Al-Islam 3(1)

60
AL-ISLAM 3 Dosen Pengajar : Drs. Didi Sunardi Disusun Oleh : Riska Ismayanti Hidayat NIM : 2012437097 JURUSAN TEKNIK KIMIA

Transcript of Al-Islam 3(1)

Page 1: Al-Islam 3(1)

AL-ISLAM 3

Dosen Pengajar : Drs. Didi Sunardi

Disusun Oleh : Riska Ismayanti Hidayat

NIM : 2012437097

JURUSAN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

2013

Page 2: Al-Islam 3(1)

KONSEP KELUARGA SAKINAH MENURUT ISLAM

(pengertian sakinah mawaddah warahmah, memilih calon pendamping, tujuan perkawinan,

hak dan kewajiban suami dan istri)

A. Pengertian keluarga sakinah

Keluarga dapat diartiakan sebagai kelpomok terkecil yang dibentuk dari pasangan

yang berbeda jenis yang diikatkan dalam satu pernikahan yang terdiri dari ayah, ibu, dan

anak. Keluarga Sakinah menurut Islam adalah keluarga yang dibentuk dari pasangan berbeda

jenis yang diikatkan dalam satu ikatan pernikahan yang memberikan

ketenangan/kenyamanan, penuh rasa cinta dan kasih sayang dalam menjalaninya dengan

didasari taqwa kepada Allah SWT.

Setiap orang yang beragama islam bercita-cita mebentuk keluarga SAMAWA (Sakinah,

Mawadah, dan Rahmah). Istilah “sakinah” digunakan Al-Qur’an untuk menggambarkan

kenyamanan keluarga. Istilah ini memiliki akar kata yang sama dengan “sakanun” yang

berarti tempat tinggal. Istilah itu digunakan Al-Qur’an untuk menyebut tempat berlabuhnya

setiap anggota keluarga dalam suasana yang nyaman dan tenang, sehingga menjadi lahan

subur untuk tumbuhnya cinta kasih (mawaddah wa rahmah) diantara sesama anggotanya.

Sakinah diartikan dalam surah Al-Baqarah ayat 248 dan surah Al-Fath ayat 4 sebagai

ketenangan atau kenyamanan yang diturunkan oleh Allah kepada orang mukmin dan

merupakan tata nilai yang seharusnya menjadi kekuatan penggerak dalam membangun

tatanan keluarga yang dapat memberikan kenyamanan dunia sekaligus memberikan jaminan

keselamatan akhirat. Mawaddah diartikan sebagai cinta. Prof. Dr. Quraish Shihab

mengartikan mawadah sebagai cinta yang penuh kemaafan atas kesalahan pasangannya siap

untuk membangun kembali kepercayaan bersama-sama. Rahmah adalah kasih sayang yang

tidak mengharapkan balasan serupa.

B. Kriteria Memilih Calon Pendamping

Memilih calon pendamping sangat perlu karena untuk keberlangsungan kehidapan

rumah tangga yag akan dijalani. Kriteria calon pendamping menurut Islam adalah sebagai

berikut:

1. Al Kafa’ah (Sekufu)

Yang dimaksud dengan sekufu atau al kafa’ah secara bahasa adalah sebanding

dalam hal agama, kedudukan, nasab (keturunan), rumah dan selainnya (Lisaanul Arab,

Ibnu Manzhur). Atau dengan kata lain kesetaraan dalam agama (sagama yaitu Islam) dan

1

Page 3: Al-Islam 3(1)

status sosial. Nasab disni diartikan sebagai silsilah keturunan untuk melihat asal usul

pasangan dan keluarganya dari sisi keadaan keluarganya, keadaan kesuburan dalam

keluarganya. Kesuburan dijadikan kriteria untuk memilih calon pendamping karena

diantara hikmah dari pernikahan adalah untuk meneruskan keturunan dan memperbanyak

jumlah kaum muslimin dan memperkuat izzah (kemuliaan) kaum muslimin. Karena dari

pernikahan diharapkan lahirlah anak-anak kaum muslimin yang nantinya menjadi orang-

orang yang shalih yang mendakwahkan Islam.

2. Calon istri ataupun suami memiliki dasar pendidikan agama (shalih/shalihah) dan

berakhlak yang baik karena calon suami/istri yang mengerti agama akan mengetahui

tanggungjawabnya sebagai suami/istri dan bapak/ibu. Untuk memilih calon istri

sebagaimana sabda Rasulullah “Perempuan itu dinikahi karena empat perkara, karena

hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan karena agamanya, lalu pilihlah perempuan

yang beragama niscaya kamu bahagia.”

3. Indah dipandang

Keadaan fisik yang menarik lainnya dari calon pasangan hidup kita adalah salah satu

faktor penunjang keharmonisan rumah tangga. Maka mempertimbangkan hal tersebut

sejalan dengan tujuan dari pernikahan, yaitu untuk menciptakan ketentraman dalam hati.

4. Diutamakan memilih calon istri yang masih gadis

Hal ini dimaksudkan untuk mencapai hikmah secara sempurna dan manfaat yang agung,

di antara manfaat tersebut adalah memelihara keluarga dari hal-hal yang akan

menyusahkan kehidupannya, menjerumuskan ke dalam berbagai perselisihan, dan

menyebarkan polusi kesulitan dan permusuhan.

5. Mengutamakan orang jauh (dari kekerabatan) dalam perkawinan

Hal ini dimaksudkan untuk menjaga keselamatan fisik anak keturunan dari penyakit-

penyakit yang menular atau cacat secara hereditas, sehingga anak tidak tumbuh besar

dalam keadaan lemah atau mewarisi cacat kedua orang tuanya dan penyakit-penyakit

nenek moyangnya. Di samping itu juga untuk memperluas pertalian kekeluargaan dan

mempererat ikatan-ikatan sosial.

Keluarga adalah lingkungan yang dibentuk dari hasil pernikahan. Penikahan

dalam Islam memiliki tujuan :

1. Memenuhi tuntutan naluri manusia yang asasi.

Pernikahan adalah fitrah manusia dan menghidarkan dari cara yang amat kotor

menjijikan seperti cara-cara orang sekarang seperti: berpacaran, kumpul kebo, melacur,

2

Page 4: Al-Islam 3(1)

berzina, lesbi, homo, dan lain sebagainya yang telah menyimpang jauh dan diharamkan oleh

Islam.

2. Membentengi ahlak yang luhur.

Sasaran utama dari disyari’atkannya pernikahan dalam Islam di antaranya ialah untuk

membentengi martabat manusia dari perbuatan kotor dan keji yang telah menurunkan

martabat manusia yang luhur. Islam memandang pernikahan dan pembentukan keluarga

sebagai sarana efektif untuk memelihara pemuda dan pemudi dari kerusakan serta melindungi

masyarakat dari kekacauan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Wahai para

pemuda ! Barangsiapa diantara kalian berkemampuan untuk nikah, maka nikahlah, karena

nikah itu lebih Menundukan pandangan, dan lebih membentengi farji (kemaluan). Dan

barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia puasa (shaum), karena shaum itu dapat

membentengi dirinya”. (Hadits Shahih Riwayat Ahmad, Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Nasa’i,

Darimi, Ibnu Jarud dan Baihaqi).

3. Menegakkan rumah tangga yang islami.

Jadi tujuan yang luhur dari pernikahan adalah agar suami istri melaksanakan syari’at

Islam dalam rumah tangganya. Hukum ditegakkannya rumah tangga berdasarkan syari’at

Islam adalah WAJIB. Oleh karena itu setiap muslim dan muslimah yang ingin membina

rumah tangga yang Islami, ajaran Islam telah memberikan beberapa kriteria tentang calon

pasangan yang ideal yaitu: (a) sesuai kafa’ah; dan (b) shalih dan shalihah

4. Meningkatkan ibadah kepada Allah.

Menurut konsep Islam, hidup sepenuhnya untuk beribadah kepada Allah dan berbuat

baik kepada sesama manusia. Dari sudut pandang ini, rumah tangga adalah salah satu lahan

subur bagi peribadatan dan amal shalih di samping ibadah dan amal-amal shalih yang lain.

Sampai-sampai bersetubuh (berhubungan suami-istri) pun termasuk ibadah (sedekah).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Jika kalian bersetubuh dengan istri-istri

kalian termasuk sedekah!.” Mendengar sabda Rasulullah itu para shahabat keheranan dan

bertanya: “Wahai Rasulullah, seorang suami yang memuaskan nafsu birahinya terhadap

istrinya akan mendapat pahala ?” Nabi shallallahu alaihi wa sallam menjawab: “Bagaimana

menurut kalian jika mereka (para suami) bersetubuh dengan selain istrinya, bukankah mereka

berdosa .? “Jawab para shahabat : “Ya, benar”. Beliau bersabda lagi : “Begitu pula kalau

mereka bersetubuh dengan istrinya (di tempat yang halal), mereka akan memperoleh pahala!”.

(Hadits Shahih Riwayat Muslim, Ahmad dan Nasa’i dengan sanad yang Shahih).

5. Mencari keturunan yang shalih dan shalihah

3

Page 5: Al-Islam 3(1)

Tujuan pernikahan diantaranya ialah untuk melestarikan dan mengembangkan bani

Adam. Allah berfirman: “Allah telah menjadikan dari diri-diri kamu itu pasangan suami istri

dan menjadikan bagimu dari istri-istri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu

rezeki yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan

mengingkari nikmat Allah ?”. (An-Nahl : 72). Selain itu juga berusaha mencari dan

membentuk generasi yang berkualitas yaitu mencetak anak yang shalih dan Shalihah serta

bertaqwa kepada Allah SWT. Keturunan yang shalih tidak akan diperoleh melainkan dengan

tarbiyah Islam (pendidikan Islam) yang benar. Oleh karena itu suami istri bertanggung jawab

mendidik, mengajar, dan mengarahkan anak-anaknya ke jalan yang benar.

Islam memandang bahwa pembentukan keluarga merupakan salah satu jalan untuk

merealisasikan tujuan-tujuan yang lebih besar yang meliputi berbagai aspek kemasyarakatan

berdasarkan Islam yang akan mempunyai pengaruh besar dan mendasar terhadap kaum

muslimin dan eksistensi umat Islam.

C. Hak dan Kewajiban Suami dan istri

1. Kewajiban Suami

Kewajiban suami adalah sesuatu yang menjadi hak yang mesti diperoleh seorang istri.

Berikut ini hak-hak istri sekaligus kewajiban suami yang harus dipenuhi oleh suami:

a. Menjadi pemimpin/kepala keluarga

b. Memberinya nafkah lahir dan batin

c. Mempergauli istri dengan baik

d. Membahagiakan istri dan tidak menjelek-jelekan Istri

e. Tidak meninggalkan Istri melainkan di dalam rumah

Maksudnya, jangan berpisah tempat tidur atau pisah ranjang ketika terjadi konflik,

melainkan di dalam rumah.

f. Mengajarkan Ilmu Agama

Seorang suami diharapkan mampu mengajarkan akidah, tauhid, akhlak, serta tata cara

bersuci, berwudhu, shalat, dan lainnya kepada istri, anak dan keluarganya dengan tujuan

mendapatkan hidup berlandaskan ajaran islam yang akan menjadikah keluarga sakidah ,

mawadah dan warahmah.

2. Kewajiban Istri

Kewajiban Istri adalah sesuatu yang menjadi hak yang mesti diperoleh seorang suami.

Berikut ini hak-hak suami sekaligus kewajiban istri yang harus dipenuhi oleh istri:

4

Page 6: Al-Islam 3(1)

a. Taat kepada suami dilandasi dengan taat kepada Allah SWT

b. Mendidik dan membesarkan anak

c. Menjaga kehormatannya (menjaga jilbab, khalawat, tabaruj, dan lainya)

3. Hak Bersama Suami Istri

Hak bersama yang harus dijalankan dalam kehidupan keluarga adalah sebagai

berikut :

1. Suami istri, hendaknya saling menumbuhkan suasana mawaddah dan rahmah. (Ar-Rum:

21)

2. Hendaknya saling mempercayai dan memahami sifat masing-masing pasangannya. (An-

Nisa’: 19 – Al-Hujuraat: 10)

3. Hendaknya menghiasi dengan pergaulan yang harmonis. (An-Nisa’: 19)

4. Hendaknya saling menasehati dalam kebaikan. (Muttafaqun Alaih)

Referensi

Anonim __. Hak Dan Kewajiban Suami Istri Menurut Syari’at Islam Yang   Mulia Www.AinuAmriwordpress.Com

Anonim, __. Kriteria Khusus Memilih calon Suami Atau Istreri Menurut Islam. (on

line) http://pakarinfo.blogspot.com/2010/11/kriteria-khusus-memilih-calon-

suami.html . (1Oktober 2011)

Anneahira.__. Tujuan pernikahan menrut Islam. (on line). http://www.anneahira.com/

(1 Oktober 2011)

Mochamad Bugi. __ Keluarga Sakinah Dalam Masalah (on line)

http://muslimkeluarga.blogspot.com/ (1 Oktober 2011)

Triatmojo.2006. Rumah Tangga yang Sakinah Mawadah wa Rahmah (on line).

http://triatmojo.wordpress.com/2006/09/27/rumah-tangga-yang-sakinah-

mawadah-wa-rahmah/

Anonim __. Hak Dan Kewajiban Suami Istri Menurut Syari’at Islam Yang   Mulia Www.AinuAmriwordpress.Com

5

Page 7: Al-Islam 3(1)

PANDANGAN ISLAM TERHADAP PERKAWINAN BEDA AGAMA.

(pengertian hukum beda agama)

Pernikahan beda agama dibedakan menjadi (dua) yaitu :

1. Perempuan beragama Islam menikah dengan laki-laki non-Islam

Hukum mengenai perempuan beragama Islam menikah dengan laki-laki non-Islam

adalah jelas-jelas dilarang (haram), jika seorang muslimah memaksakan dirinya menikah

dengan laki-laki non Islam, maka akan dianggap berzina.

Dalil yg digunakan untuk larangan menikahnya muslimah dengan laki-laki non Islam

adalah Surat Al-Baqarah (2) : 221,“Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik,

sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita

musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang

musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak

yang mukmin lebih baik dari orang musyrik walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak

ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah

menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka

mengambil pelajaran.”

2. Laki-laki beragama Islam menikah dengan perempuan non-Islam

Pernikahan seorang lelaki Muslim dengan perempuan non-muslim terbagi atas 2

macam:

a. Lelaki Muslim dengan perempuan Ahli Kitab.

Yang dimaksud dengan Ahli Kitab di sini adalah agama Nasrani dan Yahudi (agama

samawi). Hukumnya boleh dengan dasar Surat Al Maidah(5):5,“Pada hari ini dihalalkan

bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal

bagimu, dan makanan kamu halal pula bagi mereka. (Dan dihalalkan mengawini) wanita-

wanita yang menjaga kehormatan di antara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita

yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al Kitab sebelum kamu, bila

kamu telah membayar maskawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud

berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik. Barang siapa yang kafir sesudah

beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) maka hapuslah amalannya dan ia di hari

akhirat termasuk orang-orang merugi.”

6

Page 8: Al-Islam 3(1)

b. Lelaki Muslim dengan perempuan non Ahli Kitab.

Banyak ulama yg melarang karena non ahli Al Kitab di sini penyembah berhala, api,

dan sejenisnya yang dapat menyebabkan kemusyrikan dan dengan dasar Al

Baqarah(2):222,“Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka

beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik,

walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik

(dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang

mukmin lebih baik dari orang musyrik walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke

neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah

menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka

mengambil pelajaran.”

Banyak ulama yg menafsirkan bahwa dibolehkannya laki-laki muslim menikah

dengan wanita ahlul kitab namun tidak sebaliknya karena laki-laki adalah pemimpin rumah

tangga, berkuasa atas isterinya, dan bertanggung jawab terhadap dirinya. Islam menjamin

kebebasan aqidah bagi isterinya, serta mlindungi hak-hak dan kehormatannnya dengan syariat

dan bimbingannya. Akan tetapi, agama lain seperti nasrani dan yahudi tidak pernah

memberikan jaminan kepada isteri yang berlainan agama.

Secara ringkas hukum nikah beda agama bisa kita bagi menjadi demikian :

1. Suami Islam, istri ahli kitab = boleh

2. Suami Islam, istri kafir bukan ahli kitab = haram

3. Suami ahli kitab, istri Islam = haram

4. Suami kafir bukan ahli kitab, istri Islam = haram

Referensi :

http://alhijrah.cidensw.net/index.php?option=com_frontpage&Itemid=1

7

Page 9: Al-Islam 3(1)

PANDANGAN ISLAM TENTANG KONSEP GENDER

(kedudukan laki-laki dan perempuan, relevansi tanggung jawab, pembagian tugas dan

kepemimpinan)

A. Definisi Gender

Gender adalah pembagian peran sosial yang dibuat oleh masyarakat  berdasarkan

status biologisnya. Gender berbeda dengan jenis kelamin karena jenis kelamin yang

merupakan sebuah pemberian Allah yang mutlak sudah ada sejak zaman dahulu dan dapat

dibuktikan secara empiris seperti perempuan bisa mengandung, melahirkan dan menyusui

sementara laki-laki tidak.

B. Gender dalam Islam

Islam mendudukkan laki-laki dan perempuan dalam posisi yang sama dan kemuliaan

yang sama. Islam tidak membedakan laki-laki dan wanita dalam hal tingkatan takwa dan

mendudukkan wanita dan laki-laki pada tempatnya.

Adapun dalil-dalil dalam Al-Quran yang mengatur tentang kesetaraan gender adalah:

1. Tentang hakikat penciptaan lelaki dan perempuan

Pada Surat Ar-Rum ayat 21, surat An-Nisa ayat 1, dan surat Hujurat ayat 13

menjelaskan yang pada intinya berisi bahwa Allah SWT telah menciptakan manusia

berpasang-pasangan yaitu lelaki dan perempuan, supaya mereka hidup tenang dan

tentram, agar saling mencintai dan menyayangi serta kasih mengasihi, agar lahir dan

menyebar banyak laki-laki dan perempuan serta agar mereka saling mengenal.

Ayat -ayat diatas menunjukkan adanya hubungan yang saling timbal balik antara lelaki

dan perempuan, dan tidak ada satupun yang mengindikasikan adanya superioritas satu

jenis atas jenis lainnya.

2. Tentang kedudukan dan kesetaraan antara lelaki dan perempuan

Pada Surat Ali-Imran ayat 195, surat An-Nisa ayat 124, surat An-Nahl ayat 97, surat

Ataubah ayat 71-72, dan surat Al-Ahzab ayat 35 menjelaskan bahwa Allah SWT secara

khusus menunjuk baik kepada perempuan maupun lelaki untuk menegakkan nilai-nilai

islam dengan beriman, bertaqwa dan beramal.

Allah SWT juga memberikan peran dan tanggung jawab yang sama antara lelaki dan

perempuan dalam menjalankan kehidupan spiritualnya. Barangsiapa yang mengerjakan

amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka

sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya

8

Page 10: Al-Islam 3(1)

akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah

mereka kerjakan. (QS. an-Nahl  : 97)

Jadi pada intinya kedudukan dan derajat antara lelaki dan perempuan dimata Allah

SWT adalah sama, dan yang membuatnya tidak sama hanyalah keimanan dan ketaqwaannya.

Keadaan, perlakuan dan anggapan masyarakat sekarang yang merendahkan wanita dan

menganggap wanita sebagai masyarakat kelas dua merupakan pengaruh kebudayaan yang

berlaku di masyarakat tertentu, bukan berasal dari ajaran agama. Sebagai contoh adalah

budaya masyarakat Jawa, terutama masyarakat zaman dulu yang menganggap bahwa wanita

tidak perlu menuntut ilmu (sekolah) tinggi-tinggi karena nantinya mereka hanya akan kembali

ke dapur, walaupun akhirnya seiring dengan perkembangan dan kemajuan teknologi,

anggapan seperti ini mulai pudar namun tidak jarang kebanyakan kaum adam, khususnya

dalam pergaulan rumah tangga menganggap secara mutlak bahwa laki-laki adalah pemimpin

bagi wanita.

Islam mengamanahkan manusia untuk memperhatikan konsep keseimbangan,

keserasian, keselarasan, keutuhan, baik sesama umat manusia maupun dengan

lingkunganalamnya. Konsep relasi gender dalam Islam lebih dari sekedar mengatur keadilan

gender dalam masyrakat, tetapi secara teologis dan teleologis mengatur pola relasi

mikrokosmos(manusia), makrosrosmos (alam), dan Tuhan. Hanya dengan demikian manusia

dapat menjalankan fungsinya sebagai khalifah, dan hanya khalifah sukses yang dapat

mencapai derajat abid sesungguhnya. Laki-laki dan perempuan mempunyai hak dan

kewajiban yang sama dalammenjalankan peran khalifah dan hamba. Soal peran sosial dalam

masyarakat tidak ditemukan ayat al-Qur’an atau hadits yang melarang kaum perempuan aktif

di dalamnya. Sebaliknya Al-Qur’an dan Hadits banyak mengisyaratkan kebolehan perempuan

aktif menekuni berbagai profesi.

9

Page 11: Al-Islam 3(1)

SOSIAL POLITIK DAN BUDAYA DALAM ISLAM

(Demokrasi, Musyawarah, dan Hak Asasi Manusia)

A. Demokrasi

Prinsip dan konsep demokrasi yang sejalan dengan islam adalah keikutsertaan rakyat

dalam mengontrol, mengangkat, dan menurunkan pemerintah, serta dalam menentukan

sejumlah kebijakan lewat wakilnya. Adapun yang tidak sejalan adalah ketika suara rakyat

diberikan kebebasan secara mutlak sehingga bisa mengarah kepada sikap, tindakan, dan

kebijakan yang keluar dari rambu-rambu ilahi. Karena itu, maka perlu dirumuskan sebuah

sistem demokrasi yang sesuai dengan ajaran Islam diantaranya:

1. Demokrasi tersebut harus berada di bawah payung agama.

2. Rakyat diberi kebebasan untuk menyuarakan aspirasinya

3. Pengambilan keputusan senantiasa dilakukan dengan musyawarah

4. Suara mayoritas tidaklah bersifat mutlak meskipun tetap menjadi pertimbangan utama

dalam musyawarah. Contohnya kasus Abu Bakar ketika mengambil suara minoritas yang

menghendaki untuk memerangi kaum yang tidak mau membayar zakat. Juga ketika Umar

tidak mau membagi-bagikan tanah hasil rampasan perang dengan mengambil pendapat

minoritas agar tanah itu dibiarkan kepada pemiliknya dengan cukup mengambil pajaknya.

5. Musyawarah atau voting hanya berlaku pada persoalan ijtihadi; bukan pada persoalan

yang sudah ditetapkan secara jelas oleh Alquran dan Sunah.

6. Produk hukum dan kebijakan yang diambil tidak boleh keluar dari nilai-nilai agama.

7. Hukum dan kebijakan tersebut harus dipatuhi oleh semua warga

a. Sistem atau konsep demokrasi yang islami dapat terwujud, langkah yang harus dilakukan:

Seluruh warga atau sebagian besarnya harus diberi pemahaman yang benar tentang Islam

sehingga aspirasi yang mereka sampaikan tidak keluar dari ajarannya.

b. Parlemen atau lembaga perwakilan rakyat harus diisi dan didominasi oleh orang-orang

Islam yang memahami dan mengamalkan Islam secara baik

B. Musyawarah

Islam memandang musyawarah sebagai salah satu hal yang amat penting bagi

kehidupan insani, bukan saja dalam kehidupan berbangsa dan bernegara melainkan dalam

kehidupan berumah tangga dan lain-lainnya. Ini terbukti dari perhatian al-Qur’an dan Hadis

10

Page 12: Al-Islam 3(1)

yang memerintahkan atau menganjurkan umat pemeluknya supaya bermusyawarah dalam

memecah berbagai persoalan yang mereka hadapi.

Musyawarah itu dipandang penting, antara lain karena musyawarah merupakan salah

satu alat yang mampu mempersekutukan sekelompok orang atau umat di samping sebagai

salah satu sarana untuk menghimpun atau mencari pendapat yang lebih dan baik.

Adapun bagaimana sistem permusyawaratan itu harus dilakukan, baik Al-Qur’an

maupun Hadis tidak memberikan penjelasan secara tegas. Oleh karena itu soal sistem

permusyawaratan diserahkan sepenuhnya kepada umat sesuai dengan cara yang mereka

anggap baik.

Para ulama berbeda pendapat mengenai obyek yang menjadi kajian dari

permusyawaratan itu sendiri, adakah permusyawaratan itu hanya dalam soal-soal keduniawian

dan tidak tentang masalah-masalah keagamaan. Sebagian dari mereka berpendapat bahwa

musyawarah yang dianjurkan atau diperintahkan dalam islam itu khusus dalam masalah-

masalah keduaniawian dan tidak untuk soal-soal keagamaan.

Sementara sebagian yang lain berpendirian bahwa disamping masalah-masalah

keduniawian, musyawarah juga dapat dilakukan dalam soal-soal keagamaan sejauh yang tidak

jelaskan oleh wahyu (Al-Qur’an dan Hadis)

Terlepas dari perbedaan pendapat di atas, yang jelas antara persoalan-persoalan

duniawi dan agamawi tak dapat dipisahkan meskipun antara yang satu dengan yang lain

memang dapat di bedakan. Dan suatu hal yang telah di sepakati bersama oleh para ulama

ialah bahwa musyawarah tidak di benarkan untuk membahas masalah-masalah yang

ketentuannya secara tegas dan jelas telah ditentukan oleh Al-Qur’an dan Sunnah.

C. Hak Asasi Manusia

HAM yang berkembang di dunia internasional tidak bertentangan antara satu sama

lain. Bahkan organisasi Islam internasional yang terlembagakan dalam Organisasi Konferensi

Islam (OKI) pada 5 Agustus 1990 mengeluarkan deklarasi HAM.

Islam memiliki pengaturan mengenai HAM dapat dibagi menjadi 9 (sembilan) bagian

hak asasi manusia dalam islam yang pengaturannya secara tersirat.

1. Hak atas hidup, dan menghargai hidup manusia. surah Al-Maidah ayat 63.

2. Hak untuk mendapat pelindungan dari hukuman yang sewenag wenang yaitu dalam surat

Al An’am : 164 dan surat Fathir 18

3. Hak atas keamanan dan kemerdekaan pribadi terdapat dalam surat An Nisa ayat 58 dan

surat Al-Hujurat ayat 6

11

Page 13: Al-Islam 3(1)

4. Hak atas kebebasan beragama memilih keyakinan berdasar hati nurani secara tersirat

dalam surat Al Baqarah ayat 256 dan surat Al Ankabut ayat 46

5. Hak atas persamaan hak didepan hukum secara tersirat terdapat dalam surat An-Nisa ayat

1 dan 135 dan Al Hujurat ayat13.

6. Hak memiliki kebebasan berserikat Islam juga memberikan dalam surat Ali Imran ayat

104-105. Dalam memberikan suatu protes terhadap pemerintahan yang zhalim dan

bersifat tirani secara tersirat dapat dilihat pada surat an-nisa ayat 148, surat al maidah 78-

79, surat Al A’raf ayat 165, surat Ali Imran ayat 110.

7. Hak ekonomi sosial dan budaya Islam pun mengandung secara tersirat mengenai hak ini.

8. Hak mendapatkan kebutuhan dasar hidup manusia secara tersirat terdapat dalam surat Al

Baqarah ayat 29, surat Ad-Dzariyat ayat 19, surat Al Jumu’ah ayat 10.

9. hak mendapatkan pendidikan Islam juga memiliki pengaturan secara tersirat dalam surat

Yunus ayat 101, surat Al-Alaq ayat 1-5, surat Al Mujadilah ayat 11 dan surat Az-Zumar

ayat 9.

Referensi :

Anonim.__.Demokrasi dalam pandangan Islam. (online).

http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2010/09/demokrasi-dalam-pandangan-islam/ (2

Oktober 2011)

Erwina, Brigita Win. 2010.Makalah Studi Kepemimpinan Islam Demokrasi Dalam Perspektif

Islam. Yogyakarta :Universitas Islam Yogyakarta

Anonim.2007.HAM. (online). http://hmibecak.wordpress.com/2007/02/14/hmi-

dankevakuman-ideologi/. (3 Oktober 2011)

Anonim.2007.Musyawarah Dalam Pandangan Islam. (online).

http://mtaufiknt.wordpress.com/downloads/ . (3 Oktober 2011)

Anonim.2011. Prinsip Demokrasi dan Musyawarah dalam pandangan Islam.

(Online)http://dinnullah.blogspot.com/ (3 Oktober 2011)

12

Page 14: Al-Islam 3(1)

KONSEP MAWARIS DALAM ISLAM

(harta waris, sebab waris mewaris, ahli waris dan haknya).

  

A. PENGERTIAN MAWARIS DAN HUKUM KEWARISAN

Mawaris berarti hal-hal yang berhubungan dengan waris dan warisan. Ilmu yang

mempelajari mawaris disebut ilmu faraid. Ilmu artinya pengetahuan faraid artinya bagian-

bagian yang tertentu. Jadi ilmu faraid adalah pengetahuan yang menguraikan cara membagi

harta peningalan seseorang kepada ahli waris yang berhak menerimanya.

Pengertian hukum kewarisan dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) disebutkan pada

pasal 171 ayat (a) yang berbunyi : "Hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur tentang

pemindahan hak pemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa yang

berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya masing-masing." Dari definisi di atas, maka

hukum kewarisan menurut KHI mencakup ketentuan-ketentuan sebagai berikut :

1. Ketentuan yang mengatur siapa pewaris

2. Ketentuan yang mengatur siapa ahli waris

3. Ketentuan yang mengatur tentang harta peninggalan

4. Ketentuan yang mengatur tentang akibat peralihan harta peninggalan dari pewaris kepada

ahli waris

5. Ketentuan yang mengatur tentang bagian masing-masing.

A. Pewaris

Pewaris berdasarkan KHI pasal 171 ayat (b) adalah : "Pewaris adalah orang yang

pada saat meninggalnya atau yang dinyatakan meninggal berdasarkan putusan pengadilan

beragama Islam,meniggalkan ahli waris dan harta peninggalan." Dari redaksi di atas tampak

bahwa untuk terjadinya pewarisan disyaratkan untuk pewaris adalah telah meninggal dunia,

baik secara hakiki ataupun hukum. Hal ini sebagaimana telah ditentukan oleh ulama tentang

syarat-syarat terjadinya pewarisan antara lain meninggalnya pewaris baik secara hakiki,

hukum atau takdiri. Selain disyaratkan telah meninggal dunia, pewaris juga disyaratkan

beragama Islam dan mempunyai ahli waris dan harta peninggalan. Syarat-syarat ini sesuai

dengan yang telah ditetapkan dalam fiqh mawaris.

B. Ahli Waris

Ahli waris adalah orang yang masih hidup atau dinyatakan masih hidup oleh putusan

pengadilan pada saat meninggalnya pewaris mempunyai hubungan darah atau hubungan

13

Page 15: Al-Islam 3(1)

perkawinan dengan pewaris, beragama Islam dan tidak terhalang karena hukum untuk

menjadi ahli waris. Ahli waris tersebut terdiri atas :

1. Ahli waris laki-laki, ialah ayah, anak laki-laki, saudara laki-laki, paman, kakek dan

suami.

2. Ahli waris perempuan, yaitu ibu, anak perempuan, saudara perempuan, nenek dan isteri

3. Ahli waris yang dimungkinkan sebagai ahli waris pengganti adalah seperti cucu laki-laki

atau perempuan dari anak laki-laki atau perempuan.

4. Tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris. Adapun tentang hidupnya ahli

waris di saat meninggalnya pewaris, seperti disyaratkan oleh para fuqaha tidak tampak

dalam ketentuan ini, dan menurut penulis hal ini perlu ditegaskan.

Ditinjau dari sudut pembagian, Ahli waris terbagi dua yaitu : Ashhabul furudh dan

Ashobah.

1. Ashabul furudh yaitu orang yang mendapat bagian tertentu. Terdiri dari:

a. Yang dapat bagian ½ harta

1) Anak perempuan kalau sendiri

2) Cucu perempuan kalau sendiri

3) Saudara perempuan kandung kalau sendiri

4) Saudara perempuan seayah kalau sendiri

5) Suami

b. Yang mendapat bagian ¼ harta

1) a.Suami dengan anak atau cucu

2) b.Isteri atau beberapa kalau tidak ada anak atau cucu

c. Yang mendapat 1/8

1) Isteri atau beberapa isteri dengan anak atau cucu.

d. Yang mendapat 2/3

1) dua anak perempuan atau lebih

2) dua cucu perempuan atau lebih

3) dua saudara perempuan kandung atau lebih

4) dua saudara perempuan seayah atau lebih

e. Yang mendapat 1/3

1) Ibu jika tidak ada anak, cucu dari grs anak laki-laki, dua saudara kandung/seayah atau

seibu.

2) Dua atau lebih anak ibu baik laki-laki atau perempuan

f. Yang mendapat 1/6

14

Page 16: Al-Islam 3(1)

1) Ibu bersama anak laki-laki, cucu laki-laki atau dua atau lebih saudara perempuan

kandung atau perempuan seibu.

2) Nenek garis ibu jika tidak ada ibu dan terus keatas

3) Nenek garis ayah jika tidak ada ibu dan ayah terus keatas

4) Satu atau lebih cucu perempuan dari anak laki-laki bersama satu anak perempuan

kandung

5) Satu atau lebih saudara perempuan seayah bersama satu saudara perempuan kandung.

6) Ayah bersama anak laki-laki atau cucu laki-laki

7) Kakek jika tidak ada ayah

8) Saudara seibu satu orang, baik laki-laki atau perempuan.

2. Ahli waris ashobah yaitu para ahli waris tidak mendapat bagian tertentu tetapi mereka

dapat menghabiskan bagian sisa ashhabul furud. Ashobah terbagi tiga jenis yaitu ashabah

binafsihi, ashobah bighairi dan ashobah menghabiskan bagian tertentu

a. Ashobah binafsihi adalah yang ashobah dengan sndirinya. Tertib ashobah binafsihi

sebagai berikut:

1) Anak laki-laki

2) Cucu laki-laki dari anak laki-laki

terus kebawah

3) Ayah

4) Kakek dari garis ayah keatas

5) Saudara laki-laki kandung

6) Saudara laki-laki seayah

7) Anak laki-laki saudara laki-laki

kandung sampai kebawah

8) Anak laki-laki saudara laki-laki

seayah sampai kebawah

9) Paman kandung

10) Paman seayah

11) Anak laki-laki paman kandung

sampai kebawah

12) Anak laki-laki paman seayah

sampai kebawah

13) Laki-laki yang memerdekakan yang

meninggal

15

Page 17: Al-Islam 3(1)

b. Ashobah dengan dengan saudaranya

1) Anak perempuan bersama anak laki-laki atau cucu laki.

2) Cucu perempuan bersama cucu laki-laki

3) Saudara perempkuan kandung bersama saudara laki-laki kandung atau saudara laki-

laki seayah.

4) Saudara perempuan seayah bersama saudara laki-laki seayah.

c. Menghabiskan bagian tertentu

1) Anak perempuan kandung satu orang bersama cucu perempuan satu atau lebih (2/3).

2) Saudara perempuan kandung bersama saudara perempuan seayah (2/3)

C. Adanya Harta Peninggalan (Tirkah).

Harta warisan ialah harta yang merupakan peninggalan pewaris yang dapat dibagi

secara induvidual kepada ahli waris, yaitu harta peninggalan keseluruhan setelah dikurangi

dengan harta bawaan suami atau isteri, harta bawaan dari klan dikurangi lagi dengan biaya

untuk keperluan pewaris selama sakit, biaya pengurusan jenazah, pembayaran hutang si mati

dan wasiat.

Hal ini berarti jika pewaris tidak meninggalaki-lakian tirkah, makatidak akan terjadi

pewarisan. Adapun pengertian tirkah di kalangan para ulama ada beberapa pendapat. Ada

yang menyamakan dengan pengertian maurus (harta waris) ada juga yang memisahknnya,

yaitu bahwa tirkah mempunyai arti yang lebih luas dari maurus. 6 KHI yang merupakan

intisari dari berbagai pendapat para ulama, memberi kesimpulan terhadap definisi tirkah, yaitu

seperti dalam pasal 171 ayat (d) : "Harta peninggalan adalah harta yang ditinggalaki-lakian

oleh pewaris baik yang berupa harta benda yang menjadi miliknya maupun hak-haknya."

Sedangkan tentang harta waris dijelaskan pada pasal 171 ayat(e) ;"Harta waris adalah harta

bawaan ditambah bagian dari harta bersama setelah digunakan untuk keperluan pewaris

selama sakit sampai meninggalnya, biaya pengurusan jenazah (tajhiz),pembayaran hutang

dan pemberian untuk kerabat". Secara umum harta peninggalan seseorang yang telah

meninggal dunia adalah berupa:

1. Harta kekayaan yang berwujud dan dapat dinilai dengan uang, termasuk piutang yang

akan ditagih.

2. Harta kekayaan yang berupa hutang-hutang dan harus dibayar pada saat seseorang

meninggal dunia

3. Harta kekayaan yang masih bercampur dengan harta bawaan masing-masing

Page 18: Al-Islam 3(1)

4. Harta bawaan yang tidak dapat dimiliki langsung oleh suami atau isteri, misal harta

pusaka dari suku mereka yang dibawa sebagai modal pertama dalam perkawinan yang

harus kembali pada asalnya.

D. Ketentuannya Warisan Menurut Islam

1. Semua ahli waris yang mempunyai hubungan darah secara langsung dengan pewaris (ibu,

ayah, anak laki-laki, dan anak perempuan) tentu akan mendapat bagian harta warisan. Mereka

tidak dapat terhalang oleh ahli waris lain. Ahli waris yang tidak mempunyai hubungan darah

secara langsung dengan pewaris, mungkin tidak dapat bagian harta warisan karena terhalang.

Misalnya : kakek terhalang oleh ayah, nenek terhalang oleh ibu, dan saudara-saudara

terhalang oleh anak.

2. Suami mendapat bagian dari harta peninggalan istrinya dan istri mendapat bagian dari

harta peninggalan suaminya. Hal ini sesuai dengan prinsip keadilan.  Walau suami istri tidak

ada hubungan sedarah, tetapi dalam kehidupan sehari-hari hubungan mereka sangat dekat dan

jasanya pun antara yang satu dengan yang lainya tidak sedikit. Sungguh adil jika suami/istri

mendapat bagian dari harta warisan dan tidak tidak dapat terhalang oleh ahli waris lain.

3. Anak laki-laki mendapat bagian harta waris dua kali lipat dari bagian anak perempuan.

Hal ini sesuai dengan prinsip keadilan bahwa kewajiban dan tanggung jawab anak laki-laki

lebih besar daripada anak perempuan.

Haika, Ratu.__.Hukum Kewarisan Islam Di Indonesia (Analisis Terhadap Buku II Kompilasi

Hukum Islam) (online)

Page 19: Al-Islam 3(1)

WASIAT DAN HIBAH

I. WASIAT

Wasiat adalah pesan seseorang kepada orang lain untuk mengurusi hartanya sesuai

dengan pesannya itu sepeninggalnya.

Wasiat dilakukan dengan cara :

1. Wasiat dilakukan secara lisan di hadapan dua orang saksi, atau tertulis di hadapan dua

orang saksi atau di hadapan notaris.

2. Wasiat hanya diperbolehkan sebanyak-banyaknya sepertiga dari harta warisan kecuali

apabila semua ahli waris menyetujui.

A. Batasan Wasiat

1. Ketentuan Wasiat

Untuk melaksanakan wasiat perlu diperhatikan beberapa ketentuan sebagai berikut :

a. Tidak boleh lebih dari 1/3 harta yang dimiliki oleh pemberi wasiat.

b. Apabila wasiat melebihi sepertiga dari harta warisan, sedangkan ahli waris ada yang

tidak menyetujuinya, maka wasiat hanya dilaksanakan sampai batas sepertiga harta

warisan.

c. Jangan memberi wasiat kepada ahli waris yang sudah mendapat bagian cukup.

2. Rukun dan Syarat Wasiat

a. Rukun wasiat

1) Orang yang memberi wasiat

2) Orang yang menerima wasiat

3) Harta yang diwasiatkan

4) Shigat wasiat

b. Syarat wasiat

Syarat pewasiat

1) Baligh

2) Berakal

3) Dengan sukarela atas kemauan sendiri

Syarat orang yang menerima wasiat

1) Orangnya jelas, baik nama atau alamat

Page 20: Al-Islam 3(1)

2) Ia ada ketika pemberian wasiat

3) Cakap menjalankan tugas yang diberikan pemberi wasiat

Syarat barang yang diwasiatkan

1) Berupa barang yang mempunyai nilai

2) Sudah ada ketika wasiat itu dibuat

3) Milik pemberi wasiat

Syarat shigat

1) Menggunakan kata-kata yang tegas menyatakan maksud wasiat.

B. Cara Melaksanakan Wasiat

1. Harta peninggalan jenazah harus diambil lebih dahulu untuk kepentingan pengurusan

jenazah.

2. Setelah itu, harus dilunasi utang-utangnya lebih dahulu jika ia memiliki utang.

3. Diambil untuk memenuhi wasiat jenazah dengan catatan jangan lebih dari sepertiga

harta peninggalan.

4. Setelah wasiat dipenuhi, maka harta peninggalannya diwariskan kepada ahli waris

yang berhak.

C. Pencabutan Wasiat

1. Pewasiat dapat mencabut wasiatnya selama calon penerima wasiat belum menyatakan

persetujuannya atau sudah menyatakan persetujuannya tetapi kemudian menarik

kembali.

2. Pencabutan wasiat dapat dilakukan secara lisan dengan disaksikan oleh dua orang

saksi atau tertulis dengan disaksikan oleh dua orang saksi atau berdasarkan akte

Notaris bila wasiat terdahulu dibuat secara lisan.

3. Bila wasiat dibuat secara tertulis, maka hanya dapat dicabut dengan cara tertulis

dengan disaksikan oleh dua orang saksi atau berdasarkan akte Notaris.

4. Bila wasiat dibuat berdasarkan akte Notaris, maka hanya dapat dicabut berdasarkan

akte Notaris.

D. Manfaat Wasiat

Manfaat wasiat selain dari apa yang telah disebutkan sebelumnya adalah:

Page 21: Al-Islam 3(1)

1. Mendapat pahala yang besar bagi orang yang menulisnya dalam rangka mentaati Allah

dan RasulNya.

2. Pahala yang besar bagi orang yang berwasiat dengan nasehat, karena diharapkan nasehat

tersebut bisa bermanfaat.

3. Melepaskan tanggungan dari segala bentuk penyelewengan syara' dan tanggungan hak-

hak berupa harta dan yang lainnya.

4. Menutup celah terjadinya pertikaian, memotong perselisihan yang bisa terjadi antara

para ahli waris setelahnya.

II. HIBAH

A. Pengertian Hibah

Secara etimologi kata hibah adalah bentuk masdar dari kata wahaba yang berarti

pemberian, Sedangkan hibah menurut istilah adalah akad yang pokok persoalannya,pemberian

harta milik orang lain di waktu ia masih hidup tanpa imbalan. Menurut Kompilasi Hukum

Islam (KHI) dalam Pasal 171:g mendefinisikan hibah sebagai berikut :“Hibah adalah

pemberian suatu benda secara sukarela dan tanpa imbalan dari seseorang kepada orang

lain yang masih hidup untuk dimiliki”.

B. Dasar Hibah

Adapun dasar hibah menurut Islam adalah firman Allah yang menganjurkan kepada

umat Islam agar berbuat baik kepada sesamanya, saling mengasihi dan sebagainya. Islam

menganjurkan agar umatnya suka memberi karena memberi lebih baik dari pada menerima.

Namun pemberian itu harus ikhlas, tidak ada pamrih apa-apa kecuali mencari ridha Allah dan

mempererat tali persaudaraan, sebagaimana dalam firman Allah : “Tolong menolonglah

kamu sekalian atas kebaikan dan takwa dan janganlah kamu sekalian tolong menolong

atas sesuatu dosa dan

permusuhan”. (Q.S Al – Maidah : 2).

Hibah dalam Hukum Islam dapat dilakukan secara tertulis maupun lisan, bahkan telah

ditetapkan dengan tegas bahwa dalam Hukum Islam, pemberian harta berupa harta tidak

bergerak dapat dilakukan dengan lisan tanpa mempergunakan suatu dokumen tertulis. Akan

tetapi jika selanjutnya, bukti-bukti yang cukup tentang terjadinya peralihan hak milik, maka

pemberian itu dapatlah dinyatakan dalam tulisan

Jika pemberian tersebut dilakukan dalam bentuk tertulis tersebut terdapat 2 (dua)

macam, yaitu :

Page 22: Al-Islam 3(1)

1. Bentuk tertulis yang tidak perlu didaftarkan, jika isinya hanya menyatakan telah

terjadinya pemberian

2. Bentuk tertulis yang perlu didaftarkan, jika surat itu merupakan alat dari penyerahan

pemberian itu sendiri, artinya apabila pernyataan penyerahan benda yang bersangkutan

kemudian disusul oleh dokumen resmi tentang pemberian, maka yang harus didaftarkan.

C. Rukun Hibah

Rukun Hibah menurut Al – Jaziri adalah sebagai berikut :

1. Aqid (pemberian)

2. Penerima hibah

3. Ada sesuatu yang diberikan

4. Sigat.

D. Syarat Hibah

Adapun syarat-syarat hibah sebagai berikut :

1. Syarat bagi Penghibah (pemberi hibah) :

a. Penghibah adalah orang yang memiliki dengan sempurna sesuatu atas harta yang

dihibahkan. Dalam hibah terjadi pemindahan milik karena itu mustahil orang yang

tidak memiliki akan menghibahkan sesuatu barang kepada orang lain.

b. Penghibah itu adalah orang yang mursyid, yang telah dapat mempertanggungjawabkan

perbuatannya jika terjadi persoalan atau perkara yang berkaitan dengan pengadilan

mengenai harta tersebut.

c. Penghibah tidak berada di bawah perwalian orang lain, jadi penghibah itu harus orang

dewasa, sebab anak-anak kurang kemampuannya.

d. Penghibah harus bebas tidak ada tekanan dari pihak lain dipaksa karena hibah

disyratkan kerelaan dalam kebebasan.

e. Seseorang melakukan hibah itu dalam mempunyai iradah dan ikhtiyar dalam

melakukan tindakan atas dasar pilihannya bukan karena dia tidak sadar atau keadaan

lainnya. Seseorang dikatakan ikhtiar dalam keadaan tindakan apabila ia melakukan

perbuatan atas dasar pilihannya bukan karena pilihan orang lain, tentu saja setelah

memikirkan dengan matang. Kompilasi Hukum Islam (KHI) dalam Pasal 210 (1)

mensyaratkan pemberi hibah telah berumur sekurang-kurangnya 21 (dua puluh satu)

Tahun.

Page 23: Al-Islam 3(1)

2. Syarat bagi Penerima Hibah :

a. Bahwa ia telah ada dalam arti yang sebenarnya karena itu tidak sah anak yang lahir

menerima hibah.

b. Jika penerima hibah itu orang yang belum mukalaf, maka yang bertindak sebagai

penerima hibah adalah wakil atau walinya atau orang yang bertanggung jawab

memelihara dan pendidiknya.

3. Syarat bagi barang atau harta yang dihibahkan :

a. Barang hibah itu telah ada dalam arti yang sebenarnya waktu hibah dilaksanakan.

b. Barang yang dihibahkan itu adalah barang yang boleh dimiliki secara sah oleh ajaran

Islam.

c. Barang itu telah menjadi milik sah dari harta penghibah mempunyai sebidang tanah

yang akan dihibahkan adalah seperempat tanah itu, di waktu menghibahkan tanah

yang seperempat harus dipecah atau ditentukan bagian dan tempatnya.

d. Harta yang dihibahkan itu dalam kekuasaan yang tidak terikat pada suatu perjanjian

dengan pihak lain seperti harta itu dalam keadaan digadaikan.

Referensi:

Anggara.2007.Hibah.(online). http://anggara.org/ (3 Oktober 2011)

Anonim___. Surat wasiat dan hibah (online).http://asa-2009.blogspot.com/2011/06/surat-

wasiat-dan-hibah.html (3 Oktober 2011)

Fadly. 2008. Wasiat. (on line) http://makalah-arsipku.blogspot.com/ (3 Oktober 2011)

Page 24: Al-Islam 3(1)

JUAL BELI DAN UTANG PIUTANG

I. Pengertian

A. Jual beli

Jual beli/ Muamalat adalah suatu kegiatan tukar menukar barang dengan barang lain

dengan tata cara tertentu . Termasuk dalam hal ini adalah jasa dan juga penggunaan alat tukar

seperti uang.

B. Utang piutang

Utang Piutang adalah memberikan sesuatu yang menjadi hak milik pemberi pinjaman

kepada peminjam dengan pengembalian di kemudian hari sesuai perjanjian dengan jumlah

yang sama

II. Syarat dan Rukun

A. Syarat Utang Piutang dan Jual Beli

1. Syarat Utang piutang

a. Harus di laksanakan melalui ijab dab qabul yang jelas

b. Ada barang yang diutangkan

c. Akad utang piutang tidak boleh dikaitkan dengan suatu persyaratan di luar utang piutang

itu sendiri yang menguntungkan pihak muqridh (pihak yang menghutangi)

2. Syarat Jual Beli

Jual beli dapat dilaksanakan secara sah dan memberi pengaruh yang tepat, harus

dipenuhi beberapa syaratnya terlebih dahulu. Syarat-syarat ini terbagi dalam dua jenis :

a. Syarat yang berkaitan dengan pihak penjual dan pembeli

Syarat yag dimaksud adalah memiliki kompetensi untuk melakukan aktivitas ini,

yakni dengan kondisi yang sudah akil baligh serta berkemampuan memilih. Dengan

demikian, tidak sah jual beli yang dilakukan oleh anak kecil yang belum nalar, orang gila atau

orang yang dipaksa.

b. syarat yang berkaitan dengan objek yang diperjualbelikan

Berkaitan dengan objek jual belinya, yaitu sebagai berikut:

Objek jual beli harus suci, bermanfaat, bisa diserahterimakan, dan merupakan milik

penuh salah satu pihak.

Page 25: Al-Islam 3(1)

Mengetahui objek yang diperjualbelikan dan juga pembayarannya, agar tidak terhindar

faktor ‘ketidaktahuan’ atau ‘menjual kucing dalam karung’ karena hal tersebut

dilarang.

Tidak memberikan batasan waktu. Artinya, tidak sah menjual barang untuk jangka

waktu tertentu yang diketahui atau tidak diketahui.

B. Rukun Utang piutang dan Jual beli

1. Jual beli.

a. Ada penjual dan pembeli yang keduanya harus berakal sehat, atas kemauan sendiri,

dewasa/baligh dan tidak mubadzir alias tidak sedang boros.

b. Ada barang atau jasa yang diperjualbelikan dan barang penukar seperti uang, dinar

emas, dirham perak, barang atau jasa. Untuk barang yang tidak terlihat karena

mungkin di tempat lain namanya salam.

c. Ada ijab qabul yaitu adalah ucapan transaksi antara yang menjual dan yang membeli

(penjual dan pembeli).

2. Utang piutang

a. Ada yang berhutang / peminjam / piutang / debitor

b. Ada yang memberi hutang / kreditor

c. Ada ucapan kesepakatan atau ijab qabul / qobul

d. Ada barang atau uang yang akan dihutangkan

III. Riba dan Bunga Bank

A. Pengertian

Riba menurut bahasa adalah menambah dan berkembang Rabbaa al-maal artinya :

harta itu bertambah dan berkembang. Riba menurut istilah adalah tambahan dalam hal-hal

tambahan tertentu.

Bunga adalah tambahan yang diberikan oleh bank atas simpanan atau yang di ambil

oleh bank atas hutang.

B. Dasar Hukum

1. Riba

Dasar hukum mengenai riba terdapat pada Surat Ali Imran ayat 130 menyatakan: “Hai

orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan

bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan”. Selanjutnya

keterangan dari Al-Hadist, menurut Imam Bukhari, Rasulullah saw telah bersabda, Ar riba fin

Page 26: Al-Islam 3(1)

nasi’ah artinya riba itu ada dalam  bertempo. Riba nasi’ah itulah yang diharamkan di dalam

Al-Qur’an yaitu menambah utang dalam utang. Al-Qur’an juga menjelaskan tentang riba,

pada surat Al-Baqarah ayat 275 “Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat

berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan)

penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata

(berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah

menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya

larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang

telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah.

Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka;

mereka kekal di dalamnya. (Al-Baqarah:275)

Riba itu ada dua yaitu riba nasiah dan riba fadhl. Riba nasiah ialah pembayaran lebih

yang disyaratkan oleh orang yang meminjamkan. Riba fadhl ialah penukaran suatu barang

dengan barang yang sejenis, tetapi lebih banyak jumlahnya karena orang yang menukarkan

mensyaratkan demikian, seperti penukaran emas dengan emas, padi dengan padi, dan

sebagainya.

2. Bunga Bank

Hukum mengenai Bunga adalah sebagai berikut:

a) Praktek pembungaan uang saat ini telah memenuhi kriteria ribay terjadi pada zaman

Rasulullah yakni riba nasi’ah.

b) Praktek pembungaan tersebut hukumnya adalah haram, baik dilakukan oleh bank,

asuransi, pasar modal, pengadaian, koperasi, dan lembaga keuangan lainnya

Dari berbagai Fatwa ulama dan para cendikiawan muslim dapat tarik kesimpulan yaitu

bahwa hukum bunga bank adalah haram. Hukum melakukan kegiatan ekonomi dengan bank

konvensional dibedakan menjadi dua :

1) Haram bagi masyarakat muslim yang di tempat tinggalnya sudah ada Lembaga Keuangan

Syari`ah;

2) Diperbolehkan bagi umat Islam yang tinggal di suatu daerah yang belum terbentuk

Lembaga Keuangan Syari`ah dengan alasan keterpaksaan (al-dharûrat aw al-hâjat).

Agar terhindar dari hukum haram bunga bank, sementara tatap bisa menyimpan uang

dengan aman di bank syariah, sebab hukum keharaman bunga Bank itu tidak sekedar adanya

timbal balik dari simpanan kita, tetapi juga  di gunakan  untuk upaya riba. Tapi apabila

dengan alasan darurat dan keamanan dan tidak adanya Bank syariah maka di bolehkan dan

Page 27: Al-Islam 3(1)

bersifat sementara sebab sebagai umat islam harus berusaha mencari jalan keluar dengan

dengan mendirikan bank syariah atan tanpa sistem bunga demi menyelamatkan dari bank

konvensional.

Pengambilan manfaat dari pinjaman (berupa bunga) termasuk riba dalam keadaan

tidak dharûrat. Sedangkan sekarang ini, umat Islam di Indonesia sedang berada dalam

keadaan dharurat, oleh karena itu mereka dibolehkan memanfaatkan bunga dari pinjaman itu.

Darurat di sini karena tidak mungkin melakukan transksi dengan bank syariah. Sudah jelas di

Indonesia ini lebih banyak bank konvensinal yang tentunya lebih berorientasi pada  bank

internasional yang benggunakan suku bunga yang tinggi. Dengan alasan mejaga stabilitas

perekonomian dimana Indonesia itu tidak lepas dari bantuan negara lain.

 

Referensi :

Anonim.__.bunga bank menrut Islam.http://ilmu-ikhlas.blogspot.com/

Anonim.__.Pengertian utang piutang.http://kafeilmu.com/2011/02/pengertian-hutang-piutang-

dalam-islam.html

Anonim.__Utang piutang da lam pandangan islam.http://makalahcentre.blogspot.com/

Immadudin, muhammad.2007. Jual Beli dalam pandangan islam

http://www.pesantrenvirtual.com/index.php?

option=com_content&view=article&id=1062:jual-beli-dalam-pandangan-

islam&catid=8:kajian-ekonomi&Itemid=60

Page 28: Al-Islam 3(1)

MAKANAN DAN MINUMAN MENURUT ISLAM

(Makanan dan Minuman yang Halal dan Haram)

I. Pendahuluan

Halal artinya boleh, jadi makanan dan minuman yang halal adalah makanan yang

dibolehkan untuk dimakan atau diminum menurut ketentuan syari’at islam. Segala sesuaatu

yang berupa tumbuhan, buah-buahan ataupun binatang pada dasarnya adalah halal dimakan,

kecuali apabila ada nash Al-Qur’an atau Al-Hadist yang mengharamkan. Allah berfirman

dalam surat Al-Baqarah ayat 168

“Hai sekalian manusia! Makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di

bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan; karena sesungguhnya setan itu

adalah musuh yang nyata bagimu.” Dan Dalam sebuah hadits, Rasulullah saw pernah

bersabda, “Yang halal itu sudah jelas dan yang haram pun sudah jelas; dan di antara

keduanya ada hal-hal yang musytabihat (syubhat, samar-samar, tidak jelas halal haramnya),

kebanyakan manusia tidak mengetahui hukumnya. Barangsiapa hati-hati dari perkara

syubhat, sungguh ia telah menyelamatkan agama dan harga dirinya.” (HR Muslim)

II. Makanan yang Halal

Mengkonsumsi suatu makanan yang tidak baik dalam Al Qur’an maupun Al Hadits

yang menggolongkannya termasuk makanan yang diharamkan oleh Allah SWT, maka

sebaiknya kita kembali kepada hukum asal, yakni halal atau mubah.

Makanan yang halal berdasarkan Al Qur’an dan Hadits, dapat dikategorikan ke dalam

beberapa macam, antara lain:

1. Tidak termasuk Najis dan Bangkai.

Allah SWT telah mengharamkan darah yang mengalir, babi, dan bangkai (kecuali ikan

dan belalang) untuk dimakan oleh manusia, karena hal itu  termasuk najis. Dalam hal ini

seluruh bentuk najis menjadi haram hukumnya untuk dimakan. Hal ini sebagaimana yang

ditegaskan Allah swt dalam Al Qur’an.

“Katakanlah: ‘Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang

diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau

darah yang mengalir, atau daging babi karena semua itu najis, atau binatang yang

disembelih atas nama selain Allah.“(QS Al An’am: 145)

Page 29: Al-Islam 3(1)

Sesuatu bagian yang dipotong dari binatang itu masih hidup statusnya sama seperti bangkai,

hal ini berdasarkan sabda Rasulullah saw, “Apa yang dipotong dari binatang selagi ia masih

hidup adalah bangkai” (HR Abu Dawud dan Ibnu Majah)

Hewan yang telah dibunuh oleh hewan buas termasuk jenis bangkai, kecuali hewan

tersebut telah dilatih dan pada saat melepaskannya untuk menangkap buruan kita

menyebutkan nama Allah SWT, maka hukumnya adalah halal untuk hewan hasil

tangkapannya. Hal ini berdasarkan firman Allah swt dalam Al Qur’an.

“Mereka menanyakan kepadamu: ‘Apakah yang dihalalkan bagi mereka?’ Katakanlah:

‘Dihalalkan bagimu yang baik-baik dan (buruan yang ditangkap) oleh binatang buas yang

telah kamu ajar dengan melatihnya untuk berburu, kamu mengajarnya menurut apa yang

telah diajarkan Allah kepadamu, maka makanlah dari apa yang ditangkapnya untukmu, dan

sebutlah nama Allah atas binatang buas itu (waktu melepasnya). Dan bertakwalah kepada

Allah, sesungguhnya Allah amat cepat hisab-Nya.” (QS Al Maidah: 4)/p>

Ada dua jenis bangkai dan darah yang dihalalkan untuk dimakan, yaitu yang termasuk

dua bangkai adalah ikan dan belalang, dan yang termasuk dua darah adalah hati dan limpa.

Hal ini didasarkan pada sebuah hadits Rasulullah dalam sebuah hadits dari Ibnu Umar,

Rasulullah saw bersabda:”Dihalalkan untuk dua bangkai dan dua darah. Adapun dua bangkai

yaitu ikan dan belalang, sedang dua darah yaitu hati dan limpa.” (HR Ibnu Majah dan

Ahmad)

2. Tidak menimbulkan bahaya bagi fisik.

Makanan ataupun minuman yang memiliki efek bahaya bagi fisik manusia adalah

racun. Dan golongan minuman yang memabukkan, menghilangkan pikiran sehat, atau

melalaikan adalah termasuk jenis ini. Hal ini sebagaimana firman Allah dalam Al Qur’an.

“Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat

baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (QS Al

Baqarah: 195)

Allah berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar,

berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji

termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat

keberuntungan.” (QS Al Maidah: 90)

Rasulullah saw bersabda, “Tidak dibolehkan melakukan sesuatu yang membahayakan

(dharar) diri sendiri dan orang lain (dhirar).” (HR Ibnu Majah dan Ahmad.).

Page 30: Al-Islam 3(1)

Beliu juga bersabda, “Barangsiapa yang mereguk racun lalu membunuh dirinya sendiri,

maka racunnya akan tetap berada di tangannya seraya ia mereguknya di neraka Jahannam

selama-lamanya.” (HR Bukhari)

3. Tidak termasuk jenis hewan buas dan berkuku tajam.

Dalam sebuah yang diriwayatkan dari Dari Ibnu Abbas berkata: “Rasulullah melarang

dari setiap hewan buas yang bertaring dan berkuku tajam” (HR Muslim)

Dari hadits di atas, secara tegas dijelaskan bahwa hewan buas yang bertaring adalah

haram dimakan. Yang termasuk hewan buas golongan ini seperti harimau, singa, buaya,

serigala, kucing, anjing, kera, ular, dan setiap hewan buas pemangsa. Hewan tersebut di atas

juga merupakan hewan yang berkuku tajam, termasuk dari jenis burung (berkuku tajam), yang

menggunakan cakarnya dalam memakan mangsa, adalah hewan yang tidak halal untuk

dimakan. Dalam sebuah hadits Rasulullah saw bersabda,

4. Hewan yang berasal dari laut.

Hewan-hewan buruan yang berasal dari laut dan semua makanan dari laut adalah halal

untuk dimakan, yakni dari berbagai spesies ikan laut ataupun makhluk hidup air. Karena Laut

itu sesungguhnya suci airnya dan halal bangkainya. Hal ini sebagaimana firman Allah swt

dalam Al Qur’an.

“Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut sebagai

makanan yang lezat bagimu…” (QS Al Maidah : 96)

Dan hadits Rasulullah saw, ketika ditanya tentang air laut, “Ia(laut) suci airnya dan halal

bangkainya.” (HR Abudawud, An-Nasa’i dan At-Tirmidzi)

5. Hewan halal yang mati karena disembelih.

Hewan-hewan halal yang halal dimakan jika penyebab kematian hewan tersebut

adalah karena disembelih, sehingga jika penyebab kematian hewan tersebut bukan

dikarenakan disembelih maka, hewan tersebut termasuk dalam golongan bangkai dan

hukumnya tidak halal untuk dimakan. Hal ini sebagaimana firman Allah swt dalam Al

Qur’an,

“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang

disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk

dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya. dan (diharamkan

bagimu) yang disembelih untuk berhala…” (QS Al Maidah : 3)

6. Hewan halal yang disembelih atas nama Allah

Page 31: Al-Islam 3(1)

Hewan yang dasar hukumnya atau hakikatnya halal menjadi sah kehalalan jika hewan

tersebut disembelih dengan menyebut nama Allah ketika menyembelihnya. Hal ini

sebagaimana firman Allah swt dalam Al Qur’an,

“Maka makanlah binatang-binatang yang halal yang disebut nama Allah ketika

menyembelihnya, jika kamu beriman kepada ayat-ayatnya. Mengapa kamu tidak mau

memakan (binatang-binatang halal) yang disebut nama Allah ketika menyembelihnya,

padahal Allah telah menjelaskan kepada kamu apa-apa yang diharamkan-Nya atas kamu…”

(QS Al An’am : 118-119).

Allah juga mengharamkan hewan-hewan yang disembelih tanpa menyebutkan nama

Allah ketika menyembelihnya atau dengan nama selain Allah seperti sesembahan, sesajen

ataupun tumbal. Hal ini sebagaimana termaktub dalam Al Qur’an,

“Dan janganlah kamu makan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika

menyembelihnya, sesungguhnya yang demikian itu adalah kefasikan” (QS Al An’am :121)

III. Minuman yang Halal

Minuman yang halal pada dasarnya dapat dibagi menjadi 4 bagian :

1. Semua jenis air atau cairan yang tidak membahayakan bagi kehidupan manusia baik

membahayakan segi jasmani, akal jiwa, maupun aqidah

2. Air atau cairan yang tidak memabukkan

3. Air atau cairan itu bukan berupa najis atau benda suci yang terkena najis

4. Air atau cairan yang suci itu didapatkan dengan cara yang halal yang tidak bertentangan

dengan ajaran islam.

Referensi :

Anonim. 2010. Mencermati makanan dan minuman halal.(online).

www.bedcoverindonesia.com. (9 Oktober 2011)

Zafrullah, Umar Farooq.__. Makanan yang Halal Menurut Islam. www.smpn7bgr.com (9

Oktober 2011)

Page 32: Al-Islam 3(1)

EKONOMI ISLAM

I. Pengertian Ekonomi Islam

Ekonomi Islam adalah segala bentuk aktivitas manusia yang menyangkut persoalan

harta kekayaan, baik dalam sektor produksi, distribusi maupun konsumsi yang didasarkan

pada praktek-praktek ajaran Islam

II. Tujuan dan Manfaat Ekonomi Islam

Tujuan yang ingin dicapai dalam suatu sistem ekonomi Islam berdasarkan konsep

dasar dalam Islam yaitu tauhid dan berdasarkan rujukan kepada Al-Qur’an dan Sunnah

adalah:

1. Pemenuhan kebutuhan dasar manusia meliputi pangan, sandang, papan, kesehatan, dan

pendidikan untuk setiap lapisan masyarakat.

2. Memastikan kesetaraan kesempatan untuk semua orang

3. Mencegah terjadinya pemusatan kekayaan dan meminimalkan ketimpangan dana distribusi

pendapatan dan kekayaan di masyarakat.

4. Memastikan kepada setiap orang kebebasan untuk mematuhi nilai-nilai moral

5. Memastikan stabilitas dan pertumbuhan ekonomi

Aturan yang diturunkan Allah SWT dalam sistem Islam memberikan manfaat sebagai:

1. Penyucian jiwa agar setiap muslim bisa menjadi sumber kebaikan bagi masyarakat dan

lingkungannya.

2. Tegaknya keadilan dalam masyarakat. Keadilan yang dimaksud mencakup aspek

kehidupan di bidang hukum dan muamalah.

3. Tercapainya maslahah (merupakan puncaknya). Para ulama menyepakati bahwa

maslahah yang menjad puncak sasaran di atas mencakup lima jaminan dasar:

a) keselamatan keyakinan agama ( al din)

b) kesalamatan jiwa (al nafs)

c) keselamatan akal (al aql)

d) keselamatan keluarga dan keturunan (al nasl)

e) keselamatan harta benda (al mal)

III. Ciri dan Ruang Lingkup Ekonomi Islam

Page 33: Al-Islam 3(1)

Prinsip ekonmi Islam adalah prinsip ekonomi yang disusun bedasarkan panduan Al-

Quran, Al-Hadist sunnah, ijma, dan qiyas. Prinsip inilah dijadikan sebagai ciri dari ekonomi

islam. Secara garis besar ekonomi Islam memiliki beberapa ciri atau prinsip dasar:

1. Harta Kepunyaan Allah dan Manusia Merupakan Khalifah Atas Harta

Karasteristik pertama ini terdiri dari 2 bagian yaitu :

a. Semua harta baik benda maupun alat produksi adalah milik Allah Swt, firman Q.S. Al-

Baqarah, ayat 284 dan Q.S.Al -Maai’dah ayat 17.

b. Manusia adalah khalifah atas harta miliknya.Sesuai dengan firman Allah dalam QS.

Al-Hadiid ayat 7.

Harta yang ada ditangan manusia pada hakikatnya milik Allah, akan tetapi Allah

memberikan hak kepada manusia untuk memanfaatkannya. Sesungguhnya Islam sangat

menghormati milik pribadi, baik itu barang- barang konsumsi ataupun barang- barang modal.

Namun pemanfaatannya tidak boleh bertentang an dengan kepentingan orang lain. Jadi,

kepemilikan dalam Islam tidak mutlak, karena pemilik sesungguhnya adalah Allah SWT.

2. Ekonomi Terikat dengan Akidah, Syariah (hukum), dan Moral

3. Keseimbangan antara Kerohanian dan Kebendaan

4. Ekonomi Islam Menciptakan Keseimbangan antara Kepentingan Individu dengan

kepentingan umum

Arti keseimbangan dalam sistem sosial Islam adalah, Islam tidak mengakui hak

mutlak dan kebebasan mutlak, tetapi mempunyai batasan- batasan tertentu, termasuk dalam

bidang hak milik. Hanya keadilan yang dapat melindungi keseimbangan antara batasan-

batasan yang ditetapkan dalam sistem Islam untuk kepemilikan individu dan umum. Kegiatan

ekonomi yang dilakukan oleh seseorang untuk mensejahterakan dirinya, tidak boleh

dilakukan dengan mengabaikan dan mengorbankan kepentingan orang lain dan masyarakat

secara umum.

5. Kebebasan Individu Dijamin dalam Islam

6. Negara Diberi Wewenang Turut Campur dalam Perekonomian

Islam memperkenankan negara untuk mengatur masalah perekonomian agar

kebutuhan masyarakat baik secara individu maupun sosial dapat terpenuhi secara

proporsional. Dalam Islam negara berkewajiban melindungi kepentingan masyarakat dari

ketidakadilan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang, ataupun dari negara

lain. Negara juga berkewajiban memberikan jaminan sosial agar seluruh masyarakat dapat

hidup secara layak.

7. Bimbingan Konsumsi

Page 34: Al-Islam 3(1)

8. Petunjuk Investasi

Tentang kriteria atau standar dalam menilai proyek investasi, al-Mawsu’ah Al-

ilmiyahwa-al amaliyah al-islamiyah memandang ada lima kriteria yang sesuai dengan Islam

untuk dijadikan pedoman dalam menilai proyek investasi, yaitu:

a) Proyek yang baik menurut Islam.

b) Memberikan rezeki seluas mungkin kepada anggota masyarakat.

c) Memberantas kekafiran, memperbaiki pendapatan, dan kekayaan.

d) Memelihara dan menumbuhkembangkan harta.

e) Melindungi kepentingan anggota masyarakat.

9. Zakat

Zakat adalah salah satu karasteristik ekonomi Islam mengenai harta yang tidak

terdapat dalam perekonomian lain. Sistem perekonomian diluar Islam tidak mengenal

tuntutan Allah kepada pemilik harta, agar menyisihkan sebagian harta tertentu sebagai

pembersih jiwa dari sifat kikir, dengki, dan dendam.

10. Larangan Riba

Ruang lingkup ekonomi Islam mencakup masyarakat muslim dan negara muslim itu

sendiri. Ruang lingkup ekonomi islam yang tampaknya menjadi administrasi kekurangan

sumber-sumber daya manusia dipandang dari konsepsi etik kesejahteraan dalam islam. Oleh

karena itu, ekonomi islam tidak hanya mengenai sebab-sebab material kesejahteraan, tetapi

juga mengenai hal-hal non material yang tunduk kepada larangan islam tentang konsumsi dan

produksi.

IV. ETOS KERJA ISLAMI

Etos kerja merupakan totalitas kepribadian diri serta cara mengekspresikan,

memandang, meyakini, dan memberikan sesuatu yang bermakna, yang mendorong dirinya

untuk bertindak dan meraih amal yang optimal (high performance).

Etos kerja muslim didefenisikan sebagai sikap kepribadian yang melahirkan

keyakinan yang sangat mendalam bahwa bekerja itu bukan saja untuk memuliakan dirinya,

menampakkan kemanusiaannya, melainkan juga sebagai suatu manifestasi dari amal saleh.

Sehingga bekerja yang didasarkan pada prinsip-prinsip iman bukan saja menunjukkan fitrah

seorang muslim, melainkan sekaligus meninggikan martabat dirinya sebagai hamba Allah

yang didera kerinduan untuk menjadikan dirinya sebagai sosok yang dapat dipercaya,

menampilkan dirinya sebagai manusia yang amanah, menunjukkan sikap pengabdian.

Page 35: Al-Islam 3(1)

Seorang muslim yang memiliki etos kerja adalah mereka yang selalu obsesif atau

ingin berbuat sesuatu yang penuh manfaat yang merupakan bagian amanah dari Allah.

Semangat kerja dalam Islam adalah kaitannya dengan nilai serta cara meraih

tujuannya. Bagi seorang muslim bekerja merupakan kewajiban yang hakiki dalam rangka

menggapai ridha Allah. Sedangkan orang kafir bermujahadah untuk kesenangan duniawi dan

untuk memuaskan hawa nafsu. 25 ciri etos kerja muslim :

1. Mereka kecanduan terhadap waktu

2. Hidup berhemat dan efisien

3. Ikhlas

4. Jujur

5. Memiliki komitmen

6. Istiqomah

7. Berdisiplin

8. Konsekuen dan berani menghadapi

tantangan

9. Memiliki sikap percaya diri

10. Kreatif

11. Bertanggungjawab

12. Mereka bahagia karena melayani/

menolong

13. Memiliki harga diri

14. Memiliki jiwa kepemimpinan

15. Berorientasi ke masa depan

16. Memiliki jiwa wiraswasta

17. Memiliki insting bertanding

18. Mandiri (Independent)

19. Kecanduan belajar dan haus mencari

ilmu

20. Memiliki semangat perantauan

21. Memperhatikan kesehatan dan gizi

22. Tangguh dan pantang menyerah

23. Berorientasi pada produktivitas

24. Memperkaya jaringan silaturahim

25. Memiliki semangat perubahan

Hal-hal yang harus dilakukan untuk mencapai etos kerja yang islami adalah :

1. Percaya diri dan optimis

2. Jiwa yang merdeka

3. Allah selalu berada di hati

4. Berwawasan

5. Memiliki kemampuan bersaing

6. Berpikir positif

7. Memiliki harga diri

8. Berorientasi ke depan

Masalah –masalah yang menghambat etos kerja :

1. Kesalahan paradigma berpikir terhadap tindakan, contoh: pesimis, aku tidak bisa

2. Kesalahan paradigma beribadah, contoh : ibadah hanya sebatas maghdah

Page 36: Al-Islam 3(1)

Referensi :

Anonim. 2011. Azas dan Ruang Lingkup Ekonomi Islam. (online)

http://dakwahkampus.com/redaksi-.html (9 Oktober 2011)

Buku Saku Lembaga Bisnis Syariah. 2007. Pengertian, Tujuan & Prinsip-Prinsip Ekonomi

Islam.(online). Komunikasi Ekonomi Syaria

Tasmara, Toto. 2002. Membudayakan Etos Kerja Islami. Jakarta : Gema Insani Press

Page 37: Al-Islam 3(1)

KONSEP PENCIPTAAN MANUSIA

Hai sekalian manusia bertakwalah kepada Tuhanmu yg telah menciptakan kamu dari

diri yg satu dan darinya Allah menciptakan istrinya dan dari keduanya Allah

mengembangbiakkan laki-laki dan perempuan yg banyak..”. “Dzat yg membuat segala

sesuatu yg Dia ciptakan sebaik-baiknya dan yg memulai penciptaan manusia dari tanah.

Kemudian Dia menjadikan keturunannya dari saripati air yg hina. Kemudian Dia

menyempurnakannya dan meniupkan ke dalam roh -Nya dan Dia menjadikan bagi kamu

pendengaran penglihatan dan hati; kamu sedikit sekali bersyukur.”

Ayat-ayat di atas menerangkan bahwa Allah menciptakan manusia pertama kali dari

tanah dan menyempurnakan bentuknya. Kemudia dari satu manusia itu-yakni Adam

‘Alaihissalam-Allah menciptakan istri bagi Adam kemudian dari keduanyalah Allah

mengembangbiakkan manusia

A. Bayi Tabung

Bayi tabung dikenal dengan istilah pembuahan in vitro atau dalam bahasa Inggris

dikenal sebagai in vitro fertilisation. Ini adalah sebuah teknik pembuahan sel telur (ovum) di

luar tubuh wanita. Bayi tabung adalah salah satu metode untuk mengatasi masalah kesuburan

ketika metode lainnya tidak berhasil. Prosesnya terdiri dari mengendalikan proses ovulasi

secara hormonal, pemindahan sel telur dari ovarium dan pembuahan oleh sel sperma dalam

sebuah medium cair.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam fatwanya menyatakan bahwa bayi tabung

dengan sperma dan ovum dari pasangan suami-istri yang sah hukumnya mubah (boleh).

Sebab, ini termasuk ikhtiar yang berdasarkan kaidah-kaidah agama.

Namun, para ulama melarang penggunaan teknologi bayi tabung dari pasangan suami-

istri yang dititipkan di rahim perempuan lain. "Itu hukumnya haram," papar MUI dalam

fatwanya.

Para ulama MUI dalam fatwanya juga memutuskan, bayi tabung dari sperma yang

dibekukan dari suami yang telah meninggal dunia hukumnya haram. Hal itu dikarenakan akan

menimbulkan masalah yang pelik, baik dalam kaitannya dengan penentuan nasab maupun

dalam hal kewarisan.

Proses bayi tabung yang sperma dan ovumnya tidak berasal dari pasangan suami-istri

yang sah. MUI dalam fatwanya secara tegas menyatakan hal tersebut hukumnya haram.

Alasannya, statusnya sama dengan hubungan kelamin antarlawan jenis di luar penikahan yang

sah alias zina.

Page 38: Al-Islam 3(1)

Nahdlatul Ulama (NU) juga telah menetapkan fatwa terkait masalah ini dalam forum

Munas Alim Ulama di Kaliurang, Yogyakarta pada 1981. Ada tiga keputusan yang ditetapkan

ulama NU terkait masalah bayi tabung:

1. Apabila mani yang ditabung dan dimasukan ke dalam rahim wanita tersebut ternyata

bukan mani suami-istri yang sah, maka bayi tabung hukumnya haram. Hal itu didasarkan

pada sebuah hadis yang diriwayatkan Ibnu Abbas RA, Rasulullah SAW bersabda, "Tidak

ada dosa yang lebih besar setelah syirik dalam pandangan Allah SWT, dibandingkan

perbuatan seorang lelaki yang meletakkan spermanya (berzina) di dalam rahim

perempuan yang tidak halal baginya."

2. Apabila sperma yang ditabung tersebut milik suami-istri, tetapi cara mengeluarkannya

tidak muhtaram, maka hukumnya juga haram. "Mani muhtaram adalah mani yang

keluar/dikeluarkan dengan cara yang tidak dilarang oleh syara'," .

Terkait mani yang dikeluarkan secara muhtaram, para ulama NU mengutip dasar

hukum dari Kifayatul Akhyar II/113. "Seandainya seorang lelaki berusaha mengeluarkan

spermanya (dengan beronani) dengan tangan istrinya, maka hal tersebut diperbolehkan,

karena istri memang tempat atau wahana yang diperbolehkan untuk bersenang-senang."

3. Apabila mani yang ditabung itu mani suami-istri dan cara mengeluarkannya termasuk

muhtaram, serta dimasukan ke dalam rahim istri sendiri, maka hukum bayi tabung

menjadi mubah (boleh).

Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah juga telah menetapkan fatwa terkait

boleh tidak nya menitipkan sperma suami-istri di rahim istri kedua. Dalam fatwanya, Majelis

Tarjih dan Tajdid mengung kapkan, berdasarkan ijitihad jama'i yang dilakukan para ahli fikih

dari berbagai pelosok dunia Islam, termasuk dari Indonesia yang diwakili Muhammadiyah,

hukum inseminasi buatan seperti itu termasuk yang dilarang. "Hal itu disebut dalam ketetapan

yang keempat dari sidang periode ke tiga dari Majmaul Fiqhil Islamy dengan judul Athfaalul

Anaabib (Bayi Tabung)," papar fatwa Majelis Tarjih PP Muhammadiyah. Rumusannya, "cara

kelima inseminasi itu dilakukan di luar kandungan antara dua biji suami-istri, kemudian

ditanamkan pada rahim istri yang lain (dari suami itu). Hal itu dilarang menurut hukum

Syara'." Sebagai ajaran yang sempurna, Islam selalu mampu menjawab berbagai masalah

yang terjadi di dunia modern saat ini.

Page 39: Al-Islam 3(1)

B. Kloning

Secara etimologis kloning berasal dari kata “clone”yang diturunkan dari bahasa

yunani “klon”yang berarti potongan yang dipergunakan untuk memperbanyak tanaman.Kata

inidigunakan dalam 2 (dua) pengertian:

1. Klon sel yang artinya menduplikasi sejumlah sel dari sebuah sel yang memiliki sifat-sifat

genetiknya identik.

2. Klon gen atau molekular artinya sekelompok salinan gen yang identik yang direplikasi

dari suatu gen yang dimasukkan dalam sel inang.

Sedangkan secara terminologi kloning adalah pembuatan sejumlah besar sel atau molekul

yang seluruhnya identik dengan sel atau molekul asalnya. Kloning dalam bidang genetika

merupakan replikasi segmen DNA tanpa proses sexual. Klon gen atau molekular artinya

sekelompok salinan gen yang identik yang direplikasi dari suatu gen yang dimasukkan dalam

sel inang. Kloning dalam bidang genetika merupakan replikasi segmen DNA tanpa proses

sexual.

Allah dalam Al-Quran membagi proses penciptaan manusia dalam 4 kategori:

1. Penciptaan manusia tanpa ayah dan ibu,yaitu nabi Adam as.

2. Penciptaan manusia dari seorang ayah tanpa ibu yaitu Hawa

3. Penciptaan manusia dari seorang ibu tanpa ayah yaitu nabi Isa as

4. Penciptaan manusia biasa melalui perkawinan sepasang suami istri.

Firman Allah:”Hai manusia sesugguhnya kami menciptakan kalian dari seorang laki-laki dan

seorang perempuan (Q.S Al-Hujrat:13)

Hasil seminar internasional tentang kloning yang diprakarsai oleh pemerintah arab

saudi,dari 28 juni-3 juli 1997 yang diikuti 125 peserta dari berbagai belahan dunia dan dari

disiplan ilmu fiqh dan bioteknologi menyimpulkan kloning terhadap manusia diharamkan,

sementara kloning untuk hewan dan tumbuhan dibolehkan.

Referensi :

Anonim. 2010. Apa Hukum Bayi Tabung Menurut Islam.(on line).www.republika.co.id (10

Oktober 2011)

______________.Hakikat penciptaan Manusia.(online).http://blog.re.or.id/hakikat-

penciptaan-manusia.htm (10 Oktober 2011)

Nasution Amhar. _. Hukum kloning menurut Islam

Page 40: Al-Islam 3(1)