Anemia

25
KASUS IDENTITAS PASIEN Nama lengkap : Tn. M Jenis kelamin : Laki- laki Tempat / tanggal lahir : 26 tahun Suku bangsa : Lampung Status perkawinan : Kawin Agama : Islam Pekerjaan : Buruh Pendidikan : SLTA Alamat : Bekri ANAMNESIS Diambil dari: autoanamnesa Keluhan Utama: Badan lemas sejak 5 hari SMRS Riwayat Penyakit Sekarang: Lima hari SMRS Os merasa lemas terutama saat malam hari setelah bekerja. Tidak ada riwayat obat yang dikonsumsi dan nafsu makan sedikit menurun. Ada sakit kepala berdenyut saat bekerja dan tidak berkurang saat istirahat, dan pasien minum obat warung untuk mengurangi keluhannya. Setelah minum obat, sakit kepala berkurang sedikit. Kedua kaki dirasakan kesemutan. Ada mual tanpa disertai muntah, ada demam ringan tidak sampai menggigil. BAK frekuensi 5-7x sehari, warna kuning jernih, tidak nyeri, tidak ada darah dan tidak berbusa. BAB frekuensi 1-2 x sehari, 1

description

jdjdjd

Transcript of Anemia

Page 1: Anemia

KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama lengkap : Tn. M Jenis kelamin : Laki-laki

Tempat / tanggal lahir : 26 tahun Suku bangsa : Lampung

Status perkawinan : Kawin Agama : Islam

Pekerjaan : Buruh Pendidikan : SLTA

Alamat : Bekri

ANAMNESIS

Diambil dari: autoanamnesa

Keluhan Utama:

Badan lemas sejak 5 hari SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang:

Lima hari SMRS Os merasa lemas terutama saat malam hari setelah bekerja. Tidak ada

riwayat obat yang dikonsumsi dan nafsu makan sedikit menurun. Ada sakit kepala berdenyut saat

bekerja dan tidak berkurang saat istirahat, dan pasien minum obat warung untuk mengurangi

keluhannya. Setelah minum obat, sakit kepala berkurang sedikit. Kedua kaki dirasakan

kesemutan. Ada mual tanpa disertai muntah, ada demam ringan tidak sampai menggigil. BAK

frekuensi 5-7x sehari, warna kuning jernih, tidak nyeri, tidak ada darah dan tidak berbusa. BAB

frekuensi 1-2 x sehari, konsistensi padat, warna coklat, tidak nyeri, tidak ada darah dan tidak

berlendir.

Sejak 3 hari smrs ada batuk berdahak berwarna putih disertai pilek. Batuk sesekali,

sepanjang hari, ada sakit ketika menelan, nafas tidak sesak, serta disertai demam ringan. Dalam 3

hari batuk semakin berat disangkal.

1 hari SMRS Os merasakan badan semakin lemas dan akhirnya memutuskan untuk pergi

ke IGD RS Demang Sepulau Raya.

Setelah 2 hari dirawat di RS, pasien mendapat terapi transfusi darah dan obat-obatan,

sehingga kondisi pasien mulai membaik.

Sebenarnya sudah sejak 5 tahun terakhir pasien sakit seperti ini, dirawat inap dan

ditransfusi darah sebanyak 13 kali dengan gejala yang sama. Dalam keluarga tidak ada yang

1

Page 2: Anemia

menderita penyakit seperti ini. Riwayat keluarga yang DM, hipertensi, Penyakit Jantung, dan

asma disangkal. Os sering minum vitamin penambah darah dan jamu-jamuan, tidak ingat sudah

berapa lama, tapi menyangkal adanya riwayat alergi makanan ataupun obat-obatan.

Penyakit Dahulu (Tahun)

(-) Cacar (-) Malaria (-) Batu ginjal/ Saluran Kemih(-) Cacar air (-) Disentri (-) Burut (hernia)(-) Difteri (-) Hepatitis (-) Penyakit Prostat(-) Batuk rejan (+) Tifus Abdominalis (-) Wasir(-) Campak (-) Skrofula (-) Diabetes(+) Influenza (-) Sifilis (-) Alergi(-) Tonsilitis (-) Gonore (-) Tumor(-) Khorea (-) Hipertensi (-) Penyakit Pembuluh(-) Demam Rematik Akut (-) Ulkus Ventrikuli (-) Pendarahan Otak(-) Pneumonia (-) Ulkus Duodeni (-) Psikosis

Riwayat Keluarga

Hubungan Umur (tahun)

Jenis Kelamin

Keadaan Kesehatan Penyebab Meninggal

Ayah Lupa Laki – laki Sehat -Ibu 64 tahun Perempuan Sehat -Saudara 6 orang 3P, 3L Sehat -

Adakah Kerabat Yang Menderita:

Penyakit Ya Tidak HubunganAlergi - + -Asma - + -Tuberkulosis - + -Arthritis - + -Rematisme - + -Hipertensi - + - Jantung - + -Ginjal - + -Lambung - + -

2

Page 3: Anemia

PEMERIKSAAN JASMANI

Pemeriksaan Umum

Keadaan umum : BaikKesadaran : compos mentisTekanan darah :110/70 mmHgNadi : 86x/menit Suhu : 36,5 CPernapasn (Frekuensi dan tipe) : 28x/menit, abdominotorakal Tinggi badan : 168 cmBerat badan : 50 kg Keadaan gizi : IMT = BB/(TB²) = 50kg/(1,68m)²=17,71

(Kurang)Sianosis : tidak ada Udema umum : tidak ada Habitus : astenikus Cara berjalan : normal Mobilitas (Aktif / Pasif) : aktif

KulitWarna : sawo matang Effloresensi : tidak adaJaringan parut : + Pigmentasi : tidak adaPertumbuhan rambut : merata Pembuluh darah : normalSuhu raba : afebris Lembab / kering : keringKeringat Umum: ( + ) Turgor : normal

Setempat: ( - ) Ikterus : AdaLapisan lemak : merata Edema : tidak ada

Kelenjar Getah BeningSubmandibula : tidak teraba membesar Leher : tidak teraba membesarSupraklavikula: tidak teraba membesar Ketiak : tidak teraba membesarLipat paha : tidak teraba membesar

KepalaEkspresi wajah : tenang Simetri muka : simetrisRambut : merata Pembuluh darah temporal : teraba pulsasi

MataExophthalmus : tidak ada Enopthalmus : tidak ada Kelopak : tidak udem Lensa : jernih

3

Page 4: Anemia

Konjungtiva : pucat Visus : normalSklera : ikterik Gerakan mata : normalLapangan penglihatan : normal Tekanan bola mata : tidak dilakukanDeviatio konjungae : tidak ada Nystagmus : tidak ada

TelingaTuli : -/- Selaput pendengaran : utuh, intak ( + )Lubang : +/+ Penyumbatan : -/-Serumen : -/- Perdarahan : -/-Cairan : -/-

MulutBibir : basah Tonsil : T1 – T1 tenangLangit-langit : normal Bau pernapasan : tidak khasGigi geligi : karies ( - ) Trismus : tidak adaFaring : hiperemis Selaput lendir : normalLidah : tidak kotor

Leher Tekanan vena Jugularis (JVP) : 5 – 2 cmH2OKelenjar Tiroid : tidak teraba membesarKelenjar Limfe : tidak teraba membesar

Dada Bentuk : normal Pembuluh darah : tidak tampakBuah dada : simetrisSpider nevi : negatif

Paru-paruDepan Belakang

Inspeksi Kiri Simetris saat statis

dan dinamis.Simetris saat statis dan dinamis.

Kanan Simetris saat statis dan dinamis.

Simetris saat statis dan dinamis.

Palpasi Kiri Taktil fremitus

simetris.Taktil fremitus simetris.

Kanan Taktil fremitus simetris.

Taktil fremitus simetris.

4

Page 5: Anemia

Perkusi Kiri Sonor pada semua

lapang paruSonor pada semua lapang paru

Kanan Sonor pada semua lapang paru

Sonor pada semua lapang paru

Auskultasi Kiri Vesikuler, Ronki(-),

Wheezing (-) Vesikuler, Ronki(-), Wheezing (-)

Kanan Vesikuler, Ronki(-), Wheezing (-)

Vesikuler, Ronki(-), Wheezing (-)

Jantung

Inspeksi Tidak tampak pulsasi iktus cordis.Palpasi Iktus cordis teraba di sela iga IV 1 jari medial linea

midklavikula kiri.Perkusi Batas atas : sela iga III linea parasternal kiri.

Batas kiri : sela iga V linea midklavikula kiri.Batas Kanan : sela iga IV linea sternal kanan.

Auskultasi BJ I-II murni reguler.Murmur (-), gallop (-).

PerutInspeksi : - Datar, simetris.

- Vena kolateral tidak terlihatPalpasi Dinding perut : Supel, nyeri tekan (-)

Hati : Tidak teraba pembesaran.Limpa : Teraba pembesaran. S3Ginjal : Ballotement -/-, nyeri ketok CVA -/-.Lain-lain : Tidak ada.

Perkusi : Tymphani, shifting dullness (-).Auskultasi : BU (+) normalRefleks dinding perut : normal

Anggota gerakKanan Kiri

Lengan Otot: Tonus Normotonus. Normotonus. Massa Eutrofi. Eutrofi. Sendi Tidak bengkak. Tidak bengkak. Gerakan Aktif Aktif Kekuatan + 5. + 5. Lain-lain(Palmar eritem)

- -

5

Page 6: Anemia

Tungkai dan kaki Luka Tidak ada. Tidak ada. Varises Tidak ada. Tidak ada. Otot: Tonus Normotonus. Normotonus. Massa Eutrofi. Eutrofi. Sendi Normal. Normal. Gerakan Aktif. Aktif. Kekuatan +5. +5. Edema - - Lain-lain - -

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

HbLeukositHTTrombositLED

3,9 g/dL3900 /uL21 %197.000 /uL61 mm

UreumKreatininAsam Urat

23 mg/dL0,6 mg/dL3,9 mg/dL

AlbuminGlobulin

5,18 g/dL3,23 g/Dl

SGOTSGPT

98 U/L19 U/L

Bilirubin Total 1,67 mg/Dl

Hitung Jenis Leukosit :

- Basofil- Eosinofil- Batang- Segmen- Limfosit- Monosit

00085132

6

Page 7: Anemia

RINGKASAN

Seorang Pria, 26 tahun, datang ke IGD RS Demang Sepulau Raya dengan keluhan badan

terasa lemas sejak 5 hari SMRS. Kepala terasa sakit berdenyut disertai mual-mual. 3 hari SMRS

os batuk berdahak, berwarna putih dan pilek. 1 hari SMRS os semakin lemas. Os memiliki

riwayat sering mengkonsumsi jamu dan vitamin penambah darah.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan faring hiperemis, Konjungtiva anemis, Sklera ikterik,

dan kulit ikterik. Teraba pembesaran Limpa di titik S3.

Laboratorium : Hb 3,9 g / dL, Leukosit 3.900 / μL, Ht 21 %, , LED 61mm, Bilirubin

Total 1.67 mg/dL.

DIAGNOSIS KERJA

1. Anemia hemolitik autoimun idiopatik

Dasar anemia :

- Hb menurun (3,9 g/dL)

Dasar hemolitik :

- Kulit tampak ikterik

- Bilirubin Total 1,67 mg/dL (meningkat)

Dasar autoimun :

- Serangan anemia akut Hb < 4g/dL. Hb 3,9 g/dL

- Ikterik

- Splenomegali S3

-

2. Faringitis ec virus

Dasar : - Batuk berdahak, warna putih

- Pilek

- Faring hiperemis

- Demam

DIAGNOSIS BANDING

1. a. Paroxysmal Nocturnal Hemoglobinuria

Yang tidak mendukung : Os tidak BAK warna gelap/kehitaman

7

Page 8: Anemia

b. Anemia hemolitik def G6PD

Yang tidak mendukung : Os tidak sedang dalam paparan agen pencetus

(‘Fava bean’, obat-obatan)

c. Anemia hemolitik ec Drug Induced

Yang mendukung : Os sering minum jamu-jamuan

Yang tidak mendukung : Os tidak sedang mengkonsumsi obat-obatan yang

diduga mencetus anemia hemolitik (contoh : metildopa, dapsone,cisplatin,dsb)

d. Thalassemia

Yang mendukung : Setiap serangan, pasien mengalami anemia berat

Hb < 4 g/dL

Yang tidak mendukung :

- Os tidak mempunyai keluarga dengan riwayat penyakit yang sama

- Tidak ditemukan kelainan khas Thalassemia : Thalassemic facies, pigmentasi

kulit.

e. Anemia defisiensi besi

Yang tidak mendukung :

- Os sering mengkonsumsi vitamin penambah darah

- Nafsu makan baik

- Tidak ada manifestasi perdarahan

2. Faringitis ec bakteri

Yang tidak mendukung :

- Leukosit tidak meningkat

- Sputum tidak berwarna kekuningan atau kehijauan

PENATALAKSANAAN

- IVFD NaCl 0,9% 6 tetes/menit

- Transfusi PRC bertahap 5-10cc/kgBB/hari s/d Hb > 10g/dL setelah diambil

darah untuk pemeriksaan darah tepi. Bila Coombs Test + diberikan washed

PRC

8

Page 9: Anemia

- PCT 3x500mg, bila demam

- OBH 3x15cc

- Terapi steroid, prednisone 1-1,5 mg/kgBB/hari = 50mg/hari. Setelah ada

respons (umumnya 2-4 minggu), diturunkan perlahan 10mg/minggu hingga

dosis terendah.

PEMERIKSAAN YANG DIANJURKAN

1. Periksa Hb, Ht, Trombosit, Leukosit setiap 24 jam : Untuk menilai perbaikan Hb setelah

transfusi.

2. Bilirubin Indirek dan Direk .

3. Hitung Retikulosit : Untuk melihat aktivitas eritropoiesis. Bila meningkat, mendukung

WD anemia hemolitik.

4. Sediaan Hapus darah tepi : Untuk melihat morfologi sel darah merah, juga untuk

menyingkirkan leukemia). Bila normositik normokrom, mendukung WD anemia

hemolitik dan menyingkirkan DD anemia def. besi.

5. Tes Coombs : Bila positif, menunjang Anemia hemolitik autoimun.

6. Pemeriksaan untuk menyingkirkan PNH: Ham test, sugar water test

7. Elektroforesa Ha untuk menyingkirkan thalassemia.

8. Pemeriksaan kadar G6PD, diperiksa 3 bulan setelah onset hemolitik untuk

menyingkirkan Anemia hemolitik Defisiensi enzim G6PD

PENCEGAHAN

1. Primer : tidak ada

2. Sekunder : tidak melakukan aktivitas yang terlalu berat, Transfusi darah untuk

mempertahankan target Hb 7 g/dL. Terapi dengan steroid. Menghindari obat-obatan yang

dapat mencetuskan anemia hemolitik.

3. Tertier: iron chelation therapy bila kadar ferritin darah meningkat. Splenektomi bila

terapi dengan obat-obatan tidak berhasil.

9

Page 10: Anemia

PROGNOSIS:

Ad vitam : dubia ad bonam

Ad functionam : dubia ad bonam

Ad sanationam : dubia ad bonam

10

Page 11: Anemia

ANEMIA HEMOLITIK1

Hemolisis adalah kerusakan dini eritrosit. Anemia hemolitik akan berkembang jika

aktivitas sumsum tulang tidak dapat mengkompensasi hilangnya eritrosit. Tingkat keparahan

anemia tergantung pada apakah terjadinya hemolisis secara bertahap atau tiba-tiba dan pada

tingkat kerusakan eritrosit. Hemolisis ringan dapat tanpa gejala sementara anemia pada hemolisis

yang parah dapat mengancam kehidupan dan menyebabkan angina dan dekompensasi

cardiopulmonary.

(Apusan darah tepi dengan sel sabit di 1000X. Apusan darah tepi dengan sel sabit pada perbesaran 1000X. Gambar milik Ulrich

Woermann, MD.)

Ada beberapa penyebab anemia hemolitik, dan presentasi klinis dapat berbeda tergantung

pada etiologi. Sebuah array tes laboratorium yang tersedia untuk mendeteksi hemolisis, dan tes

khusus dapat diindikasikan untuk mendiagnosa penyebab hemolisis . Ada perbedaan dalam

pengelolaan berbagai jenis anemia hemolitik .

Etiologi

Berbagai jenis anemia hemolitik telah didokumentasikan . Hanya gangguan hemolitik lebih

umum ditemui dibahas dalam artikel ini antara lain penyakit keturunan termasuk membran

eritrosit, cacat enzimatik, dan kelainan hemoglobin.

1. Penyakit keturunan meliputi:

a. Defisiensi dehidrogenase glukosa-6-fosfat (G-6-PD)

b. Hereditary spherocytosis

c. Anemia sel sabit

11

Page 12: Anemia

2. Hemolisis didapat termasuk

a. Gangguan kekebalan tubuh : Anemia Hemolitik Autoimun

b. Bahan kimia beracun dan obat-obatan antivirus (misalnya,

ribavirin

c. Infeksi.

d. Anemia hemolitik mikroangiopati ditemukan pada pasien

dengan cacat katup jantung prostetik, koagulasi

intravaskular diseminata (DIC), sindrom uremik hemolitik

(HUS), dan thrombotic thrombocytopenic purpura (TTP).

eritrosit Terfragmentasi (schistocytes) terlihat di

mikroangiopati hemolitik anemi.

e. PNH (paroxysmal nocturnal hemoglobinuria ), hemolisis

intravaskular karena kerusakan complement-mediated

eritrosit.

Gejala Klinis

Gejala anemia hemolitik yang beragam dan akibat anemia, tingkat kompensasi, pengobatan

sebelumnya, dan gangguan yang mendasarinya. Pasien dengan anemia hemolitik minimal atau

lama mungkin asimtomatik, dan hemolisis sering ditemukan secara tidak sengaja selama

pengujian laboratorium rutin.

Pada hemolisis intravaskular, kekurangan zat besi karena hemoglobinuria kronis dapat

memperburuk anemia dan kelemahan. Takikardia, dyspnea, angina, dan kelemahan terjadi pada

pasien dengan anemia berat. Fungsi jantung sensitif terhadap anoxia. Hemolisis Persistent dapat

mengakibatkan perkembangan bilirubin batu empedu. Pasien-pasien ini mungkin hadir dengan

nyeri perut. Warna kulit perunggu dan diabetes terjadi pada hematosiderosis. Kelebihan zat besi

dapat terjadi pada pasien yang telah menerima beberapa transfusi atau mereka yang telah keliru

diberikan terapi besi. Hemoglobinuria mungkin ditemukan.

Selain hemolisis, pasien dengan trombotik thrombocytopenic purpura (TTP) mungkin

mengalami demam, tanda-tanda neurologis, gagal ginjal, dan trombositopenia. Ulkus kaki dapat

berkembang pada pasien dengan anemia sel sabit dan gangguan hemolitik lainnya, sebagai akibat

12

Page 13: Anemia

dari penurunan RBC deformabilitas dan perubahan endotel. Pasien dapat diketahui menggunakan

obat yang dapat menyebabkan hemolisis kekebalan tubuh, ini termasuk penisilin, kina, quinidine,

dan L-Dopa. Pada pasien dengan defisiensi G-6-PD, obat oksidan dan stres dari infeksi dapat

memicu hemolisis. Kacang fava dapat menginduksi hemolisis pada individu yang rentan dengan

varian Mediterania kekurangan G-6-PD.

Anoksia dan penurunan volume vaskular dapat terjadi pada anemia parah namun tidak

spesifik untuk anemia hemolitik. Ikterus dapat terjadi karena peningkatan dalam bilirubin tidak

langsung dalam hemolisis. Peningkatan tidak spesifik untuk gangguan hemolitik dan dapat

terjadi pada penyakit hati dan obstruksi bilier. Kadar bilirubin jarang lebih besar dari 3 mg / dL

pada hemolisis, kecuali disertai oleh penyakit hati atau cholelithiasis.

Splenomegali terjadi pada sferositosis herediter dan anemia hemolitik lainnya, tetapi

tidak hadir di semua gangguan hemolitik. Misalnya, splenomegali biasanya tidak hadir dalam

defisiensi G-6-PD. Kehadiran splenomegali bisa menyarankan gangguan yang mendasari seperti

leukemia limfositik kronis (CLL), beberapa limfoma, atau lupus eritematosus sistemik (SLE).

Kupu-kupu malar ruam dan arthritis juga menyarankan SLE. Limfadenopati bersama dengan

splenomegali konsisten dengan CLL. Splenomegali terkadang tidak jelas pada pemeriksaan fisik,

dan pencitraan ultrasonik atau CT scan mungkin diperlukan untuk menentukan ukuran limpa.

Ketika mengevaluasi ukuran limpa, penting untuk menghindari tekanan yang tidak perlu untuk

menghindari pecahnya limpa.

Kanan atas perut kuadran nyeri mungkin menunjukkan cholelithiasis (bilirubin batu

empedu) dan penyakit kandung empedu. Ulkus kaki dapat hadir. Takikardia dan dyspnea

mungkin jelas ketika terjadinya hemolisis tiba-tiba dan anemia berat. Angina dan gejala gagal

jantung dapat terjadi pada pasien dengan penyakit jantung yang mendasarinya.

Pada pasien dengan anemia hemolitik kronis dapat menyebabkan defisiensi folat.

Manifestasi klinis mungkin termasuk hiperpigmentasi kulit dan gejala GI.

Anemia Hemolitik Autoimun Idiopatik

13

Page 14: Anemia

Definisi

Anemia hemolitik autoimun (autoimmune hemolytic anemia) merupakan suatu kelainan

dimana terdapat antibodi terhadap sel-sel eritrosit sehingga umur eritrosit memendek.

Patofisiologi

Perusakan sel-sel eritrosit yang diperantarai antibodi terjadi melalui aktivasi sistem

komplemen, aktivasi mekanisme seluler, atau kombinasi keduanya.

a. Aktivasi Sistem Komplemen

Aktivasi sistem komplemen akan menyebabkan hancurnya membran sel

eritrosit dan terjadilah hemolisis intravaskular yang ditandai dengan hemoglobinuria

dan hemoglobinemia.

Sistem komplemen akan diaktifkan melalui jalur klasik ataupun jalur alternatif.

Antibodi-anti-bodi yang memiliki kemampuan mengaktifkan jalur klasik adalah IgM,

IgG1, IgG2, dan IgG3. IgM disebut sebagai aglutinin tipe dingin, sebab antibodi ini

berikatan dengan antigen polisakarida pada permukaan sel darah merah pada suhu

dibawah suhu tubuh. Antibodi IgG disebut aglutinin tipe hangat, sebab antibodi ini

berikatan dengan antigen polisakarida pada permukaan sel darah merah pada suhu

tubuh.

b. Aktivasi Komplemen Jalur Klasik

Reaksi diawali dengan aktivasi C1, suatu protein yang dikenal sebagai

recognition unit. C1 berikatan kompleks imun antigen antibodi dan menjadi aktif

serta mampu mengkatalisis reaksi-reaksi pada jalur klasik. Kompleks penghancur

membran teridir dari molekul C5b, C6, C7, C8, dan C9. Kompleks ini akan

menyisip ke dalam membran sel sebagai suatu alur transmembran sehingga

permeabilitas membran normal akan terganggu. Air dan ion akan masuk ke dalam

sel sehingga sel membengkak dan ruptur.

c. Aktivasi Komplemen Jalur Alternatif

14

Page 15: Anemia

Aktivator jalur alternatif akan mengaktifkan C3 dan C3b yang kemudian

akan berikatan dengan membran sel darah merah. Faktor B kemudian melekat

pada C3b dan oleh faktor D B dipecah menjadi Ba dan Bb. Bb merupakan suatu

protease serin dan tetap melekat pada c3b. Ikatan C3bBb selanjutnya akan

memecah C3 menjadi C3a dan C3b. C5 berikatan dengan C3b dan Bb dipecah

menjadi C5a dan C5b. Selanjutnya C5b berperan dalam penghancuran membran.

Klasifikasi

I. Anemia hemolitik autoimun (AIHA)

A. AIHA tipe hangat

a. Idiopatik

b. Sekunder (CLL, Limfoma, SLE)

B. AIHA tipe dingin

a. Idiopatik

b. Sekunder (infeksi mycoplasma, mononucleosis, virus, keganasan,

limforetikuler)

II. Paroxysmal Cold Hemoglobinuria

A. Idiopatik

B. Sekunder (viral dan sifilis)

III. AIHA Atipik

A. AIHA Tes Globulin negatif

B. AIHA kombinasi tipe hangat dan dingin

a. AIHA diinduksi obat

b. AIHA diinduksi aloantibodi

IV. Reaksi hemolitik transfusi

V. Penyakit hemolitik pada bayi baru lahir

Gejala Klinis

Onset dari AIHA sering parah dan dramatik. Kadar hemoglobin dapat turun sampai

mencapai 4 g/dL. Hemolisis masif akan memunculkan gejala ikterik dan sering terjadi

splenomegali. Kemungkinan diagnosa AIHA menjadi tinggi bila trias tersebut ada. Dapat juga

15

Page 16: Anemia

terjadi hemoglobinuri yang membuat urin menjadi gelap. Ikterik terjadi pada 40% pasien. Pada

AIHA idiopatik terjadi splenomegali 50-60%, hepatomegali pada 30%, dan limfadenopati 25%

pasien.

Pada AIHA tipe dingin sering terjadi aglutinasi pada suhu dingin. Hemolisis berjalan

kronik. Anemia biasanya ringan antara 9-12 g/dL. Sering juga didapatkan akrosianosis dan

splenomegali.

Pemeriksaan Penunjang

I. Direct Antiglobulin Test (Direct Coomb’s Test)

Tes ini mereaksikan sel eritrosit pasien yang sudah dicuci dengan antibodi monoclonal

atau antiserum terhadap berbagai imunoglobulin dan fraksi komplemen, terutama IgG

dan CD3. Bila positif maka akan terjadi aglutinasi.

II. Indirect Antiglobulin Test (Indirect Coomb’s Test)

Untuk mendeteksi autoantibodi yang terdapat pada serum. Imunoglobulin yang beredar

pada serum akan melekat pada reagen, dan dapat dideteksi dengan antiglobulin sera

dengan terjadinya aglutinasi.

Penatalaksanaan

Terapi

1. Kortikosteroid

Dosis 1-1,5 mg/kg/hari. Diberikan 2-4 minggu sampai menunjukkan respon klinis,

kemudian dilanjutkan dengan dosis tappering, yaitu penurunan dosis sampai dosis

minimum yang dapat mempertahankan kadar Hb pasien tidak turun. Penurunan dosis

dimulai dengan 10-20 mg/hari.

2. Imunosupresi

Azatioprin 50-200 mg/hari (80 mg/mm2) ; siklofosfamid 50-150 mg/hari (60 mg/mm2)

3. Terapi transfusi

Terapi transfusi bukan kontraindikasi mutlak. Diberikan transfusi bila kondisi yang

mengancam nyawa, Hb < 3g/dL. Bila Coomb’s test positif diberikan PRC cuci.

4. Splenektomi

16

Page 17: Anemia

Bila terapi steroid tidak adekuat atau tidak bisa dilakukan tappering dosis selama 3 bulan,

maka perlu dipertimbangkan splenektomi. Splenektomi akan menghilangkan tempat

utama pemecahan sel darah merah.Glukokortikoid dosis rendah masih sering digunakan

setelah splenektomi.

5. Terapi lain

Penggunaan Danazol 600-800 mg/hari. Biasanya danazol digunakan bersama

steroid. Bila terjadi perbaikan, steroid dihentikan atau diturunkan dan dosis

danazol menjadi 200-400 mg/hari.

Terapi imunoglobulin (400 mg/kgBB/hari selama 5 hari) menunjukkan perbaikan

pada sebagian pasien tetapi pada sebagian lain tidak menunjukkan perbaikan.

17

Page 18: Anemia

DAFTAR PUSTAKA

1. Hemolytic Anemia. Available at : http://emedicine.medscape.com/article/201066-

clinical#aw2aab6b3b2 . Diakses pada 25 Agustus 2013.

2. Braunwald E, Fauci AS, Kasper DL, Loscalzo J,et al (eds.). Harrison’s Principles of

Internal Medicine, 17th ed. New York : Mc Graw-Hill ; 2001

3. Schumacher HR, Rock WA, Stass SA. Handbook of Hematologic Pathology. New York :

Marcell Decker, inc ; 2000

4. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, et al, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II.

Edisi keempat. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas

Kedokteran Indonesia ; 2006.

18