti predinison. Kombinasi ATG,
siklosporin dan metilprednisolon memberikan angka remisi sebesar 70% pada anemia aplastik
berat. Kombinasi ATG dan metilprednisolon memiliki angka remisi sebesar 46%.15
Pemberian dosis tinggi siklofosfamid juga merupakan bentuk terapi imunosupresif.
Pernyataan ini didasarkan karena stem sel hematopoiesis memliki kadar aldehid dehidrogenase
yang tinggi dan relatif resisten terhadap siklofosfamid. Dengan dasar tersebut, siklofosfamid
dalam hal ini lebih bersifat imunosupresif daripada myelotoksis. Namun, peran obat ini sebagai
terapi lini pertama tidak jelas sebab toksisitasnya mungkin berlebihan yang melebihi dari pada
kombinasi ATG dan siklosporin.9 Pemberian dosis tinggi siklofosfamid sering disarankan untuk
imunosupresif yang mencegah relaps. Namun, hal ini belum dikonfirmasi. Sampai kini, studi-
studi dengan siklofosfamid memberikan lama respon leih dari 1 tahun. Sebaliknya, 75% respon
terhadap ATG adalah dalam 3 bulan pertama dan relaps dapat terjadi dalam 1 tahun setelah
terapi ATG.15
c. Terapi penyelamatan (Salvage theraphies)
Terapi ini antara lain meliputi siklus imunosupresi berulang, pemberian faktor-faktor
pertumbuhan hematopoietik dan pemberian steroid anabolik.15
Pasien yang refrakter dengan pengobatan ATG pertama dapat berespon terhadap siklus
imunosupresi ATG ulangan. Pada sebuah penelitian, pasien yang refrakter ATG kuda tercapai
dengan siklus kedua ATG kelinci.15
Pemberian faktor-faktor pertumbuhan hematopoietik seperti Granulocyte-Colony
Stimulating Factor (G-CSF) bermanfaat untuk meningkatkan neutrofil akan tetapi neutropenia
berat akibat anemia aplastik biasanya refrakter. Peningkatan neutrofil oleh stimulating faktor ini
juga tidak bertahan lama. Faktor-faktor pertumbuhan hematopoietik tidak boleh dipakai sebagai
satu-satunya modalitas terapi anemia aplastik. Kombinasi G-CSF dengan terapi imunosupresif
telah digunakan untuk terapi penyelamatan pada kasus-kasus yang refrakter dan pemberiannya
yang lama telah dikaitkan dengan pemulihan hitung darah pada beberapa pasien.11,15
30 |
Steroid anabolik seperti androgen dapat merangsang produksi eritropoietin dan sel-sel
induk sumsum tulang. Androgen terbukti bermanfaat untuk anemia aplastk ringan dan pada
anemia aplastik berat biasanya tidak bermanfaat. Androgen digunakan sebagai terapi
penyelamatan untuk pasien yang refrakter terapi imunosupresif.9,15
d. Transplantasi sumsum tulang
Transplantasi sumsum tulang merupakan pilihan utama pada pasien anemia aplastik berat
berusia muda yang memiliki saudara dengan kecocokan HLA. Akan tetapi, transplantasi sumsum
tulang allogenik tersedia hanya pada sebagan kecil pasien (hanya sekitar 30% pasien yang
mempunyai saudara dengan kecocokan HLA). Batas usia untuk transplantasi sumsum tulang
sebagai terapi primer belum dipastikan, namun pasien yang berusia 35-35 tahun lebih baik bila
mendapatkan terapi imunosupresif karena makin meningkatnya umur, makin meningkat pula
kejadian dan beratnya reaksi penolakan sumsum tulang donor (Graft Versus Host
Disesase/GVHD).15 Pasien dengan usia > 40 tahun terbukti memiliki respon yang lebih jelek
dibandingkan pasien yang berusia muda.9,10
Gambar 2. Kelangsungan hidup pada pasien yang mendapatkan transplantasi sumsum tulang dari
donor saudara dengan HLA yang cocok hubungannya dengan umur.10
31 |
Pasien yang mendapatkan transplantasi sumsum tulang memiliki survival yang lebih baik
daripada pasien yang mendapatkan terapi imunosupresif.10 Pasien dengan umur kurang dari 50
tahun yang gagal dengan terapi imunosupresif (ATG) maka pemberian transplantasi sumsum
tulang dapat dipertimbangkan.15 Akan tetapi survival pasien yang menerima transplanasi sumsum
tulang namun telah mendapatkan terapi imunosupresif lebih jelek daripada pasien yang belum
mendapatkan terapi imunosupresif sama sekali.9,10
Pada pasien yang mendapat terapi imunosupresif sering kali diperlukan transfusi selama
beberapa bulan. Transfusi komponen darah tersebut sedapat mungkin diambil dari donor yang
bukan potensial sebagai donor sumsum tulang. Hal ini diperlukan untuk mencegah reaksi
penolakan cangkokan (graft rejection) karena antibodi yang terbentuk akibat tansfusi.15
Kriteria respon terapi menurut kelompok European Marrow Transplantation (EBMT)
adalah sebagai berikut15 :
- Remisi komplit : bebas transfusi, granulosit sekurang-kurangnya 2000/mm3 dan trombosit
sekurang-kurangnya 100.000/mm3.
- Remisi sebagian : tidak tergantung pada transfusi, granulosit dibawah 2000/mm3 dan trombosit
dibawah 100.000/mm3.
- Refrakter : tidak ada perbaikan.
1.11 Prognosis9
Prognosis berhubungan dengan jumlah absolut netrofil dan trombosit. Jumlah absolut
netrofil lebih bernilai prognostik daripada yang lain. Jumlah netrofil kurang dari 500/l
(0,5x109/liter) dipertimbangkan sebagai anemia aplastik berat dan jumlah netrofil kurang dari
200/l (0,2x109/liter) dikaitkan dengan respon buruk terhadap imunoterapi dan prognosis yang
jelek bila transplantasi sumsum tulang allogenik tidak tersedia. Anak-anak memiliki respon yang
lebih baik daripada orang dewasa. Anemia aplastik konstitusional merespon sementara terhadap
androgen dan glukokortikoid akan tetapi biasanya fatal kecuali pasien mendapatkan transplantasi
sumsum tulang.
32 |
Transplantasi sumsum tulang bersifat kuratif pada sekitar 80% pasien yang berusia
kurang dari 20 tahun, sekitar 70% pada pasien yang berusia 20-40 tahun dan sekitar 50% pada
pasien berusia lebih dari 40 tahun. Celakanya, sebanyak 40% pasien yang bertahan karena
mendapatkan transplantasi sumsum tulang akan menderita gangguan akibat GVHD kronik dan
resiko mendapatkan kanker sekitar 11% pada pasien usia tua atau setelah mendapatkan terapi
siklosporin sebelum transplantasi stem sel. Hasil yang terbaik didapatkan pada pasien yang
belum mendapatkan terapi imunosupresif sebelum transplantasi, belum mendapatkan dan belum
tersensitisasi dengan produk sel darah serta tidak mendapatkan iradiasi dalam hal conditioning
untuk transplantasi.
Sekitar 70% pasien memiliki perbaikan yang bermakna dengan terapi kombinasi
imunosupresif (ATG dengan siklosporin). Walaupun beberapa pasien setelah terapi memiliki
jumlah sel darah yang normal, banyak yang kemudian mendapatkan anemia sedang atau
trombositopenia. Penyakit ini juga akan berkembang dalam 10 tahun menjadi proxysmal
nokturnal hemoglobinuria, sindrom myelodisplastik atau akut myelogenous leukimia pada 40%
pasien yang pada mulanya memiliki respon terhadap imunosupresif. Pada 168 pasien yang
mendapatkan transplantasi sumsum tulang, hanya sekitar 69% yang bertahan selama 15 tahun
dan pada 227 pasien yang mendapatkan terapi imunosupresif, hanya 38% yang bertahan dalam
15 tahun.
Pengobatan dengan dosis tinggi siklofosfamid menghasilkan hasil awal yang sama
dengan kombinasi ATG dan siklosporin. Namun, siklofosfamid memiliki toksisitas yang lebih
besar dan perbaikan hematologis yang lebih lambat walaupun memiliki remisi yang lebih
bertahan lama.
33 |
BAB IV
KESIMPULAN
Anemia aplastik adalah kelainan hematologik yang disebabkan oleh kegagalan produksi
di sumsum tulang sehingga mengakibatkan penurunan komponen selular pada darah tepi yaitu
berupa keadaan pansitopenia (kekurangan jumlah sel darah merah, sel darah putih, dan
trombosit).
Anemia aplastik merupakan penyakit yang jarang ditemukan. Insidensinya bervariasi di
seluruh dunia yaitu berkisar antara 2 sampai 6 kasus persejuta penduduk pertahun. Frekuensi
tertinggi insidensi anemia aplastik adalah pada usia muda.
34 |
Anemia aplastik dapat disebabkan oleh bahan kimia, obat-obatan, virus, dan terkait
dengan penyakit-penyakit yang lain. Anemia aplastik juga ada yang ditururunkan seperti anemia
Fanconi. Akan tetapi, kebanyakan kasus anemia aplastik merupakan idiopatik.
Tanda dan gejala klinis anemia aplastik merupakan manifestasi dari pansitopenia yang
terjadi. Hipoplasia eritropoietik akan menimbulkan gejala-gejala anemia antara lain lemah,
dyspnoe d’effort, palpitasi cordis, takikardi, pucat dan lain-lain. Pengurangan elemen lekopoisis
(granulositopenia) menyebabkan penderita menjadi peka terhadap infeksi sehingga
mengakibatkan keluhan dan gejala infeksi baik bersifat lokal maupun bersifat sistemik.
Trombositopenia dapat mengakibatkan pendarahan di kulit, selaput lendir atau pendarahan di
organ-organ. Gejala yang paling menonjol tergantung dari sel mana yang mengalami depresi
paling berat.
Pansitopenia perifer adalah kelainan hematologis yang utama untuk anemia aplastik.
Anemia bersifat normokrom normositer dan tidak disertai tanda-tanda regenerasi. Leukopenia
berupa grnaulositopenia. Trombosit kuantitas berkurang sedang secara kualitatif normal.
Sumsum tulang akan mengandung banyak sel lemak dan menganduk sedikit sekali sel-sel
hemopoisis. Tidak terlihat penambahan sel primitif.
Anemia aplastik bukan berat memiliki sumsum tulang yang hiposelular dan dua dari tiga
kriteria (netrofil < 1,5x109/l, trombosit < 100x109/l, hemoglobin <10 g/dl). Anemia aplastik berat
memiliki seluraritas sumsum tulang <25% atau 25-50% dengan <30% sel hematopoietik residu,
dan dua dari tiga kriteria (netrofil < 0,5x109/l, trombosit <20x109 /l, retikulosit < 20x109 /l).
Anemia aplastik sangat berat sama seperti anemia aplastik berat kecuali netrofil <0,2x109/l.
Pengobatan anemia aplastik dapat bersifat suportif yaitu dengan transfusi PRC dan
trombosit. Penggunaan obat-obat atau agen kimia yang diduga menjadi penyebab anemia
aplastik harus dihentikan. Pemberian antibiotik bila terjadi infeksi juga harus dilakukan untuk
memperbaiki keadaan umum pasien. Terapi standar untuk anemia aplastik meliputi terapi
imunosupresif atau transplantasi sumsum tulang. Pasien yang lebih muda umumnya mentoleransi
transplantasi sumsum tulang lebih baik dan sedikit mengalamai GVHD (Graft Versus Host
Disease). Pasien yang lebih tua dan yang mempunyai komorbiditas biasanya ditawarkan terapi
imunosupresif.
35 |
Prognosis dipengaruhi banyak hal, antara lain derajat anemia aplastik, usia pasien, ada
tidaknya donor dengan HLA yang cocok untuk transplantasi sumsum tulang allogenik serta
apakah pasien telah mendapatkan terapi imunosupresif sebelum tranplantasi sumsum tulang.
DAFTAR PUSTAKA
1. Price, Sylvia A, 1995 Patofisiologi :konsep klinis proses-proses penyakit, ed 4,
EGC, Jakarta.
2. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 1985, Glomerulonefritis akut, 835-
839, Infomedika, Jakarta.
3. Ilmu Kesehatan Nelson, 2000, vol 3, ed Wahab, A. Samik, Ed 15,
Glomerulonefritis akut pasca streptokokus,1813-1814, EGC, Jakarta.
4. http://www/.5mcc.com/ Assets/ SUMMARY/TP0373.html. Accessed Maret 8 th,
2012.
5. http://www .Findarticles.com/cf0/g2601/0005/2601000596/pi/article.jhtm?term=g
lomerunopritis+salt+dialysis. Accessed Maret 8th, 2012.
6. Markum. M.S, Wiguno .P, Siregar.P,1990, Glomerulonefritis, Ilmu Penyakit
36 |
Dalam II, 274-281, Balai Penerbit FKUI,Jakarta.
7. Donna J. Lager,M.D.http;//www.vh.org/adult/provider/pathologi/GN/GNHP.html.
Accessed Maret 8th, 2012.
8. http;//www.enh.org/encyclopedia/ency/article/000475.asp. Accessed Maret 8th,
2012.
9. http://www.kalbefarma.com/files/cdk/files/08_KlarifikasiHistopatologik.pdf/
08_KlarifikasiHistopatologik.html. Accessed Maret 8th, 2012.
10. http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/11_HematuriPadaAnak.pdf/
11_HematuriPadaAnak.html. Accessed Maret 8th, 2012.
11. http://pkukmweb.ukm.my/~danial/Streptococcus.html . Accessed Maret 8th, 2012.
12. http://medlinux.blogspot.com/2007/09/glomerulonephritis-akut.html . Accessed
Maret 8th, 2012.
13. http://www.uam.es/departamentos/medicina/patologia/19-20x.JPG . Accessed
Maret 8th, 2012.
14. http://yumizone.files.wordpress.com/2009/07/ginjal.html . Accessed Maret 8th,
2012.
37 |