LP Anemia Aplastik

40
LAPORAN PENDAHULUAN ANEMIA APLASTIK Disusun Untuk Memenuhi Tugas Profesi Departemen Medikal di Ruang 27 RSSA Malang Oleh : DANASTRI DANNISWARI 115070201111023 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN

description

ANEMIA

Transcript of LP Anemia Aplastik

Page 1: LP Anemia Aplastik

LAPORAN PENDAHULUAN ANEMIA APLASTIK

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Profesi

Departemen Medikal di Ruang 27 RSSA Malang

Oleh :

DANASTRI DANNISWARI 115070201111023

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATANFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG2015

Page 2: LP Anemia Aplastik

DEFINISI ANEMIAa. Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa eritrosit (red cell mass)

sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah yang cukup ke

jaringan perifer (penurunan oxygen carrying capacity). Secara praktis anemia ditunjukkan oleh

penurunan kadar hemoglobin, hematokrit atau hitung eritrosit (red cell count). (Bakta, 2009)

Kriteria Anemia menurut WHO

Laki-laki dewasa Hb < 13 gr/dL

Wanita dewasa tidak hamil Hb < 12 gr/dL

Wanita hamil Hb < 11 gr/dL

b. Anemia adalah penurunan kadar hemoglobin dalam sirkulasi darah. Ada tiga kelompok besar

anemia:

Perdarahan secara berlebihan. Misalnya perdarahan saluran cerna, keluarnya darah haid

secara berlebihan, hemoroid (wasir) dan sebagainya.

Penurunan atau gangguan produksi sel darah merah. Ini dapat terjadi akibat kurangnya zat

besi, vitamin B 12, dan folat.

Penghancuran sel darah merah yang berlebihan, misalnya akibat penyakit talassemia dan

penyakit autoimun.

KLASIFIKASI ANEMIAKlasifikasi Anemia menurut etiopatogenesis : (Bakta.2009)

A. Anemia karena gangguan pembentukan eritrosit dalam sumsum tulang

1. Kekurangan bahan esensial pembentuk eritrosit

a. Anemia defisiensi besi

b. Anemia defisiensi asam folat

c. Anemia defisiensi vitamin B12

2. Gangguan penggunaan besi

a. Anemia akibat penyakit kronik

b. Anemia sideroblastik

3. Kerusakan sumsum tulang

a. ANEMIA APLASTIKb. Anemia mieloptisik

c. Anemia pada keganasan hematologi

d. Anemia diseritropoietik

e. Anemia pada sindrom mielodisplastik

B. Anemia akibat perdarahan

1. Anemia pasca perdarahan akut

2. Anemia akibat perdarahan kronik

Page 3: LP Anemia Aplastik

C. Anemia hemolitik

1. Anemia hemolitik intrakorpuskular

a. Gangguan membran eritrosit (membranopati)

b. Gangguan enzim eritrosit (enzimopati): anemia akibat defisiensi G6PD

c. Gangguan hemoglobin (hemoglobinopati)

- Thalasemia

- Hemoglobinopati struktural : HbS, HbE, dll

2. Anemia hemolitik ekstrakorpuskuler

a. Anemia hemolitik autoimun

b. Anemia hemolitik mikroangiopatik

c. Lain-lain

D. Anemia dengan penyebab tidak diketahui atau dengan patogenesis yang kompleks

Klasifikasi anemia berdasarkan morfologi dan etiologi: (Bakta.2009)

A. Anemia hipokromik mikrositer

a. Anemia defisiensi besi

b. Thalasemia major

c. Anemia akibat penyakit kronik

d. Anemia sideroblastik

B. Anemia normokromik normositer

a. Anemia pasca perdarahan akut

b. Anemia aplastik

c. Anemia hemolitik didapat

d. Anemia akibat penyakit kronik

e. Anemia pada gagal ginjal kronik

f. Anemia pada sindrom mielodisplastik

g. Anemia pada keganasan hematologik

C. Anemia makrositer

a. Bentuk megaloblastik

1. Anemia defisiensi asam folat

2. Anemia defisiensi B12, termasuk anemia pernisiosa

b. Bentuk non-megaloblastik

1. Anemia pada penyakit hati kronik

2. Anemia pada hipotiroidisme

3. Anemia pada sindrom mielodisplastik

Page 4: LP Anemia Aplastik

1. DEFINISI ANEMIA APLASTIKa. Menurut The National Organization for Rare Disorders (NORD, 2008), anemia aplastik adalah

kelainan yang memiliki karakteristik berupa kegagalan sumsum tulang dalam memproduksi sel-

sel darah yang cukup untuk sirkulasi. Kekurangan produksi sel-sel darah tersebut berpotensi

sangan serius atau dapat menjadi penyakit yang fatal apabila tidak diatasi sebagaimana

mestinya.

b. Anemia aplastik adalah suatu kegagalan anatomi dan fisiologi dari sumsum tulang yang

mengarah pada suatu penurunan nyata atau tidak adanya unsure pembentuk darah dalam

sumsum. Hal ini khas dengan penurunan produksi eritrosit akibat pergantian dari unsure produksi

eritrosit dalam sumsum oleh jaringan lemak hiposeluler, juga dapat mempengaruhi megakaryosit

mengarah pada neutropenia (Sacharin, 2002).

c. Anemia aplastik didapat merupakan kelainan hematologi yang serius yang memiliki karakteristik

berupa pansitopenia dan aplasia atau hipoplasia sumsum tulang.

2. EPIDEMIOLOGI ANEMIA APLASTIKAnemia aplastik jarang ditemukan. Insidensi bervariasi di seluruh dunia, berkisar antara 2 sampai

6 kasus persejuta penduduk pertahun. Analisis retrospektif di Amerika Serikat memperkirakan insiden

anemia aplastik berkisar antara 2 sampai 5 kasus persejuta penduduk pertahun. The Internasional

Aplastic Anemia and Agranulocytosis Study dan French Study memperkirakan ada 2 kasus persejuta

orang pertahun. Frekuensi tertinggi anemia aplastik terjadi pada orang berusia 15 sampai 25 tahun;

peringkat kedua terjadi pada usia 65 sampai 69 tahun. Anemia aplastik lebih sering terjadi di Timur

Jauh, dimana insiden kira-kira 7 kasus persejuta penduduk di Cina, 4 kasus persejuta penduduk di

Thailand dan 5 kasus persejuta penduduk di Malaysia. Penjelasan kenapa insiden di Asia Timur lebih

besar daripada di negara Barat belum jelas. Peningkatan insiden ini diperkirakan berhubungan

dengan faktor lingkungan seperti peningkatan paparan dengan bahan kimia toksik, dibandingkan

dengan faktor genetik. Hal ini terbukti dengan tidak ditemukan peningkatan insiden pada orang Asia

yang tinggal di Amerika.

3. KLASIFIKASI ANEMIA APLASTIKAnemia aplastik umumnya diklasifikasikan sebagai berikut :

A. Klasifikasi menurut kausa2 :

1. Idiopatik : bila kausanya tidak diketahui; ditemukan pada kira-kira 50% kasus.

2. Sekunder : bila kausanya diketahui.

3. Konstitusional : adanya kelainan DNA yang dapat diturunkan, misalnya anemia Fanconi

B. Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan atau prognosis

Anemia Aplastik Berat Seluraritas sumsum tulang <25% atau 25-50% dengan <30%

Page 5: LP Anemia Aplastik

sel hematopoietik residu, dan

Dua dari tiga kriteria berikut :

netrofil < 0,5x109/l

trombosit <20x109 /l

retikulosit < 20x109 /l

Anemia Aplastik

Sangat Berat

Sama seperti anemia aplastik berat kecuali netrofil <0,2x109/l

Anemia Aplastik Bukan

Berat

Pasien yang tidak memenuhi kriteria anemia aplastik berat atau

sangat berat; dengan sumsum tulang yang hiposelular dan

memenuhi dua dari tiga kriteria berikut :

netrofil < 1,5x109/l

trombosit < 100x109/l

hemoglobin <10 g/dl

4. ETIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO ANEMIA APLASTIKAnemia aplastik sering diakibatkan oleh radiasi dan paparan bahan kimia. Akan tetapi,

kebanyakan pasien penyebabnya adalah idiopatik, yang berarti penyebabnya tidak

diketahui.

Anemia Aplastik

yang Didapat

(Acquired

Aplastic Anemia)/

Anemia Aplastik

Sekunder

Radiasi

Bahan-bahan kimia dan obat-obatan

Efek regular

Bahan-bahan sitotoksik

Benzene

Reaksi Idiosinkratik

Kloramfenikol

NSAID

Anti epileptik

Emas

Bahan-bahan kimia dan obat-obat lainya

Virus

Virus Epstein-Barr (mononukleosis infeksiosa)

Virus Hepatitis (hepatitis non-A, non-B, non-C, non-G)

Parvovirus (krisis aplastik sementara, pure red cell aplasia)

Human immunodeficiency virus (sindroma immunodefisiensi yang didapat)

Penyakit-penyakit Imun

Page 6: LP Anemia Aplastik

Eosinofilik fasciitis

Hipoimunoglobulinemia

Timoma dan carcinoma timus

Penyakit graft-versus-host pada imunodefisiensi

Paroksismal nokturnal hemoglobinuria

Kehamilan

Anemia Aplastik

yang diturunkan

(Inherited Aplastic

Anemia)/ Anemia

Aplastic Ideopatik

Anemia Fanconi

Diskeratosis kongenita

Sindrom Shwachman-Diamond

Disgenesis reticular

Amegakariositik trombositopenia

Anemia aplastik familial

Preleukemia (monosomi 7, dan lain-lain.)

Sindroma nonhematologi (Down, Dubowitz, Seckel)

a. Radiasi

Aplasia sumsum tulang merupakan akibat akut yang utama dari radiasi dimana stem sel dan

progenitor sel rusak. Radiasi dapat merusak DNA dimana jaringan-jaringan dengan mitosis yang

aktif seperti jaringan hematopoiesis sangat sensitif. Bila stem sel hematopoiesis yang terkena

maka terjadi anemia aplastik. Radiasi dapat berpengaruh pula pada stroma sumsum tulang dan

menyebabkan fibrosis. Efek radiasi terhadap sumsum tulang tergantung dari jenis radiasi, dosis

dan luasnya paparan sumsum tulang terhadap radiasi. Radiasi berenergi tinggi dapat digunakan

sebagai terapi dengan dosis tinggi tanpa tanda-tanda kerusakan sumsum tulang asalkan

lapangan penyinaran tidak mengenai sebagian besar sumsum tulang. Pada pasien yang

menerima radiasi seluruh tubuh efek radiasi tergantung dari dosis yang diterima. Efek pada

sumsum tulang akan sedikit pada dosis kurang dari 1 Sv (ekuivalen dengan 1 Gy atau 100 rads

untuk sinar X). Jumlah sel darah dapat berkurang secara reversibel pada dosis radiasi antara 1

dan 2,5 Sv (100 dan 250 rads). Kehilangan stem sel yang ireversibel terjadi pada dosis radiasi

yang lebih tinggi Bahkan pasien dapat meninggal disebabkan kerusakan sumsum tulang pada

dosis radiasi 5 sampai 10 Sv kecuali pasien menerima transplantasi sumsum tulang. Paparan

jangka panjang dosis rendah radiasi eksterna juga dapat menyebabkan anemia aplastik.

b. Bahan-Bahan Kimia

Bahan kimia seperti benzene dan derivat benzene berhubungan dengan anemia aplastik

dan akut myelositik leukemia (AML). Beberapa bahan kimia yang lain seperti insektisida dan

logam berat juga berhubungan dengan anemia yang berhubungan dengan kerusakan sumsum

tulang dan pansitopenia.

c. Obat-Obatan

Page 7: LP Anemia Aplastik

Anemia aplastik dapat terjadi atas dasar hipersensitivitas atau dosis obat berlebihan.

Praktis semua obat dapat menyebabkan anemia aplastik pada seseorang dengan predisposisi

genetik. Yang sering menyebabkan anemia aplastik adalah kloramfenikol. Obat-obatan lain yang

juga sering dilaporkan adalah fenilbutazon, senyawa sulfur, emas, dan antikonvulsan, obat-

obatan sitotoksik misalnya mieleran atau nitrosourea.

Obat-Obatan yang menyebabkan Anemia Aplastik

Page 8: LP Anemia Aplastik

Catatan : Obat dengan dosis tinggi dapat menyebabkan aplasia sumsum tulang disebut

resiko tinggi. Obat dengan 30 kasus dilaporkan menyebabkan anemia aplastik

merupakan resiko menengah dan selainnya yang lebih jarang merupakan

resiko rendah.

d. Infeksi

Anemia aplastik dapat disebabkan oleh infeksi virus seperti virus hepatitis, virus

Epstein-Barr, HIV dan rubella. Virus hepatitis merupakan penyebab yang paling sering.

Pansitopenia berat dapat timbul satu sampai dua bulan setelah terinfeksi hepatitis.

Walaupun anemia aplastik jarang diakibatkan hepatitis akan tetapi terdapat hubungan

antara hepatitis seronegatif fulminan dengan anemia aplastik.. Parvovirus B19 dapat

menyebabkan krisis aplasia sementara pada penderita anemia hemolitik kongenital

(sickle cell anemia, sferositosis herediter, dan lain-lain). Pada pasien yang

imunokompromise dimana gagal memproduksi neutralizing antibodi terhadap Parvovirus

suatu bentuk kronis red cell aplasia dapat terjadi.

Infeksi virus biasanya berhubungan dengan supresi minimal pada sumsum

tulang, biasanya terlihat neutropenia dan sedikit jarang trombositopenia. Virus dapat

menyebabkan kerusakan sumsum tulang secara langsung yaitu dengan infeksi dan

sitolisis sel hematopoiesis atau secara tidak langsung melalui induksi imun sekunder,

inisiasi proses autoimun yang menyebabkan pengurangan stem sel dan progenitor sel

atau destruksi jaringan stroma penunjang.

e. Faktor Genetik

Kelompok ini sering dinamakan anemia aplastik konstitusional dan sebagian dari

padanya diturukan menurut hukum mendell, contohnya anemia Fanconi. Anemia

Fanconi merupakan kelainan autosomal resesif yang ditandai oleh hipoplasia sumsung

tulang disertai pigmentasi coklat dikulit, hipoplasia ibu jari atau radius, mikrosefali,

retardasi mental dan seksual, kelainan ginjal dan limpa.

f. Pekerjaan

Pekerja tani di rural Thailand memiliki hubungan penting dengan anemia

aplastik. Pestisida agrikultur telah dilaporkan berhubungan dengan anemia aplastik.

Hubungan signifikan yang telah diteliti pada pestisida agrikultur yang disebut

organofosfat, DDT, dan karbamat.15

Tidak ada bukti yang menyatakan bahwa penggunaan pestisida rumah tangga

yang dapat meningkatkan risiko anemia aplastik. Terdapat 2 penelitian case-control

Page 9: LP Anemia Aplastik

yang meneliti pajanan cat dan benzene yang dapat meningkatkan risiko anemia aplastik.

Terdapat pula hubungan signifikan untuk lem dan tinner.8

g. Status sosial ekonomi

Terdapat trend signifikan dalam peningkatan risiko dengan penurunan tahun

edukasi dan pemasukan rumah tangga total. Status sosioekonomi bukan merupakan

kausa anemia aplastik namun lebih pada indicator pada faktor risiko lingkungan yang

memungkinkan agen-agen infeksius, dan pajanan toksik yang prevalensinya lebih sering

terjadi pada individu dengan status sosioekonomi yang rendah.

5. MANIFESTASI KLINIK ANEMIA APLASTIKPada anemia aplastik terdapat pansitopenia sehingga keluhan dan gejala yang

timbul adalah akibat dari pansitopenia tersebut. Hipoplasia eritropoietik akan menimbulkan

anemia dimana timbul gejala-gejala anemia antara lain lemah, dyspnoe d’effort, palpitasi

cordis, takikardi, pucat dan lain-lain. Pengurangan elemen lekopoisis menyebabkan

granulositopenia yang akan menyebabkan penderita menjadi peka terhadap infeksi

sehingga mengakibatkan keluhan dan gejala infeksi baik bersifat lokal maupun bersifat

sistemik. Trombositopenia tentu dapat mengakibatkan pendarahan di kulit, selaput lendir

atau pendarahan di organ-organ. Pada kebanyakan pasien, gejala awal dari anemia aplastik

yang sering dikeluhkan adalah anemia atau pendarahan, walaupun demam atau infeksi

kadang-kadang juga dikeluhkan. Anemia aplastik mungkin asimtomatik dan ditemukan pada

pemeriksaan rutin Keluhan yang dapat ditemukan sangat bervariasi.

Keluhan yang Dirasakan Klien

Jenis Keluhan %

Pendarahan

Lemah badan

Pusing

Jantung berdebar

Demam

Nafsu makan berkurang

Pucat

Sesak nafas

Penglihatan kabur

Telinga berdengung

83

80

69

36

33

29

26

23

19

13

Page 10: LP Anemia Aplastik

Pemeriksaan fisis pada pasien anemia aplastik pun sangat bervariasi. Pada tabel 5

terlihat bahwa pucat ditemukan pada semua pasien yang diteliti sedangkan pendarahan

ditemukan pada lebih dari setengah jumlah pasien. Hepatomegali, yang sebabnya

bermacam-macam ditemukan pada sebagian kecil pasien sedangkan splenomegali tidak

ditemukan pada satu kasus pun. Adanya splenomegali dan limfadenopati justru meragukan

diagnosis.

Hasil Pemeriksaan Fisik yang Ditemukan pada Klien

Jenis Pemeriksaan Fisik %

Pucat

Pendarahan

Kulit

Gusi

Retina

Hidung

Saluran cerna

Vagina

Demam

Hepatomegali

Splenomegali

100

63

34

26

20

7

6

3

16

7

0

6. PATOFISIOLOGI ANEMIA APLASTIKTerlampir

7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK A. Pemeriksaan laboratorium

a. Darah Tepi

Pada stadium awal penyakit, pansitopenia tidak selalu ditemukan. Jenis anemia

adalah normokromik normositik. Kadang-kadang, ditemukan pula makrositosis,

anisositosis, dan poikilositosis. Adanya eritrosit muda atau leukosit muda dalam

darah tepi menandakan bukan anemia aplastik. Granulosit dan trombosit ditemukan

rendah. Limfositosis relatif ditemukan pada lebih dari 75% kasus.

Persentase retikulosit umumnya normal atau rendah. Pada sebagian kecil kasus,

persentase retikulosit ditemukan lebih dari 2%. Akan tetapi, bila nilai ini dikoreksi

terhadap beratnya anemia (corrected reticulocyte count) maka diperoleh persentase

Page 11: LP Anemia Aplastik

retikulosit normal atau rendah juga. Adanya retikulositosis setelah dikoreksi

menandakan bukan anemia aplastik.

Perbedaan antara gambaran sumsum tulang normal dan sumsum tulang aplastik

dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar. Sumsum tulang normal (kiri) dan aplastik (kanan)

b. Laju Endap Darah

Laju endap darah selalu meningkat. Menurut Widjanarko dkk (2007), 62 dari 70

kasus (89%) mempunyai laju endap darah lebih dari 100 mm dalam jam pertama.

c. Faal Hemostasis

Waktu perdarahan memanjang dan retraksi bekuan buruk disebabkan oleh

trombositopenia. Fase hemostasis lainnya normal.

d. Sumsum Tulang

Karena adanya sarang-sarang hemopoiesis hiperaktif yang mungkin teraspirasi,

maka sering diperlukan aspirasi beberapa kali. Diharuskan melakukan biopsi

sumsum tulang pada setiap kasus tersangka anemia aplastik. Hasil pemeriksaan

sumsum tulang sesuai criteria diagnosis.

e. Virus

Evaluasi diagnosis anemia aplastik meliputi pemeriksaan virus Hepatitis, HIV,

parvovirus dan sitomegalovirus.

Page 12: LP Anemia Aplastik

f. Tes Ham atau Tes Hemolisis Sukrosa

Tes ini diperlukan untuk mengetahui adanya PNH sebagai penyebab

g. Kromosom

Pada anemia aplastik didapat, tidak ditemukan kelainan kromosom. Pemeriksaan

sitogenetik dengan fluorescence in situ hybridation (FISH) dan imunofenotipik

dengan flow cytometry diperlukan untuk menyingkirkan diagnosis banding, seperti

myelodisplasia hiposeluler.

h. Defisiensi Imun

Adanya defisiensi imun diketahui melalui penentuan titer immunoglobulin dan

pemeriksaan imunitas sel T.

i. Lain-lain

Hemoglobin F meningkat pada anemia aplastik anak, dan mungkin ditemukan pada

anemia aplastik konstitusional. Kadar eritropoietin ditemukan meningkat pada

anemia aplastik.

B. Pemeriksaan Radiologik

a. Nuclear Magnetic Resonance Imaging

Pemeriksaan ini merupakan cara terbaik untuk mengetahui luasnya perlemakan

karena dapat membuat pemisahan tegas antara daerah sumsum tulang ebrlemak

dan sumsum tulang berseluler.

b. Radionuclide Bone Marrow Imaging (Bone Marrow Scanning)

Luasnya kelainan sumsum tulang dapat ditentukan oleh scanning tubuh setelah

disuntik dengan koloid radioaktif technetium sulfur yang akan terikat pada makrofag

sumsum tulang atau iodium chloride yang akan terikat pada transferin. Dengan

bantuan scan sumsum tulang dapat ditemukan daerah hemopoiesis aktif untuk

memperoleh sel-sel guna pemeriksaan sitogenetik atau kultur sel-sel induk.

8. DIAGNOSA BANDINGAdanya sumsum tulang berlemak pada biopsi menunjukkan aplasia, namun hiposelularitas

sumsum dapat terjadi pada penyakit hematologi lainnya. Uji diagnostic yang baru telah

mempengaruhi diagnosis banding dan pemahaman tentang kegagalan sumsum tulang.

Perbedaan antara anemia aplastik didapat dan herediter telah dipertajam dengan assay

spesifik untuk kelainan kromosomal dan zat kimia tertentu yang menandai anemia Fanconi.

Meskipun biasanya muncul pada anak-anak, anemia Fanconi dapat didiagnosis pada saat

dewasa, walaupun tanpa kelainan skeletal atau urogenital.2

Page 13: LP Anemia Aplastik

Sumsum tulang hiposeluler dibutuhkan untuk diagnosis anemia aplastik. Namun, aspirat

kadang-kadang secara mengejutkan tampak selular meskipun secara keseluruhan sumsum

tulang hiposeluler, sebab sebagian besar pasien masih mempunyai sarang-sarang

hemopoiesis yang masih berlangsung. Jadi, core biopsy 1-2 cm penting untuk pengkajian

selularitas. Diseritropoiesis ringan bukan tidak lazim pada anemia aplastik, khususnya pada

pasien yang juga memiliki populasi sel-sel hemoglobinuria nocturnal paroksismal kecil

sampai sedang. Namun, adanya sejumlah sel kecil sel-sel blas myeloid, atau gambaran

displastik seri myeloid atau megakaryosit membantu diagnosis sindrom myelodisplastik

hipoplastik.

a. Myelodisplasia Hiposeluler

Membedakan anemia aplastik dari sindom myelodisplastik hipoplastik dapat

menjadi tantangan, khususnya pada pasien yang lebih tua, karena sindrom ini lebih

banyak terjadi. Proporsi sel-sel CD34 di sumsum tulang mungkin membantu pada

beberapa kasus. CD34 diekspresikan pada sel-sel asal/induk hemopoietik dan bersifat

fundamental untuk patofisiologi kedua kelainan ini. Pada sindrom myelodisplastik,

ekspansi klonal muncul dari sel asal CD34, sedangkan pada anemia aplastik didapat,

sel-sel asal CD34 merupakan target serangan autoimun. Dengan demikian, proporsi sel-

sel SD34 adalah 0,3% atau kurang pada pasien anemia aplastik, sedangkan

proporsinya normal (0,5-1,0 %) atau lebih tinggi pada sindrm myelodisplastik hipoplastik.

Pemeriksaan sitogenetik sel-sel sumsum tulang sekarang sudah rutin dilakukan,

tetapi interpretasi hasil dapat controversial. Kromosom umumnya normal pada anemia

aplastik, tetapi aneuploidi atau abnormalitas structural relative sering pada sindrom

myelodisplastik. Jika sumsum tulang normal atau hiperseluler dan sel-sel hematopoietik

jelas-jelas dismorfik, maka myelodisplasia mudah dibedakan dari anemia aplastik.

Namun, mungkin pada sekitar 20% kasus, sumsum tulang tampak hiposeluler, selain itu,

perubahan morfologinya mungkin ringan atau meragukan, dan uji kromosom

memberikan hasil normal atau tidak berhasil. Diagnosis banding lebih dipersulit dengan

evolusi anemia aplastik yang telah diobati menjadi myelodisplasia.

Perbedaan antara anemia aplastik dengan MDS hiposeluler sulit didapatkan.

Baik anemia aplastik maupun MDS dapat ditemukan diseritropoiesis. Mikromegakaryosit

di sirkulasi, blas di ssirkulasi, cincin sideroblas, disgranulopoiesis,

dismegakaryositopoiesis, lokalisasi abnormal pada precursor imatur, fibrosis sumsum

tulang, dan peningkatan blas lebih banyak menetap pada MDS.

Page 14: LP Anemia Aplastik

Kemunculan morfologik tersebut didapatkan pada perubahan anemia aplastik

menjadi MDS. Pada penelitian terbaru, 3 kasus anemia aplastik dengan sitogenetik

normal berubah menjadi MDS dengan dismegakaryositopoiesis dan monosomi.

Penelitian sebelumnya menyimpulkan bahwa pewarnaan specimen biopsy trephine

sumsum tulang untuk SD34 dan sel proliferasi antigen nuclear dapat membantu untuk

diferensial diagnosis antara anemia aplastik dan mDS. Penelitian terbaru

memperlihatkan pewarnaan CD61 untuk mengevaluasi megakaryosit. Meskipun

monosomi 7 telah terlihat melibatkan megakaryosit, hal tersebut tidak spesifik untuk

turunan megakaryosit pada gangguan myeloid. Penelitian Dollan et al (2005)

menganjurkan bahwa pada kasus anemia aplastik dengan monosomi 7 harus dievaluasi

secara teliti untuk dismegakaryosit yang dapat mengindikasikan MDS.

A. Dismegakaryositopoiesis setelah penambahan monosomi 7 pada hapusan aspirasi

sumsum tulang (Pewarnaan Wright-giemsa, pembesaran 2000x)

B. Dismegakaryositopoiesis setelah penambahan monosomi 7 pada biopsy trephine

sumsum tulang (Pewarnaan H&E, pembesaran 1200x)

A. Pewarnaan CD61 pada biopsy trephine sumsum tulang yang memperlihatkan

megakaryosit displastik setelah penambahan monosomi 7 (pembesaran 400x)

B. Pewarnaan CD61 pada biopsy trephine pada anemia aplastik sebelumnya dengan

karyotipe normal (pembesaran 400x)

Page 15: LP Anemia Aplastik

b. Leukemia Limfositik Granular Besar

Penyakit ini juga dapat menjadi diagnosis untuk sumsum tulang yang kosong

atau displastik. Limfosit granular besar dapat dikenali dari fenotipenya yang berbeda

pada pemeriksaan mikroskopik darah, yaitu pola pulasan sel-sel khusus pada glow

cytometri, dan ketidakteraturan reseptor sel T yang membuktikan adanya ekspansi

monoclonal populasi sel T.2

c. Anemia Aplastik dan Paroxysmal Haemoglobinuria Paroxyxmal (PNH)

Terdapat hubungan klinis yang sangat kuat antara anemia aplastik dan PNH.

Pada PNH, sel asal hematopoietik abnormal menurunkan populasi sel darah merah,

granulosit dan trombosit yang semuanya tidak mempunyai sekelompok protein

permukaan sel. Dasar genetic PNH adalah mutasi didapat pada gen PIG-A di kromosom

X yang menghentikan sintesis struktur jangkar glikosilfosfatidilinositol. Defisiensi protein

ini menyebabkan hemolisis intravascular, yang mengakibatkan ketidakmampuan eritrosit

untuk meng-inaktivasi komplemen permukaan. Tidak adanya protein tersebut mudah

dideteksi dengan flow cytometry eritrosit dan leukosit, tes Ham, dan sukrosa sekarang

sudah ketinggalan jaman (obsolete).

Telah lama diketahui bahwa beberapa pasien PNH akan mengalami kegagalan

sumsum tulang, dan sevaliknya, PNH dapat ditemukan sebagai “peristiwa klonal lanjut”

bertahun-tahun setelah diagnosis anemia aplastik. Pemeriksaan flow cytometry

memperlihatkan bahwa sejumlah besar pasien dengan kegagalan sumsum tulang

mengalami ekspansi klon PNH hematopoietic pada saat datang.

9. PENATALAKSANAAN ANEMIA APLASTIKAnemia berat, pendarahan akibat trombositopenia dan infeksi akibat granulositopenia dan

monositopenia memerlukan tatalaksana untuk menghilangkan kondisi yang potensial

mengancam nyawa ini dan untuk memperbaiki keadaan pasien.

Manajemen Awal Anemia Aplastik

Menghentikan semua obat-obat atau penggunaan agen kimia yang diduga menjadi

penyebab anemia aplastik.

Anemia : transfusi PRC bila terdapat anemia berat sesuai yang dibutuhkan.

Pendarahan hebat akibat trombositopenia : transfusi trombosit sesuai yang dibutuhkan.

Tindakan pencegahan terhadap infeksi bila terdapat neutropenia berat.

Infeksi : kultur mikroorganisme, antibiotik spektrum luas bila organisme spesifik tidak

dapat diidentifikasi, G-CSF pada kasus yang menakutkan; bila berat badan kurang dan

Page 16: LP Anemia Aplastik

infeksi ada (misalnya oleh bakteri gram negatif dan jamur) pertimbangkan transfusi

granulosit dari donor yang belum mendapat terapi GCSF.

Assessment untuk transplantasi stem sel allogenik : pemeriksaan histocompatibilitas

pasien, orang tua dan saudara kandung pasien. Pengobatan spesifik aplasia sumsum

tulang terdiri dari tiga pilihan yaitu transplantasi stem sel allogenik, kombinasi terapi

imunosupresif (ATG, siklosporin dan metilprednisolon) atau pemberian dosis tinggi

siklofosfamid. Terapi standar untuk anemia aplastik meliputi imunosupresi atau

transplantasi sumsum tulang. Faktor-faktor seperti usia pasien, adanya donor saudara yang cocok (matched sibling

donor), faktor-faktor resiko seperti infeksi aktif atau beban transfusi harus dipertimbangkan

untuk menentukan apakah pasien paling baik mendapat terapi imunosupresif atau

transplantasi sumsum tulang. Pasien yang lebih muda umumnya mentoleransi transplantasi

sumsum tulang lebih baik dan sedikit mengalamai GVHD (Graft Versus Host Disease).

Pasien yang lebih tua dan yang mempunyai komorbiditas biasanya ditawarkan terapi

imunosupresif. Suatu algoritme terapi dapat dipakai untuk panduan penatalaksanaan

anemia aplastik.

Alogaritma Penanganan Klien Anemia Aplastik Berat

a. Pengobatan Suportif

Bila terapat keluhan akibat anemia, diberikan transfusi eritrosit berupa packed red

cells sampai kadar hemoglobin 7-8 g% atau lebih pada orang tua dan pasien dengan

penyakit kardiovaskular. Resiko pendarahan meningkat bila trombosis kurang dari

20.000/mm3. Transfusi trombosit diberikan bila terdapat pendarahan atau kadar

trombosit dibawah 20.000/mm3 sebagai profilaksis. Pada mulanya diberikan trombosit

donor acak. Transfusi trombosit konsentrat berulang dapat menyebabkan pembentukan

Page 17: LP Anemia Aplastik

zat anti terhadap trombosit donor. Bila terjadi sensitisasi, donor diganti dengan yang

cocok HLA-nya (orang tua atau saudara kandung). Pemberian transfusi leukosit sebagai

profilaksis masih kontroversial dan tidak dianjurkan karena efek samping yang lebih

parah daripada manfaatnya. Masa hidup leukosit yang ditransfusikan sangat pendek.

b. Terapi Imunosupresif

Obat-obatan yang termasuk terapi imunosupresif adalah antithymocyte globulin

(ATG) atau antilymphocyte globulin (ALG) dan siklosporin A (CSA). ATG atau ALG

diindikasikan pada :

Anemia aplastik bukan berat

Pasien tidak mempunyai donor sumsum tulang yang cocok

Anemia aplastik berat, yang berumur lebih dari 20 tahun dan pada saat

pengobatan tidak terdapat infeksi atau pendarahan atau dengan granulosit lebih

dari 200/mm3

Mekanisme kerja ATG atau ALG belum diketahui dengan pasti dan mungkin melalui

koreksi terhadap destruksi T-cell immunomediated pada sel asal dan stimulasi langsung

atau tidak langsung terhadap hemopoiesis.Karena merupakan produk biologis, pada

terapi ATG dapat terjadi reaksi alergi ringan sampai berat sehingga selalu diberikan

bersama-sama dengan kortikosteroid. Siklosporin juga diberikan dan proses bekerjanya

dengan menghambat aktivasi dan proliferasi preurosir limfosit sitotoksik.

Protocol Pemberian ATG

Dosis test ATG :

ATG 1:1000 diencerkan dengan saline 0,1 cc disuntikan intradermal pada lengan

dengan saline kontrol 0,1 cc disuntikkan intradermal pada lengan sebelahnya.

Bila tidak ada reaksi anafilaksis, ATG dapat diberikan.

Premedikasi untuk ATG (diberikan 30 menit sebelum ATG) :

Asetaminofen 650 mg peroral

Difenhidrahim 50 mg p.o atau intravena perbolus

Hidrokortison 50 mg intravena perbolus

Terapi ATG :

ATG 40 g/kg dalam 1000 cc NS selama 8-12 jam perhari untuk 4 hari

Obat-obat yang diberikan serentak dengan ATG :

Prednison 100 mg/mm2 peroral 4 kali sehari dimulai bersamaan dengan ATG dan

dilanjutkan selama 10-14 hari; kemudian bila tidak terjadi serum sickness,

Page 18: LP Anemia Aplastik

tapering dosis setiap 2 minggu.

Siklosporin 5mg/kg/hari peroral diberikan 2 kali sehari sampai respon maksimal

kemudian di turunkan 1 mg/kg atau lebih lambat. Pasien usia 50 tahun atau

lebih mendapatkan dosis siklosporin 4mg/kg. Dosis juga harus diturunkan bila

terdapat kerusakan fungsi ginjal atau peningkatan enzim hati.

Metilprednisolon juga dapat digunakan sebagai ganti predinison. Kombinasi

ATG, siklosporin dan metilprednisolon memberikan angka remisi sebesar 70% pada

anemia aplastik berat. Kombinasi ATG dan metilprednisolon memiliki angka remisi

sebesar 46%.

Pemberian dosis tinggi siklofosfamid juga merupakan bentuk terapi

imunosupresif. Pernyataan ini didasarkan karena stem sel hematopoiesis memliki kadar

aldehid dehidrogenase yang tinggi dan relatif resisten terhadap siklofosfamid. Dengan

dasar tersebut, siklofosfamid dalam hal ini lebih bersifat imunosupresif daripada

myelotoksis. Namun, peran obat ini sebagai terapi lini pertama tidak jelas sebab

toksisitasnya mungkin berlebihan yang melebihi dari pada kombinasi ATG dan

siklosporin. Pemberian dosis tinggi siklofosfamid sering disarankan untuk imunosupresif

yang mencegah relaps. Namun, hal ini belum dikonfirmasi. Sampai kini, studi-studi

dengan siklofosfamid memberikan lama respon leih dari 1 tahun. Sebaliknya, 75%

respon terhadap ATG adalah dalam 3 bulan pertama dan relaps

dapat terjadi dalam 1 tahun setelah terapi ATG.

c. Terapi penyelamatan (Salvage theraphies)

Terapi ini antara lain meliputi siklus imunosupresi berulang, pemberian faktor-

faktor pertumbuhan hematopoietik dan pemberian steroid anabolic Pasien yang refrakter

dengan pengobatan ATG pertama dapat berespon terhadap siklus imunosupresi ATG

ulangan. Pada sebuah penelitian, pasien yang refrakter ATG kuda tercapai dengan

siklus kedua ATG kelinci.

Pemberian faktor-faktor pertumbuhan hematopoietik seperti Granulocyte- Colony

Stimulating Factor (G-CSF) bermanfaat untuk meningkatkan neutrofil akan tetapi

neutropenia berat akibat anemia aplastik biasanya refrakter. Peningkatan neutrofil oleh

stimulating faktor ini juga tidak bertahan lama. Faktor-faktor pertumbuhan hematopoietik

tidak boleh dipakai sebagai satu-satunya modalitas terapi anemia aplastik. Kombinasi G-

CSF dengan terapi imunosupresif telah digunakan untuk terapi penyelamatan pada

Page 19: LP Anemia Aplastik

kasus-kasus yang refrakter dan pemberiannya yang lama telah dikaitkan dengan

pemulihan hitung darah pada beberapa pasien.

Steroid anabolik seperti androgen dapat merangsang produksi eritropoietin dan

sel-sel induk sumsum tulang. Androgen terbukti bermanfaat untuk anemia aplastik

ringan dan pada anemia aplastik berat biasanya tidak bermanfaat. Androgen digunakan

sebagai terapi penyelamatan untuk pasien yang refrakter terapi imunosupresif.

d. Transplantasi sumsum tulang

Transplantasi sumsum tulang merupakan pilihan utama pada pasien anemia

aplastik berat berusia muda yang memiliki saudara dengan kecocokan HLA. Akan tetapi,

transplantasi sumsum tulang allogenik tersedia hanya pada sebagan kecil pasien (hanya

sekitar 30% pasien yang mempunyai saudara dengan kecocokan HLA).

Batas usia untuk transplantasi sumsum tulang sebagai terapi primer belum

dipastikan, namun pasien yang berusia 35-35 tahun lebih baik bila mendapatkan terapi

imunosupresif karena makin meningkatnya umur, makin meningkat pula kejadian dan

beratnya reaksi penolakan sumsum tulang donor (Graft Versus Host

Disesase/GVHD).15 Pasien dengan usia > 40 tahun terbukti memiliki respon yang lebih

jelek dibandingkan pasien yang berusia muda.

Kelangsungan Hidup Klien dengan Transplantasi Sumsum Tulang dari Donor Saudara dengan HLA yang Cocok Hubungannya dengan Umur

Pasien yang mendapatkan transplantasi sumsum tulang memiliki survival yang lebih

baik daripada pasien yang mendapatkan terapi imunosupresif. Pasien dengan umur kurang

dari 50 tahun yang gagal dengan terapi imunosupresif (ATG) maka pemberian transplantasi

sumsum tulang dapat dipertimbangkan. Akan tetap survival pasien yang menerima

transplanasi sumsum tulang namun telah mendapatkan terapi imunosupresif lebih jelek

Page 20: LP Anemia Aplastik

daripada pasien yang belum mendapatkan terapi imunosupresif sama sekali. Pada pasien

yang mendapat terapi imunosupresif sering kali diperlukan transfusi selama beberapa

bulan. Transfusi komponen darah tersebut sedapat mungkin diambil dari donor yang bukan

potensial sebagai donor sumsum tulang. Hal ini diperlukan untuk mencegah reaksi

penolakan cangkokan (graft rejection) karena antibodi yang terbentuk akibat tansfusi.

Kriteria respon terapi menurut kelompok European Marrow Transplantation (EBMT)

adalah sebagai berikut:

Remisi komplit : bebas transfusi, granulosit sekurang-kurangnya 2000/mm3 dan

trombosit sekurang-kurangnya 100.000/mm3.

Remisi sebagian : tidak tergantung pada transfusi, granulosit dibawah 2000/mm3 dan

trombosit dibawah 100.000/mm3.

Refrakter : tidak ada perbaikan.

Page 21: LP Anemia Aplastik

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN ANEMIA APLASTIK

PENGKAJIAN

1. Identitas klien

Kaji nama klien, jenis kelamin, agama, suku/ bangsa, pendidikan, pekerjaan, dan alamat.

2. Status kesehatan saat ini

Keluhan utama : pada keluhan utama akan nampak semua apa yang dirasakan klien pada

saat itu seperti kelemahan, nafsu makan menurun dan pucat.

3. Riwayat kesehatan saat ini

Bagaimana proses klien dibawa ke rumah sakit dan penanganan awal yang telah dilakukan

baik oleh keluarga maupun tenaga kesehatan.

4. Riwayat kesehatan terdahulu

Kaji riwayat penyakit yang pernah di derita klien sebelumnya. Kaji pula apakah tanda-tanda

anemia aplastik telah muncul sejak klien kecil.

5. Riwayat kesehatan keluarga

Kaji apakah keluarga juga ada yang menderita penyakit anemia aplastik.

6. Pemeriksaan fisik

a. Keadaan umum : tampak pucat

b. Kesadaran : komposmentis, GCS 4-5-6

c. Tanda vital

Tensi : 100/60 mmHg

Nadi : 96 kali/menit, kualitas kuat

Suhu : 35,6 °C

Respirasi : 24 kali/menit, teratur

Berat Badan : 28 Kg (79% standar BB/U)

Tinggi Badan : 128 cm (89 % standar TB/U)

d. Kulit : Kulit berwarna sawo matang, tidak ada sianosis, tidak ditemukan hemangioma,

tidak ditemukan hematom/purpura/ ekimosis di bawah kulit, turgor cepat kembali,

kelembaban cukup, kulit tampak pucat.

e. Kepala/leher

Kepala : Bentuk kepala simetris, ukuran mesosefali, ubun-ubun besar datar, ubun-ubun

kecil sudah menutup.

Rambut : Rambut berwarna hitam, tebal, distribusi merata, tidak terdapat alopesia.

Page 22: LP Anemia Aplastik

Mata : Palpebra tidak edema, alis dan bulu mata tidak mudah dicabut dan tidak mudah

rontok, konjungtiva anemis, sclera tidak ikterik, produksi air mata cukup, pupil berdiameter

3mm/3 mm, isokor, reflek cahaya +/+, kornea jernih.

Telinga : Bentuk normal, simetris, tidak ada secret, serumen minimal, nyeri tidak ada.

Hidung : Hidung berbentuk normal, simetris, tidak terdapat pernapasan cuping hidung,

tidak terdapat epistaksis, kotoran hidung minimal.

Mulut : Bentuk tidak ada kelainan, mukosa bibir basah, bercak darah (-). Gusi tidak

berdarah dan tidak bengkak. Bibir tampak anemis.

Lidah : Bentuk simetris, anemis, tidak tremor, tidak kotor, warna merah keputihan.

Pharing : Tidak tampak hiperemis, tidak edema, tidak ada abses, tidak ada

pseudomembran.

Tonsil : Warna merah muda, tidak membesar, tidak ada abses/pseudomembran.

f. Leher : Pada vena jugularis tidak teraba pulsasi, tekanan vena jugularis tidak meningkat,

pembesaran kelenjar leher tidak teraba, kuduk kaku tidak ditemukan, massa tidak ada,

tortikolistidak ditemukan.

g. Toraks

PulmoInspeksi : Bentuk simetris, tidak ditemukan retraksi dinding dada Pernapasan: Inspirasi

dan ekspirasi normal, frekuensi 24 kali/menit, teratur

Palpasi : Pergerakan napas dada simetris, fremitus fokal simetris kanan dan kiri

Perkusi : Suara ketok sonor

Auskultasi : Suara napas vesikuler, tidak ditemukan ronki dan wheezing

Jantung Inspeksi : Tidak terlihat adanya vousseure cardiaque, pulsasi dan ictus

Palpasi : Tidak teraba adanya thrill, apeks tidak teraba

Perkusi : Batas kanan : ICS IV LPS kanan

Batas kiri : ICS V LMK kiri

Batas atas : ICS II LPS kanan

Auskultasi : S1 dan S2 tunggal, tidak terdapat bising, tidak ada takikardia, frekuensi 96

kali/menit, reguler

h. Abdomen

Inspeksi : Bentuk cembung, simetris

Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba (tidak ada organomegali), tidak ditemukan massa

Page 23: LP Anemia Aplastik

Perkusi : Suara ketuk timpani, tidak ditemukan adanya asites Auskultasi : Bising usus (+)

normal

i. Ekstremitas

Umum : Akral hangat, tidak edema, tidak ada parese, kedua telapak tangan dan kaki

tampak pucat

Neurologis : Gerakan normal, tonus tidak meningkat, tidak ada atrofi, tidak didapatkan

klonus, reflek fisiologis tidak meningkat, reflek patologis tidak ada. Sensibilitas normal.

Tanda rangsangan meningeal tidak ada

j. Susunan saraf : Dalam batas normal

k. Genitalia : Jenis kelamin laki-laki. Pemeriksaan genitalia tidak didapatkan adanya

kelainan

l. Anus : Positif, tidak ada kelainan

Aktivitas/ istirahat

Gejala: keletihan, kelemahan, malaise umum. Kehilangan produktivitas/; penurunan

semangat untuk bekerja. Toleransi terhadap latihan rendah. Kebutuhan untuk tidur dan

istirahat lebih banyak.

Tanda:takikardia/takipnae; dispnea pada waktu bekerja atau istirahat. Letargi, menarik

diri, apatis, lesu, dan kurang tertarik pada sekitarnya. Kelemahan otot, dan penurunan

kekuatan. Tubuh tidak tegak. Bahu menurun, postur lunglai, berjalan lambat, dan tanda-

tanda lain yang menunujukkan keletihan.

Sirkulasi

Tanda: TD: peningkatan sistolik dengan diastolik stabil dan tekanan nadi melebar,

hipotensi postural. Disritmia: abnormalitas EKG, depresi segmen ST dan pendataran

atau depresi gelombang T; takikardia. Bunyi jantung: murmur sistolik (DB). Ekstremitas

(warna): pucat pada kulit dan membrane mukosa (konjungtiva, mulut, faring, bibir) dan

dasar kuku. (catatan: pada pasien kulit hitam, pucat dapat tampak sebagai keabu-

abuan). Kulit seperti berlilin, pucat (aplastik, AP) atau kuning lemon terang (AP). Sklera:

biru atau putih seperti mutiara (DB). Pengisian kapiler melambat (penurunan aliran

darah ke kapiler dan vasokontriksi kompensasi) kuku: mudah patah, berbentuk seperti

sendok (koilonikia) (DB). Rambut: kering, mudah putus, menipis, tumbuh uban secara

premature (AP).

Eliminasi

Page 24: LP Anemia Aplastik

Gejala: Riwayat pielonefritis, gagal ginjal. Flatulen, sindrom malabsorpsi (DB).

Hematemesis, feses dengan darah segar, melena. Diare atau konstipasi. Penurunan

haluaran urine.

Tanda: distensi abdomen.

Integritas ego

Gejala: Keyakinanan agama/budaya mempengaruhi pilihan pengobatan, misalnya

penolakan transfusi darah.

Tanda: Depresi.

Makanan / cairan

Gejala: penurunan masukan diet, masukan diet protein hewani rendah/masukan produk

sereal tinggi. Nyeri mulut atau lidah, kesulitan menelan (ulkus pada faring).

Mual/muntah, dyspepsia, anoreksia. Adanya penurunan berat badan. Tidak pernah puas

mengunyah atau peka terhadap es, kotoran, tepung jagung, cat, tanah liat, dan

sebagainya.

Tanda: lidah tampak merah daging/halus; defisiensi asam folat dan vitamin B12).

Membrane mukosa kering, pucat. Turgor kulit: buruk, kering, tampak kisut/hilang

elastisitas. Stomatitis dan glositis (status defisiensi). Bibir: selitis, misalnya inflamasi bibir

dengan sudut mulut pecah.

Hygiene

Gejala : Keletihan / kelemahan

Tanda : Penampilan tidak rapi.

Neurosensori

Gejala: Sakit kepala, berdenyut, pusing, vertigo, tinnitus, ketidak mampuan

berkonsentrasi. Insomnia, penurunan penglihatan, dan bayangan pada mata.

Kelemahan, keseimbangan buruk, kaki goyah; parestesia tangan/kaki; klaudikasi.

Sensasi manjadi dingin.

Tanda: Peka rangsang, gelisah, depresi cenderung tidur, apatis. Mental: tak mampu

berespons, lambat dan dangkal. Oftalmik: hemoragis retina (aplastik). Epitaksis:

perdarahan dari lubang-lubang (aplastik). Gangguan koordinasi, ataksia, penurunan

rasa getar, dan posisi, tanda Romberg positif, paralysis.

Nyeri / kenyamanan

Gejala : Nyeri pada punggung, sakit kepala.

Tanda : Penurunan rentang gerak, gelisah.

Pernafasan

Page 25: LP Anemia Aplastik

Gejala : Dispnea saat bekerja.

Tanda : Mengi

Keamanan

Gejala: riwayat pekerjaan terpajan terhadap bahan kimia. Riwayat terpajan pada

radiasi; baik terhadap pengobatan atau kecelekaan. Riwayat kanker, terapi kanker.

Tidak toleran terhadap dingin dan panas. Transfusi darah sebelumnya. Gangguan

penglihatan, penyembuhan luka buruk, sering infeksi.

Tanda: demam rendah, menggigil, berkeringat malam, limfadenopati umum. Ptekie dan

ekimosis (aplastik).

Seksualitas

Gejala : Kehilangan libido.

7. Pemeriksaan laboratorium

HematologiHb : kurang dari L : 13,0-17,5 gr%; P : 11,5-15,5 gr%

Leukosit : kurang dari : 4700 – 10.500 μL

Hematokrit : kurang dari L : 40-50%; P : 35-45%)

Retikulosit : 0,04% corrected (normal : 0,5-1,5%)

Nilai absolut : 312/μL (normal : 25.000-75.000)

Trombosit : kurang dari 150.000-350.000)

WBC : 2,1 x 103/μL RBC : 0,78 x 106/μL

Lymph : 1,4 x103/μL HGB : 2,8 g/dL

Mid : 0,2 x103/μL HCT : 7,8%

Gran : 0,5 x 103/μL MCV : 100,8 fL

MCH : 35,8 pq RDW-SD : 65,8 fL

MCHC : 35,8 g/dL PLT : 5 x 103/μL

RDW-CV : 18,,4 %

Apusan Darah TepiEritrosit : normokromik normositik, anisositosis

Leukosit : kesan Σ menurun, sel muda (-), limfositosis relatif

Trombosit : kesan jumlah sangat menurun

Kesan : pansitopenia

Saraf : BMA

Pemeriksaan Sumsum TulangSediaan dipulas : Wright

Page 26: LP Anemia Aplastik

Partikel : ada

Kepadatan sel : kurang

Sel lemak : banyak

Trombopoesis : menurun, megakaryosit tidak ditemukan

DIAGNOSA KEPERAWATAN

Adapun kemungkinan diagnosa keperawatan pada klien anemia sel sabit baik aktual maupun potensial adalah sebagai berikut :

a Nyeri berhubungan dengan diogsigenasi jaringan (Hb menurun).

b Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan fungsi / gangguan pada

sum-sum tulang.

c Aktifitas intolerance berhubungan dengan kelemahan otot.

d Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan porsi makan tidak dihabiskan.

e Integritas kulit berhubungan dengan menurunnya aliran darah ke jaringan.

f Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan gangguan integritas kulit.

g Kecemasan / kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang

penyakitnya.

INTERVENSI KEPERAWATAN 1. Nyeri berhubungan dengan diogsigenasi jaringan (HB rendah)

Tujuan : Tidak merasakan nyeri,

Tindakan keperawatan

a. Kaji tingkat nyeri

Rasional: Dengan mengkaji tingkat nyeri dapat mempermudah dalam menentukan

intervensi selanjutnya.

b. Anjurkan klien teknik nafas dalam.

Rasional : Dengan menarik nafas dalam memungkinkan sirkulasi O2 ke jaringan

terpenuhi.

c. Bantu klien dalam posisi yang nyaman.

Rasional : Mengurangi ketegangan sehingga nyeri berkurang.

d. Kolaborasi pemberian penambah darah

Rasional : Membantu klien dalam menaikkan tekanan darah dan proses penyembuhan.

Page 27: LP Anemia Aplastik

2. Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan fungsi/ gangguan

sumsum tulang.

Tujuan : Perfusi jaringan adekuaT

Tindakan keperawatan :

a. Ukur tanda-tanda vital:

Rasional : Untuk mengetahui derajat/ adekuatnya perfusi jaringan dan menentukan intevensi selanjutnya.

b. Tinggikan kepala tempat tidur klien

Rasional : Meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan oksigenasi untuk kebutuhan seluler

c. Pertahankan suatu lingkungan yang nyaman.

Rasional : Vasekonstriksi menurunkan sirkulasi perifer dan menghindari panas berlebihan penyebab vasodilatasi.

d. Anjurkan klien untuk menghentikan aktivitas bila terjadi kelemahan.

Rasional : Stres kardiopulmonal dapat menyebabkan kompensasi.

3. Aktivitas intolerance berhubungan dengan kelemahan otot

Tujuan : aktifitas toleransi,

Dengan kriteria : klien bisa melakukan gerakan motorik halus.

Tindakan keperawatan:

a. Kaji tingkat aktifitas klien

Rasional : Untuk mengetahui aktivitas yang dilakukan klien dan untuk menetukan intervensi selanjutnya.

b. Dekatkan alat-alat yang dibutuhkan klien

Rasional : Untuk membantu klien dalam memenuhi kebutuhannya.

c. Bantu pasien dalam melakukan latihan aktif dan pasif

Rasional : Untuk meningkatkan sirkulasi jaringan

d. Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan ADLnya.

Rasional : Dengan bantuan perawat dan keluarga klien dapat memenuhi kebutuhannya.

e. Berikan lingkungan tenang

Rasional : Meningkatkan istirahat untuk menurunkan regangan jantung dan paru.

Page 28: LP Anemia Aplastik

4. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan porsi makan tidak dihabiskan.

Tujuan : Nutrisi terpenuhi

Dengan kriteria : nafsu makan meningkat, porsi makan dihabiskan.

Tindakan keperawatan :

a. Kaji riwayat nutrisi termasuk makanan yang disukai

Rasional : Mengidentifikasi efisiensi, menduga kemungkinan intervensi.

b. Anjurkan klien makan sedikit-sedikit tapi sering dan bervariasi

Rasional : Pemasukan makanan atau menambah kekuatan dan diberikan sedikit-sedikit agar pasien tidak merasa bosan.

c. Beri HE tentang pentingnya makanan atau gizi

Rasional : Makanan yang bergizi dapat mempercepat penyembuhan penyakitnya.

d. Timbang berat badan setiap hari.

Rasional : Mengawasi penurunan BB atau efektivitas intervensi nutrisi.

e. Penatalaksanaan pemberian vitamin B1.

Rasional : Vitamin bisa menambah nafsu makan.

f. Konsul pada ahli gizi

Rasional : Membantu dalam membuat rencana diit untuk memenuhi kebutuhan individu.

5. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan menurunnya aliran darah ke jaringan

Tujuan : Mempertahankan integritas kulit

Dengan kriteria : kulit segar, sirkulasi darah lancar

Tindakan keperawatan .

a. Kaji integritas kulit, catat pada perubahan turgor, gangguan warna

Rasional : Kondisi kulit dipengaruhi oleh sirkulasi, nutrisi dan imobilitas

b. Anjurkan permukaan kulit kering dan bersih

Rasional : Area lembab, terkontamiansi memberikan media yang sangat baik untuk pertumbuhan organisme patogenik

c. Ubah posisi secara periodik

Rasional : Meningkatkan sirkulasi ke semua area kulit membatasi iskemia jaringan / mempengaruhi hipoksia selular.

Page 29: LP Anemia Aplastik

d. Tinggikan ekstremitas bawah bila duduk

Rasional : Meningkatkan aliran balik vena menurunkan statis vena / pembentukan edema.

6. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan gangguan integritas kulit

Tujuan : Mencegah / menurunkan resiko infeksi

Tindakan keperawatan

a) Berikan perawatan kulit

Rasional : Menurunkan resiko kerusakan kulit / jaringan dan infeksi

b) Dorong perubahan posisi / ambulasi yang sering

Rasional : Meningkatkan ventilasi semua segmen paru dan membantu mobilisasi sekresi

c) Tingkatkan masukan cairan adekuat

Rasional : Membantu dalam mengencerkan sekret pernafasan untuk mempermudah pengeluaran dan mencegah statis cairan tubuh

d) Pantau suhu, catat adanya menggigil dan takikardia.

Rasional : Adanya proses inflamasi / infeksi membutuhkan evaluasi / pengobatan.

7. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakitnya

Tujuan : Memahami tentang penyakitnya, mau menerima keadaan penyakitnya, klien tidak

bertanya tentang penyakitnya

Tindakan keperawatan

a) Berikan informasi tentang penyakitnya

Rasional : Memberikan dasar pengetahuan sehingga pasien dapat membuat pilihan yang tepat, menurunkan ansietas dan dapat meningkatkan kerjasama dalam program terapi

b) Kaji pengetahuan pasien tentang penyakitnya

Rasional : Memberi pengetahuan berdasarkan pola kemampuan klien untuk memilih informasi

c) Dorong mengkonsumsi sedikitnya 4 – 6 liter cairan perhari

Rasional : Mencegah dehidrasi dan konsekuensi hiperviskositas yang dapat membuat sabit / krisis.

d) Dorong latihan rentang gerak dan aktivitas fisik teratur dengan keseimbangan antara

aktivitas dan istirahat.

Rasional : Mencegah demineralisasi tulang dan dapat menurunkan resiko fraktur.

Page 30: LP Anemia Aplastik

DAFTAR PUSTAKA

Salonder H. Anemia aplastik. In: Suyono S, Waspadji S, et al (eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi Ketiga. Jakarta. Balai Penerbit FKUI, 2001;501-8.

Bakshi S. 2009. Aplastic Anemia. http://www.emedicine.com/med/ topic162.html. Diakses pada tanggal 5 September 2015 Pukul 17.00 WIB.

Young NS, Maciejewski J. Aplastic anemia. In: Hoffman. Hematology : Basic Principles and Practice 3rd ed. Churcil Livingstone, 2000.

Niazzi M, Rafiq F. 2008. The Incidence of Underlying Pathology in Pancytopenia. http://www.jpmi.org/org_detail.asp. Dikases pada tanggal 5 September 2015 Pukul 17.25 WIB.

Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2007. IPD FKUI Pusat. Jakarta.

Sembiring, Samuel PK. 2009. Anemia Aplastik. http:/www.morphostlab.com. Diakses pada tanggal 5 september 2015 Pukul 17.14 WIB.

Alkhouri, Nabiel and Solveig G Ericson. Aplastic Anemia : Review of Etiology and Treatment. Hospital Physician ; 1999.

Bakta, I Made Prof,dr. Hematologi Klinis Ringkas. Jakarta : EGC ; 2006.

Suriadi, Yuliani R. (2001). Asuhan Keperawatan pada Anak. Edisi I. Jakarta, CV Sagung Seto.