Analisis Kelayakan Perencanaan Program Pengusahaan Krisan di ...
Transcript of Analisis Kelayakan Perencanaan Program Pengusahaan Krisan di ...
ANALISIS KELAYAKAN PERENCANAAN PROGRAM PENGUSAHAAN KRISAN DI KABUPATEN LAMPUNG BARAT
Oleh:
BIBLIO BUTAFLIKA A14104088
PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
2
RINGKASAN
BIBLIO BUTAFLIKA. Analisis Kelayakan Perencanaan Program Pengusahaan Krisan di Kabupaten Lampung Barat. Di bawah bimbingan FEBRIANTINA DEWI.
Pertanian memiliki peranan yang penting bagi perekonomian Indonesia. Pertanian berperan sebagai sumber ketahanan pangan, penyerap angkatan kerja, dan sebagai sumber devisa negara. Subsektor hortikultura sebagai bagian dari sektor pertanian yang dapat dijadikan sumber pertumbuhan ekonomi Indonesia di masa yang akan datang mengingat potensi sumber daya manusia, ketersediaan teknologi, serta potensi serapan pasar dalam negeri dan pasar internasional yang terus meningkat. Subsektor hortikultura mencakup buah-buahan, tanaman sayuran, tanaman hias (florikultura) dan tanaman obat-obatan (biofarmaka). Komoditi florikultura terdiri atas tanaman hias pot, tanaman hias bunga potong, tanaman hias daun dan tanaman taman.
Krisan sebagai salah satu komoditi tanaman hias yang dapat dijadikan tanaman hias pot dan bunga potong termasuk produk utama dalam produksi tanaman hias nasional dan saat ini termasuk bunga yang paling populer di Indonesia karena memiliki beberapa keunggulan yaitu bunganya kaya warna, relatif lebih tahan lama dan harganya terjangkau. Hal ini dibuktikan dengan peningkatan jumlah produksi dan penambahan luas panen krisan setiap tahunnya guna memenuhi permintaan konsumen. Peningkatan produksi bunga potong krisan mengindikasikan bahwa permintaan konsumen terhadap komoditi ini juga terus meningkat. Seiring dengan permintaan krisan yang semakin meningkat maka peluang agribisnis bunga potong krisan perlu terus dikembangkan. Program pengusahaan bunga potong krisan yang akan dilaksanakan di Kabupaten Lampung Barat sebagai tindak lanjut dari rencana strategis Kabupaten Lampung Barat dalam meningkatkan dan mengembangkan agribisnis yang dititikberatkan pada komoditi tanaman hias (Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Lampung Barat, 2008). Program pengusahaan bunga potong krisan di Lampung Barat yang diprakarsai oleh pemerintah daerah setempat bertujuan untuk meningkatkan pendapatan petani pelaksana.
Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Menganalisis kelayakan rencana program pengusahaan bunga potong krisan di Kabupaten Lampung Barat dilihat dari aspek pasar, aspek teknis, aspek institusional-organisasi-manajerial, dan aspek sosial, (2) Menganalisis kelayakan finansial rencana program pengusahaan bunga potong krisan, apabila usaha dilakukan dalam dua skenario yaitu skenario I adalah penanaman tanpa pembibitan dan skenario II adalah penanaman dengan pembibitan, dan (3) Menganalisis sensitivitas rencana program pengusahaan bunga potong krisan terhadap perubahan harga input produksi, harga jual krisan dan volume produksi krisan. Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Balik Bukit dan Kecamatan Sekincau, Kabupaten Lampung Barat, Provinsi Lampung pada bulan Februari sampai dengan Maret 2008. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa wilayah tersebut akan dijadikan lokasi pengusahaan bunga potong krisan di Kabupaten Lampung Barat.
3
Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan untuk memperoleh gambaran tentang aspek-aspek pengusahaan bunga potong krisan di Kabupaten Lampung Barat yang meliputi aspek pasar, aspek teknis, aspek institusional-organisasi-manajerial, dan aspek sosial. Analisis kuantitatif meliputi analisis kelayakan finansial pengusahaan bunga potong krisan dengan menggunakan perhitungan kriteria-kriteria investasi yaitu Net Present Value (NPV), Internal Rate Return (IRR), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), Discounted Payback Period (PP) dan analisis sensitivitas.
Besarnya jumlah permintaan dari para pedagang pengumpul di Bandar Lampung seringkali tidak dapat dipenuhi oleh pasokan dari pasar bunga Rawa Belong terutama pada hari-hari besar. Greenhouse sebagai tempat budidaya bunga potong krisan akan didirikan di wilayah dengan ketinggian berkisar 700-1100 meter di atas permukaan laut sesuai dengan syarat ketinggian tempat yang dibutuhkan krisan yaitu 700-1200 meter di atas permukaan laut. Lokasi usaha berada di wilayah dengan kelembaban 60-90 persen dan curah hujan tahunan rata-rata 1.985-3.632 milimeter per tahun dengan 9 bulan basah setiap tahunnya sehingga cukup banyak tersedia air di lokasi budidaya. Krisan termasuk tanaman yang membutuhkan air dalam jumlah cukup banyak. Pengusahaan bunga potong krisan yang akan dilaksanakan di Kabupaten Lampung Barat sebagai program pemerintah daerah dalam meningkatkan dan mengembangkan agribisnis tanaman hias melibatkan sejumlah kelompok wanita tani (KWT) sebagai pelaksana. Adanya pengusahaan bunga potong krisan akan memberikan kesempatan bagi wanita-wanita tani tersebut untuk memiliki pekerjaan yang dapat memberikan tambahan penghasilan. Hasil perhitungan analisis kelayakan finansial pada skenario I (penanaman tanpa pembibitan) diperoleh NPV yang bernilai positif yaitu sebesar Rp 17.604.865,13 angka ini menunjukkan nilai sekarang (present value) dari penerimaan bersih yang akan diterima selama 5 tahun yang akan datang pada tingkat diskonto 8 persen. Sedangkan nilai IRR yang diperoleh adalah sebesar 26 persen, nilai ini berada di atas tingkat suku bunga yang berlaku yaitu 8 persen. Nilai IRR tersebut menunjukkan bahwa pada saat tingkat diskonto sebesar 26 persen, maka nilai NPV proyek sama dengan nol. Selain itu, nilai Net B/C yang diperoleh besarnya lebih dari satu yaitu sebesar 1,5 nilai tersebut menunjukkan bahwa setiap Rp 1,00 biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan manfaat bersih (net benefit) sebesar Rp 1,5. Discounted Payback Period (PP) yang diperoleh dari usaha ini adalah 4 tahun 3 bulan. NPV bernilai positif, IRR lebih besar dari tingkat suku bunga deposito, serta Net B/C nilainya lebih besar dari satu, maka dapat disimpulkan bahwa pengusahaaan bunga potong krisan pada skenario I layak untuk dilaksanakan.
Skenario II (penanaman dengan pembibitan) menghasilkan NPV yang bernilai positif yaitu sebesar Rp 89.094.324,85 angka ini menunjukkan nilai sekarang (present value) dari penerimaan bersih yang akan diterima selama 5 tahun yang akan datang pada tingkat diskonto 8 persen. Sedangkan nilai IRR yang diperoleh adalah sebesar 69 persen, nilai ini berada di atas tingkat suku bunga yang berlaku yaitu 8 persen. Nilai IRR tersebut menunjukkan bahwa pada saat tingkat diskonto sebesar 69 persen, maka nilai NPV proyek sama dengan nol. Selain itu, nilai Net B/C yang diperoleh besarnya lebih dari satu yaitu sebesar 2,7
4
nilai tersebut menunjukkan bahwa setiap Rp 1,00 biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan manfaat bersih (net benefit) sebesar Rp 2,7. Discounted Payback Period (PP) yang diperoleh dari usaha ini adalah 2 tahun 11 bulan. NPV bernilai positif, IRR lebih besar dari tingkat suku bunga deposito, serta Net B/C nilainya lebih besar dari satu, maka dapat disimpulkan bahwa pengusahaan bunga potong krisan pada skenario II layak untuk dilaksanakan. Analisis switching value dilakukan untuk mengetahui besar perubahan maksimum yang masih menunjukkan kriteria layak apabila terjadi perubahan pada komponen inflow dan outflow. Hasil dari switching value menunjukkan bahwa pengusahaan bunga potong krisan skenario I masih layak untuk dilaksanakan jika mengalami kenaikan harga beli bibit maksimal sebesar 13,5 persen. Budidaya krisan juga masih layak diusahakan jika harga jual bunga potong krisan maksimal mengalami penurunan sebesar 6,5 persen dan penurunan volume produksi bunga potong maksimal sebesar 6,5 persen. Pengusahaan bunga potong krisan skenario II masih layak untuk dilaksanakan apabila harga beli pupuk dan pestisida mengalami maksimal kenaikan sebesar 400 persen. Pengusahaan bunga potong krisan juga masih layak untuk dilaksanakan jika harga jual bunga potong krisan maksimal mengalami penurunan sebesar 38 persen dan bunga potong krisan mengalami penurunan volume produksi maksimal sebesar 38 persen.
5
ANALISIS KELAYAKAN PERENCANAAN PROGRAM PENGUSAHAAN KRISAN DI KABUPATEN LAMPUNG BARAT
Oleh:
BIBLIO BUTAFLIKA A14104088
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada
Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
6
Judul : Analisis Kelayakan Perencanaan Program Pengusahaan Krisan
di Kabupaten Lampung Barat
Nama : Biblio Butaflika
NRP : A14104088
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Febriantina Dewi, S.E., M.Sc. NIP. 132149312
Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131124019
Tanggal Lulus :
7
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG
BERJUDUL "ANALISIS KELAYAKAN PERENCANAAN PROGRAM
PENGUSAHAAN KRISAN DI KABUPATEN LAMPUNG BARAT" BENAR-
BENAR HASIL PENELITIAN SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH
DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA TULIS ILMIAH PADA
SUATU PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Mei 2008
BIBLIO BUTAFLIKA A14104088
8
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tanjungkarang, Provinsi Lampung pada tanggal 3
November 1982 sebagai anak keempat dari lima bersaudara dari pasangan
Drs. H. Akrimi Muslik (alm) dan Hj. Sumiyati. Pendidikan dasar di tempuh pada
tahun 1989-1995 di Yayasan Al-Azhar, kemudian tahun 1995-1998 melanjutkan
pendidikan di SLTP 2 Bandar Lampung dan menempuh pendidikan sekolah
menengah umum tahun 1998-2001 di SMU 2 Bandar Lampung. Tahun 2001
penulis diterima di Universitas Lampung pada Fakultas Pertanian Program Studi
Teknologi Hasil Pertanian. Kemudian penulis diterima sebagai Pegawai Negeri
Sipil pada Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Barat tahun 2002. Pada Tahun
2004 penulis mendapatkan kesempatan tugas belajar di Institut Pertanian Bogor
melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD).
9
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, rangkaian puji dan syukur yang tidak pernah putus penulis
panjatkan kehadirat Allah SWT yang terus menerus melimpahkan kasih sayang,
melimpahkan berkah dan rahmat-Nya. Shalawat dan salam semoga tetap tercurah
kepada Rasulullah Muhammad SAW, keluarga, dan para sahabat. Atas izin Allah
SWT pula penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Skripsi ini berjudul analisis kelayakan perencanaan program pengusahaan
krisan di Kabupaten Lampung Barat. Penelitian ini bertujuan untuk melihat
apakah program pengusahaan krisan di Kabupaten Lampung Barat layak atau
tidak untuk dilaksanakan.
Akhir kata dengan segala kerendahan hati penulis berharap semoga
penulisan skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan semua pihak
yang memerlukan. Semoga Allah SWT memberikan rahmat dan hidayah-Nya
kepada kita semua amin.
Bogor, Mei 2008
Penulis
10
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini dengan baik. Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, doa, serta
dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Mama Hj. Sumiyati yang selalu menjadi inspirasi dalam hidup dan
kehidupanku, Papa Drs. H. Akrimi Muslik (Alm) yang selalu memberikan
doa dari ”atas sana”.
2. Kakak-kakakku: Noviska Patrisia, S.Pd dan Bunawar Holil Roni, S.P;
Tahura Malagano, S.H dan Singgih Atmojo, S.Sos; Maretha Deboraribka,
S.Fil.I; adikku Briptu Joilos Rifki Bavaria dan keponakan yang tercinta
Maharani Maulidina Bunnov, Khairunnisa Aulia Arsy. Terima kasih atas
dukungan, semangat dan doa untukku dan menjadi motivator dalam
penyelesaian skripsi ini.
3. Febriantina Dewi, S.E., M.Sc. selaku dosen pembimbing skripsi. Terima
kasih atas kesabaran dan bimbingannya.
4. Dr. Ir. Ratna Winandi, MS yang telah bersedia menjadi dosen penguji
utama dan pembimbing akademik. Terima kasih atas bimbingan, masukan
dan kritik yang membangun sehingga skripsi ini dapat lebih
disempurnakan.
5. Ir. Popong Nurhayati, MM atas kesediaannya menjadi penguji komisi
pendidikan. Terima kasih atas saran-sarannya kepada penulis.
6. Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Barat yang telah memberikan
kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan tugas belajar di Institut
Pertanian Bogor.
7. Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Lampung Barat atas
kerjasamanya.
8. Penyuluh Pertanian wilayah Kecamatan Balik Bukit dan Sekincau atas
bantuan, waktu dan kerjasamanya.
11
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ........................................................................................... iv DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... vi DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... vii BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................... 1 1.2 Perumusan Masalah ................................................................... 5 1.3 Tujuan Penelitian ....................................................................... 7 1.4 Kegunaan Penelitian .................................................................. 8 1.5 Ruang Lingkup Penelitian ......................................................... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 9
2.1 Definisi Tanaman Hias Bunga Potong ...................................... 9 2.2 Pengelompokkan Tanaman Hias ............................................... 10 2.3 Krisan ........................................................................................ 12 2.3.1 Morfologi dan Taksonomi ................................................ 12 2.3.2 Syarat Tumbuh ................................................................. 13 2.3.3 Budidaya ........................................................................... 14 2.3.4 Panen dan Pasca Panen .................................................... 14 2.4 Peranan Tanaman Hias Bunga Potong ...................................... 15 2.5 Hasil Penelitian Terdahulu ........................................................ 17
BAB III KERANGKA PEMIKIRAN ........................................................... 22
3.1 Studi Kelayakan Proyek ............................................................ 22 3.2 Aspek-Aspek Studi Kelayakan Proyek ..................................... 23
3.2.1 Aspek Pasar ...................................................................... 23 3.2.2 Aspek Teknis .................................................................... 25 3.2.3 Aspek Institusional-Organisasi-Manajerial ...................... 27 3.2.4 Aspek Sosial ..................................................................... 28 3.2.5 Aspek Finansial ................................................................ 28
3.3 Cashflow .................................................................................... 31 3.3.1 Inflow ............................................................................... 31 3.3.2 Outflow ............................................................................. 32 3.4 Analisis Sensitivitas ................................................................... 33 3.5 Kerangka Pemikiran Operasional .............................................. 34
BAB IV METODE PENELITIAN ................................................................ 37
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ..................................................... 37 4.2 Jenis dan Sumber Data .............................................................. 37 4.3 Calon Pelaksana Program ........................................................... 37
12
4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data ...................................... 38 4.4.1 Analisis Aspek Pasar ........................................................ 38 4.4.2 Analisis Aspek Teknis ...................................................... 38 4.4.3 Analisis Aspek Institusional-Organisasi-Manajerial ........ 39 4.4.4 Analisis Aspek Sosial ....................................................... 39 4.4.5 Analisis Kelayakan Investasi ............................................ 39 4.4.5.1 Net Present Value (NPV) ..................................... 39 4.4.5.2 Internal Rate of Return (IRR) .............................. 40 4.4.5.3 Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) ......................... 41 4.4.5.4 Discounted Payback Period ................................. 41 4.4.6 Analisis Sensitivitas ......................................................... 42
4.5 Asumsi Dasar .............................................................................. 42 BAB V KARAKTERISTIK UMUM DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK CALON PELAKSANA PROGRAM ... 45
5.1 Karakteristik Umum Daerah Penelitian ..................................... 45 5.1.1 Kondisi Geografis ............................................................ 45 5.1.2 Topografi .......................................................................... 46 5.1.3 Iklim .................................................................................. 46 5.1.4 Luas Lahan Potensial ....................................................... 47 5.1.5 Luas Wilayah dan Penduduk ............................................ 48 5.1.6 Perekonomian ................................................................... 50 5.1.7 Sosial Kemasyarakatan .................................................... 51 5.2 Karakteristik Umum Calon Pelaksana Program ......................... 52
BAB VI ANALISIS KELAYAKAN ASPEK NON FINANSIAL ............... 55
6.1 Aspek Pasar ............................................................................... 55 6.1.1 Peluang Pasar ................................................................... 55 6.1.2 Saluran Pemasaran ........................................................... 56 6.1.3 Bauran Pemasaran ............................................................ 58 6.2 Aspek Teknis ............................................................................. 59 6.2.1 Lokasi Usaha ..................................................................... 59 6.2.2 Skala Usaha ...................................................................... 60 6.2.3 Proses Produksi ................................................................ 61 6.3 Aspek Institusional-Organisasi-Manajerial ............................... 65 6.4 Aspek Sosial .............................................................................. 66
BAB VII ANALISIS KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL ......................... 68
7.1 Analisis Finansial Skenario I ..................................................... 68 7.1.1 Analisis Manfaat .............................................................. 68 7.1.1.1 Penerimaan Penjualan .......................................... 69 7.1.1.2 Nilai Sisa (Salvage Value) ................................... 71 7.1.2 Analisis Biaya .................................................................. 72 7.1.2.1 Biaya Investasi ..................................................... 72 7.1.2.2 Biaya Operasional ................................................ 74 7.2 Analisis Finansial Skenario II ................................................... 78 7.2.1 Analisis Manfaat .............................................................. 78 7.2.1.1 Penerimaan Penjualan Krisan .............................. 78
13
7.2.1.2 Penerimaan Penjualan Bibit ................................. 79 7.2.1.3 Nilai Sisa (Salvage Value) ................................... 80 7.2.2. Analisis Biaya ................................................................. 81 7.2.2.1 Biaya Investasi ..................................................... 81 7.2.2.2 Biaya Operasional ................................................ 83 7.3 Analisis Kelayakan Finansial .................................................... 88 7.3.1 Kelayakan Finansial Skenario I ......................................... 88 7.3.2 Kelayakan Finansial Skenario II ....................................... 89 7.3.3 Perbandingan Hasil Analisis Kelayakan Finansial ............ 90 7.4 Analisis Switching Value ........................................................... 90
7.4.1 Analisis Switching Value Skenario I ................................. 90 7.4.2 Analisis Switching Value Skenario II ............................... 91 7.4.3 Perbandingan Hasil Analisis Switching Value ................. 92
BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................... 94
8.1 Kesimpulan ................................................................................ 94 8.2 Saran .......................................................................................... 95
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 97 LAMPIRAN .................................................................................................... 100
14
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Perkembangan nilai PDB hortikultura tahun 2002-2004 ...................... 2
2. Volume penjualan tanaman hias Indonesia tahun 2001-2002 .............. 3
3. Luas panen dan produksi krisan Provinsi Lampung 2005-2007 .......... 4
4. Penggunaan lahan di Kecamatan Balik Bukit ...................................... 47
5. Penggunaan lahan di Kecamatan Sekincau .......................................... 48
6. Luas wilayah dan jumlah penduduk Kecamatan Balik Bukit ............... 49
7. Luas wilayah dan jumlah penduduk Kecamatan Sekincau ................... 49
8. Persentase angkatan kerja menurut lapangan usaha utama .................. 50
9. PDRB adhk sektoral Kabupaten Lampung Barat 2001-2006 ............... 51
10. Jumlah dan persentase petani responden berdasarkan umur ................. 53
11. Jumlah dan persentase petani responden berdasarkan pendidikan
terakhir .................................................................................................. 53
12. Jumlah dan persentase petani responden berdasarkan jumlah
tanggungan keluarga ............................................................................. 54
13. Produksi dan penerimaan per tahun skenario I (penanaman tanpa
pembibitan) ........................................................................................... 71
14. Nilai sisa skenario I (penanaman tanpa pembibitan) ............................. 71
15. Biaya investasi skenario I (penanaman tanpa pembibitan) ................... 73
16. Reinvestasi tahun ketiga dan kelima skenario I pengusahaan krisan
di Kabupaten Lampung Barat ............................................................... 73
17. Reinvestasi tahun keempat skenario I .................................................... 74
18. Biaya tetap per tahun skenario I (penanaman tanpa pembibitan) ......... 75
19. Kebutuhan pupuk dan pestisida per tahun skenario I
(penanaman tanpa pembibitan) .............................................................. 76
20. Penggunaan tenaga kerja skenario I (penanaman tanpa pembibitan) .... 77
21. Biaya pasca panen skenario I (penanaman tanpa pembibitan) .............. 77
22. Produksi dan penerimaan per tahun skenario II
(penanaman dengan pembibitan) ........................................................... 78
15
23. Produksi dan penerimaan bibit per tahun .............................................. 80
24. Nilai sisa skenario II (penanaman dengan pembibitan) ......................... 81
25. Biaya investasi skenario II (penanaman dengan pembibitan) ............... 82
26. Reinvestasi tahun ketiga dan kelima skenario II .................................. 82
27. Reinvestasi tahun keempat skenario II ................................................. 83
28. Biaya tetap per tahun skenario II (penanaman dengan pembibitan) ...... 83
29. Kebutuhan pupuk dan pestisida tahun pertama skenario II
(penanaman dengan pembibitan) ........................................................... 85
30. Kebutuhan pupuk dan pestisida tahun kedua dst skenario II
(penanaman dengan pembibitan) ........................................................... 85
31. Penggunaan tenaga kerja skenario II ..................................................... 86
32. Penggunaan tenaga kerja tahun kedua dst skenario II
(penanaman dengan pembibitan) ........................................................... 87
33. Biaya pasca panen skenario II (penanaman dengan pembibitan) .......... 87
34. Kelayakan finansial skenario I (penanaman tanpa pembibitan) ............ 88
35. Kelayakan finansial skenario II (penanaman dengan pembibitan) ........ 89
36. Perbandingan hasil analisis kelayakan finansial .................................... 90
37. Analisis switching value penanaman tanpa pembibitan ....................... 91
38. Analisis switching value penanaman dengan pembibitan .................... 92
39. Perbandingan hasil analisis switching value .......................................... 93
16
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Alur pemikiran operasional ..................................................................... 36
2. Saluran pemasaran bunga potong krisan ................................................. 58
17
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Luas panen dan produksi krisan nasional 2002- 2006 .......................... 101
2. PDRB, jumlah penduduk, dan pendapatan perkapita ........................... 101
3. Kios saprodi di Kecamatan Balik Bukit dan Sekincau ......................... 102
4. Biaya pembuatan satu unit greenhouse ................................................ 102
5. Daftar KWT Calon Pelaksana Program Pengusahaan Bunga Potong
Krisan di Kabupaten Lampung Barat .................................................... 103
6. Jadwal kegiatan penanaman skenario I dalam setahun .......................... 105
7. Jadwal kegiatan penanaman skenario II tahun pertama......................... 106
8. Jadwal kegiatan penanaman skenario II tahun kedua dst ...................... 107
9. Cashflow pengusahaan krisan skenario I ............................................... 108
10. Cashflow pengusahaan krisan skenario II .............................................. 110
11. Switching value penurunan harga jual krisan pada skenario I .............. 112
12. Switching value kenaikan harga beli bibit pada skenario I .................... 114
13. Switching value penurunan volume produksi krisan pada skenario I ... 116
14. Switching value penurunan harga jual krisan pada skenario II .............. 118
15. Switching value kenaikan harga beli pupuk pada skenario II ............... 120
16. Switching value penurunan volume produksi krisan pada skenario II .. 122
18
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pertanian memiliki peranan yang penting bagi perekonomian Indonesia.
Pertanian berperan sebagai sumber ketahanan pangan, penyerap angkatan kerja,
dan sebagai sumber devisa negara. Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi
mencatat jumlah penduduk yang bekerja di sektor pertanian pada tahun 2006
sebesar 42.323.190 jiwa dan terjadi penambahan sebesar 285.570 jiwa pada tahun
2007 sehingga jumlahnya menjadi 42.608.760 jiwa. Jumlah angkatan kerja
tersebut adalah 44 persen dari seluruh angkatan kerja di Indonesia.
Subsektor hortikultura sebagai bagian dari sektor pertanian yang dapat
dijadikan sumber pertumbuhan ekonomi Indonesia di masa yang akan datang
mengingat potensi sumber daya manusia, ketersediaan teknologi, serta potensi
serapan pasar dalam negeri dan pasar internasional yang terus meningkat.
Perhitungan PDB (produk domestik bruto) produk hortikultura memperlihatkan
kecenderungan yang terus meningkat baik secara total maupun per jenis komoditi.
Subsektor hortikultura mencakup buah-buahan, tanaman sayuran, tanaman hias
(florikultura) dan tanaman obat-obatan (biofarmaka).
Secara umum keadaan perkembangan PDB hortikultura pada tahun 2002
sampai 2004 diperlihatkan dalam Tabel 1. PDB komoditi buah-buahan memiliki
komposisi sebesar 54 persen dari total PDB hortikultura sedangkan komoditi
tanaman hias sebesar 8 persen pada tahun 2004. Komoditi tanaman hias
mengalami peningkatan PDB dari tahun 2002 sampai 2004 di mana
19
peningkatannya cukup besar yaitu 25 persen. Kondisi tersebut menunjukkan
bahwa komoditi tanaman hias memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan
di Indonesia.
Tabel 1. Perkembangan Nilai PDB Hortikultura Tahun 2002-2004 Kelompok Komoditas
Nilai PDB (Miliar Rp) 2002 2003 2004
Buah-buahan 29.167,74 28.245,84 30.764,56Sayur-sayuran 17.867,34 20.573,48 20.748,70Tanaman Hias 3.458,02 4.500,94 4.608,55Tanaman Biofarmaka 506,49 564,92 722,23Total 51.001,00 53.885,18 56.854,94
Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura Departemen Pertanian, 2007
Komoditi florikultura terdiri atas tanaman hias pot, tanaman hias bunga
potong, tanaman hias daun dan tanaman taman. Bunga potong banyak digunakan
untuk hiasan rumah ataupun untuk rangkaian dan digunakan dalam acara formal,
budaya ataupun acara keagamaan serta ritual lainnya. Bunga potong merupakan
produk florikultura yang banyak diminati masyarakat saat ini. Hal ini dapat dilihat
pada Tabel 2 yang menunjukkan volume penjualan masing-masing komoditi, di
mana volume penjualan bunga potong memiliki volume penjualan terbesar
dibandingkan volume penjualan dari komoditi florikultura lainnya.
Volume penjualan bunga potong di Indonesia tahun 2000 sebesar 94,38
persen dari total penjualan tanaman hias. Tahun 2001 volume penjualan bunga
potong menurun dari 94,38 persen dengan volume penjualan Rp 24,17 M menjadi
87,94 persen dengan volume penjualan Rp 15,33 M, meskipun terjadi penurunan
volume penjualan, bunga potong tetap memberikan kontribusi terbesar dalam
volume penjualan tanaman hias secara keseluruhan.
20
Tabel 2. Volume Penjualan Tanaman Hias Indonesia Tahun 2001-2002 No. Jenis
Komoditi Volume Penjualan
2000 2001 Rp % Rp %
1. Bunga Potong 24.172.712.150 94,38 15.330.986.350 87,942. Bunga Potong
Pengisi 748.030.000 2,92 1.270.955.000 7,29
3. Daun Potong 101.139.200 0,39 183.967.100 1,054. Ranting 17.550.000 0,07 17.550.000 0,105. Tanaman Hias
Daun (Pot) 53.346.000 0,21 21.465.000 0,12
6. Tanaman Taman
520.069.500 2,03 608.418.000 3,49
Total 25.612.846.850 100 17.433.341.450 100Sumber : Asosiasi Bunga Indonesia, 2007
Krisan sebagai salah satu komoditi tanaman hias yang dapat dijadikan
tanaman hias pot dan bunga potong, termasuk produk utama dalam produksi
tanaman hias nasional dan saat ini termasuk bunga yang paling populer di
Indonesia karena memiliki beberapa keunggulan yaitu bunganya kaya warna,
relatif lebih tahan lama dan harganya terjangkau. Direktorat Tanaman Hias
Departemen Pertanian menyatakan bahwa krisan adalah komoditi tanaman hias
yang disukai oleh banyak konsumen sehingga komoditi ini mempunyai nilai
ekonomis yang tinggi. Hal ini dibuktikan dengan peningkatan jumlah produksi
dan penambahan luas panen krisan setiap tahunnya guna memenuhi permintaan
konsumen. Peningkatan jumlah produksi dan penambahan luas panen bunga
potong krisan secara nasional diperlihatkan dalam Lampiran 1.
Peningkatan produksi dan penambahan luas panen bunga potong krisan
juga terjadi di Provinsi Lampung yang diperlihatkan dalam Tabel 3. Berdasarkan
tabel tersebut dapat dilihat bahwa produksi dan luas panen bunga potong krisan di
Provinsi Lampung setiap tahunnya cenderung terus meningkat. Tahun 2005
produksi krisan hanya sebesar 42.580 tangkai dan terjadi peningkatan produksi
21
dalam kurun waktu dua tahun sebesar 616.670 tangkai menjadi 659.250 tangkai di
tahun 2007.
Tabel 3. Luas Panen dan Produksi Krisan Provinsi Lampung 2005-2007 Tahun Krisan
Luas Panen (m2) Produksi (tangkai) 2005 2.129 42.580 2006 2.910 69.840 2007 26.370 659.250
Sumber : Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Lampung, 2008 Peningkatan produksi bunga potong krisan mengindikasikan bahwa
permintaan konsumen terhadap komoditi ini juga terus meningkat. Seiring dengan
permintaan krisan yang semakin meningkat maka peluang agribisnis bunga
potong krisan perlu terus dikembangkan.
Kabupaten Lampung Barat sebagai salah satu kabupaten di Provinsi
Lampung mempunyai karakteristik daerah yang terdiri atas dataran tinggi dan
dataran rendah yang sangat subur sehingga berpotensi dalam sektor pertanian.
Sampai saat ini sektor pertanian tetap menjadi prioritas pembangunan Kabupaten
Lampung Barat, lebih dari 62 persen dari total PDRB Kabupaten Lampung Barat
berasal dari sektor ini1.
Jumlah rumah tangga petani di Kabupaten Lampung Barat sampai tahun
2007 adalah 82.595 rumah tangga di mana jumlah tersebut merupakan 77 persen
dari keseluruhan rumah tangga yang ada di kabupaten ini. Sektor pertanian yang
menjadi tulang punggung perekonomian Kabupaten Lampung Barat diarahkan
pada peningkatan pendapatan dan taraf hidup petani, memperluas lapangan kerja
dan kesempatan usaha, serta mengisi dan memperluas pasar, (Dinas Tanaman
Pangan dan Hortikultura Kabupaten Lampung Barat, 2008).
1 PDRB Kabupaten Lampung Barat Tahun 2006
22
1.2 Perumusan Masalah
Program pengusahaan bunga potong krisan yang akan dilaksanakan di
Kabupaten Lampung Barat sebagai tindak lanjut dari rencana strategis Kabupaten
Lampung Barat dalam meningkatkan dan mengembangkan agribisnis yang
dititikberatkan pada komoditi tanaman hias (Dinas Tanaman Pangan dan
Hortikultura Kabupaten Lampung Barat, 2008). Program pengusahaan bunga
potong krisan di Lampung Barat yang diprakarsai oleh pemerintah daerah
setempat bertujuan untuk meningkatkan pendapatan petani pelaksana.
Pengusahaan bunga potong krisan sebagai program Pemerintah Kabupaten
Lampung Barat melalui dinas tanaman pangan dan hortikultura akan melibatkan
sejumlah kelompok wanita tani (KWT) yang tersebar di beberapa wilayah
Kabupaten Lampung Barat. Keberhasilan dalam pengusahaan bunga potong
krisan oleh kelompok tani tersebut nantinya akan dijadikan contoh bagi kelompok
tani lain agar turut serta dalam pengusahaan bunga potong krisan di wilayah ini.
Pemerintah Kabupaten Lampung Barat mengharapkan petani yang nantinya
berhasil dalam usaha bunga potong krisan dapat memotivasi petani lain untuk
melakukan hal yang sama sehingga peningkatan pendapatan dan kesejahteran
petani di wilayah ini dapat tercapai.
Pelibatan masyarakat Kabupaten Lampung Barat dalam hal ini petani
nantinya dalam pelaksanaan program pengusahaan bunga potong krisan
mengharuskan dilakukan berbagai kajian guna melihat program pemerintah
daerah tersebut benar-benar dapat mencapai tujuan utamanya yaitu peningkatan
pendapatan petani yang pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan para
petani di wilayah Kabupaten Lampung Barat. Salah satu kajian penelitian yang
23
dapat dilakukan untuk melihat program pengusahaan bunga potong krisan tersebut
layak atau tidak untuk dilaksanakan adalah kajian analisis kelayakan.
Tujuan dilakukan analisis kelayakan adalah agar program yang akan
dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten Lampung Barat tersebut tepat sasaran.
Apabila dari hasil analisis kelayakan menunjukkan bahwa rencana pengusahaan
bunga potong krisan layak dilaksanakan maka usaha bunga potong krisan dapat
dilaksanakan dan dikembangkan. Apabila hasil analisis kelayakan menunjukkan
bahwa rencana pengusahaan bunga potong krisan di Kabupaten Lampung Barat
tidak layak dilaksanakan maka perlu dilakukan efisiensi biaya dan perbaikan
dalam pelaksanaan program tersebut.
Perencanaan pengusahaan bunga potong krisan terdiri atas dua skenario.
Skenario I adalah penanaman tanpa pembibitan dan skenario II penanaman
dengan pembibitan. Skenario penanaman tanpa pembibitan memiliki kelebihan
yaitu proses budidaya yang dilakukan cukup penanaman tanaman produksi saja
sehingga penghematan input produksi seperti pupuk, pestisida, dan tenaga kerja
dapat dilakukan. Namun kelemahan dari skenario ini adalah ketergantungan
produksi terhadap ketersediaan bibit, karena itu skenario lain yaitu skenario II
dilakukan juga dalam perencanaan program pengusahaan bunga potong krisan di
mana penanaman tanaman produksi dilakukan bersamaan dengan pembibitan.
Berdasarkan uraian di atas, permasalahan yang akan dikaji dalam
penelitian ini yaitu:
1. Bagaimana kelayakan rencana program pengusahaan bunga potong
krisan di Kabupaten Lampung Barat dilihat dari aspek pasar, aspek
teknis, aspek institusional-organisasi-manajerial, dan aspek sosial?
24
2. Bagaimana kelayakan finansial rencana program pengusahaan bunga
potong krisan, apabila usaha dilakukan dalam dua skenario yaitu
skenario I adalah penanaman tanpa pembibitan dan skenario II adalah
penanaman dengan pembibitan?
3. Bagaimana sensitivitas rencana program pengusahaan bunga potong
krisan terhadap perubahan harga input produksi, harga jual krisan dan
volume produksi krisan?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun penelitian ini bertujuan untuk menjawab perumusan masalah yang
sudah dikemukakan sebagai berikut:
1. Menganalisis kelayakan rencana program pengusahaan bunga potong
krisan di Kabupaten Lampung Barat dilihat dari aspek pasar, aspek
teknis, aspek institusional-organisasi-manajerial, dan aspek sosial.
2. Menganalisis kelayakan finansial rencana program pengusahaan bunga
potong krisan, apabila usaha dilakukan dalam dua skenario yaitu
skenario I adalah penanaman tanpa pembibitan dan skenario II adalah
penanaman dengan pembibitan.
3. Menganalisis sensitivitas rencana program pengusahaan bunga potong
krisan terhadap perubahan harga input produksi, harga jual krisan dan
volume produksi krisan.
25
1.4 Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi berbagai pihak
yang berkepentingan, yaitu:
1. Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Barat khususnya Dinas Tanaman
Pangan dan Hortikultura sebagai informasi dalam menyusun strategi
pengembangan agribisnis di Kabupaten Lampung Barat.
2. Petani sebagai upaya peningkatan pendapatan yang diharapkan nantinya
dapat meningkatkan kesejahteraannya.
3. Peneliti sebagai bahan referensi bagi penelitian selanjutnya.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian analisis kelayakan pengusahaan bunga potong
krisan di Kabupaten Lampung Barat mengkaji aspek pasar, aspek teknis, aspek
institusional-organisasi-manajerial, dan aspek sosial. Kriteria evaluasi aspek
finansial yang digunakan adalah Net Present Value (NPV), Internal Rate of
Return (IRR), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), dan Discounted Payback Period
(PP).
26
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Tanaman Hias Bunga Potong
Tanaman hias merupakan komoditi hortikultura non pangan yang
digolongkan florikultura. Tanaman hias dapat ditanam pada areal yang relatif
sempit, mempunyai nilai ekonomi yang tinggi dan diterima masyarakat. Dalam
kehidupan sehari-hari, komoditi ini dibudidayakan untuk dinikmati keindahannya.
Keindahan tanaman hias tersebut dapat dipancarkan dari keseluruhan tajuk
tanaman juga bentuk, warna bunga, dan kerangka tanaman.
Menurut Sudarmono (1997), tanaman hias merupakan jenis tanaman
tertentu baik yang berasal dari tanaman daun atau bunga yang dapat ditata untuk
memperindah lingkungan sehingga suasana menjadi lebih artistik dan menarik.
Sedangkan Rahardi (1997), berpendapat bahwa tanaman hias merupakan tanaman
yang mempunyai nilai keindahan dan daya tarik tertentu, serta mempunyai nilai
ekonomis untuk keperluan hiasan di dalam dan di luar ruangan.
Bunga adalah bagian dari tumbuhan berbiji yang berfungsi sebagai alat
reproduksi yang mempunyai empat bagian utama, yaitu sepal (daun kelopak),
petal (daun mahkota), pistil (putik), dan stamen (benang sari). Daun kelopak
merupakan bagian bunga yang terletak pada lingkaran terluar dan berwarna hijau.
Sedangkan daun mahkota merupakan bagian bunga yang biasanya mempunyai
warna-warni cerah. Warna-warni bunga ini untuk menarik serangga atau binatang
lain guna membantu penyerbukan. Benang sari dan putik merupakan organ
27
reproduksi yang biasanya bergabung dengan daun mahkota dan daun kelopak,
(Widyawan, 1994).
Menurut Widyawan (1994) bunga potong adalah bunga yang
dimanfaatkan sebagai bahan dalam rangkaian bunga untuk berbagai keperluan
dalam daur hidup manusia. Beberapa orang percaya bahwa dengan merangkai
bunga mampu mengekspresikan kemampuan estetika mereka.
2.2 Pengelompokkan Tanaman Hias
Palungkun (2002) menyatakan bahwa tanaman yang dapat digolongkan ke
dalam tanaman hias bunga apabila tanaman tersebut mempunyai bunga yang
menarik. Sedangkan menurut Endah (2001), jenis tanaman hias dapat digolongkan
atas tiga dasar utama, yaitu :
1. Jenis tanaman hias berdasarkan bagian tanaman yang dinikmati
a. Tanaman hias daun, adalah tanaman hias yang memiliki warna-
warni daun yang indah dengan bentuk tajuk daun bervariasi, unik,
dan eksotik, sehingga meskipun tidak berbunga, tetapi keindahan
warna dan bentuk daunnya mampu menghadirkan keasrian di
lingkungan sekitar rumah, perkantoran atau apartemen. Contohnya:
Lili paris, Palem, Kuping gajah, Sri rejeki, Adam hawa, Sambang
darah, dan Balanceng.
b. Tanaman hias bunga, adalah tanaman hias yang memiliki
kemampuan menghasilkan bunga dengan aneka bentuk, warna,
ukuran, dan keharuman yang unik. Misalnya: Gerbera jamesonii,
Chrysanthemum sp, dan Hibiscus rosasinensis.
28
2. Jenis tanaman hias berdasarkan lokasi penanamannya
a. Tanaman hias dalam taman, yaitu tanaman hias sebagai komponen
utama untuk mempercantik dan memperindah taman di lingkungan
rumah, kantor, atau apartemen. Contohnya: bugenvil, heliconia,
dan kembang sepatu.
b. Bunga potong, yaitu tanaman hias yang ditanam untuk diambil
bunga beserta tangkainya. Misalnya: berbagai jenis krisan, mawar,
dan anyelir.
c. Bunga dalam pot, yaitu jenis tanaman hias yang ditanam dalam
pot.
3. Jenis tanaman hias berdasarkan panjang harinya
a. Tanaman hias hari panjang, yaitu tanaman hias yang proses
pembungaannya terjadi bila memperoleh penyinaran lebih dari 14
jam sehari. Contohnya adalah Spathiphyllum dan Anthurium.
b. Tanaman hias hari pendek, yaitu tanaman hias yang proses
pembungaannya terjadi dengan penyinaran kurang dari 12 jam
sehari, misalnya krisan.
c. Tanaman hias hari netral, yaitu tanaman hias yang proses
pembungaannya tidak dipengaruhi oleh lama tidaknya penyinaran.
Misalnya kembang sepatu dan alamanda.
Palungkun (2002) menyatakan tanaman hias dapat dimasukkan ke dalam
tiga golongan besar, yaitu tanaman hias bunga, daun, dan batang. Sedangkan
Rahardi (1997) mengelompokkan berbagai tanaman hias yang memiliki sifat
29
komersial, yaitu berbagai jenis tanaman hias yang mempunyai pasaran (daya jual)
dan nilai ekonomi tinggi ke dalam beberapa golongan sebagai berikut:
1. Tanaman anggrek yang dijual dalam bentuk bibit, tanaman dewasa dan
anggrek botolan.
2. Bunga potong, yang dipasaran dikelompokkan menjadi bunga potong non
anggrek dan bunga potong anggrek.
3. Tanaman hias pot, yang dibedakan menjadi tanaman hias dalam ruangan
(indoor) dan tanaman hias luar ruangan (outdoor).
4. Tanaman hias hidroponik.
5. Bonsai, tanaman hias dengan ukuran yang kerdil.
6. Bunga kering dan bunga tabur.
2.3 Krisan
Krisan merupakan tanaman hias bunga berupa perdu dengan sebutan lain
seruni atau bunga emas (golden flower) yang berasal dari dataran Cina. Bunga
krisan tumbuh menyemak dengan daur hidup sebagai tanaman semusim ataupun
tahunan.
2.3.1 Morfologi dan Taksonomi
Bunga krisan tumbuh tegak dengan batang yang lunak dan berwarna hijau.
Bagian tepi dari daun memiliki celah, bergerigi, dan tersusun dengan berselang
seling pada batang. Perakaran menyebar hingga kedalaman 30-40 cm.
Berdasarkan jumlah bunga yang dipelihara dalam satu tangkai, bunga krisan
dibagi ke dalam dua tipe yaitu tipe standar dan tipe spray. Tipe standar hanya
memiliki satu bunga pada satu tangkai dengan ukuran bunga yang lebih besar,
30
sedangkan tipe spray memiliki 10-20 kuntum bunga dalam tiap tangkainya dengan
ukuran bunga yang kecil. Taksonomi bunga krisan menurut beberapa ahli botani
dikelompokkan ke dalam:
Kingdom : Plantae
Diviso : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Bangsa (ordo) : Asterales
Suku (famili) : Asteraceae
Marga (genus) : Chrysanthemum
Jenis (species) : Chrysanthemum, sp
2.3.2 Syarat Tumbuh
Krisan membutuhkan air yang memadai, tetapi tidak tahan terhadap
terpaan air hujan. Suhu udara terbaik untuk daerah tropis seperti Indonesia adalah
antara 20-26°C, masih toleran terhadap suhu udara sekitar 17-30°C. Krisan
membutuhkan kelembaban yang tinggi untuk awal pembentukan akar bibit stek
yaitu 90-95 persen. Tanaman muda sampai dewasa antara 70-80 persen,
diimbangi dengan sirkulasi udara yang memadai. Kadar CO2 di alam sekitar 300
ppm. Kadar CO2 yang ideal untuk memacu fotosintesa antara 600-900 ppm.
Pembudidayaan tanaman krisan dalam bangunan tertutup seperti greenhouse,
dapat ditambahkan CO2 hingga mencapai kadar yang dianjurkan (Karyatiningsih
et al., 2001). Tanah yang ideal untuk bunga krisan adalah bertekstur liat berpasir,
subur, gembur dan drainasenya baik, tidak mengandung hama dan penyakit,
31
memiliki derajat keasaman tanah sekitar 5,5-6,7, dan memiliki ketinggian tempat
antara 700-1200 m dpl.
2.3.3 Budidaya
Pembibitan krisan dilakukan dengan cara vegetatif yaitu dengan anakan,
stek pucuk dan kultur jaringan. Penyemaian bibit bisa dilakukan dalam bak
ataupun melalui penyemaian kultur jaringan. Pemeliharaan untuk bibit yaitu
penyiraman dengan sprayer 2-3 kali sehari, memasang lampu untuk pertumbuhan
vegetatif dan penyemprotan pestisida apabila tanaman diserang hama atau
penyakit. Bibit stek pucuk siap dipindahtanamkan ke areal penanaman pada umur
10-14 hari setelah semai dan bibit dari kultur jaringan yang sudah berdaun 5-7
helai dan setinggi 7,5-10 cm juga siap dipindahtanamkan.
Jarak lubang tanam 10 cm x 10 cm atau 20 cm x 20 cm. Waktu tanam
yang baik antara pagi atau sore hari. Setelah penanaman siram dengan air dan
pasang naungan sementara dari sungkup plastik transparan. Pengairan yang paling
baik adalah pada pagi atau sore hari, pengairan dilakukan kontinyu 1-2 kali sehari,
tergantung cuaca atau media tumbuh. Hama bunga krisan terdiri atas ulat tanah
(Agrotis ipsilon), thrips (Thrips tabacci), tungau merah (Tetranycus sp) dan
penggerek daun (Liriomyza sp). Sedangkan penyakit yang biasanya terdapat pada
bunga krisan yaitu karat/rust, tepung oidium dan virus kerdil mozaik.
2.3.4 Panen dan Pasca Panen
Umur tanaman siap panen yaitu 3-4 bulan setelah tanam. Panen sebaiknya
dilakukan pagi hari, saat suhu udara tidak terlalu tinggi dan saat bunga krisan
berturgor optimum. Pemanenan dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu dipotong
tangkainya dan dicabut seluruh tanaman.
32
Tata cara memanen bunga potong krisan antara lain yaitu dengan
memotong bunga sepanjang 60-80 cm dengan menyisakan tunggul batang setinggi
20-30 cm dari permukaan tanah. Setelah dipanen, kumpulkan bunga hasil panen,
lalu ikat tangkai bunga berisi sekitar 10 tangkai. Kriteria utama bunga potong
meliputi penampilan yang baik, menarik, sehat serta bebas hama dan penyakit.
2.4 Peranan Tanaman Hias Bunga Potong
Bunga potong memiliki banyak kegunaan antara lain sebagai bahan
industri makanan, minuman, obat, kosmetika, dan minyak wangi. Menurut
Soekartawi (1996) tanaman hias khususnya bunga potong mempunyai peranan,
yaitu: (a) sebagai filter (penyerap) udara kotor, (b) sumber estetika, dan (c)
mengurangi stres.
Tanaman hias dapat memberikan suasana indah mempesona, melembutkan
pandangan, dan memberikan kecemerlangan sepanjang waktu. Kehadiran tanaman
hias di tengah-tengah penghuni rumah juga memberikan kesejukan dan rasa
nyaman. Tanaman hias juga mampu menurunkan suhu pada saat udara panas dan
sekaligus mencuci udara karena tanaman merupakan sumber oksigen (Sudarmono,
1997).
Menurut Endah (2001), tanaman hias akan membuat suasana sekitar
rumah menjadi lebih hijau, memperindah komposisi warna lingkungan sekitar,
dan membuat keberadaan taman dan lingkungan sekitar rumah menjadi lebih
semarak. Tanaman hias juga dapat menciptakan kesegaran, kesejukan dan
keindahan maupun kesehatan lingkungan, selain merupakan suatu upaya dalam
pelestarian sumberdaya hayati.
33
Berbagai ragam tanaman hias umumnya ditanam untuk menghijaukan dan
mempercantik suatu taman ataupun sebagai tanaman hias dalam pot yang
ditempatkan di meja ataupun di areal/ruang rumah, perkantoran, hotel, restoran
atau apartemen. Tanaman hias dengan keanekaragamannya itu tidak semata-mata
digunakan sebagai pelengkap saja, tanaman hias juga mempunyai beberapa fungsi
lain seperti (Rukmana, 1997):
1. Keindahan (estetis), tanaman yang diatur menurut komposisinya dapat
membuahkan rasa indah dan puas pada orang yang memandangnya.
Tanaman hias yang dirangkai dapat digunakan sebagai penyaluran jiwa
seni.
2. Stabilisator atau pemelihara lingkungan, keberadaan tanaman hias dapat
meredam suara, menyaring debu, menyerap gas-gas beracun, memelihara
suhu udara, dan kelembaban. Tanaman hias juga menghasilkan udara yang
sejuk dan nyaman walaupun udara bebas sebenarnya sedang amat terik.
3. Pendidikan (edukatif), tanaman dapat menumbuhkan rasa cinta pada alam
dan membentuk watak seseorang, hal ini dapat dilihat pada penataan
taman di sekolah taman kanak-kanak dan playgroup.
4. Pemeliharaan kesehatan, keindahan tanaman hias dapat menumbuhkan
rasa puas, tentram dan tenang sehingga dapat memelihara kesehatan jiwa
manusia. Proses asimilasi yang dilakukan tanaman menghasilkan O2 dari
zat asam arang sehingga udara menjadi segar.
5. Ekonomi dan sosial, tanaman hias merupakan komoditi yang
dikomersialkan dan telah mendatangkan penghasilan bagi beberapa orang.
Keteraturan penataan tanaman hias akan menimbulkan citra yang berbeda
34
terhadap manusia yang berada di sekitarnya. Penataan tanaman dalam
ruangan dapat menutupi atau menyembunyikan sudut atau bagian yang
terkesan luang dan kaku atau dapat digunakan sebagai alat penyekat antar
ruang. Sedangkan kehadiran tanaman hias di kantor dapat berperan untuk
meredam pikiran yang tegang, menciptakan suasana tenang, dan secara
alami memerangi Sick Building Syndrom.
6. Tanaman obat, tanaman hias merupakan salah satu dari tanaman yang
ternyata juga bermanfaat sebagai tanaman obat. Misalnya kembang sepatu
(Hibiscus rosasinensis). Perasan kuntum bunganya dicampur sedikit
garam dan madu, diminum secara teratur sebagai obat tubercolosa dan
bronchitis. Bunga mawar (Rosa sp), tapak doro, daun dan akar tanaman ini
digunakan untuk obat diabetes dan encok.
2.5 Hasil Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu dimaksudkan untuk mengkaji penelitian-penelitian
yang telah dilakukan dengan mengangkat topik, produk, komoditi, maupun alat
analisis yang sama. Dari penelitian terdahulu ini, dapat diketahui kelebihan dan
kekurangan penelitian yang telah dilakukan sehingga dapat dijadikan bahan
pembelajaran. Selain itu, diharapkan peneliti dapat mencari sesuatu yang
membedakan penelitian yang akan dilakukan dengan penelitian-penelitian
terdahulu. Analisis kelayakan suatu usaha telah cukup banyak diteliti dengan
menggunakan berbagai alat analisis dan metode yang dinilai cukup untuk
mengukur apakah suatu usaha layak atau tidak untuk dilaksanakan.
35
Atmoko (2006) melakukan penelitian dengan menganalisis kelayakan
usahatani pembesaran dan pemasaran ikan mas (Cyprinus carpio) budidaya jaring
apung (kasus di Kecamatan Mande, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat). Penelitian
ini bertujuan untuk mengidentifikasi keragaan dan kelayakan usahatani
pembesaran ikan mas, menganalisis sensitivitas dari usahatani pembesaran ikan
mas, melihat saluran, fungsi, dan lembaga pemasaran yang terkait dalam kegiatan
pemasaran produk ikan mas serta mengidentifikasi marjin pemasaran.
Berdasarkan nilai kriteria kelayakan finansial, dihasilkan nilai kriteria investasi
yang masih layak. Dalam menganalisis kepekaan usaha dicoba dengan
perhitungan kriteria investasi saat terjadi perubahan dalam harga pakan, harga
benih, biaya tenaga kerja, harga jual, dan volume produksi menunjukkan bahwa
usaha masih layak untuk dijalankan. Hasil penelitian juga memperlihatkan bahwa
saluran pemasaran yang paling efisien adalah saluran pemasaran ikan mas ke
pasar konsumen Sukabumi.
Samak (2006) melakukan penelitian yang berjudul analisis kelayakan
usahatani manggis (studi kasus: Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang,
Kabupaten Bogor, Jawa Barat). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
tingkat kelayakan investasi usahatani manggis dan menganalisis tingkat kepekaan
kelayakan investasi pengusahaan manggis. Hasil analisis aspek teknis, aspek
pasar, dan aspek manajemen menunjukkan bahwa usahatani manggis di Desa
Karacak layak untuk dilaksanakan. Kriteria kelayakan investasi yang digunakan
dalam penelitian ini adalah Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return
(IRR), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), dan analisis sensitivitas. Hasil penelitian
menunjukkan nilai NPV Rp 65.972.779, IRR sebesar 30,99 persen di mana tingkat
36
suku bunga yang digunakan adalah 8 persen, Net B/C yang diperoleh sebesar
6,483. Hasil analisis sensitivitas menunjukkan bahwa usahatani manggis tidak
sensitif terhadap kenaikan biaya operasional, penurunan produksi, kenaikan harga
jual, maupun kenaikan suku bunga.
Ashari (2006) menganalisis kelayakan finansial konversi tanaman kayu
manis menjadi kakao di Kecamatan Gunung Raya Kabupaten Kerinci Provinsi
Jambi. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis kelayakan konversi tanaman
perkebunan kayu manis menjadi kakao dari segi finansial dan menganalisis
tingkat sensitivitas akibat perubahan biaya dan manfaat selama usaha perkebunan
dilaksanakan. Alat analisis yang digunakan berdasarkan kriteria investasi yaitu
NPV, IRR dan Net B/C. Berdasarkan analisis kelayakan finansial menunjukkan
bahwa konversi kayu manis menjadi kakao layak dilaksanakan. Nilai kriteria
investasi dari kakao yang lebih besar dibandingkan dengan nilai kriteria investasi
kayu manis menghasilkan kesimpulan bahwa kakao layak untuk menggantikan
kayu manis. Analisis sensitivias yang dilakukan dengan menggunakan tiga
komponen yaitu penurunan hasil produksi, penurunan harga output dan
peningkatan harga pupuk meunjukkan konversi tetap layak untuk dilaksanakan.
Affandy (2007) menganalisis kelayakan finansial usahatani gambir di
Desa Toman Kecamatan Babat Toman Kabupaten Musi Banyuasin Provinsi
Sumatera Selatan. Tujuan dari penelitian ini ialah mengkaji keragaan usahatani
gambir, menganalisis kelayakan finansial usahatani gambir, serta menganalisis
tingkat kepekaan (sensitivitas) dari usahatani gambir. Hasil perhitungan analisis
kelayakan menghasilkan NPV yang bernilai positif yaitu sebesar Rp 99.830.191.
Sedangkan nilai IRR diperoleh sebesar 77,54 persen, nilai ini berada di atas
37
tingkat suku bunga yang digunakan yaitu 12,5 persen. Nilai Net B/C yang didapat
adalah 7,25. Hasil dari analisis switching value menunjukkan bahwa usahatani
gambir masih layak untuk dilaksanakan jika harga jual getah gambir kering
maksimal mengalami penurunan sebesar 53 persen. Usahatani gambir juga masih
layak jika mengalami kenaikan biaya kayu bakar maksimal sebesar 924 persen
dan kenaikan biaya tenaga kerja maksimal sebesar 93 persen. Payback period
(PP) yang diperoleh dari usaha ini adalah 1 tahun 11,6 bulan.
Wahyuni (2007), melakukan penelitian analisis kelayakan investasi
pengusahaan terong belanda (kasus di Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara).
Tujuan penelitian ini adalah menganalisis kelayakan usaha terong belanda secara
deskriptif yang meliputi aspek teknis, aspek institusional-organisasi-manajerial,
aspek sosial dan aspek pasar, menganalisis kelayakan finansial dalam
pengusahaan terong belanda baik secara monokultur maupun tumpangsari, dan
menganalisis sensitivitas pengusahaan terong belanda terhadap beberapa faktor
seperti output produksi, harga input produksi dan harga penjualan. Analisis yang
dilakukan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif yang dilakukan di
Kabupaten Karo yang meliputi analisis aspek teknis, aspek institusional-
organisasi-manajerial, aspek sosial, aspek pasar. Skenario satu di mana budidaya
terong belanda dilakukan secara monokultur menghasilkan nilai NPV sebesar
Rp 72.854.485, Net B/C sebesar 1,67, IRR sebesar 12 persen, dan Payback Period
selama 2 tahun 9 bulan. Penanaman terong belanda secara tumpangsari sebagai
skenario dua menunjukkan nilai NPV sebesar Rp 70.630.390, Net B/C sebesar
2,09, IRR sebesar 15 persen, dan Payback Period selama 2 tahun 11 bulan.
38
Penelitian yang dilakukan peneliti kali ini memiliki persamaan dan
perbedaan bila dibandingkan dengan penelitian-penelitian terdahulu. Kesamaan
penelitian dengan penelitian terdahulu adalah menganalisis kelayakan suatu usaha.
Perbedaan penelitian yang dilakukan peneliti bila dibandingkan dengan penelitian
terdahulu adalah kelayakan yang dianalisis dalam penelitian ini sebagai usaha
yang baru akan dilaksanakan dalam lingkup wilayah yang cukup luas yaitu
kabupaten. Komoditi yang akan diteliti adalah tanaman hias bunga potong krisan.
Aspek-aspek kelayakan yang akan dikaji adalah aspek pasar, aspek teknis, aspek
institusional-organisasi-manajerial, aspek sosial, dan aspek finansial.
39
BAB III
KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Studi Kelayakan Proyek
Proyek merupakan suatu kegiatan yang mengeluarkan uang atau biaya-
biaya dengan harapan akan memperoleh hasil, yang secara logika merupakan
wadah untuk melakukan kegiatan-kegiatan perencanaan, pembiayaan dan
pelaksanaan dalam satu unit. Rangkaian dasar dalam perencanaan dan
pelaksanaan proyek adalah siklus proyek yang terdiri atas tahap-tahap identifikasi,
persiapan dan analisis penilaian, pelaksanaan dan evaluasi (Gittinger, 1986).
Evaluasi proyek sangat penting, evaluasi ini dapat dilakukan beberapa kali selama
pelaksanaan proyek.
Studi kelayakan proyek adalah penelitian tentang dapat tidaknya suatu
proyek biasanya merupakan proyek investasi dilaksanakan dengan berhasil
(Husnan dan Suwarsono, 2000). Pengertian keberhasilan ini mungkin bisa
ditafsirkan berbeda-beda. Pihak swasta lebih berminat tentang manfaat ekonomis
suatu investasi. Sedangkan pemerintah dan lembaga non profit melihat apakah
bermanfaat bagi masyarakat luas yang berupa penyerapan tenaga kerja,
pemanfaatan sumberdaya yang melimpah, dan penghematan devisa. Semakin luas
skala proyek maka dampak yang dirasakan baik secara ekonomi maupun sosial
semakin luas, karena itu studi kelayakan dilengkapi dengan analisa yang disebut
analisa manfaat dan pengorbanan (cost and benefit analysis).
Menurut Husnan dan Suwarsono (2000) analisis kelayakan proyek
memberikan manfaat kepada:
40
1. Manfaat ekonomi proyek tersebut bagi proyek itu sendiri/manfaat finansial.
Artinya adalah apakah proyek tersebut cukup menguntungkan bila
dibandingkan dengan risiko proyek.
2. Manfaat ekonomi proyek tersebut bagi negara temspat proyek tersebut
dilaksanakan, yang menunjukkan manfaat proyek tersebut bagi ekonomi
makro suatu negara.
3. Manfaat sosial proyek tersebut bagi masyarakat di sekitar proyek.
3.2 Aspek-Aspek Studi Kelayakan Proyek
Menurut Husnan dan Suwarsono (2000), sampai saat ini belum ada
kesepakatan tentang aspek-aspek apa saja yang perlu diteliti dalam studi
kelayakan. Hal ini bergantung pada besar kecilnya dana yang tertanam dalam
investasi tersebut. Pada umumnya penelitian-penelitian melakukan kajian
terhadap aspek pasar, teknis, bahan baku dan keuangan, ada juga yang
ditambah dengan aspek sosial.
3.2.1 Aspek Pasar
Aspek pasar dan pemasaran mempelajari tentang: (1) permintaan, baik
secara total maupun diperinci menurut daerah, jenis konsumen, perusahaan besar
pemakai; (2) penawaran, baik yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri;
(3) harga, yang dilakukan dengan membandingkannya dengan produksi lainnya;
(4) program pemasaran, mencakup pemasaran yang akan dipergunakan.
41
1. Permintaan
Jumlah suatu komoditi yang akan dibeli oleh suatu rumah tangga disebut
banyaknya komoditi yang diminta (Lipsey, 1995). Banyaknya komoditi
yang akan dibeli oleh rumah tangga pada periode waktu tertentu
dipengaruhi oleh variabel penting yaitu; (a) harga komoditi itu sendiri, (b)
rata-rata penghasilan rumah tangga, (c) harga-harga dari komoditi yang
berkaitan, (d) selera, dan (e) distribusi pendapatan diantara rumah tangga
dan besarnya populasi.
2. Penawaran
Penawaran merupakan banyaknya komoditi yang dijual oleh perusahaan
(Lipsey, 1995). Banyaknya komoditi yang ditawarkan oleh perusahaan
dipengaruhi oleh beberapa variabel penting diantaranya; (a) harga
komoditi tersebut, (b) harga-harga input, (c) tujuan perusahaan, dan (d)
perkembangan teknologi.
3. Harga
Berdasarkan hipotesa ekonomi, jumlah barang yang diminta berkorelasi
negatif dengan harga barang tersebut, dengan asumsi faktor lain dianggap
tetap (Lipsey, 1995). Semakin rendah harga suatu barang, maka semakin
besar pula permintaannya dan juga sebaliknya. Untuk penawaran, jumlah
barang yang ditawarkan berbanding lurus dengan harga barang tersebut,
dengan asumsi faktor lain dianggap tetap. Semakin tinggi harga suatu
barang, maka semakin besar pula penawarannya akan barang tersebut.
Tetapi sebaliknya, semakin rendah harga suatu barang, maka semakin
rendah pula penawaran untuk barang tersebut.
42
4. Strategi Pemasaran
Strategi pemasaran adalah berbagai usaha yang dilakukan oleh perusahaan
dalam mempengaruhi keputusan konsumen untuk melakukan pembelian
hasil produksinya. Usaha-usaha pemasaran yang dilakukan biasanya
disesuaikan dengan kedudukan produknya dalam persaingan dan siklus
produk, baik itu ketika penetrasi pasar maupun pada siklus selanjutnya.
3.2.2 Aspek Teknis
Aspek teknis adalah aspek yang berkenaan dengan proses pembangunan
proyek secara teknis dan pengoperasiannya setelah proyek tersebut selesai
dibangun. Komponen aspek teknis adalah penyediaan infrastruktur dan prasarana
produksi berikut saluran pemasaran hasil produksi. Dari sini bisa dihitung
rancangan awal penaksiran biaya investasi, termasuk biaya eksploitasinya.
Biasanya pelaksanaan dan evaluasi aspek ini seringkali tidak dapat memberikan
suatu keputusan yang baku, dengan kata lain bisa terdapat beberapa alternatif
jawaban.
Dalam aspek teknis ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu: (1)
lokasi proyek, (2) besar skala operasi atau luas produksi diperhitungkan untuk
mancapai skala ekonomi, (3) kriteria pemilihan mesin dan peralatan utama serta
alat pembantu mesin dan peralatan, (4) proses produksi dan layout pabrik yang
dipilih, termasuk layout bangunan dan fasilitas lain, dan (5) jenis teknologi yang
diusulkan, termasuk didalamnya pertimbangan variabel sosial (Husnan dan
Suwarsono, 2000).
43
1. Lokasi Proyek
Lokasi proyek untuk suatu perusahaan industri adalah lokasi dan lahan
pabrik serta lokasi bukan pabrik. Pengertian kedua menunjuk pada lokasi
untuk kegiatan yang secara langsung tidak berkaitan dengan proses
produksi, yakni meliputi bangunan administrasi perkantoran dan
pemasaran (Husnan dan Suwarsono, 2000).
Ada beberapa variabel yang perlu diperhatikan dalam pemilihan lokasi
proyek, yaitu variabel utama dan variabel bukan utama. Penggolongan ke
dalam kedua kelompok ini tidak bersifat baku, dalam artian masih
dimungkinkan untuk mengubah golongan sesuai dengan ciri utama output
dan proyek yang bersangkutan. Yang termasuk ke dalam variabel utama
adalah: (1) ketersediaan bahan mentah, (2) letak pasar yang dituju, (3)
tenaga listrik dan air, supply tenaga kerja, dan fasilitas transportasi.
Variabel bukan utama adalah: (1) hukum dan peraturan yang berlaku di
Indonesia maupun ditingkat lokal pada rencana lokasi, (2) iklim, keadaan
tanah, (3) sikap dari masyarakat setempat (adat istiadat), dan (4) rencana
masa depan perusahaan dalam kaitannya dengan perluasan.
2. Luas Produksi
Luas produksi adalah jumlah produk yang seharusnya diproduksi untuk
mencapai keuntungan yang optimal. Dalam penentuan luas produksi ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu: (1) batasan permintaan yang
telah diketahui terlebih dahulu dalam perhitungan market share (pangsa
pasar), (2) tersedianya kapasitas mesin-mesin, yang dalam hal ini dibatasi
oleh kapasitas teknis atau kapasitas ekonomis, (3) jumlah dan kemampuan
44
tenaga kerja pengelola proses produksi, (4) kemampuan finansial dan
manajemen, serta (5) kemungkinan adanya perubahan teknologi produksi
di masa yang akan datang.
3. Layout
Layout merupakan keseluruhan proses penentuan bentuk dan penempatan
fasilitas-fasilitas yang dimiliki oleh perusahaan, yang meliputi layout site
(layout lahan lokasi pabrik), layout pabrik, layout bangunan bukan pabrik
dan fasilitas lainnya.
4. Pemilihan Jenis Teknologi dan Equipment
Patokan umum yang dapat digunakan dalam pemilihan jenis teknologi
adalah seberapa jauh derajat mekanisasi yang dinginkan dan manfaat
ekonomi yang diharapkan, dan juga kritreria lainnya seperti: ketepatan
jenis teknologi yang dipilih dengan bahan mentah yang digunakan,
keberhasilan penggunaan teknologi tersebut di tempat lain yang memiliki
ciri-ciri yang hampir sama dengan lokasi proyek, tingkat pengetahuan
penduduk (tenaga kerja) setempat dan kemungkinan pengembangannya,
juga kemungkinan penggunaan tenaga kerja asing, dan pertimbangan
kemungkinan adanya teknologi lanjutan sebagai salinan teknologi yang
akan dipilih sebagai akibat keusangan.
3.2.3 Aspek Institusional-Organisasi-Manajerial
Aspek ini membicarakan tentang bagaimana merencanakan pengelolaan
proyek tersebut dalam operasinya nanti. Analisis berkaitan dengan hal-hal yang
berkenaan dengan pertimbangan mengenai sesuai tidaknya proyek dengan pola
45
sosial budaya masyarakat setempat, susunan organisasi proyek agar sesuai dengan
prosedur organisasi setempat, kesanggupan/keahlian staf yang ada untuk
mengelola proyek.
3.2.4 Aspek Sosial
Analisis sosial berkenaan dengan implikasi sosial yang lebih luas dari
investasi yang diusulkan, dimana pertimbangan-pertimbangan sosial yang harus
dipikirkan secara cermat agar dapat menentukan apakah suatu proyek tanggap
(responsive) terhadap keadaan sosial (Gittinger, 1986). Contoh pengaruh proyek
terhadap kondisi sosial diantaranya seperti kesempatan kerja, peningkatan
kesejahteraan petani, dan dampaknya terhadap lingkungan.
3.2.5 Aspek Finansial
Ada beberapa hal penting yang perlu diperhatikan dalam aspek keuangan,
yaitu: (1) aktiva tetap, (2) modal kerja, dan (3) sumber dana untuk modal kerja
dan investasi aktiva tetap. Aktiva tetap dapat dibagi dalam dua bagian, yaitu
aktiva tetap berwujud dan aktiva tetap tidak berwujud. Aktiva tetap berwujud
adalah tanah dan pengembangan lokasi, bangunan dan perlengkapan, pabrik dan
mesin serta aktiva lainnya. Aktiva tetap tidak berwujud adalah biaya pendahuluan
dan biaya sebelum operasi (Husnan dan Suwarsono, 2000).
Menurut Husnan dan Suwarsono (2000) modal kerja dapat dibagi menjadi
dua, yaitu modal kerja netto dan modal kerja bruto. Modal kerja netto merupakan
selisih antara aktiva lancar dengan utang jangka pendek. Modal kerja bruto
46
menunjukkan semua investasi yang diperlukan untuk aktiva lancar, yang terdiri
atas kas, surat-surat berharga, piutang, persedian, dan lain-lain.
Sumber dana yang dibutuhkan untuk membiayai aktiva tetap dan modal
kerja bisa dari milik sendiri, saham, obligasi, kredit bank, leasing dan project
finance. Piihak perusahaan harus mancari kombinasi sumber dana yang
mempunyai biaya terendah dan tidak menimbulkan kesulitan likuiditas bagi
proyek atau perusahaan yang mensponsori proyek tersebut selama jangka waktu
pengembalian dan penggunaan dana.
Kriteria kelayakan investasi secara finansial yang digunakan dalam
penelitian ini antara lain meliputi:
1. Net Present Value (NPV)
Merupakan nilai sekarang dari selisih antara penerimaan dan biaya pada
tingkat diskonto tertentu. Penggunaan kriteria NPV ditujukan untuk
mengetahui gambaran nilai bersih suatu proyek. Suatu bisnis dikatakan
layak bila NPV lebih besar dari nol dan semakin besar NPV menunjukkan
semakin layak bisnis tersebut untuk dilaksanakan. Sebaliknya apabila
NPV di bawah nol, maka menunjukkan bahwa bisnis tidak layak untuk
diusahakan karena kegiatan usaha tersebut tidak menguntungkan.
2. Internal Rate Return (IRR)
Merupakan tingkat diskonto pada saat NPV sama dengan nol. Perhitungan
IRR dimaksudkan untuk mengetahui nilai tingkat suku bunga sosial yang
membuat NPV proyek sama dengan nol. Tingkat suku bunga tersebut
adalah tingkat suku bunga maksimum apabila modal yang digunakan
didepositokan ke bank. Adapun pembanding yang digunakan untuk
47
mengukur kelayakan berdasarkan IRR adalah tingkat suku bunga yang
telah ditentukan. Suatu bisnis dikatakan layak bila dapat memberikan nilai
IRR yang lebih besar dari tingkat suku bunga yang berlaku. Sebaliknya
suatu bisnis dinyatakan tidak layak bila nilai IRR lebih kecil dari tingkat
suku bunga yang berlaku.
3. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C)
Merupakan angka pembanding antara jumlah present value yang bernilai
positif dengan jumlah present value yang bernilai negatif. Kriteria
investasi Net B/C digunakan untuk mengetahui sampai sejauh mana
manfaat yang diterima oleh bisnis dapat menutup seluruh biaya yang
dikeluarkan dan mempunyai modal lagi bagi kelanjutannya. Suatu bisnis
dikatakan layak berdasarkan kriteria investasi ini, apabila nilai Net
B/C > 1, sebaliknya nilai Net B/C < 1 menunjukkan bahwa manfaat yang
diperoleh adalah lebih kecil dari biaya yang dikeluarkan. Net B/C = 1
berarti besarnya manfaat yang diperoleh adalah sama besarnya dengan
biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan mnafaat tersebut.
4. Masa Pengembalian Investasi ( Discounted Payback Period)
Merupakan kriteria tambahan dalam analisis kelayakan untuk melihat
periode waktu yang diperlukan dalam melunasi seluruh pengeluaran
investasi. Kriteria payback period digunakan untuk mengetahui tingkat
kecepatan modal investasi yang dikeluarkan dapat kembali. Semakin cepat
modal dapat kembali semakin baik untuk membiayai kegiatan lain. Dalam
kriteria ini, suatu bisnis dikatakan layak apabila bisnis tersebut dapat
mengembalikan modal sebelum berakhirnya umur proyek tersebut.
48
Sebaliknya, suatu bisnis dikatakan tidak layak jika bisnis tersebut tidak
dapat mengembalikan modal sampai saat proyek berakhir.
3.3 Cashflow
Cashflow adalah susunan arus manfaat bersih tambahan sebagai hasil
pengurangan arus biaya tambahan terhadap arus manfaat. Arus tersebut
menggambarkan keadaan dari tahun ke tahun selama jangka hidup dari suatu
proyek (Kuntjoro, 2002). Dalam penyusunan cashflow hal-hal ini harus
ditetapkan, yaitu:
1. Apakah dipergunakan harga yang tetap, artinya tidak berubah selama proyek
berjalan.
2. Harga yang dipakai adalah harga yang berlaku di pasar, jadi di sini dipakai
harga yang benar-benar diterima atau dikeluarkan petani, sedangkan harga
bahan-bahan input dipakai harga yang benar-benar dibayar oleh petani.
3. Sarana produksi selalu tersedia tepat pada waktu dan jumlah yang diperlukan
termasuk pinjaman bagi petani.
4. Pada saat proyek dimulai petani telah memiliki keterampilan dalam teknologi
yang akan dipakai
5. Setiap kegiatan dari suatu proyek harus dapat dibuat pentahapannya berikut
dengan ukuran nilainya.
3.3.1 Inflow
Inflow atau arus penerimaan dimasukkan setiap komponen yang
merupakan pemasukan bagi petani, pada saat permulaan atau selama proyek
berjalan. Komponen-komponen yang termasuk dalam inflow terdiri atas:
49
1. Nilai produksi total
Nilai produksi total berasal dari produksi total yang dihasilkan
dikalikan dengan harga per satuan produk tersebut ke dalam komponen ini
termasuk semua produksi baik yang dijual maupun tidak dijual. Untuk
menilai besarnya nilai produksi total diperhitungkan semua penggunaan
produksi, yaitu nilai bagian produksi yang dijual, nilai dari bagian
produksi yang dikonsumsi sendiri, nilai dari bagian produksi untuk upah
kerja, nilai dari bagian produksi untuk barang perantara, dan nilai dari
bagian produksi untuk lain-lain. Semua harga yang dipergunakan adalah
harga di tingkat petani.
2. Nilai Sisa (Salvage Value)
Nilai sisa dimaksudkan sebagai nilai dari barang modal yang tidak
habis terpakai. Pada akhir proyek sering terjadi masih ada barang modal
yang tidak habis terpakai, terhadap barang-barang tersebut harus dinilai
harganya pada saat proyek selesai. Penaksiran nilai tersebut dilakukan
pada saat menyusun cashflow. Penentuan besarnya nilai sisa ditaksir
berdasarkan harga barang pada keadaan atau kondisi setelah proyek
berakhir.
3.3.2 Outflow
Analisis finansial komponen outflow yang diperhitungkan dalam cashflow
terdiri atas biaya barang modal, biaya beban, upah tenaga kerja, tanah, pajak, dan
lain-lain. Biaya operasional yang terdiri atas biaya tetap dan biaya variabel juga
sebagai komponen outflow.
50
3.4 Analisis Sensitivitas
Kadariah et al., (1999) mengemukakan bahwa tujuan analisis sensitivitas
adalah untuk melihat apa yang akan terjadi dengan hasil analisis proyek jika ada
suatu kesalahan atau perubahan dalam dasar-dasar perhitungan biaya atau
manfaat. Setiap kemungkinan yang akan terjadi harus dicoba yang berarti harus
diadakan analisis kembali. Hal ini perlu karena analisis proyek didasarkan pada
proyeksi-proyeksi yang mengandung ketidakpastian tentang apa yang akan terjadi
diwaktu yang akan datang.
Analisis nilai pengganti (switching value) merupakan salah satu variasi
dari analisis sensitivitas. Analisis ini digunakan untuk menghitung kepekaan
investasi pada pengusahaan proyek terhadap perubahan-perubahan.
Proyek dalam sektor pertanian dapat berubah-ubah sebagai akibat dari tiga
permasalahan utama :
1. Perubahan harga jual produk
2. Kenaikan biaya
3. Perubahan volume produksi
Variabel harga jual produk dan biaya dalam analisis finansial diasumsikan
tetap setiap tahunnya. Analisis finansial menggunakan harga produk dan biaya
pada tahun pertama analisis sebagai nilai tetap. Walaupun dalam keadaan nyata
kedua variabel dapat berubah-ubah sejalan dengan penambahan waktu. Jadi
analisis kepekaan dilakukan untuk melihat sampai berapa persen penurunan harga
atau kenaikan biaya yang terjadi dapat mengakibatkan perubahan dalam kriteria
investasi, yaitu dari layak menjadi tidak layak untuk dilaksanakan (Gittinger,
1986).
51
3.5 Kerangka Pemikiran Operasional
Perencanaan program pengusahaan bunga potong krisan di Kabupaten
Lampung Barat adalah sebagai komitmen pemerintah daerah dalam meningkatkan
dan mengembangkan agribisnis tanaman hias di wilayah Kabupaten Lampung
Barat. Komitmen tersebut ditindaklanjuti melalui rencana staregis Pemerintah
Daerah Kabupaten Lampung Barat melalui dinas tanaman pangan dan hortikultura
untuk merencanakan program pengusahaan bunga potong krisan dengan
melibatkan kelompok wanita tani setempat. Program pengusahaan bunga potong
krisan tersebut akan dibantu dan didukung sepenuhnya oleh Pemerintah
Kabupaten Lampung Barat.
Pemerintah Kabupaten Lampung Barat dalam perencanaan program ini
melibatkan sejumlah petani yang berada di beberapa wilayah. Kelompok tani yang
nantinya berhasil dalam pengusahaan budidaya krisan ini akan dijadikan contoh
bagi petani-petani lain agar mereka melakukan hal yang sama yaitu
pembudidayaan krisan. Tujuan utama dari program pengusahaan bunga potong
krisan ialah peningkatan pendapatan petani yang arah akhirnya adalah
peningkatan kesejahteraan petani.
Pelibatan petani setempat dalam pelaksanaan program Pemerintah
Kabupaten Lampung Barat mengharuskan dilakukannya suatu kajian yang dapat
melihat bahwa program yang dilaksanakan benar-benar dapat mencapai tujuan
yaitu peningkatan pendapatan dari petani yang melaksanakan. Suatu kajian yang
dapat dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut adalah analisis kelayakan.
Apabila analisis kelayakan menunjukkan bahwa pengusahaan bunga potong
52
krisan layak, maka rencana program pengusahaan krisan dapat dilaksanakan dan
dikembangkan.
Perhitungan aspek finansial menggunakan kriteria investasi yang
digunakan untuk menyatakan layak atau tidaknya suatu usaha yaitu NPV, IRR,
Net B/C, dan Discounted Payback Period. Selain kriteria investasi, juga
digunakan analisis switching value untuk mengetahui tingkat kepekaan usahatani
terhadap keadaan yang berubah-ubah. Dari hasil analisis aspek finansial akan
diketahui seberapa besar keuntungan yang diperoleh petani. Alur pemikiran dapat
digambarkan pada Gambar 1.
53
Gambar 1. Alur Pemikiran Operasional
Aspek Finansial • Cashflow • NPV • IRR • Net B/C • PP
Tidak Layak Layak
Budidaya Krisan Terus
Dikembangkan
Analisis Kelayakan Usaha
• Pengembangan Agribisnis Tanaman Hias Kabupaten Lampung Barat
• Perencanaan Program Pengusahaan Bunga Potong
Krisan di Lampung Barat oleh Lima KWT Calon Pelaksana Program dengan Bantuan dan Dukungan Pemerintah Kabupaten Lampung Barat
Efisiensi Biaya dan Perbaikan
Aspek Non Finansial • Aspek Pasar • Aspek Teknis • Institusional-
Organisasi-Manajerial • Aspek Sosial
Analisis Sensitivitas
54
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Balik Bukit dan Kecamatan
Sekincau, Kabupaten Lampung Barat, Provinsi Lampung. Penentuan lokasi
penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa
wilayah tersebut akan dijadikan lokasi pengusahaan bunga potong krisan di
Kabupaten Lampung Barat. Pengambilan data di lapang dilaksanakan pada Bulan
Februari-Maret 2008.
4.2 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara peneliti dengan staf dinas
tanaman pangan dan hortikultura, penyuluh, penjual sarana produksi pertanian,
dan petani calon pelaksana program. Data primer yang diperoleh mencakup proses
produksi dan harga sarana produksi. Data sekunder diperoleh dari studi literatur
beberapa skripsi, internet, dan buku-buku yang berkaitan dengan materi
penelitian.
4.3 Calon Pelaksana Program
Populasi petani calon pelaksana program pengusahaan bunga potong
krisan berjumlah 87 orang. Petani calon pelaksana program pengusahaan bunga
potong krisan yang diamati dalam penelitian ini sejumlah 35 orang. Jumlah
55
tersebut dapat memberikan gambaran umum karakteristik dari petani calon
pelaksana program pengusahaan bunga potong krisan di Kabupaten Lampung
Barat.
4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data
Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif dan
kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan untuk memperoleh gambaran tentang
aspek-aspek pengusahaan bunga potong krisan di Kabupaten Lampung Barat yang
meliputi aspek pasar, aspek teknis, aspek institusional-organisasi-manajerial, dan
aspek sosial.
Data kuantitatif dalam aspek finansial diolah dengan menggunakan
kalkulator dan program komputer Microsoft Excel yang disajikan dalam bentuk
tabulasi guna memudahkan pemahaman. Analisis kuantitatif meliputi analisis
kelayakan finansial pengusahaan bunga potong krisan dengan menggunakan
perhitungan kriteria-kriteria investasi yaitu Net Present Value (NPV), Internal
Rate Return (IRR), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), Discounted Payback Period
(PP), dan analisis sensitivitas.
4.4.1 Analisis Aspek Pasar
Analisis aspek pasar dapat dilihat dari tersedianya pupuk dan bibit,
distribusi, kapasitas, kontinuitas, dan tingkat harga.
4.4.2 Analisis Aspek Teknis
Aspek teknis dianalisis secara deskriptif untuk mendapatkan gambaran
mengenai lokasi proyek, besar skala operasi/luas produksi, kriteria pemilihan
mesin dan peralatan yang digunakan, serta proses produksi yang dilakukan.
56
4.4.3 Analisis Aspek Institusional-Organisasi-Manajerial
Analisis ini dapat dilihat berdasarkan sesuai tidaknya proyek dengan pola
sosial budaya masyarakat setempat dan kesanggupan atau keahlian staf yang ada
untuk mengelola proyek.
4.4.4 Analisis Aspek Sosial
Aspek sosial dapat dilakukan dengan menganalisis perkiraan dampak yang
ditimbulkan dari proyek budidaya bunga potong krisan terhadap kondisi sosial
masyarakat, lingkungan maupun terhadap manfaat kegiatan pengusahaan secara
menyeluruh.
4.4.5 Analisis Kelayakan Investasi
Analisis kelayakan investasi bertujuan untuk melihat apakah perencanaan
program pengusahaan bunga potong krisan layak atau tidak untuk dilaksanakan
secara finansial. Kriteria kelayakan investasi yang digunakan dalam penelitian ini
meliputi, Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit
Cost Ratio (Net B/C), dan Discounted Payback Period.
4.4.5.1 Net Present Value (NPV)
Nilai bersih sekarang (Net Present Value) adalah selisih antara total
present value dari manfaat dan biaya pada setiap tahun kegiatan usaha. Rumus
perhitungan sebagai berikut:
∑= +
−=
n
tttt
iCBNPV
0 )1(
57
Keterangan :
Bt = manfaat (benefit) dari usaha pada tahun ke-t
i = tingkat suku bunga yang berlaku
Ct = biaya (cost) dari usaha pada tahun ke-t
t = umur ekonomis proyek
Kriteria dan keputusan diambil dalam analisis ini adalah layak jika NPV > 0,
sedangkan bila NPV < 0 usaha tersebut tidak layak untuk diusahakan.
4.4.5.2 Internal Rate of Return (IRR)
IRR adalah tingkat suku bunga pada saat NPV sama dengan nol. Nilai IRR
yang lebih besar atau sama dengan tingkat diskonto yang telah ditentukan,
maka usaha layak untuk diusahakan. Rumus perhitungannya adalah:
)( 121
11
2
iiNPVNPV
NPViIRR −−
+=
Keterangan:
NPV1 = NPV yang bernilai positif
NPV2 = NPV yang bernilai negatif
i1 = Tingkat diskonto yang menyebabkan NPV positif
i2 = Tingkat diskonto yang menyebabkan NPV negatif
Jika ternyata IRR lebih besar dari tingkat diskonto yang telah ditentukan,
maka usaha layak untuk dilakukan, sedangkan jika tingkat diskonto lebih kecil
dari tingkat diskonto yang telah ditentukan, maka usaha tidak layak untuk
diusahakan.
58
4.4.5.3 Net Benefit Cost Ratio (Net B/C)
Net B/C merupakan perbandingan antara NPV total dari benefit bersih
terhadap total dari biaya bersih (Gray et al., 1997).
∑
∑
=
=
+−+−
= n
tttt
n
tttt
iCB
iCB
CBNet
0
0
)1(
)1(/
Keterangan :
Bt = manfaat (benefit) dari usaha pada tahun ke-t
i = tingkat suku bunga yang berlaku
Ct = biaya (cost) dari usaha pada tahun ke-t
t = umur ekonomis proyek
Net B/C digunakan untuk mengukur efisiensi dalam penggunaan modal.
Bila net B/C > 1 usaha dianggap layak untuk diusahakan, jika net B/C < 1 usaha
tidak layak untuk diusahakan, dan jika net B/C = 1 maka biaya yang dikeluarkan
sama dengan keuntungan yang didapatkan.
4.4.5.4 Discounted Payback Period
Payback period merupakan jangka waktu kembalinya keseluruhan jumlah
investasi yang ditanamkan. Jangka waktu ini dihitung mulai dari permulaan
proyek sampai dengan arus nilai netto produksi tambahan sehingga mencapai
jumlah keseluruhan investasi yang ditanamkan (Gittinger, 1986). Metode ini
mempunyai kelemahan, yaitu diabaikannya nilai waktu uang. Untuk mengatasi
kelemahan tersebut digunakan discounted payback period. Sebelum
di mana Bt – Ct > 0 Bt – Ct < 0
59
dikumulatifkan, nilai net benefit setiap tahunnya didiskontokan terlebih dahulu
sehingga diperoleh present value dari net benefit setiap tahun (Husan dan
Suwarsono, 2000). Semakin kecil angka yang dihasilkan mempunyai arti semakin
cepat tingkat pengembalian investasinya, maka usaha tersebut semakin baik untuk
dilaksanakan.
4.4.6 Analisis Sensitivitas
Analisis sensitivitas digunakan untuk melihat dampak dari suatu keadaan
yang berubah-ubah terhadap suatu analisis. Analisis switching value adalah salah
satu pendekatan analisis sensitivitas. Analisis switching value akan melihat apa
yang akan terjadi dengan hasil kegiatan usaha jika terjadi perubahan-perubahan
dalam dasar-dasar perhitungan biaya dan pendapatan. Dalam penelitian ini
analisis switching value digunakan untuk melihat sejauh mana perubahan pada
harga input, harga output, dan volume produksi yang dapat mengakibatkan nilai
NPV sama dengan nol.
4.5 Asumsi Dasar
Adapun asumsi yang digunakan dalam penelitian kelayakan perencanaan
program pengusahaan bunga potong krisan ini antara lain :
1. Dilakukan dua skenario dalam penelitian ini, skenario I yaitu analisis
kelayakan pengusahaan bunga potong krisan tanpa pembibitan dan
skenario II pengusahaan bunga potong krisan dengan pembibitan.
2. Umur proyek 5 tahun berdasarkan pada umur ekonomis dari greenhouse.
Hal ini dengan pertimbangan bahwa greenhouse merupakan aset penting
60
dalam budidaya bunga potong krisan dan merupakan komponen terbesar
dari biaya investasi yang dikeluarkan.
3. Harga yang digunakan adalah harga input dan output yang berlaku pada
tahun 2008.
4. Biaya yang akan dikeluarkan untuk pengusahaan bunga potong krisan
terdiri atas biaya investasi dan biaya operasional. Biaya investasi pada
skenario I terdiri atas biaya pembangunan greenhouse, pembelian
peralatan, dan instalasi penerangan. Sedangkan pengeluaran untuk biaya
operasional tiap musim tanam seperti pembelian bibit, perlengkapan
pengemasan, pupuk, dan transportasi. Skenario II, biaya pembelian bibit
tidak dimasukkan ke dalam biaya operasional karena pada skenario ini
dilakukan pembibitan.
5. Penyusutan investasi dihitung dengan menggunakan metode garis lurus.
Nilai sisa ditetapkan untuk aset-aset yang masih memiliki umur ekonomis
ketika umur proyek telah berakhir.
6. Biaya investasi dan biaya operasional tahun pertama adalah bantuan dari
Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Barat.
7. Tingkat diskonto (discount rate) yang digunakan merupakan tingkat suku
bunga deposito periode April 2008 yaitu sebesar 8 persen. Pemakaian suku
bunga deposito dengan alasan bantuan yang diberikan oleh Pemerintah
Daerah Kabupaten Lampung Barat adalah hibah (grants) yang tidak
dikembalikan.
8. Penghasilan yang diperoleh tidak dikenakan pajak karena pengelolaan
proyek dilakukan oleh kelompok wanita tani yang tidak berbadan hukum.
61
9. Musim tanam pada skenario I sama setiap tahunnya, yaitu tiga kali musim
tanam dalam setahun. Skenario II pada tahun pertama dilakukan dua kali
pembibitan dan satu kali penanaman, sedangkan tahun kedua sampai umur
proyek berakhir dilakukan dua kali pembibitan dan tiga kali penanaman
setiap tahunnya.
10. Daya tumbuh bibit krisan pada areal penanaman adalah sebesar 95 persen.
Bunga potong krisan layak jual pada tahun pertama hanya 70 persen dari
total produksi. Tahun kedua hingga tahun kelima bunga potong krisan
layak jual sebesar 90 persen dari seluruh produksi.
11. Tiap greenhouse terdiri atas empat bedengan, di mana dua bedengan
ditanami krisan tipe spray dan dua bedengan lain ditanami krisan tipe
standar.
62
BAB V
KARAKTERISTIK UMUM DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK CALON PELAKSANA PROGRAM
5.1 Karakteristik Umum Daerah Penelitian
Pengusahaan bunga potong krisan yang akan dilaksanakan di wilayah
Kabupaten Lampung Barat memilih Kecamatan Balik Bukit dan Kecamatan
Sekincau sebagai lokasi usaha. Pemilihan lokasi berdasarkan pada pertimbangan
kesesuaian agroklimat yang dibutuhkan bagi tumbuh kembangnya krisan dan
sumberdaya petani yang akan menjadi pelaksana program tersebut.
5.1.1 Kondisi Geografis
Kabupaten Lampung Barat ditinjau dari segi geografis secara umum
terletak pada 44°7’16”- 55°6’42” Lintang Selatan dan 103°35’- 104°33’35” Bujur
Timur. Wilayah Kabupaten Lampung Barat dengan luas 495.040 Ha yang terdiri
atas 17 kecamatan.
a. Kecamatan Balik Bukit
Kecamatan Balik Bukit dengan Liwa sebagai ibukotanya, merupakan salah
satu dari 17 kecamatan yang ada di Kabupaten Lampung Barat yang memiliki
batas wilayah sebagai berikut :
• Sebelah Utara : Kecamatan Sukau dan Provinsi Sumatera Selatan
• Sebelah Selatan : Kecamatan Pesisir Selatan
• Sebelah Barat : Kecamatan Pesisir Tengah
• Sebelah Timur : Kecamatan Batu Brak
63
b. Kecamatan Sekincau
Kecamatan Sekincau dengan ibukota Giham memiliki batas administratif
sebagai berikut :
• Sebelah Utara : Kabupaten Tanggamus
• Sebelah Selatan : Kecamatan Suoh
• Sebelah Barat : Kecamatan Belalau
• Sebelah Timur : Kecamatan Way Tenong
5.1.2 Topografi
Bentuk wilayah Kabupaten Lampung Barat cukup bervariasi, mulai dari
daerah datar di sebelah barat hingga daerah bergunung di sebelah timur dengan
kemiringan lahan mulai dari relatif landai hingga curam. Jenis tanahnya
didominasi oleh jenis entisol, inceptisol, dan ultisol. Secara keseluruhan letak
wilayah Kabupaten Lampung Barat berada pada ketinggian atau elevasi antara
0 sampai 2.100 meter di atas permukaan laut.
Kecamatan Balik Bukit secara keseluruhan merupakan wilayah perbukitan
dengan ketinggian 600-960 meter di atas permukaan laut. Sedangkan Kecamatan
Sekincau merupakan kecamatan yang terletak di wilayah perbukitan paling tinggi
dibandingkan dengan kecamatan lain yang ada di Kabupaten Lampung Barat
dengan kisaran ketinggian antara 800-1200 meter di atas permukaan laut.
5.1.3 Iklim
Menurut klasifikasi Oldeman, akibat pengaruh dari rangkaian Pegunungan
Bukit Barisan, maka Lampung Barat memiliki dua Zone iklim :
64
a. Zone A (Jumlah bulan basah ± 9 bulan), terdapat di bagian barat Taman
Nasional Bukit Barisan Selatan termasuk Krui dan Bintuhan.
b. Zone B1 (Jumlah bulan basah 7-9 bulan) terdapat di bagian timur Taman
Nasional Bukit Barisan Selatan.
Kisaran curah hujan rata-rata bulanan selama tahun 2007 berada pada selang
antara 150-350 milimeter. Kabupaten Lampung Barat memiliki curah hujan
tahunan rata-rata 1.985-3.632 milimeter per tahun dengan 9 bulan basah. Wilayah
Kabupaten Lampung Barat sebagian besar memiliki kelembaban 60-90 persen.
5.1.4 Luas Lahan Potensial
a. Kecamatan Balik Bukit
Penggunaan lahan kering di Kecamatan Balik Bukit sebesar 96,5 persen
atau 18.868 Ha dari keseluruhan penggunaan lahan di wilayah ini. Lahan yang
diperuntukkan bagi persawahan adalah seluas 682 Ha atau 3,5 persen.
Tabel 4. Penggunaan Lahan di Kecamatan Balik Bukit
No. Desa Luas Lahan Sawah Luas Lahan Kering (Ha) % (Ha) %
1. Pasar Liwa 28 4.11 1944 10.30 2. Way Mengaku 68 9.97 1758 9.32 3. Kubu Perahu 40 5.87 3356 17.79 4. Padang Cahya 31 4.55 2034 10.78 5. Sebarus 74 10.85 1647 8.73 6. Way Empula Ulu 239 35.04 1971 10.45 7. Gunung Sugih 29 4.25 732 3.88 8. Wates 40 5.87 1322 7.01 9. Padang Dalom 30 4.39 1498 7.94
10. Sukarame 31 4.55 1414 7.49 11. Bahway 72 10.56 1192 6.32 Total 682 100 18868 100
Sumber : Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Kab. Lambar, 2007
65
b. Kecamatan Sekincau
Lahan kering yang digunakan oleh penduduk di Kecamatan Sekincau
seluas 26.782 Ha atau 98,8 persen. Luasan penggunaan lahan sawah di wilayah ini
hanya 308 Ha sekitar 1,2 persen dari seluruh lahan yang digunakan oleh
penduduk.
Tabel 5. Penggunaan Lahan di Kecamatan Sekincau
No. Desa Luas Lahan Sawah Luas Lahan Kering (Ha) % (Ha) %
1. Pampangan 29 9.42 3117 11.64 2. Mekar Sari 58 18.83 1835.5 6.85 3. Pahayu Jaya 141.5 45.94 3033.5 11.33 4. Basungan 27.5 8.93 5088.5 18.99 5. Sekincau 0 0 2398 8.95 6. Waspada 5 1.62 1294.5 4.83 7. Tigajaya 2 0.65 2623 9.79 8. Giham Sukamaju 21 6.82 1804 6.74 9. Sidomulyo 11 3.57 2614 9.76
10. Sidodadi 13 4.22 2974 11.10 Total 308 100 26782 100
Sumber : Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Kab. Lambar, 2007
5.1.5 Luas Wilayah dan Penduduk
a. Kecamatan Balik Bukit
Kecamatan Balik Bukit terdiri atas 11 desa dengan luas wilayah 19.550 Ha
atau 3,95 persen dari luas wilayah Kabupaten Lampung Barat. Kubu Perahu
dengan luas 3.396 Ha adalah desa terluas yang ada pada kecamatan ini. Jumlah
penduduk yang bermukim di kecamatan Balik Bukit sebanyak 33.645 jiwa.
66
Tabel 6. Luas Wilayah dan Jumlah Penduduk Kecamatan Balik Bukit No. Desa Luas Wilayah (Ha) Jumlah Penduduk (Jiwa) 1. Pasar Liwa 1972 5527 2. Way Mengaku 1826 4939 3. Kubu Perahu 3396 1578 4. Padang Cahya 2065 5518 5. Sebarus 1721 2377 6. Way Empula Ulu 2210 1993 7. Gunung Sugih 761 900 8. Wates 1362 1786 9. Padang Dalom 1528 1100
10. Sukarame 1445 1927 11. Bahway 1264 6000 Total 19550 33645
Sumber : BPS, Lampung Barat dalam Angka 2006
b. Kecamatan Sekincau
Kecamatan Sekincau dengan luas wilayah 27.090 Ha terdiri atas 10 desa.
Desa terluas yang ada di kecamatan ini adalah Basungan dengan luas 5.116 Ha.
Jumlah penduduk yang bermukim di Kecamatan Sekincau sebanyak 37.350 jiwa.
Tabel 7. Luas Wilayah dan Jumlah Penduduk Kecamatan Sekincau No. Desa Luas Wilayah (Ha) Jumlah Penduduk (Jiwa) 1. Pampangan 3146 3052 2. Mekar Sari 1893,5 3217 3. Pahayu Jaya 3175 6625 4. Basungan 5116 4908 5. Sekincau 2398 4803 6. Waspada 1299,5 1484 7. Tigajaya 2625 2583 8. Giham Sukamaju 1825 4250 9. Sidomulyo 2625 4728
10. Sidodadi 2987 1700 Total 27090 37350
Sumber : BPS, Lampung Barat dalam Angka 2006
Tabel 8 memperlihatkan sektor pertanian menjadi lapangan usaha utama
yang digeluti oleh 79,79 persen dari keseluruhan angkatan kerja yang ada di
Kabupaten Lampung Barat. Persentase tersebut menunjukkan bahwa sebagian
67
besar penduduk di kabupaten ini menggantungkan kehidupannya di sektor
pertanian. Kondisi ini disebabkan oleh wilayah Lampung Barat yang memang
didominasi oleh perbukitan yang subur sehingga cocok untuk lahan pertanian.
Tabel 8. Persentase Angkatan Kerja Menurut Lapangan Usaha Utama No. Lapangan Usaha Jumlah (%) 1. Pertanian 79,79 2. Pertambangan 0,00 3. Industri Pengolahan 1,23 4. Listrik, Gas dan Air Minum 0,00 5. Konstruksi 1,75 6. Perdagangan, Restoran, dan Hotel 8,09 7. Angkutan dan Komunikasi 3,04 8. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya 0,59 9. Jasa 5,34
10. Lainnya 0,16 Total 100
Sumber : BPS, Lampung Barat dalam Angka 2006
5.1.6 Perekonomian
Kabupaten Lampung Barat menjadikan sektor pertanian sebagai tulang
punggung perekonomian wilayahnya. Tabel 9 memperlihatkan kontribusi tiap
lapangan usaha bagi PDRB Kabupaten Lampung Barat. Sejak tahun 2001 hingga
2006 sektor pertanian memberikan sumbangan terbesar bagi PDRB kabupaten ini.
Sumbangan sektor pertanian pada tahun 2006 sebesar 62,09 persen yang sedikit
menurun bila dibandingkan tahun 2005 yaitu sebesar 64,68 persen, meskipun
terjadi penurunan sektor ini tetap memberikan kontribusi terbesar bagi PDRB
Kabupaten Lampung Barat.
68
Tabel 9. PDRB Sektoral Kabupaten Lampung Barat 2001-2006 No. Lapangan Usaha Tahun (Persen)
2001 2002 2003 2004 2005 2006 1. Pertanian 64.46 65.01 64.30 65.29 64.68 62.09 2. Pertambangan&Penggalian 1.10 1.12 1.30 1.25 1.31 1.56 3. Industri Pengolahan 2.76 2.76 2.72 2.61 2.59 2.83 4. Listrik, Gas dan Air Bersih 0.27 0.18 0.23 0.25 0.24 0.24 5. Bangunan 3.63 3.72 3.72 3.55 3.75 3.77 6. Perdagangan,
Hotel&Restoran 19.82 19.22 19.31 18.78 18.51 20.02
7. Pengangkutan&Komunikasi 2.30 2.35 2.84 2.88 2.87 3.14 8. Keuangan, Sewa dan Jasa 1.68 1.68 1.65 1.62 2.33 2.62 9. Jasa-jasa 3.99 3.96 3.94 3.78 3.72 3.73
Total 100 100 100 100 100 100 Sumber : BPS, Lampung Barat dalam Angka 2006
5.1.7 Sosial Kemasyarakatan
Pendidikan sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia yang penting guna
meningkatkan kualitas hidup. Kebutuhan pendidikan merupakan suatu hal yang
harus dijalankan. Semakin tinggi tingkat pendidikan masyarakat akan semakin
berkualitas sumberdaya manusianya. Kecamatan Balik Bukit memiliki 22 unit SD
dengan 4.303 siswa, 3 unit SMP dengan 1.342 siswa, dan 1 unit SMA dengan 874
siswa. Kecamatan Sekincau memiliki 25 unit SD dengan 4.168 siswa, 3 unit SMP
dengan 871 siswa, dan 1 unit SMA dengan 348 siswa, (BPS, Lampung Barat
dalam Angka 2006)
Selain pendidikan, kesehatan juga merupakan faktor yang harus menjadi
perhatian dari pemerintah daerah setempat. Peningkatan kualitas kesehatan
masyarakat dapat diupayakan dengan penyediaan fasilitas kesehatan yang tersebar
merata dan memadai di setiap kecamatan di wilayah Kabupaten Lampung Barat
dengan biaya yang cukup terjangkau dan jarak yang mudah ditempuh.
Puskesmas yang ada di Kabupaten Lampung Barat sampai tahun 2006
adalah sebanyak 83 unit yang tersebar cukup merata di setiap wilayah kecamatan,
69
(BPS, Lampung Barat dalam Angka 2006). Puskesmas yang tersebar hampir
merata memungkinkan dan memudahkan masyarakat untuk memanfaatkannya
guna menjaga dan meningkatkan kualitas kesehatan. Kecamatan Balik Bukit dan
Kecamatan Sekincau masing-masing memiliki delapan puskesmas di wilayahnya.
5.2 Karakteristik Umum Calon Pelaksana Program
Karakteristik petani calon pelaksana program pengusahaan bunga potong
krisan yang dibahas dalam penelitian ini meliputi umur petani, pendidikan
terakhir, dan jumlah tanggungan keluarga. Pengalaman bertani, luas lahan dan
status kepemilikan lahan dalam pengusahaan bunga potong krisan tidak menjadi
bahasan dalam karakteristik petani calon pelaksana program karena karakteristik
tersebut relatif sama untuk semua calon pelaksana. Pengusahaan bunga potong
krisan yang akan dilaksanakan di Kabupaten Lampung Barat tidak hanya menjadi
pengalaman baru bagi para petani calon pelaksana tetapi juga menjadi hal baru
bagi kabupaten ini.
Jumlah dan persentase petani calon pelaksana program berdasarkan umur
diperlihatkan pada Tabel 10. Petani yang akan dilibatkan dalam pengusahaan
bunga potong krisan memiliki jumlah dan persentase terbanyak pada kisaran umur
31-40 tahun sebesar 68 persen atau sebanyak 24 orang. Dilihat dari sebaran umur
petani dapat disimpulkan bahwa sebagian besar petani yang akan dilibatkan dalam
pengusahaan bunga potong krisan adalah usia produktif. Petani dengan usia
produktif diharapkan mampu menghasilkan produktivitas yang optimal.
70
Tabel 10. Jumlah dan Persentase Calon Pelaksana Program Berdasarkan Umur
Kelompok Umur Petani (tahun) Jumlah (orang) Persentase (%) 20-30 9 26 31-40 24 68 41-50 2 6 Total 35 100
Pendidikan sebagai faktor yang dapat mempengaruhi kinerja petani dalam
transfer teknologi pengusahaan bunga potong krisan. Jumlah dan persentase
petani berdasarkan pendidikan terakhir diperlihatkan pada Tabel 11. Sebaran
terbanyak dari pendidikan terakhir petani calon pelaksana program pengusahaan
bunga potong krisan adalah tamat SMP sebesar 51 persen atau sejumlah 18 orang.
Seluruh petani calon peserta program pernah mengenyam pendidikan sehingga
tidak ada yang buta huruf yang dapat menjadi kendala dalam transfer teknologi.
Tabel 11. Jumlah dan Persentase Calon Pelaksana Program Berdasarkan Pendidikan Terakhir
Pendidikan Terakhir Jumlah (orang) Persentase (%) SD 10 29
SMP 18 51 SMA 7 20 Total 35 100
Tanggungan keluarga dapat memotivasi petani untuk memperoleh
pendapatan yang lebih besar. Hal ini wajar sebab semakin besar jumlah keluarga
yang ditanggung maka semakin besar pula beban atau biaya yang dikeluarkan
petani. Jumlah dan persentase petani berdasarkan tanggungan keluarga
diperlihatkan oleh Tabel 12. Sebaran jumlah tanggungan yang paling banyak
adalah 3 sampai 4 tanggungan sebesar 66 persen atau sebanyak 23 orang.
71
Tabel 12. Jumlah dan Persentase Calon Pelaksana Program Berdasarkan Jumlah Tanggungan Keluarga
Tanggungan Keluarga (orang) Jumlah (orang) Persentase (%) 1-2 8 23 3-4 23 66 >4 4 11
Total 35 100
72
BAB VI
ANALISIS KELAYAKAN ASPEK NON FINANSIAL
6.1 Aspek Pasar
Pengkajian aspek pasar penting untuk dilakukan karena tidak ada proyek
yeng berhasil tanpa adanya permintaan atas barang atau jasa yang dihasilkan oleh
proyek tersebut. Pada penelitian ini aspek pasar yang akan dianalisis meliputi
peluang pasar, saluran pemasaran, dan bauran pemasaran.
6.1.1 Peluang Pasar
Pasar tujuan yang akan dimasuki oleh bunga potong krisan hasil budidaya
Kabupaten Lampung Barat adalah pusat pasar bunga di wilayah Bandar Lampung.
Pedagang pengumpul bunga potong yang ada di pusat pasar bunga tersebut
berjumlah lima orang. Informasi yang diperoleh dari wawancara dengan para
pedagang pengumpul tersebut adalah volume perdagangan bunga potong krisan di
wilayah Bandar Lampung.
Setiap pedagang pengumpul rata-rata setiap harinya dapat menjual 50 ikat
bunga potong krisan atau setara dengan 500 tangkai. Volume perdagangan bunga
potong krisan berdasarkan informasi tersebut adalah sebesar 750.000 tangkai
dalam setahun dengan asumsi 300 hari kerja dalam setahun. Bunga potong yang
diperdagangkan di wilayah tersebut sampai saat ini sebagian besar berasal dari
pasar bunga Rawa Belong Jakarta. Selama ini jumlah pasokan yang dapat
dipenuhi oleh pasar bunga Rawa Belong berkisar 60 persen dari kebutuhan pasar
bunga Bandar Lampung. Besarnya jumlah permintaan dari para pedagang
73
pengumpul di Bandar Lampung seringkali tidak dapat dipenuhi oleh pasokan dari
pasar bunga Rawa Belong terutama pada hari-hari besar. Kondisi tersebut coba
dimanfaatkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Barat melalui
pengusahaan bunga potong krisan. Adanya keterbatasan dan kekurangan pasokan
bunga potong krisan pada pasar bunga di wilayah Bandar Lampung dapat menjadi
peluang pasar bagi bunga potong krisan hasil budidaya petani di Kabupaten
Lampung Barat. Bunga potong krisan yang akan dipasarkan di wilayah Bandar
Lampung dari proyek di Kabupaten Lampung Barat diperkirakan sebanyak 80
persen dari total produksi per tahun (62.208 tangkai) di mana jumlah ini hanya 8,3
persen dari keseluruhan volume perdagangan bunga potong krisan dalam setahun
di wilayah Bandar Lampung. Sehingga bunga potong krisan hasil budidaya
Lampung Barat masih memiliki kesempatan untuk diterima pasar.
Selain adanya peluang pada pasar bunga di wilayah Bandar Lampung,
pasar bunga potong krisan juga diarahkan pada konsumen di Kabupaten Lampung
Barat. Konsumen yang akan dijadikan pasar adalah konsumen non rumah tangga
seperti kantor, rumah makan, dan penginapan yang berada di wilayah Kabupaten
Lampung Barat. Adaya potensi pasar tersebut sebagai wujud nyata dukungan
Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Barat dalam mengembangkan agribisnis
tanaman hias khususnya bunga potong krisan yang akhirnya diharapkan dapat
meningkatkan kesejahteraan para petani pelaksana.
6.1.2 Saluran Pemasaran
Saluran pemasaran yang direncanakan akan dilalui oleh bunga potong
krisan hasil budidaya Kabupaten Lampung Barat terdiri atas tiga jenis saluran.
74
Ketiga jenis saluran tersebut adalah jenis saluran yang dilalui oleh bunga potong
yang diperdagangkan di wilayah Bandar Lampung.
Saluran pertama adalah bunga potong krisan dijual langsung ke pedagang
pengumpul yang berada di wilayah Bandar Lampung. Pedagang pengumpul
tersebut akan meneruskan pemasarannya ke pedagang pengecer. Selanjutnya
pedagang pengecer menjual bunga potong krisan tersebut kepada konsumen akhir.
Umumnya konsumen akhir pada pola pemasaran ini adalah konsumen rumah
tangga yang biasanya membeli dalam jumlah kecil. Perkiraan penjualan bunga
potong krisan hasil pengusahaan di Kabupaten Lampung Barat yang
menggunakan saluran ini sekitar 70 persen dari jumlah bunga potong krisan yang
akan dipasarkan ke wilayah Bandar Lampung.
Saluran pemasaran kedua dari bunga potong krisan adalah pedagang
pengumpul langsung menjual kepada konsumen akhir. Karakteristik konsumen
pada saluran kedua ini umumnya adalah konsumen non rumah tangga. Mereka
biasanya melakukan pembelian dalam partai besar. Konsumen-konsumen tersebut
seperti hotel, kantor, florist, decorator, dan restoran. Bunga potong krisan yang
menggunakan saluran ini diperkirakan sebesar 30 persen dari jumlah bunga
potong krisan yang akan dipasarkan ke wilayah Bandar Lampung.
Jenis saluran pemasaran yang terakhir yaitu petani menjual langsung
kepada konsumen, di mana saluran pemasaran ini dikhususkan untuk konsumen
yang berlokasi di wilayah Kabupaten Lampung Barat. Konsumen tersebut adalah
kantor, rumah makan, dan penginapan yang berada di wilayah kabupaten tersebut.
Pemasaran bunga potong krisan yang menggunakan saluruan pemasaran jenis
terakhir ini diperkirakan sebesar 20 persen dari total produksi. Gambar 2
75
memperlihatkan saluran pemasaran bunga potong krisan hasil budidaya
Kabupaten Lampung Barat.
Gambar 2. Saluran Pemasaran Bunga Potong Krisan
6.1.3 Bauran Pemasaran
Bunga potong krisan hasil dari budidaya yang akan dilaksanakan di
Kabupaten Lampung Barat akan dijual tanpa mengalami perlakuan tambahan.
Krisan yang telah dipanen akan dibungkus menggunakan koran dan selanjutnya
akan dikemas dalam kardus untuk diteruskan kepada pedagang pengumpul.
Kemasan kardus bertujuan untuk mencegah kerusakan pada bunga potong krisan
selama dalam perjalanan. Harga jual bunga potong krisan hasil budidaya tersebut
adalah Rp 1.000 tiap tangkai untuk tipe standar dan Rp 800 per tangkai untuk tipe
spray. Harga ini sesuai dengan harga krisan di pasaran. Media yang akan
digunakan dalam mempromosikan krisan adalah mengikuti pameran yang
dilaksanakan baik dalam skala kabupaten, provinsi, maupun nasional.
Petani
Pedagang Pengumpul
Pengecer
Konsumen
76
6.2 Aspek Teknis
6.2.1 Lokasi Usaha
Wilayah yang akan dijadikan lokasi pengusahaan bunga potong krisan di
Kabupaten Lampung Barat, yaitu Kecamatan Balik Bukit dan Kecamatan
Sekincau telah memenuhi syarat agroklimat yang dibutuhkan bagi tumbuh
kembangnya krisan. Greenhouse sebagai tempat budidaya bunga potong krisan
akan didirikan di wilayah dengan ketinggian berkisar 700-1100 meter di atas
permukaan laut sesuai dengan syarat ketinggian tempat yang dibutuhkan krisan
yaitu 700-1200 meter di atas permukaan laut. Lokasi usaha berada di wilayah
dengan kelembaban 60-90 persen dan curah hujan tahunan rata-rata 1.985-3.632
milimeter per tahun dengan 9 bulan basah setiap tahunnya sehingga cukup banyak
tersedia air di lokasi budidaya. Krisan termasuk tanaman yang membutuhkan air
dalam jumlah cukup banyak.
Lokasi usaha di mana budidaya krisan akan dilaksanakan telah dilengkapi
dengan sarana dan prasarana pendukung. Sarana produksi seperti pupuk, pestisida,
dan peralatan pertanian lainnya secara lengkap telah tersedia di toko-toko yang
letaknya berdekatan dengan lokasi usaha. Jumlah toko yang menyediakan sarana
produksi pertanian berjumlah 26 unit toko yang tersebar pada Kecamatan Balik
Bukit dan Kecamatan Sekincau (Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura, 2006).
Adanya jalan beraspal dan angkutan umum yang lancar dan memadai juga sebagai
fasilitas yang akan menunjang operasional pengusahaan bunga potong krisan di
Kabupaten Lampung Barat. Transportasi yang lancar dan jalan beraspal
memudahkan para petani melakukan pembelian sarana produksi pertanian dan
penjualan hasil panen.
77
6.2.2 Skala Usaha
Pengusahaan bunga potong krisan yang akan dilaksanakan di Kabupaten
Lampung Barat menggunakan lima unit greenhouse. Luasan setiap unit
greenhouse adalah 96 m2 dengan lebar 8 meter dan panjang 12 meter.
Jumlah bedengan yang ada dalam tiap unit greenhouse sebanyak empat
bedengan dengan lebar 1.2 meter dan panjang 12 meter sehingga luas tiap
bedengan adalah 14.4 m2. Jarak tanam tanaman produksi krisan adalah 10 cm x 10
cm sehingga tiap bedengan berkapasitas produksi sebesar 1.440 tangkai atau
5.760 tangkai bunga potong krisan dalam satu unit greenhouse untuk satu musim
tanam. Keseluruhan kapasitas produksi dari lima unit greenhouse dalam setahun
adalah 77.760 tangkai bunga potong krisan.
Penanaman tanaman induk juga dilakukan pada greenhouse yang memiliki
luasan bedengan yang sama dengan tanaman produksi. Perbedaan terletak pada
jarak tanam, jika tanaman produksi jarak tanamnya 10 cm x 10 cm, maka jarak
tanam pada tanaman induk adalah 20 cm x 20 cm. Setiap tanaman induk dapat
menghasilkan 10 stek setiap bulannya. Pemanenan stek untuk satu kali penanaman
tanaman induk dapat dilakukan selama empat bulan. Waktu yang diperlukan
untuk satu kali pembibitan adalah lima bulan. Stek yang dapat dihasilkan untuk
satu kali pembibitan adalah 57.600 stek.
78
6.2.3 Proses Produksi
a. Penanaman tanpa Pembibitan
1. Pengolahan Lahan
Pengolahan lahan bertujuan untuk menciptakan kondisi penanaman yang
ideal bagi tanaman, yakni lahan yang gembur sehingga memudahkan tanaman
menyerap unsur hara dari dalam tanah. Lahan yang akan digunakan dibersihkan
kemudian dicangkul dan diratakan. Setelah lahan selesai dicangkul kemudian
dilakukan pemupukan dasar dan penyiraman kemudian lahan didiamkan selama
seminggu. Setelah satu minggu, lahan dicangkul kembali dan dibuatkan bedengan.
Setelah dibuatkan bedengan masing-masing bedengan digemburkan kembali.
Tujuan dari pembuatan bedengan adalah sebagai drainase air karena tanaman akan
menjadi busuk jika tergenang air. Lebar bedengan 1.2 meter, dengan tinggi 30
centimeter dan panjangnya 12 meter. Bedengan satu dengan lainnya diberi jarak
50 centimeter sebagai jalan kebun. Jumlah bedengan yang dibuat sebanyak empat
bedengan di tiap unit greenhouse.
2. Penanaman Bibit
Penanaman bibit dilakukan pada pagi hari. Penanaman diawali dengan
memasang terlebih dahulu wire mesh, kemudian penanaman bibit dilakukan
sesuai jarak tanam wire mesh. Setiap bedengan ditanami oleh bibit dengan
varietas dan warna yang sama. Pemberian Furadan sebanyak 6-10 butir per lubang
tanam dilakukan sebelum bibit ditanam. Setelah bibit ditanam dilakukan
penyiraman dengan tujuan tanaman mendapatkan cukup air.
79
3. Penyulaman
Penyulaman dilakukan seminggu setelah penanaman bibit krisan
dilakukan. Penyulaman dilakukan pada bibit-bibit yang gagal tumbuh. Bibit-bibit
krisan yang harus disulam berkisar 5 persen dari keseluruhan populasi.
4. Pemupukan
Pemupukan dasar menggunakan pupuk kandang, urea, KCL, dan SP36
dilakukan setelah lahan selesai diolah. Pemupukan urea dan KCL kembali
dilakukan setiap dua minggu dimulai pada saat tanaman berumur dua minggu
hingga menjelang panen. Saat tanaman berumur delapan minggu dilakukan
pemupukan urea, KCL, dan SP36.
5. Penyinaran
Penyinaran atau pencahayaan buatan sangat penting dilakukan dalam
kurun waktu 0-2 bulan umur tanaman. Penyinaran bertujuan untuk
memperpanjang fase vegetatif, memperkuat batang sehingga kuat untuk
mendukung pembungaan, dan mengatur ketinggian tanaman. Penyinaran
dilakukan dengan menggunakan lampu TL 40 watt selama 4 jam dimulai pukul
22.00 WIB sampai pukul 2 pagi. Pengaturan waktu penyinaran dengan
menggunakan timer.
6. Penyiraman
Penyiraman yang paling baik adalah pada pagi atau sore hari, penyiraman
dilakukan kontinyu 1-2 kali sehari, tergantung cuaca atau media tumbuh.
Penyiraman dilakukan dengan cara menyiramkan air ke bagian-bagian tanaman
secara merata hingga tanah basah.
80
7. Pemangkasan
Pemangkasan dilakukan dengan tujuan merangsang pembungaan pada
tanaman krisan agar hasil yang diharapkan sesuai dengan kebutuhan pasar.
Pemangkasan dilakukan oleh petani yang telah terampil untuk mencegah
kerusakan pada tanaman krisan.
8. Pengendalian Hama dan Penyakit
Hama yang sering menyerang bunga krisan adalah kutu thrips (Thrips
tabaci) dengan species thrips hitam. Sedangkan penyakit yang sering menyerang
ialah karat daun dan busuk batang. Keduanya mengakibatkan menurunnya
kualitas krisan ketika dipanen. Pengendalian yang dilakukan petani ialah
melakukan penyemprotan dengan menggunakan pestisida Agrimex dan Antracol,
di mana penggunaannya dilakukan secara bergantian.
9. Panen dan Pasca Panen
Pemanenan dapat dilakukan ketika umur tanaman 100-110 hari. Panen
dilakukan saat tinggi tangkai krisan telah mencapai 80-100 centimeter, mahkota
bunga 80 persen telah mekar penuh. Teknik pemanenan yang dilakukan adalah
dengan melakukan pengguntingan tangkai di atas akar.
Bunga-bunga krisan yang telah dipanen terlebih dahulu direndam dalam
larutan air dan vetsin sebelum dilakukan pengemasan. Bunga-bunga tersebut
diletakkan dalam ember besar yang memungkinkan sebagian besar tangkai krisan
terendam. Perendaman dilakukan selama 30 menit.
Setelah proses perendaman, krisan terlebih dahulu dikeringanginkan
sebelum dikemas. Setelah krisan cukup kering dapat dilakukan pengemasan.
Krisan-krisan tersebut dibungkus koran terlebih dahulu. Setiap bungkus atau
81
ikatan terdiri atas 10 tangkai krisan. Krisan yang telah dibungkus koran tersebut
dimasukkan ke dalam kardus, kapasitas tiap kardusnya 500 tangkai atau 50 ikat,
dengan tujuan mencegah kerusakan selama perjalanan sehingga krisan tetap
terjaga kualitasnya.
b. Penanaman dengan Pembibitan
Proses produksi penanaman dengan pembibitan sama halnya dengan
proses produksi yang terjadi pada penanaman tanpa pembibitan. Proses diawali
dengan penanaman tanaman induk. Pemanenan stek pertama kali dapat dilakukan
ketika tanaman induk telah berumur dua minggu. Tiap tanaman induk mampu
menghasilkan sepuluh stek dalam satu bulan. Pemanenan stek dapat dilakukan dua
minggu sekali.
Stek yang telah dipanen terlebih dahulu menjalani proses pengakaran
sebelum digunakan sebagai bibit bagi tanaman produksi dan tanaman induk.
Proses pengakaran dilakukan pada bak pengakaran yang telah diisi arang sekam
sebagai media tanam. Jarak tanam stek adalah 4 cm x 4 cm. Penanaman stek pada
bak pengakaran diawali dengan mencelupkan stek pada larutan Rootone-F, yaitu
zat perangsang akar pada setiap pangkal stek. Konsentrasi larutan Rootone-F
adalah 10 gram untuk setiap 50 cc air. Tahap selanjutnya adalah penanaman stek
pada bak pengakaran yang telah dibasahi terlebih dahulu. Pemeliharaan dilakukan
dengan penyinaran dan penyiraman stek setiap hari hingga umur 10 hari. Panen
bibit dapat dilakukan setelah stek berumur 10 hari di mana stek telah
mengeluarkan akar dan siap dipindahkan pada areal penanaman.
82
6.3 Aspek Intitusional-Organisasi-Manajerial
Kelompok wanita tani yang akan melaksanakan pengusahaan bunga
potong krisan masing-masing dipimpin oleh seorang ketua yang berperan sebagai
koordinator dalam operasional pengusahaan krisan. Ketua kelompok tani akan
malakukan koordinasi dengan penyuluh dan kelompok wanita tani lain yang juga
mengusahakan bunga potong krisan. Peran lain ketua kelompok tani adalah
melakukan pembagian tugas dan tanggung jawab dalam pengusahaan bunga
potong krisan. Tugas dan tangung jawab yang akan dibagi dalam kelompok tani
meliputi pengolahan lahan, penanaman, pemupukan, pemeliharaan, panen dan
pasca panen, hingga pemasaran. Pembagian tugas dan tanggung jawab dalam
pengelolaan budidaya bunga potong krisan sangat perlu dilakukan. Tujuan dari
adanya pembagian tugas dan tanggung jawab adalah agar setiap anggota
mengetahui, menyadari, dan melaksanakan tugas dan tangggung jawab masing-
masing sehingga operasional pengusahaan bunga potong krisan dapat berjalan
lancar dan memberikan hasil yang optimal.
Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Barat selain menyalurkan
bantuan juga melakukan pembinaan dan pendampingan pada petani pelaksana
melalui penyuluh lapangan. Penyuluh sebagai tenaga lapangan akan melakukan
pembinaan secara rutin kepada para petani pelaksana budidaya bunga potong
krisan. Pembinaan yang dilakukan oleh penyuluh meliputi pengajaran teknik
budidaya krisan yang benar serta penanganan panen dan pasca panen yang tepat.
Pembinaan tersebut penting untuk dilakukan karena budidaya bunga dalam hal ini
bunga potong krisan adalah sesuatu yang baru bagi para petani. Selain pembinaan
yang dilakukan oleh penyuluh, pelatihan juga akan diberikan kepada perwakilan
83
dari tiap kelompok tani. Pertemuan tiap anggota dalam satu kelompok dan antar
kelompok wanita tani pelaksana pengusahaan bunga potong krisan juga akan
diadakan secara rutin sebagai wadah diskusi dan tempat berbagi informasi yang
berkaitan dengan pelaksanaan budidaya krisan. Penyuluh lapangan berperan
sebagai narasumber dalam pertemuan yang diadakan baik dalam satu kelompok
tani maupun antar kelompok tani.
6.4 Aspek Sosial
Pengusahaan bunga potong krisan yang akan dilaksanakan di Kabupaten
Lampung Barat sebagai program pemerintah daerah dalam meningkatkan dan
mengembangkan agribisnis tanaman hias yang melibatkan sejumlah kelompok
wanita tani (KWT) sebagai pelaksana.
KWT tersebut terdiri atas istri-istri petani yang secara umum anggotanya
tidak memiliki pekerjaan tetap. Aktivitas sehari-hari anggota KWT adalah
membantu suami di lahan ataupun hanya tinggal di rumah. Adanya pengusahaan
bunga potong krisan akan memberikan kesempatan bagi wanita-wanita tani
tersebut untuk memiliki pekerjaan yang dapat memberikan tambahan penghasilan.
Keuntungan yang akan diperoleh dari pengusahaan bunga potong krisan
rencananya digunakan sebagai modal simpan pinjam bagi para anggota. Sehingga
keuntungan yang akan diperoleh kelompok selain keuntungan dari pengusahaan
bunga potong krisan, juga berasal dari pembayaran bunga pinjaman. Jumlah dan
lama peminjaman disesuaikan dengan kondisi anggota dan dana yang tersedia.
Keuntungan yang akan dibagikan di akhir tahun kepada anggota adalah sisa hasil
usaha.
84
Manfaat yang akan diperoleh oleh para petani pelaksana proyek selain
tambahan penghasilan adalah pengetahuan dan keterampilan tentang budidaya
tanaman hias khususnya bunga potong krisan yang tidak dimiliki sebelumnya.
Selain itu pengembangan usaha ini juga diharapkan akan memberikan contoh
positif bagi sistem usahatani yang intensif dan lebih maju kepada masyarakat
sekitar lokasi proyek, yang bersifat praktis yaitu melalui learning by doing dan
seeing is believing.
Adat istiadat dan budaya masyarakat di sekitar lokasi usaha mendukung
dilaksanakannya budidaya krisan. Masyarakat setempat menerima dengan baik
rencana pengusahaan bunga potong krisan dan siap membantu jika diperlukan.
Dampak makro dari adanya pengusahaan bunga potong krisan adalah
menambah lapangan pekerjaan di wilayah Kabupaten Lampung Barat yang
diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat.
Peningkatan penghasilan masyarakat diharapkan turut meningkatkan gerak laju
perekonomian di kabupaten ini.
85
BAB VII
ANALISIS KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL
Analisis aspek finansial digunakan untuk menganalisis kelayakan suatu
proyek atau usaha dari segi keuangan. Analisis finansial dilakukan dengan
menggunakan kriteria-kriteria penilaian investasi yaitu Net Present Value (NPV),
Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), dan Discounted
Payback Period (PP). Dalam melakukan analisis dengan empat kriteria tersebut
digunakan arus kas (cash flow) untuk mengetahui besarnya manfaat yang diterima
dan biaya yang dikeluarkan dari pengusahaan bunga potong krisan selama umur
proyek yaitu lima tahun. Sebelum membuat arus kas (cash flow) terlebih dahulu
dilakukan analisis terhadap manfaat dan biaya.
Analisis finansial pengusahaan bunga potong krisan di Kabupaten
Lampung Barat dibedakan ke dalam dua skenario. Skenario I yaitu pengusahaan
bunga potong krisan tanpa melakukan pembibitan dan skenario II yaitu
pengusahaan bunga potong krisan dengan melakukan pembibitan.
7.1 Analisis Finansial Skenario I (Penanaman tanpa Pembibitan)
7.1.1 Analisis Manfaat
Manfaat adalah segala sesuatu yang dapat meningkatkan pendapatan
sebuah proyek. Arus manfaat yang diterima dari pengusahaan bunga potong
krisan pada skenario I adalah penerimaan dari penjualan bunga potong krisan dan
nilai sisa.
86
7.1.1.1 Penerimaan Penjualan
Produksi bunga potong krisan dihasilkan dari lima unit greenhouse dengan
tiga kali musim tanam setiap tahunnya. Tiap unit greenhouse terdiri atas empat
bedengan dengan pola tanam dua bedengan diperuntukkan bagi krisan tipe standar
dan dua bedengan lagi diperuntukkan bagi krisan tipe spray. Bunga potong krisan
yang layak jual setiap tahunnya tidak sama, produksi bunga potong krisan layak
jual pada tahun pertama adalah sebesar 70 persen dan baru pada tahun kedua
sampai umur proyek habis produksi bunga potong krisan layak jual telah optimal
sebesar 90 persen.
Kapasitas per bedengan diperoleh dari luas bedengan dibagi dengan jarak
tanam krisan. Bedengan dengan lebar 1,2 m dan panjang 12 m dengan jarak tanam
krisan 10 cm x 10 cm berkapasitas 1.440 tangkai bunga potong krisan untuk satu
musim tanam. Setiap unit greenhouse memiliki empat bedengan sehingga dalam
satu musim tanam tiap unit greenhouse mampu berproduksi sebesar 5.760
tangkai. Keseluruhan bunga potong krisan yang dapat diproduksi dengan tiga
musim tanam dalam setahun dari lima unit greenhouse yang didirikan adalah
sebanyak 86.400 tangkai. Namun hasil produksi tersebut tidak semua layak jual,
sesuai dengan asumsi yang digunakan bahwa pada tahun pertama produksi bunga
potong krisan layak jual sebesar 70 persen dan pada tahun kedua hingga berakhir
umur proyek bunga potong krisan layak jual sebesar 90 persen dari keseluruhan
produksi. Sehingga pada tahun pertama bunga potong krisan layak jual untuk
masing-masing tipe adalah sebesar 30.240 tangkai, sedangkan tahun kedua dan
seterusnya jumlah bunga potong krisan layak jual sebanyak 38.880 tangkai untuk
masing-masing tipe krisan.
87
Penerimaan dari penjualan bunga potong krisan dalam setahun dihasilkan
dari perkalian antara harga masing-masing tipe krisan dengan jumlah produksi
selama setahun. Tipe standar dengan harga Rp 1.000 per tangkai dan tipe spray
seharga Rp 800 tiap tangkainya. Kisaran harga krisan tipe standar di wilayah
Bandar Lampung adalah Rp 1.000 - Rp 1.200, penggunaan harga dalam analisis
finansial ini adalah harga papan bawah (Rp 1.000). Untuk krisan tipe spray di
Bandar Lampung memiliki kisaran harga Rp 800 – Rp 1.000, harga yang
digunakan dalam menganalisis aspek finansial adalah harga papan bawah sebesar
Rp 800.
Tahun pertama program dihasilkan penerimaan dari seluruh greenhouse
yang ada sebesar Rp 54.432.000 di mana jumlah ini lebih kecil bila dibandingkan
dengan penerimaan tahun-tahun selanjutnya yaitu sebesar Rp 69.984.000. Jumlah
keseluruhan penerimaan yang diperoleh dari penjualan bunga potong krisan
selama umur proyek adalah sebesar Rp 334.368.000.
Perkiraan penerimaan dari penjualan bunga potong krisan yang diperoleh
masing-masing kelompok tani adalah sebesar Rp 13.374.720 per tahun atau Rp
800.000 per orang per tahun. Penerimaan yang akan diperoleh tiap kelompok tani
pelaksana dari rata-rata penerimaan tiap tahun dibagi jumlah kelompok tani
pelaksana, sedangkan perkiraan penerimaan yang diperoleh tiap anggota
kelompok tani dihasilkan dari rata-rata penerimaan tiap tahun dibagi jumlah
anggota kelompok tani. Rincian perkiraan produksi dan penerimaan dari
penjualan bunga potong krisan disajikan dalam Tabel 13.
88
Tabel 13. Produksi dan Penerimaan per Tahun Skenario I (Penanaman tanpa Pembibitan)
Tahun Produksi (Tangkai) Harga (Rp) Pendapatan (Rp)
Total (Rp) Standar Spray Standar Spray Standar Spray 1 30240 30240 1000 800 30.240.000 24.192.000 54.432.000 2 38880 38880 1000 800 38.880.000 31.104.000 69.984.000 3 38880 38880 1000 800 38.880.000 31.104.000 69.984.000 4 38880 38880 1000 800 38.880.000 31.104.000 69.984.000 5 38880 38880 1000 800 38.880.000 31.104.000 69.984.000
Total 334.368.000
7.1.1.2 Nilai Sisa (Salvage Value)
Salvage value merupakan nilai sisa dari barang-barang modal (investasi)
yang tidak habis terpakai selama umur proyek berlangsung dan dinilai pada saat
umur proyek berakhir. Nilai sisa yang diperoleh dari pengusahaan bunga potong
krisan pada skenario I adalah sebesar Rp 9.082.500 sebagai hasil keseluruhan dari
barang-barang modal yang masih memiliki nilai ketika umur proyek telah
berakhir. Rincian besarnya nilai sisa pada akhir umur proyek diperlihatkan dalam
Tabel 14.
Tabel 14. Nilai Sisa Skenario I (Penanaman tanpa Pembibitan) No. Jenis Pengeluaran Nilai Sisa (Rp) 1. Engsel dan Gembok 37.5002. Lampu 375.0003. Steker 15.0004. Drum Plastik 150.0005. Gunting Pangkas 76.6676. Gunting Kertas 21.6677. Cangkul 116.6668. Kored 25.0009. Ember 85.000
10. Gembor 160.00011. Straples 20.00012. Sumur 5.000.00013. Pompa air 3.000.000
Total 9.082.500
89
7.1.2 Analisis Biaya
Komponen biaya pada pengusahaan bunga potong krisan dikelompokkan
menjadi dua jenis biaya yaitu biaya investasi dan biaya operasional. Biaya
investasi adalah biaya yang harus dikeluarkan untuk mendapatkan faktor-faktor
produksi yang digunakan dalam proses produksi. Biaya operasional adalah
sejumlah dana yang dikeluarkan agar proses produksi berlangsung.
7.1.2.1 Biaya Investasi
Biaya investasi pada pengusahaan bunga potong krisan dikeluarkan pada
tahun pertama. Investasi yang dikeluarkan meliputi pembangunan greenhouse,
pembelian peralatan, sumur dan instalasi penerangan. Pada penelitian ini terdapat
biaya reinvestasi, yaitu biaya yang dikeluarkan ketika nilai ekonomis dari suatu
aset kurang dari umur proyek.
Perhitungan biaya pembangunan satu unit greenhouse dijabarkan secara
rinci dalam Lampiran 4. Biaya pembangunan lima unit greenhouse adalah sebesar
Rp 24.912.500 atau 55,84 persen dari keseluruhan biaya investasi yang
dikeluarkan. Pembangunan seluruh unit greenhouse merupakan komponen
terbesar dari seluruh biaya investasi sehinga dijadikan perkiraan umur proyek.
Jumlah seluruh biaya investasi yang dikeluarkan pada pengusahaan bunga potong
krisan skenario I adalah sebesar Rp 44.612.500. Rincian biaya investasi
diperlihatkan dalam Tabel 15.
90
Tabel 15. Biaya Investasi Skenario I (Penanaman tanpa Pembibitan)
No. Jenis
Pengeluaran Umur Teknis Jumlah
Harga (Rp)
Total (Rp) Persentase
1. Greenhouse 5 5 4.982.500 24.912.500 55,842. Pompa Air 10 5 1.200.000 6.000.000 13,453. Sumur 10 5 2.000.000 10.000.000 22,424. Selang Air 5 50 7.500 375.000 0,845. Cangkul 3 10 35.000 350.000 0,786. Kored 3 5 15.000 75.000 0,177. Handsprayer 5 5 325.000 1.625.000 3,648. Ember 2 20 8.500 170.000 0,389. Drum Plastik 3 5 90.000 450.000 1,01
10. Gembor 2 10 32.000 320.000 0,7211. Gunting Pangkas 3 10 23.000 230.000 0,5212. Gunting Kertas 3 10 6.500 65.000 0,1513. Straples 2 10 4.000 40.000 0,09Total 44.612.500 100
Selain untuk biaya tersebut, investasi juga dikeluarkan untuk pembelian
peralatan-peralatan yang diperlukan bagi proses budidaya bunga potong krisan.
Peralatan dan perlengkapan diganti sesuai dengan umur teknisnya dan dilakukan
reinvestasi pada tahun peralatan tersebut diganti. Reinvestasi pada pengusahaan
bunga potong krisan dilakukan pada tahun ketiga, keempat dan kelima. Biaya
reinvestasi yang dilakukan pada tahun ketiga memiliki besaran yang sama dengan
biaya reinvestasi pada tahun kelima yaitu sebesar Rp 530.000 yang secara rinci
diperlihatkan oleh Tabel 16.
Tabel 16. Reinvestasi Tahun Ketiga dan Kelima Skenario I (Penanaman tanpa Pembibitan)
No. Jenis Pengeluaran Satuan Jumlah Harga (Rp) Total (Rp) 1. Ember Buah 20 8.500 170.0002. Gembor Buah 10 32.000 320.0003. Straples Buah 10 4.000 40.000
Total 530.000
91
Tahun keempat biaya reinvestasi yang dikeluarkan adalah sebesar
Rp 2.452.500. Biaya reinvestasi pada tahun tersebut mencakup biaya reinvestasi
komponen greenhouse dan peralatan. Rincian biaya reinvestasi tahun keempat
dijabarkan secara rinci dalam Tabel 17.
Tabel 17. Reinvestasi Tahun Keempat Skenario I (Penanaman tanpa Pembibitan)
No. Jenis Pengeluaran Satuan Jumlah Harga (Rp) Total (Rp) 1. Engsel dan Gembok Set 5 22.500 112.5002. Lampu Buah 90 12.500 1.125.0003. Steker Buah 5 9.000 45.0004. Drum Plastik Buah 5 90.000 450.0005. Gunting Pangkas Buah 10 23.000 230.0006. Gunting Kertas Buah 10 6.500 65.0007. Cangkul Buah 10 35.000 350.0008. Kored Buah 5 15.000 75.000
Total 2.452.500
7.1.2.2 Biaya Operasional
Biaya operasional adalah biaya yang dikeluarkan secara berkala selama
proyek berjalan. Biaya ini meliputi biaya tetap dan biaya variabel. Biaya
operasional dikeluarkan pada tahun kesatu sampai tahun kelima.
1. Biaya Tetap
Biaya tetap adalah biaya yang besarnya tidak dipengaruhi oleh jumlah
produk yang dihasilkan dan nilainya sama setiap tahun. Biaya tetap yang
dikeluarkan dari pengusahaan bunga potong krisan skenario I meliputi sewa lahan,
sewa gudang dan pembayaran listrik. Sewa lahan untuk lima unit greenhouse
adalah sebesar Rp 1.000.000 per tahun dan pembayaran listrik untuk seluruh
greenhouse setiap tahunnya sebesar Rp 4.500.000 (Tabel 18).
92
Tabel 18. Biaya Tetap per Tahun Skenario I (Penanaman tanpa Pembibitan) No. Biaya Jumlah 1. Sewa Lahan 1.000.0002. Sewa Gudang 1.500.0003. Listrik 4.500.000
Total 7.000.000
2. Biaya Variabel
Biaya variabel adalah biaya yang besarnya dipengaruhi oleh jumlah
produk yang dihasilkan dalam proses produksi. Unsur-unsur yang termasuk ke
dalam biaya variabel pada pengusahaan bunga potong krisan skenario I
(penanaman tanpa pembibitan) adalah biaya pembelian bibit, pupuk dan pestisida,
pasca panen dan transportasi, serta tenaga kerja.
A. Bibit
Pengusahaan bunga potong krisan pada skenario I hanya dilakukan
penanaman. Bibit yang digunakan berasal dari pembelian seharga Rp 350 per
bibit. Kebutuhan bibit untuk seluruh greenhouse pada satu musim tanam adalah
30.240 bibit. Jumlah kebutuhan bibit tersebut berdasarkan pada perhitungan luas
satu unit bedengan dibagi jarak tanam krisan dikali dengan jumlah seluruh
bedengan ditambah lima persen untuk penyulaman. Musim tanam pada skenario I
dalam setiap tahunnya sama yaitu tiga kali musim tanam, sehingga kebutuhan
bibit dalam setahun sebayak 90.720 bibit. Sehingga biaya pembelian bibit untuk
setiap tahun adalah sebesar Rp 31.752.000.
B. Pupuk dan Pestisida
Pemupukan susulan yang dilakukan pada skenario I sebanyak empat kali.
Pupuk diberikan saat tanaman berumur 2 minggu dan pemupukan ulang setiap dua
93
minggu sekali hingga tanaman berumur 8 minggu. Pemupukan yang dilakukan
dimulai dari pemupukan dasar hingga pemupukan susulan yang diberikan tiap dua
minggu sekali hingga menjelang panen. Kebutuhan pupuk dasar untuk satu musim
tanam pada satu unit greenhouse ialah pupuk kandang 300 kg, urea 2 kg, KCL 3,5
kg, dan SP36 3 kg. Pupuk susulan yang diberikan pada setiap unit greenhouse
untuk satu musim tanam adalah 0,6 kg urea, 2,4 kg KCL, dan 0,6 kg SP36.
Pestisida yang digunakan adalah agrimex, antracol, dan furadan. Kebutuhan
pestisida tiap unit greenhouse untuk satu musim tanam adalah 0,2 antracol, 100 cc
agrimex, dan 1 kg furadan. Jumlah keseluruhan biaya dikeluarkan untuk pupuk
dan pestisida setiap tahun untuk seluruh greenhouse adalah sebesar Rp 5.455.800.
Rincian biaya pemupukan disajikan dalam Tabel 19.
Tabel 19. Kebutuhan Pupuk dan Pestisida per Tahun Skenario I (Penanaman tanpa Pembibitan)
No. Pupuk dan Pestisida Satuan Kebutuhan
(Tahun) Harga (Rp)
Jumlah (Rp/Tahun)
1. Pupuk Urea Kg 39 1.700 66.3002. Pupuk KCL Kg 89 6.000 534.0003. Pupuk SP36 Kg 54 2.500 135.0004. Pupuk Kandang Kg 4500 500 2.250.0005. Agrimex Cc 1500 1.400 2.100.0006. Antracol Kg 3 76.000 228.0007. Furadan Kg 15 9.500 142.500
Total 5.455.800
C. Tenaga Kerja
Tenaga kerja yang digunakan dalam pengusahaan bunga potong krisan
adalah para anggota kelompok tani. Biaya yang dikeluarkan untuk tenaga kerja
selama setahun untuk semua unit greenhouse adalah Rp 4.500.000 dengan upah
Rp 20.000 per HOK (hari orang kerja). Penggunaan tenaga kerja untuk lima
greenhouse selama setahun dapat dilihat pada Tabel 20.
94
Tabel 20. Penggunaan Tenaga Kerja per Tahun Skenario I (Penanaman tanpa Pembibitan)
No. Uraian HOK 1. Persiapan Lahan 30 2. Penanaman dan Penyulaman 30 3. Penyiraman dan Penyiangan 60 4. Pemupukan 30 5. Pengendalian HPT 30 6. Disbudding 60 7. Panen dan Pasca Panen 60
Total 225
D. Pasca Panen
Biaya pasca panen meliputi biaya pengemasan dan biaya pengiriman
bunga potong krisan. Biaya panen dan pasca panen antara tahun pertama dan
tahun kedua hingga seterusnya memiliki perbedaan. Tahun pertama bunga potong
krisan layak jual hanya sebesar 70 persen sedangkan pada tahun kedua hingga
berakhirnya umur proyek bunga potong krisan layak jual sebesar 90 persen.
Perbedaan jumlah produksi tersebut berimplikasi pada perbedaan biaya yang
dikeluarkan untuk pengemasan dan pengiriman bunga potong krisan. Tabel 21
memperlihatkan rincian biaya pasca panen pada skenario I.
Tabel 21. Biaya Pasca Panen Skenario I (Penanaman tanpa Pembibitan)
No. Jenis Pengeluaran Biaya Pasca Panen
Tahun Pertama Tahun Kedua dst 1. Koran 60.000 75.0002. Isi Straples 15.000 20.0003. Selotip 22.000 25.0004. Vetsin 3.000 4.0005. Kardus 1.210.000 1.560.0006. Transportasi 1.815.000 2.340.000
Total 3.125.000 4.024.000
95
7.2 Analisis Finansial Skenario II (Penanaman dengan Pembibitan)
7.2.1 Analisis Manfaat
Arus manfaat pada skenario II meliputi penerimaan dari penjualan bunga
potong krisan, penjualan bibit krisan, dan nilai sisa. Produksi bunga potong krisan
maupun bibit krisan tidak sama setiap tahunnya.
7.2.1.1 Penerimaan Penjualan Krisan
Penanaman tanaman produksi pada skenario ini dalam tahun pertama
hanya dilakukan satu kali musim tanam. Bunga potong krisan layak jual pada
tahun pertama hanya 70 persen atau sebanyak 10.080 tangkai untuk tipe standar
maupun tipe spray, sedangkan untuk tahun kedua hingga tahun kelima bunga
potong krisan layak jual adalah sebanyak 90 persen dari keseluruhan produksi.
Tahun pertama diperoleh penerimaan sebesar Rp 18.144.000, sedangkan
penerimaan pada tahun kedua hingga berakhirnya umur proyek sebesar
Rp 69.984.000 untuk setiap tahunnya. Penerimaan yang diperoleh selama umur
proyek dari penjualan bunga potong krisan pada skenario II (penanaman dengan
pembibitan) adalah sebesar Rp 298.080.000.
Tabel 22. Produksi dan Penerimaan per Tahun Skenario II (Penanaman dengan Pembibitan)
Tahun Produksi (Tangkai) Harga (Rp) Penerimaan (Rp)
Total (Rp) Standar Spray Standar Spray Standar Spray 1 10080 10080 1000 800 10.080.000 8.064.000 18.144.0002 38880 38880 1000 800 38.880.000 31.104.000 69.984.0003 38880 38880 1000 800 38.880.000 31.104.000 69.984.0004 38880 38880 1000 800 38.880.000 31.104.000 69.984.0005 38880 38880 1000 800 38.880.000 31.104.000 69.984.000
Total 298.080.000
96
7.2.1.2 Penerimaan Penjualan Bibit
Pembibitan dilakukan sebanyak dua kali dalam setahun. Bibit yang dapat
diproduksi setiap tahunnya digunakan selain sebagai bibit pada tanaman produksi
juga digunakan sebagai bibit bagi tanaman induk. Apabila persedian bibit telah
memenuhi kebutuhan, maka persediaan yang berlebih tersebut dapat dijual. Bibit
yang diproduksi dan dapat digunakan sebagai bibit pada tanaman produksi dan
tanaman induk dalam tahun pertama hanya sebesar 70 persen. Tahun kedua
hingga berakhirnya umur proyek, jumlah bibit yang dapat digunakan adalah
sebesar 90 persen dari total bibit yang diproduksi.
Tanaman induk yang dapat ditanam dalam satu bedengan dengan luas
bedangan 14,4 m2 dan jarak tanam 20 cm x 20 cm adalah sebanyak 360 tanaman
induk. Setiap tanaman induk mampu berproduksi 10 stek per bulan, di mana
pemanenan stek dilakukan selama 4 bulan.
Berdasarkan uraian di atas, bibit yang dapat dihasilkan pada tahun pertama
adalah 80.640 bibit dan produksi bibit tahun kedua hingga tahun kelima sebesar
103.680 bibit. Tahun pertama kelebihan bibit sejumlah 48.888 bibit. Jumlah
tersebut diperoleh dari produksi bibit selama setahun dikurangi kebutuhan bibit
untuk tanaman produksi dan tanaman induk. Tahun kedua dan seterusnya jumlah
bibit yang berlebih sebanyak 9.936 bibit. Harga tiap bibit adalah Rp 350 sehingga
penerimaan yang diperoleh dari penjualan bibit selama umur proyek yaitu sebesar
Rp 31.021.200. Tabel 23 memperlihatkan secara rinci produksi dan penerimaan
yang diperoleh dari penjualan bibit per tahun.
97
Tabel 23. Produksi dan Penerimaan per Tahun Penjualan Bibit
Tahun
Produksi Bibit
(Tangkai)
Kebutuhan Bibit Surplus
(Tangkai)Harga (Rp)
Penerimaan (Rp)
Tanaman Produksi
Tanaman Induk
1 80640 30240 1512 48888 350 17.110.8002 103680 90720 3024 9936 350 3.477.6003 103680 90720 3024 9936 350 3.477.6004 103680 90720 3024 9936 350 3.477.6005 103680 90720 3024 9936 350 3.477.600
Total 31.021.200
Penerimaan yang diperoleh masing-masing kelompok tani dari penjualan
bunga potong dan bibit krisan (skenario II) adalah sebesar Rp 13.164.048 per
tahun atau sebesar Rp 760.000 per orang per tahun. Penerimaan per tahun yang
diperoleh tiap kelompok tani tersebut berasal dari penerimaan penjualan bunga
potong krisan dan penjualan bibit krisan per tahun dibagi dengan jumlah
kelompok tani yang ada. Sedangkan penerimaan per orang per tahun berasal dari
total penerimaan per tahun dibagi jumlah anggota kelompok tani.
7.2.1.3 Nilai Sisa (Salvage Value)
Nilai sisa diperoleh pada akhir program yaitu pada tahun kelima. Aset
yang masih memiliki umur teknis ketika program telah berakhir perlu
diperhitungkan nilai sisanya. Nilai sisa pada skenario II (penanaman dengan
pembibitan) diperoleh sebesar Rp 16.434.166,67. Tabel 24 memperlihatkan
beberapa aset yang memiliki nilai sisa yang relatif besar saat program telah
berakhir. Aset-aset tersebut adalah sumur, pompa air, bak pengakaran, dan air
conditioner.
98
Tabel 24. Nilai Sisa Skenario II (Penanaman dengan Pembibitan) No. Jenis Pengeluaran Nilai Sisa (Rp) 1. Ember 85.0002. Gembor 192.0003. Straples 20.0004. Drum Plastik 180.0005. Gunting Pangkas 92.0006. Gunting Kertas 21.666,677. Engsel dan Gembok 52.5008. Lampu 550.0009. Steker 21.000
10. Cangkul 140.00011. Kored 30.00012. Sumur 6.000.00013. Pompa Air 3.600.00014. Bak Pengakaran 3.000.00015. Rak Penyimpanan 450.00016. Air Conditioner 2.000.000
Total 16.434.166,67
7.2.2 Analisis Biaya
Komponen biaya pada skenario II yaitu penanaman dengan pembibitan
terdiri atas biaya investasi dan biaya operasional. Biaya tetap dan biaya variabel
adalah bagian dari biaya operasional.
7.2.2.1 Biaya Investasi
Biaya investasi pada skenario II lebih besar apabila dibandingkan dengan
biaya investasi skenario I. Biaya investasi yang lebih besar pada skenario II
disebabkan adanya dua unit greenhouse tambahan yang digunakan sebagai tempat
pembibitan. Komponen biaya investasi terbesar adalah pembuatan greenhouse
yaitu sebesar Rp 34.877.500 atau sebesar 50,23 persen dari total biaya investasi
yang dikeluarkan. Keseluruhan biaya investasi yang dikeluarkan sebesar Rp
69.437.500, biaya investasi secara rinci disajikan dalam Tabel 25.
99
Tabel 25. Biaya Investasi Skenario II (Penanaman dengan Pembibitan)
No. Jenis
Pengeluaran Umur Teknis Jumlah
Harga (Rp)
Total (Rp) Persentase
1. Greenhouse 5 7 4982.500 34.877.500 50,23 2. Pompa Air 10 6 1200.000 7.200.000 10,37 3. Sumur 10 6 2000.000 12.000.000 17,28 4. Selang Air 5 60 7.500 450.000 0,65 5. Cangkul 3 12 35.000 420.000 0,60 6. Kored 3 6 15.000 90.000 0,13 7. Handsprayer 5 6 325.000 1.950.000 2,81 8. Ember 2 20 8.500 170.000 0,24 9. Drum Plastik 3 6 90.000 540.000 0,78
10. Gembor 2 12 32.000 384.000 0,55 11. Gunting Pangkas 3 12 23.000 276.000 0,40 12. Gunting Kertas 3 10 6.500 65.000 0,09 13. Straples 2 10 4.000 40.000 0,06 14. Bak Pengakaran 10 12 500.000 6.000.000 8,64 15. Air Conditioner 10 2 2000.000 4.000.000 5,76 16. Rak Penyimpanan 10 3 300.000 900.000 1,30 17. Lampu 3 6 12.500 75.000 0,11 Total 69.437.500 100
Reinvestasi dilakukan pada peralatan pertanian yang umur ekonomisnya
telah habis sebelum proyek berakhir. Reinvestasi dilakukan pada tahun ketiga,
keempat, dan kelima. Tahun ketiga dan kelima membutuhkan dana reinvestasi
yang besarnya sama yaitu sejumlah Rp 594.000.
Tabel 26. Reinvestasi Tahun Ketiga dan Kelima Skenario II (Penanaman dengan Pembibitan)
No. Jenis Pengeluaran Satuan Jumlah Harga (Rp) Total (Rp) 1. Ember buah 20 8.500 170.0002. Gembor buah 12 32.000 384.0003. Straples buah 10 4.000 40.000
Total 594.000
Reinvestasi pada tahun keempat meliputi reinvestasi peralatan pertanian
dan komponen greenhouse. Jumlah biaya reinvesatsi pada tahun keempat sebesar
100
Rp 3.261.500, jumlah ini lebih besar dibandingkan reinvestasi yang dilakukan
pada tahun ketiga dan kelima disebabkan adanya reinvestasi komponen
greenhouse.
Tabel 27. Reinvestasi Tahun Keempat Skenario II (Penanaman dengan Pembibitan)
No. Jenis Pengeluaran Satuan Jumlah Harga (Rp) Total (Rp) 1. Engsel dan Gembok Set 7 22.500 157.5002. Lampu Buah 132 12.500 1.650.0003. Steker Buah 7 9.000 63.0004. Drum Plastik Buah 6 90.000 540.0005. Gunting Pangkas Buah 12 23.000 276.0006. Gunting Kertas Buah 10 6.500 65.0007. Cangkul Buah 12 35.000 420.0008. Kored Buah 6 15.000 90.000
Total 3.261.500
7.2.2.2 Biaya Operasional
1. Biaya Tetap
Biaya tetap yang dikeluarkan pada skenario II meliputi pembayaran listrik,
sewa lahan, sewa gudang dan sewa ruangan. Ruangan tersebut digunakan sebagai
ruang penyimpan stek sebelum proses pengakaran dilakukan. Biaya tetap
besarnya sama selama umur proyek. Penanaman dengan pembibitan (skenario II)
membutuhkan biaya tetap Rp 12.000.000 untuk setiap tahun. Rincian biaya tetap
disajikan dalam Tabel 28.
Tabel 28. Biaya Tetap per Tahun Skenario II (Penanaman dengan Pembibitan)
No. Jenis Pengeluaran Jumlah 1. Sewa Lahan 1.400.000 2. Sewa Gudang 1.500.000 3. Sewa Ruangan 1.500.000 4. Listrik 7.600.000
Total 12.000.000
101
2. Biaya Variabel
Biaya variabel adalah biaya yang besarnya dipengaruhi oleh jumlah
produk yang dihasilkan dalam proses produksi. Biaya yang termasuk ke dalam
biaya variabel pada pengusahaan bunga potong krisan skenario II adalah biaya
pembelian bibit, pupuk dan pestisida, pasca panen dan transportasi, serta tenaga
kerja.
A. Bibit
Biaya pembelian bibit pada skenario II hanya dilakukan pada musim
tanam pertama dari tanaman induk pada tahun pertama. Biaya bibit ini
dikeluarkan karena proses pembibitan mandiri belum dilakukan. Kebutuhan bibit
selanjutnya baik untuk tanaman induk maupun tanaman produksi berasal dari bibit
hasil pembibitan mandiri. Biaya pembelian bibit adalah hasil kali antara harga
bibit (Rp 350) dengan kebutuhan bibit (1.512 bibit) yaitu sebesar Rp 529.200.
B. Pupuk dan Pestisida
Pemupukan susulan yang dilakukan pada skenario II sebanyak delapan
kali. Pupuk diberikan saat tanaman berumur 2 minggu dan dilakukan pemupukan
ulang dua minggu sekali sampai tanaman berumur 16 minggu. Kebutuhan pupuk
dan pestisida untuk semua unit greenhouse pada tahun pertama di mana hanya ada
satu kali musim tanam bagi tanaman produksi dan dua kali pembibitan dapat
dilihat dalam Tabel 29. Tahun pertama biaya yang dikeluarkan untuk pemupukan
adalah sebesar Rp 4.563.900.
102
Tabel 29. Kebutuhan Pupuk dan Pestisida Tahun Pertama Skenario II (Penanaman dengan Pembibitan)
No. Pupuk dan Pestisida Satuan Kebutuhan
(Tahun) Harga (Rp)
Jumlah (Rp/Tahun)
1. Pupuk Urea Kg 20 1.700 34.0002. Pupuk KCL Kg 47 6.000 282.0003. Pupuk SP36 Kg 18 2.500 45.0004. Pupuk Kandang Kg 2100 500 1.050.0005. Agrimex Cc 700 1.400 980.0006. Antracol Kg 1.4 76.000 106.4007. Furadan Kg 7 9.500 66.5008. Rootone-F Kg 1 200.000 200.0009. Arang Sekam Kg 600 3.000 1.800.000
Total 4.563.900
Pupuk dan pestisida yang dibutuhkan untuk semua greenhouse pada tahun
kedua hingga berakhirnya umur proyek di mana terdapat tiga kali penanaman
tanaman produksi dan dua kali pembibitan disajikan dalam Tabel 30. Biaya yang
dikeluarkan untuk pemupukan pada tahun kedua dan seterusnya sama yaitu
sebesar Rp 8.199.100.
Tabel 30. Kebutuhan Pupuk dan Pestisida Tahun Kedua hingga Tahun Kelima Skenario II (Penanaman dengan Pembibitan)
No. Pupuk dan Pestisida Satuan Kebutuhan
(Tahun) Harga (Rp)
Jumlah (Rp/Tahun)
1. Pupuk Urea Kg 46 1.700 78.2002. Pupuk KCL Kg 106 6.000 636.0003. Pupuk SP36 Kg 54 2.500 135.0004. Pupuk Kandang Kg 5100 500 2.550.0005. Agrimex Cc 1700 1.400 2.380.0006. Antracol Kg 3.4 76.000 258.4007. Furadan Kg 17 9.500 161.5008. Rootone-F Kg 1 200.000 200.0009. Arang Sekam Kg 600 3.000 1.800.000
Total 8.199.100
103
C. Tenaga Kerja
Tenaga kerja yang digunakan dalam pengusahaan bunga potong krisan
adalah anggota kelompok tani. Penggunaan tenaga kerja pada akenario II terjadi
perbedaan antara tahun pertama dengan tahun berikutnya. Frekuensi pembibitan
dan penanaman tanaman produksi sebagai peyebab perbedaan dalam penggunaan
tenaga kerja. Biaya yang dikeluarkan untuk tenaga kerja pada tahun pertama
adalah sebesar Rp 2.500.000 dengan upah per HOK Rp 20.000. Rincian
penggunaan tenaga kerja pada tahun pertama dalam skenario II disajikan dalam
Tabel 31.
Tabel 31. Penggunaan Tenaga Kerja Tahun Pertama Skenario II (Penanaman dengan Pembibitan)
No. Uraian HOK 1. Persiapan Lahan 14 2. Penanaman dan Penyulaman 14 3. Penyiraman dan Penyiangan 28 4. Pemupukan 14 5. Pengendalian HPT 7 6. Disbudding 10 7. Panen Stek 16 8. Pengakaran 10 9. Panen dan Pasca Panen 12
Total 125
Jumlah tenaga kerja dalam setahun yang digunakan pada tahun kedua dan
seterusnya adalah sebanyak 275 HOK sehingga biaya yang dikeluarkan untuk
tenaga kerja dengan upah Rp 20.000 per HOK adalah Rp 5.500.000. Rincian
penggunaan tenaga kerja tersebut dijabarkan dalam Tabel 32.
104
Tabel 32. Penggunaan Tenaga Kerja Tahun Kedua hingga Tahun Kelima Skenario II (Penanaman dengan Pembibitan)
No. Uraian HOK 1. Persiapan Lahan 34 2. Penanaman dan Penyulaman 34 3. Penyiraman dan Penyiangan 68 4. Pemupukan 34 5. Pengendalian HPT 17 6. Disbudding 30 7. Panen Stek 16 8. Pengakaran 10 9. Panen dan Pasca Panen 32
Total 275
D. Pasca Panen
Biaya pasca panen meliputi biaya pengemasan dan biaya pengiriman
bunga potong dan bibit krisan. Tahun pertama bunga potong krisan yang layak
jual dan bibit krisan yang layak pakai hanya sebesar 70 persen sedangkan pada
tahun kedua hingga berakhirnya umur proyek sebesar 90 persen. Perbedaan
jumlah bunga potong krisan layak jual dan bibit layak pakai tersebut
menyebabkan adanya perbedaan biaya yang dikeluarkan untuk pengemasan dan
pengiriman. Rincian biaya pasca panen skenario II disajikan pada Tabel 33.
Tabel 33. Biaya Pasca Panen Skenario II (Penanaman dengan Pembibitan)
No. Jenis Pengeluaran Biaya Pasca Panen
Tahun Pertama Tahun Kedua dst 1. Koran 25.000 75.0002. Isi Straples 5.000 20.0003. Plastik 50.000 50.0004. Tisu 20.000 20.0005. Selotip 10.000 30.0006. Vetsin 3.000 4.0007. Kardus 890.000 1.660.0008. Transportasi 1.335.000 2.490.000
Total 2.338.000 4.349.000
105
7.3 Analisis Kelayakan Finansial
7.3.1 Kelayakan Finansial Penanaman tanpa Pembibitan (Skenario I)
Kriteria kelayakan pengusahaan bunga potong krisan dilihat dari nilai Net
Present Value (NPV), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), Internal Rate of Return
(IRR), dan Discounted Payback Period (PP). Nilai dari kriteria tersebut diperoleh
dengan memperhitungkan selisih antara manfaat bersih yang diperoleh dengan
biaya yang dikeluarkan. Hasil dari perhitungan tersebut kemudian dihitung
dengan nilai sekarang (present value) dengan menggunakan nilai tingkat diskonto
yang berlaku.
Tabel 34. Kelayakan Finansial Skenario I (Penanaman tanpa Pembibitan) Kriteri Investasi Nilai
NPV 17.604.865,13 IRR 26%
Net B/C 1,5 PP 4 Tahun 3 Bulan
Berdasarkan Tabel 34 terlihat bahwa hasil perhitungan analisis kelayakan
menghasilkan NPV yang bernilai positif yaitu sebesar Rp 17.604.865,13 angka ini
menunjukkan nilai sekarang (present value) dari penerimaan bersih yang akan
diterima selama 5 tahun yang akan datang pada tingkat diskonto 8 persen.
Sedangkan nilai IRR yang diperoleh adalah sebesar 26 persen, nilai ini berada di
atas tingkat suku bunga yang berlaku yaitu 8 persen. Nilai IRR tersebut
menunjukkan bahwa pada saat tingkat diskonto sebesar 26 persen, maka nilai
NPV proyek sama dengan nol. Selain itu, nilai Net B/C yang diperoleh besarnya
lebih dari satu yaitu sebesar 1,5, nilai tersebut menunjukkan bahwa setiap Rp 1,00
biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan manfaat bersih (net benefit) sebesar
Rp 1,5. Discounted Payback Period (PP) yang diperoleh dari usaha ini adalah 4
106
tahun 3 bulan. NPV bernilai positif, IRR lebih besar dari tingkat suku bunga
deposito, serta Net B/C nilainya lebih besar dari satu, maka dapat disimpulkan
bahwa pengusahaaan bunga potong krisan pada skenario I (penanaman tanpa
pembibitan) layak untuk dilaksanakan.
7.3.2 Kelayakan Finansial Penanaman dengan Pembibitan (Skenario II)
Kelayakan finansial pengusahaan bunga potong krisan pada skenario II
juga menggunakan kriteria NPV, IRR, Net B/C, dan Discounted Payback Period.
Tingkat diskonto yang digunakan sama dengan tingkat diskonto pada skenario I.
Tabel 35. Kelayakan Finansial Skenario II (Penanaman dengan Pembibitan) Kriteri Investasi Nilai
NPV 89.094.324,85 IRR 69%
Net B/C 2,7 PP 2 Tahun 11 Bulan
Berdasarkan Tabel 35 terlihat bahwa hasil perhitungan analisis kelayakan
menghasilkan NPV yang bernilai positif yaitu sebesar Rp 89.094.324,85 angka ini
menunjukkan nilai sekarang (present value) dari penerimaan bersih yang akan
diterima selama 5 tahun yang akan datang pada tingkat diskonto 8 persen.
Sedangkan nilai IRR yang diperoleh adalah sebesar 69 persen, nilai ini berada di
atas tingkat suku bunga yang berlaku yaitu 8 persen. Nilai IRR tersebut
menunjukkan bahwa pada saat tingkat diskonto sebesar 69 persen, maka nilai
NPV proyek sama dengan nol. Selain itu, nilai Net B/C yang diperoleh besarnya
lebih dari satu yaitu sebesar 2,7, nilai tersebut menunjukkan bahwa setiap Rp 1,00
biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan manfaat bersih (net benefit) sebesar
Rp 2,7. Discounted Payback Period (PP) yang diperoleh dari usaha ini adalah 2
107
tahun 11 bulan. NPV bernilai positif, IRR lebih besar dari tingkat suku bunga
deposito, serta Net B/C nilainya lebih besar dari satu, maka dapat disimpulkan
bahwa pengusahaan bunga potong krisan pada skenario II (penanaman dengan
pembibitan) layak untuk dilaksanakan.
7.3.3 Perbandingan Hasil Analisis Kelayakan Finansial pada Kedua Skenario
Perbandingan analisis kelayakan finansial antara penanaman tanpa
pembibitan (skenario I) dan penanaman dengan pembibitan (skenario II) dapat
dilihat pada Tabel 36. Analisis kelayakan finansial skenario II menunjukkan
kriteria investasi yang nilainya lebih besar dibandingkan dengan skenario I.
Berdasarkan perbandingan analisis kelayakan finansial dari kedua skenario yang
digunakan didapatkan hasil bahwa pengusahaan bunga potong krisan dengan
melakukan pembibitan (skenario II) lebih memberikan keuntungan.
Tabel 36. Perbandingan Hasil Analisis Kelayakan Finansial pada Kedua Skenario
Kriteri Kelayakan Nilai Skenario I Skenario II
NPV 17.604.865,13 89.094.324,85 IRR 26% 69%
Net B/C 1,5 2,7 PP 4 Tahun 3 Bulan 2 Tahun 11 Bulan
7.4 Analisis Switching Value
7.4.1 Analisis Switching Value Penanaman tanpa Pembibitan (Skenario I)
Analisis switching value dilakukan untuk mengetahui besar perubahan
maksimum yang masih menunjukkan kriteria layak apabila terjadi perubahan-
perubahan pada komponen inflow atau outflow. Analisis switching value yang
108
dilakukan dalam skenario I adalah kenaikan harga beli bibit, penurunan harga jual
bunga potong krisan, dan penurunan volume produksi bunga potong krisan pada
tingkat diskonto 8 persen. Switching value yang dilakukan terhadap faktor input
yaitu kenaikan harga bibit dengan pertimbangan bahwa biaya pembelian bibit
sebagai komponen terbesar dalam biaya variabel pada skenario I (penanaman
tanpa pembibitan). Pengusahaan bunga potong krisan pada skenario I masih layak
untuk dilaksanakan jika mengalami kenaikan harga beli bibit maksimal sebesar
13,5 persen. Budidaya krisan juga masih layak diusahakan jika harga jual bunga
potong krisan maksimal mengalami penurunan sebesar 6,5 persen dan penurunan
volume produksi bunga potong maksimal sebesar 6,5 persen. Rincian switching
value pada skenario I dapat dilihat pada Tabel 37.
Tabel 37. Hasil Analisis Switching Value pada Skenario I (Penanaman tanpa Pembibitan)
No. Parameter Persentase (%) 1. Kenaikan Harga Beli Bibit 13,5 2. Penurunan Harga Jual Krisan 6,5 3. Penurunan Volume Produksi Krisan 6,5
7.4.2 Analisis Switching Value Penanaman dengan Pembibitan (Skenario II)
Analisis switching value juga dilakukan pada skenario II. Analisis
switching value yang dilakukan dalam skenario ini adalah kenaikan harga beli
pupuk dan pestisida, penurunan harga jual bunga potong krisan, dan penurunan
volume produksi bunga potong krisan pada tingkat diskonto 8 persen. Switching
value yang dilakukan terhadap faktor input pada skenario ini (penanaman dengan
pembibitan) adalah kenaikan harga beli pupuk dan pestisida. Harga beli pupuk
dan pestisida sebagai komponen terbesar dalam biaya variabel pada skenario II
sebagai pertimbangan dilakukannya switching value, agar apabila terjadi
109
perubahan berupa kenaikan harga beli pupuk dan pestisida, hasil analisis
switching value tetap dapat memberikan gambaran kelayakan. Pengusahaan bunga
potong krisan skenario II (penanaman dengan pembibitan) masih layak untuk
dilaksanakan apabila harga beli pupuk dan pestisida mengalami maksimal
kenaikan sebesar 400 persen. Pengusahaan bunga potong krisan juga masih layak
untuk dilaksankan jika harga jual bunga potong krisan maksimal mengalami
penurunan sebesar 38 persen dan mengalami penurunan volume produksi bunga
potong krisan maksimal sebesar 38 persen. Rincian switching value pada skenario
II dapat dilihat pada Tabel 38.
Tabel 38. Hasil Analisis Switching Value pada Skenario II (Penanaman dengan Pembibitan)
No. Parameter Persentase (%) 1. Kenaikan Harga Beli Pupuk dan Pestisida 400 2. Penurunan Harga Jual Krisan 38 3. Penurunan Volume Produksi Krisan 38
7.4.3 Perbandingan Hasil Analisis Switching Value
Tabel 39 membandingkan switching value yang dilakukan pada setiap
skenario. Skenario I (penanaman tanpa pembibitan) masih layak untuk diusahakan
apabila terjadi penurunan maksimal 6,5 persen pada harga dan volume bunga
potong krisan. Sedangkan skenario II (penanaman dengan pembibitan) masih
layak diusahakan apabila terjadi penurunan maksimal 38 persen pada harga dan
volume produksi bunga potong krisan. Analisis switching value menunjukkan
bahwa pengusahaan bunga potong krisan tanpa pembibitan (skenario I) lebih peka
terhadap perubahan yang terjadi baik pada penurunan harga jual maupun
penurunan volume produksi apabila dibandingkan dengan skenario II (penanaman
dengan pembibitan).
110
Tabel 39. Perbandingan Hasil Analisis Switching Value pada Kedua Skenario Parameter Persentase (%)
Skenario I Skenario II Penurunan Harga Jual Krisan 6,5 38 Penurunan Volume Produksi Krisan 6,5 38
111
BAB VIII
KESIMPULAN DAN SARAN
8.1 Kesimpulan
1. Hasil analisis aspek pasar menyimpulkan perencanaan program
pengusahaan bunga potong krisan di Kabupaten Lampung Barat layak
dilaksanakan. Hal ini berdasarkan adanya peluang pasar dan potensi pasar
bagi bunga potong krisan hasil budidaya Kabupaten Lampung Barat.
Lokasi usaha yang relatif memenuhi syarat pertumbuhan dan
perkembangan krisan sebagai indikator rencana program pengusahaan
bunga potong krisan layak dari aspek teknis. Adanya manfaat yang akan
diperoleh oleh kelompok wanita tani pelaksana menjadikan rencana
program pengusahaan bunga potong krisan layak dilaksanakan dari aspek
sosial. Kelayakan dari aspek institusional-organisasi-manajerial dapat
dilihat dari pengelolaan usaha bunga potong krisan yang akan
dilaksanakan oleh kelompok tani dengan pendampingan penyuluh.
2. Analisis finansial menunjukkan rencana program pengusahaan bunga
potong krisan dengan atau tanpa pembibitan sama-sama memberikan
keuntungan. Namun jenis pengusahaan yang lebih menguntungkan adalah
skenario II (penanaman dengan pembibitan). Hal ini dilihat dari hasil
analisis finansial yang menunjukkan bahwa NPV, IRR, Net B/C, dan
discouted payback period yang lebih baik dibandingkan pengusahaan
skenario I (penanaman tanpa pembibitan).
112
3. Hasil switching value menunjukkan bahwa pengusahaan bunga potong
krisan skenario I (penanaman tanpa pembibitan) lebih sensitif
dibandingkan skenario II (penanaman dengan pembibitan) terhadap
perubahan baik pada penurunan harga jual maupun volume produksi
bunga potong krisan.
8.2 Saran
1. Pengusahaan bunga potong krisan yang sebaiknya dilaksanakan di
Kabupaten Lampung Barat adalah penanaman tanpa pembibitan
berdasarkan pada karakteristik dari petani calon pelaksana yang belum
memiliki pengalaman, meskipun berdasarkan analisis finansial penanaman
dengan pembibitan memberikan keuntungan yang lebih baik. Apabila
skenario II (penanaman dengan pembibitan) yang dipilih untuk
dilaksanakan, pemerintah daerah setempat melalui penyuluh dituntut
memberikan bimbingan secara intensif pada pelaksana karena proses
pembibitan membutuhkan kemampuan dan keterampilan yang relatif
tinggi.
2. Pemerintah Kabupaten Lampung Barat sebaiknya melakukan monitoring
dan evaluasi secara berkala saat program pengusahaan bunga potong
krisan sedang berjalan guna menilai kinerja pengusahaan bunga potong
krisan.
3. Petani pelaksana program pengusahaan bunga potong krisan sebaiknya
diikutsertakan dalam pelatihan secara rutin guna meningkatkan
113
kemampuan dan keterampilan mereka baik dalam budidaya maupun
pemasaran.
4. Pengusahaan bunga potong krisan di Kabupaten Lampung Barat sebaiknya
dilaksanakan secara berkesinambungan sehingga misi Kabupaten
Lampung Barat untuk meningkatkan dan mengembangkan agribisnis
tanaman hias dapat tercapai, serta peningkatkan kesejahteraan petani pun
dapat terwujud.
114
DAFTAR PUSTAKA
Affandy, Medy. 2007. Analisis Kelayakan Finansial Usahatani Gambir di Desa Toman Kecamatan Babat Toman Kabupaten Musi Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan. Skripsi. Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Agung, I.G.N. 2005. Manajemen Penulisan Skripsi, Tesis, dan Disertasi. Raja
Grafindo Persada. Jakarta. Ashari, S.N. 2006. Analisis Kelayakan Finansial Konversi Tanaman Kayu Manis
Menjadi Kakao di Kecamatan Gunung Raya Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi. Skripsi. Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Asosiasi Bunga Indonesia. 2007. Daftar Produk Asbindo.
http://www.asbindo.com [25 Oktober 2007]. Atmoko, G.D. 2006. Analisis Kelayakan Usahatani Pembesaran dan Pemasaran
Ikan Mas (Cyprinus carpio) Budidaya Jaring Apung (Kasus di Kecamatan Mande, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat). Skripsi. Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2007. Beberapa Indikator Utama Sosial Ekonomi Indonesia. http://www.bps.go.id [3 November 2007]. [BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Lampung Barat. 2007. Lampung Barat
Dalam Angka. Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Barat. Lampung Barat.
[Deptan] Departemen Pertanian. 2007. PDB Subsektor Hortikultura 2004.
http://www.deptan.go.id [5 Oktober 2007]. [Depnakertrans] Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi. 2008. Angkatan
Kerja Berdasarkan Lapangan Kerja Utama dan Jenis Kelamin. http://www.nakertrans.go.id [14 Januari 2008].
115
Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Lampung Barat. 2007. Potensi Sektor Pertanian Kabupaten Lampung Barat. Lampung Barat.
Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Lampung. 2008. Luas Panen
dan Produksi Krisan Provinsi Lampung. Lampung. Endah, H. Joesi. 2001. Membuat Tanaman Hias Rajin Berbunga. Cetakan Pertama. PT. Agro Media Pustaka. Tangerang. Gittinger, J.P. 1986. Analisa Ekonomi Proyek-proyek Pertanian. Universitas Indonesia (UI Press). Jakarta. Gray, et al. 1992. Pengantar Evaluasi Proyek. Edisi kedua. Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta. Husnan, S. dan Suwarsono, M. 2000. Studi Kelayakan Proyek. Edisi keempat AMP YKPN. Yogyakarta.
Kadariah, et al. 1999. Pengantar Evaluasi Proyek. LPFE. Universitas Indonesia. Jakarta.
Karyatiningsih, et al. 2001. Pedoman Budidaya Tanaman Sehat (Anggrek, Krisan,
Jahe). Direktorat Perlindungan Hortikultura, Dirjen Bina Produksi Hortikutura. Jakarta.
Kuntjoro. 2002. Kelayakan Finansial Proyek. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi.
Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Lipsey, R.G. 1995. Pengantar Mikroekonomi (terjemahan). Edisi Kesepuluh. Jilid
Pertama. Binarupa Aksara. Jakarta. Palungkun, Rony., Yovita Hety Indriani., dan Yustina Erna Widyastuti. 2002.
Menghijaukan Ruangan. Penebar Swadaya. Jakarta. Rahardi, F., Sri Wahyuni., dan Eko M. Nurcahyo. 1997. Agribisnis Tanaman
Hias. Cetakan keempat. Penebar Swadaya. Jakarta.
116
Rukmana, H. Rahmat. 1997. Teknik Perbanyakan Tanaman Hias. Cetakan Pertama. Kanisius. Yogyakarta.
Samak, Kasim. 2006. Analisis Kelayakan Usahatani Manggis (Studi Kasus: Desa
Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat). Skripsi. Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Soekartawi. 1996. Manajemen Agribisnis Bunga Potong. Universitas Indonesia
(UI Press). Jakarta. Singarimbun, M. dan Efendi, S. 2006. Metode Penelitian Survai. LP3ES. Jakarta. Sudarmono, AS. 1997. Tanaman Hias Ruangan: Mengenal dan Merawat.
Kanisisus. Yogyakarta. Umar, H. 2003. Studi Kelayakan Bisnis. Edisi Kedua. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Wahyuni, Enda. 2007. Analisis Kelayakan Investasi Pengusahaan Terong Belanda
(Kasus di Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara). Skripsi. Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Widyawan, Rosa. 1994. Bunga Potong: Tinjauan Literatur. Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia. Jakarta.
117
LAMPIRAN
118
Lampiran 1. Luas Panen dan Produksi Krisan Nasional 2002- 2006 Tahun Luas Panen (m2) Produksi (tangkai) 2002 3.251.556 25.804.630 2003 2.089.780 27.406.464 2004 1.542.812 27.683.449 2005 2.076.546 47.465.794 2006 1.939.039 63.716.256
Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura 2005, data diolah
Lampiran 2. PDRB, Jumlah Penduduk, dan Pendapatan Perkapita Tahun 2002-2006
Tahun PDRB Jumlah Penduduk (Orang)
Pendapatan Perkapita (Rp)
2002 1.039.184,65 377.298,00 2.958.619,26 2003 1.066.213,16 382.706,00 3.107.108,30 2004 1.123.285,93 388.113,00 3.274.492,43 2005 1.174.761,95 393.520,00 3.465.298,62 2006 1.203.905,67 407.008,00 3.686.254,16
Sumber : BPS, Lampung Barat dalam Angka 2006
119
Lampiran 3. Kios Saprodi di Kecamatan Balik Bukit dan Sekincau No. Desa Jumlah 1. Mekar Sari 6 2. Pahayu Jaya 1 3. Basungan 2 4. Sekincau 4 5. Waspada 2 6. Tiga Jaya 1 7. Giham Sukamaju 3 8. Sidomulyo 6 9. Pasar Liwa 1
Total 26 Sumber : Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura, 2006
Lampiran 4. Biaya Pembuatan Satu Unit Greenhouse
No. Jenis Biaya SatuanUmur
Ekonomis JumlahHarga Satuan
Harga Total
1. Bambu Batang 5 20 15.000 300.0002. Plastik UV Kg 5 18 27.000 486.0003. Net Meter 5 80 20.000 1.600.0004. Engsel dan Gembok Set 3 1 22.500 22.5005. Paku Kg 5 2 15.000 30.0006. Kawat Meter 5 180 1.000 180.0007. Lampu Buah 3 18 12.500 225.0008. Instalasi Listrik Unit 5 1 1.500.000 1.500.0009. Steker Buah 3 1 9.000 9.000
10. Timer Set 3 1 130.000 130.00011. Tenaga Kerja Hok 25 20.000 500.000Total 4.982.500
Lampiran 5. Daftar KWT Calon Pelaksana Program Pengusahaan Bunga Potong Krisan di Kabupaten Lampung Barat No. Nama Umur (tahun) Alamat Pendidikan Terakhir Tanggungan 1. Khodariyah 29 Desa Sekincau, Kecamatan Sekincau SD 3 2. Marlena 30 Desa Sekincau, Kecamatan Sekincau SMP 3 3. Sri Resmini 31 Desa Sekincau, Kecamatan Sekincau SMA 2 4. Endang 42 Desa Sekincau, Kecamatan Sekincau SMA 3 5. Suliyati 37 Desa Sekincau, Kecamatan Sekincau SMP 4 6. Supriyatin 32 Desa Sekincau, Kecamatan Sekincau SD 4 7. Ipah 35 Desa Sekincau, Kecamatan Sekincau SD 5 8. Kristianing 35 Desa Giham Sukamaju, Kecamatan Sekincau SMP 3 9. Puji 30 Desa Giham Sukamaju, Kecamatan Sekincau SMP 2
10. Maryani 35 Desa Giham Sukamaju, Kecamatan Sekincau SD 4 11. Riris 29 Desa Giham Sukamaju, Kecamatan Sekincau SMP 1 12. Siti 40 Desa Giham Sukamaju, Kecamatan Sekincau SD 3 13. Mujiati 40 Desa Giham Sukamaju, Kecamatan Sekincau SMA 3 14. Hartinah 22 Desa Giham Sukamaju, Kecamatan Sekincau SMP 1 15. Wasilatun 40 Desa Waspada, Kecamatan Sekincau SD 5 16. Kartini 32 Desa Waspada, Kecamatan Sekincau SMP 2 17. Wahyunah 25 Desa Waspada, Kecamatan Sekincau SMP 2 18. Masitoh 27 Desa Waspada, Kecamatan Sekincau SMA 1 19. Dwi 33 Desa Waspada, Kecamatan Sekincau SMP 3 20. Laila 31 Desa Waspada, Kecamatan Sekincau SMP 4 21. Siswanti 36 Desa Waspada, Kecamatan Sekincau SMP 3 22. Jumen 28 Desa Sebarus, Kecamatan Balik Bukit SD 3 23. Sugi 36 Desa Sebarus, Kecamatan Balik Bukit SD 4 24. Sukinem 34 Desa Sebarus, Kecamatan Balik Bukit SMA 2 25. Aryati 39 Desa Sebarus, Kecamatan Balik Bukit SMP 4 26. Eliyanti 35 Desa Sebarus, Kecamatan Balik Bukit SMP 3 27. Katimah 38 Desa Sebarus, Kecamatan Balik Bukit SD 4 28. Yana 37 Desa Sebarus, Kecamatan Balik Bukit SMP 3 29. Sumiatun 30 Desa Way Empulau Ulu, Kecamatan Balik Bukit SD 5
2
30. Khoiriah 36 Desa Way Empulau Ulu, Kecamatan Balik Bukit SMP 3 31. Duaya 46 Desa Way Empulau Ulu, Kecamatan Balik Bukit SMP 6 32. Winda 36 Desa Way Empulau Ulu, Kecamatan Balik Bukit SMA 3 33. Suprihatin 37 Desa Way Empulau Ulu, Kecamatan Balik Bukit SMP 3 34. Suhari 34 Desa Way Empulau Ulu, Kecamatan Balik Bukit SMA 3 35. Giyati 38 Desa Way Empulau Ulu, Kecamatan Balik Bukit SMP 4
Sumber : Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura, 2006
3
Lampiran 6. Jadwal Kegiatan Penanaman tanpa Pembibitan (Skenario I) dalam Setahun Waktu
Aktivitas BULAN
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Persiapan proyek Pengolahan Lahan Penanaman Bibit Penyulaman Pemupukan Penyinaran Penyiraman Pemangkasan Pengendalian HPT Panen dan Pasca Panen Pemasaran
4
Lampiran 7. Jadwal Kegiatan Penanaman dengan Pembibitan (Skenario II) Tahun Pertama Waktu
Aktivitas BULAN
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 A. Pembibitan Persiapan Proyek Pengolahan Lahan Penanaman Bibit Penyulaman Pemupukan Penyinaran Penyiraman Pengendalian HPT Panen stek Pengakaran Panen Bibit Penyimpanan Pembongkaran Tanaman B. Penanaman Pengolahan Lahan Penanaman Bibit Penyulaman Pemupukan Penyinaran Penyiraman Pemangkasan Pengendalian HPT Panen dan Pasca Panen Pemasaran
5
Lampiran 8. Jadwal Kegiatan Penanaman dengan Pembibitan (Skenario II) Tahun Kedua dst Waktu
Aktivitas BULAN
A. Pembibitan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Pengolahan Lahan Penanaman Bibit Penyulaman Pemupukan Penyinaran Penyiraman Pengendalian HPT Panen stek Pengakaran Panen Bibit Penyimpanan Stek Pembongkaran Tanaman B. Penanaman Pengolahan Lahan Penanaman Bibit Penyulaman Pemupukan Penyinaran Penyiraman Pemangkasan Pengendalian HPT Panen dan Pasca Panen Pemasaran
6
Lampiran 9. Cashflow Pengusahaan Bunga Potong Krisan Skenario I (Penanaman tanpa Pembibitan) No. Uraian 1 2 3 4 5 1. Inflow Penerimaan Bunga Krisan 54432000 69984000 69984000 69984000 69984000 Nilai Sisa 0 0 0 0 9082500 Total Inflow 54432000 69984000 69984000 69984000 79066500
2. Outflow Biaya Investasi Greenhouse 24912500 1282500 Pompa Air 6000000 Sumur 10000000 Selang Air 375000 Cangkul 350000 350000 Kored 75000 75000 Handsprayer 1625000 Ember 170000 170000 170000 Drum Plastik 450000 450000 Gembor 320000 320000 320000 Gunting Pangkas 230000 230000 Gunting Kertas 65000 65000 Straples 40000 40000 40000 Total Biaya Investasi 44612500 530000 2452500 530000 Biaya Operasional Biaya Tetap Beban Listrik 4500000 4500000 4500000 4500000 4500000 Sewa Lahan 1000000 1000000 1000000 1000000 1000000 Sewa Gudang 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 Total Biaya Tetap 7000000 7000000 7000000 7000000 7000000
7
Biaya Variabel Bibit 31752000 31752000 31752000 31752000 31752000 Pupuk dan Pestisida 5455800 5455800 5455800 5455800 5455800 Pasca Panen 3125000 4024000 4024000 4024000 4024000 Tenaga Kerja 4500000 4500000 4500000 4500000 4500000 Total Biaya Variabel 44832800 45731800 45731800 45731800 45731800 Total Biaya Operasional 51832800 52731800 52731800 52731800 52731800 Total Outflow 96445300 52731800 53261800 55184300 53261800
3. Net Benefit -42013300 17252200 16722200 14799700 25804700 Discount Faktor 8% 0.925925926 0.857338820 0.793832241 0.735029853 0.680583197 Present Value -38901203.70 14790980.80 13274621.50 10878221.31 17562245.22
4. NPV 17604865.13 5. IRR 26% 6. NPV+ 56506068.83 7. NPV- -38901203.70 8. Net B/C 1.5 9. PP 4 Tahun 3 Bulan
8
Lampiran 10. Cashflow Pengusahaan Bunga Potong Krisan Skenario II (Penanaman dengan Pembibitan) No. Uraian 1 2 3 4 5 1. Inflow Penerimaan Bunga Krisan 18144000 69984000 69984000 69984000 69984000 Penerimaan Bibit 17110800 3477600 3477600 3477600 3477600 Nilai Sisa 0 0 0 0 16434166.67 Total Inflow 35254800 73461600 73461600 73461600 89895766.67
2. Outflow Biaya Investasi Greenhouse 34877500 1795500 Pompa Air 7200000 Sumur 12000000 Selang Air 450000 Cangkul 420000 420000 Kored 90000 90000 Handsprayer 1950000 Ember 170000 170000 170000 Drum Plastik 540000 540000 Gembor 384000 384000 384000 Gunting Pangkas 276000 276000 Gunting Kertas 65000 65000 Straples 40000 40000 40000 Bak Pengakaran 6000000 Air Conditioner 4000000 Rak Penyimpanan 900000 Lampu 75000 75000 Total Biaya Investasi 69437500 594000 3261500 594000 Biaya Operasional
9
Biaya Tetap Beban Listrik 7600000 7600000 7600000 7600000 7600000 Sewa Lahan 1400000 1400000 1400000 1400000 1400000 Sewa Gudang 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 Sewa Ruangan 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 Total Biaya Tetap 12000000 12000000 12000000 12000000 12000000 Biaya Variabel Bibit 529200 Pupuk dan Pestisida 4563900 8199100 8199100 8199100 8199100 Pasca Panen 2338000 4349000 4349000 4349000 4349000 Tenaga Kerja 2500000 5500000 5500000 5500000 5500000 Total Biaya Variabel 9931100 18048100 18048100 18048100 18048100 Total Biaya Operasional 21931100 30048100 30048100 30048100 30048100 Total Outflow 91368600 30048100 30642100 33309600 30642100
3. Net Benefit -56113800 43413500 42819500 40152000 59253666.67 Discount Faktor 8% 0.925925926 0.857338820 0.793832241 0.735029853 0.680583197 Present Value -51957222.22 37220078.88 33991499.64 29512918.65 40327049.9
4. NPV 89094324.85 5. IRR 69% 6. NPV+ 141051547.07 7. NPV- -51957222.22 8. Net B/C 2.7 9. PP 2 Tahun 11 Bulan
10
Lampiran 11. Switching Value Penurunan 6.5% Harga Jual Krisan pada Skenario I (Penanaman tanpa Pembibitan) No. Uraian 1 2 3 4 5 1. Inflow Penerimaan Bunga Krisan 50893920 65435040 65435040 65435040 65435040 Nilai Sisa 0 0 0 0 9082500 Total Inflow 50893920 65435040 65435040 65435040 74517540
2. Outflow Biaya Investasi Greenhouse 24912500 1282500 Pompa Air 6000000 Sumur 10000000 Selang Air 375000 Cangkul 350000 350000 Kored 75000 75000 Handsprayer 1625000 Ember 170000 170000 170000 Drum Plastik 450000 450000 Gembor 320000 320000 320000 Gunting Pangkas 230000 230000 Gunting Kertas 65000 65000 Straples 40000 40000 40000 Total Biaya Investasi 44612500 530000 2452500 530000 Biaya Operasional Biaya Tetap Beban Listrik 4500000 4500000 4500000 4500000 4500000 Sewa Lahan 1000000 1000000 1000000 1000000 1000000 Sewa Gudang 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 Total Biaya Tetap 7000000 7000000 7000000 7000000 7000000
11
Biaya Variabel Bibit 31752000 31752000 31752000 31752000 31752000 Pupuk dan Pestisida 5455800 5455800 5455800 5455800 5455800 Pasca Panen 3125000 4024000 4024000 4024000 4024000 Tenaga Kerja 4500000 4500000 4500000 4500000 4500000 Total Biaya Variabel 44832800 45731800 45731800 45731800 45731800 Total Biaya Operasional 51832800 52731800 52731800 52731800 52731800 Total Outflow 96445300 52731800 53261800 55184300 53261800
3. Net Benefit -45551380 12703240 12173240 10250740 21255740 Discount Faktor 8% 0.925925926 0.857338820 0.793832241 0.735029853 0.680583197 Present Value -42177203.70 10890980.80 9663510.39 7534599.91 14466299.48
4. NPV 378186.88 5. IRR 8% 6. NPV+ 42555390.58 7. NPV- -42177203.70 8. Net B/C 1.0 9. PP 5 Tahun 2 Bulan
12
Lampiran 12. Switching Value Kenaikan 13.5% Harga Beli Bibit pada Skenario I (Penanaman tanpa Pembibitan) No. Uraian 1 2 3 4 5 1. Inflow Penerimaan Bunga Krisan 54432000 69984000 69984000 69984000 69984000 Nilai Sisa 0 0 0 0 9082500 Total Inflow 54432000 69984000 69984000 69984000 79066500
2. Outflow Biaya Investasi Greenhouse 24912500 1282500 Pompa Air 6000000 Sumur 10000000 Selang Air 375000 Cangkul 350000 350000 Kored 75000 75000 Handsprayer 1625000 Ember 170000 170000 170000 Drum Plastik 450000 450000 Gembor 320000 320000 320000 Gunting Pangkas 230000 230000 Gunting Kertas 65000 65000 Straples 40000 40000 40000 Total Biaya Investasi 44612500 530000 2452500 530000 Biaya Operasional Biaya Tetap Beban Listrik 4500000 4500000 4500000 4500000 4500000 Sewa Lahan 1000000 1000000 1000000 1000000 1000000 Sewa Gudang 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 Total Biaya Tetap 7000000 7000000 7000000 7000000 7000000
13
Biaya Variabel Bibit 36038520 36038520 36038520 36038520 36038520 Pupuk dan Pestisida 5455800 5455800 5455800 5455800 5455800 Pasca Panen 3125000 4024000 4024000 4024000 4024000 Tenaga Kerja 4500000 4500000 4500000 4500000 4500000 Total Biaya Variabel 49119320 50018320 50018320 50018320 50018320 Total Biaya Operasional 56119320 57018320 57018320 57018320 57018320 Total Outflow 100731820 57018320 57548320 59470820 57548320
3. Net Benefit -46299820 12965680 12435680 10513180 21518180 Discount Faktor 8% 0.925925926 0.857338820 0.793832241 0.735029853 0.680583197 Present Value -42870203.70 11115980.80 9871843.72 7727501.15 14644911.74
4. NPV 490033.70 5. IRR 8% 6. NPV+ 43360237.41 7. NPV- -42870203.70 8. Net B/C 1.0 9. PP 5 Tahun 1 Bulan
14
Lampiran 13. Switching Value Penurunan 6.5% Volume Produksi Krisan pada Skenario I (Penanaman tanpa Pembibitan) No. Uraian 1 2 3 4 5 1. Inflow Penerimaan Bunga Krisan 50893920 65435040 65435040 65435040 65435040 Nilai Sisa 0 0 0 0 9082500 Total Inflow 50893920 65435040 65435040 65435040 74517540
2. Outflow Biaya Investasi Greenhouse 24912500 1282500 Pompa Air 6000000 Sumur 10000000 Selang Air 375000 Cangkul 350000 350000 Kored 75000 75000 Handsprayer 1625000 Ember 170000 170000 170000 Drum Plastik 450000 450000 Gembor 320000 320000 320000 Gunting Pangkas 230000 230000 Gunting Kertas 65000 65000 Straples 40000 40000 40000 Total Biaya Investasi 44612500 530000 2452500 530000 Biaya Operasional Biaya Tetap Beban Listrik 4500000 4500000 4500000 4500000 4500000 Sewa Lahan 1000000 1000000 1000000 1000000 1000000 Sewa Gudang 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 Total Biaya Tetap 7000000 7000000 7000000 7000000 7000000
15
Biaya Variabel Bibit 31752000 31752000 31752000 31752000 31752000 Pupuk dan Pestisida 5455800 5455800 5455800 5455800 5455800 Pasca Panen 3125000 4024000 4024000 4024000 4024000 Tenaga Kerja 4500000 4500000 4500000 4500000 4500000 Total Biaya Variabel 44832800 45731800 45731800 45731800 45731800 Total Biaya Operasional 51832800 52731800 52731800 52731800 52731800 Total Outflow 96445300 52731800 53261800 55184300 53261800
3. Net Benefit -45551380 12703240 12173240 10250740 21255740 Discount Faktor 8% 0.925925926 0.857338820 0.793832241 0.735029853 0.680583197 Present Value -42177203.70 10890980.80 9663510.39 7534599.91 14466299.48
4. NPV 378186.88 5. IRR 8% 6. NPV+ 42555390.58 7. NPV- -42177203.70 8. Net B/C 1.0 9. PP 5 Tahun 2 Bulan
16
Lampiran 14. Switching Value Penurunan 38% Harga Jual Krisan pada Skenario II (Penanaman dengan Pembibitan) No. Uraian 1 2 3 4 5 1. Inflow Penerimaan Bunga Krisan 11249280 43390080 43390080 43390080 43390080 Penerimaan Bibit 17110800 3477600 3477600 3477600 3477600 Nilai Sisa 0 0 0 0 16434166.67 Total Inflow 28360080 46867680 46867680 46867680 63301846.67
2. Outflow Biaya Investasi Greenhouse 34877500 1795500 Pompa Air 7200000 Sumur 12000000 Selang Air 450000 Cangkul 420000 420000 Kored 90000 90000 Handsprayer 1950000 Ember 170000 170000 170000 Drum Plastik 540000 540000 Gembor 384000 384000 384000 Gunting Pangkas 276000 276000 Gunting Kertas 65000 65000 Straples 40000 40000 40000 Bak Pengakaran 6000000 Air Conditioner 4000000 Rak Penyimpanan 900000 Lampu 75000 75000 Total Biaya Investasi 69437500 594000 3261500 594000 Biaya Operasional
17
Biaya Tetap Beban Listrik 7600000 7600000 7600000 7600000 7600000 Sewa Lahan 1400000 1400000 1400000 1400000 1400000 Sewa Gudang 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 Sewa Ruangan 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 Total Biaya Tetap 12000000 12000000 12000000 12000000 12000000 Biaya Variabel Bibit 529200 Pupuk dan Pestisida 4563900 8199100 8199100 8199100 8199100 Pasca Panen 2338000 4349000 4349000 4349000 4349000 Tenaga Kerja 2500000 5500000 5500000 5500000 5500000 Total Biaya Variabel 9931100 18048100 18048100 18048100 18048100 Total Biaya Operasional 21931100 30048100 30048100 30048100 30048100 Total Outflow 91368600 30048100 30642100 33309600 30642100
3. Net Benefit -63008520 16819580 16225580 13558080 32659746.67 Discount Faktor 8% 0.925925926 0.857338820 0.793832241 0.735029853 0.680583197 Present Value -58341222.22 14420078.88 12880388.53 9965593.547 22227674.8
4. NPV 1152513.54 5. IRR 9% 6. NPV+ 59493735.76 7. NPV- -58341222.22 8. Net B/C 1.0 9. PP 5 Tahun 8 Bulan
18
Lampiran 15. Switching Value Kenaikan 400% Harga Beli Pupuk dan Pestisida pada Skenario II (Penanaman dengan Pembibitan) No. Uraian 1 2 3 4 5 1. Inflow Penerimaan Bunga Krisan 18144000 69984000 69984000 69984000 69984000 Penerimaan Bibit 17110800 3477600 3477600 3477600 3477600 Nilai Sisa 0 0 0 0 16434166.67 Total Inflow 35254800 73461600 73461600 73461600 89895766.67
2. Outflow Biaya Investasi Greenhouse 34877500 1795500 Pompa Air 7200000 Sumur 12000000 Selang Air 450000 Cangkul 420000 420000 Kored 90000 90000 Handsprayer 1950000 Ember 170000 170000 170000 Drum Plastik 540000 540000 Gembor 384000 384000 384000 Gunting Pangkas 276000 276000 Gunting Kertas 65000 65000 Straples 40000 40000 40000 Bak Pengakaran 6000000 Air Conditioner 4000000 Rak Penyimpanan 900000 Lampu 75000 75000 Total Biaya Investasi 69437500 594000 3261500 594000 Biaya Operasional
19
Biaya Tetap Beban Listrik 7600000 7600000 7600000 7600000 9600000 Sewa Lahan 1400000 1400000 1400000 1400000 1400000 Sewa Gudang 1500000 1500000 1500000 1500000 Sewa Ruangan 1500000 1500000 1500000 1500000 1000000 Total Biaya Tetap 12000000 12000000 12000000 12000000 12000000 Biaya Variabel Bibit 529200 Pupuk dan Pestisida 18255600 32796400 32796400 32796400 32796400 Pasca Panen 2338000 4349000 4349000 4349000 4349000 Tenaga Kerja 2500000 5500000 5500000 5500000 5500000 Total Biaya Variabel 23622800 42645400 42645400 42645400 42645400 Total Biaya Operasional 35622800 54645400 54645400 54645400 54645400 Total Outflow 105060300 54645400 55239400 57906900 55239400
3. Net Benefit -69805500 18816200 18222200 15554700 34656366.67 Discount Faktor 8% 0.925925926 0.857338820 0.793832241 0.735029853 0.680583197 Present Value -64634722.22 16131858.71 14465369.86 11433168.85 23586540.83
4. NPV 982216.03 5. IRR 9% 6. NPV+ 65616938.25 7. NPV- -64634722.22 8. Net B/C 1.0 9. PP 5 Tahun 3 Bulan
20
Lampiran 16. Switching Value Penurunan 38% Volume Produksi Krisan pada Skenario II (Penanaman dengan Pembibitan) No. Uraian 1 2 3 4 5 1. Inflow Penerimaan Bunga Krisan 11249280 43390080 43390080 43390080 43390080 Penerimaan Bibit 17110800 3477600 3477600 3477600 3477600 Nilai Sisa 0 0 0 0 16434166.67 Total Inflow 28360080 46867680 46867680 46867680 63301846.67
2. Outflow Biaya Investasi Greenhouse 34877500 1795500 Pompa Air 7200000 Sumur 12000000 Selang Air 450000 Cangkul 420000 420000 Kored 90000 90000 Handsprayer 1950000 Ember 170000 170000 170000 Drum Plastik 540000 540000 Gembor 384000 384000 384000 Gunting Pangkas 276000 276000 Gunting Kertas 65000 65000 Straples 40000 40000 40000 Bak Pengakaran 6000000 Air Conditioner 4000000 Rak Penyimpanan 900000 Lampu 75000 75000 Total Biaya Investasi 69437500 594000 3261500 594000 Biaya Operasional
21
Biaya Tetap Beban Listrik 7600000 7600000 7600000 7600000 7600000 Sewa Lahan 1400000 1400000 1400000 1400000 1400000 Sewa Gudang 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 Sewa Ruangan 1500000 1500000 1500000 1500000 1500000 Total Biaya Tetap 12000000 12000000 12000000 12000000 12000000 Biaya Variabel Bibit 529200 Pupuk dan Pestisida 4563900 8199100 8199100 8199100 8199100 Pasca Panen 2338000 4349000 4349000 4349000 4349000 Tenaga Kerja 2500000 5500000 5500000 5500000 5500000 Total Biaya Variabel 9931100 18048100 18048100 18048100 18048100 Total Biaya Operasional 21931100 30048100 30048100 30048100 30048100 Total Outflow 91368600 30048100 30642100 33309600 30642100
3. Net Benefit -63008520 16819580 16225580 13558080 32659746.67 Discount Faktor 8% 0.925925926 0.857338820 0.793832241 0.735029853 0.680583197 Present Value -58341222.22 14420078.88 12880388.53 9965593.547 22227674.8
4. NPV 1152513.54 5. IRR 9% 6. NPV+ 59493735.76 7. NPV- -58341222.22 8. Net B/C 1.0 9. PP 5 Tahun 8 Bulan