Akip Proposal

85
KEEFEKTIFAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) DAN TEAMS GAMES TOURNAMENT (TGT) BERBANTU MEDIA POSTER TERHADAP KEMAMPUAN MENULIS ANEKDOT PESERTA DIDIK KELAS X SMA PROPOSAL TESIS Oleh: Akip Fauzi 0202513037 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2014

description

docx

Transcript of Akip Proposal

KEEFEKTIFAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) DAN TEAMS GAMES TOURNAMENT (TGT) BERBANTU MEDIA POSTER TERHADAP KEMAMPUAN MENULIS ANEKDOT PESERTA DIDIK KELAS X SMA

PROPOSAL TESIS

Oleh:Akip Fauzi 0202513037

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA PROGRAM PASCASARJANAUNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2014

A. 58B. Topik PenelitianKeefektifan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Division (STAD) dan Teams Games Tournament (TGT) Berbantu Media Poster Terhadap Kemampuan Menulis Teks Anekdot Peserta Didik Kelas X SMAC. Latar Belakang MasalahPendidikan sangat berperan dalam menciptakan manusia yang berkualitas dan berpotensi dalam arti yang seluas-luasnya. Melalui pendidikan akan terjadi proses pendewasaan diri sehingga dalam proses pengambilan keputusan terhadap suatu masalah yang dihadapi selalu disertai dengan rasa tanggung jawab yang besar. Menurut Pidarta (2009: 38) pendidikan bertujuan membantu anak untuk mengembangkan semua potensi jiwa dan jasmaninya secara berimbang, harmonis, dan terintegrasi sehingga menjadi manusia berkembang seutuhnya. Pendidikan harus mendapat perhatian yang lebih dari pemerintah sehingga sumber daya masyarakat Indonesia yang berkualitas dapat lebih ditingkatkan dan dioptimalkan. Salah satu upaya untuk meningkatkan sumber daya manusia adalah melalui proses pembelajaran di sekolah. Belajar mengajar di sekolah merupakan serangkaian kegiatan yang secara sadar telah terencana. Suatu sistem pendidikan dikatakan berkualitas jika proses pembelajarannya berlangsung secara menarik dan menantang sehingga peserta didik dapat belajar sebanyak mungkin melalui proses belajar yang berkelanjutan. Proses pendidikan yang berkualitas akan membuahkan hasil pendidikan yang berkualitas pula dan dengan demikian akan semakin meningkatkan kualitas kehidupan bangsa (Harsanto 2007: 9). Ditinjau dari keefektifannya, proses pembelajaran diupayakan agar peserta didik memiliki kemampuan yang maksimal dan meningkatkan motivasi, tantangan, dan kepuasan agar peserta didik mampu mencapai tujuan pembelajaran. Proses belajar mengajar merupakan kegiatan yang paling pokok dalam proses pembelajaran, karena berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung pada keefektifan proses belajar mengajar yang dirancang dan dijalankan oleh guru. Hal ini sesuai dengan pendapat Mulyasa (2013: 42) guru merupakan faktor penting yang mempunyai pengaruh besar, bahkan sangat menentukan berhasil tidaknya peserta didik dalam belajar.Sejalan dengan hal itu Gagne sebagaimana dikutip dalam Dimyati dan Mudjiono (2009: 10) mengemukakan bahwa hasil belajar berupa kapabilitas dan setelah belajar orang memiliki ketrampilan, pengetahuan, sikap, dan nilai. Timbulnya kapabilitas itu terlihat dari stimulasi yang berasal dari lingkungan dan proses kognitif yang dilakukan oleh pengajar atau guru. Pendapat diatas dipertegas Mulyasa (2010: 9) bahwa pembelajaran yang efektif ditandai dengan adanya sikap yang menekankan pada pembelajaran peserta didik untuk mampu mengerti cara belajar sehingga melalui kreativitas guru, pembelajaran di kelas menjadi sebuah aktivitas yang menyenangkan. Paradigma pembelajaran pada saat ini sudah mengalami perubahan dalam pelaksanaannya. Salah satu perubahan paradigma pembelajaran adalah orientasi pembelajaran yang semula berpusat pada guru beralih berpusat pada peserta didik. Perubahan tersebut dimaksudkan untuk memperbaiki mutu pendidikan, baik dari segi proses maupun dari segi pendidikan. Menurut Rianto (2006: 2) perubahan tersebut dilakukan karena pembelajaran yang berorientasi pada guru, keterlaksanaannya lebih menekankan ketercapaian target kurikulum yang berupa hasil belajar pada ranah pengetahuan saja sebagai dampak pembelajaran untuk kepentingan jangka pendek. Sementara kebutuhan peserta didik pada ranah sikap dan psikomotor kurang mendapatkan perhatian secara memadai. Selaras dengan hal itu Suprijono (2010: 13) mengemukakan bahwa pembelajaran berpusat pada peserta didik, sedangkan peran guru hanya menyediakan fasilitas belajar bagi peserta didik. Pembelajaran yang berpusat pada peserta didik lebih menekankan pada kebutuhan, minat, bakat, dan kemampuan peserta didik, sehingga pembelajaran akan menjadi sangat bermakna. Melalui pembelajaran ini, diharapkan semua potensi peserta didik dapat berkembang sesuai dengan latar belakang usia dan latar belakang lainnya dari masing-masing individu peserta didik. Pengajaran bahasa melibatkan guru, peserta didik, buku pengajaran, dan alat bantu dalam mengajar. Sebagai guru bahasa Indonesia harus mempunyai berbagai kemampuan seperti kemampuan berbahasa Indonesia yang baik dan benar, pemilihan bahan yang akan diajarkan, kemampuan menggunakan berbagai model pembelajaran yang tepat, dan pemilihan media pembelajaran yang dapat menunjang pembelajaran sehingga dapat berhasil dengan baik sesuai tujuan Kurikulum. Pada kurikulum 2013 Bahasa Indonesia ditempatkan sebagai penghela mata pelajaran lain karena harus berada di depan semua mata pelajaran lain. Apabila peserta didik tidak menguasai mata pelajaran tertentu, harus dipastikan bahwa yang tidak dikuasainya adalah substansi mata pelajaran tersebut, bukan karena kelemahan penguasaan bahasa pengantar yang dipergunakan. Kurikulum 2013 mata pelajaran Bahasa Indonesia menggunakan pendekatan berbasis teks. Pendekatan ini bertujuan agar peserta didik mampu memproduksi dan menggunakan teks sesuai dengan tujuan dan fungsi sosialnya (Kemendikbud 2014: 7). Pembelajaran Bahasa Indonesia berbasis teks, diajarkan bukan sekadar sebagai pengetahuan bahasa, melainkan sebagai teks yang berfungsi untuk menjadi aktualisasi diri penggunanya pada konteks sosial dan akademis. Selain mengonsumsi pengetahuan bahasa, peserta didik dituntut untuk memproduksi teks bahasa. Teks dipandang sebagai satuan bahasa yang bermakna secara kontekstual. Teks tidak selalu berwujud bahasa tulis, sebagaimana lazim dipahami, misalnya teks Pancasila yang sering dibacakan pada saat upacara. Teks dapat berwujud tulisan maupun teks lisan. Setiap teks memiliki struktur tersendiri yang berbeda dengan teks lainnya karena setiap teks terdapat struktur berpikir yang harus dipahami agar fungsi sosial masing-masing teks tersebut dapat tercapai. Salah satu teks yang diajarkan pada mata pelajaran Bahasa Indonesia di kurikulum 2013 adalah teks anekdot. Pembelajaran teks anekdot pada kompetensi menulis diajarkan di kelas X semester 2 jenjang SMA Kurikulum 2013 pada kompetensi inti (KI) mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan mampu menggunakan metode sesuai kaidah keilmuan. Pada kompetensi dasar (KD) 4.2 memproduksi teks anekdot, laporan hasil observasi, prosedur kompleks, dan negosiasi yang koheren sesuai dengan karakteristik teks yang akan dibuat baik secara lisan mupun tulisan. Berhubungan dengan memproduksi teks anekdot, peserta didik diharapkan mampu menulis dan menciptakan tulisan sesuai dengan pikirannya. Kondisi kemampuan berbahasa peserta didik khususnya dalam hal menulis pada saat ini masih memiliki kendala dan proses pembelajaran belum terlaksana dengan maksimal. Berdasarkan pengamatan di MA Tarbiyatul Islamiyah Pucakwangi Pati, Ma Matholiul Huda Pucakwangi Pati, dan MA Nurul Quran Pucakwangi Pati, dapat di ambil simpulan bahwa pembelajaran Bahasa Indonesia masih sering didominasi oleh penggunaan model pembelajaran tradisional atau konvensional dan kegiatan belajar mengajar lebih berpusat pada guru (teacher centered) sehingga peserta didik menjadi pasif. Pembelajaran tradisional tersebut mengkondisikan peserta didik hanya mendengarkan penjelasan yang disarnpaikan oleh guru dan mencatat hal-hal yang dianggap penting sehingga cenderung membuat peserta didik merasa bosan dan malas untuk belajar. Akibatnya peserta didik sering melakukan aktivitas-aktivitas lain yang kurang mendukung kegiatan belajar mengajar seperti berbicara dengan teman atau membuat kesibukan sendiri. Kenyataan ini sesuai dengan pendapat Yamin (2007: 23) bahwa penyelenggaraan pendidikan secara formal sudah berlangsung lama tetapi sistem penyelenggaraan dan hasil belum sesuai dengan yang diharapkan. Berdasarkan observasi dan wawancara dengan guru bahasa Indonesia kelas X MA Tarbiyatul Islamiyah Pucakwangi Pati, Ma Matholiul Huda Pucakwangi Pati, dan MA Nurul Quran Pucakwangi Pati, dapat disimpulkan bahwa praktik pembelajaran menulis anekdot di SMA ternyata selama ini belum menunjukkan proses dan hasil yang optimal sesuai dengan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditentukan. Beberapa permasalahan dalam pembelajaran menulis teks anekdot, yaitu lemahnya para peserta didik dalam mengungkapkan gagasan, keterbatasan kosakata, pemakaian ejaan yang kurang tepat, pengungkapan gagasan secara belum runtut mengakibatkan teks yang dituliskan belum tampak padu, kurangnya kreatifitas guru dalam memilih model pembelajaran menulis yang tepat, dan kurangnya media pembelajaran menulis. Berhubungan dengan pemilihan model pembelajaran, guru lebih sering menggunakan model pembelajaran konvensional dalam pembelajaran menulis. Kenyataan ini sesuai dengan pendapat Lie (2007: 3) banyak guru masih menganggap paradigma lama sebagai satu-satunya alternatif yaitu menggunakan metode ceramah dan mengharapkan peserta didik duduk, diam, dengar, dan catat. Sejalan dengan hal itu Gora dan Sunarto (2010: 18) berpendapat bahwa model pembelajaran konvensional yang lebih berpusat kepada guru tentu akan sulit meningkatkan kompetensi peserta didik secara optimal. Hal itu dipertegas Kurniawan et al (2012: 2) melihat perkembangan saat ini, maka bukan waktunya lagi bagi guru untuk memberikan pembelajaran secara konvensional dengan hanya melakukan ceramah dan hafalan. Peserta didik yang lebih sering mendengarkan penjelasan guru hanya akan berkembang kemampuan kognitifnya, namun untuk kemampuan afektif dan psikomotor peserta didik akan sulit untuk berkembang.Berdasarkan permasalahan di atas, sebagai seorang guru harus bijaksana dalam menangani permasalah tersebut salah satunya adalah menentukan model dan media pembelajaran yang dapat menciptakan situasi dan kondisi kelas yang kondusif agar menumbuhkan minat belajar peserta didik dan proses pembelajaran dapat berlangsung sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Hal ini sesuai dengan pendapat Surya (2009: 2) belajar dapat berlangsung dengan baik apabila didorong oleh minat belajar yang kuat. Berhubungan dengan minat belajar, model pembelajaran mengarahkan para guru dalam merencanakan pembelajaran untuk membantu peserta didik dalam menumbuhkan minat belajar dan mencapai tujuan pembelajaran. Hal ini sesuai dengan pendapat Rusman (2011: 83) penentuan model pembelajaran erat hubungannya dengan menciptakan pembelajaran yang efektif dan efisien dalam melakukan proses belajar mengajar untuk mencapai tujuan pembelajaran. Pembelajaran dengan cara kolaborasi atau diskusi kelompok diharapkan dapat membantu peserta didik mencapai tujuan pembelajaran menulis anekdot. Peserta didik dapat saling menukar ide-ide dalam memecahkan masalah. Hal ini sesuai dengan pendapat Moreillon (2007: 4) belajar dengan kolaborasi dilakukan secara berpasangan untuk mencapai tujuan bersama. Pernyataan tersebut diperkuat oleh Wahyudin (2008: 329) berpendapat bahwa bekerja secara berpasangan dapat menjadi setrategi yang efektif untuk mendorong peserta didik dalam bekerja sama. lebih lanjut Siregar dan Nara (2010: 124) menegaskan bahwa pengelompokan peserta didik sangat dianjurkan sebagai cara peserta didik untuk saling berbagi pendapat dan mengembangkan berbagai alternatif pandangan dalam upaya konstruksi pengetahuan. Diskusi kelompok melibatkan sekelompok peserta didik dalam interaksi tatap muka yang informal dengan berbagai pengalaman atau informasi, pengambilan simpulan, dan pemecahan masalah. Diskusi kelompok bisa diwujudkan melalui model pembelajaran kooperatif dan diharapkan dapat membantu peserta didik mencapai tujuan pembelajaran menulis anekdot sehingga peserta didik yang kemampuannya di bawah rata-rata akan berupaya untuk tidak ketinggalan dengan peserta didik lain di kelasnya.Model pembelajaran kooperatif memanfaatkan kecenderungan peserta didik untuk berinteraksi, melatih peserta didik untuk mendengarkan pendapat orang lain, dan merangkum pendapat atau temuan dalam bentuk tulisan. Tugas-tugas dapat memicu semangat belajar peserta didik untuk bekerjasama, saling membantu dalam mengintegrasikan pengetahuan yang dimilikinya. Motivasi belajar peserta didik diharapkan akan tumbuh karena setiap peserta didik akan tertantang dengan tanggung jawab dirinya untuk menerima tugas yang dipelajari. Hal ini sependapat dengan Riyanto (2010: 265) bahwa model pembelajaran kooperatif lebih dari sekedar belajar kelompok karena dalam model pembelajaran ini harus ada struktur dorongan dan tugas yang bersifat kooperatif sehingga memungkinkan terjadi interaksi secara terbuka dan hubungan-hubungan yang bersifat interdependensi efektif antara anggota kelompok. Ada beberapa tipe model pembelajaran kooperatif seperti yang telah dikembangkan dalam dunia pendidikan diantaranya adalah model pembelajaran student teams achievement division (STAD) dan teams games tournament (TGT). Model pembelajaran kooperatif tipe student teams achievement division (STAD) peserta didik dikelompokkan menjadi kelompok-kelompok yang beranggotakan 4 sampai 5 orang peserta didik secara heterogen. Diawali dengan penyampaian tujuan pembelajaran, penyampaian materi, kegiatan kelompok, kuis, dan penghargaan kelompok. Penghargaan dimaksudkan agar menumbuhkan motivasi peserta didik (Suprijono 2010: 133). Model pembelajaran kooperatif tipe teams games tournament (TGT) menekankan peserta didik untuk belajar dalam kelompok heterogen yang beranggotakan 3 sampai 5 orang. Kelompok heterogen meliputi tingkat kemampuan akademik, jenis kelamin, suku (ras), dan status sosial (Sutadi 2007:123). Melalui kedua model pembelajaran tersebut, diharapkan dapat membantu peserta didik dalam proses pembelajaran menulis anekdot. Model pembelajaran akan lebih efektif dan membantu peserta didik apabila dipadukan dengan media pembelajaran yang tepat. Penggunaan media pembelajaran dapat memperbaiki efektifitas dan efisiensi proses pembelajaran. Menurut Arsyad (2013: 10) media pembelajaran dapat digunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi dalam proses belajar mengajar sehingga dapat merangsang perhatian dan minat peseta didik dalam belajar. Melalaui media poster, diharapkan dapat membantu guru dalam menerapkan model pembelajaran terhadap kemampuan menulis anekdot peserta didik sehingga situasi pembelajaran yang lebih efektif. Hal ini sesuai dengan pendapat Susilana dan Riyana (2009: 10) bahwa media pembelajaran bukan merupakan fungsi tambahan, tetapi memiliki fungsi tersendiri sebagai sarana bantu untuk mewujudkan situasi pembelajaran yang lebih efektif. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Widiani (2013: 10) pengaruh model pembelajaran tipe STAD terhadap prestasi belajar keterampilan menulis peserta didik menunjukan perbedaan prestasi belajar keterampilan menulis antara peserta didik yang mengikuti pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan peserta didik yang mengikuti model pembelajaran konvensional dengan Fhitung 7,139 dan p < 0,05, dan dilanjutkan dengan analisis uji t-scheffe diperoleh hasil Q hitung > Q tabel (3,77 > 2,80). Hal ini menunjukan bahwa pembelajaran menulis peserta didik dengan menggunakan model pembelajaran STAD lebih efektif dari pada pembelajaran menulis peserta didik dengan menggunakan model konvensional.Sukaesih (2013) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe teams games tournament (TGT) dapat dimanfaatkan untuk merangsang peserta didik agar dapat bertanggung jawab terhadap tugas pribadi dan kelompok, meraih keberhasilan dalam kelompok dan akhirnya dapat meningkatkan prestasi individu. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa model TGT sangat efektif dalam pembelajaran menulis. Hal itu dibuktikan dengan meningkatkan kemampuan menulis peserta didik dari nilai rata-rata 46,68 menjadi 75,91.Berdasarkan penelitian lain tentang peningkatan keterampilan menulis peserta didik dengan menggunakan media poster oleh Ratna (2013) menunjukan bahwa peningkatan kualitas menulis peserta didik dapat dikategorikan baik. Peningkatan tersebut dapat dilihat dengan meningkatnya perhatian peserta didik selama penulis menjelaskan materi, keaktifan peserta didik bertanya jawab, keseriusan peserta didik dalam mendengarkan penjelasan guru, peserta didik membuat catatan, keantusiasan dan keseriusan peserta didik ketika menulis, dan tidak adanya peserta didik yang mencontoh pekerjaan temannya. Peningkatan kualitas hasil menulis peserta didik dapat dilihat berdasarkan hasil pretes, nilai rata-rata menulis masih rendah yaitu 63,7. Pada siklus I, nilai rata-rata kelas meningkat yaitu 78,0. Pada siklus II, nilai rata-rata mencapai 82,4.Berdasarkan permasalahan di atas, penyusun tertarik untuk mengadakan penelitian dengan topik Keefektifan Model Pembelajaran Student Teams Achievement Division (STAD) dan Teams Games Tournament (TGT) Berbantu Media Poster Terhadap Kemampuan menulis Anekdot Peserta Didik Kelas X SMA.D. Identifikasi MasalahPembelajaran Bahasa Indonesia masih sering didominasi oleh penggunaan model pembelajaran tradisional dan kegiatan belajar mengajar lebih berpusat pada guru sehingga peserta didik menjadi pasif. Pembelajaran tradisional tersebut mengkondisikan peserta didik hanya mendengarkan penjelasan yang disarnpaikan oleh guru dan mencatat hal-hal yang dianggap penting sehingga cenderung membuat peserta didik merasa bosan dan malas untuk belajar. Akibatnya peserta didik sering melakukan aktivitas-aktivitas lain yang kurang mendukung kegiatan belajar mengajar seperti berbicara dengan teman atau membuat kesibukan sendiri.Praktik pembelajaran menulis anekdot di jenjang SMA selama ini belum menunjukkan proses dan hasil yang optimal sesuai dengan kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang ditentukan. Beberapa permasalahan dalam pembelajaran menulis teks anekdot adalah kurangnya kreatifitas guru dalam memilih model pembelajaran menulis yang tepat, dan kurangnya kreatifitas guru dalam memilih media pembelajaran menulis yang tepat. Berhubungan dengan pemilihan model pembelajaran, guru lebih sering menggunakan model pembelajaran konvensional dalam pembelajaran menulis. Kondisi ini menyebabkan peserta didik kurang berkomunikasi dan berinteraksi dengan guru maupun dengan peserta didik lain. Informasi hanya bersumber dari guru, sedangkan peserta didik cenderung tidak memiliki kesempatan untuk mengungkapkan ide-ide yang ada di pikirannya. Berdasarkan permasalahan di atas, sebagai seorang guru harus bijaksana dalam menangani permasalah tersebut salah satunya adalah menentukan model dan media pembelajaran yang dapat menciptakan situasi dan kondisi kelas yang kondusif agar proses pembelajaran dapat berlangsung sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Model pembelajaran yang dimaksud di sini adalah model pembelajaran kooperatif tipe student team achievement division (STAD) dan teams games tournament (TGT) dengan bantuan media poster sebagai media pembelajaran dalam kemampuan menulis anekdot peserta didik.E. Pembatasan MasalahPermasalahan yang ada pada identifikasi masalah tidak semuanya diteliti, tetapi penelitian hanya fokus pada model pembelajaran kooperatif tipe student teams achievement division (STAD) dan teams games tournament (TGT) berbantu media poster terhadap kemampuan menulis anekdot peserta didik.F. Rumusan MasalahBerdasarkan uraian pada identifikasi masalah dan batasan masalah tersebut, selanjutnya dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:1. Apakah penggunaan model pembelajaran student teams achievement division (STAD) berbantuan media poster lebih efektif dari pada penggunaan model pembelajaran teams games tournament (TGT) berbantuan media poster terhadap kemampuan menulis anekdot peserta didik kelas X SMA? 2. Apakah penggunaan model pembelajaran student teams achievement division (STAD) berbantuan media poster lebih efektif dari pada penggunaan model pembelajaran konvensional berbantuan media poster terhadap kemampuan menulis anekdot peserta didik kelas X SMA? 3. Apakah penggunaan model pembelajaran teams games tournament (TGT) berbantuan media poster lebih efektif dari pada penggunaan model pembelajaran konvensional berbantuan media poster terhadap kemampuan menulis anekdot peserta didik kelas X SMA? G. Tujuan PenelitianTujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah :1. Mengetahui keefektifan model pembelajaran student teams achievement division (STAD) berbantuan media poster dan model pembelajaran teams games tournament (TGT) berbantuan media poster terhadap kemampuan menulis anekdot peserta didik kelas X SMA.2. Mengetahui keefektifan model pembelajaran student teams achievement division (STAD) berbantuan media poster dan model pembelajaran konvensional berbantuan media poster terhadap kemampuan menulis anekdot peserta didik kelas X SMA.3. Mengetahui keefektifan model pembelajaran teams games tournament (TGT) berbantuan media poster dan model pembelajaran konvensional berbantuan media poster terhadap kemampuan menulis anekdot peserta didik kelas X SMA.H. Manfaat Penelitian1. Manfaat Teoretis Secara umum hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan bahan masukan tentang model pembelajaran yang baik untuk merangsang kemampuan menulis anekdot peserta didik dalam pembelajaran Bahasa Indonesia. Secara khusus hasil dari penelitian ini dapat memberikan pengetahuan tentang keefektifan model pembelajaran kooperatif tipe student teams achievement division (STAD) dan teams games tournament (TGT) berbantu media poster terhadap kemampuan menulis anekdot peserta didik.2. Manfaat Praktis Manfaat praktis dari hasil penelitian ini ada tiga antara lain manfaat manfaat bagi peserta didik, dan manfaat guru, dan sekolah. a. Manfaat Bagi Peserta Didik Manfaat praktis bagi peserta didik dari hasil penelitian ini adalah:1) Memudahkan peserta didik dalam menulis anekdot.2) Memberikan wawasan baru sehingga peserta didik bisa lebih aktif dalam pembelajaran.3) Menciptakan pembelajaran yang menyenangkan dan bermakna sehingga menumbuhkan motivasi bagi peserta didik.b. Manfaat Bagi GuruManfaat praktis dari hasil penelitian ini bagi guru adalah:1) Memberikan informasi sebagai bahan pertimbangan pemilihan model pembelajaran menulis anekdot yang efektif. 2) Guru dapat menciptakan lingkungan kelas yang kondusif, menyenangkan, dan bermanfaat bagi perbaikan dalam proses pembelajaran Bahasa indonesia khususnya menulis anekdot.c. Manfaat Bagi SekolahManfaat praktis dari hasil penelitian ini bagi sekolah adalah:1) Penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai model pembelajaran yang dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam meningkatkan kualitas pembelajaran Bahasa Indonesia di sekolah.2) Memberikan sumbangan yang baik dalam rangka perbaikan proses pembelajaran untuk dapat menunjang keefektifan hasil belajar peserta didik.I. Landasan Teori dan Kajian Pustaka1. Landasan Teoria. Keterampilan Menulis1) Pengertian MenulisMenulis merupakan keterampilan yang dapat dikatakan lebih sulit daripada keterampilan berbahasa yang lain, seperti menyimak, membaca dan berbicara. Proses menulis dituntut untuk memperhatikan struktur yang berkaitan dengan unsur-unsur tulisan agar pembaca dapat memahami pesan yang ingin disampaikan oleh penulis. Ada beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para ahli tentang pengertian menulis diantaranya adalah menulis didefinisikan sebagai suatu kegiatan penyampaian pesan dengan menggunakan bahasa tulis sebagai alat dan medianya (Suparno dan Yunus 2007: 3). Sementara Tarigan (2008: 4) berpendapat bahwa menulis merupakan suatu kegiatan yang produktif dan ekspresif yang memanfaatkan grafologi, struktur bahasa, dan kosakata. Keterampilan menulis dapat dicapai dengan baik oleh orang yang dapat menyusun pikiran, pemakai kata-kata, dan struktur kalimat. Sejalan dengan pendapat itu, Rosidi (2009: 2) mengemukakan bahwa menulis adalah sebuah kegiatan menuangkan pikiran, gagasan dan perasaan seseorang yang diungkapkan dalam bahasa tulis. Kegiatan menulis sangat penting dalam pendidikan karena dapat membantu peserta didik berlatih berpikir, mengungkapkan gagasan, dan memecahkan masalah. Hal ini sesuai dengan pendapat Harjito dan Umaya (2009: 13) bahwa menulis memiliki arti sepadan dengan mengarang, yaitu sebagai segenap rangkaian kegiatan seseorang mengungkapkan gagasan dan penyampaiannya melalui bahasa tulis kepada pembaca untuk dipahami. Wiyanto (2011: 1) menegaskan bahwa menulis mempunyai dua arti, pertama menulis berarti mengubah bunyi yang dapat di dengar menjadi tanda-tanda yang dapat dilihat. Bunyi-bunyi yang diubah itu bunyi bahasa, yaitu bunyi bahasa yang dihasilkan oleh alat ucap manusia (mulut dalam perangkat kelengkapannya antara lain mulut, lidah, gigi, dan langit-langit). Kedua kata menulis mempunyai arti kegiatan mengungkapkan gagasan secara tertulis.Rusyana 1984 sebagaimana dikutip dalam Kemendikbud (2012: 4) memberikan batasan bahwa kemampuan menulis atau mengarang adalah kemampuan menggunakan pola-pola bahasa dalam tampilan tertulis untuk mengungkapkan gagasan atau pesan. Kemampuan menulis mencakup berbagai kemampuan, seperti kemampuan menguasai gagasan yang dikemukakan, kemampuan menggunaka unsur-unsur bahasa, kemampuan menggunakan gaya, dan kemampuan menggunakan ejaan serta tanda baca.Berdasarkan pengertian menulis yang dikemukakan oleh para ahli, maka dapat diambil simpulan bahwa menulis adalah kegiatan mengubah bunyi bahasa yang dihasilkan oleh alat ucap manusia sehingga dapat menuangkan pikiran, gagasan dan perasaan seseorang yang diungkapkan dalam bahasa tulis sebagai medianya yang ditujukan kepada pembaca untuk dipahami. Dari sinilah akan terlihat sejauh mana pengetahuan yang dimiliki penulis dalam menciptakan sebuah karangan yang efektif. Kosakata dan kalimat yang digunakan dalam kegiatan menulis harus jelas agar mudah dipahami oleh pembaca. Jalan pikiran dan perasaan penulis sangat menentukan arah penulisan sebuah karya tulis atau karangan yang berkualitas. Dengan kata lain hasil sebuah karangan yang berkualitas umumnya ditunjang oleh keterampilan kebahasaan yang dimiliki seorang penulis.2) Tujuan MenulisSeorang tergerak menulis karena memiliki tujuan objektif yang bisa dipertanggungjawabkan dihadapan publik pembacanya. Tulisan pada dasarnya adalah sarana untuk menyampaikan pendapat atau gagasan agar dapat dipahami dan diterima orang lain. Tulisan menjadi salah satu sarana berkomunikasi yang cukup efektif dan efesien untuk menjangkau khalayak masa yang luas. berdasarkan pemikiran tersebut, maka tujuan menulis dapat dirunut dari tujuan- tujuan komunikasi yang cukup mendasar dalam konteks pengembangan peradaban dan kebudayaan mesyarakat itu sendiri. Kemendikbud (2012: 5-6) mengemukakan bahwa tujuan menulis adalah:a) Menginformasikan segala sesuatu, baik itu fakta, data maupun peristiwa termasuk pendapat dan pandangan terhadap fakta, data dan peristiwa agar khalayak pembaca memperoleh pengetahuan dan pemahaman baru tentang berbagai hal yang dapat terjadi di muka bumi ini.b) Membujuk, melalui tulisan seorang penulis mengharapkan pula pembaca dapat menentukan sikap, apakah menyetujui atau mendukung yang dikemukakan. Penulis harus mampu membujuk dan meyakinkan pembaca dengan menggunakan gaya bahasa yang persuasif. Fungsi persuasi dari sebuah tulisan akan dapat menghasilkan apabila penulis mampu menyajikan dengan gaya bahasa yang menarik, akrab, bersahabat, dan mudah dicerna.c) Mendidik adalah salah satu tujuan dari komunikasi melalui tulisan. Melalui membaca hasil tulisan wawasan pengetahuan seseorang akan terus bertambah, kecerdasanterus diasah, yang pada akhirnya akan menentukan perilaku seseorang. Orang-orang yang berpendidikan misalnya, cenderung lebih terbuka dan penuh toleransi, lebih menghargai pendapat orang lain, dan tentu saja cenderung lebih rasional.d) Menghibur, fungsi dan tujuan menghibur dalam komunikasi, bukan monopoli media massa, radio, televisi, namun media cetak dapat pula berperan dalam menghibur khalayak pembacanya. Tulisan-tulisan atau bacaan-bacaan ringan yang kaya dengan anekdot, cerita dan pengalaman lucu bisa pula menjadi bacaan penglipur lara atau untuk melepaskan ketegangan setelah seharian sibuk beraktifitas.3) Manfaat MenulisMenurut Suparno dan Yunus (2007:1.4) menulis mempunyai manfaat yang dapat dipetik diantaranya, meningkatakan kecerdasan, pengembangan daya inisiatif dan kreatifitas, menumbuhkan keberanian, mendorong kemauan dan kemampuan mengumpulkan informasi. Tarigan (2008: 22) berpendapat bahwa menulis mempunyai beberapa manfaat, yaitu sebagai alat komunikasi yang tidak langsung, dapat menjadi pertolongan bersifat kritis, mempermudah seseorang untuk merasakan, daya persepsi semakin tajam, terpecahkannya masalah yang dihadapi, penyusunan suatu kalimat, dan dapat terjelaskan ide-ide yang ada dalam pikiran. Pendapat di atas dipertegas dalam Kemendikbud (2012: 6) manfaat menulis dapat dilihat dari berbagai segi yaitu :a) Secara psikologis, menulis sangat bermanfaat dan mampu mengontrol diri dan melepaskan segala persoalan hidup.b) Secara metodologis, menulis bermanfaat untuk melatih berpikir secara teratus untuk melakukan suatu tindakan yang sesuai dengan kehendak bahkan untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan untuk mencapai tujuan yang ditentukan.c) Secara filosofis, menulis bermanfaat untuk melatih berpikir secara radikal atau berpikir secara mendalam.d) Secara pendidikan, menulis mampu memberikan pengaruh dalam melakukan proses belajar. Berdasarkan hal di atas dapat diambil simpulan bahwa manfaat keterampilan menulis dari berbagai segi dan bidang pekerjaan sangat dibutuhkan oleh seorang, apalagi bagi seorang guru karena melalui kegiatan menulis dapat meningkatakan kecerdasan, pengembangan daya inisiatif dan kreatifitas, menumbuhkan keberanian, mendorong kemauan dan kemampuan mengumpulkan informasi.4) Langkah-Langkah MenulisSyarif, et al (2009: 12) mengemukakan bahwa langkah-langkah menulis antara lain :a) Darf kasar, dimulai dengan menelusuri dan mengembangkan gagasan- gagasan. Pusatkan pada isi daripada tanda baca, tata bahasa, atau ejaan. b) Berbagi, sebagai penulis perlu meminta orang lain untuk membaca dan memberikan umpan balik. Mintalah seorang teman membacanya dan mengatakan bagian mana yang benar-benar kuat dan menunjukkan ketidakkonsistenan, kalimat yang tidak jelas, atau transisi yang lemah. c) Perbaikan (revisi), setelah mendapat umpan balik dari teman tentang mana yang baik dan mana yang perlu diperbaiki lagi, maka perbaikan sangatlah penting peranannya.d) Menyunting (editing), pada tahap ini, perbaikilah semua kesalahan ejaan, tata bahasa, dan tanda baca. Pastikanlah semua transisi berjalan mulus, penggunaan kata kerja tepat, dan kalimat-kalimat lengkap.e) Penulisan kembali, pada tahap ini yang harus dilakukan adalah menulis kembali, memasukkan isi yang baru dari perubahan penyuntingan.f) Evaluasi, pada tahap ini periksalah kembali untuk memastikan bahwa penulis telah menyelesaikan apa yang direncanakan dan apa yang ingin disampaikan. Walaupun ini merupakan proses yang terus berlangsung tahap ini menandai akhir.b. Teks dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia pada Kurikulum 2013Berdasarkan sudut pandang teori semiotika sosial, teks merupakan suatu proses sosial yang berorientasi pada suatu tujuan sosial. Suatu proses sosial memiliki ranah-ranah pemunculan bergantung pada tujuan sosial apa yang hendak dicapai melalui proses sosial tersebut. Ranah-ranah yang menjadi tempat pemunculan proses sosial itulah yang disebut konteks situasi. Proses sosial akan dapat berlangsung jika ada sarana komunikasi yang disebut bahasa. Proses sosial akan merefleksikan diri menjadi bahasa dalam konteks situasi tertentu sesuai tujuan proses sosial yang hendak dicapai. Bahasa yang muncul berdasarkan konteks situasi inilah yang menghasilkan register atau bahasa sebagai teks. Konteks situasi pemakaian bahasa itu sangat beragam, maka akan beragam pula jenis teks.Selanjutnya, proses sosial yang berlangsung selalu memiliki muatan nilai-nilai atau norma-norma kultural. Nilai-nilai atau norma-norma kultural yang direalisasikan dalam suatu proses sosial itulah yang disebut genre. Satu genre dapat muncul dalam berbagai jenis teks. Misalnya genre cerita, di antaranya, dapat muncul dalam bentuk teks: cerita ulang, anekdot, eksemplum, dan naratif, dengan struktur teks (struktur berpikir) yang berbeda; tidak berstruktur tunggal seperti dipahami dalam kurikulum bahasa Indonesia pada KTSP yang mengemukakan bahwa semua jenis teks berstruktur pembuka, isi, dan penutup.Pada jenis teks cerita ulang (recount) unsur utamanya berupa peristiwa yang di dalamnya menyangkut siapa, mengalami apa, pada waktu lampau, jadi strukturnya: orientasi (pengenalan pelaku, tempat, dan waktu) diikuti rekaman kejadian; pada teks anekdot, peristiwa yang terdapat pada teks cerita ulang harus menimbulkan krisis. Partisipan yang terlibat bereaksi pada peristiwa itu, sehingga teksnya berstruktur: orientasi (pengenalan tokoh yang terlibat, waktu, dan tempat), krisis, lalu diikuti reaksi. Berbeda dengan eksemplum, pada jenis teks ini peristiwa yang terdapat pada teks cerita ulang maupun anekdot memunculkan insiden, dan dari insiden itu muncul interpretasi (perenungan). Dengan demikian, teks jenis ini berstruktur: orientasi, insiden, lalu diikuti interpretasi. Adapun jenis teks naratif, peristiwa yang diceritakan harus memunculkan konflik antartokoh atau konflik pelaku dengan dirinya sendiri atau dengan lingkungannya. Teks naratif berstruktur: orientasi, komplikasi, dan resolusi. Setiap struktur teks dalam masing-masing jenis teks memiliki perangkat-perangkat kebahasaan yang digunakan untuk mengekspresikan pikiran yang dikehendaki dalam tiap-tiap struktur teks, dan secara terpadu diorientasikan pada pencapaian tujuan sosial suatu teks secara menyeluruh. Pilihan pada pembelajaran bahasa berbasis teks membawa implikasi metodologis. Implikasi metodologis tersebut muncul karena teks merupakan satuan bahasa yang mengandung pikiran dengan struktur yang lengkap. Peran guru dalam pembelajaran teks harus benar-benar meyakinkan bahwa pada akhirnya peserta didik mampu menyajikan teks secara mandiri. Mulai dari memberikan contoh teks yang diajarkan (pemodelan), yang di dalamnya tercakup kegiatan menguaraikan tujuan sosial teks, struktur teks, penjelasan perangkat kebahasaan yang digunakan dalam menyampaikan tujuan sosial teks; selanjutnya diikuti dengan kegiatan bersama membangun teks, yang di dalamnya berisi kegiatan peserta didik dengan bantuan guru atau teman untuk menghasilkan teks sejenis; terakhir kegiatan mandiri membangun teks. Namun, sebelum ketiga tahapan yang berturut-turut dilakukan di atas, guru terlebih dahulu melakukan usaha membangun konteks (apersepsi), salah satunya guru menjelaskan secara umum nilai-nilai atau norma-norma yang melatarbelakangi lahirnya teks yang akan menjadi materi pembelajaran.c. Teks Anekdot dalam Pelajaran Bahasa Indonesia Kurikulum 2013Berdasarkan paradigma Kurikulum 2013 yang mencanangkan pembelajaran bahasa berbasis teks, anak sudah dituntut mampu mengonsumsi dan memproduksi teks. Selain teks sastra non-naratif itu, hadir pula teks cerita naratif dengan fungsi sosial berbeda. Perbedaan fungsi sosial tentu terdapat pada setiap jenis teks, baik genre sastra maupun nonsastra, yaitu genre faktual (teks laporan dan prosedural) dan genre tanggapan (teks transaksional dan konvensional). Untuk mengkritik pihak lain pun, teks anekdot perlu dihasilkan. Dananjaja (1997) sebagaimana dikutip dalam Fatimah (2013: 218) berpendapat bahwa anekdot adalah kisah fiktif lucu pribadi seorang tokoh atau beberapa tokoh yang benar- benar ada. Selanjutnya Muthiah (2012) sebagaimana dikutip dalam Fatimah (2013: 218) berpendapat bahwa anekdot adalah sebuah teks yang berisi pengalaman seseorang yang tidak biasa. Pengalaman yang tidak biasa tersebut disampaikan kepada orang lain dengan tujuan untuk menghibur si pembaca. Teks Anekdot sering juga disebut dengan cerita jenaka. Pengertian di atas dipertegas oleh Kemendikbud (2014: 113) anekdot adalah cerita singkat yang menarik karena lucu dan mengesankan, biasanya mengenai orang penting atau terkenal dan berdasarkan kejadian yang sebenarnya. Berdasarkan pengertian anekdot dari para ahli di atas, dapat diambil simpulan bahwa anekdot adalah cerita narasi ataupun percakapan yang lucu dengan berbagi tujuan, baik hanya sekadar hiburan atau sendau gurau, sindirin, ata kritik tidak langsung. Pembelajaran teks anekdot dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia diwujudkan secara tersurat dan runtut dalam bentuk Kompetensi Dasar tetapi pembelajaran teks anekdot disandingkan dengan beberapa genre teks lain. Teks anekdotpun baru dijumpai pada Kompetensi Dasar di SMA/MA kelas X. Pembelajaran teks anekdot khususnya pada kompetensi menulis diajarkan di kelas X semester 2 jenjang SMA dan MA Kurikulum 2013 pada kompetensi inti (KI) 4 mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan mampu menggunakan metode sesuai kaidah keilmuan. Pada kompetensi dasar (KD) 4.2 memproduksi teks anekdot, laporan hasil observasi, prosedur kompleks, dan negosiasi yang koheren sesuai dengan karakteristik teks yang akan dibuat baik secara lisan mupun tulisan.Wijana (1995) sebagaimana dikutip dalam Fatimah (2013: 222) mengemukakan bahwa beraneka aspek kebahsaan yang disimpangkan oleh penulis teks humor mengisyaratkan bahwa teks humor dapat dimanfaatkan sebagai bahan pembanding teks-teks serius yang terlebih dahulu diperkenalkan atau diajarkan kepada para pembelajar bahasa, baik dalam mengajarkan aspek bahasa secara kognitif atau secara praktis.

Berhubungan dengan hal tersebut, teks humor atau anekdot dapat diamanfaatkan dalam pembelajaran bahasa secara kognitif (kompetensi kebahasaan dan kesastraan) maupun praktis (kompetensi berbahasa maupun bersastra). Humor dapat memberikan suatu wawasan yang arif sambil tampil menghibur, menyampaikan siratan menyindir atau suatu kritikan yang bernuansa tawa, dan sebagai sarana persuasi untuk mempermudah masuknya informasi atau pesan yang ingin disampaikan sebagai sesuatu yang serius dan formal.d. Penilaian Menulis Teks AnekdotLatihan yang dikerjakan peserta didik pada pembelajaran setiap jenis teks yang terkait dengan keterampilan yang harus dikuasai peserta didik (sesuai dengan konteks teks tersebut) dinilai sebagai tugas nontes. Menurut Akhadiah (1988: 1) penilaian secara umum berperan dalam memberikan informasi tentang ada tidaknya perubahan yang terjadi pada peserta didik serta berapa besarnya perubahan itu. Sementara menurut Nurgiyantoro (2001: 5) penilaian adalah suatu proses untuk mengetahui apakah suatu kegiatan, proses kegiatan, keluaran suatu program telah sesuai dengan tujuan atau kriteria yang telah ditentukan. Hal ini sesuai dengan pendapat Tyler sebagaimana dikutip dalam Arikunto (2002: 3) bahwa penilaian adalah sebuah proses pengumpulan data untuk menunjukan sejauh mana, dalam hal apa, dan bagian mana tujuan pendidikan yang sudah tercapai sehingga dapat mengambil keputusan akhir. Purwanto (2009: 1) penilaian adalah pengambilan keputusan berdasarkan hasil pengukuran dan standar kriteria. Penilaian dilakukan setelah melakukan pengukuran dan keputusan penilaian dilakukan berdasarkan hasil pengukuran. Hal yang tidak jauh berbeda tentang pengertian penilaian juga dikemukakan oleh Gronlund sebagaimana dikuti dalam Nurgiyantoro (2011: 22) penilaian merupakan proses sistematis dalam pengumpulan, analisis, dan penafsiran informasi untuk menentukan seberapa jauh seorang peserta didik dapat mencapai tujuan pendidikan. Berdasarkan pengertian penilaian yang dikemukakan para ahli di atas, maka dapat diambil simpulan bahwa penilaian adalah suatu proses kegiatan dalam pengumpulan, analisis, dan penafsiran informasi untuk menentukan seberapa jauh peserta didik dapat mencapai tujuan atau kriteria yang telah ditentukan dalam pendidikan sehingga berdasarkan hasil pengukuran dan standar kriteria tersebut dapat dugunakan untuk mengambil keputusan akhir.Penilaian dilakukan terhadap kemampuan reseptif dan produktif. Lembar penilaian setiap jenis teks disertakan dalam buku peserta didik dan buku guru. Lembar penilaian perlu dipelajari peserta didik agar peserta didik mengetahui tuntutan akademik berupa indikator dan penyekoran tiap aspek penguasaan jenis teks (isi, struktur teks, kosakata, kalimat, dan mekanik). Penilaian ini disebut sistem analisis penskoran karena penilaian dilakukan secara terperinci untuk setiap aspek dengan rentangan angka sesuai dengan pembobotan skor untuk setiap aspek tersebut. Penilaian terperinci dilakukan selama proses pembelajaran suatu jenis teks berlangsung agar peserta didik mengetahui hasil belajar tiap aspek. Ketika melakukan perbaikan teks yang disusunnya, peserta didik dapat memusatkan perhatiannya terhadap indikator yang masih belum maksimal.Aktifitas menulis teks merupakan suatu bentuk manifestasi kemampuan dan keterampilan berbahasa paling akhir dikuasai peserta didik setelah kemampuan mendengarkan, berbicara, dan membaca. Dibandingkan kemampuan berbahasa yang lain, kemampuan menulis lebih sulit dikuasai bahkan oleh penutur asli bahasa yang bersangkutan sekalipun. Hal ini disebabkan kemampuan menulis menghendaki penguasaan berbagai unsur kebahasaan dan unsur di luar bahasa itu sendiri yang yang akan menjadi isi dari teks. Menurut Nurgiyantoro (2001: 296) dalam menulis, unsur bahasa dan unsur isi haruslah terjalin sedemikian rupa sehingga menghasilkan tulisan atau teks yang rntut dan terpadu.Penilaian keterampilan menulis khususnya menulis teks anekdot meliputi beberapa aspek, antara lain isi, struktur, kosa kata, kalimat, dan mekanik. Aspek isi dalam menulis anekdot meliputi beberapa kriteria antara lain penguasaan topik tulisan, substantif, abstraksi orientasi krisis reaksi koda, dan relevan dengan topik yang dibahas. Aspek struktur dalam menulis anekdot meliputi beberapa kriteria antara lain kelancaran ekspresi, gagasan yang diungkapkan diungkapkan dengan padat, jelas, tertata dengan baik, urutan logis (abstraksi orientasi krisis reaksi koda), dan kohesif. Aspek kosa kata dalam menulis anekdot meliputi beberapa kriteria antara lain penguasaan kata, pilihan kata dan ungkapan, menguasai pembentukan kata, dan penggunaan register yang tepat. Aspek kalimat yang digunakan dalam menulis anekdot meliputi beberapa kriteria antara lain konstruksi yang digunakan kompleks dan efektif, penggunaan bahasa (urutan atau fungsi kata, artikel, pronomina, preposisi). Aspek mekanik dalam menulis anekdot meliputi beberapa kriteria antara lain penguasaan aturan penulisan, ejaan, tanda baca, penggunaan huruf kapital, dan penataan paragraf. e. Model Pembelajaran KooperatifPembelajaran kooperatif disebut dengan istilah pembelajaran gotong-royong, yaitu kelompok pembelajaran yang memberi kesempatan kepada peserta didik untuk bekerja sama dengan peserta didik lain dalam tugasan-tugasan yang terstruktur (Lie 2007: 18). Pembelajaran kooperatif hanya berjalan kalau sudah terbentuk suatu kelompok atau suatu kelompok yang didalamnya peserta didik bekerja secara terarah untuk mencapai tujuan yang sudah ditentukan dengan jumlah anggota kelompok pada umumnya terdiri dari 4-5 orang. Model pembelajaran kooperatif mengutamakan sistem kerja berkelompok dan terstruktur yang meliputi saling ketergantungan positif, tanggung jawab individual, interaksi personal, keahlian kerjasama, dan proses kelompok. Hal di atas sejalan dengan pendapat Rusman (2011: 201) model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran dengan cara menggalakan peserta didik berinteraksi secara aktif dan positif dalam kelompok dengan memperbolehkan pertukaran ide dan pemeriksaan ide sendiri dalam suasana yang tidak terancam. Pendidikan hendaknya mampu mengkondisikan dan memberikan dorongan untuk dapat mengoptimalkan dan membangkitkan potensi peserta didik, menumbuhkan aktifitas serta daya cipta atau kreatifitas peserta didik, sehingga akan menjamin terjadinya dinamika di dalam proses pembelajaran. Dari kedua pendapat di atas, Joyce, et al (2011: 77) menegaskan bahwa pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan keefektifan perkembangan personal, sosial, dan akademik peserta didik. Berhubungan dengan hal itu, tidak berlebihan jika pembelajaran kooperatif berpotensi meningkatkan seluruh dimensi pembelajaran peserta didik. Berdasarkan pendapat ahli mengenai pengertian model pembelajaran kooperatif di atas, dapat di ambil simpulan bahwa model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang mengutamakan sistem kerja berkelompok, terstruktur, dan berinteraksi secara aktif dan positif dalam kelompok dengan memperbolehkan pertukaran ide dan pemeriksaan ide sendiri yang dapat meningkatkan keefektifan perkembangan personal, sosial, dan akademik peserta didik.Pembelajaran kooperatif disusun dalam sebuah usaha untuk meningkatkan pertisipasi peserta didik memfasilitasi peserta didik dengan pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok, serta memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk berinteraksi dalam belajar bersama-sama peserta didik yang berbeda latar belakangnya. Peran peserta didik dalam pembelajaran kooperatif adalah ganda yaitu sebagai peserta didik dan guru. Pembelajaran kooperatif berbeda dengan pembelajaran konvensional. Secara rinci perbedaan-perbedaan itu dijelaskan pada tabel dibawah ini :Tabel 1 Perbedaan Pembelajaran Kooperatif dan KonvensionalKelompok Belajar KooperatifKelompok Belajar Konvensional

Adanya saling ketergantungan positif, saling membantu dan saling memberikan motivasi sehingga ada interaksi promotif.Guru sering membiarkan adanya peserta didik yang mendominasi kelompok atau menggantungkan diri pada kelompok.

Adanya akuntabilitas individual yang mengukur penguasaan materi pelajaran tiap anggota kelompok, dan kelompok diberi umpan balik tentang hasil belajar para anggotanya sehingga dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang dapat memberikan bantuan.Akuntabilitas individual sering diabaikan sehingga tugas-tugas sering diborong oleh salah seorang anggota kelompok sedangkan anggota kelompok lainnya hanya mendompleng keberhasilan pemborong.

Kelompok belajar heterogen, baik dalam kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, etnik dan sebagainya sehingga dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang dapat memberikan bantuan.Kelompok belajar biasanya homogen.

Pimpinan kelompok dipilih secara demokratis atau bergilir untuk memberikan pengalaman memimpin bagi para anggota kelompok.Pemimpin kelompok sering ditentukan oleh guru atau kelompok dibiarkan untuk memilih pemimpinnya dengan cara masing-masing.

Keterampilan sosial yang diperlukan dalam kerja gotong-royong seperti kepemimpinan, kemampuan berkomunikasi, dan mengelola konflik secara langsung diajarkan.Keterampilan social sering tidak secara langsung diajarkan.

Pada saat belajar kooperatif sedang berlangsung guru terus melakukan pemantauan melalui observasi dan melakukan intervensi jika terjadi masalah dalam kerja sama antar anggota kelompok.Pemantauan melalui observasi dan intervensi sering tidak dilakukan oleh guru pada saat belajar kelompok sedang berlangsung.

Guru memperhatikan secara proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar.Guru sering tidak memperhatikan proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar.

Penekan tugas tidak hanya pada penyelesaian tugas tetapi juga hubungan interpersonal (hubungan antar pribadi yang saling menghargai).Penekanan sering hanya pada penyelesaian tugas.

(Killen 1996 sebagaimana dikutip dalam Trianto 2007: 44).

Model pembelajaran kooperatif mempunyai beberapa variasi atau tipe walaupun prinsip dasarnya tidak berubah dan dalam mempelajari materi pembelajaran tertentu akan lebih baik jika seorang guru menyesuaikan materi pembelajaran itu dengan tipe-tipe model pembelajaran kooperattif yang tepat. Berhubungan dengan kompetensi Bahasa Indonesia khususnya kompetensi menulis diharapkan akan mencapai tujuan pembelajaran jika dipadukan dengan model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD) dan Teams Games Tournament (TGT).f. Model Pembelajaran Student Teams Achievement Division (STAD)1) Pengertian Model Pembelajaran Student Teams Achievement Division (STAD)Model pembelajaran student teams achievement division (STAD) merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, dan model pembelajaran yang paling baik untuk permulaan bagi para guru yang baru menggunakan model kooperatif. Model pembelajaran student teams achievement division (STAD) terdiri dari lima komponen utama antara lain: presentasi kelas, tim, kuis, skor kemajuan individual, rekognisi tim (Trianto 2007: 52). Sementara menurut Riyanto (2010: 268) model pembelajaran student teams achievement division (STAD) adalah pembelajaran yang dilaksanakan dengan presentasi kelas, pembentukan tim, mengadakan kuis, memperhaikan perkembangan individu, dan pengakuan tim.Hal di atas sejalan dengan pendapat Suprijono (2010: 133) bahwa model pembelajaran student teams achievement division (STAD) adalah model pembelajaran yang di dalamnya peserta didik belajar dengan berkelompok secara heterogen dan dalam kegiatan akhir guru memberi kuis dan penghargaan kepada seluruh peserta didik. Kedua uraian di atas juga sesuai dengan pendapat Huda (2013: 201) model pembelajaran STAD merupakan salah satu model pembelajaran yang di dalamnya terdapat beberapa kelompok kecil peserta didik dengan level kemampuan akademik yang berbeda-beda saling bekerja sama untuk menyelesaikan tujuan pembelajaran. Tidak hanya secara akademik, peserta didik juga dikelompokan secara beragam berdasarkan gender, ras, dan etnis. Berdasarkan uraian di atas, dapat diambil simpulan bahwa model pembelajaran student teams achievement division (STAD) adalah salah satu tipe model pembelajaran kooperatif yang dalam penerapannya peserta didik belajar dengan berkelompok secara heterogen atau dengan level kemampuan akademik yang berbeda-beda saling bekerjasama dalam pemecahan masalah dan pada kegiatan akhir mengadakan kuis yang dipandu oleh guru dan pemberian penghargaan kepada peserta didik. Penghargaan itu semata-mata untuk menumbuhkan motivasi bagi peserta didik dalam belajar.2) Penjabaran Model Pembelajaran Student Teams Achievement Division (STAD)Menurut Slavin (2010: 143) model pembelajaran student teams achievement division (STAD) terdiri atas lima komponen utama yaitu presentasi kelas, tim, kuis, skor kemajuan individual, dan rekognisi tim. Secara rinci prnjabaran model pembelajaran student teams achievement division (STAD) dijelaskan dibawah ini :a) Presentasi KelasMateri dalam model pembelajaran student teams achievement division (STAD) pertama dikenalkan dalam presentasi dalam kelas. Hal ini merupakan pengajaran langsung yang sering dilakukan atau diskusi pelajaran yang dipimpin oleh guru, tetapi bisa juga memasukan presentasi audio visual. Perbedaan presentasi kelas dengan pengajaran biasa hanyalah bahwa presentasi tersebut haruslah benar-benar berfokus pada unit model pembelajaran student teams achievement division (STAD). Melalui cara ini peserta didik akan menyadari bahwa peserta didik harus benar-benar memberi perhatian penuh selama presentasi kelas, karena dengan demikian akan sangat membantu peserta didik mengerjakan kuis-kuis, dan skor kuis peserta didik menentukan skor pada timnya.b) TimTim terdiri dari empat atau lima peserta didik yang mewakili seluruh bagian dari kelas dalam hal kinerja akdemik, jenis kelamin, ras, dan etnis. Fungsi utama dari tim ini adalah memastikan bahwa semua anggota tim benar-benar belajar dan lebih khususnya lagi adalah untuk mempersiapkan anggotanya untuk bisa mengerjakan kuis dengan baik. Guru menyampaikan materinya dan tim berkumpul untuk mempelajari lembar kegiatan atau materi lainnya, hal yang paling sering terjadi, pelajaran itu melibatkan pembahasan permasalahan bersama, membandingkan jawaban, dan mengoreksi setiap kesalahan pemahaman apabila anggota tim ada yang membuat kesalahan.Tim adalah fitur penting dalam model pembelajaran student teams achievement division (STAD). Pada setiap poinnya yang ditekankan adalah membuat anggota tim melakukan yang terbaik untuk tim, dan tim harus melakukan yang terbaik untuk anggotanya. Tim ini memberikan dukungan kelompok bagi kinerja akademik penting dalam pembelajaran dan itu adalah untuk memberikan perhatian dan respek yang mutual yang penting untuk akibat yang dihasilkan seperti hubungan antarkelompok, rasa harga diri, peneriman terhadap peserta didik mainstream.c) KuisPeserta didik akan mengerjakan kuis individual setelah sekitar satu atau dua periode guru memberikan presentasi dan praktik tim. Para peserta didik tidak diperbolehkan untuk saling membantu dalam mengerjakan kuis, sehingga setiap peserta didik bertanggung jawab secara individual untuk memahami materi.d) Skor Kemajuan IndividualGagasan dibalik skor kemajuan individual adalah untuk memberikan kepada setiap peserta didik tujuan kinerja yang akan dapat dicapai apabila peserta didik bekerja lebih giat dan memberikan kinerja yang lebih baik dari pada sebelumnya. Setiap peserta didik dapat memberikan kontribusi poin yang maksimal kepada tim dalam sistem skor ini, tetapi tidak ada peserta didik yang dapat melakukannya tanpa memberikan usaha yang terbaik. Setipa peserta didik diberi skor awal, yang diperoleh dari rata-rata kinerja peserta didik tersebut sebelumnya dalam mengerjakan kuis yang sama. Peserta didik selanjutnya akan mengumpulkan poin untuk tim berdasarkan tingkat kenaikan skor kuis dibandingkan dengan skor awal peserta didik. e) Rekognisi TimTim akan mendapatkan sertifikat atau bentuk penghargaan yang lain apabila skor rata-rata peserta didik mencapai kriteria tertentu. Skor tim dapat juga digunakan untuk menentukan 20% dari tingkat peserta didik.

3) Persiapan dalam Penerapan Model Pembelajaran Student Teams Achievement Division (STAD)Model pembelajaran student teams achievement division (STAD) merupakan salah satu tipe dari model pembelajaran kooperatif dengan menggunakan kelompok-kelompok kecil dengan jumlah anggota tiap kelompok 4-5 orang peserta didik secara heterogen. Seperti halnya pembelajaran lainnya, pembelajaran kooperatif tipe student teams achievement division (STAD) ini juga membutuhkan persiapan yang matang sebelum kegiatan pembelajaran dilaksanakan. Menurut Trianto (2007: 52-53) persiapan pembelajaran kooperatif tipe student teams achievement division (STAD), antara lain:a) Perangkat PembelajaranSebelum melaksanakan pembelajaran ini perlu dipersiapkan perangkat pembelajarannya, yang meliputi rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), buku peserta didik, dan lembar kegiatan siswa (LKS) beserta lembar jawabannya.b) Membentuk Kelompok KooperatifMenentukan anggota kelompok diusahakan agar kemampuan peserta didik dalam kelompok adalah heterogen dan kemampuan antar satu kelompok dengan kelompok lainnya relatif homogen. Apabila memungkinkan kelompok kooperatif perlu memperhatikan ras, agama, jenis kelamin, dan latar belakang sosial. Apabila dalam kelas terdiri atas sar dan latar belakang yang relatif sama, maka pembentukan kelompok dapat didasarkan pada prestasi akademik.

c) Menentukan Skor AwalSkor awal yang dapat digunakan dalam kelas kooperatif adalah nilai ulangan sebelumnya. Skor awal ini dapat berubah setelah ada kuis. Misalnya pada pembelajaran lebih lanjut dan setelah diadakan tes, maka hasil tes masing-masing individu dapat dijadikan skor awal.d) Pengaturan Tempat DudukPengaturan tempat duduk pada kelas kooperatif perlu juga diatur dengan baik, hal ini dilakukan untuk menunjang keberhasilan pembelajaran kooperatif apabila tidak ada pengaturan tempat duduk dapat menimbulkan kekacauan yang menyebabkan gagalnya pembelajaran pada kelas kooperatif.e) Kerja KelompokUsaha mencegah adanya hambatan pada pembelajaran kooperatif tipe student teams achievement division (STAD), terlebih dahulu diadakan latihan kerjasama kelompok. Hal ini bertujuan untuk lebih jauh mengenalkan masing-masing individu dalam kelompok.4) Sintakmatik Model Pembelajaran Student Teams Achievement Division (STAD)Slavin (2010: 151-160) menjelaskan bahwa sintakmatik pembelajaran kooperatif tipe student teams achievement division (STAD) ini didasarkan pada empat kegiatan, antara lain pengajaran, belajar tim, tes, dan rekognisi tim. a) PengajaranPelajaran dalam student teams achievement division (STAD) dimulai dengan presentasi di dalam kelas. Presentasi tersebut mencakup pembukaan, pengembangan, dan pengarahan praktis tiap komponen dari keseluruhan pelajaran. Kegiatan-kegiatan tim dan kuisnya mencakup latihan dan penilaian yang independen secara berturut-turut. Pada pembukaan, pelajaran harus menekankan hal-hal sebagai berikut: (1) penyampaian kepada peserta didik mengenai apa yang akan dipelajari dan mengapa hal itu penting, (2) membuat peserta didik bekerja dalam tim untuk menemukan konsep-konsep atau untuk membangkitkan minat belajar peserta didik, dan (3) mengulangi setiap persyaratan atau informasi secara singkat.Pada pengembangan, pelajaran harus menekankan hal-hal sebagai berikut: (1) menetapkan materi agar dipelajari oleh peserta didik, (2) memfokuskan pada pemaknaan bukan pada penghafalan, (3) mendemonstrasikan secara aktif konsep-konsep dengan menggunakan alat bantu visual, cara-cara cerdik, dan contoh yang banyak, (4) menilai peserta didik sesering mungkin dengan memberi banyak pertanyaan, (5) menjelaskan mengapa jawaban bisa salah atau benar kecuali jika memang sudah sangat jelas, (6) berpindah pada konsep berikutnya begitu peserta didik telah menangkap gagasan utamanya. Selanjutnya pada pedoman pelaksanaan, pelajaran harus menekankan hal-hal sebagai berikut: (1) buatlah agar peserta didik mengerjakan setiap persoalan atau mempersiapkan jawaban terhadap pertanyaan yang diberikan kepada peserta didik, (2) memanggil peserta didik secara acak, (3) jangan memberikan tugas-tugas kelas yang memakan waktu lama. b) Belajar TimKegiatan peserta didik selama belajar tim adalah memahami materi yang disampaikan guru dalam kelas dan membantu membantu teman sekelasnya untuk menguasai materi tersebut. Peserta didik mempunyai lembar kegiatan dan lembar jawaban yang dapat digunakan untuk melatih kemampuan selama proses pembelajaran dan untuk menilai peserta didik. Lembar kegiatan dan lembar jawaban yang diberikan kepada tim hanya dua kopian. Hal ini akann mendorong satu tim untuk bekerja sama, tetapi apabila ada peserta didik yang ingin punya kopian sendiri, guru bisa menyediakan kopian tambahan. Pada hari pertama kerja tim dalam STAD, guru harus menjelaskan kepada peserta didik tentang apa arti kerjasama dalam tim. Khususnya, guru membahas aturan tim sebelum memulai kerja tim, sebagai berikut: (1) peserta didik mempunyai tanggung jawab untuk memastikan bahwa teman satu tim telah mempelajari materi pembelajaran, (2) tidak ada yang berhenti belajar sampai semua teman satu tim menguasai materi tersebut, (3) mintalah bantuan dari semua teman satu tim untuk membantu temannya sebelum bertanya kepada guru, (4) teman satu tim boleh saling berbicara satu sama lain dengan suara pelan.c) TesHal-hal yang dilakukan dalam tes, antara lain (1) bagikan kuisnya dan berikan waktu yang sesuai kepada peserta didik untuk menyelesaikannya, (2) jangan biarkan para peserta didik bekerjasama mengerjakan kuis tersebut: pada saat ini peserta didik harus memperlihatkan apa yang telah dipelajari secara individual, buatlah para peserta didik memindahkan mejanya agar terpisah jika memungkinkan, (3) biarkan peserta didik saling bertukar kertas dengan anggota tim lain, ataupun mengumpulkan kuisnya untuk dinilai setelah kelas selesai, (4) pastikan skor kuis dan skor tim dihitung tepat pada waktunya untuk digunakan pada kelas selanjutnya.d) Rekognisi TimPenghargaan atas keberhasilan kelompok dapat dilakukan oleh guru dengan melakukan tahapan-tahapan sebagai berikut: Menghitung Skor IndividuCara menghitung skor perkembangan individu dapat dihitung seperti pada tabel berikut:Tabel 2 Perhitungan Skor PerkembanganNoSkor TesNilai Perkembangan

1.Lebih dari 20 poin di atas skor awal30

2Sama atau hingga 10 poin di atas skor awal20

3Sepuluh hingga satu poin di bawah skor awal10

4Lebih dari 10 poin di bawah skor awal5

Menghitung Skor KelompokSkor kelompok dihitung dengan membuat rata-rata skor perkembangan anggota kelompok, yaitu dengan menjumlahsemua skor perkembangan yang diperoleh anggota kelompok. Sesuai dengan rata-rata skor perkembangan kelompok, diperoleh kategori skor kelompok seperti tercantum pada tabel dibawah ini :

Tabel 3 Tingkat Penghargaan KelompokNoPredikat TimRata-Rata Skor

1Super Team25 30

2Great Team20 24

3Good team15 19

Pemberian Hadiah dan Pengakuan Skor KelompokSetelah masing-masing kelompok memperoleh predikat, gurun memberikan hadiah atau penghargaan kepada masing-masing kelompok sesuai dengan predikatnya.g. Model Pembelajaran Teams Games Tournament (TGT)1) Pengertian Model Pembelajaran Teams Games Tournament (TGT)Menurut Sutadi (2007: 123) model pembelajaran teams games tournament (TGT) adalah salah satu tipe model pembelajaran kooperatif yang dalam penerapannya menggunakan turnamen akademik, menggunakan kuis-kuis dan sistem skor kemampuan individu. Pada saat melakukan kegiatan kuis, para peserta didik berlomba dengan mengirim sebagian wakil tim dengan anggota tim lain yang kinerja akademik sebelumnya belum setara. Sementara Riyanto (2010: 270) menjelskan bahwa model pembelajaran teams games tournament (TGT) adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang dalam pelaksanaannya sama dengan model student teams achievement division (STAD) hanya saja dimodifikasi pada segi evaluasi dilakukan menggunakan turnamen. Fungsi turnamen adalah menumbuhkan motivasi peserta didik.

Uraian di atas sejalan dengan pendapat Huda (2013: 197) model pembelajaran teams games tournament (TGT) adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang berguna untuk membantu peserta didik mereview dan menguasai materi pelajaran. Pembelajaran dengan teams games tournament (TGT) mengharuskan peserta didik mempelajari materi diruang kelas. Setiap peserta didik ditempatkan dalam satu kelompok yang terdiri dari tiga peserta didik yang berkemampuan rendah, sedang, dan tinggi. Setiap anggota kelompok pada pembelajaran teams games tournament (TGT) ditugaskan untuk mempelajari materi terlebih dahulu bersama anggotanya, barulah peserta didik diuji secara individual melalui game akademik. Nilai yang peserta didik peroleh dari game akan menentukan skor kelompok masing-masing.Berdasarkan uraian di atas, dapat diambil simpulan bahwa model pembelajaran teams games tournament (TGT) adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang dalam penerapannya diawali dengan pembuatan kelompok belajar secara heterogen yang terdiri dari tiga peserta didik yang berkemampuan rendah, sedang, dan tinggi dan dilanjutkan dengan kegiatan turnamen akademik, kuis-kuis, dan sistem skor kemampuan individu.2) Persiapan Model Pembelajaran Teams Games Tournament (TGT)Slavin (2010: 169-170) menjelaskan persiapan yang dapat dilakukan pada model pembelajaran teams games tournament (TGT), antara lain :a) Materi Materi kurikulum untuk TGT sama saja dengan STAD, kecuali bahwa anda juga perlu menyiapakan kartu-kartu bernomor dari nomor satu sampai tiga puluh untuk tiga orang anak dalam kelas terbesar anda. Anda dapat memperoleh materi ini dari John Hopkins Team Learning Project (lihat bagian sumber pada akhir bab 7) atau anda juga bisa membuat penomoran sendiri dengan kartu indeks nomor bernama.

b) Menempatkan Peserta Didik Ke Dalam Tim Menentukan anggota kelompok diusahakan agar kemampuan peserta didik dalam kelompok adalah heterogen dan kemampuan antar satu kelompok dengan kelompok lainnya relatif homogen. Apabila memungkinkan kelompok kooperatif perlu memperhatikan ras, agama, jenis kelamin, dan latar belakang sosial. Apabila dalam kelas terdiri atas sar dan latar belakang yang relatif sama, maka pembentukan kelompok dapat didasarkan pada prestasi akademik.c) Menempatkan Peserta Didik Ke Dalam Meja Turnamen Pertama. Buatlah kopian lembar penempatan meja turnamen. Pada lembar tersebut, tulislah daftar nama peserta didik dari atas ke bawah sesuai urutan kinerja sebelumnya, gunakan peringkat yang sama seperti yang anda gunakan untuk membentuk tim. Hitunglah jumlah peserta didik di dalam kelas. Jika jumlahnya habis dibagi tiga, meja turnamen akan mempunyai tiga peserta, tunjuklah tiga peserta didik pertama dari daftar tadi untuk mempati meja 1, berikutnya ke meja 2, dan seterusnya. Jika ada peserta didik yang masih sisa setelah dibagi tiga, satu atau dua dari meja turnamen pertama akan beranggotakan empat peserta. Misalnya, sebuah kelas dengan dua puluh sembilan peserta didik akan mempunya empat anggota. Empat peserta didik pertama dari daftar peringkat akan ditempatkan pada meja 1, dan empat berikutnya pada meja 2, dan tiap tiga orang sisanya pada meja-meja yang lain. Penentuan nomor meja ini hanyauntuk anda ketahui sendiri saja, ketika mengumumkan penempatan meja kepada anak-anak, sebutlah meja-meja tersebut sebagai meja biru, merah, hijau, dan sebagainya dalam urutan yang acak, supaya peserta didik tidak akan tahu bagaimana cara penyusun penempatan meja tersebut.3) Sintakmatik Model Pembelajaran Teams Games Tournament (TGT)Huda (2013: 198) menjelaskan bahwa sintakmatik model pembelajaran teams games tournament (TGT) ada tiga tahap yaitu prosedur TGT, turnamen, dan scoring. a) Prosedur Teams Games Tournament (TGT)Pada tahap ini peserta didik membuat kelompok belajar untuk memperdalam materi yang disajikan oleh guru, mereview, dan mempelajari materi secara kooperatif dalam tim. Penentuan kelompok dilakukan dengan cara heterogen dengan langkah-langkah berikut: (1) membuat daftar rangking akademik peserta didik, (2) membatasi jumlah maksimal anggota setiap tim yaitu 4 peserta didik, (3) menomori peserta didik mulai dari yang paling atas (misalnya 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, dan seterusnya), (4) membuat setiap tim heterogen dan setara secara akademik, dan jika perlu keragaman itu dilakukan dari segi jenis kelamin, etnis, dan agama. Tujuan dari tim studi ini adalah membebankan tugas kepada setiap tim untuk mereview dengan format dan sheet yang telah ditentukan.b) TurnamenPada tahap ini peserta didik mulai berkompetisi dalam turnamen. Penentuan turnamen dilakukan secara homogen dengan langkahsebagai berikut: (1) menggunakan daftar rangking yang telah dibuat sebelumnya, (2) membentuk kelompok-kelompok yang masing-masing terdiri dari 3 atau 4 peserta didik, (3) menentukan setiap anggota dari masing-masing kelompok berdasarkan kesetaraan kemampuan akademik, jadi ada turnamen yang khusus untuk kelompok-kelompok yang terdiri dari peserta didik yang pandai, dan ada turnamen yang khusus untuk kelompok yang lemah secara akademik.Format yang diterapkan adalah: (1) memberikan kartu-kartu yang telah diberi nomor (misalnya 1-30) kepada setiap kelompok, (2) memberikan pertanyaan kepada setiap kartu sebelum diperhatikan kepada peserta didik, (3) membuat lembar jawaban yang sudah diberi nomor, (4) membagikan satu amplop kepada masing-masing tim yang berisi kartu-kartu, lembar pertanyaan, dan lembar jawaban, (5) mengintruksikan peserta didik untuk membuka kartu, (6) menunjuk pemegang nomor tertinggi untuk membacakan pertanyaan terlebih dahulu, (7) mengarahkan peserta didik pertama untuk mengambil sebuah kartu dari amplop dan membacakan nomornya lalu peserta didik kedua (yang memiliki lembar pertanyaan) membaca pertanyaan dengan keras, lalu peserta didik pertama menjawab pertanyaan tersebut, kemudian peserta didik ketiga (yang memiliki lembar jawaban) mengonfirmasi apakah jawabannya benar atau salah, (8) menggunakan aturan jika jawaban benar, maka peserta didik pertama mengambil kartu itu, namun jika jawabannya salah maka peserta didik kedua dapat membantu menjawabnya. Apabila jawabannya benar kartu tetap dipegang tetapi apabila jawaban tetap salah, kartu itu harus dibuang.c) ScoringPada tahap skoring, yang dilakukan adalah menghitung skor individu dan menghitung skor kelompok.Menghitung Skor IndividuCara menghitung skor perkembangan individu dapat dihitung seperti pada tabel berikut:Tabel 4 Perhitungan Skor PerkembanganNoSkor TesNilai Perkembangan

1.Lebih dari 20 poin di atas skor awal30

2Sama atau hingga 10 poin di atas skor awal20

3Sepuluh hingga satu poin di bawah skor awal10

4Lebih dari 10 poin di bawah skor awal5

Menghitung Skor KelompokSkor kelompok dihitung dengan membuat rata-rata skor perkembangan anggota kelompok, yaitu dengan menjumlahsemua skor perkembangan yang diperoleh anggota kelompok. Sesuai dengan rata-rata skor perkembangan kelompok, diperoleh kategori skor kelompok seperti tercantum pada tabel dibawah ini :Tabel 5 Tingkat Penghargaan KelompokNoPredikat TimRata-Rata Skor

1Super Team25 30

2Great Team20 24

3Good team15 19

4) Kelebehan dan Kekurangan Model Pembelajaran Teams Games Tournament (TGT)Model pembelajaran teams games tournament (TGT) ini mempunyai kelebihan dan kekurangan. Menurut Widdiharto (2004) sebagaimana dikutip dalam Sukaryono, et al (2012: 31) model pembelajaran teams games tournament (TGT) memiliki kelebihan sebagai berikut: a) Melatih peserta didik mengungkap atau menyampaikan gagasan, melatih peserta didik untuk menghargai pendapat orang lain, b) Menumbuhkan rasa tanggungjawab sosial, c) Melatih berfikir logis dan sistematis, d) Meningkatkan semangat belajar (pencapaian akademik)e) Menambah motivasi dan rasa percaya diri. Selanjutnya kekurangan model pembelajaran teams games tournament (TGT) adalah sebagai berikut: a) kadang hanya beberapa peserta didik yang aktif dalam kelompok, b) suasana kelas menjadi ramai, c) memakan banyak waktu. h. Media PembelajaranSuatu proses belajar mengajar, dua unsur yang amat penting adalah model pembelajaran dan media pembelajaran. Kedua aspek ini saling berkaitan. Pemilihan salah satu model pembelajaran tertentu akan mempengaruhi jenis media pembelajaran yang sesuai, meskipun masih ada berbagai aspek lain yang harus diperhatikan dalam memilih media, antara lain tujuan pembelajaran, jenis tugas dan respon yang diharapkan peserta didik kuasai setelah pembelajaran berlangsung, dan konteks pembelajaran termasuk karakteristik peserta didik. Meskipun demikian dapat dikatakan bahwa salah satu fungsi media pembelajaran adalah sebagai alat bantu mengajar yang turut mempengaruhi iklim kondisi, dan lingkungan belajar yang ditata dan diciptakan oleh guru.

1) Pengertian Media PembelajaranKata media berasal dari bahaa latin, merupakan bentuk jamak dari medium. Secara harfiah media berarti perantara atau pengantar (sumber pesan, misalnya film, televisi, diagram, bahan tercetak, komputer, dan instruktur), akan tetapi kata itu digunakan baik untuk bentuk jamak maupun mufrad. Beberapa contoh media itu dipertimbangkan menjadi media pembelajaran jika membawa pesan-pesan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Berhubungan dengan hal itu banyak para ahli dan organisasi yang memberi batasan mengenai pengertian media. Menurut Riyana (2008: 25) media pembelajaran merupakan wadah dari pesan, materi yang ingin disampaikan adalah pesan pembelajaran, tujuan yang ingin dicapai ialah rposes pembelajaran. Selanjutnya penggunaan media secara kreatif akan memperbesar kemungkinan bagi peserta didik untuk belajar lebih banyak, mencamkan apa yang dipelajarinya lebih baik, dan meningkatkan penampilan dalam melakukan keterampilan sesuai dengan yang menjadi tujuan pembelajaran.Susilana dan Riyana (2009: 6) mengemukakan beberapa pengertian media, diantaranya media adalah a) teknologi pembawa pesan yang bisa dimanfaatkan suntuk keperluan pembelajaran, b) sarana komunikasi baik berbentuk media cetak maupun audio visual, c) alat untuk merangsang peserta didik supaya terjadi proses belajar, d) segala bentuk dan saluran yang digunakan untuk proses panyaluran pesan, e) berbagai jenis komponen dalam lingkungan peserta didik yang dapat merangsang peserta didik untuk belajar.

Simamora (2009: 50) menjelaskan pengertian media adalah alat yang digunakan untuk menyampaikan isi materi agar dapat dilihat, dibaca, dan didengar peserta didik. Sebuah benda tidak bisa disebut media jika tidak membawa pesan. Jenis media yang sering digunakan dalam pembelajaran adalah buku atau bahan cetak, foto, papan tulis, over head projector (OHP). Selain beberapa macam media itu ada juga yang menggunakan film bingkai dan slide projector, kaset video dan set video. Ketiga pendapat itu sesuai dengan pendapat Arsyad (2013: 4) media adalah semua bentuk perantara yang digunakan oleh manusia untuk menyampaikan atau menyebar ide, gagasan atau pendapat, sehingga ide, gagasan atau pendapat yang dikemukakan itu sampai kepada penerima yang dituju. Media pembelajaran meliputi alat yang secara fisik digunakan untuk menyampaikan isi materi pelajaran yang terdiri dari buku, tape recorder, kaset, video camera, video recorder, film, gambar bingkai, foto, gambar, grafik, televisi, dan komputer. Berdasarkan pengertian media yang diungkapkan para ahli di atas, dapat diambil simpulan bahwa media pembelajaran adalah komponen sumber belajar atau wahana fisik yang mengandung materi intruksional di lingkungan yang dapat merangsang dan mengantarkan pesan kepada peserta didik dalam pembelajaran, termasuk diantaranya buku, tape recorder, kaset, video camera, video recorder, film, gambar bingkai, foto, gambar, grafik, televisi, dan komputer. 2) Jenis dan Karakteristik Media PembelajaranSoenarto, et al (2012: 6) menjelaskan bahwa sesuai dengan klasifikasi-nya, maka setiap media pembelajaran mempunyai karakteristik sendiri-sendiri. Karakteristik tersebut dapat dilihat menurut kemampuan media pembelajaran untuk membangkitkan rangsangan indera penglihatan, pendengaran, perabaan, pengecapan, maupun pembauan/penciuman. Dari karakteristik ini, untuk memilih suatu media pembelajaran yang akan digunakan oleh seorang dosen pada saat melakukan proses belajar mengajar, dapat disesuaikan dengan suatu situasi tertentu. Media pembelajaran seperti yang telah dijelaskan di atas, berdasarkan tujuan praktis yang akan dicapai dapat dibedakan menjadi tiga kelompok.a) Media grafisMedia grafis adalah suatu jenis media yang menuangkan pesan yang akan disampaikan dalam bentuk simbol-simbol komunikasi verbal. Simbol-simbol tersebut artinya perlu difahami dengan benar, agar proses penyampaian pesannya dapat berhasil dengan balk dan efisien. Selain fungsi tersebut secara khusus, grafis berfungsi untuk menarik perhatian, memperjelas sajian ide, mengilustrasikan atau menghiasi fakta yang mungkin akan cepat terlupakan bila tidak digrafiskan (divisualkan). Bentuk-bentuk media grafis antara lain adalah: (1) gambar foto, (2) sketsa, (3) diagram, (4) bagan/chart, (5) grafik, (6) kartun, (7) poster, (8) peta, (10) papan flannel, dan (11) papan buletin.b) Media AudioMedia audio berkaitan dengan indera pendengaran. Pesan yang disampaikan melalui media audio dituangkan ke dalam lambang-lambang auditif, balk verbal maupun non-verbal. Bebarapa media yang dapat dimasukkan ke dalam kelompok media audio antara lain: (1) radio, dan (2) alat perekam pita magnetik, alat perekam pita kaset.c) Media ProjeksiMedia projeksi diam memiliki persamaan dengan media grafis, dalam art dapat menyajikan rangsangan-rangsangan visual. Bahan-bahan grafis banyak digunakan juga dalam media projeksi diam. Media projeksi gerak, pembuatannya juga memerlukan bahan-bahan grafis, misalnya untuk lembar peraga (captions). Dengan menggunakan perangkat komputer (multi media), rekayasa projeksi gerak lebih dapat bervariasi, dan dapat dikerjakan hampir keseluruhannya menggunakan perangkat komputer. Untuk mengajarkan skill (keterampilan motorik) projeksi gerak mempunyai banyak kelebihan di bandingkan dengan projeksi diam. Beberap media projeksi antara lain adalah: (1) Film Bingkai, (2) Film rangkai, (3) Film gelang (loop), (4) Film transparansi, (5) Film gerak 8 mm, 16 mm, 32 mm, dan (6) Televisi dan Video.3) Fungsi Media PembelajaranMedia pembelajaran dalam suatu proses pembelajaran sangatlah penting peranannya. Pemilihan media pembelajaran harus disesuaikan dengan tujuan pembelajaran, jenis tugas dan respon yang diharapkan peserta didik setelah pembelajaran berlangsung, dan konteks pembelajaran termasuk karakteristik peserta didik. Levie dan Lentz (1982) sebagaimana dikutip dalam Arsyad (2013: 20-21) mengemukakan beberapa fungsi media pembelajaran antara lain fungsi atensi, fungsi afektif, fungsi kognitif, dan fungsi kompensatoris.a) Fungsi AtensiFungsi atensi dalam media pembelajaran merupakan inti, yaitu menarik dan mengarahkan perhatian peserta didik untuk berkonsentrasi kepada isi pelajaran yang berkaitan dengan makna visual yang ditampilkan atau menyertai teks materi pembelajaran. Seringkali pada awal pembelajaran, peserta didik tidak tertarik dengan materi pelajaran atau mata pelajaran itu merupakan salah satu mata pelajaran yang tidak disenangi sehingga cenderung tidak diperhatikan. b) Fungsi AfektifFungsi afektif dalam media pembelajaran dapat terlihat dari tingkat kenikmatan peserta didik ketika dalam proses pembelajaran teks yang bergambar. Gambar atau lambang dapat menggugah emosi dan sikap peserta didik, misalnya informasi yang menyangkut masalah sosial atau ras.c) Fungsi KognitifFungsi kognitif dalam media pembelajaran terlihat dari temuan-temuan penelitian yang mengungkapkan bahwa lambang atau gambar memperlancar pencapaian tujuan untuk memahami dan mengingat informasi atau pesan yang terkandung dalam gambar.d) Fungsi KompensatorisFungsi kompensatoris dalam media pembelajaran terlihat dari hasil penelitian bahwa media memberikan konteks untuk memahami teks dalam membantu peserta didik yang lemah mengorganisasikan informasi teks dan mengingatnya kembali. Media pembelajaran berfungsi untuk mengakomodasi peserta didik yang lemah dan lambat menerima dan memahami isi pelajaran yang disajikan dengan teks atau disajikan secara verbal.4) Manfaat Media PembelajaranPerolehan pengetahuan peserta didik seperti yang digambarkan oleh kerucut pengalaman Edgar Dale bahwa pengetahuan akan semakin abstrak apabila pesan hanya disampaikan melalui kata verbal. Hal ini memungkinkan terjadinya verbalisme yang artinya peserta didik hanya akan mengetahui tentang kata tanpa memahami makna yang terkandung di dalamnya. Hal ini menimbulkan kesalahan dalam persepsi peserta didik dan oleh sebab itu sebaiknya peserta didik mempunyai pengalaman yang lebih konkrit, pesan yang disampaikan benar-benar dapat mencapai sasaran dan tujuan.Susilan dan Riyana (2009: 9) mengemukakan beberapa manfaat media pembelajaran, antara lain:a) Memperjelas pesan agar tidak terlalu verbalistis.b) Mengatasi keterbatasan ruang, waktu, tenaga, dan daya indera.c) Menimbulkan gairah belajar, interaksi lebih langsung antara peserta didik dengan sumber belajar.d) Memungkinkan peserta didik belajar dengan mandiri sesuai dengan bakat dan kemampuan visual, auditori, dan kinestetiknya.5) Nilai Praktis Media pembelajaranMenurut Soenarto et al (2012: 8) sebagai komponen dari sistem instruksional, media mempunyai nilai-nilai praktis berupa beberapa kemampuan, antara lain :a) Konkritisasi konsep yang abstrak (sistem peredaran darah);b) Membawa pesan dari objek yang berbahaya dan sukar, atau bahkan tak mungkin dibawa ke dalam lingkungan belajar (binatang buas, letusan gunung berapi);c) Menampilkan objek yang terlalu besar (Candi Borobudur, Monas);d) Menampilkan objek yang tidak dapat diamati oleh mata telanjang (bakteri, struktur logam);e) Memungkinkan peserta didik berinteraksi langsung dengan lingkungan;f) Memungkinkan pengamatan dan persepsi yang seragam bagi pengalaman belajar peserta didik.;g) Membangkitkan motivasi peserta didik;h) Memberi kesan perhatian individual bagi anggauta kelompok belajar;i) Menyajikan informasi belajar secara konsisten dan dapat diulang maupun disimpan menurut kebutuhan.i. Media Poster1) Pengertian Media PosterPoster dirancang untuk menyalurkan informasi dengan visualisasi ide atau pesan yang meriah, atraktif, akan tetapi ekonomis. Menurut Santyasa (2007: 11) poster merupakan salah satu unsur grafis sering disebut sebagai unsur-unsur visual yang di dalamnya memuat perpaduan antara gambar dan tulisan untuk menyampaikan informasi, saran, seruan, peringatan, atau ide-ide lain. Soenarto, et al (2012: 18) mengemukakan bahwa poster yang baik menunjukkan adanya: (1) tujuan untuk sesuatu keperluan tertentu, (2) penampillan yang tegas dan jelas, sehingga orang yang membaca atau mengamati tidak ragu-ragu akan pesan yang terkandung, (3) warna-warna yang meriah dan menarik perhatian berfokus pada topik atau judul tertentu, (4) cukup lebar agar mudah dibaca dan dicerna dalam sekejap.Berdasarkan pendapat di atas, dapat diambil simpulan bahwa media poster merupakan merupakan salah satu unsur grafis sering disebut sebagai unsur-unsur visual yang di dalamnya memuat perpaduan antara gambar dan tulisan untuk menyampaikan informasi, saran, seruan, peringatan, atau ide-ide yng bisa digunakan untuk keperluan tertentu dan dalam dalam penampillannya tegas dan jelas, sehingga orang yang membaca atau mengamati tidak ragu-ragu akan pesan yang terkandung. 2) Manfaat Media PosterPoster perlu didesain dengan memperhatikan perpaduan antara kesederhanaan dengan dinamika yang ada ditambah dengan warna yang mencolok dan kekontrasan yang tinggi sehingga mudah terbaca dan menarik perhatian. Menurut Riyana (2012: 118) secara umum poster memiliki kegunaan, yaitu :a) Memotivasi peserta didik; dalam hal ini poster dalam pembelajaran sebagai pendorong atau memotivasi kegiatan belajar peserta didik. Pesan poster tidak berisi tentang informasi namun berupa ajakan, renungan, persuasi agar peserta didik memiliki dorongan yang tinggi untuk melakukan sesuatu diantaranya belajar, mengerjakan tugas, menjaga kebersihan, dan bekerjasama;b) Peringatan; dalam hal ini poster berisi tentang peringatan-peringatan terhadap suatu pelaksanaan aturan hukum, aturan sekolah atau madrasah atau peringatan-peringatan tentang sosial, kesehatan bahkan keagamaan;c) Pengalaman kreatif; Proses belajar mengajar menuntut kreatifitas peserta didik dan guru, pola pembelajaran klasikal yaitu peserta didik hanya diberikan informasi dari guru saja, tidak membuat pembelajaran lebih baik dan kreatif. Melalui poster pembelajaran bisa lebih kreatif, peserta didik ditugaskan untuk membuat ide, cerita, karangan dari sebuah poster yang di pajang. Diskusi kelas akan lebih hidup manakala guru menggunakan alat bantu poster sebagai bahan diskusi.3) Penggunaan Media Poster dalam PembelajaranRiyanaa (2012: 118) menerangkan bahwa penggunaan poster untuk pembelajaran dapat dilakukan dengan dua cara yaitu : a) Poster digunakan sebagai bagian dari kegiatan belajar mengajar, dalam hal ini poster digunakan saat guru menerangkan sebuh materi kepada peserta didik, begitu halnya peserta didik dalam mempelajari materi menggunakan poster yang disediakan oleh guru. Poster yang digunakan ini harus relevan dengan tujuan dan materi. Poster disediakan guru baik dengan cara membuat sendiri maupun dengan cara membeli atau menggunakan yang sudah ada. Dalam penggunannya poster di pasang di tengah kelas pada saat dibutuhkan dan di tanggalkan lagi setelah pembelajaran selesai. b) Poster digunakan di luar pembelajaran yang bertujuan untuk memotivasi peserta didik, sebagai peringatan, ajakan, propaganda atau ajakan untuk melakukan sesuatu yang postitif dan penanaman nilai-nilai sosial dan keagamanaan. Dalam hal ini poster tidak digunakan saat pembelajaran namun di pajang di dalam kelas atau disekitar sekolah di tempat yang strategis agar terlihat dengan jelas oleh peserta didik. Misalnya ajakan untuk rajin menabung, senantiasa membuang sampah pada tempatnya, mengingatkan untuk melaksanakan ibadah, dan tidak mencontek. ,

2. Kajian Penelitian yang RelevanPenelitian yang beranjak dari awal jarang ditemui, karena biasanya suatu penelitian mengacu pada penelitian lain yang dapat dijadikan sebagai titik tolak dalam penelitian selanjutnya. Oleh karena itu, peninjauan terhadap penelitian lain sangat penting, sebab bisa digunakan untuk mengetahui relevansi penelitian yang telah lampau dengan penelitian yang akan dilakukan. Penelitian eksperimen tentang menulis teks anekdot merupakan penelitian yang menarik. Banyaknya penelitian tentang menulis dapat dijadikan salah satu bukti bahwa menulis di sekolah sangat menarik untuk diteliti. Hal ini terbukti dengan banyaknya penelitian yang telah dilakukan yang berkenaan dengan topik penelitian tentang keefektifan model pembelajaran kooperatif tipe student teams achievement division (STAD) dan teams games tournament (TGT) berbantuan media poster terhadap kemampuan menulis peserta didik. Adapun beberapa penelitian yang masih ada keterkaitan dengan penelitian yang akan dikaji oleh peneliti, yaitu penelitian yang dilakukan oleh Anggara, el al (2011) Widiani (2012), Sukaesih (2013), Alijanian (2012), Maryani (2013), Hafid dan Makkasau (2013), Tran (2013), Damayanti (2014), Adnyani (2014), Keshavarz (2014), dan Sathyprakasha (2014).Penelitian Anggara, el al (2011) dengan topik penelitiannya yaitu Peningkatan Keterampilan Menulis Deskripsi Melalui Media Poster pada Peserta Didik Kelas IV SDN Borongan 02 Polanharjo Klaten Tahun Ajaran 2011/2012, menjelaskan bahwa tujuan penelitian untuk meningkatkan keterampilan menulis deskripsi melalui media poster pada peserta didik kelas IV SD Negeri Borongan 02 Polanharjo Klaten. Bentuk penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK) terdiri dari dua dengan tiap siklus terdiri dari 2 pertemuan. Teknik pengumpulan data menggunakan dokumentasi, wawancara, observasi langsung dan tes. Hasil penelitian ini yang dilaksanakan dapat disimpulkan bahwa dengan media poster dapat meningkatkan keterampilan menulis deskripsi pada peserta didik kelas IV SD Negeri Borongan 02 Polanharjo Klaten tahun ajaran 2011/2012.Relevansi penelitian Anggara dengan penelitian yang akan dilakukan, antara lain sama-sama meneliti keterampilan bahasa yaitu keterampilan menulis peserta didik, sama-sama meneliti penggunaan media pembelajaran yaitu dengan menggunakan media poster, teknik pengumpulan data sama-sama menggunakan dokumentasi, wawancara, observasi langsung dan tes. Perbedaan penelitian Anggara dengan penelitian yang akan dilakukan antara lain penelitian Anggara meneliti keterampilan menulis deskripsi sedangkan penelitian yang akan dilaksanakan meneliti menulis anekdot, penelitian Anggara mengambil sampel peserta didik kelas IV SD sedangkan penelitian yang akan dilaksanakan mengambil sampel peserta didik kelas X SMA, jenis penelitian dari Anggara adalah penelitian tindakan kelas (PTK) sedangkan penelitian yang akan dilaksanakan menggunakan jenis penelitian eksperimen.Widiani (2012) dengan topik penelitiannya yaitu Pengaruh Model Pembelajaran Tipe STAD dan Motivasi Berprestasi Terhadap Prestasi Belajar Keterampilan Menulis Narasi Peserta Didik Kelas VII SMPN 1 Bangli Tahun Pelajaran 2012/2013 oleh Widiani (2012) tersebut menjelaskan bahwa penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran tipe STAD terhadap prestasi belajar keterampilan menulis narasi peserta didik dari motivasi berprestasi peserta didik kelas VII SMP Negeri 1 Bangli. Rancangan eksperimen yang digunakan adalah the posttest-only control group design. Penelitian ini dilakukan di kelas kelas VII SMP Negeri 1 Bangli tahun ajaran 2012/2013 yang terdiri dari 208 peserta didik. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah simple random sampling. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Anova Dua Jalur. Temuan penelitian tersebut menunjukkan bahwa: (1) terdapat perbedaan prestasi belajar keterampilan menulis narasi antara peserta didik yang mengikuti pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan peserta didik yang mengikuti model pembelajaran konvensional, (2) terdapat perbedaaan prestasi belajar keterampilan menulis narasi antara peserta didik yang memiliki motivasi tinggi dengan peserta didik yang memiliki prestasi rendah, dan (3) terdapat pengaruh interaktif antara model pembelajaran dengan motivasi berprestasi terhadap prestasi belajar keterampilan menulis narasi peserta didik. Berdasarkan temuan- temuan di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh model pembelajaran tipe STAD terhadap prestasi belajar keterampilan menulis narasi peserta didik dari motivasi berprestasi peserta didik kelas VII SMP Negeri 1 Bangli.Relevansi penelitian Widiani (2012) dengan penelitian yang akan dilakukan, antara lain sama-sama menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD, sama-sama meneliti keterampilan menulis peserta didik, jenis penelitian yang sama-sama menggunakan jenis eksperimen, rancangan penelitian sama-sama menggunakan posttest-only control group design, metode penelitian sama-sama menggunakan metode kuantitatif, dan teknik pengambilan sampel penelitian sama-sama menggunakan teknik simple random sampling. Perbedaan penelitian penelitian Widiani (2012) dengan penelitian yang akan dilakukan, antara lain penelitian Widiani (2012) meneliti keterampilan menulis narasi sedangkan penelitian yang akan dilaksanakan meneliti menulis anekdot, dan penelitian Widiani (2012) mengambil sampel peserta didik kelas VII SMP sedangkan penelitian yang akan dilaksanakan mengambil sampel peserta didik kelas X SMA. Sukaesih (2013) dengan topik penelitiannya yaitu Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif tipe Teams games tournaments (TGT) dalam Pembelajaran Menulis Kalimat Efektif Berba