ACS
-
Upload
evangeline-hutabarat -
Category
Documents
-
view
518 -
download
54
Transcript of ACS
Sindrom Koroner Akut
Pengertian.
Acute Coronary Syndrome (ACS) atau SKA (sindrom koronari akut) meliputi kondisi – kondisi
dimana pada dasarnya memiliki patophysiologi sama yaitu oklusi arteri Coronaria. Yang
termasuk dalam ACS :
Stable angina
Unstable Angina
Non ST elevation Myocardial Infarction (NSTEMI)
ST Elevation Myocardial Infarction (STEMI)
Alasan rasional menyatukan semua penyakit itu dalam satu sindrom adalah karena mekanisme
patofisiologi yang sama. Semua disebabkan oleh terlepasnya plak yang merangsang terjadinya
agregasi trombosit dan trombosis, sehingga pada akhirnya akan menimbulkan stenosis berta atau
oklusi pada arteri koroner dengan atau tanpa emboli.
Sedangkan letak perbedaan antara angina tak stabil, infark Non-elevasi ST dan dengan elevasi
ST adalah dari jenis trombus yang menyertainya. Angina tak stabil dengan trombus mural, Non-
elevasi ST dengan thrombus inkomplet/nonklusif, sedangkan pada elevasi ST adalah trombus
komplet/oklusif.
Proses terjadinya trombus dimulai dengan gangguan pada salah satu dari Trias Virchow. Antara
lain akibat kelainan pada pembuluh darah, gangguan endotel, serta aliran darah terganggu.
Selanjutnya proses koagulasi berlangsung diawali dengan aterosklerosis, inflamasi, terjadi
ruptur/fissura dan akhirnya menimbulkan trombus yang akan menghambat pembuluh darah.
Apabila pembuluh darah tersumbat 100% maka terjadi infark miokard dengan elevasi ST
segmen. Namun bila sumbatan tidak total, tidak terjadi infark, hanya unstable angina atau infark
jantung akut tanpa elevasi segmen ST.
Epidemiologi
The American Heart Association memperkirakan bahwa lebih dari 6 juta penduduk Amerika,
menderita SKA dan lebih dari 1 juta orang yang diperkirakan mengalami serangan infark
miokardium setiap tahun. Kejadiannya lebih sering pada pria dengan umur antara 45 sampai 65
tahun, dan tidak ada perbedaan dengan wanita setelah umur 65 tahun.4–6 Penyakit jantung
koroner juga merupakan penyebab kematian utama (20%) penduduk Amerika. Di Indonesia data
lengkap belum ada. Tetapi angka kematian akibat penyakti kardiovaskuler secara keseluruhan
terus bertambah dari waktu kewaktu. Diberbagai rumah sakit di Indoensia menunjukkan bahwa
SKA terus-menerus menempati urutan pertama di antara jenis penyakit jantung lainnya. dan
angka kesakitannya berkisar antara 30 sampai 36,1%.
Etiologi
a. Adanya timbunan-lemak (aterosklerosis) dalam pembuluh darah akibat konsumsi kolesterol
tinggi.
b. Sumbatan (trombosis) oleh sel beku darah (trombus).
c. Vasokonstriksi atau penyempitan pembuluh darah akibat kejang yang terus menerus.
d. Infeksi pada pembuluh darah.
Wasid (2007) menambahkan mulai terjadinya Sindrom Koroner Akut (SKA) dipengaruhi oleh
beberapa keadaan, yakni:
a Aktivitas/latihan fisik yang berlebihan (tak terkondisikan)
b Stress emosi, terkejut
c Udara dingin, keadaan-keadaan tersebut ada hubungannya dengan peningkatan aktivitas
simpatis sehingga tekanan darah meningkat, frekuensi debar jantung meningkat, dan
kontraktilitas jantung meningkat.
Klasifikasi Sindrom Koroner Akut (SKA)
Menurut berat ringannya
a. Kelas I: Serangan baru, yaitu kurang dari 2 bulan progresif, berat, dengan nyeri pada
waktu istirahat, atau aktivitas sangat ringan, terjadi >2 kali per hari.
b. Kelas II: Sub-akut, yakni sakit dada antara 48 jam sampai dengan 1 bulan pada waktu
istirahat.
c. Kelas III: Akut, yakni kurang dari 48 jam.
Secara Klinis:
a. Klas A: Sekunder, dicetuskan oleh hal-hal di luar koroner, seperti anemia, infeksi,
demam, hipotensi, takiaritmi, tirotoksikosis, dan hipoksia karena gagal napas.
b. Kelas B: Primer.
c. Klas C: Setelah infark (dalam 2 minggu IMA). Belum pernah diobati. Dengan anti angina
(penghambat beta adrenergik, nitrat, dan antagonis kalsium ) Antiangina dan nitrogliserin
intravena.
Patofisiologi SKA
Penyebab utamanya adalah aterosklerosis, yang merupakan proses multifaktor. Kelainan ini
sudah mulai terjadi pada usia muda, yang diawali terbentuknya sel busa, kemudian pada usia
antara 10 sampai 20 tahun berubah menjadi bercak perlemakan dan pada usia 40 sampai 50
tahun bercak perlemakan ini selanjutnya dapat berkembang menjadi plak aterosklerotik yang
dapat berkomplikasi menyulut pembentukan trombus yang bermanifestasi klinis berupa infark
miokardium maupun angina (nyeri dada).
Sebagai respon terhadap injury dinding pembuluh, terjadi agregasi platelet dan pelepasan isi
granuler yang me- nyebabkan agregasi platelet lebih lanjut, vasokonstriksi dan akhirnya
pembentukan trombus. 3 Studi angioskopi telah membuktikan bahwa trombus penyebab angina
tidak stabil adalah trombus putih kaya platelet, berbeda dengan trombus merah kaya fibrin dan
eritrosit yang lebih menonjol pada infark miokard akut.
SKA dimulai dengan adanya ruptur plak arteri koroner, aktivasi kaskade pembekuan dan platelet,
pembentukan trombus, serta aliran darah koroner yang mendadak berkurang. Hal ini terjadi pada
plak koroner yang kaya lipid dengan fibrous cap yang tipis (vulnerable plaque). Ini disebut fase
plaque disruption ‘disrupsi plak’. Setelah plak mengalami ruptur maka tissue factor ‘faktor
jaringan’ dikeluarkan dan bersama faktor VIIa membentuk tissue factor VIIa complex
mengaktifkan faktor X menjadi faktor Xa sebagai penyebab terjadinya produksi trombin yang
banyak. Adanya adesi platelet, aktivasi, dan agregasi, menyebabkan pembentukan trombus arteri
koroner. Ini disebut fase acute thrombosis ‘trombosis akut’.
Proses inflamasi yang melibatkan aktivasi makrofage dan sel T limfosit, proteinases, dan sitokin,
menyokong terjadinya ruptur plak serta trombosis tersebut. Sel inflamasi tersebut bertanggung
jawab terhadap destabilisasi plak melalui perubahan dalam antiadesif dan antikoagulan menjadi
prokoagulan sel endotelial, yang menghasilkan faktor jaringan dalam monosit sehingga
menyebabkan ruptur plak.
Oleh karena itu, adanya leukositosis dan peningkatan kadar CRP merupakan petanda inflamasi
pada kejadian ACS dan mempunyai nilai prognostic. Pada 15% pasien ACS didapatkan kenaikan
CRP meskipun troponin-T negatif. Haidari dan kawan-kawan meneliti hubungan antara serum
CRP dengan SKA secara angiografi terhadap 450 individu. Ternyata, secara bermakna kadar
CRP dengan SKA lebih tinggi daripada kontrol (2,14 mg/L dibanding 1,45 mg/L) dan hubungan
tersebut menandakan adanya proses inflamasi pada SKA .
Endotelium mempunyai peranan homeostasis vaskular yang memproduksi berbagai zat
vasokonstriktor maupun vasodilator lokal. Jika mengalami aterosklerosis maka segera terjadi
disfungsi endotel (bahkan sebelum terjadinya plak). Disfungsi endotel ini dapat disebabkan
meningkatnya inaktivasi nitrit oksid (NO) oleh beberapa spesies oksigen reaktif, yakni xanthine
oxidase, NADH/NADPH (nicotinamide adenine dinucleotide phosphate oxidase), dan
endothelial cell Nitric Oxide Synthase (eNOS). Oksigen reaktif ini dianggap dapat terjadi pada
hiperkolesterolemia, diabetes, aterosklerosis, perokok, hipertensi, dan gagal jantung. Diduga
masih ada beberapa enzim yang terlibat dalam produk radikal pada dinding pembuluh darah,
misalnya lipooxygenases dan P450-monooxygenases. Grindling dkk. mengobservasi bahwa
angiotensin II juga merupakan aktivator NADPH oxidase yang poten. Ia dapat meningkatkan
inflamasi dinding pembuluh darah melalui pengerahan makrofage yang menghasilkan monocyte
chemoattractan protein-1 dari dinding pembuluh darah sebagai aterogenesis yang esensial
Fase selanjutnya ialah terjadinya vasokonstriksi arteri koroner akibat disfungsi endotel ringan
dekat lesi atau respons terhadap lesi itu. Pada keadaan disfungsi endotel, faktor konstriktor lebih
dominan (yakni endotelin-1, tromboksan A2, dan prostaglandin H2) daripada faktor relaksator
(yakni nitrit oksid dan prostasiklin).
Seperti kita ketahui bahwa NO secara langsung menghambat proliferasi sel otot polos dan
migrasi, adesi leukosit ke endotel, serta agregasi platelet dan sebagai proatherogenic. Melalui
efek melawan, TXA2 juga menghambat agregasi platelet dan menurunkan kontraktilitas
miokard, dilatasi koroner, menekan fibrilasi ventrikel, dan luasnya infark.
SKA yang diteliti secara angiografi 60—70% menunjukkan obstruksi plak aterosklerosis yang
ringan sampai dengan moderat, dan terjadi disrupsi plak karena beberapa hal, yakni tipis –
tebalnya fibrous cap yang menutupi inti lemak, adanya inflamasi pada kapsul, dan hemodinamik
stress mekanik.
Adapun mulai terjadinya SKA, dipengaruhi oleh beberapa keadaan, yakni aktivitas/latihan fisik
yang berlebihan (tak terkondisikan), stress emosi, terkejut, udara dingin, waktu dari suatu siklus
harian (pagi hari), dan hari dari suatu mingguan (Senin). Keadaan-keadaan tersebut ada
hubungannya dengan peningkatan aktivitas simpatis sehingga tekanan darah meningkat,
frekuensi debar jantung meningkat, kontraktilitas jantung meningkat, dan aliran koroner juga
meningkat. Dari mekanisme inilah beta blocker mendapat tempat sebagai pencegahan dan terapi
Aterosklerosis
Rupture Plaque
Aktifasi factor pembekuan dan platelet
Pengeluaran tissue faktor
Factor VII a Factor VII a complex
Factor X Factor Xa
Produksi trombin ↑
Terjadi adhesi dan agregasi
Pembentukan trombus
Proses inflamasi
Aktivasi :
Makrofag, proteinaseas, sel T limfosit, sitokin
Destabilitas plaque
S K A
Penurunan aliran darah koroner
Factor pencetus :HiperkolesterolemiaDmMerokokHtUsia lanjutKegemukan
Factor pendukung :DECOM CORDIS
ambang nyeri
Tk ada ST elevasiCKMB normalTroponin normal
Adanya ST elevasiCKMB Troponin
STEMI NSTEMI
MK: Curah Jantung Menurun
filtrasi glomerulusI
retensi cairanoliguria
MK: Kelebihan Volume cairan
supplay O2 ke paru
Kebutuhan O2
Kompensasi : RR
Takipneu/ dyspneu
kebutuhan O2 supplay o2
Tx Diuretik
Metab. anaerob
↑produksi asam laktat
Merangsang nosiseptor
Angina Pektoris
Nyeri
MK : Gangguan rasa nyaman : nyeri MK : Resiko gangguan keseimbangan elektrolit:
hipokalemi
MK : Gangguan pola nafas sekresi K
Diagnosis SKA
Anamnesis
Diagnosis adanya suatu SKA harus ditegakkan secara cepat dan tepat dan didasarkan pada tiga
kriteria, yaitu gejala klinis nyeri dada spesifik, gambaran EKG (elektrokardiogram) dan evaluasi
biokimia dari enzim jantung. Nyeri dada tipikal (angina) merupakan gejala kardinal pasien SKA.
Nyeri dada atau rasa tidak nyaman di dada merupakan keluhan dari sebagian besar pasien dengan
SKA. Perawat dan dokter harus mampu mengenal nyeri dada angina dan mampu membedakan
dengan nyeri dada lainnya karena gejala ini merupakan penanda awal dalam pengelolaan pasien
SKA.
Sifat nyeri dada yang spesifik angina sebagai berikut:
a. Lokasi : substermal, retrostermal, dan prekordial
b. Sifat nyeri : rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat, seperti ditusuk,
rasa diperas, dan dipelintir.
c. Penjalaran ke : leher, lengan kiri, mandibula, gigi, punggung atau interskapula, dan dapat
juga ke lengan kanan.
d. Gejala yang menyertai : mual, muntah, sulit bernafas, keringat dingin, dan lemas.
Secara spesifik dapat dilihat dibawah ini
Karakteristik Chronic Stable Angina
1. Durasi : 2 - 10 menit
2. Quality : Pressure- seperti ditekan benda berat, Tightness – seperti memakai korset yang
sangat kencang, Squeezing – seperti diremas-remas, Heaviness – dada terasa berat, Burning-
seperti terbakar
3. Location :
Retrosternal, seringkali diiringi dengan radiasi nyeri ataupun rasa tidak nyaman ke daerah
leher dan rahang serta bahu
Lengan, paling sering sebelah kiri
4. Associated Features/hal yang berhubungan :
Dicetuskan oleh aktivitas fisik, cuada dingin, stress fisik
S4 Gallop atau regurgitasi mitral/murmur saat nyeri timbul.
Berkurang dengan istirahat
Karakteristik dari Unstable Angina
1. Durasi : 10 - 20 menit
2. Quality : sama seperti diatas biasanya intensitas lebih berat dibanding dengan Stable angina
3. Location : sama dengan stable angina
4. Associated Features :
Dicetuskan dengan aktivitas fisik ringan, dingin, stress fisik atau dapat timbul pada saat
istirahat.
Sama seperti stable angina
Normal Cardiac Enzymes (Preferably CPKMB & Troponin I Or T)
Acute Myocardial Infarction (AMI)
a. Duration : lebih dari 30 menit
b. Quality : sama seperti stable angina kronik tetapi biasanya lebih berat intensitasnya
c. Location : sama dengan stable angina
d. Associated Features :
Hampir sama dengan unstable angina
Tidak dapat dihilangkan dengan nitroglicerin, biasanya disertai dengan artimia atau gagal
jantung.
Peningkatan enzim jantung (CPKMB & Troponin I atau T)
e. Berat ringannya nyeri bervariasi. Sulit untuk membedakan Angina Pektoris Tidak Stabil
/NSTEMI dan STEMI berdasarkan gejala semata-mata.
f. Presentasi klinis klasik SKA tanpa elevasi segmen ST berupa:
angina saat istirahat lebih dari 20 menit (angina at rest)
angina yang dialami pertama kali dan timbul saat aktivitas yang lebih ringan dari
aktivitas sehari-hari (new onset angina)
peningkatan intensitas, frekuensi dan durasi angina (angina kresendo)
angina pasca infark
g. Pada beberapa pasien dapat ditemukan tanda-tanda gagal ventrikel kiri akut. Gejala
yang tidak tipikal seperti rasa lelah yang tidak jelas, nafas pendek, rasa tidak nyaman
di epigastrium atau mual dan muntah dapat terjadi, terutama pada wanita, penderita
diabetes dan pasien lanjut usia. Kecurigaan harus lebih besar pada pasien dengan
faktor risiko kardiovaskular multipel dengan tujuan agar tidak terjadi kesalahan
diagnosis atau bahkan sampai tidak terdiagnosis/ under estimate .
Pemeriksaan Fisik
Tujuan dari pemeriksaan fisik adalah untuk mengidentifikasi faktor pencetus dan kondisi lain
sebagai konsekuensi dari SKA. Keadaan disfungsi ventrikel kiri (hipotensi, ronki dan gallop S3)
menunjukkan prognosis yang buruk.
Elektrokardiografi
EKG memberi bantuan untuk diagnosis dan prognosis. Rekaman yang dilakukan saat sedang
nyeri dada sangat bermanfaat. Gambaran diagnosis dari EKG adalah :
1. Depresi segmen ST > 0,05 mV (1/2 kotak kecil)
2. Inversi gelombang T, ditandai dengan > 0,2 mV (2 kotak kecil) inversi gelombang T yang
simetris di sandapan prekordial
Perubahan EKG lainnya termasuk bundle branch block (BBB) dan aritmia jantung, terutama
Sustained VT. Serial EKG harus dibuat jika ditemukan adanya perubahan segmen ST. Namun
EKG yang normal pun tidak menyingkirkan diagnosis UAP/NSTEMI.
Pemeriksaaan EKG 12 sadapan pada pasien SKA dapat mengambarkan kelainan yang terjadi dan
ini dilakukan secara serial untuk evaluasi lebih lanjut, dengan berbagai ciri dan kategori:
Angina pektoris tidak stabil: depresi segmen ST dengan atau tanpa inversi gelombang T,
kadang-kadang elevasi segmen ST sewaktu nyeri, tidak dijumpai gelombang Q.
Infark miokard non-Q: depresi segmen ST, inversi gelombang T
Penanda Biokimia Jantung
Penanda biokimia seperti troponin I (TnI) dan troponin T (TnT) mempunyai nilai prognostik
yang lebih baik dari pada CK-MB. Troponin T juga didapatkan selama jejas otot, pada penyakit
otot (misal polimiositis), regenerasi otot, gagal ginjal kronik. Hal ini dapat mengurangi
spesifisitas troponin T terhadap jejas otot jantung. Sehingga pada keadaan-keadadan tersebut,
troponin T tidak lagi dapat digunakan sebagai penanda biokimia.Troponin C, TnI dan TnT
berkaitan dengan kontraksi dari sel miokard. Susunan asam amino dari Troponin C sama antara
sel otot jantung dan rangka, sedangkan pada TnI dan TnT berbeda. Nilai prognostik dari TnI atau
TnT untuk memprediksi risiko kematian, infark miokard dan kebutuhan revaskularisasi dalam 30
hari adalah sama. Kadar serum creatinine kinase (CK) dengan fraksi MB merupakan indikator
penting dari nekrosis miokard. Keterbatasan utama dari kedua penanda tersebut adalah relatif
rendahnya spesifikasi dan sensitivitas saat awal (<6 jam) setelah onset serangan. Risiko yang
lebih buruk pada pasien tanpa segmen ST elevasi lebih besar pada pasien dengan peningkatan
nilai CKMB.
Penanda Biokimia Jantung
Meskipun mioglobin tidak spesifikasi untuk jantung, tapi memiliki sensitivitas yang tinggi.
Dapat terdeteksi secara dini 2 jam setelah onset nyeri. Tes negatif dari mioglobin dalam 4-8 jam
sangat berguna dalam menetukan adanya nekrosis miokard. Meskipun demikian mioglobin tak
dapat digunakan sebagai satu- satunya penanda jantung untuk mengidentifikasi pasien dengan
NSTEMI. Peningkatan kadar CKMB sangat erat berkaitan dengan kematian pasien dengan SKA
tanpa elevasi segmen ST, dan naiknya risiko dimulai dengan meningkatnya kadar CKMB diatas
normal. Meskipun demikian nilai normal CKMB tidak menyingkirkan adanya kerusakan ringan
miokard dan adanya risiko terjadinya perburukan penderita.
Troponin khusus jantung merupakan penanda biokimia primer untuk SKA. Sudah diketahui
bahwa kadar troponin negatif saat < 6 jam harus diulang saat 6-12 jam setelah onset nyeri dada.
Spektrum Klinis Sindrom Koroner
Stratifikasi Resiko
Penilaian Risiko
Penilaian risiko harus dimulai dengan penilaian terhadap kecenderungan penyakit jantung
koroner (PJK). Lima faktor terpenting yang dimulai dari riwayat klinis yang berhubungan
dengan kecenderungan adanya PJK, diurutkan berdasarkan kepentingannya adalah,
1. Adanya gejala angina
2. Riwayat PJK sebelumnya
3. Jenis kelamin
4. Usia
5. Diabetes, serta faktor risiko lainnya
Saat diagnosis APTS/NSTEMI sudah dipastikan, maka kencenderungan akan terjadinya
perubahan klinis dapat diramalkan berdasarkan usia, riwayat PJK sebelumnya, pemeriksaan
klinis, EKG dan pengukuran penanda jantung.
Rasionalisasi Stratifikasi Risiko
Pasien dengan APTS/NSTEMI memiliki peningkatan terhadap risiko kematian, infark berulang,
iskemia berulang dengan simptom, aritmia berbahaya, gagal jantung dan stroke. Penilaian
prognosis tidak hanya menolong untuk penanganan kegawatan awal dan pengobatannya, tetapi
juga membantu penentuan pemakaian fasilitas seperti:
1. Seleksi ruang perawatan (CVCU, intermediate ward, atau rawat jalan)
2. Seleksi pengobatan yang tepat, seperti antagonis GP IIb/ IIIa dan intervensi koroner
Tatalaksana
Tindakan Umum
Prinsip penatalaksanaan SKA adalah mengembalikan aliran darah koroner dengan trombolitik/
PTCA primer untuk menyelamatkan jantung dari infark miokard, membatasi luasnya infark
miokard, dan mempertahankan fungsi jantung. Penderita SKA perlu penanganan segera mulai
sejak di luar rumah sakit sampai di rumah sakit. Pengenalan SKA dalam keadaan dini merupakan
kemampuan yang harus dimiliki dokter/tenaga medis karena akan memperbaiki prognosis
pasien. Tenggang waktu antara mulai keluhan-diagnosis dini sampai dengan mulai terapi
reperfusi akan sangat mempengaruhi prognosis. Terapi harus dimulai sedini mungkin,
reperfusi/rekanalisasi sudah harus terlaksana sebelum 4-6 jam.
Pasien yang telah ditetapkan sebagai penderita UAP/NSTEMI harus istirahat di ICCU dengan
pemantauan EKG kontinyu untuk mendeteksi iskemia dan aritmia. Oksigen diberikan pada
pasien dengan sianosis atau distres pernapasan. Perlu dilakukan pemasangan oksimetri jari
(finger pulse oximetry) atau evaluasi gas darah berkala untuk menetapkan apakah oksigenisasi
kurang (SaO2 <90%). Morfin sulfat diberikan bila keluhan pasien tidak segera hilang dengan
nitrat, bila terjadi edema paru dan atau bila pasien gelisah. Penghambat ACE diberikan bila
hipertensi menetap walaupun telah diberikan nitrat dan penyekat-β pada pasien dengan disfungsi
sistolik faal ventrikel kiri atau gagal jantung dan pada pasien dengan diabetes. Dapat
diperlukan intra-aortic ballon pumpbila ditemukan iskemia berat yang menetap atau berulang
walaupun telah diberikan terapi medik atau bila terdapat instabilitas hemodinamik berat.
Tata Laksana Sebelum Ke Rumah Sakit (RS)
Prinsip penatalaksanaan adalah membuat diagnosis yang cepat dan tepat, menentukan apakah
ada indikasi reperfusi segera dengan trombolitik dan teknis transportasi pasien ke rumah sakit
yang dirujuk. Pasien dengan nyeri dada dapat diduga menderita infark miokard atau angina
pektoris tak stabil dari anamnesis nyeri dada yang teliti. Dalam menghadapi pasien-pasien nyeri
dada dengan kemungkinan penyebabnya kelainan jantung, langkah yang diambil atau tingkatan
dari tata laksana pasien sebelum masuk rumah sakit tergantung ketepatan diagnosis, kemampuan
dan fasilitas pelayanan kesehatan maupun ambulan yang ada.
Berdasarkan triase dari pasien dengan kemungkinan SKA, langkah yang diambil pada prinsipnya
sebagai berikut :
a. Jika riwayat dan anamnesa curiga adanya SKA
Berikan asetil salisilat (ASA) 300 mg dikunyah
Berikan nitrat sublingual
Rekam EKG 12 sadapan atau kirim ke fasilitas yang memungkinkan
Jika mungkin periksa penanda biokimia
b. Jika EKG dan penanda biokimia curiga adanya SKA. Kirim pasien ke fasilitas kesehatan
terdekat dimana terapi definitif dapat diberikan
c. Jika EKG dan penanda biokimia tidak pasti akan SKA
Pasien risiko rendah ; dapat dirujuk ke fasilitas rawat jalan
Pasien risiko tinggi : pasien harus dirawat
Semua pasien dengan kecurigaan atau diagnosis pasti SKA harus dikirim dengan ambulan dan
fasilitas monitoring dari tanda vital. Pasien harus diberikan penghilang rasa sakit, nitrat dan
oksigen nasal. Pasien harus ditandu dengan posisi yang menyenangkan, dianjurkan elevasi
kepala 40 derajat dan harus terpasang akses intravena. Sebaiknya digunakan ambulan/ambulan
khusus.
Tata Laksana di Rumah Sakit
Instalasi Gawat Darurat
Pasien-pasien yang tiba di UGD, harus segera dievaluasi karena kita berpacu dengan waktu dan
bila makin cepat tindakan reperfusi dilakukan hasilnya akan lebih baik. Tujuannya adalah
mencegah terjadinya infark miokard ataupun membatasi luasnya infark dan mempertahankan
fungsi jantung. Manajemen yang dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Dalam 10 menit pertama harus selesai dilaksanakan adalah:
a. pemeriksaan klinis dan penilaian rekaman EKG 12 sadapan,
b. periksa enzim jantung CK/CKMB atau CKMB/cTnT,
c. berikan segera: 02, infus NaCl 0,9% atau dekstrosa 5%,
d. pasang monitoring EKG secara kontiniu,
e. pemberian obat:
nitrat sublingual/transdermal/nitrogliserin intravena titrasi (kontraindikasi bila TD
sistolik < 90 mmHg), bradikardia (< 50 kali/menit), takikardia,
aspirin 160-325 mg: bila alergi/tidak responsif diganti dengan dipiridamol,
tiklopidin atau klopidogrel, dan
mengatasi nyeri: morfin 2,5 mg (2-4 mg) intravena, dapat diulang tiap 5 menit
sampai dosis total 20 mg atau petidin 25-50 mg intravena atau tramadol 25-50 mg
intravena.
2. Hasil penilaian EKG, bila:
a. Elevasi segmen ST > 0,1 mV pada 2 atau lebih sadapan ekstremitas berdampingan atau >
0,2 mV pada dua atau lebih sadapan prekordial berdampingan atau blok berkas (BBB)
dan anamnesis dicurigai adanya IMA maka sikap yang diambil adalah dilakukan
reperfusi dengan :
terapi trombolitik bila waktu mulai nyeri dada sampai terapi < 12 jam, usia < 75
tahun dan tidak ada kontraindikasi.
angioplasti koroner (PTCA) primer bila fasilitas alat dan tenaga memungkinkan.
PTCA primer sebagai terapi alternatif trombolitik atau bila syok kardiogenik atau bila
ada kontraindikasi terapi trombolitik
b. Bila sangat mencurigai ada iskemia (depresi segmen ST, insersi T), diberi terapi anti-
iskemia, maka segera dirawat di ICCU; dan
c. EKG normal atau nondiagnostik, maka pemantauan dilanjutkan di UGD. Perhatikan
monitoring EKG dan ulang secara serial dalam pemantauan 12 jam pemeriksaan enzim
jantung dari mulai nyeri dada dan bila pada evaluasi selama 12 jam, bila:
EKG normal dan enzim jantung normal, pasien berobat jalan untuk evaluasi stress
test atau rawat inap di ruangan (bukan di ICCU), dan
EKG ada perubahan bermakna atau enzim jantung meningkat, pasien dirawat di
ICCU.
Diagnosis Resiko
Berdasarkan diagnosis UAP atau NSTEMI, level resiko akan kematian dan iskemia kardiak dan
non fatal harus dipertimbangkan. Pengobatan dilakukan berdasarkan level resiko ini. Diagnosis
suatu resiko dilakukan berdasarkan level resiko ini.
Pasien Resiko Tinggi
Jika satu atau lebih dari hal-hal di bawah ini terjadi pada pasien, hal-hal tersebut diantaranya
adalah Iskemia berulang. Dapat muncul baik itu berupa sakit dada berulang atau perubahan
segmen ST yang dinamik yang terlihat pada profil EKG. (Depresi segmen ST atau penaikan
segment ST sementara),terjadinya sakit dada saat istirahat > 20 menit, peningkatan level marker
cardiac (CK-MB, Troponin T atau I, Protein reactive C), pengembangan ketidakstabilan
hemodinamik dalam periode observasi, Aritmia mayor (fibrilasi ventricular, keberulangan
tachycardia ventrikular) atau disfungsi ventricular kiri, Angina tak stabil post-infarction dini,
thrombus pada angiografi
Pasien Resiko Rendah
Tidak ada sakit dada berulang saat perioda observasi, tidak ada tanda angina saat istirahat, tidak
ada peningkatan troponin atau marker biokimia lain, EKG normal atau tidak ada perubahan
selama episode ketidaknyamanan dada.
Obat yang digunakan :
1. Aspirin & Klopidogrel
2. Jika aspirin intoleransi dan klopidogrel tidak dapat digunakan, gunakan : Ticlopidine, Nitrat,
Tablet sublingual atau spray atau IV, β-bloker oral (jika tidak ada kontra indikasi) antagonis
kalsium non-dihidropiridin jika sukar untuk meneruskan pengobatan yang terdahulu.
3. Senyawa penurun lipid
4. Inhibitor HMG-CoA reduktase & diet LDL-c> 2.6 mmol/L (100 mg/dL) dimulai dalam 24-
96 jam setelah masuk RS.Dilanjutkan pada saat keluar RS
5. Fibrat atau niasin jika HDL-c < 1 mmol/L (40 mg/dL) muncul sendiri atau dalam kombinasi
dengan obnormalitas lipid lain
6. Follow up dalam 2-6 minggu
Pengobatan Untuk Pasien Berisiko Tinggi
1. Istirahat di tempat tidur dengan monitoring EKG yang tetap berlangsung
2. Suplemen oksigen untuk mempertahankan kejenuhan O2 > 90%.
Pecegahan
Sedapat mungkin mengurangi faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya penyakit arteri
koroner, terutama yang dapat dirubah oleh penderita:
1. Berhenti merokok
2. Menurunkan berat badan
3. Mengendalikan tekanan darah
4. Menurunkan kadar kolesterol darah dengan diet atau dengan obat
Melakukan olah raga secara teratur.
Asuhan Keperawatan Klien dengan Sindrom Koroner Akut (SKA)
a. Pengkajian:
1. Identitas klien (umumnya jenis kelamin laki-laki dan usia > 50 tahun)
2. Keluhan (nyeri dada, Klien mengeluh nyeri ketika beristirahat , terasa panas, di dada
retro sternal menyebar ke lengan kiri dan punggung kiri, skala nyeri 8 (skala 1-10), nyeri
berlangsung ± 10 menit)
3. Riwayat penyakit sekarang (Klien mengeluh nyeri ketika beristirahat , terasa panas, di
dada retro sternal menyebar ke lengan kiri dan punggung kiri, skala nyeri 8 (skala 1-10),
nyeri berlangsung ± 10 menit)
4. Riwayat penyakit sebelumnya (DM, hipertensi, kebiasaan merokok, pekerjaan, stress),
dan Riwayat penyakit keluarga (jantung, DM, hipertensi, ginjal).
b. Pemeriksaan Penunjang:
1. Perubahan EKG (berupa gambaran STEMI/ NSTEMI dengan atau tanpa gelombang Q
patologik)
2. Enzim jantung (meningkat paling sedikit 1,5 kali nilai batas atas normal, terutama CKMB
dan troponin-T /I, dimana troponin lebih spesifik untuk nekrosis miokard. Nilai normal
troponin ialah 0,1--0,2 ng/dl, dan dianggap positif bila > 0,2 ng/dl).
c. Pemeriksaan Fisik
1. B1: dispneu (+), diberikan O2 tambahan
2. B2: suara jantung murmur (+), chest pain (+), crt 2 dtk, akral dingin
3. B3: pupil isokor, reflek cahaya (+), reflek fisiologis (+)
4. B4: oliguri
5. B5: penurunan nafsu makan, mual (-), muntah (-)
6. B6: tidak ada masalah
d. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi Keperawatan
Masalah Keperawatan Intervensi
1. Chest Pain b.d. penurunan
suplay oksigen ke miokard
sekunder terhadap IMA
Tujuan :
Klien dapat beradaptasi
dengan nyeri setelah mendapat
perawatan 1x24 jam
Nyeri berkurang setelah
intervensi selama 10 menit
Kriteria hasil :
a. Skala nyeri berkurang
b. Klien mengatakan keluhan
nyeri berkurang
c. Klien tampak lebih tenang
1. Anjurkan klien untuk istirahat
(R: istirahat akan memberikan ketenangan
sebagai salah satu relaksasi klien sehingga
rasa nyeri yang dirasakan berkurang, selain
itu dengan beristirahat akan mengurangi O2
demand sehingga jantung tidak berkontraksi
melebihi kemampuannya)
2. Motivasi teknik relaksasi nafas dalam
(R: relaksasi napas dalam adalah salah satu
teknik relaks dan distraksi, kondisi relaks
akan menstimulus hormon endorfin yang
memicu mood ketenangan bagi klien)
3. Kolaborasi analgesik ASA 1 x 100 mg
(R: Analgesik akan mengeblok
nosireseptor, sehingga respon nyeri klien
berkurang)
4. Evaluasi perubahan klien: Nadi, TD, RR,
skala nyeri, dan klinis
(R: mengevaluasi terapi yang sudah
diberikan
Masalah Keperawatan Intervensi
2. Penurunan curah jantung
Tujuan: Curah jantung
meningkat setelah untervensi
selama 1 jam
Kriteria hasil :
a. TD normal, 100/80 -140/90
b. Nadi kuat, reguler
1. Berikan posisi kepala (> tinggi dari
ekstrimitas)
(R: posisi kepala lebih tinggi dari
ekstremitas (30 o) memperlancar aliran
darah balik ke jantung, sehingga
menghindari bendungan vena jugular, dan
beban jantung tidak bertambah berat)
2. Motivasi klien untuk istirahat (bed rest)
(R: beristirahat akan mengurangi O2
demand sehingga jantung tidak berkontraksi
melebihi kemampuannya)
3. Berikan masker non reservoir 8 lt/mnt
(R: pemberian oksigen akan membantu
dalam memenuhi kebutuhan oksigen dalam
tubuh)
4. Kolaborasi medikasi: Pemberian
vasodilator captopril, ISDN, Pemberian
duretik furosemid
(R: vasodilator dan diuretic bertujuan untuk
mengurangi beban jantung dengan cara
menurunkan preload dan afterload)
5. Evaluasi perubahan: TD, nadi, dan klinis
(R: mengevaluasi terapi yang sudah
diberikan dan sebagai perbaikan intervensi
selanjutnya)
Masalah Keperawatan Intervensi
3. Gangguan keseimbangan
elektrolit : hipokalemia
Tujuan : Terjadi keseimbangan
elektrolit setelah intervensi 1
1. Pantau TD dan nadi lebih intensif
(R: penurunan Kalium dalam darah
berpengaruh pada kontraksi jantung, dan
hal ini mempengaruhi Td dan nadi klien,
sehingga dengan memantau lebih intensif
jam
Kriteria hasil :
a TD normal (100/80 –
140/90 mmHg)
b Nadi kuat
c Klien mengatakan kelelahan
berkurang
d Nilai K normal (3,8 – 5,0
mmmo/L)
akan lebih waspada)
2. Anjurkan klien untuk istirahat
(R: beristirahat akan mengurangi O2
demand sehingga jantung tidak berkontraksi
melebihi kemampuannya)
3. Kolaborasi pemberian kalium : Kcl 15 mEq
di oplos dengan RL (500 cc/24 jam) dan
Pantau kecepatan pemberian kalium IV
(R: koreksi Kalium akan membantu
menaikkan kadar Kalium dalam darah)
4. Evaluasi perubahan klien: TD, nadi, serum
elektrolit, dan klinis
(R: untuk mengevaluasi terapi yang sudah
diberikan dan untuk program intervensi
selanjutnya)
Daftar Pustaka
Andra. (2006). Sindrom Koroner Akut: Pendekatan Invasif Dini atau Konservatif.
http://www.majalah-farmacia.com/rubrik/one_news.asp?IDNews=197.
Carpenito. (1998). Diagnosa Keperawata: Aplikasi Pada Praktek Klinis. Edisi VI. Jakarta: EGC
Muttaqin. (2009). Asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistim kardiovaskular. Jakarta:
Salemba Medika
Wasid (2007). Tinjauan Pustaka Konsep Baru Penanganan Sindrom Koroner Akut.
http://nursingbrainriza.blogspot.com/2007/05/tinjauan-pustaka-konsep-baru
penanganan.html. Diaskes di Surabaya, tanggal 30 September: Jam 19.10 WIB
Laporan Kasus pada Pasien Tn. A dengan unstable angina di Ruang ICU Rumah Sakit
Dustira Cimahi
Deskripsi kasus
Pengkajian
1. Identitas pasien
Nama : Tn. U
Umur : 60 tahun
Jenis kelamin : Laki – laki
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Status perkawinan : Kawin
Pekerjaan : Pensiunan TNI AD
Suku / Bangsa : Sunda / Indonesia
Tanggal masuk RS : 14 Juni 2010
Tanggal pengkajian : 15 Juni 2011
2. Riayat kesehatan
a. Keluhan utama saat MRS : nyeri dada kiri sekitar 15 menit
b. Riwayat penyakit sekarang
9 jam SMRS mengeluh nyeri dada sebalah kiri, disertai sesak nafas, seperti ditutusk,
menjalar sampai kepunggung sebelah kiri atas. Nyeri dada dirasakan saat pasien
beraktivitas ringan, mual (-), muntah (-).
c. Riwayat kesehatan : Hipertensi sejak 6 tahun lalu, DM tipe II sejak 10 tahun lalu, ada
riwayat asam urat
3. Pemeriksaan Fisik:
a. KU : sakit sedang
b. Kesadaran : CM
c. Kepala : mata → anemia -/-
d. Leher : JVP tidak meningkat
e. Thorak : bentuk simetris.
Cor : Ictus Cordis tidak tampak, S1/S2 reguler, S3 (-), S4 (-) murmur (-).
Pulmo : Ronkhi -/-, wheezing -/-
f. Abdomen : datar dan lembut
g. Extremitas : edema -/-
h. Tanda-tanda vital : Respirasi 20 x/menit, nadi 74 x/menit, tekanan darah 140/90
mmHg.
4. Pemeriksaan Diagnostik
a. Laboratorium
Hasil pemeriksaan laboratorium tgl 14 Juni 2011
AST (SGOT) : 16
ALT (SGPT) : 0
Hitung jenis : 33,7 5
Portein : 6,4
Thrombo : 363.000
Albumin : 3,9
Globulin : 2,5
MCV : 8,5
MCH : 28
MCHC : 32,9
RDW : 11,8
Kolesterol total : 158
TG : 104
Gula darah sewkt : 100
Asam urat : 12,3
Kreatinin : 1,8
b. EKG
Hasil EKG terlampir : kesimpulan irama sinus dengan LAH dan STEMI
5. Diagnosa : saat masuk UAP (dilihat dari karakteristik nyeri dadanya)
6. Terapi:
a. Bedrest ½ duduk
b. Oksigen (O2) 3 ltr/menit
c. Diet RL 1500 kkal/hari
d. Infus jaga Dex 5% 10 gtt/24 jam
e. Lovenox 2 x 0,6 (inj)
f. CPG 1 x 1 tab
g. Nitrocap 2 x 2,5 mg
h. Laxidine 3 x 1 CI
i. Dexanta 3 X 1 CI
j. Alprazolam 0,5 mg x1
7. Data Keperawatan
a. Napas : Klien tidak ada keluhan gangguan bernapas, RR 20 x/mnt
b. Nutrisi : Diet nasi 3 x sehari, klien mengeluh mual, muntah
c. Tidur : Kebiasaan tidur mulai pukul 21.00 s/d 04.00
d. Data lain dalam keadaan normal
e. Psikologis : Klien tampak sedih, emosi labil
8. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri sehubungan dengan nekrotik jaringan koroner
b. Cemas berhubungan dengan keadaan penyakitnya
c. Intoleransi aktivitas berhubungan ketidakseimbangan suplai oksigen dan kebutuhan
9. Rencana Keperawatan
NOTGL /
JAM
DIAGNOSA
KEPERAWATANTUJUAN INTERVENSI RASIONAL
1.
2
15/5/10
07.00
08.00
Nyeri ( akut )
berhubungan dengan
nekrotik jaringan
miokard sekunder
akibat oklusi arteri
koroner yang di
tandai dengan
pasien mengeluh
nyeri dada kiri
seperti tertekan
benda berat, nyeri
menjalar ke tangan
kiri.
Intoleransi aktivitas
berhubungan dengan
ketidak seimbangan
suplai oksigen
miokard dan
kebutuhan ditandai
dengan pasien
tampak lemah.
Setelah dilakukan
askep diharapkan
nyeri berkurang
sampai hilang
dengan kriteria :
- Nyeri dada
berkurang.
- Ekpresi
tenang.
- Pasien rileks.
- Skala nyeri
berkurang
Setelah diberi
askep diharapkan
pasien toleran
terhadap aktivitas
ringan di tempat
tidur dengan
kriteria :
- Pasien mampu
melakukan
aktivitas di
tempat tidur
secara
bertahap
1. Berikan
lingkungan yang
tenang.
2. Bantu melakukan
teknik relaksasi,
misal nafas
dalam / perlahan.
Kolaborasi :
3. Berikan obat
sesuai indikasi
Lovenox dan CPG
1. Catat
frekwensi jantung,
irama dan
perubahan TD,
sesak nafas, dada
berdebar, sebelum,
selama, aktivitas.
2. Anjurk
1.Menurunkan
rangsangan
eksternal.
2.Membantu dalam
penurunan persepsi /
respons nyeri.
Memberikan kontrol
situasi,
meningkatkan
prilaku positif.
3.Meningkatkan
perfusi jaringan dan
mengurangi rasa
sakit.
1. Kecendrungan
menentukan respons
pasien terhadap
aktivitas dan dapat
mengindikasikan
penurunan oksigen
miokardia yang
memerlukan
penurunan tingkat
aktivitas / kembali
tirah baring,
perubahan program
obat, penggunaan
oksigen tambahan.
2. Menurunkan kerja
miokardia / konsumsi
3 09.00 Ansietas
berhubungan dengan
adanya perubahan
kesehatan yang
ditandai dengan
pasien tampak sedih
dan emosi labil.
Setelah dilakukan
askep diharapkan
ansietas teratasi
dengan kriteria
- Menyatakan
penurunan
ansietas.
- Pasien tampak
tenang.
an tingkatkan
istirahat
3. Batasi
aktivitas
4.
Berikan aktivitas
senggang yang
tidak berat.
5. Batasi
pengunjung.
6. Anjurkan
pasien menghindari
peningkatan
tekanan abdomen,
contoh mengejan
saat defekasi.
7. Kolaboras
i :
Obat laksatif sesuai
indikasi
1. Catat adanya
kegelisahan,
menolak, dan atau
oksigen, menurunkan
risiko komplikasi.
3. Pembicaraan yang
panjang sangat
mempengaruhi
pasien
4. Aktivitas yang
memerlukan
menahan nafas dapat
mengakibatkan
bradikardia, juga
menurunkan curah
jantung, dan
takikardia dengan
peningkatan TD,
karena stimulasi
terhadap saraf vagus
(vagal refleks)
1 Penelitian
menunjukkan
beberapa hubungan
antara derajat /
ekpresi marah atau
gelisah dan
peningkatan risiko
IM.
2 Perkiraan dan
menyangkal.
2. Orientasikan
pasien terhadap
prosedur rutin dan
aktivitas yang
diharapkan.
3. Tingkatkan
partisipasi bila
mungkin.
4. Jawab semua
pertanyaan secara
nyata. Berikan
informasi
konsisten.
5. Berikan periode
istirahat / waktu
tidur tak terputus,
lingkungan tenang.
6. Kolaborasi :
Berikan obat anti
ansietas sesuai
indikasi
(alprazolam)
informasi dapat
menurunkan
kecemasan pasien.
3 Informasi yang tepat
tentang situasi
menurunkan takut
dan membantu
pasien untuk
menerima situasi
secara nyata.
4. Penyimpanan
energi dan
meningkatkan
kemampuan koping.
5.Membantu pasien
untuk lebih rileks,
sehingga tidak
menambah beban
jantung.
Implikasi Keperawatan yang berhubungan dengan Terapi pada pasien tersebut.
Secara teoritis, prinsip penatalaksanaan pasien dengan ACS adalah terapi farmakologis dan
non farmakologis.
Pengobatan
Ada 3 golongan terapi farmakologis pada ACS yaitu terapi reperfusi, terapi conjunctive dan
terapi tambahan.
a. Golongan terapi reperfusi
Pemberian metoprolol tartrat (Lopresser) pada infark myocardium yang disertai Tachicardia
sinus dan Hipertensi dapat menurunkan kebutuhan oksigen myocardium sehingga membatasi
ukuran infark dan mengurangi nyeri iskemik. Obat penyekat beta-adrenergik dapat
menghambat perkembangan iskemi dengan menghambat secara selektif pengaruh susunan
saraf simpatis terhadap jantung; pengaruh ini disalurkan melalui reseptor beta. Obat ini dapat
menurunkan frekuensi denyut jantung dan kekuatan kontraksi sehingga mampu memenuhi
kebutuhan oksigen myocardium.
Morfin sulfat diberikan kepada infark myocardium akut karena dapat menurunkan kebutuhan
oksigen myocardium akut dengan menghilangkan nyeri dan agitasi. Obat vasodilator, ACE
inhibitor, dan penyekat saluran kalsium menurunkan tekanan darah dan resistensi terhadap
ejeksi ventrikel. Akibatnya, afterload menurun, ACE inhibitor bekerja secara selektif
menekan renin angiotensin 1 menjadi angiotensin II; terjadi dilatasi pembuluh darah arteri
dan vena. Penyekat saluran kalsium bekerja dengan menghambat refluks ion kalsium
melewati membran sel dalam otot polos dan jantung, sehingga menghasilkan relaksasi dan
vasodilatasi arteri koroner dan perifer.
Tn U mendapatkan beberapa terapi reperfusi antara lain:
a. Nitrocap 2 x 2,5 mg
b. CPG 1 x 1 tab
Semua terapi tersebut bertujuan untuk mengoreksi ketidakseimbangan oksigen myocardium
dan menurunkan kebutuhan oksigen myocardium. Implikasi terhadap keperawatan adalah
perawat dituntut memiliki pemahaman yang memadai terhadap cara kerja obat tersebut dan
pemamtauan pada respon pasien. Perawat harus melakukan observasi yang ketat terhadap
saturasi oksigen, perfusi otot jantung melalui tanda-tanda vital (nadi, tekanan darah,
pernapasan).
2. Golongan terapi conjunctive
Terapi Trombolitik
Infark myocardium akut disebabkan oleh trombosis koroner sehingga intervensi yang
diberikan ditujukan untuk mengatasi trombosis koroner segera setelah awitan infark
myocardium untuk memulihkan myocardium. Pengobatan ini dimulai 3 sampai 6 jam dari
awitan infark myocardium akut. Obat-obat trombolitik digunakan untuk melarutkan trombus
yang menyumbat aliran darah koronaria dan menyebabkan infark. Agen trombolitik seperti
streptokonase dimasukkan per infus langsung ke arteri koronaria untuk melarutkan
penggumpalan darah dengan mengaktifkan plasmin, sutu enzim proteolitik yang melarutkan
penggumpalan.
Terapi Aspirin
Terapi aspirin sebagai suatu agregan anti trombosit dimulai setelah infark myocardium dan
bahkan jika pasien diobati dengan trombolitik. Terapi aspirin dapat menurunkan mortalitas
infark miocardium akut. Setelah infark miocardium akut terapi utama istirahat dengan
pemantauan aktivitas harian melalui program rehabilitasi jantung yang memungkinkan
pemulihan jaringan.
Tn U mendapat beberapa terapi golongan conjunction yaitu Lavenox 2 x 0,6 cc (inj)
3. Terapi tambahan
Terapi tambahan merupakan terapi untuk mendukung kondisi pasien dan mencegah terjadinya
serangan berulang. Terapi tambahan pada Tn U disesuaikan dengan keluhan yang dirasakan
seperti:
a. Dexanta 2 x 1 CI
Obat ini merupakan obat yang bekerja pada lambung untuk menetralkan asam lambung
dan mengurangi kembung karena obat ini mengandung simeticon yang dapat membantu
mengurangi rasa kembugn. Jadi sangat cocok untuk pasien yang mengeluh mual dan
muntah. Perawat harus dapat memberikan obat ini sesuai dengan petunjuk dan selalu
mengobervasi keluhan mual dan muntah pasien, penting dalam kaitan pemenuhan
kebutuhan nutrisi
b. Alprazolam 0,5mg x 1 tab
Alprazolam merupakan anti ansietas dan anti panik yang efektif. Efek tersebut diduga
disebabkan oleh ikatan alprazolam dengan reseptor-reseptor spesifik yang terdapat pada
susunan saraf pusat. Tn U diberkan obat golongan ini untuk mengurangi kecemasan dan
stress, dimana bila pasien stress maka akan diproduksi katekolamin dan pembuluhd arah
akan vasokonstriksi sehingga akan menambah berdampak pada suplai oksigen terhadap
miokard.
c. Laxadin 3 x I CI
Obat laxadin merupakan golongan pencahar feces. Obat ini diberikan, bertujuan untuk
menghindari mengedan pada saat buang air besar sehingga dapat mengurangi beban otot
jantung dan stimulasi pada nervus vagus (vagal refleks).
Pentingnya Istirahat pada Pengobatan Infark Miokardium Akut
Tingkat kematian sel ditentukan oleh derajat iskemia dikali derajat metabolisme otot jantung.
Bila metabolisme otot jantung meningkat, seperti selama kerja fisik, pada tegangan emosi yang
hebat, atau sebagai akibat kelelahan maka kebutuhan jantung akan oksigen dan zat makanan
lainnya akan meningkat guna memperpanjang hidupnya. Bila jantung menjadi aktif pembuluh
darah otot akan berdilatasi. Hal ini menyebabkan sebagaian besar darah mengalir ke dalam
pembuluh koroner untuk mengalir melalui jaringan otot normal, jadi hanya menyisakan sedikit
darah untuk mengalir melalui saluran anastomosis kecil ke dalam daerah iskemik, sehingga
keadaan iskemik menjadi lebih parah. Keadaan ini disebut dengan sindrom “coronary steal”.
Akibatnya salah satu hal yang penting dalam pengobatan ACS adalah ketaatan untuk melakukan
istirahat total selama proses pemulihan.
Tn U dapat intruksi:
a. Oksigen 3 liter /menit
b. Bedrest ½ duduk
Perawat harus memberikan oksigen sesuai dengan kebutuhan, menghindari terlepasnya selang
dan kanule, dan memberikan pendidikan pada pasien dan keluarganya agar tetap
mempertahankan oksigen dan peralatannya. Di samping itu, posisi pasien sangat penting
diperhatikan agar kebutuhan akan oksigen dapat diturunkan untuk mencegan perluasan infark.
Analisa kasus
Berdasarkan rekam medis dan catatan keperawatan Tn. U, maka dapat dianalisis sebagai berikut:
a. Anmnesa : dari karakterisitik nyeri yang dirasakan maka Tn. U dapat disimpulkan
mengalami unstable angina
b. Pemeriksaan Fisik : berdasarkan hasil pemeriksaan fisik, maka Tn. U belum ditemukan tanda
gagal jantung
c. Pemeriksaan Laboratorium dan EKG
Laboratorium
Dari hasil lab ditemukan ada peningkatan kreatinin. Tingkat kreatinin harus terus dipantau
untuk pengidap diabetes / hipertensi karena penyakit ini dapat menyebabkan komplikasi
ginjal. Kreatinin > 1.4 mg/dl bisa menjadi pertanda masalah ginjal, apalagi dengan adanya
riwayat hipertensi, asam urat dan DM.
Ditemukan pula peningkatan yang signifikan pada asam urat, asam urat (uric acid) adalah
produk akhir metabolisme purin (adenine dan guanine) yang merupakan konstituen asam
nukleat. Asam urat terutama disintesis dalam hati yang dikatalisis oleh enzim xantin
oksidase. Asam urat diangkut ke ginjal oleh darah untuk difiltrasi, direabsorbsi sebagain, dan
dieksresi sebagian sebelum akhirnya diekskresikan melalui urin. Peningkatan kadar asam
urat dalam urin dan serum (hiperuresemia) bergantung kepada fungsi ginjal, kecepatan
metabolisme purin, dan asupan diet makanan yang mengandung purin.
Asam urat dapat mengkristal dalam saluran kemih pada kondisi urin yang bersifat asam dan
dapat berpotensi menimbulkan kencing batu; oleh sebab itu fungsi ginjal yang efektif dan
kondisi urin yang alkalis diperlukan bila terjadi hiperuresemia. Masalah yang banyak terjadi
berkaitan dengan hiperuresemia adalah gout. Kadar asam urat sering berubah dari hari ke hari
sehingga pemeriksaan kadar asam urat perlu diulang kembali setelah beberapa hari atau
beberapa minggu. Adanya kecurigaan terhadap gangguan ginjal, oleh sebab itu Tn. U
diperiksa MCV, MCHC dan MCH serta RDW, tetapi masih menunjukkan angka normal.
Penderita gagal ginjal juga berisiko mengalami gagal jantung atau penyakit jantung iskemik.
Gagal jantung pada PGK (penyakit gagal ginjal) biasanya didahului oleh anemia, karena
ginjal yang terganggu fungsinormalnya tidak mampu memproduksi eritropetin dalam jumlah
yang cukup. Jika tidak diobati dan dideteksi, anemia pada PGK bisa menimbulkan masalah
yang serius. Jumlah sel darah merah yang rendah akan memicu jantung sehingga jantung
bekerja lebih keras. Hal ini menyebabkan pelebaran bilik jantung kiri yang disebut LVH (left
ventricular hypertrophy). Lama kelamaan, otot jantung akan melemah dan tidak mampu
memompa darah sebagaimana mestinya sehingga terjadilah gagal jantung. Hal ini dikenal
dengan nama sindrom kardiorenal.
Pada Tn AS, tidak dilakukan pemeriksaan laboratorium yang lain seperti: Troponin, CRP dan
elektrolit. Hal ini mungkin belum ada indikasi untuk pemeriksaan lebih lengkap
.
EKG
Hasil EKG didapatkan Q patologis pada : aVL, V1-V5, dan ST elevasi padaV1-V6. Dari
hasil tersebut disimpulkan IMA dengan STEMI anterior luas.
Sebagai indicator untuk menentukan area keusakan otot jantung, dapat dilihat pada table
berikut.
Daerah Infark Perubahan EKG
Anterior Elevasi segmen ST pada lead V3-V4,
perubahan resiprokal (depresi ST) pada lead
II, III, aVF.
Inferior Elevasi segmen T pada lead II, II, aVF,
perubahan resiproakal (depresi ST) V1-V6, I,
aVL
Lateral Elevasi segmen ST pada I, aVL, V5-V6
Posterior Perubahan resiprokal (depresi ST) pada II, III,
aVF, terutama gelombang R pada V1-V2
Vetrikel kanan Perubahan gambaran dinding inferior
Pada Tn U, tidak ditemukan hasil pemeriksaan penunjang yang lain seperti: foto thorak,
Ekokardiogram dan pencitraan yang lain. Pemeriksaan Ekokarediogram sangat penting untuk
mengetahui dimensi serambi, gerakan katup dan dinding ventrikel serta konfigurasi katup
jantung.
Jadi, berdasarkan data tersebut di atas, dapat diidentifikasi sebagai berikut:
c. Tn. AS berjenis kelamin laki-laki dan berumur 43 tahun
d. Memiliki kebiasan merokok sejak kecil serta menghabiskan 2 bungkus perhari.
e. Terdapat gejala yang khas dari IMA seperti nyeri dada kiri yang menjalar ke lengan,
leher dan pinggang
f. Terjadi peningkatan enzim otot jantung seperti SGOT, SGPT dan CK-MB
g. Hasil EKG menunjukkan evoluasi gelombang Q patologis pada aVL, V1-V5 dan
gelombang ST elevasi pada V1-V6.
Kesimpulannya adalah Tn AS mengalami IMA anterior luas dengan factor resiko yang
dapat dididentifikasi yaitu: factor resioko yang tidak dapat diubah yaitu umur diatas 30 tahun dan
jenis kelamin laki-laki. Faktor resiko yang dapat diubah adalah kebiasaan merokok. Resiko
merokok berkaitan dengan jumlah rokok yang dihisap perhari, dan bukan pada lama merokok.
Seseorang yang merokok lebih dari satu pak perhari menjadi dua kali lebih rentan terhadap
penyakit aterosklerosis koroner daripada mereka yang tidak merokok. Yang diduga menjadi
penyebab adalah pengaruh nikotin terhadap pelepasan katekolamin oleh sistem saraf otonom.
Namun efek nikotin tidak bersifat kumulatif, mantan perokok tampaknya beresiko rendah seperti
pada bukan perokok.
1. Perencanaan
Penatalaksanaan pada pasien IMA meliputi triase awal di unit emergency dan
penanganan lanjutan di ruang intensif (ICCU). Penatalaksanaan di emergency difokuskan pada
masalah airway, breathing, circulation dan exposoure. Karena masalah tersebut merupakan
ancaman terhadap keselamatan pasien. Pada laporan ini, penulis tidak menemukan dokumen
tatalaksana Tn AS saat di emergency. Penulis yakin bahwa Tn AS melewati fase tersebut
sebelum masuk ke ruang CICU.
Perencanaan di ruang CICU meliputi perencanaan penatalaksanaan medis dan
keperawatan. Secara medis difokuskan pada upaya peningkatan perfusi jaringan khususnya otot
miokard melalui pemberian oksigen, bedrest, obat-obatan anti koagulasi dan penghilang rasa
nyeri. Rencana pembedahan Tn AS sementara tidak dilakukan karena belum ada indikasi.
Perencanaan keperawatan disesuaikan dengan respon Tn AS yaitu respon nyeri,
intoleransi aktivitas dan kecemasan. Masalah ini sesuai dengan data pengkajian. Semestinya
perawat masih bisa mengembangkan data pengkajian yang lebih dalam khususnya tentang
respon keluarga. Hal ini penting dilibatkan agar pasien (TnAS) merasa lebih dekat dengan
keluarga.
2. Pelaksanaan
Berdasarkan catatan keperawatan, tindakan keperawatan telah dilakukan secara optimal
sesuai dengan masalah yang diidentifikasi. Perawat telah melakukan tindakan mandiri seperti
mengatasi msalah nyeri, kecemasan dan kolaborasi dalam memberikan kebutuhan oksigen,
nutrisi, dan obatan-obatan.
Pada saat penulis berkunjung ke ruang CICU, Tn AS dirawat hari ke 3 dan kondisi Tn AS
menunjukkan perkembangan yang baik. Tn AS sangat kooperatif dan telah mampu beraktivitas
ringan di tempat tidur. Menurut Kepala Ruangan, Tn AS direncanakan pindah ke ruang
perawatan biasa. Jadi Tn AS telah mendapatkan penatalaksanaan yang sesuai dengan kebutuhan.
Hal penting yang perlu dipikirkan pada perawatan lanjutan Tn AS adalah rehabilitasi fase
rumah sakit dan luar rumah sakit. Rehabilitasi fase rumah sakit agar pasien dapat dengans segera
menyesuaikan dengan kedaan di CICU termasuk peralatan dan kondisi kerja. Hal ini penting
untuk mengurangi dampak psikologis pasien. Rehabiliatsi di luar rumah sakit sangat penting u
tuk mengembalikan aktivitas pasien, mempertahankan gaya hidup sehat dan modifikasi factor
risiko seperti merokok pada Tn AS. Motovasi agar mematuhi aturan berobat untuk mencegah
serangan IMA berulang.
A. Interpretasi EKG
Hasil pemeriksaan EKG seperti terlampir, dan interpretasi dari EKG adalah:
a. Irama : sinus
b. Aksis : LAD
c. Heart Rate : 83 x/menit
d. Lebar gelombang P : pada lead II tampak ada P mitral walau tidak terlalu jelas
dan di V1 tampak defleksi terminal bertambah dan ada P bivasik
e. PR interval : 0,12 detik (normal 0,12 – 0,20)
f. QRS : 0,06 detik (normal 0,06 – 0,12)
g. Q patologis : tidak ada
h. ST elevasi : di V1 dan V2
i. Kesimpulan : irama sinus dengan LAH dan kemungkinan ada akut
infark antero septal.