Analisis Masalah Skenario a Blok 24 Galih Nugraha (04121401078)

47
Nama : Galih Nugraha Nim : 04121401078 Daftar Pustaka : 1. Widyastuti, D, dan Widyani, R. 2001. Panduan Perkembangan Anak 0 Sampai 1 Tahun. Jakarta: Puspa Swara 2. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jilid I. FKUI. Jakarta. 1985; 360-66. 3. WHO. The WHO Child Growth Standards. Diperoleh 24 maret 2015, dari http://www.who.int/childgrowth/standards/en/ 4. Marcdante, Karen J. Kliegman, Robert M. 2011. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Esensial Edisi Keenam. Singapore : Elsevier 5. IDAI. 2011. Rekomendasi Asuhan Nutrisi Pediatrik (Pediatric Nutrition Care). UKK Nutrisi dan Penyakit Metabolik Scenario A Blok 24 Tahun 2015 Wili, anak laki-laki usia 18 bulan, dibawa ibunya ke rumah sakit tipe D karena bengkak seluruh tubuh dan BAB cair sejak 7 hari yang lalu 4-5x/hari @ 1-2 sendok makan, kuning, tidak ada lendir dan tidak ada darah. Tidak ada muntah. Wili sebelumnya juga pernah menderita diare hampir setiap bulan. Wili lahir aterm, spontan, cukup bulan ditolong bidan dengan berat badan lahir 2400 gram, panjang lahir tidak diukur. Wili sebelumnya sudah bisa berjalan tapi sejak sakit ini dia tidak bisa duduk dan hanya bisa terbaring saja.

description

edukasi

Transcript of Analisis Masalah Skenario a Blok 24 Galih Nugraha (04121401078)

Page 1: Analisis Masalah Skenario a Blok 24 Galih Nugraha (04121401078)

Nama : Galih Nugraha

Nim : 04121401078

Daftar Pustaka :

1. Widyastuti, D, dan Widyani, R. 2001. Panduan Perkembangan Anak 0 Sampai 1 Tahun.

Jakarta: Puspa Swara

2. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jilid I.

FKUI. Jakarta. 1985; 360-66.

3. WHO. The WHO Child Growth Standards. Diperoleh 24 maret 2015, dari

http://www.who.int/childgrowth/standards/en/

4. Marcdante, Karen J. Kliegman, Robert M. 2011. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Esensial

Edisi Keenam. Singapore : Elsevier

5. IDAI. 2011. Rekomendasi Asuhan Nutrisi Pediatrik (Pediatric Nutrition Care). UKK

Nutrisi dan Penyakit Metabolik

Scenario A Blok 24 Tahun 2015

Wili, anak laki-laki usia 18 bulan, dibawa ibunya ke rumah sakit tipe D karena bengkak seluruh

tubuh dan BAB cair sejak 7 hari yang lalu 4-5x/hari @ 1-2 sendok makan, kuning, tidak ada

lendir dan tidak ada darah. Tidak ada muntah. Wili sebelumnya juga pernah menderita diare

hampir setiap bulan. Wili lahir aterm, spontan, cukup bulan ditolong bidan dengan berat badan

lahir 2400 gram, panjang lahir tidak diukur. Wili sebelumnya sudah bisa berjalan tapi sejak sakit

ini dia tidak bisa duduk dan hanya bisa terbaring saja.

Riwayat nutrisi sebelum sakit: ASI usia 0 hari sampai sekarang, sejak lahir sampai usia 3 bulan

susu formula standar merk S 3-4 kali sehari @ 1 sendok takar dicampur dengan air panas sampai

60 ml. Sejak usia 6 bulan, Wili diberi bubur bayi beras merah merk P 3 kali sehari @ 2 sendok

makan (80 kalori). Kadang-kadang ibu membuat bubur saring sendiri yang terdiri dari tepung

beras, kentang, wortel, bayam, dan kaldu. Menurut ibunya, cara membuat campuran susu

formula sudah benar.

Wili sudah pernah mendapat imunisasi BCG, DPT 2x, hepatitis B 2x, dan polio 1x.

Wili dilahirkan dari keluarga: ayah usia 35 tahun tidak tamat SD dan tukang becak, ibu usia 32

tahun, tidak tamat SD ibu rumah tangga, jumlah saudara 3 orang (usia 7 tahun, 5 tahun, dan 3

Page 2: Analisis Masalah Skenario a Blok 24 Galih Nugraha (04121401078)

tahun). Rumah masih menyewa, 3m x 7m, ventilasi jendela cukup, lantai semen, sumber air

minum sumur gali, jarak sumur dengan MCK 6 meter.

Pemeriksaan fisik: kelihatan gemuk, kulit mengkilat, bercak-bercak putih atau merah muda

dengan tepi hitam di beberapa tempat terutama di daerah yang mendapat tekanan, kesadaran

kompos mentis, denyut nadi 140x/menit, isi dan tegangan cukup, pernapasan 30x/menit, suhu

35,0oC. Hasil pengukuran antropometri: berat badan 7000 gram, panjang badan 74 cm, lingkar

kepala 46 cm, wajah membulat, tidak ada dismorfik, pada mata terdapat bercak seperti busa

sabun, ada edema di seluruh tubuh, tidak ada iga gambang, perut membuncit, lengan dan tungkai

edema, dan terdapat ‘baggy pants’.

Dengan keluhan tambahan BAB cair sejak 7 hari yang lalu 4-5x/hari @ 1-2 sendok makan,

kuning, tidak ada lendir dan tidak ada darah. Tidak ada muntah.

1. Etiologi dari BAB cair cair sejak 7 hari yang lalu 4-5x/hari @ 1-2 sendok makan, kuning,

tidak ada lendir dan tidak ada darah

Diare adalah defekasi encer lebih dari tiga kali sehari, dengan atau tanpa darah dan lendir

dalam tinja. Diare dapat dibedakan menjadi dua berdasarkan waktu serangan (onset) yaitu

diare akut dan diare kronik. Diare akut bersifat mendadak dan berlangsung dalam waktu

kurang dari 2 minggu. Sedangkan diare kronik atau diare berulang dapat berlangsung

berminggu-minggu atau berbulan-bulan, baik secara terus menerus atau berulang.

Secara klinis, penyebab diare dapat dikelompokkan dalam 6 golongan besar, yaitu:

1. Infeksi

- Virus: Rotavirus (40-60%), Adenovirus

- Bakteri: E.Coli (20-30%), Shigela sp.

- Parasit: Entamoeba histolytica (<1%), Giardia lambia, crystosporidium (4-11%)

2. Malabsorpsi: karbohidrat, lemak, dan protein

3. Alergi: makanan, susu sapi

Page 3: Analisis Masalah Skenario a Blok 24 Galih Nugraha (04121401078)

4. Keracunan

5. Imunodefisiensi: AIDS

6. Sebab lainnya

Penyebab tersering adalah karena infeksi dan keracunan.

Secara umum, patogenesis diare dimulai saat pathogen enteric melekat pada sel mukosa

melalui fimbrial atau afimbrial. Setelah interaksi ini, patogenesis diare tergantung apakah

organisme masih menempel pada permukaan sel dan menghasilkan toksin sekretorik,

menginvasi ke dalam mukosa, atau penetrasi ke dalam mukosa (tipe penetrasi atau

sistemik).

Pada dasarnya, mekanisme patogenesis diare infeksi dapat dibagi menjadi:

1. Diare sekretorik karena toksin

2. Patomekanisme invasive

3. Diare karena perlukaan oleh substansi intraluminal

Diare sekretorik biasanya disebabkan adanya enterotoksin yang dikeluarkan oleh

organism pada saat melekat pada permukaan sel.

Virus yang juga berperan dalam diare, memberikan perubahan morfologi dan fungsional

mukosa jejunum. Virus enteropatogen seperti Rotavirus (penyebab tersering diare anak)

menyebabkan infeksi lisis pada enterosit. Invasi dan replikasi virus dalam sel

menginduksi kematian dan lepasnya sel. Enterosit yang lepas digantikan oleh sel imatur.

Akibatnya, terjadi penurunan enzim lactase dan gangguan transport glukosa-Na+ karena

pengurangan aktifitas Na-K-ATPase. Hal ini menyebabkan terjadinya maldigesti

karbohidrat dan diare osmotic.

Interaksi diare dan gizi kurang merupakan suatu “lingkaran setan”. Diare dapat

menyebabkan kekurangan gizi, dan kurang gizi akan memperberat diare. Brown dalam

The Journal of Nutrition mengatakan, pengaruh yang tidak diharapkan dari infeksi

terhadap status nutrisi pada anak adalah berupa penurunan masukan makanan dan

Page 4: Analisis Masalah Skenario a Blok 24 Galih Nugraha (04121401078)

absorpsi saluran cerna, peningkatan katabolisme dan kehilangan nutrient yang dibutuhkan

untuk sintesis jaringan dan pertumbuhan. Disisi lain, malnutrisi akan mempermudah

infeksi karena pengaruh negative pertahanan kulit dan mukosa melalui gangguan imun.

Pada penderita malnutrisi, serangan diare terjadi lebih sering dan lebih lama. Semakin

buruk keadaan gizi anak, semakin sering dan berat diare yang dideritanya. Meningkatnya

risiko diare persisten pada gizi buruk disebabkan gangguan protektif dari host sendiri,

seperti hipoklorhidia, gangguan motilitas, sintesis antibody yang berkurang dan gangguan

imunitas selular sehingga memudahkan kolonisasi pathogen. Penderita gizi buruk akan

mengalami penurunan produksi antibody serta terjadinya atropi pada dinding usus yang

menyebabkan berkurangnya sekresi berbagai enzim sehingga memudahkan masuknya

bibit penyakit ke dalam tubuh terutama penyebab diare. Pada anak ini juga terdapat

penurunan pergantian sel mukosa usus setelah infeksi sehingga memperlambat

penyembuhannya.

Karena faktor hygiene yang buruk, bisa disimpulkan jika kebanyakan diare adalah tipe

infeksi. Tapi kebanyakan dari diare lebih berkaitan akibat dari kelaparan (starvation)

dibandingkan infeksi karena peningkatan risiko infeksi dan penurunan resistensi terhadap

organism. Pada bayi dengan marasmus, bayi biasanya konstipasi, tetapi dapat muncul apa

yang disebut diare tipe kelaparan, dengan buang air besar sering, tinja berisi mukus dan

sedikit (Nelson, 2000)

Diare karena kwasiokor mungkin kebanyakan diakibatkan oleh malnutrisi dari sel epitel

intestinal, sehingga fungsi sel epitel (enterosit) ini tidak berjalan dengan baik. Pada

penderita malnutrisi, produksi dan maturasi dari sel-sel enterosit baru akan terganggu

sehingga merubah morfologi intestinal. Usus halus mempunyai epitel khusus yang

mempunyai daerah permukaan yang luas, strukturnya seperti vili dan pada mukosa dapat

mengoptimalkan absorbsi, baik di bawah kendali aktif maupun pasif. Vili usus halus pada

penderita malnutrisi akan mengalami atrofi dan tidak dapat menyerap cairan dan

makanan dengan baik. Cairan dan makanan tadi akan terkumpul di usus halus dan akan

meningkatkan tekanan osmotic usus. Hal ini menyebabkan banyak cairan ditarik ke

dalam lumen usus dan akan menyebabkan terjadinya hiperperistaltik usus. Cairan dan

makanan yang tidak diserap tadi akan didorong keluar melalui anus dan terjadilah diare.

Page 5: Analisis Masalah Skenario a Blok 24 Galih Nugraha (04121401078)

Pada kasus ini, pemberian ASI ekslusifnya juga tidak baik. Padahal pemberian ASI

eksklusif sampai usia 6 bulan akan memberikan kekebalan kepada bayi terhadap berbagai

macam penyakit karena ASI adalah cairan yang mengandung zat kekebalan tubuh yang

dapat melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi bakteri, virus, jamur, dan parasit.

Oleh karena itu, dengan adanya zat anti infeksi dari ASI, maka bayi ASI eksklusif akan

lebih terlindung dari berbagai macam infeksi.

Ringkasnya:

Tidak memberikan ASI secara penuh sampai usia 6 bulan, asupan nutrisi yang kurang,

faktor hygiene yang buruk -> malnutrisi -> gangguan protektif host (penderita) ->

hipokloridia, gangguan motilitas, sintesis antibody yang berkurang, gangguan imunitas

selular -> memudahkan kolonisasi pathogen -> invasi dan replikasi virus dalam sel

enterosit -> menginduksi kematian dan lepasnya sel -> enterosit yang lepas digantikan

oleh sel imatur (pada anak dengan gizi buruk, terjadi penurunan pergantian sel mukosa

usus setelah infeksi sehingga memperlambat penyembuhannya) -> penurunan enzim

lactase dan gangguan transport glukosa-Na+ -> maldigesti karbohidrat dan diare osmotic -

> penurunan masukan makanan dan absorpsi saluran cerna -> peningkatan katabolisme

dan kehilangan nutrient yang dibutuhkan untuk sintesis jaringan dan pertumbuhan ->

malnutrisi

7. Bagaimana hubungan diare dengan bengkak seluruh tubuh?

Edema atau bengkak yang terjadi di seluruh tubuh disebabkan oleh karena berkurangnya

jumlah albumin dalam tubuh. Pada penderita defisiensi protein, tidak terjadi katabolisme

jaringan yang sangat berlebihan, karena persediaan energi dapat dipenuhi oleh jumlah

kalori yang cukup dalam dietnya. Namun kekurangan protein dalam diet akan menye-

babkan kekurangan berbagai asam amino esensial yang dibutuhkan untuk sintesis. Oleh

karena dalam diet terdapat cukup karbohidrat, maka produksi insulin akan meningkat dan

sebagian asam amino dari dalam serum yang jumlahnya sudah kurang tersebut akan dis-

Page 6: Analisis Masalah Skenario a Blok 24 Galih Nugraha (04121401078)

alurkan ke otot, berkurangannya asam amino dalam serum merupakan penyebab berku-

rangnya pembentukan albumin oleh hepar, sehingga kemudian timbulah edema. Diare

yang terjadi pada kasus disebabkan oleh karena terjadinya infeksi saluran pencernaan

oleh berbagai jenis virus dan bakteri yang dikarenakan turunnya sistem imunitas tubuh

pada anak-anak yang menderita gizi buruk. Adanya diare pada anak akan memperberat

terjadinya edema karena protein tidak dapat diserap oleh usus secara maksimal.

Riwayat nutrisi sebelum sakit: ASI usia 0 hari sampai sekarang, sejak lahir sampai usia 3 bulan

susu formula standar merk S 3-4 kali sehari @ 1 sendok takar dicampur dengan air panas sampai

60 ml.

1. Bagaimana cara membuat susu formula yang benar sesuai dengan usia?

Persiapan Susu formula dengan bubuk

Setelah Anda memilih susu formula, ikuti langkah-langkah ini untuk mempersiapkan susu

bagi bayi Anda:

1. Pilih tempat yang bersih.

2. Selalu cuci tangan dengan sabun cair dan air guna mencegah infeksi.

3. Pastikan Anda benar-benar mengikuti petunjuk pabrik. Gunakan susu bubuk dalam jumlah

takaran sendok yang tepat dan ukuran air yang tepat.* Gunakan sendok yang disertakan dalam

kaleng, dan ambil susu bubuk formula menggunakan sendok dengan rileks. Ratakan dengan

pisau yang bersih dan jangan menekan susu bubuk.

- Jika air yang ditambahkan terlalu banyak, bayi Anda tidak akan mendapatkan gizi yang

diperlukan untuk pertumbuhan yang baik.

- Jika air yang ditambahkan terlalu sedikit, susu formula yang terlalu kental akan menye-

babkan diare atau dehidrasi dan memberi bayi Anda lebih banyak kalori daripada yang

dia butuhkan.

4. Harus diperhatikan bahwa susu bubuk formula bayi bukan produk yang steril. Maka

Page 7: Analisis Masalah Skenario a Blok 24 Galih Nugraha (04121401078)

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menghimbau penggunaan air kurang dari 70℃ (yang

merupakan suhu apabila air matang dibiarkan dalam suhu ruang selama lebih dari 30 menit)

untuk membuat susu guna membantu membunuh bakteri dan mengurangi risiko infeksi.

Jangan menggunakan air yang terlalu panas, karena penggunaan air yang terlalu panas akan

merusak sebagian vitamin dalam kekuatan membunuh bakteri.

5. Setelah susu dibuat, dinginkan susu hingga suhu yang sesuai untuk diminum, dengan

menaruh botol di bawah aliran air kran atau dalam wadah air dingin.

6. Susu formula rekonstitusi (susu cair yang disiapkan dengan penambahan air pada susu) paling

baik dikonsumsi dalam waktu 2 jam setelah disiapkan. Semua susu Feeding Young Babies

(Newborn to 6 months old) FHS -N2 A 2formula rekonstitusi yang disimpan di suhu ruang

selama lebih dari 4 jam harus dibuang.

7. Jika Anda membuat susu formula sebelumnya, simpanlah di kulkas pada suhu di bawah 4℃ untuk mencegah tumbuhnya kuman, dan harus dikonsumsi dalam waktu 24 jam atau dibuang.

8. Jika bayi Anda lebih menyukai susu hangat, Anda dapat menaruh botol dengan posisi berdiri

di dalam wadah yang berisi air hangat selama beberapa menit. Jangan memanaskan susu

dalam oven microwave untuk mencegah kulit bayi Anda melepuh.

Pilihan susu formula:

‧ Susu formula bayi cocok untuk bayi sejak lahir sampai usia 6 bulan ke atas.

‧ Susu formula lanjutan berprotein tinggi secara medis tidak diperlukan dan hanya boleh

diberikan kepada bayi yang berusia 6 bulan ke atas jika digunakan.

‧ Gunakan susu formula khusus hanya setelah berkonsultasi dengan dokter Anda.

Wili sudah pernah mendapat imunisasi BCG, DPT 2x, hepatitis B 2x, dan polio 1x.

1. Apa saja imunisasi yang harus dilakukan pada bayi sampai usia 18 bulan (frekuensi,

waktu pemberian)

Page 8: Analisis Masalah Skenario a Blok 24 Galih Nugraha (04121401078)

L-I-L ( Lima Imunisasi Dasar Lengkap ) untuk bayi berusia < 1 tahun :

1. Hepatitis B : umur pemberian ≤ 7 hari , pemberian imunisasi sebanyak 1x , bermanfaat untuk

mencegah penularan hepatitis B dan kerusakan hati.

2. BCG : umur pemberian 1 bulan , pemberian imunisasi sebanyak 1x , bermanfaat untuk

mencegah penularan TB ( tuberculosis) yang berat.

3. DPT-HEPATITIS B : umur pemberian 2, 3 , 4 bulan , pemberian imunisasi sebanyak 3x ,

bermanfaat untuk mencegah penularan difteri yang menyebabkan penyumbatan jalan nafas ,

batuk rejan ( batuk 100 hari) , tetanus , hepatitis B.

4. Polio : umur pemberian 1,2,3,4 bulan , pemberian imunisasi sebanyak 4x, bermanfaat untuk

mencegah penularan polio yang dapat menyebabkan lumpuh layuh pada tungkai / lengan.

Page 9: Analisis Masalah Skenario a Blok 24 Galih Nugraha (04121401078)

5. Campak : umur pemberian 9 bulan , pemberian imunisasi sebnyak 1x , bermanfaat untuk

mencegah penularan campak yang dapat mengakibatkan komplikasi radang paru, radang otak

, dan kebutaan.

Intrepretasi riwayat imunisasi :

Umur 11 Bulan seharusnya Reygen sudah melalui imunisasi BCG satu kali, Hepatitis B tiga kali,

Polio empat kali, DTP tiga kali, Campak 1 kali, HIB tiga kali, PCV tiga kali, dan Influenza satu

kali. Namun pada anamnesis hanya didapatkan BCG, DPT dua kali, Polio satu kali, dan Hepatitis

B dua kali. Oleh karena itu, status imunisasi Reygen belum lengkap.

Jadwal Imunisasi

Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Periode 2004* (* Revisi September

2003)

Vaksin

Umur pemberian Imunisasi

Bulan Tahun

Lhr 1 2 3 4 5 6 9 12 15 18 2 3 5 6 10 12

  Program Pengembangan Imunisasi (PPI, diwajibkan)

  BCG                                  

  Hepatitis B 1 2         3                    

  Polio 0   1   2   3       4     5      

  DTP     1   2   3       4     5    

6 dT

ata

u

TT

  Campak               1             2    

  Program Pengembangan Imunisasi Non PPI (Non PPI, dianjurkan)

Page 10: Analisis Masalah Skenario a Blok 24 Galih Nugraha (04121401078)

  Hib        1   2   3     4            

  MMR                    1         2    

  Tifoid                       Ulangan, tiap 3 tahun 

  Hepatitis A                      Diberikan 2x, interval

6 - 12bl 

  Varisela                                 

Keterangan Jadwal Imunisasi IDAI, Periode 2004

Umur Vaksin Keterangan

Saat

lahir

Hepatitis

B-1

Polio-0

HB-1 harus diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir, dilanjutkan

pada umur 1 dan 6 bulan. Apabila status HbsAg-B ibu positif, dalam

waktu 12 jam setelah lahir diberikan HBlg 0,5 ml bersamaan dengan

vaksin HB-1. Apabila semula status HbsAg ibu tidak diketahui dan

ternyata dalam perjalanan selanjutnya diketahui bahwa ibu HbsAg

positif maka masih dapat diberikan HBlg 0,5 ml sebelum bayi berumur

7 hari.

Polio-0 diberikan saat kunjungan pertama. Untuk bayi yang lahir di

RB/RS polio oral diberikan saat bayi dipulangkan (untuk menghindari

transmisi virus vaksin kepada bayi lain).

1 bulan Hepatitis

B-2

Hb-2 diberikan pada umur 1 bulan, interval HB-1 dan HB-2 adalah 1

bulan.

0-2

bulan

BCG BCG dapat diberikan sejak lahir. Apabila BCG akan diberikan pada

umur >3 bulan  sebaiknya dilakukan uji tuberkulin terlebih dulu dan

Page 11: Analisis Masalah Skenario a Blok 24 Galih Nugraha (04121401078)

BCG diberikan apabila uji tuberkulin negatif.

2 bulan DTP-1

Hib-1

Polio-1

DTP-1 diberikan pada umur lebih dari 6 minggu, dapat dipergunakan

DTwp atau DTap. DTP-1 diberikan secara kombinasi dengan Hib-1

(PRP-T)

Hib-1 diberikan mulai umur 2 bulan dengan interval 2 bulan. Hib-1 da-

pat diberikan secara terpisah atau dikombinasikan dengan DTP-1.

Polio-1 dapat diberikan bersamaan dengan DTP-1 

4 bulan DTP-2

Hib-2

Polio-2

DTP-2 (DTwP atau DTaP) dapat diberikan terpisah atau dikombi-

nasikan dengan Hib-2 (PRP-T)

Hib-2 dapat diberikan terpisah atau dikombinasikan dengan DTP-2

Polio-2 diberikan bersamaan dengan DTP-2

6 bulan DTP-3

Hib-3

Polio-3

DTP-3 dapat diberikan terpisah atau dikombinasikan dengan Hib-3

(PRP-T)

Apabila mempergunakan Hib-OMP, Hib-3 pada umur 6 bulan tidak

perlu diberikan.

Polio-3 diberikan bersamaan dengan DTP-3 

6 bulan Hepatitis

B-3

HB-3 diberikan umur 6 bulan. Untuk mendapat respons imun optimal

interval HB-2 dan HB-3 minimal 2 bulan, terbaik 5 bulan.

9 bulan Campak-1 Campak-1 diberikan pada umur 9 bulan, campak-2 merupakan pro-

gram BIAS pada SD kl 1, umur 6 tahun. Apabila telah mendapat MMR

pada umur 15 bulan, campak-2 tidak perlu diberikan

15-18

bulan

MMR

Hib-4

Apabila sampai umur 12 bulan belum mendapat imunisasi campak,

MMR dapat diberikan pada umur 12 bln

Hib-4 diberikan pada 15 bulan (PRP-T atau PRP-OMP).

18 bulan DTP-4 DTP-4 (DTwP atau DTaP) diberikan 1 tahun setelah DTP-3.

Page 12: Analisis Masalah Skenario a Blok 24 Galih Nugraha (04121401078)

Polio-4

Polio-4 diberikan bersamaan dengan DTP-5

2 tahun Hepatitis A Vaksin HepA direkomendasikan pada umur >2 tahun, diberikan  dua

kali dengan interval 6-12 bulan.

2-3

tahun

Tifoid Vaksin tifoid polisakarida injeksi direkomendasikan untuk umur >2

tahun. Imunisasi tifoid polisakarida injeksi perlu diulang setiap 3

tahun.

5 tahun DTP-5

Polio-5

DTP-5 diberikan pada umur 5 tahun (DTwp/DTap)

Polio-5 diberikan bersamaan dengan DTP-5 

6 tahun MMR Diberikan untuk catch-up imunization pada anak yang belum mendapat

MMR-1

10 tahun dT/TT

Varisela

Menjelang pubertas vaksin tetanus ke-5 (dT atau TT) diberikan untuk

mendapat imunitas selama 25 tahun.

Vaksin varisela diberikan pada umur 10 tahun.

Pemeriksaan fisik: kelihatan gemuk, kulit mengkilat, bercak-bercak putih atau merah muda

dengan tepi hitam di beberapa tempat terutama di daerah yang mendapat tekanan, kesadaran

kompos mentis, denyut nadi 140x/menit, isi dan tegangan cukup, pernapasan 30x/menit, suhu

35,0oC.

1. Interpretasi dan mekanisme abnormal

a. bercak-bercak putih atau merah muda dengan tepi hitam di beberapa tempat terutama

di daerah yang mendapat tekanan

Page 13: Analisis Masalah Skenario a Blok 24 Galih Nugraha (04121401078)

Hasil pengukuran antropometri: berat badan 7000 gram, panjang badan 74 cm, lingkar kepala 46

cm, wajah membulat, tidak ada dismorfik, pada mata terdapat bercak seperti busa sabun, ada

edema di seluruh tubuh, tidak ada iga gambang, perut membuncit, lengan dan tungkai edema,

dan terdapat ‘baggy pants’.

1. Interpretasi dan mekanisme abnormal

a. wajah membulat

Interpretasi : tidak normal

Mekanisme : terjadinya edema generalisata termasuk di bagian wajah yang menye-

babkan wajah terlihat seperti membulat

2. Bagaimana cara pemeriksaan antropometri?

Page 14: Analisis Masalah Skenario a Blok 24 Galih Nugraha (04121401078)
Page 15: Analisis Masalah Skenario a Blok 24 Galih Nugraha (04121401078)
Page 16: Analisis Masalah Skenario a Blok 24 Galih Nugraha (04121401078)

Berdasarkan diagram-diagram diatas, maka untuk usia:

- Berat badan 7000 gram untuk usia 18 bulan = -3,3 SD dibawah -3 SD = gizi buruk (sev-

erly underweight)

Page 17: Analisis Masalah Skenario a Blok 24 Galih Nugraha (04121401078)

- Panjang badan 74 cm untuk usia 18 bulan = - 2,51 = stunted

Page 18: Analisis Masalah Skenario a Blok 24 Galih Nugraha (04121401078)

- Berat badan untuk Tinggi Badan = -2,87 (diatas -3 SD ) = wasted

Page 19: Analisis Masalah Skenario a Blok 24 Galih Nugraha (04121401078)

- Lingkar kepala 46 cm untuk usia 18 bulan = di antara -2 dan -1 = normal

Dari data di atas menunjukkan bahwa pasien kemungkinan mengalami defisiensi nutrisi gizi

buruk kwasiokor karena didapatkan hasil berat badan/tinggi badan > -3 SD dan adanya edema

generalisata.

Keadaan ini terjadi kemungkinan karena pemberian atau pemenuhan kebutuhan nutrisi pasien

tidak terpenuhi atau terjadi kesalahan dalam metode/ tahapan pemenuhan nutrisi pasien. Pada

kasus ini pasien hanya diberi ASI eksklusif pada 3 bulan pertama, yang seharusnya paling tidak

harus selama 4-6 bulan. Hal ini menyebabkan lebih rendahnya kemampuan sistem imun pasien

karena tidak cukup banyak mendapatkan imunoglobulin dari ibunya. Keadaan ini akan

menyebabkan pasien menjadi mudah jatuh sakit, ditambah dengan keaadaan tempat tinggal

pasien yang tidak sehat ideal, keadaan ini menyebabkan pasien akan membutuhkan lebih banyak

energi lagi dan apabila tidak terpenuhi akan memperparah keadaan kekurangan nutrisi pasien.

Page 20: Analisis Masalah Skenario a Blok 24 Galih Nugraha (04121401078)

Selain itu cara penyajian susu formula pada kasus ini juga tidak benar, jumlah tambahan energi

yang diperoleh dari bubur pabrikan diduga tidak mencukupi kebutuhan energi pasien. Keadaan-

keadaan ini menyebabkan pasien mengalami defisiensi nutrisi atau malnutrisi energi-protein

sehingga status nutrisi pasien menjadi gizi buruk dan kurus.

Hipotesis

Wili, anak laki-laki usia 18 bulan, dengan keluhan bengkak seluruh tubuh dan BAB cair diduga

menderita gizi buruk tipe kwasiokor.

Template

1. Epidemiologi

Pada umumnya masyarakat Indonesia telah mampu mengonsumsi makanan yang cukup

secara kuantitatif, namun kurang secara kualitatif (kebutuhan gizi minimum).

Departemen Kesehatan juga telah melakukan pemetaan dan hasilnya menunjukkan

bahwa penderita gizi kurang ditemukan di 72% kabupaten di Indonesia (2 – 4 dari 10

balita di Indonesia menderita gizi kurang). Di RSU dr. Pringadi Medan, terdapat 935

(38%) penderita malnutrisi dari 2453 anak balita yang dirawat, 67% gizi kurang dan 33%

gizi buruk, dengan tipe marasmus yang paling banyak dijumpai. Hal ini dapat dipahami

karena marasmus sering berhubungan dengan keadaan kepadatan penduduk dan higiene

yang kurang di daerah perkotaan yang sedang membangun dan terjadinya krisis ekonomi

di Indonesia.

Learning issue

1. Pola asupan nutrisi pada bayi

2. Imunisasi

Page 21: Analisis Masalah Skenario a Blok 24 Galih Nugraha (04121401078)

L-I-L ( Lima Imunisasi Dasar Lengkap ) untuk bayi berusia < 1 tahun :

1. Hepatitis B : umur pemberian ≤ 7 hari , pemberian imunisasi sebanyak 1x , bermanfaat un-

tuk mencegah penularan hepatitis B dan kerusakan hati.

2. BCG : umur pemberian 1 bulan , pemberian imunisasi sebanyak 1x , bermanfaat untuk

mencegah penularan TB ( tuberculosis) yang berat.

3. DPT-HEPATITIS B : umur pemberian 2, 3 , 4 bulan , pemberian imunisasi sebanyak 3x ,

bermanfaat untuk mencegah penularan difteri yang menyebabkan penyumbatan jalan nafas ,

batuk rejan ( batuk 100 hari) , tetanus , hepatitis B.

4. Polio : umur pemberian 1,2,3,4 bulan , pemberian imunisasi sebanyak 4x, bermanfaat untuk

mencegah penularan polio yang dapat menyebabkan lumpuh layuh pada tungkai / lengan.

Page 22: Analisis Masalah Skenario a Blok 24 Galih Nugraha (04121401078)

5. Campak : umur pemberian 9 bulan , pemberian imunisasi sebnyak 1x , bermanfaat untuk

mencegah penularan campak yang dapat mengakibatkan komplikasi radang paru, radang

otak , dan kebutaan.

Imunisasi yang diwajibkan (PPI)

Imunisasi yang diwajibkan meliputi BCG, polio, hepatitis B, DPT, dan campak.

BCG (Bacillus Calmette Guerin)

Vaksinasi BCG memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit tuberkulosis (TBC). BCG

diberikan 1 kali sebelum anak berumur 2 bulan. Vaksin disuntikkan secara intrakutan di

insertio m.deltoideus lengan kanan dengan dosis 0,05 ml untuk bayi dibawah usia 1 tahun dan

0,1 ml untuk anak usia 1 tahun atau lebih. Jika diberikan pada usia lebih dari 2 bulan maka uji

mantoux terlebih dahulu, jika uji mantoux (+) maka tidak perlu diimunisasi.

Vaksin BCG ulangan tidak dianjurkan oleh karena manfaatnya diragukan mengingat :

1. efektivitas perlindungan hanya 40%

2. sekitar 70% kasus TBC berat ternyata mempunyai parut BCG

3. kasus dewasa dengan BTA positif di Indonesia cukup tinggi (25-36%) walaupun mereka telah

mendapat BCG pada masa kanak-kanak

Vaksin BCG merupakan vaksin hidup, maka tidak diberikan pada pasien imunokompromais

(leukemia, dalam pengobatan steroid jangka panjang, atau pada pasien HIV).

Reaksi yang mungkin terjadi:

Reaksi lokal : 1-2 minggu setelah penyuntikan, pada tempat penyuntikan timbul kemerahan

dan benjolan kecil yang teraba keras. Kemudian benjolan ini berubah menjadi pustula (gelem-

bung berisi nanah), lalu pecah dan membentuk luka terbuka (ulkus). Luka ini akhirnya

sembuh secara spontan dalam waktu 8-12 minggu dengan meninggalkan jaringan parut.

Reaksi regional : pembesaran kelenjar getah bening ketiak atau leher, tanpa disertai nyeri

tekan maupun demam, yang akan menghilang dalam waktu 3-6 bulan.

Komplikasi yang mungkin timbul adalah:

Pembentukan abses (penimbunan nanah) di tempat penyuntikan karena penyuntikan yang

terlalu dalam. Abses ini akan menghilang secara spontan. Untuk mempercepat penyembuhan,

Page 23: Analisis Masalah Skenario a Blok 24 Galih Nugraha (04121401078)

bila abses telah matang, sebaiknya dilakukan aspirasi (pengisapan abses dengan menggunakan

jarum) dan bukan disayat.

Limfadenitis supurativa, terjadi jika penyuntikan dilakukan terlalu dalam atau dosisnya terlalu

tinggi. Keadaan ini akan membaik dalam waktu 2-6 bulan.

DPT

Imunisasi DPT adalah suatu vaksin yang melindungi terhadap difteri, pertusis dan tetanus.

Dasar :

- vaksin difteri ; toksin kuman yang dilemahkan (toksoid)

- vaksin tetanus ; toksoid

- vaksin pertusis ; kuman B. pertusis yang dimatikan

Daya proteksi vaksin difteri dan tetanus adalah 80-95%, sedangkan pertusis adalah 50-60%.

Imunisasi DPT ataupun DT diberikan Intramuskular atau subkutan dalam. Imunisasi dasar

diberikan sebanyak 3x, dimulai pada usia 3 bulan dengan dosis masing-masing 0,5 ml dengan

selang 4 minggu (1 bulan ), kemudian diperkuat dengan imunisasi keempat yang diberikan 1

tahun setelah imunisasi ketiga. Ulangan imunisasi berikutnya dilakukan pada usia 5 tahun

(usia masuk sekolah) masih menggunakan DPT. Selanjutnya ulangan imunisasi dilakukan

setiap 5 tahun dengan menggunakan DT saja tanpa pertusis karena vaksin tersebut tidak

dianjurkan pada anak usia lebih dari 7 tahun karena reaksi dapat lebih hebat.

DPT sering menyebabkan efek samping yang ringan, seperti demam ringan atau nyeri di

tempat penyuntikan selama beberapa hari. Efek samping tersebut terjadi karena adanya

komponen pertusis di dalam vaksin. Untuk mengatasi nyeri dan menurunkan demam, bisa

diberikan asetaminofen (atau ibuprofen). Untuk mengurangi nyeri di tempat penyuntikan juga

bisa dilakukan kompres hangat atau lebih sering menggerak-gerakkan lengan maupun tungkai

yang bersangkutan.

Pada kurang dari 1% penyuntikan, DTP menyebabkan komplikasi berikut:

demam tinggi (lebih dari 40,5° Celsius)

kejang

kejang demam (resiko lebih tinggi pada anak yang sebelumnya pernah mengalami kejang atau

terdapat riwayat kejang dalam keluarganya)

Page 24: Analisis Masalah Skenario a Blok 24 Galih Nugraha (04121401078)

syok (kebiruan, pucat, lemah, tidak memberikan respon).

Jika anak sedang menderita sakit yang lebih serius dari pada flu ringan, imunisasi DPT bisa

ditunda sampai anak sehat. Jika anak pernah mengalami kejang, penyakit otak atau

perkembangannya abnormal, penyuntikan DPT sering ditunda sampai kondisinya membaik

atau kejangnya bisa dikendalikan.

Kontraindikasi : riwayat anafilaksis, ensefalopati, hiperpireksia.

Imunisasi Polio

Imunisasi polio memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit poliomielitis.

Terdapat 2 macam vaksin polio:

IPV (Inactivated Polio Vaccine, Vaksin Salk), mengandung virus polio yang telah dimatikan

dan diberikan melalui suntikan.

OPV (Oral Polio Vaccine, Vaksin Sabin), mengandung vaksin hidup yang telah dilemahkan

dan diberikan dalam bentuk pil atau cairan. Bentuk trivalen (TOPV) efektif melawan semua

bentuk polio, bentuk monovalen (MOPV) efektif melawan 1 jenis polio.

Jadwal imunisasi polio

- Polio-0 diberikan saat bayi lahir, karena Indonesia merupakan daerah endemik polio.

Mengingat OPV berisi virus polio hidup maka dianjurkan diberikan saat bayi meninggalkan

rumah sakit agar tidak mencemari bayi lain karena virus polio vaksin dapat diekskresikan

melalui tinja. Untuk keperluan ini, IPV dapat menjadi alternatif.

- Polio-1,2,3 dapat diberikan bersama dengan DPT 1,2,3.

- Polio-4 diberikan satu tahun setelah polio 3 atau diberikan bersamaan DPT 4.

- Polio-5 diberikan pada umur 5 tahun atau diberikan bersamaan DPT 5.

Di Indonesia umumnya diberikan vaksin Sabin. Vaksin ini diberikan sebanyak 2 tetes (0,1 mL)

langsung ke mulut anak atau dengan menggunakan sendok yang berisi air gula. Vaksin Salk

mengandung 3 tipe, disuntikkan subkutan, yang pertama umur 3 bulan, yang kedua 4 minggu

kemudian dan yang ketiga 6-7 bulan sesudah yang kedua. Efek samping tidak ada.

Manfaat vaksin Salk dan Sabin sebenarnya sama, namun untuk negara yang sedang berkembang

vaksin Sabin lebih menguntungkan karena lebih murah (tanpa suntikan), mudah

didistribusikan dan mudah diberikan kepada anak.

Kontra indikasi pemberian vaksin polio:

Page 25: Analisis Masalah Skenario a Blok 24 Galih Nugraha (04121401078)

Diare berat

Penyakit akut atau demam

Hipersensitif yang berlebihan terutama pada neomisin, polimiksin, streptomisin)

Gangguan kekebalan (karena obat imunosupresan, kemoterapi, kortikosteroid)

Kehamilan

Imunisasi Campak

Imunisasi campak memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit campak (tampek). Vaksin

disuntikkan secara subkutan dalam sebanyak 0,5 mL, pada umur 9 bulan. Pada bayi yang baru

lahir mendapat kekebalan pasif terhadap penyakit campak dari ibunya yang pernah terinfeksi

morbili dan kekebalan pasif tersebut bertahan selama ± 6 bulan. Apabila telah mendapat

vaksinasi MMR pada usia 15-18 bulan ulangan campak pada umur 5 tahun tidak diperlukan.

Tetapi bila anak baru datang pada usia diatas 12 bulan dan ia belum pernah menderita

penyakit campak maka sebaiknya vaksinasi segera dilakukan.

Kontra indikasi pemberian vaksin campak:

infeksi akut yang disertai demam lebih dari 38° Celsius

gangguan sistem kekebalan

pemakaian obat imunosupresan

alergi terhadap protein telur

kehamilan

Efek samping yang mungkin terjadi berupa demam, ruam kulit, diare, konjungtivitis dan

kejang yang ringan, serta ensefalitis dalam waktu 30 hari setelah imunisasi (kejadian 1

diantara satu juta suntikan).

Imunisasi Hepatitis B

Imunisasi bertujuan untuk mendapat kekebalan aktif terhadap penyakit hepatitis B. Lokasi

penyuntikan di daerah deltoid secara intramuskular, dengan dosis 0,5 ml.

Jadwal imunisasi :

Page 26: Analisis Masalah Skenario a Blok 24 Galih Nugraha (04121401078)

Imunisasi hepatitis B diberikan sedini mungkin setelah lahir, mengingat paling tidak 3,9% ibu

hamil merupakan pengidap hepatitis dengan resiko transmisi maternal sebesar 45%

Hepatitis B II diberikan dengan interval 1 bulan dari hepatitis B I (saat bayi berumur 1 bulan)

Hepatitis B III diberikan dengan interval 2-5 bulan setelah hepatitis B II (saat bayi umur 3-6

bulan)

Apabila semula status HbsAg ibu tidak diketahui dan ternyata dalam perjalanan selanjutnya

diketahui bahwa HbsAg ibu positif maka masih dapat diberikan HBIg 0,5 ml sebelum bayi

berumur 7 hari. Vaksinasi hepatitis B dapat diberikan kepada ibu hamil dengan aman dan

tidak membahayakan janin,

Apabila sampai umur 5 tahun anak belum pernah memperoleh imunisasi hepatitis B, maka

secepatnya diberikan. Ulangan imunisasi hepatitis B (hep B IV) dapat dipertimbangkan pada

umur 10-12 tahun.

Reaksi imunisasi : segera setelah imunisasi dapat timbul demam yang tidak tinggi, pada

tempat penyuntikan timbul kemerahan, pembengkakan, nyeri rasa mual dan nyeri sendi.

Imunisasi tidak dapat diberikan kepada anak yang menderita sakit berat. Efek samping yang

berarti tidak pernah dilaporkan.

Imunisasi yang dianjurkan

Imunisasi yang dianjurkan diberikan kepada bayi / anak namun belum masuk ke dalam

program imunisasi nasional adalah MMR, Hib, Tifoid, Hepatitis A, Varisela, dan influenza.

MMR

Imunisasi MMR memberi perlindungan terhadap measles, mumps dan rubella, vaksin MMR

mengandung ketiga virus tersebut yang telah dilemahkan. Vaksin MMR diberikan pada umur

15-18 bulan dengan dosis satu kali 0,5 ml, secara subkutan. MMR diberikan minimal 1 bulan

sebelum atau setelah penyuntikkan imunisasi lainnya.

Page 27: Analisis Masalah Skenario a Blok 24 Galih Nugraha (04121401078)

Apabila seorang anak telah mendapat imunisasi MMR pada umur 12-18 bulan, imunisasi

campak-2 pada umur 5-6 tahun tidak perlu diberikan. Ulangan diberikan pada umur 10-12

tahun atau 12-18 tahun (sebelum pubertas).

Reaksi imunisasi : kadang-kadang timbul kenaikan suhu ringan pada hari ke-5 atau ke-7 atau

rasa nyeri dan kemerahan pada tempat suntikan.

Jika anak sakit, imunisasi sebaiknya ditunda sampai anak pulih. Imunisasi MMR sebaiknya

tidak diberikan kepada:

Alergi yang berat (gelatin atau neomisin)

anak dengan demam akut

anak yang 3 bulan yang lalu menerima gamma globulin

anak yang mengalami gangguan kekebalan tubuh akibat kanker, leukemia, limfoma maupun

akibat obat prednison, steroid, kemoterapi, terapi penyinaran atau obati imunosupresan.

wanita hamil atau wanita yang 3 bulan kemudian hamil

Imunisasi Hib

Imunisasi Hib membantu mencegah infeksi oleh Haemophilus influenza tipe b.

Organisme ini bisa menyebabkan meningitis, pneumonia dan infeksi tenggorokan berat yang

bisa menyebabkan anak tersedak.

Terdapat dua jenis vaksin Hib konjugasi yang beredar di Indonesia yaitu PRP-T dan PRP-

OMP (PRP outer membrane protein complex).

Jadwal imunisasi :

Vaksin PRP-T diberikan pada umur 2, 4, dan 6 bulan

Vaksin PRP-OMP diberikan pada umur 2 dan 4 bulan

Vaksin Hib dapat diberikan secara bersamaan dengan DPT dalam bentuk vaksin kombinasi

dalam kemasan prefilled syringe 0,5 ml.

Vaksin Hib baik PRP-T ataupun PRP-OMP perlu diulang pada umur 18 bulan

Apabila anak datang pada umur 1-5 tahun, Hib hanya diberikan 1 kali.

Dosis :

Satu dosis vaksin Hib berisi 0,5 ml, diberikan secara intramuskular.Imunisasi Hib tidak dian-

jurkan pada wanita hamil, bila terdapat demam dan hipersensitivitas terhadap komponen

vaksin. Efek samping yang serius tidak pernah dilaporkan, namun dapat terjadi reaksi lokal

Page 28: Analisis Masalah Skenario a Blok 24 Galih Nugraha (04121401078)

berupa pembengkakan, nyeri, dan kemerahan kulit atau reaksi umum berupa ruam kulit, de-

mam dan urtikaria.

Imunisasi Demam Tifoid

Imunisasi ini diberikan untuk memperoleh kekebalan aktif terhadap penyakit demam tifoid.

Terdapat 2 jenis vaksin yaitu vaksin suntikan (polisakarida) dan oral. Vaksin capsular Vi

polysaccharida diberikan pada umur lebih dari 2 tahun, ulangan setiap 3 tahun. Sedangkan

vaksin oral diberikan pada umur lebih dari 6 tahun, dikemas dalam 3 dosis dengan interval se-

lang hari (hari 1, 3, dan 5). Imunisasi ulangan dilakukan setiap 3-5 tahun.

Vaksin demam tifoid oral :

Kapsul harus ditelan utuh dan tidak boleh dipecahkan karena kuman dapat dimatikan oleh

asam lambung.

Vaksin tidak boleh diberikan bersamaan dengan antibiotik, sulfonamid, atau antimalaria yang

aktif terhadap salmonella.

Vaksin polisakarida parenteral :

Susunan vaksin polisakarida setiap 0,5 ml mengandung kuman salmonella typhi, polisakarida

0,025 mg, fenol dan larutan bufer yang mengandung natrium klorida, disodium fosfat,

monosodium fosfat dan pelarut untuk suntikan.

Kontraindikasi ; alergi terhadap bahan-bahan dalam vaksin, juga pada saat demam, penyakit

akut maupun kronik progresif.

Reaksi imunisasi pada pemberian vaksin oral dapat dijumpai demam, mencret, muntah dan

kemerahan kulit, sedangkan vaksin suntikan hanya nyeri ringan, kemerahan, dan pem-

bengkakan pada tempat suntikan.

Efek samping yang berbahaya jarang sekali terjadi.

Imunisasi Hepatitis A

Imunisasi ini bertujuan untuk memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit hepatitis A. di

Indonesia telah beredar kombinasi hepatitis B/hepatitis A.

Jadwal imunisasi :

Page 29: Analisis Masalah Skenario a Blok 24 Galih Nugraha (04121401078)

Vaksin hep A diberikan pada umur lebih dari 2 tahun

Vaksin kombinasi tidak diberikan pada bayi kurang dari 12 bulan. Maka vaksin kombinasi ini

diindikasikan terutama untuk mengejar imunisasi pada anak yang belum pernah mendapat

imunisasi hep B sebelumnya atau vaksinasi hep B yang tidak lengkap.

Dosis pemberian :

Dosis 720 U diberikan dua kali dengan interval 6 bulan, intramuskular di daerah deltoid.

Kombinasi hepB/hepA (berisi hepB 10 mg dan hepA 720µ) dalam kemasan prefilled syringe

0,5 ml intramuskular

Reaksi imunisasi biasanya berupa kemerahan dan pembengkakan pada daerah suntikkan,

kadang-kadang demam, lesu, mual, muntah dan hilang nafsu makan.

Imunisasi Varisela

Vaksin varisela berisi virus varisela zoster strain OKA hidup yang telah dilemahkan, kemasan

dalam bentuk beku-kering.

Jadwal imunisasi :

Direkomendasikan pada umur 10-12 tahun yang belum terpajan

Untuk anak yang mengalami kontak dengan pasien varisela, vaksinasi dapat mencegah

apabila diberikan dalam kurun waktu 72 jam setelah kontak.

Dosis :

Dosis 0,5 ml, subkutan, 1 kali.

Untuk umur lebih dari 13 tahun atau dewasa, diberikan 2 kali dengan jarak 4-8 minggu.

Kontraindikasi :

Vaksin tidak dapat diberikan pada keadaan demam tinggi, hitung limfosit 1200/µl atau adanya

bukti defisiensi imun seluler seperti selama pengobatan induksi penyakit keganasan atau 3

tahun fase radioterapi, pasien dalam pengobatan kortikosteroid, dan pasien yang alergi

terhadap neomisin.

Page 30: Analisis Masalah Skenario a Blok 24 Galih Nugraha (04121401078)

Jadwal Imunisasi

Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Periode 2004* (* Revisi September

2003)

Vaksin

Umur pemberian Imunisasi

Bulan Tahun

Lhr 1 2 3 4 5 6 9 12 15 18 2 3 5 6 10 12

  Program Pengembangan Imunisasi (PPI, diwajibkan)

  BCG                                  

  Hepatitis B 1 2         3                    

  Polio 0   1   2   3       4     5      

  DTP     1   2   3       4     5    

6 dT

ata

u

TT

  Campak               1             2    

  Program Pengembangan Imunisasi Non PPI (Non PPI, dianjurkan)

  Hib        1   2   3     4            

  MMR                    1         2    

  Tifoid                       Ulangan, tiap 3 tahun 

  Hepatitis A                      Diberikan 2x, interval

6 - 12bl 

  Varisela                                 

Page 31: Analisis Masalah Skenario a Blok 24 Galih Nugraha (04121401078)

Keterangan Jadwal Imunisasi IDAI, Periode 2004

Umur Vaksin Keterangan

Saat

lahir

Hepatitis

B-1

Polio-0

HB-1 harus diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir, dilanjutkan

pada umur 1 dan 6 bulan. Apabila status HbsAg-B ibu positif, dalam

waktu 12 jam setelah lahir diberikan HBlg 0,5 ml bersamaan dengan

vaksin HB-1. Apabila semula status HbsAg ibu tidak diketahui dan

ternyata dalam perjalanan selanjutnya diketahui bahwa ibu HbsAg

positif maka masih dapat diberikan HBlg 0,5 ml sebelum bayi berumur

7 hari.

Polio-0 diberikan saat kunjungan pertama. Untuk bayi yang lahir di

RB/RS polio oral diberikan saat bayi dipulangkan (untuk menghindari

transmisi virus vaksin kepada bayi lain).

1 bulan Hepatitis

B-2

Hb-2 diberikan pada umur 1 bulan, interval HB-1 dan HB-2 adalah 1

bulan.

0-2

bulan

BCG BCG dapat diberikan sejak lahir. Apabila BCG akan diberikan pada

umur >3 bulan  sebaiknya dilakukan uji tuberkulin terlebih dulu dan

BCG diberikan apabila uji tuberkulin negatif.

2 bulan DTP-1

Hib-1

Polio-1

DTP-1 diberikan pada umur lebih dari 6 minggu, dapat dipergunakan

DTwp atau DTap. DTP-1 diberikan secara kombinasi dengan Hib-1

(PRP-T)

Hib-1 diberikan mulai umur 2 bulan dengan interval 2 bulan. Hib-1 da-

pat diberikan secara terpisah atau dikombinasikan dengan DTP-1.

Polio-1 dapat diberikan bersamaan dengan DTP-1 

Page 32: Analisis Masalah Skenario a Blok 24 Galih Nugraha (04121401078)

4 bulan DTP-2

Hib-2

Polio-2

DTP-2 (DTwP atau DTaP) dapat diberikan terpisah atau dikombi-

nasikan dengan Hib-2 (PRP-T)

Hib-2 dapat diberikan terpisah atau dikombinasikan dengan DTP-2

Polio-2 diberikan bersamaan dengan DTP-2

6 bulan DTP-3

Hib-3

Polio-3

DTP-3 dapat diberikan terpisah atau dikombinasikan dengan Hib-3

(PRP-T)

Apabila mempergunakan Hib-OMP, Hib-3 pada umur 6 bulan tidak

perlu diberikan.

Polio-3 diberikan bersamaan dengan DTP-3 

6 bulan Hepatitis

B-3

HB-3 diberikan umur 6 bulan. Untuk mendapat respons imun optimal

interval HB-2 dan HB-3 minimal 2 bulan, terbaik 5 bulan.

9 bulan Campak-1 Campak-1 diberikan pada umur 9 bulan, campak-2 merupakan pro-

gram BIAS pada SD kl 1, umur 6 tahun. Apabila telah mendapat MMR

pada umur 15 bulan, campak-2 tidak perlu diberikan

15-18

bulan

MMR

Hib-4

Apabila sampai umur 12 bulan belum mendapat imunisasi campak,

MMR dapat diberikan pada umur 12 bln

Hib-4 diberikan pada 15 bulan (PRP-T atau PRP-OMP).

18 bulan DTP-4

Polio-4

DTP-4 (DTwP atau DTaP) diberikan 1 tahun setelah DTP-3.

Polio-4 diberikan bersamaan dengan DTP-5

2 tahun Hepatitis A Vaksin HepA direkomendasikan pada umur >2 tahun, diberikan  dua

kali dengan interval 6-12 bulan.

2-3

tahun

Tifoid Vaksin tifoid polisakarida injeksi direkomendasikan untuk umur >2

tahun. Imunisasi tifoid polisakarida injeksi perlu diulang setiap 3

tahun.

Page 33: Analisis Masalah Skenario a Blok 24 Galih Nugraha (04121401078)

5 tahun DTP-5

Polio-5

DTP-5 diberikan pada umur 5 tahun (DTwp/DTap)

Polio-5 diberikan bersamaan dengan DTP-5 

6 tahun MMR Diberikan untuk catch-up imunization pada anak yang belum mendapat

MMR-1

10 tahun dT/TT

Varisela

Menjelang pubertas vaksin tetanus ke-5 (dT atau TT) diberikan untuk

mendapat imunitas selama 25 tahun.

Vaksin varisela diberikan pada umur 10 tahun.