Al-Islam 3(1)
-
Upload
riska-ismayanti-hidayat -
Category
Documents
-
view
25 -
download
0
Transcript of Al-Islam 3(1)
AL-ISLAM 3
Dosen Pengajar : Drs. Didi Sunardi
Disusun Oleh : Riska Ismayanti Hidayat
NIM : 2012437097
JURUSAN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2013
KONSEP KELUARGA SAKINAH MENURUT ISLAM
(pengertian sakinah mawaddah warahmah, memilih calon pendamping, tujuan perkawinan,
hak dan kewajiban suami dan istri)
A. Pengertian keluarga sakinah
Keluarga dapat diartiakan sebagai kelpomok terkecil yang dibentuk dari pasangan
yang berbeda jenis yang diikatkan dalam satu pernikahan yang terdiri dari ayah, ibu, dan
anak. Keluarga Sakinah menurut Islam adalah keluarga yang dibentuk dari pasangan berbeda
jenis yang diikatkan dalam satu ikatan pernikahan yang memberikan
ketenangan/kenyamanan, penuh rasa cinta dan kasih sayang dalam menjalaninya dengan
didasari taqwa kepada Allah SWT.
Setiap orang yang beragama islam bercita-cita mebentuk keluarga SAMAWA (Sakinah,
Mawadah, dan Rahmah). Istilah “sakinah” digunakan Al-Qur’an untuk menggambarkan
kenyamanan keluarga. Istilah ini memiliki akar kata yang sama dengan “sakanun” yang
berarti tempat tinggal. Istilah itu digunakan Al-Qur’an untuk menyebut tempat berlabuhnya
setiap anggota keluarga dalam suasana yang nyaman dan tenang, sehingga menjadi lahan
subur untuk tumbuhnya cinta kasih (mawaddah wa rahmah) diantara sesama anggotanya.
Sakinah diartikan dalam surah Al-Baqarah ayat 248 dan surah Al-Fath ayat 4 sebagai
ketenangan atau kenyamanan yang diturunkan oleh Allah kepada orang mukmin dan
merupakan tata nilai yang seharusnya menjadi kekuatan penggerak dalam membangun
tatanan keluarga yang dapat memberikan kenyamanan dunia sekaligus memberikan jaminan
keselamatan akhirat. Mawaddah diartikan sebagai cinta. Prof. Dr. Quraish Shihab
mengartikan mawadah sebagai cinta yang penuh kemaafan atas kesalahan pasangannya siap
untuk membangun kembali kepercayaan bersama-sama. Rahmah adalah kasih sayang yang
tidak mengharapkan balasan serupa.
B. Kriteria Memilih Calon Pendamping
Memilih calon pendamping sangat perlu karena untuk keberlangsungan kehidapan
rumah tangga yag akan dijalani. Kriteria calon pendamping menurut Islam adalah sebagai
berikut:
1. Al Kafa’ah (Sekufu)
Yang dimaksud dengan sekufu atau al kafa’ah secara bahasa adalah sebanding
dalam hal agama, kedudukan, nasab (keturunan), rumah dan selainnya (Lisaanul Arab,
Ibnu Manzhur). Atau dengan kata lain kesetaraan dalam agama (sagama yaitu Islam) dan
1
status sosial. Nasab disni diartikan sebagai silsilah keturunan untuk melihat asal usul
pasangan dan keluarganya dari sisi keadaan keluarganya, keadaan kesuburan dalam
keluarganya. Kesuburan dijadikan kriteria untuk memilih calon pendamping karena
diantara hikmah dari pernikahan adalah untuk meneruskan keturunan dan memperbanyak
jumlah kaum muslimin dan memperkuat izzah (kemuliaan) kaum muslimin. Karena dari
pernikahan diharapkan lahirlah anak-anak kaum muslimin yang nantinya menjadi orang-
orang yang shalih yang mendakwahkan Islam.
2. Calon istri ataupun suami memiliki dasar pendidikan agama (shalih/shalihah) dan
berakhlak yang baik karena calon suami/istri yang mengerti agama akan mengetahui
tanggungjawabnya sebagai suami/istri dan bapak/ibu. Untuk memilih calon istri
sebagaimana sabda Rasulullah “Perempuan itu dinikahi karena empat perkara, karena
hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan karena agamanya, lalu pilihlah perempuan
yang beragama niscaya kamu bahagia.”
3. Indah dipandang
Keadaan fisik yang menarik lainnya dari calon pasangan hidup kita adalah salah satu
faktor penunjang keharmonisan rumah tangga. Maka mempertimbangkan hal tersebut
sejalan dengan tujuan dari pernikahan, yaitu untuk menciptakan ketentraman dalam hati.
4. Diutamakan memilih calon istri yang masih gadis
Hal ini dimaksudkan untuk mencapai hikmah secara sempurna dan manfaat yang agung,
di antara manfaat tersebut adalah memelihara keluarga dari hal-hal yang akan
menyusahkan kehidupannya, menjerumuskan ke dalam berbagai perselisihan, dan
menyebarkan polusi kesulitan dan permusuhan.
5. Mengutamakan orang jauh (dari kekerabatan) dalam perkawinan
Hal ini dimaksudkan untuk menjaga keselamatan fisik anak keturunan dari penyakit-
penyakit yang menular atau cacat secara hereditas, sehingga anak tidak tumbuh besar
dalam keadaan lemah atau mewarisi cacat kedua orang tuanya dan penyakit-penyakit
nenek moyangnya. Di samping itu juga untuk memperluas pertalian kekeluargaan dan
mempererat ikatan-ikatan sosial.
Keluarga adalah lingkungan yang dibentuk dari hasil pernikahan. Penikahan
dalam Islam memiliki tujuan :
1. Memenuhi tuntutan naluri manusia yang asasi.
Pernikahan adalah fitrah manusia dan menghidarkan dari cara yang amat kotor
menjijikan seperti cara-cara orang sekarang seperti: berpacaran, kumpul kebo, melacur,
2
berzina, lesbi, homo, dan lain sebagainya yang telah menyimpang jauh dan diharamkan oleh
Islam.
2. Membentengi ahlak yang luhur.
Sasaran utama dari disyari’atkannya pernikahan dalam Islam di antaranya ialah untuk
membentengi martabat manusia dari perbuatan kotor dan keji yang telah menurunkan
martabat manusia yang luhur. Islam memandang pernikahan dan pembentukan keluarga
sebagai sarana efektif untuk memelihara pemuda dan pemudi dari kerusakan serta melindungi
masyarakat dari kekacauan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Wahai para
pemuda ! Barangsiapa diantara kalian berkemampuan untuk nikah, maka nikahlah, karena
nikah itu lebih Menundukan pandangan, dan lebih membentengi farji (kemaluan). Dan
barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia puasa (shaum), karena shaum itu dapat
membentengi dirinya”. (Hadits Shahih Riwayat Ahmad, Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Nasa’i,
Darimi, Ibnu Jarud dan Baihaqi).
3. Menegakkan rumah tangga yang islami.
Jadi tujuan yang luhur dari pernikahan adalah agar suami istri melaksanakan syari’at
Islam dalam rumah tangganya. Hukum ditegakkannya rumah tangga berdasarkan syari’at
Islam adalah WAJIB. Oleh karena itu setiap muslim dan muslimah yang ingin membina
rumah tangga yang Islami, ajaran Islam telah memberikan beberapa kriteria tentang calon
pasangan yang ideal yaitu: (a) sesuai kafa’ah; dan (b) shalih dan shalihah
4. Meningkatkan ibadah kepada Allah.
Menurut konsep Islam, hidup sepenuhnya untuk beribadah kepada Allah dan berbuat
baik kepada sesama manusia. Dari sudut pandang ini, rumah tangga adalah salah satu lahan
subur bagi peribadatan dan amal shalih di samping ibadah dan amal-amal shalih yang lain.
Sampai-sampai bersetubuh (berhubungan suami-istri) pun termasuk ibadah (sedekah).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Jika kalian bersetubuh dengan istri-istri
kalian termasuk sedekah!.” Mendengar sabda Rasulullah itu para shahabat keheranan dan
bertanya: “Wahai Rasulullah, seorang suami yang memuaskan nafsu birahinya terhadap
istrinya akan mendapat pahala ?” Nabi shallallahu alaihi wa sallam menjawab: “Bagaimana
menurut kalian jika mereka (para suami) bersetubuh dengan selain istrinya, bukankah mereka
berdosa .? “Jawab para shahabat : “Ya, benar”. Beliau bersabda lagi : “Begitu pula kalau
mereka bersetubuh dengan istrinya (di tempat yang halal), mereka akan memperoleh pahala!”.
(Hadits Shahih Riwayat Muslim, Ahmad dan Nasa’i dengan sanad yang Shahih).
5. Mencari keturunan yang shalih dan shalihah
3
Tujuan pernikahan diantaranya ialah untuk melestarikan dan mengembangkan bani
Adam. Allah berfirman: “Allah telah menjadikan dari diri-diri kamu itu pasangan suami istri
dan menjadikan bagimu dari istri-istri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu
rezeki yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan
mengingkari nikmat Allah ?”. (An-Nahl : 72). Selain itu juga berusaha mencari dan
membentuk generasi yang berkualitas yaitu mencetak anak yang shalih dan Shalihah serta
bertaqwa kepada Allah SWT. Keturunan yang shalih tidak akan diperoleh melainkan dengan
tarbiyah Islam (pendidikan Islam) yang benar. Oleh karena itu suami istri bertanggung jawab
mendidik, mengajar, dan mengarahkan anak-anaknya ke jalan yang benar.
Islam memandang bahwa pembentukan keluarga merupakan salah satu jalan untuk
merealisasikan tujuan-tujuan yang lebih besar yang meliputi berbagai aspek kemasyarakatan
berdasarkan Islam yang akan mempunyai pengaruh besar dan mendasar terhadap kaum
muslimin dan eksistensi umat Islam.
C. Hak dan Kewajiban Suami dan istri
1. Kewajiban Suami
Kewajiban suami adalah sesuatu yang menjadi hak yang mesti diperoleh seorang istri.
Berikut ini hak-hak istri sekaligus kewajiban suami yang harus dipenuhi oleh suami:
a. Menjadi pemimpin/kepala keluarga
b. Memberinya nafkah lahir dan batin
c. Mempergauli istri dengan baik
d. Membahagiakan istri dan tidak menjelek-jelekan Istri
e. Tidak meninggalkan Istri melainkan di dalam rumah
Maksudnya, jangan berpisah tempat tidur atau pisah ranjang ketika terjadi konflik,
melainkan di dalam rumah.
f. Mengajarkan Ilmu Agama
Seorang suami diharapkan mampu mengajarkan akidah, tauhid, akhlak, serta tata cara
bersuci, berwudhu, shalat, dan lainnya kepada istri, anak dan keluarganya dengan tujuan
mendapatkan hidup berlandaskan ajaran islam yang akan menjadikah keluarga sakidah ,
mawadah dan warahmah.
2. Kewajiban Istri
Kewajiban Istri adalah sesuatu yang menjadi hak yang mesti diperoleh seorang suami.
Berikut ini hak-hak suami sekaligus kewajiban istri yang harus dipenuhi oleh istri:
4
a. Taat kepada suami dilandasi dengan taat kepada Allah SWT
b. Mendidik dan membesarkan anak
c. Menjaga kehormatannya (menjaga jilbab, khalawat, tabaruj, dan lainya)
3. Hak Bersama Suami Istri
Hak bersama yang harus dijalankan dalam kehidupan keluarga adalah sebagai
berikut :
1. Suami istri, hendaknya saling menumbuhkan suasana mawaddah dan rahmah. (Ar-Rum:
21)
2. Hendaknya saling mempercayai dan memahami sifat masing-masing pasangannya. (An-
Nisa’: 19 – Al-Hujuraat: 10)
3. Hendaknya menghiasi dengan pergaulan yang harmonis. (An-Nisa’: 19)
4. Hendaknya saling menasehati dalam kebaikan. (Muttafaqun Alaih)
Referensi
Anonim __. Hak Dan Kewajiban Suami Istri Menurut Syari’at Islam Yang Mulia Www.AinuAmriwordpress.Com
Anonim, __. Kriteria Khusus Memilih calon Suami Atau Istreri Menurut Islam. (on
line) http://pakarinfo.blogspot.com/2010/11/kriteria-khusus-memilih-calon-
suami.html . (1Oktober 2011)
Anneahira.__. Tujuan pernikahan menrut Islam. (on line). http://www.anneahira.com/
(1 Oktober 2011)
Mochamad Bugi. __ Keluarga Sakinah Dalam Masalah (on line)
http://muslimkeluarga.blogspot.com/ (1 Oktober 2011)
Triatmojo.2006. Rumah Tangga yang Sakinah Mawadah wa Rahmah (on line).
http://triatmojo.wordpress.com/2006/09/27/rumah-tangga-yang-sakinah-
mawadah-wa-rahmah/
Anonim __. Hak Dan Kewajiban Suami Istri Menurut Syari’at Islam Yang Mulia Www.AinuAmriwordpress.Com
5
PANDANGAN ISLAM TERHADAP PERKAWINAN BEDA AGAMA.
(pengertian hukum beda agama)
Pernikahan beda agama dibedakan menjadi (dua) yaitu :
1. Perempuan beragama Islam menikah dengan laki-laki non-Islam
Hukum mengenai perempuan beragama Islam menikah dengan laki-laki non-Islam
adalah jelas-jelas dilarang (haram), jika seorang muslimah memaksakan dirinya menikah
dengan laki-laki non Islam, maka akan dianggap berzina.
Dalil yg digunakan untuk larangan menikahnya muslimah dengan laki-laki non Islam
adalah Surat Al-Baqarah (2) : 221,“Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik,
sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita
musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang
musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak
yang mukmin lebih baik dari orang musyrik walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak
ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah
menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka
mengambil pelajaran.”
2. Laki-laki beragama Islam menikah dengan perempuan non-Islam
Pernikahan seorang lelaki Muslim dengan perempuan non-muslim terbagi atas 2
macam:
a. Lelaki Muslim dengan perempuan Ahli Kitab.
Yang dimaksud dengan Ahli Kitab di sini adalah agama Nasrani dan Yahudi (agama
samawi). Hukumnya boleh dengan dasar Surat Al Maidah(5):5,“Pada hari ini dihalalkan
bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal
bagimu, dan makanan kamu halal pula bagi mereka. (Dan dihalalkan mengawini) wanita-
wanita yang menjaga kehormatan di antara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita
yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al Kitab sebelum kamu, bila
kamu telah membayar maskawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud
berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik. Barang siapa yang kafir sesudah
beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) maka hapuslah amalannya dan ia di hari
akhirat termasuk orang-orang merugi.”
6
b. Lelaki Muslim dengan perempuan non Ahli Kitab.
Banyak ulama yg melarang karena non ahli Al Kitab di sini penyembah berhala, api,
dan sejenisnya yang dapat menyebabkan kemusyrikan dan dengan dasar Al
Baqarah(2):222,“Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka
beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik,
walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik
(dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang
mukmin lebih baik dari orang musyrik walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke
neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah
menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka
mengambil pelajaran.”
Banyak ulama yg menafsirkan bahwa dibolehkannya laki-laki muslim menikah
dengan wanita ahlul kitab namun tidak sebaliknya karena laki-laki adalah pemimpin rumah
tangga, berkuasa atas isterinya, dan bertanggung jawab terhadap dirinya. Islam menjamin
kebebasan aqidah bagi isterinya, serta mlindungi hak-hak dan kehormatannnya dengan syariat
dan bimbingannya. Akan tetapi, agama lain seperti nasrani dan yahudi tidak pernah
memberikan jaminan kepada isteri yang berlainan agama.
Secara ringkas hukum nikah beda agama bisa kita bagi menjadi demikian :
1. Suami Islam, istri ahli kitab = boleh
2. Suami Islam, istri kafir bukan ahli kitab = haram
3. Suami ahli kitab, istri Islam = haram
4. Suami kafir bukan ahli kitab, istri Islam = haram
Referensi :
http://alhijrah.cidensw.net/index.php?option=com_frontpage&Itemid=1
7
PANDANGAN ISLAM TENTANG KONSEP GENDER
(kedudukan laki-laki dan perempuan, relevansi tanggung jawab, pembagian tugas dan
kepemimpinan)
A. Definisi Gender
Gender adalah pembagian peran sosial yang dibuat oleh masyarakat berdasarkan
status biologisnya. Gender berbeda dengan jenis kelamin karena jenis kelamin yang
merupakan sebuah pemberian Allah yang mutlak sudah ada sejak zaman dahulu dan dapat
dibuktikan secara empiris seperti perempuan bisa mengandung, melahirkan dan menyusui
sementara laki-laki tidak.
B. Gender dalam Islam
Islam mendudukkan laki-laki dan perempuan dalam posisi yang sama dan kemuliaan
yang sama. Islam tidak membedakan laki-laki dan wanita dalam hal tingkatan takwa dan
mendudukkan wanita dan laki-laki pada tempatnya.
Adapun dalil-dalil dalam Al-Quran yang mengatur tentang kesetaraan gender adalah:
1. Tentang hakikat penciptaan lelaki dan perempuan
Pada Surat Ar-Rum ayat 21, surat An-Nisa ayat 1, dan surat Hujurat ayat 13
menjelaskan yang pada intinya berisi bahwa Allah SWT telah menciptakan manusia
berpasang-pasangan yaitu lelaki dan perempuan, supaya mereka hidup tenang dan
tentram, agar saling mencintai dan menyayangi serta kasih mengasihi, agar lahir dan
menyebar banyak laki-laki dan perempuan serta agar mereka saling mengenal.
Ayat -ayat diatas menunjukkan adanya hubungan yang saling timbal balik antara lelaki
dan perempuan, dan tidak ada satupun yang mengindikasikan adanya superioritas satu
jenis atas jenis lainnya.
2. Tentang kedudukan dan kesetaraan antara lelaki dan perempuan
Pada Surat Ali-Imran ayat 195, surat An-Nisa ayat 124, surat An-Nahl ayat 97, surat
Ataubah ayat 71-72, dan surat Al-Ahzab ayat 35 menjelaskan bahwa Allah SWT secara
khusus menunjuk baik kepada perempuan maupun lelaki untuk menegakkan nilai-nilai
islam dengan beriman, bertaqwa dan beramal.
Allah SWT juga memberikan peran dan tanggung jawab yang sama antara lelaki dan
perempuan dalam menjalankan kehidupan spiritualnya. Barangsiapa yang mengerjakan
amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka
sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya
8
akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah
mereka kerjakan. (QS. an-Nahl : 97)
Jadi pada intinya kedudukan dan derajat antara lelaki dan perempuan dimata Allah
SWT adalah sama, dan yang membuatnya tidak sama hanyalah keimanan dan ketaqwaannya.
Keadaan, perlakuan dan anggapan masyarakat sekarang yang merendahkan wanita dan
menganggap wanita sebagai masyarakat kelas dua merupakan pengaruh kebudayaan yang
berlaku di masyarakat tertentu, bukan berasal dari ajaran agama. Sebagai contoh adalah
budaya masyarakat Jawa, terutama masyarakat zaman dulu yang menganggap bahwa wanita
tidak perlu menuntut ilmu (sekolah) tinggi-tinggi karena nantinya mereka hanya akan kembali
ke dapur, walaupun akhirnya seiring dengan perkembangan dan kemajuan teknologi,
anggapan seperti ini mulai pudar namun tidak jarang kebanyakan kaum adam, khususnya
dalam pergaulan rumah tangga menganggap secara mutlak bahwa laki-laki adalah pemimpin
bagi wanita.
Islam mengamanahkan manusia untuk memperhatikan konsep keseimbangan,
keserasian, keselarasan, keutuhan, baik sesama umat manusia maupun dengan
lingkunganalamnya. Konsep relasi gender dalam Islam lebih dari sekedar mengatur keadilan
gender dalam masyrakat, tetapi secara teologis dan teleologis mengatur pola relasi
mikrokosmos(manusia), makrosrosmos (alam), dan Tuhan. Hanya dengan demikian manusia
dapat menjalankan fungsinya sebagai khalifah, dan hanya khalifah sukses yang dapat
mencapai derajat abid sesungguhnya. Laki-laki dan perempuan mempunyai hak dan
kewajiban yang sama dalammenjalankan peran khalifah dan hamba. Soal peran sosial dalam
masyarakat tidak ditemukan ayat al-Qur’an atau hadits yang melarang kaum perempuan aktif
di dalamnya. Sebaliknya Al-Qur’an dan Hadits banyak mengisyaratkan kebolehan perempuan
aktif menekuni berbagai profesi.
9
SOSIAL POLITIK DAN BUDAYA DALAM ISLAM
(Demokrasi, Musyawarah, dan Hak Asasi Manusia)
A. Demokrasi
Prinsip dan konsep demokrasi yang sejalan dengan islam adalah keikutsertaan rakyat
dalam mengontrol, mengangkat, dan menurunkan pemerintah, serta dalam menentukan
sejumlah kebijakan lewat wakilnya. Adapun yang tidak sejalan adalah ketika suara rakyat
diberikan kebebasan secara mutlak sehingga bisa mengarah kepada sikap, tindakan, dan
kebijakan yang keluar dari rambu-rambu ilahi. Karena itu, maka perlu dirumuskan sebuah
sistem demokrasi yang sesuai dengan ajaran Islam diantaranya:
1. Demokrasi tersebut harus berada di bawah payung agama.
2. Rakyat diberi kebebasan untuk menyuarakan aspirasinya
3. Pengambilan keputusan senantiasa dilakukan dengan musyawarah
4. Suara mayoritas tidaklah bersifat mutlak meskipun tetap menjadi pertimbangan utama
dalam musyawarah. Contohnya kasus Abu Bakar ketika mengambil suara minoritas yang
menghendaki untuk memerangi kaum yang tidak mau membayar zakat. Juga ketika Umar
tidak mau membagi-bagikan tanah hasil rampasan perang dengan mengambil pendapat
minoritas agar tanah itu dibiarkan kepada pemiliknya dengan cukup mengambil pajaknya.
5. Musyawarah atau voting hanya berlaku pada persoalan ijtihadi; bukan pada persoalan
yang sudah ditetapkan secara jelas oleh Alquran dan Sunah.
6. Produk hukum dan kebijakan yang diambil tidak boleh keluar dari nilai-nilai agama.
7. Hukum dan kebijakan tersebut harus dipatuhi oleh semua warga
a. Sistem atau konsep demokrasi yang islami dapat terwujud, langkah yang harus dilakukan:
Seluruh warga atau sebagian besarnya harus diberi pemahaman yang benar tentang Islam
sehingga aspirasi yang mereka sampaikan tidak keluar dari ajarannya.
b. Parlemen atau lembaga perwakilan rakyat harus diisi dan didominasi oleh orang-orang
Islam yang memahami dan mengamalkan Islam secara baik
B. Musyawarah
Islam memandang musyawarah sebagai salah satu hal yang amat penting bagi
kehidupan insani, bukan saja dalam kehidupan berbangsa dan bernegara melainkan dalam
kehidupan berumah tangga dan lain-lainnya. Ini terbukti dari perhatian al-Qur’an dan Hadis
10
yang memerintahkan atau menganjurkan umat pemeluknya supaya bermusyawarah dalam
memecah berbagai persoalan yang mereka hadapi.
Musyawarah itu dipandang penting, antara lain karena musyawarah merupakan salah
satu alat yang mampu mempersekutukan sekelompok orang atau umat di samping sebagai
salah satu sarana untuk menghimpun atau mencari pendapat yang lebih dan baik.
Adapun bagaimana sistem permusyawaratan itu harus dilakukan, baik Al-Qur’an
maupun Hadis tidak memberikan penjelasan secara tegas. Oleh karena itu soal sistem
permusyawaratan diserahkan sepenuhnya kepada umat sesuai dengan cara yang mereka
anggap baik.
Para ulama berbeda pendapat mengenai obyek yang menjadi kajian dari
permusyawaratan itu sendiri, adakah permusyawaratan itu hanya dalam soal-soal keduniawian
dan tidak tentang masalah-masalah keagamaan. Sebagian dari mereka berpendapat bahwa
musyawarah yang dianjurkan atau diperintahkan dalam islam itu khusus dalam masalah-
masalah keduaniawian dan tidak untuk soal-soal keagamaan.
Sementara sebagian yang lain berpendirian bahwa disamping masalah-masalah
keduniawian, musyawarah juga dapat dilakukan dalam soal-soal keagamaan sejauh yang tidak
jelaskan oleh wahyu (Al-Qur’an dan Hadis)
Terlepas dari perbedaan pendapat di atas, yang jelas antara persoalan-persoalan
duniawi dan agamawi tak dapat dipisahkan meskipun antara yang satu dengan yang lain
memang dapat di bedakan. Dan suatu hal yang telah di sepakati bersama oleh para ulama
ialah bahwa musyawarah tidak di benarkan untuk membahas masalah-masalah yang
ketentuannya secara tegas dan jelas telah ditentukan oleh Al-Qur’an dan Sunnah.
C. Hak Asasi Manusia
HAM yang berkembang di dunia internasional tidak bertentangan antara satu sama
lain. Bahkan organisasi Islam internasional yang terlembagakan dalam Organisasi Konferensi
Islam (OKI) pada 5 Agustus 1990 mengeluarkan deklarasi HAM.
Islam memiliki pengaturan mengenai HAM dapat dibagi menjadi 9 (sembilan) bagian
hak asasi manusia dalam islam yang pengaturannya secara tersirat.
1. Hak atas hidup, dan menghargai hidup manusia. surah Al-Maidah ayat 63.
2. Hak untuk mendapat pelindungan dari hukuman yang sewenag wenang yaitu dalam surat
Al An’am : 164 dan surat Fathir 18
3. Hak atas keamanan dan kemerdekaan pribadi terdapat dalam surat An Nisa ayat 58 dan
surat Al-Hujurat ayat 6
11
4. Hak atas kebebasan beragama memilih keyakinan berdasar hati nurani secara tersirat
dalam surat Al Baqarah ayat 256 dan surat Al Ankabut ayat 46
5. Hak atas persamaan hak didepan hukum secara tersirat terdapat dalam surat An-Nisa ayat
1 dan 135 dan Al Hujurat ayat13.
6. Hak memiliki kebebasan berserikat Islam juga memberikan dalam surat Ali Imran ayat
104-105. Dalam memberikan suatu protes terhadap pemerintahan yang zhalim dan
bersifat tirani secara tersirat dapat dilihat pada surat an-nisa ayat 148, surat al maidah 78-
79, surat Al A’raf ayat 165, surat Ali Imran ayat 110.
7. Hak ekonomi sosial dan budaya Islam pun mengandung secara tersirat mengenai hak ini.
8. Hak mendapatkan kebutuhan dasar hidup manusia secara tersirat terdapat dalam surat Al
Baqarah ayat 29, surat Ad-Dzariyat ayat 19, surat Al Jumu’ah ayat 10.
9. hak mendapatkan pendidikan Islam juga memiliki pengaturan secara tersirat dalam surat
Yunus ayat 101, surat Al-Alaq ayat 1-5, surat Al Mujadilah ayat 11 dan surat Az-Zumar
ayat 9.
Referensi :
Anonim.__.Demokrasi dalam pandangan Islam. (online).
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2010/09/demokrasi-dalam-pandangan-islam/ (2
Oktober 2011)
Erwina, Brigita Win. 2010.Makalah Studi Kepemimpinan Islam Demokrasi Dalam Perspektif
Islam. Yogyakarta :Universitas Islam Yogyakarta
Anonim.2007.HAM. (online). http://hmibecak.wordpress.com/2007/02/14/hmi-
dankevakuman-ideologi/. (3 Oktober 2011)
Anonim.2007.Musyawarah Dalam Pandangan Islam. (online).
http://mtaufiknt.wordpress.com/downloads/ . (3 Oktober 2011)
Anonim.2011. Prinsip Demokrasi dan Musyawarah dalam pandangan Islam.
(Online)http://dinnullah.blogspot.com/ (3 Oktober 2011)
12
KONSEP MAWARIS DALAM ISLAM
(harta waris, sebab waris mewaris, ahli waris dan haknya).
A. PENGERTIAN MAWARIS DAN HUKUM KEWARISAN
Mawaris berarti hal-hal yang berhubungan dengan waris dan warisan. Ilmu yang
mempelajari mawaris disebut ilmu faraid. Ilmu artinya pengetahuan faraid artinya bagian-
bagian yang tertentu. Jadi ilmu faraid adalah pengetahuan yang menguraikan cara membagi
harta peningalan seseorang kepada ahli waris yang berhak menerimanya.
Pengertian hukum kewarisan dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) disebutkan pada
pasal 171 ayat (a) yang berbunyi : "Hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur tentang
pemindahan hak pemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa yang
berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya masing-masing." Dari definisi di atas, maka
hukum kewarisan menurut KHI mencakup ketentuan-ketentuan sebagai berikut :
1. Ketentuan yang mengatur siapa pewaris
2. Ketentuan yang mengatur siapa ahli waris
3. Ketentuan yang mengatur tentang harta peninggalan
4. Ketentuan yang mengatur tentang akibat peralihan harta peninggalan dari pewaris kepada
ahli waris
5. Ketentuan yang mengatur tentang bagian masing-masing.
A. Pewaris
Pewaris berdasarkan KHI pasal 171 ayat (b) adalah : "Pewaris adalah orang yang
pada saat meninggalnya atau yang dinyatakan meninggal berdasarkan putusan pengadilan
beragama Islam,meniggalkan ahli waris dan harta peninggalan." Dari redaksi di atas tampak
bahwa untuk terjadinya pewarisan disyaratkan untuk pewaris adalah telah meninggal dunia,
baik secara hakiki ataupun hukum. Hal ini sebagaimana telah ditentukan oleh ulama tentang
syarat-syarat terjadinya pewarisan antara lain meninggalnya pewaris baik secara hakiki,
hukum atau takdiri. Selain disyaratkan telah meninggal dunia, pewaris juga disyaratkan
beragama Islam dan mempunyai ahli waris dan harta peninggalan. Syarat-syarat ini sesuai
dengan yang telah ditetapkan dalam fiqh mawaris.
B. Ahli Waris
Ahli waris adalah orang yang masih hidup atau dinyatakan masih hidup oleh putusan
pengadilan pada saat meninggalnya pewaris mempunyai hubungan darah atau hubungan
13
perkawinan dengan pewaris, beragama Islam dan tidak terhalang karena hukum untuk
menjadi ahli waris. Ahli waris tersebut terdiri atas :
1. Ahli waris laki-laki, ialah ayah, anak laki-laki, saudara laki-laki, paman, kakek dan
suami.
2. Ahli waris perempuan, yaitu ibu, anak perempuan, saudara perempuan, nenek dan isteri
3. Ahli waris yang dimungkinkan sebagai ahli waris pengganti adalah seperti cucu laki-laki
atau perempuan dari anak laki-laki atau perempuan.
4. Tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris. Adapun tentang hidupnya ahli
waris di saat meninggalnya pewaris, seperti disyaratkan oleh para fuqaha tidak tampak
dalam ketentuan ini, dan menurut penulis hal ini perlu ditegaskan.
Ditinjau dari sudut pembagian, Ahli waris terbagi dua yaitu : Ashhabul furudh dan
Ashobah.
1. Ashabul furudh yaitu orang yang mendapat bagian tertentu. Terdiri dari:
a. Yang dapat bagian ½ harta
1) Anak perempuan kalau sendiri
2) Cucu perempuan kalau sendiri
3) Saudara perempuan kandung kalau sendiri
4) Saudara perempuan seayah kalau sendiri
5) Suami
b. Yang mendapat bagian ¼ harta
1) a.Suami dengan anak atau cucu
2) b.Isteri atau beberapa kalau tidak ada anak atau cucu
c. Yang mendapat 1/8
1) Isteri atau beberapa isteri dengan anak atau cucu.
d. Yang mendapat 2/3
1) dua anak perempuan atau lebih
2) dua cucu perempuan atau lebih
3) dua saudara perempuan kandung atau lebih
4) dua saudara perempuan seayah atau lebih
e. Yang mendapat 1/3
1) Ibu jika tidak ada anak, cucu dari grs anak laki-laki, dua saudara kandung/seayah atau
seibu.
2) Dua atau lebih anak ibu baik laki-laki atau perempuan
f. Yang mendapat 1/6
14
1) Ibu bersama anak laki-laki, cucu laki-laki atau dua atau lebih saudara perempuan
kandung atau perempuan seibu.
2) Nenek garis ibu jika tidak ada ibu dan terus keatas
3) Nenek garis ayah jika tidak ada ibu dan ayah terus keatas
4) Satu atau lebih cucu perempuan dari anak laki-laki bersama satu anak perempuan
kandung
5) Satu atau lebih saudara perempuan seayah bersama satu saudara perempuan kandung.
6) Ayah bersama anak laki-laki atau cucu laki-laki
7) Kakek jika tidak ada ayah
8) Saudara seibu satu orang, baik laki-laki atau perempuan.
2. Ahli waris ashobah yaitu para ahli waris tidak mendapat bagian tertentu tetapi mereka
dapat menghabiskan bagian sisa ashhabul furud. Ashobah terbagi tiga jenis yaitu ashabah
binafsihi, ashobah bighairi dan ashobah menghabiskan bagian tertentu
a. Ashobah binafsihi adalah yang ashobah dengan sndirinya. Tertib ashobah binafsihi
sebagai berikut:
1) Anak laki-laki
2) Cucu laki-laki dari anak laki-laki
terus kebawah
3) Ayah
4) Kakek dari garis ayah keatas
5) Saudara laki-laki kandung
6) Saudara laki-laki seayah
7) Anak laki-laki saudara laki-laki
kandung sampai kebawah
8) Anak laki-laki saudara laki-laki
seayah sampai kebawah
9) Paman kandung
10) Paman seayah
11) Anak laki-laki paman kandung
sampai kebawah
12) Anak laki-laki paman seayah
sampai kebawah
13) Laki-laki yang memerdekakan yang
meninggal
15
b. Ashobah dengan dengan saudaranya
1) Anak perempuan bersama anak laki-laki atau cucu laki.
2) Cucu perempuan bersama cucu laki-laki
3) Saudara perempkuan kandung bersama saudara laki-laki kandung atau saudara laki-
laki seayah.
4) Saudara perempuan seayah bersama saudara laki-laki seayah.
c. Menghabiskan bagian tertentu
1) Anak perempuan kandung satu orang bersama cucu perempuan satu atau lebih (2/3).
2) Saudara perempuan kandung bersama saudara perempuan seayah (2/3)
C. Adanya Harta Peninggalan (Tirkah).
Harta warisan ialah harta yang merupakan peninggalan pewaris yang dapat dibagi
secara induvidual kepada ahli waris, yaitu harta peninggalan keseluruhan setelah dikurangi
dengan harta bawaan suami atau isteri, harta bawaan dari klan dikurangi lagi dengan biaya
untuk keperluan pewaris selama sakit, biaya pengurusan jenazah, pembayaran hutang si mati
dan wasiat.
Hal ini berarti jika pewaris tidak meninggalaki-lakian tirkah, makatidak akan terjadi
pewarisan. Adapun pengertian tirkah di kalangan para ulama ada beberapa pendapat. Ada
yang menyamakan dengan pengertian maurus (harta waris) ada juga yang memisahknnya,
yaitu bahwa tirkah mempunyai arti yang lebih luas dari maurus. 6 KHI yang merupakan
intisari dari berbagai pendapat para ulama, memberi kesimpulan terhadap definisi tirkah, yaitu
seperti dalam pasal 171 ayat (d) : "Harta peninggalan adalah harta yang ditinggalaki-lakian
oleh pewaris baik yang berupa harta benda yang menjadi miliknya maupun hak-haknya."
Sedangkan tentang harta waris dijelaskan pada pasal 171 ayat(e) ;"Harta waris adalah harta
bawaan ditambah bagian dari harta bersama setelah digunakan untuk keperluan pewaris
selama sakit sampai meninggalnya, biaya pengurusan jenazah (tajhiz),pembayaran hutang
dan pemberian untuk kerabat". Secara umum harta peninggalan seseorang yang telah
meninggal dunia adalah berupa:
1. Harta kekayaan yang berwujud dan dapat dinilai dengan uang, termasuk piutang yang
akan ditagih.
2. Harta kekayaan yang berupa hutang-hutang dan harus dibayar pada saat seseorang
meninggal dunia
3. Harta kekayaan yang masih bercampur dengan harta bawaan masing-masing
4. Harta bawaan yang tidak dapat dimiliki langsung oleh suami atau isteri, misal harta
pusaka dari suku mereka yang dibawa sebagai modal pertama dalam perkawinan yang
harus kembali pada asalnya.
D. Ketentuannya Warisan Menurut Islam
1. Semua ahli waris yang mempunyai hubungan darah secara langsung dengan pewaris (ibu,
ayah, anak laki-laki, dan anak perempuan) tentu akan mendapat bagian harta warisan. Mereka
tidak dapat terhalang oleh ahli waris lain. Ahli waris yang tidak mempunyai hubungan darah
secara langsung dengan pewaris, mungkin tidak dapat bagian harta warisan karena terhalang.
Misalnya : kakek terhalang oleh ayah, nenek terhalang oleh ibu, dan saudara-saudara
terhalang oleh anak.
2. Suami mendapat bagian dari harta peninggalan istrinya dan istri mendapat bagian dari
harta peninggalan suaminya. Hal ini sesuai dengan prinsip keadilan. Walau suami istri tidak
ada hubungan sedarah, tetapi dalam kehidupan sehari-hari hubungan mereka sangat dekat dan
jasanya pun antara yang satu dengan yang lainya tidak sedikit. Sungguh adil jika suami/istri
mendapat bagian dari harta warisan dan tidak tidak dapat terhalang oleh ahli waris lain.
3. Anak laki-laki mendapat bagian harta waris dua kali lipat dari bagian anak perempuan.
Hal ini sesuai dengan prinsip keadilan bahwa kewajiban dan tanggung jawab anak laki-laki
lebih besar daripada anak perempuan.
Haika, Ratu.__.Hukum Kewarisan Islam Di Indonesia (Analisis Terhadap Buku II Kompilasi
Hukum Islam) (online)
WASIAT DAN HIBAH
I. WASIAT
Wasiat adalah pesan seseorang kepada orang lain untuk mengurusi hartanya sesuai
dengan pesannya itu sepeninggalnya.
Wasiat dilakukan dengan cara :
1. Wasiat dilakukan secara lisan di hadapan dua orang saksi, atau tertulis di hadapan dua
orang saksi atau di hadapan notaris.
2. Wasiat hanya diperbolehkan sebanyak-banyaknya sepertiga dari harta warisan kecuali
apabila semua ahli waris menyetujui.
A. Batasan Wasiat
1. Ketentuan Wasiat
Untuk melaksanakan wasiat perlu diperhatikan beberapa ketentuan sebagai berikut :
a. Tidak boleh lebih dari 1/3 harta yang dimiliki oleh pemberi wasiat.
b. Apabila wasiat melebihi sepertiga dari harta warisan, sedangkan ahli waris ada yang
tidak menyetujuinya, maka wasiat hanya dilaksanakan sampai batas sepertiga harta
warisan.
c. Jangan memberi wasiat kepada ahli waris yang sudah mendapat bagian cukup.
2. Rukun dan Syarat Wasiat
a. Rukun wasiat
1) Orang yang memberi wasiat
2) Orang yang menerima wasiat
3) Harta yang diwasiatkan
4) Shigat wasiat
b. Syarat wasiat
Syarat pewasiat
1) Baligh
2) Berakal
3) Dengan sukarela atas kemauan sendiri
Syarat orang yang menerima wasiat
1) Orangnya jelas, baik nama atau alamat
2) Ia ada ketika pemberian wasiat
3) Cakap menjalankan tugas yang diberikan pemberi wasiat
Syarat barang yang diwasiatkan
1) Berupa barang yang mempunyai nilai
2) Sudah ada ketika wasiat itu dibuat
3) Milik pemberi wasiat
Syarat shigat
1) Menggunakan kata-kata yang tegas menyatakan maksud wasiat.
B. Cara Melaksanakan Wasiat
1. Harta peninggalan jenazah harus diambil lebih dahulu untuk kepentingan pengurusan
jenazah.
2. Setelah itu, harus dilunasi utang-utangnya lebih dahulu jika ia memiliki utang.
3. Diambil untuk memenuhi wasiat jenazah dengan catatan jangan lebih dari sepertiga
harta peninggalan.
4. Setelah wasiat dipenuhi, maka harta peninggalannya diwariskan kepada ahli waris
yang berhak.
C. Pencabutan Wasiat
1. Pewasiat dapat mencabut wasiatnya selama calon penerima wasiat belum menyatakan
persetujuannya atau sudah menyatakan persetujuannya tetapi kemudian menarik
kembali.
2. Pencabutan wasiat dapat dilakukan secara lisan dengan disaksikan oleh dua orang
saksi atau tertulis dengan disaksikan oleh dua orang saksi atau berdasarkan akte
Notaris bila wasiat terdahulu dibuat secara lisan.
3. Bila wasiat dibuat secara tertulis, maka hanya dapat dicabut dengan cara tertulis
dengan disaksikan oleh dua orang saksi atau berdasarkan akte Notaris.
4. Bila wasiat dibuat berdasarkan akte Notaris, maka hanya dapat dicabut berdasarkan
akte Notaris.
D. Manfaat Wasiat
Manfaat wasiat selain dari apa yang telah disebutkan sebelumnya adalah:
1. Mendapat pahala yang besar bagi orang yang menulisnya dalam rangka mentaati Allah
dan RasulNya.
2. Pahala yang besar bagi orang yang berwasiat dengan nasehat, karena diharapkan nasehat
tersebut bisa bermanfaat.
3. Melepaskan tanggungan dari segala bentuk penyelewengan syara' dan tanggungan hak-
hak berupa harta dan yang lainnya.
4. Menutup celah terjadinya pertikaian, memotong perselisihan yang bisa terjadi antara
para ahli waris setelahnya.
II. HIBAH
A. Pengertian Hibah
Secara etimologi kata hibah adalah bentuk masdar dari kata wahaba yang berarti
pemberian, Sedangkan hibah menurut istilah adalah akad yang pokok persoalannya,pemberian
harta milik orang lain di waktu ia masih hidup tanpa imbalan. Menurut Kompilasi Hukum
Islam (KHI) dalam Pasal 171:g mendefinisikan hibah sebagai berikut :“Hibah adalah
pemberian suatu benda secara sukarela dan tanpa imbalan dari seseorang kepada orang
lain yang masih hidup untuk dimiliki”.
B. Dasar Hibah
Adapun dasar hibah menurut Islam adalah firman Allah yang menganjurkan kepada
umat Islam agar berbuat baik kepada sesamanya, saling mengasihi dan sebagainya. Islam
menganjurkan agar umatnya suka memberi karena memberi lebih baik dari pada menerima.
Namun pemberian itu harus ikhlas, tidak ada pamrih apa-apa kecuali mencari ridha Allah dan
mempererat tali persaudaraan, sebagaimana dalam firman Allah : “Tolong menolonglah
kamu sekalian atas kebaikan dan takwa dan janganlah kamu sekalian tolong menolong
atas sesuatu dosa dan
permusuhan”. (Q.S Al – Maidah : 2).
Hibah dalam Hukum Islam dapat dilakukan secara tertulis maupun lisan, bahkan telah
ditetapkan dengan tegas bahwa dalam Hukum Islam, pemberian harta berupa harta tidak
bergerak dapat dilakukan dengan lisan tanpa mempergunakan suatu dokumen tertulis. Akan
tetapi jika selanjutnya, bukti-bukti yang cukup tentang terjadinya peralihan hak milik, maka
pemberian itu dapatlah dinyatakan dalam tulisan
Jika pemberian tersebut dilakukan dalam bentuk tertulis tersebut terdapat 2 (dua)
macam, yaitu :
1. Bentuk tertulis yang tidak perlu didaftarkan, jika isinya hanya menyatakan telah
terjadinya pemberian
2. Bentuk tertulis yang perlu didaftarkan, jika surat itu merupakan alat dari penyerahan
pemberian itu sendiri, artinya apabila pernyataan penyerahan benda yang bersangkutan
kemudian disusul oleh dokumen resmi tentang pemberian, maka yang harus didaftarkan.
C. Rukun Hibah
Rukun Hibah menurut Al – Jaziri adalah sebagai berikut :
1. Aqid (pemberian)
2. Penerima hibah
3. Ada sesuatu yang diberikan
4. Sigat.
D. Syarat Hibah
Adapun syarat-syarat hibah sebagai berikut :
1. Syarat bagi Penghibah (pemberi hibah) :
a. Penghibah adalah orang yang memiliki dengan sempurna sesuatu atas harta yang
dihibahkan. Dalam hibah terjadi pemindahan milik karena itu mustahil orang yang
tidak memiliki akan menghibahkan sesuatu barang kepada orang lain.
b. Penghibah itu adalah orang yang mursyid, yang telah dapat mempertanggungjawabkan
perbuatannya jika terjadi persoalan atau perkara yang berkaitan dengan pengadilan
mengenai harta tersebut.
c. Penghibah tidak berada di bawah perwalian orang lain, jadi penghibah itu harus orang
dewasa, sebab anak-anak kurang kemampuannya.
d. Penghibah harus bebas tidak ada tekanan dari pihak lain dipaksa karena hibah
disyratkan kerelaan dalam kebebasan.
e. Seseorang melakukan hibah itu dalam mempunyai iradah dan ikhtiyar dalam
melakukan tindakan atas dasar pilihannya bukan karena dia tidak sadar atau keadaan
lainnya. Seseorang dikatakan ikhtiar dalam keadaan tindakan apabila ia melakukan
perbuatan atas dasar pilihannya bukan karena pilihan orang lain, tentu saja setelah
memikirkan dengan matang. Kompilasi Hukum Islam (KHI) dalam Pasal 210 (1)
mensyaratkan pemberi hibah telah berumur sekurang-kurangnya 21 (dua puluh satu)
Tahun.
2. Syarat bagi Penerima Hibah :
a. Bahwa ia telah ada dalam arti yang sebenarnya karena itu tidak sah anak yang lahir
menerima hibah.
b. Jika penerima hibah itu orang yang belum mukalaf, maka yang bertindak sebagai
penerima hibah adalah wakil atau walinya atau orang yang bertanggung jawab
memelihara dan pendidiknya.
3. Syarat bagi barang atau harta yang dihibahkan :
a. Barang hibah itu telah ada dalam arti yang sebenarnya waktu hibah dilaksanakan.
b. Barang yang dihibahkan itu adalah barang yang boleh dimiliki secara sah oleh ajaran
Islam.
c. Barang itu telah menjadi milik sah dari harta penghibah mempunyai sebidang tanah
yang akan dihibahkan adalah seperempat tanah itu, di waktu menghibahkan tanah
yang seperempat harus dipecah atau ditentukan bagian dan tempatnya.
d. Harta yang dihibahkan itu dalam kekuasaan yang tidak terikat pada suatu perjanjian
dengan pihak lain seperti harta itu dalam keadaan digadaikan.
Referensi:
Anggara.2007.Hibah.(online). http://anggara.org/ (3 Oktober 2011)
Anonim___. Surat wasiat dan hibah (online).http://asa-2009.blogspot.com/2011/06/surat-
wasiat-dan-hibah.html (3 Oktober 2011)
Fadly. 2008. Wasiat. (on line) http://makalah-arsipku.blogspot.com/ (3 Oktober 2011)
JUAL BELI DAN UTANG PIUTANG
I. Pengertian
A. Jual beli
Jual beli/ Muamalat adalah suatu kegiatan tukar menukar barang dengan barang lain
dengan tata cara tertentu . Termasuk dalam hal ini adalah jasa dan juga penggunaan alat tukar
seperti uang.
B. Utang piutang
Utang Piutang adalah memberikan sesuatu yang menjadi hak milik pemberi pinjaman
kepada peminjam dengan pengembalian di kemudian hari sesuai perjanjian dengan jumlah
yang sama
II. Syarat dan Rukun
A. Syarat Utang Piutang dan Jual Beli
1. Syarat Utang piutang
a. Harus di laksanakan melalui ijab dab qabul yang jelas
b. Ada barang yang diutangkan
c. Akad utang piutang tidak boleh dikaitkan dengan suatu persyaratan di luar utang piutang
itu sendiri yang menguntungkan pihak muqridh (pihak yang menghutangi)
2. Syarat Jual Beli
Jual beli dapat dilaksanakan secara sah dan memberi pengaruh yang tepat, harus
dipenuhi beberapa syaratnya terlebih dahulu. Syarat-syarat ini terbagi dalam dua jenis :
a. Syarat yang berkaitan dengan pihak penjual dan pembeli
Syarat yag dimaksud adalah memiliki kompetensi untuk melakukan aktivitas ini,
yakni dengan kondisi yang sudah akil baligh serta berkemampuan memilih. Dengan
demikian, tidak sah jual beli yang dilakukan oleh anak kecil yang belum nalar, orang gila atau
orang yang dipaksa.
b. syarat yang berkaitan dengan objek yang diperjualbelikan
Berkaitan dengan objek jual belinya, yaitu sebagai berikut:
Objek jual beli harus suci, bermanfaat, bisa diserahterimakan, dan merupakan milik
penuh salah satu pihak.
Mengetahui objek yang diperjualbelikan dan juga pembayarannya, agar tidak terhindar
faktor ‘ketidaktahuan’ atau ‘menjual kucing dalam karung’ karena hal tersebut
dilarang.
Tidak memberikan batasan waktu. Artinya, tidak sah menjual barang untuk jangka
waktu tertentu yang diketahui atau tidak diketahui.
B. Rukun Utang piutang dan Jual beli
1. Jual beli.
a. Ada penjual dan pembeli yang keduanya harus berakal sehat, atas kemauan sendiri,
dewasa/baligh dan tidak mubadzir alias tidak sedang boros.
b. Ada barang atau jasa yang diperjualbelikan dan barang penukar seperti uang, dinar
emas, dirham perak, barang atau jasa. Untuk barang yang tidak terlihat karena
mungkin di tempat lain namanya salam.
c. Ada ijab qabul yaitu adalah ucapan transaksi antara yang menjual dan yang membeli
(penjual dan pembeli).
2. Utang piutang
a. Ada yang berhutang / peminjam / piutang / debitor
b. Ada yang memberi hutang / kreditor
c. Ada ucapan kesepakatan atau ijab qabul / qobul
d. Ada barang atau uang yang akan dihutangkan
III. Riba dan Bunga Bank
A. Pengertian
Riba menurut bahasa adalah menambah dan berkembang Rabbaa al-maal artinya :
harta itu bertambah dan berkembang. Riba menurut istilah adalah tambahan dalam hal-hal
tambahan tertentu.
Bunga adalah tambahan yang diberikan oleh bank atas simpanan atau yang di ambil
oleh bank atas hutang.
B. Dasar Hukum
1. Riba
Dasar hukum mengenai riba terdapat pada Surat Ali Imran ayat 130 menyatakan: “Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan
bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan”. Selanjutnya
keterangan dari Al-Hadist, menurut Imam Bukhari, Rasulullah saw telah bersabda, Ar riba fin
nasi’ah artinya riba itu ada dalam bertempo. Riba nasi’ah itulah yang diharamkan di dalam
Al-Qur’an yaitu menambah utang dalam utang. Al-Qur’an juga menjelaskan tentang riba,
pada surat Al-Baqarah ayat 275 “Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat
berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan)
penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata
(berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya
larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang
telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah.
Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka;
mereka kekal di dalamnya. (Al-Baqarah:275)
Riba itu ada dua yaitu riba nasiah dan riba fadhl. Riba nasiah ialah pembayaran lebih
yang disyaratkan oleh orang yang meminjamkan. Riba fadhl ialah penukaran suatu barang
dengan barang yang sejenis, tetapi lebih banyak jumlahnya karena orang yang menukarkan
mensyaratkan demikian, seperti penukaran emas dengan emas, padi dengan padi, dan
sebagainya.
2. Bunga Bank
Hukum mengenai Bunga adalah sebagai berikut:
a) Praktek pembungaan uang saat ini telah memenuhi kriteria ribay terjadi pada zaman
Rasulullah yakni riba nasi’ah.
b) Praktek pembungaan tersebut hukumnya adalah haram, baik dilakukan oleh bank,
asuransi, pasar modal, pengadaian, koperasi, dan lembaga keuangan lainnya
Dari berbagai Fatwa ulama dan para cendikiawan muslim dapat tarik kesimpulan yaitu
bahwa hukum bunga bank adalah haram. Hukum melakukan kegiatan ekonomi dengan bank
konvensional dibedakan menjadi dua :
1) Haram bagi masyarakat muslim yang di tempat tinggalnya sudah ada Lembaga Keuangan
Syari`ah;
2) Diperbolehkan bagi umat Islam yang tinggal di suatu daerah yang belum terbentuk
Lembaga Keuangan Syari`ah dengan alasan keterpaksaan (al-dharûrat aw al-hâjat).
Agar terhindar dari hukum haram bunga bank, sementara tatap bisa menyimpan uang
dengan aman di bank syariah, sebab hukum keharaman bunga Bank itu tidak sekedar adanya
timbal balik dari simpanan kita, tetapi juga di gunakan untuk upaya riba. Tapi apabila
dengan alasan darurat dan keamanan dan tidak adanya Bank syariah maka di bolehkan dan
bersifat sementara sebab sebagai umat islam harus berusaha mencari jalan keluar dengan
dengan mendirikan bank syariah atan tanpa sistem bunga demi menyelamatkan dari bank
konvensional.
Pengambilan manfaat dari pinjaman (berupa bunga) termasuk riba dalam keadaan
tidak dharûrat. Sedangkan sekarang ini, umat Islam di Indonesia sedang berada dalam
keadaan dharurat, oleh karena itu mereka dibolehkan memanfaatkan bunga dari pinjaman itu.
Darurat di sini karena tidak mungkin melakukan transksi dengan bank syariah. Sudah jelas di
Indonesia ini lebih banyak bank konvensinal yang tentunya lebih berorientasi pada bank
internasional yang benggunakan suku bunga yang tinggi. Dengan alasan mejaga stabilitas
perekonomian dimana Indonesia itu tidak lepas dari bantuan negara lain.
Referensi :
Anonim.__.bunga bank menrut Islam.http://ilmu-ikhlas.blogspot.com/
Anonim.__.Pengertian utang piutang.http://kafeilmu.com/2011/02/pengertian-hutang-piutang-
dalam-islam.html
Anonim.__Utang piutang da lam pandangan islam.http://makalahcentre.blogspot.com/
Immadudin, muhammad.2007. Jual Beli dalam pandangan islam
http://www.pesantrenvirtual.com/index.php?
option=com_content&view=article&id=1062:jual-beli-dalam-pandangan-
islam&catid=8:kajian-ekonomi&Itemid=60
MAKANAN DAN MINUMAN MENURUT ISLAM
(Makanan dan Minuman yang Halal dan Haram)
I. Pendahuluan
Halal artinya boleh, jadi makanan dan minuman yang halal adalah makanan yang
dibolehkan untuk dimakan atau diminum menurut ketentuan syari’at islam. Segala sesuaatu
yang berupa tumbuhan, buah-buahan ataupun binatang pada dasarnya adalah halal dimakan,
kecuali apabila ada nash Al-Qur’an atau Al-Hadist yang mengharamkan. Allah berfirman
dalam surat Al-Baqarah ayat 168
“Hai sekalian manusia! Makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di
bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan; karena sesungguhnya setan itu
adalah musuh yang nyata bagimu.” Dan Dalam sebuah hadits, Rasulullah saw pernah
bersabda, “Yang halal itu sudah jelas dan yang haram pun sudah jelas; dan di antara
keduanya ada hal-hal yang musytabihat (syubhat, samar-samar, tidak jelas halal haramnya),
kebanyakan manusia tidak mengetahui hukumnya. Barangsiapa hati-hati dari perkara
syubhat, sungguh ia telah menyelamatkan agama dan harga dirinya.” (HR Muslim)
II. Makanan yang Halal
Mengkonsumsi suatu makanan yang tidak baik dalam Al Qur’an maupun Al Hadits
yang menggolongkannya termasuk makanan yang diharamkan oleh Allah SWT, maka
sebaiknya kita kembali kepada hukum asal, yakni halal atau mubah.
Makanan yang halal berdasarkan Al Qur’an dan Hadits, dapat dikategorikan ke dalam
beberapa macam, antara lain:
1. Tidak termasuk Najis dan Bangkai.
Allah SWT telah mengharamkan darah yang mengalir, babi, dan bangkai (kecuali ikan
dan belalang) untuk dimakan oleh manusia, karena hal itu termasuk najis. Dalam hal ini
seluruh bentuk najis menjadi haram hukumnya untuk dimakan. Hal ini sebagaimana yang
ditegaskan Allah swt dalam Al Qur’an.
“Katakanlah: ‘Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang
diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau
darah yang mengalir, atau daging babi karena semua itu najis, atau binatang yang
disembelih atas nama selain Allah.“(QS Al An’am: 145)
Sesuatu bagian yang dipotong dari binatang itu masih hidup statusnya sama seperti bangkai,
hal ini berdasarkan sabda Rasulullah saw, “Apa yang dipotong dari binatang selagi ia masih
hidup adalah bangkai” (HR Abu Dawud dan Ibnu Majah)
Hewan yang telah dibunuh oleh hewan buas termasuk jenis bangkai, kecuali hewan
tersebut telah dilatih dan pada saat melepaskannya untuk menangkap buruan kita
menyebutkan nama Allah SWT, maka hukumnya adalah halal untuk hewan hasil
tangkapannya. Hal ini berdasarkan firman Allah swt dalam Al Qur’an.
“Mereka menanyakan kepadamu: ‘Apakah yang dihalalkan bagi mereka?’ Katakanlah:
‘Dihalalkan bagimu yang baik-baik dan (buruan yang ditangkap) oleh binatang buas yang
telah kamu ajar dengan melatihnya untuk berburu, kamu mengajarnya menurut apa yang
telah diajarkan Allah kepadamu, maka makanlah dari apa yang ditangkapnya untukmu, dan
sebutlah nama Allah atas binatang buas itu (waktu melepasnya). Dan bertakwalah kepada
Allah, sesungguhnya Allah amat cepat hisab-Nya.” (QS Al Maidah: 4)/p>
Ada dua jenis bangkai dan darah yang dihalalkan untuk dimakan, yaitu yang termasuk
dua bangkai adalah ikan dan belalang, dan yang termasuk dua darah adalah hati dan limpa.
Hal ini didasarkan pada sebuah hadits Rasulullah dalam sebuah hadits dari Ibnu Umar,
Rasulullah saw bersabda:”Dihalalkan untuk dua bangkai dan dua darah. Adapun dua bangkai
yaitu ikan dan belalang, sedang dua darah yaitu hati dan limpa.” (HR Ibnu Majah dan
Ahmad)
2. Tidak menimbulkan bahaya bagi fisik.
Makanan ataupun minuman yang memiliki efek bahaya bagi fisik manusia adalah
racun. Dan golongan minuman yang memabukkan, menghilangkan pikiran sehat, atau
melalaikan adalah termasuk jenis ini. Hal ini sebagaimana firman Allah dalam Al Qur’an.
“Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat
baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (QS Al
Baqarah: 195)
Allah berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar,
berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji
termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat
keberuntungan.” (QS Al Maidah: 90)
Rasulullah saw bersabda, “Tidak dibolehkan melakukan sesuatu yang membahayakan
(dharar) diri sendiri dan orang lain (dhirar).” (HR Ibnu Majah dan Ahmad.).
Beliu juga bersabda, “Barangsiapa yang mereguk racun lalu membunuh dirinya sendiri,
maka racunnya akan tetap berada di tangannya seraya ia mereguknya di neraka Jahannam
selama-lamanya.” (HR Bukhari)
3. Tidak termasuk jenis hewan buas dan berkuku tajam.
Dalam sebuah yang diriwayatkan dari Dari Ibnu Abbas berkata: “Rasulullah melarang
dari setiap hewan buas yang bertaring dan berkuku tajam” (HR Muslim)
Dari hadits di atas, secara tegas dijelaskan bahwa hewan buas yang bertaring adalah
haram dimakan. Yang termasuk hewan buas golongan ini seperti harimau, singa, buaya,
serigala, kucing, anjing, kera, ular, dan setiap hewan buas pemangsa. Hewan tersebut di atas
juga merupakan hewan yang berkuku tajam, termasuk dari jenis burung (berkuku tajam), yang
menggunakan cakarnya dalam memakan mangsa, adalah hewan yang tidak halal untuk
dimakan. Dalam sebuah hadits Rasulullah saw bersabda,
4. Hewan yang berasal dari laut.
Hewan-hewan buruan yang berasal dari laut dan semua makanan dari laut adalah halal
untuk dimakan, yakni dari berbagai spesies ikan laut ataupun makhluk hidup air. Karena Laut
itu sesungguhnya suci airnya dan halal bangkainya. Hal ini sebagaimana firman Allah swt
dalam Al Qur’an.
“Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut sebagai
makanan yang lezat bagimu…” (QS Al Maidah : 96)
Dan hadits Rasulullah saw, ketika ditanya tentang air laut, “Ia(laut) suci airnya dan halal
bangkainya.” (HR Abudawud, An-Nasa’i dan At-Tirmidzi)
5. Hewan halal yang mati karena disembelih.
Hewan-hewan halal yang halal dimakan jika penyebab kematian hewan tersebut
adalah karena disembelih, sehingga jika penyebab kematian hewan tersebut bukan
dikarenakan disembelih maka, hewan tersebut termasuk dalam golongan bangkai dan
hukumnya tidak halal untuk dimakan. Hal ini sebagaimana firman Allah swt dalam Al
Qur’an,
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang
disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk
dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya. dan (diharamkan
bagimu) yang disembelih untuk berhala…” (QS Al Maidah : 3)
6. Hewan halal yang disembelih atas nama Allah
Hewan yang dasar hukumnya atau hakikatnya halal menjadi sah kehalalan jika hewan
tersebut disembelih dengan menyebut nama Allah ketika menyembelihnya. Hal ini
sebagaimana firman Allah swt dalam Al Qur’an,
“Maka makanlah binatang-binatang yang halal yang disebut nama Allah ketika
menyembelihnya, jika kamu beriman kepada ayat-ayatnya. Mengapa kamu tidak mau
memakan (binatang-binatang halal) yang disebut nama Allah ketika menyembelihnya,
padahal Allah telah menjelaskan kepada kamu apa-apa yang diharamkan-Nya atas kamu…”
(QS Al An’am : 118-119).
Allah juga mengharamkan hewan-hewan yang disembelih tanpa menyebutkan nama
Allah ketika menyembelihnya atau dengan nama selain Allah seperti sesembahan, sesajen
ataupun tumbal. Hal ini sebagaimana termaktub dalam Al Qur’an,
“Dan janganlah kamu makan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika
menyembelihnya, sesungguhnya yang demikian itu adalah kefasikan” (QS Al An’am :121)
III. Minuman yang Halal
Minuman yang halal pada dasarnya dapat dibagi menjadi 4 bagian :
1. Semua jenis air atau cairan yang tidak membahayakan bagi kehidupan manusia baik
membahayakan segi jasmani, akal jiwa, maupun aqidah
2. Air atau cairan yang tidak memabukkan
3. Air atau cairan itu bukan berupa najis atau benda suci yang terkena najis
4. Air atau cairan yang suci itu didapatkan dengan cara yang halal yang tidak bertentangan
dengan ajaran islam.
Referensi :
Anonim. 2010. Mencermati makanan dan minuman halal.(online).
www.bedcoverindonesia.com. (9 Oktober 2011)
Zafrullah, Umar Farooq.__. Makanan yang Halal Menurut Islam. www.smpn7bgr.com (9
Oktober 2011)
EKONOMI ISLAM
I. Pengertian Ekonomi Islam
Ekonomi Islam adalah segala bentuk aktivitas manusia yang menyangkut persoalan
harta kekayaan, baik dalam sektor produksi, distribusi maupun konsumsi yang didasarkan
pada praktek-praktek ajaran Islam
II. Tujuan dan Manfaat Ekonomi Islam
Tujuan yang ingin dicapai dalam suatu sistem ekonomi Islam berdasarkan konsep
dasar dalam Islam yaitu tauhid dan berdasarkan rujukan kepada Al-Qur’an dan Sunnah
adalah:
1. Pemenuhan kebutuhan dasar manusia meliputi pangan, sandang, papan, kesehatan, dan
pendidikan untuk setiap lapisan masyarakat.
2. Memastikan kesetaraan kesempatan untuk semua orang
3. Mencegah terjadinya pemusatan kekayaan dan meminimalkan ketimpangan dana distribusi
pendapatan dan kekayaan di masyarakat.
4. Memastikan kepada setiap orang kebebasan untuk mematuhi nilai-nilai moral
5. Memastikan stabilitas dan pertumbuhan ekonomi
Aturan yang diturunkan Allah SWT dalam sistem Islam memberikan manfaat sebagai:
1. Penyucian jiwa agar setiap muslim bisa menjadi sumber kebaikan bagi masyarakat dan
lingkungannya.
2. Tegaknya keadilan dalam masyarakat. Keadilan yang dimaksud mencakup aspek
kehidupan di bidang hukum dan muamalah.
3. Tercapainya maslahah (merupakan puncaknya). Para ulama menyepakati bahwa
maslahah yang menjad puncak sasaran di atas mencakup lima jaminan dasar:
a) keselamatan keyakinan agama ( al din)
b) kesalamatan jiwa (al nafs)
c) keselamatan akal (al aql)
d) keselamatan keluarga dan keturunan (al nasl)
e) keselamatan harta benda (al mal)
III. Ciri dan Ruang Lingkup Ekonomi Islam
Prinsip ekonmi Islam adalah prinsip ekonomi yang disusun bedasarkan panduan Al-
Quran, Al-Hadist sunnah, ijma, dan qiyas. Prinsip inilah dijadikan sebagai ciri dari ekonomi
islam. Secara garis besar ekonomi Islam memiliki beberapa ciri atau prinsip dasar:
1. Harta Kepunyaan Allah dan Manusia Merupakan Khalifah Atas Harta
Karasteristik pertama ini terdiri dari 2 bagian yaitu :
a. Semua harta baik benda maupun alat produksi adalah milik Allah Swt, firman Q.S. Al-
Baqarah, ayat 284 dan Q.S.Al -Maai’dah ayat 17.
b. Manusia adalah khalifah atas harta miliknya.Sesuai dengan firman Allah dalam QS.
Al-Hadiid ayat 7.
Harta yang ada ditangan manusia pada hakikatnya milik Allah, akan tetapi Allah
memberikan hak kepada manusia untuk memanfaatkannya. Sesungguhnya Islam sangat
menghormati milik pribadi, baik itu barang- barang konsumsi ataupun barang- barang modal.
Namun pemanfaatannya tidak boleh bertentang an dengan kepentingan orang lain. Jadi,
kepemilikan dalam Islam tidak mutlak, karena pemilik sesungguhnya adalah Allah SWT.
2. Ekonomi Terikat dengan Akidah, Syariah (hukum), dan Moral
3. Keseimbangan antara Kerohanian dan Kebendaan
4. Ekonomi Islam Menciptakan Keseimbangan antara Kepentingan Individu dengan
kepentingan umum
Arti keseimbangan dalam sistem sosial Islam adalah, Islam tidak mengakui hak
mutlak dan kebebasan mutlak, tetapi mempunyai batasan- batasan tertentu, termasuk dalam
bidang hak milik. Hanya keadilan yang dapat melindungi keseimbangan antara batasan-
batasan yang ditetapkan dalam sistem Islam untuk kepemilikan individu dan umum. Kegiatan
ekonomi yang dilakukan oleh seseorang untuk mensejahterakan dirinya, tidak boleh
dilakukan dengan mengabaikan dan mengorbankan kepentingan orang lain dan masyarakat
secara umum.
5. Kebebasan Individu Dijamin dalam Islam
6. Negara Diberi Wewenang Turut Campur dalam Perekonomian
Islam memperkenankan negara untuk mengatur masalah perekonomian agar
kebutuhan masyarakat baik secara individu maupun sosial dapat terpenuhi secara
proporsional. Dalam Islam negara berkewajiban melindungi kepentingan masyarakat dari
ketidakadilan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang, ataupun dari negara
lain. Negara juga berkewajiban memberikan jaminan sosial agar seluruh masyarakat dapat
hidup secara layak.
7. Bimbingan Konsumsi
8. Petunjuk Investasi
Tentang kriteria atau standar dalam menilai proyek investasi, al-Mawsu’ah Al-
ilmiyahwa-al amaliyah al-islamiyah memandang ada lima kriteria yang sesuai dengan Islam
untuk dijadikan pedoman dalam menilai proyek investasi, yaitu:
a) Proyek yang baik menurut Islam.
b) Memberikan rezeki seluas mungkin kepada anggota masyarakat.
c) Memberantas kekafiran, memperbaiki pendapatan, dan kekayaan.
d) Memelihara dan menumbuhkembangkan harta.
e) Melindungi kepentingan anggota masyarakat.
9. Zakat
Zakat adalah salah satu karasteristik ekonomi Islam mengenai harta yang tidak
terdapat dalam perekonomian lain. Sistem perekonomian diluar Islam tidak mengenal
tuntutan Allah kepada pemilik harta, agar menyisihkan sebagian harta tertentu sebagai
pembersih jiwa dari sifat kikir, dengki, dan dendam.
10. Larangan Riba
Ruang lingkup ekonomi Islam mencakup masyarakat muslim dan negara muslim itu
sendiri. Ruang lingkup ekonomi islam yang tampaknya menjadi administrasi kekurangan
sumber-sumber daya manusia dipandang dari konsepsi etik kesejahteraan dalam islam. Oleh
karena itu, ekonomi islam tidak hanya mengenai sebab-sebab material kesejahteraan, tetapi
juga mengenai hal-hal non material yang tunduk kepada larangan islam tentang konsumsi dan
produksi.
IV. ETOS KERJA ISLAMI
Etos kerja merupakan totalitas kepribadian diri serta cara mengekspresikan,
memandang, meyakini, dan memberikan sesuatu yang bermakna, yang mendorong dirinya
untuk bertindak dan meraih amal yang optimal (high performance).
Etos kerja muslim didefenisikan sebagai sikap kepribadian yang melahirkan
keyakinan yang sangat mendalam bahwa bekerja itu bukan saja untuk memuliakan dirinya,
menampakkan kemanusiaannya, melainkan juga sebagai suatu manifestasi dari amal saleh.
Sehingga bekerja yang didasarkan pada prinsip-prinsip iman bukan saja menunjukkan fitrah
seorang muslim, melainkan sekaligus meninggikan martabat dirinya sebagai hamba Allah
yang didera kerinduan untuk menjadikan dirinya sebagai sosok yang dapat dipercaya,
menampilkan dirinya sebagai manusia yang amanah, menunjukkan sikap pengabdian.
Seorang muslim yang memiliki etos kerja adalah mereka yang selalu obsesif atau
ingin berbuat sesuatu yang penuh manfaat yang merupakan bagian amanah dari Allah.
Semangat kerja dalam Islam adalah kaitannya dengan nilai serta cara meraih
tujuannya. Bagi seorang muslim bekerja merupakan kewajiban yang hakiki dalam rangka
menggapai ridha Allah. Sedangkan orang kafir bermujahadah untuk kesenangan duniawi dan
untuk memuaskan hawa nafsu. 25 ciri etos kerja muslim :
1. Mereka kecanduan terhadap waktu
2. Hidup berhemat dan efisien
3. Ikhlas
4. Jujur
5. Memiliki komitmen
6. Istiqomah
7. Berdisiplin
8. Konsekuen dan berani menghadapi
tantangan
9. Memiliki sikap percaya diri
10. Kreatif
11. Bertanggungjawab
12. Mereka bahagia karena melayani/
menolong
13. Memiliki harga diri
14. Memiliki jiwa kepemimpinan
15. Berorientasi ke masa depan
16. Memiliki jiwa wiraswasta
17. Memiliki insting bertanding
18. Mandiri (Independent)
19. Kecanduan belajar dan haus mencari
ilmu
20. Memiliki semangat perantauan
21. Memperhatikan kesehatan dan gizi
22. Tangguh dan pantang menyerah
23. Berorientasi pada produktivitas
24. Memperkaya jaringan silaturahim
25. Memiliki semangat perubahan
Hal-hal yang harus dilakukan untuk mencapai etos kerja yang islami adalah :
1. Percaya diri dan optimis
2. Jiwa yang merdeka
3. Allah selalu berada di hati
4. Berwawasan
5. Memiliki kemampuan bersaing
6. Berpikir positif
7. Memiliki harga diri
8. Berorientasi ke depan
Masalah –masalah yang menghambat etos kerja :
1. Kesalahan paradigma berpikir terhadap tindakan, contoh: pesimis, aku tidak bisa
2. Kesalahan paradigma beribadah, contoh : ibadah hanya sebatas maghdah
Referensi :
Anonim. 2011. Azas dan Ruang Lingkup Ekonomi Islam. (online)
http://dakwahkampus.com/redaksi-.html (9 Oktober 2011)
Buku Saku Lembaga Bisnis Syariah. 2007. Pengertian, Tujuan & Prinsip-Prinsip Ekonomi
Islam.(online). Komunikasi Ekonomi Syaria
Tasmara, Toto. 2002. Membudayakan Etos Kerja Islami. Jakarta : Gema Insani Press
KONSEP PENCIPTAAN MANUSIA
Hai sekalian manusia bertakwalah kepada Tuhanmu yg telah menciptakan kamu dari
diri yg satu dan darinya Allah menciptakan istrinya dan dari keduanya Allah
mengembangbiakkan laki-laki dan perempuan yg banyak..”. “Dzat yg membuat segala
sesuatu yg Dia ciptakan sebaik-baiknya dan yg memulai penciptaan manusia dari tanah.
Kemudian Dia menjadikan keturunannya dari saripati air yg hina. Kemudian Dia
menyempurnakannya dan meniupkan ke dalam roh -Nya dan Dia menjadikan bagi kamu
pendengaran penglihatan dan hati; kamu sedikit sekali bersyukur.”
Ayat-ayat di atas menerangkan bahwa Allah menciptakan manusia pertama kali dari
tanah dan menyempurnakan bentuknya. Kemudia dari satu manusia itu-yakni Adam
‘Alaihissalam-Allah menciptakan istri bagi Adam kemudian dari keduanyalah Allah
mengembangbiakkan manusia
A. Bayi Tabung
Bayi tabung dikenal dengan istilah pembuahan in vitro atau dalam bahasa Inggris
dikenal sebagai in vitro fertilisation. Ini adalah sebuah teknik pembuahan sel telur (ovum) di
luar tubuh wanita. Bayi tabung adalah salah satu metode untuk mengatasi masalah kesuburan
ketika metode lainnya tidak berhasil. Prosesnya terdiri dari mengendalikan proses ovulasi
secara hormonal, pemindahan sel telur dari ovarium dan pembuahan oleh sel sperma dalam
sebuah medium cair.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam fatwanya menyatakan bahwa bayi tabung
dengan sperma dan ovum dari pasangan suami-istri yang sah hukumnya mubah (boleh).
Sebab, ini termasuk ikhtiar yang berdasarkan kaidah-kaidah agama.
Namun, para ulama melarang penggunaan teknologi bayi tabung dari pasangan suami-
istri yang dititipkan di rahim perempuan lain. "Itu hukumnya haram," papar MUI dalam
fatwanya.
Para ulama MUI dalam fatwanya juga memutuskan, bayi tabung dari sperma yang
dibekukan dari suami yang telah meninggal dunia hukumnya haram. Hal itu dikarenakan akan
menimbulkan masalah yang pelik, baik dalam kaitannya dengan penentuan nasab maupun
dalam hal kewarisan.
Proses bayi tabung yang sperma dan ovumnya tidak berasal dari pasangan suami-istri
yang sah. MUI dalam fatwanya secara tegas menyatakan hal tersebut hukumnya haram.
Alasannya, statusnya sama dengan hubungan kelamin antarlawan jenis di luar penikahan yang
sah alias zina.
Nahdlatul Ulama (NU) juga telah menetapkan fatwa terkait masalah ini dalam forum
Munas Alim Ulama di Kaliurang, Yogyakarta pada 1981. Ada tiga keputusan yang ditetapkan
ulama NU terkait masalah bayi tabung:
1. Apabila mani yang ditabung dan dimasukan ke dalam rahim wanita tersebut ternyata
bukan mani suami-istri yang sah, maka bayi tabung hukumnya haram. Hal itu didasarkan
pada sebuah hadis yang diriwayatkan Ibnu Abbas RA, Rasulullah SAW bersabda, "Tidak
ada dosa yang lebih besar setelah syirik dalam pandangan Allah SWT, dibandingkan
perbuatan seorang lelaki yang meletakkan spermanya (berzina) di dalam rahim
perempuan yang tidak halal baginya."
2. Apabila sperma yang ditabung tersebut milik suami-istri, tetapi cara mengeluarkannya
tidak muhtaram, maka hukumnya juga haram. "Mani muhtaram adalah mani yang
keluar/dikeluarkan dengan cara yang tidak dilarang oleh syara'," .
Terkait mani yang dikeluarkan secara muhtaram, para ulama NU mengutip dasar
hukum dari Kifayatul Akhyar II/113. "Seandainya seorang lelaki berusaha mengeluarkan
spermanya (dengan beronani) dengan tangan istrinya, maka hal tersebut diperbolehkan,
karena istri memang tempat atau wahana yang diperbolehkan untuk bersenang-senang."
3. Apabila mani yang ditabung itu mani suami-istri dan cara mengeluarkannya termasuk
muhtaram, serta dimasukan ke dalam rahim istri sendiri, maka hukum bayi tabung
menjadi mubah (boleh).
Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah juga telah menetapkan fatwa terkait
boleh tidak nya menitipkan sperma suami-istri di rahim istri kedua. Dalam fatwanya, Majelis
Tarjih dan Tajdid mengung kapkan, berdasarkan ijitihad jama'i yang dilakukan para ahli fikih
dari berbagai pelosok dunia Islam, termasuk dari Indonesia yang diwakili Muhammadiyah,
hukum inseminasi buatan seperti itu termasuk yang dilarang. "Hal itu disebut dalam ketetapan
yang keempat dari sidang periode ke tiga dari Majmaul Fiqhil Islamy dengan judul Athfaalul
Anaabib (Bayi Tabung)," papar fatwa Majelis Tarjih PP Muhammadiyah. Rumusannya, "cara
kelima inseminasi itu dilakukan di luar kandungan antara dua biji suami-istri, kemudian
ditanamkan pada rahim istri yang lain (dari suami itu). Hal itu dilarang menurut hukum
Syara'." Sebagai ajaran yang sempurna, Islam selalu mampu menjawab berbagai masalah
yang terjadi di dunia modern saat ini.
B. Kloning
Secara etimologis kloning berasal dari kata “clone”yang diturunkan dari bahasa
yunani “klon”yang berarti potongan yang dipergunakan untuk memperbanyak tanaman.Kata
inidigunakan dalam 2 (dua) pengertian:
1. Klon sel yang artinya menduplikasi sejumlah sel dari sebuah sel yang memiliki sifat-sifat
genetiknya identik.
2. Klon gen atau molekular artinya sekelompok salinan gen yang identik yang direplikasi
dari suatu gen yang dimasukkan dalam sel inang.
Sedangkan secara terminologi kloning adalah pembuatan sejumlah besar sel atau molekul
yang seluruhnya identik dengan sel atau molekul asalnya. Kloning dalam bidang genetika
merupakan replikasi segmen DNA tanpa proses sexual. Klon gen atau molekular artinya
sekelompok salinan gen yang identik yang direplikasi dari suatu gen yang dimasukkan dalam
sel inang. Kloning dalam bidang genetika merupakan replikasi segmen DNA tanpa proses
sexual.
Allah dalam Al-Quran membagi proses penciptaan manusia dalam 4 kategori:
1. Penciptaan manusia tanpa ayah dan ibu,yaitu nabi Adam as.
2. Penciptaan manusia dari seorang ayah tanpa ibu yaitu Hawa
3. Penciptaan manusia dari seorang ibu tanpa ayah yaitu nabi Isa as
4. Penciptaan manusia biasa melalui perkawinan sepasang suami istri.
Firman Allah:”Hai manusia sesugguhnya kami menciptakan kalian dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan (Q.S Al-Hujrat:13)
Hasil seminar internasional tentang kloning yang diprakarsai oleh pemerintah arab
saudi,dari 28 juni-3 juli 1997 yang diikuti 125 peserta dari berbagai belahan dunia dan dari
disiplan ilmu fiqh dan bioteknologi menyimpulkan kloning terhadap manusia diharamkan,
sementara kloning untuk hewan dan tumbuhan dibolehkan.
Referensi :
Anonim. 2010. Apa Hukum Bayi Tabung Menurut Islam.(on line).www.republika.co.id (10
Oktober 2011)
______________.Hakikat penciptaan Manusia.(online).http://blog.re.or.id/hakikat-
penciptaan-manusia.htm (10 Oktober 2011)
Nasution Amhar. _. Hukum kloning menurut Islam