ACS

53
Sindrom Koroner Akut Pengertian. Acute Coronary Syndrome (ACS) atau SKA (sindrom koronari akut) meliputi kondisi – kondisi dimana pada dasarnya memiliki patophysiologi sama yaitu oklusi arteri Coronaria. Yang termasuk dalam ACS : Stable angina Unstable Angina Non ST elevation Myocardial Infarction (NSTEMI) ST Elevation Myocardial Infarction (STEMI) Alasan rasional menyatukan semua penyakit itu dalam satu sindrom adalah karena mekanisme patofisiologi yang sama. Semua disebabkan oleh terlepasnya plak yang merangsang terjadinya agregasi trombosit dan trombosis, sehingga pada akhirnya akan menimbulkan stenosis berta atau oklusi pada arteri koroner dengan atau tanpa emboli. Sedangkan letak perbedaan antara angina tak stabil, infark Non- elevasi ST dan dengan elevasi ST adalah dari jenis trombus yang menyertainya. Angina tak stabil dengan trombus mural, Non-elevasi ST dengan thrombus inkomplet/nonklusif, sedangkan pada elevasi ST adalah trombus komplet/oklusif.

Transcript of ACS

Page 1: ACS

Sindrom Koroner Akut

Pengertian.

Acute Coronary Syndrome (ACS) atau SKA (sindrom koronari akut) meliputi kondisi – kondisi

dimana pada dasarnya memiliki patophysiologi sama yaitu oklusi arteri Coronaria. Yang

termasuk dalam ACS :

Stable angina

Unstable Angina

Non ST elevation Myocardial Infarction (NSTEMI)

ST Elevation Myocardial Infarction (STEMI)

Alasan rasional menyatukan semua penyakit itu dalam satu sindrom adalah karena mekanisme

patofisiologi yang sama. Semua disebabkan oleh terlepasnya plak yang merangsang terjadinya

agregasi trombosit dan trombosis, sehingga pada akhirnya akan menimbulkan stenosis berta atau

oklusi pada arteri koroner dengan atau tanpa emboli.

Sedangkan letak perbedaan antara angina tak stabil, infark Non-elevasi ST dan dengan elevasi

ST adalah dari jenis trombus yang menyertainya. Angina tak stabil dengan trombus mural, Non-

elevasi ST dengan thrombus inkomplet/nonklusif, sedangkan pada elevasi ST adalah trombus

komplet/oklusif.

Page 2: ACS

Proses terjadinya trombus dimulai dengan gangguan pada salah satu dari Trias Virchow. Antara

lain akibat kelainan pada pembuluh darah, gangguan endotel, serta aliran darah terganggu.

Selanjutnya proses koagulasi berlangsung diawali dengan aterosklerosis, inflamasi, terjadi

ruptur/fissura dan akhirnya menimbulkan trombus yang akan menghambat pembuluh darah.

Apabila pembuluh darah tersumbat 100% maka terjadi infark miokard dengan elevasi ST

segmen. Namun bila sumbatan tidak total, tidak terjadi infark, hanya unstable angina atau infark

jantung akut tanpa elevasi segmen ST.

Page 3: ACS

Epidemiologi

The American Heart Association memperkirakan bahwa lebih dari 6 juta penduduk Amerika,

menderita SKA dan lebih dari 1 juta orang yang diperkirakan mengalami serangan infark

miokardium setiap tahun. Kejadiannya lebih sering pada pria dengan umur antara 45 sampai 65

tahun, dan tidak ada perbedaan dengan wanita setelah umur 65 tahun.4–6 Penyakit jantung

koroner juga merupakan penyebab kematian utama (20%) penduduk Amerika. Di Indonesia data

lengkap belum ada. Tetapi angka kematian akibat penyakti kardiovaskuler secara keseluruhan

terus bertambah dari waktu kewaktu. Diberbagai rumah sakit di Indoensia menunjukkan bahwa

SKA terus-menerus menempati urutan pertama di antara jenis penyakit jantung lainnya. dan

angka kesakitannya berkisar antara 30 sampai 36,1%.

Etiologi

a. Adanya timbunan-lemak (aterosklerosis) dalam pembuluh darah akibat konsumsi kolesterol

tinggi.

b. Sumbatan (trombosis) oleh sel beku darah (trombus).

c. Vasokonstriksi atau penyempitan pembuluh darah akibat kejang yang terus menerus.

d. Infeksi pada pembuluh darah.

Wasid (2007) menambahkan mulai terjadinya Sindrom Koroner Akut (SKA) dipengaruhi oleh

beberapa keadaan, yakni:

a Aktivitas/latihan fisik yang berlebihan (tak terkondisikan)

b Stress emosi, terkejut

c Udara dingin, keadaan-keadaan tersebut ada hubungannya dengan peningkatan aktivitas

simpatis sehingga tekanan darah meningkat, frekuensi debar jantung meningkat, dan

kontraktilitas jantung meningkat.

Klasifikasi Sindrom Koroner Akut (SKA)

Menurut berat ringannya

a. Kelas I: Serangan baru, yaitu kurang dari 2 bulan progresif, berat, dengan nyeri pada

waktu istirahat, atau aktivitas sangat ringan, terjadi >2 kali per hari.

Page 4: ACS

b. Kelas II: Sub-akut, yakni sakit dada antara 48 jam sampai dengan 1 bulan pada waktu

istirahat.

c. Kelas III: Akut, yakni kurang dari 48 jam.

Secara Klinis:

a. Klas A: Sekunder, dicetuskan oleh hal-hal di luar koroner, seperti anemia, infeksi,

demam, hipotensi, takiaritmi, tirotoksikosis, dan hipoksia karena gagal napas.

b. Kelas B: Primer.

c. Klas C: Setelah infark (dalam 2 minggu IMA). Belum pernah diobati. Dengan anti angina

(penghambat beta adrenergik, nitrat, dan antagonis kalsium ) Antiangina dan nitrogliserin

intravena.

Patofisiologi SKA

Penyebab utamanya adalah aterosklerosis, yang merupakan proses multifaktor. Kelainan ini

sudah mulai terjadi pada usia muda, yang diawali terbentuknya sel busa, kemudian pada usia

antara 10 sampai 20 tahun berubah menjadi bercak perlemakan dan pada usia 40 sampai 50

tahun bercak perlemakan ini selanjutnya dapat berkembang menjadi plak aterosklerotik yang

dapat berkomplikasi menyulut pembentukan trombus yang bermanifestasi klinis berupa infark

miokardium maupun angina (nyeri dada).

Sebagai respon terhadap injury dinding pembuluh, terjadi agregasi platelet dan pelepasan isi

granuler yang me- nyebabkan agregasi platelet lebih lanjut, vasokonstriksi dan akhirnya

pembentukan trombus. 3 Studi angioskopi telah membuktikan bahwa trombus penyebab angina

tidak stabil adalah trombus putih kaya platelet, berbeda dengan trombus merah kaya fibrin dan

eritrosit yang lebih menonjol pada infark miokard akut.

SKA dimulai dengan adanya ruptur plak arteri koroner, aktivasi kaskade pembekuan dan platelet,

pembentukan trombus, serta aliran darah koroner yang mendadak berkurang. Hal ini terjadi pada

plak koroner yang kaya lipid dengan fibrous cap yang tipis (vulnerable plaque). Ini disebut fase

plaque disruption ‘disrupsi plak’. Setelah plak mengalami ruptur maka tissue factor ‘faktor

jaringan’ dikeluarkan dan bersama faktor VIIa membentuk tissue factor VIIa complex

Page 5: ACS

mengaktifkan faktor X menjadi faktor Xa sebagai penyebab terjadinya produksi trombin yang

banyak. Adanya adesi platelet, aktivasi, dan agregasi, menyebabkan pembentukan trombus arteri

koroner. Ini disebut fase acute thrombosis ‘trombosis akut’.

Proses inflamasi yang melibatkan aktivasi makrofage dan sel T limfosit, proteinases, dan sitokin,

menyokong terjadinya ruptur plak serta trombosis tersebut. Sel inflamasi tersebut bertanggung

jawab terhadap destabilisasi plak melalui perubahan dalam antiadesif dan antikoagulan menjadi

prokoagulan sel endotelial, yang menghasilkan faktor jaringan dalam monosit sehingga

menyebabkan ruptur plak.

Oleh karena itu, adanya leukositosis dan peningkatan kadar CRP merupakan petanda inflamasi

pada kejadian ACS dan mempunyai nilai prognostic. Pada 15% pasien ACS didapatkan kenaikan

CRP meskipun troponin-T negatif. Haidari dan kawan-kawan meneliti hubungan antara serum

CRP dengan SKA secara angiografi terhadap 450 individu. Ternyata, secara bermakna kadar

CRP dengan SKA lebih tinggi daripada kontrol (2,14 mg/L dibanding 1,45 mg/L) dan hubungan

tersebut menandakan adanya proses inflamasi pada SKA .

Endotelium mempunyai peranan homeostasis vaskular yang memproduksi berbagai zat

vasokonstriktor maupun vasodilator lokal. Jika mengalami aterosklerosis maka segera terjadi

disfungsi endotel (bahkan sebelum terjadinya plak). Disfungsi endotel ini dapat disebabkan

meningkatnya inaktivasi nitrit oksid (NO) oleh beberapa spesies oksigen reaktif, yakni xanthine

oxidase, NADH/NADPH (nicotinamide adenine dinucleotide phosphate oxidase), dan

endothelial cell Nitric Oxide Synthase (eNOS). Oksigen reaktif ini dianggap dapat terjadi pada

hiperkolesterolemia, diabetes, aterosklerosis, perokok, hipertensi, dan gagal jantung. Diduga

masih ada beberapa enzim yang terlibat dalam produk radikal pada dinding pembuluh darah,

misalnya lipooxygenases dan P450-monooxygenases. Grindling dkk. mengobservasi bahwa

angiotensin II juga merupakan aktivator NADPH oxidase yang poten. Ia dapat meningkatkan

inflamasi dinding pembuluh darah melalui pengerahan makrofage yang menghasilkan monocyte

chemoattractan protein-1 dari dinding pembuluh darah sebagai aterogenesis yang esensial

Fase selanjutnya ialah terjadinya vasokonstriksi arteri koroner akibat disfungsi endotel ringan

dekat lesi atau respons terhadap lesi itu. Pada keadaan disfungsi endotel, faktor konstriktor lebih

Page 6: ACS

dominan (yakni endotelin-1, tromboksan A2, dan prostaglandin H2) daripada faktor relaksator

(yakni nitrit oksid dan prostasiklin).

Seperti kita ketahui bahwa NO secara langsung menghambat proliferasi sel otot polos dan

migrasi, adesi leukosit ke endotel, serta agregasi platelet dan sebagai proatherogenic. Melalui

efek melawan, TXA2 juga menghambat agregasi platelet dan menurunkan kontraktilitas

miokard, dilatasi koroner, menekan fibrilasi ventrikel, dan luasnya infark.

SKA yang diteliti secara angiografi 60—70% menunjukkan obstruksi plak aterosklerosis yang

ringan sampai dengan moderat, dan terjadi disrupsi plak karena beberapa hal, yakni tipis –

tebalnya fibrous cap yang menutupi inti lemak, adanya inflamasi pada kapsul, dan hemodinamik

stress mekanik.

Adapun mulai terjadinya SKA, dipengaruhi oleh beberapa keadaan, yakni aktivitas/latihan fisik

yang berlebihan (tak terkondisikan), stress emosi, terkejut, udara dingin, waktu dari suatu siklus

harian (pagi hari), dan hari dari suatu mingguan (Senin). Keadaan-keadaan tersebut ada

hubungannya dengan peningkatan aktivitas simpatis sehingga tekanan darah meningkat,

frekuensi debar jantung meningkat, kontraktilitas jantung meningkat, dan aliran koroner juga

meningkat. Dari mekanisme inilah beta blocker mendapat tempat sebagai pencegahan dan terapi

Page 7: ACS

Aterosklerosis

Rupture Plaque

Aktifasi factor pembekuan dan platelet

Pengeluaran tissue faktor

Factor VII a Factor VII a complex

Factor X Factor Xa

Produksi trombin ↑

Terjadi adhesi dan agregasi

Pembentukan trombus

Proses inflamasi

Aktivasi :

Makrofag, proteinaseas, sel T limfosit, sitokin

Destabilitas plaque

S K A

Penurunan aliran darah koroner

Factor pencetus :HiperkolesterolemiaDmMerokokHtUsia lanjutKegemukan

Factor pendukung :DECOM CORDIS

ambang nyeri

Tk ada ST elevasiCKMB normalTroponin normal

Adanya ST elevasiCKMB Troponin

STEMI NSTEMI

MK: Curah Jantung Menurun

filtrasi glomerulusI

retensi cairanoliguria

MK: Kelebihan Volume cairan

supplay O2 ke paru

Kebutuhan O2

Kompensasi : RR

Takipneu/ dyspneu

kebutuhan O2 supplay o2

Tx Diuretik

Metab. anaerob

↑produksi asam laktat

Merangsang nosiseptor

Angina Pektoris

Nyeri

MK : Gangguan rasa nyaman : nyeri MK : Resiko gangguan keseimbangan elektrolit:

hipokalemi

MK : Gangguan pola nafas sekresi K

Page 8: ACS

Diagnosis SKA

Anamnesis

Diagnosis adanya suatu SKA harus ditegakkan secara cepat dan tepat dan didasarkan pada tiga

kriteria, yaitu gejala klinis nyeri dada spesifik, gambaran EKG (elektrokardiogram) dan evaluasi

biokimia dari enzim jantung. Nyeri dada tipikal (angina) merupakan gejala kardinal pasien SKA.

Nyeri dada atau rasa tidak nyaman di dada merupakan keluhan dari sebagian besar pasien dengan

SKA. Perawat dan dokter harus mampu mengenal nyeri dada angina dan mampu membedakan

dengan nyeri dada lainnya karena gejala ini merupakan penanda awal dalam pengelolaan pasien

SKA.

Sifat nyeri dada yang spesifik angina sebagai berikut:

a. Lokasi : substermal, retrostermal, dan prekordial

b. Sifat nyeri : rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat, seperti ditusuk,

rasa diperas, dan dipelintir.

c. Penjalaran ke : leher, lengan kiri, mandibula, gigi, punggung atau interskapula, dan dapat

juga ke lengan kanan.

d. Gejala yang menyertai : mual, muntah, sulit bernafas, keringat dingin, dan lemas.

Page 9: ACS

Secara spesifik dapat dilihat dibawah ini  

Karakteristik Chronic Stable Angina

1. Durasi : 2 - 10 menit

2. Quality : Pressure- seperti ditekan benda berat, Tightness – seperti memakai korset yang

sangat kencang, Squeezing – seperti diremas-remas, Heaviness – dada terasa berat, Burning-

seperti terbakar

3. Location : 

Retrosternal, seringkali diiringi dengan radiasi nyeri ataupun rasa tidak nyaman ke daerah

leher dan rahang serta bahu

Lengan, paling sering sebelah kiri

4. Associated Features/hal yang berhubungan :

Dicetuskan oleh aktivitas fisik, cuada dingin, stress fisik

S4 Gallop atau regurgitasi mitral/murmur saat nyeri timbul. 

Berkurang dengan istirahat

Karakteristik dari Unstable Angina

1. Durasi : 10 - 20 menit

2. Quality : sama seperti diatas biasanya intensitas lebih berat dibanding dengan Stable angina

3. Location : sama dengan stable angina

4. Associated Features :

Dicetuskan dengan aktivitas fisik ringan, dingin, stress fisik atau dapat timbul pada saat

istirahat.

Sama seperti stable angina

Normal Cardiac Enzymes (Preferably CPKMB & Troponin I Or T)

Acute Myocardial Infarction (AMI)

a. Duration : lebih dari 30 menit

b. Quality : sama seperti stable angina kronik tetapi biasanya lebih berat intensitasnya

c. Location :  sama dengan stable angina

d. Associated Features :

Hampir sama dengan unstable angina

Page 10: ACS

Tidak dapat dihilangkan dengan nitroglicerin, biasanya disertai dengan artimia atau gagal

jantung.

Peningkatan enzim jantung (CPKMB & Troponin I atau T)

e. Berat ringannya nyeri bervariasi. Sulit untuk membedakan Angina Pektoris Tidak Stabil

/NSTEMI dan STEMI berdasarkan gejala semata-mata.

f. Presentasi klinis klasik SKA tanpa elevasi segmen ST berupa:

angina saat istirahat lebih dari 20 menit (angina at rest)

angina yang dialami pertama kali dan timbul saat aktivitas yang lebih ringan dari

aktivitas sehari-hari (new onset angina)

peningkatan intensitas, frekuensi dan durasi angina (angina kresendo)

angina pasca infark

g. Pada beberapa pasien dapat ditemukan tanda-tanda gagal ventrikel kiri akut. Gejala

yang tidak tipikal seperti rasa lelah yang tidak jelas, nafas pendek, rasa tidak nyaman

di epigastrium atau mual dan muntah dapat terjadi, terutama pada wanita, penderita

diabetes dan pasien lanjut usia. Kecurigaan harus lebih besar pada pasien dengan

faktor risiko kardiovaskular multipel dengan tujuan agar tidak terjadi kesalahan

diagnosis atau bahkan sampai tidak terdiagnosis/ under estimate .

Pemeriksaan Fisik

Tujuan dari pemeriksaan fisik adalah untuk mengidentifikasi faktor pencetus dan kondisi lain

sebagai konsekuensi dari SKA. Keadaan disfungsi ventrikel kiri (hipotensi, ronki dan gallop S3)

menunjukkan prognosis yang buruk.

Elektrokardiografi

EKG memberi bantuan untuk diagnosis dan prognosis. Rekaman yang dilakukan saat sedang

nyeri dada sangat bermanfaat. Gambaran diagnosis dari EKG adalah :

1. Depresi segmen ST > 0,05 mV (1/2 kotak kecil)

Page 11: ACS

2. Inversi gelombang T, ditandai dengan > 0,2 mV (2 kotak kecil) inversi gelombang T yang

simetris di sandapan prekordial

Perubahan EKG lainnya termasuk bundle branch block (BBB) dan aritmia jantung, terutama

Sustained VT. Serial EKG harus dibuat jika ditemukan adanya perubahan segmen ST. Namun

EKG yang normal pun tidak menyingkirkan diagnosis UAP/NSTEMI.

Pemeriksaaan EKG 12 sadapan pada pasien SKA dapat mengambarkan kelainan yang terjadi dan

ini dilakukan secara serial untuk evaluasi lebih lanjut, dengan berbagai ciri dan kategori:

Angina pektoris tidak stabil: depresi segmen ST dengan atau tanpa inversi gelombang T,

kadang-kadang elevasi segmen ST sewaktu nyeri, tidak dijumpai gelombang Q.

Infark miokard non-Q: depresi segmen ST, inversi gelombang T

Penanda Biokimia Jantung

Penanda biokimia seperti troponin I (TnI) dan troponin T (TnT) mempunyai nilai prognostik

yang lebih baik dari pada CK-MB.  Troponin T juga didapatkan selama jejas otot, pada penyakit

otot (misal polimiositis), regenerasi otot, gagal ginjal kronik. Hal ini dapat mengurangi

spesifisitas troponin T terhadap jejas otot jantung. Sehingga pada keadaan-keadadan tersebut,

troponin T tidak lagi dapat digunakan sebagai penanda biokimia.Troponin C, TnI dan TnT

berkaitan dengan kontraksi dari sel miokard. Susunan asam amino dari Troponin C sama antara

sel otot jantung dan rangka, sedangkan pada TnI dan TnT berbeda. Nilai prognostik dari TnI atau

TnT untuk memprediksi risiko kematian, infark miokard dan kebutuhan revaskularisasi dalam 30

hari adalah sama. Kadar serum creatinine kinase (CK) dengan fraksi MB merupakan indikator

penting dari nekrosis miokard. Keterbatasan utama dari kedua penanda tersebut adalah relatif

rendahnya spesifikasi dan sensitivitas saat awal (<6 jam) setelah onset serangan. Risiko yang

lebih buruk pada pasien tanpa segmen ST elevasi lebih besar pada pasien dengan peningkatan

nilai CKMB.

Page 12: ACS

Penanda Biokimia Jantung

Meskipun mioglobin tidak spesifikasi untuk jantung, tapi memiliki sensitivitas yang tinggi.

Dapat terdeteksi secara dini 2 jam setelah onset nyeri. Tes negatif dari mioglobin dalam 4-8 jam

sangat berguna dalam menetukan adanya nekrosis miokard. Meskipun demikian mioglobin tak

dapat digunakan sebagai satu- satunya penanda jantung untuk mengidentifikasi pasien dengan

NSTEMI. Peningkatan kadar CKMB sangat erat berkaitan dengan kematian pasien dengan SKA

tanpa elevasi segmen ST, dan naiknya risiko dimulai dengan meningkatnya kadar CKMB diatas

normal. Meskipun demikian nilai normal CKMB tidak menyingkirkan adanya kerusakan ringan

miokard dan adanya risiko terjadinya perburukan penderita.

Troponin khusus jantung merupakan penanda biokimia primer untuk SKA. Sudah diketahui

bahwa kadar troponin negatif saat < 6 jam harus diulang saat 6-12 jam setelah onset nyeri dada.

Page 13: ACS

Spektrum Klinis Sindrom Koroner

Stratifikasi Resiko

Penilaian Risiko

Penilaian risiko harus dimulai dengan penilaian terhadap kecenderungan penyakit jantung

koroner (PJK). Lima faktor terpenting yang dimulai dari riwayat klinis yang berhubungan

dengan kecenderungan adanya PJK, diurutkan berdasarkan kepentingannya adalah,

1. Adanya gejala angina

2. Riwayat PJK sebelumnya

3. Jenis kelamin

4. Usia

5. Diabetes, serta faktor risiko lainnya

Saat diagnosis APTS/NSTEMI sudah dipastikan, maka kencenderungan akan terjadinya

perubahan klinis dapat diramalkan berdasarkan usia, riwayat PJK sebelumnya, pemeriksaan

klinis, EKG dan pengukuran penanda jantung.

Rasionalisasi Stratifikasi Risiko

Pasien dengan APTS/NSTEMI memiliki peningkatan terhadap risiko kematian, infark berulang,

iskemia berulang dengan simptom, aritmia berbahaya, gagal jantung dan stroke. Penilaian

prognosis tidak hanya menolong untuk penanganan kegawatan awal dan pengobatannya, tetapi

juga membantu penentuan pemakaian fasilitas seperti:

1. Seleksi ruang perawatan (CVCU, intermediate ward, atau rawat jalan)

Page 14: ACS

2. Seleksi pengobatan yang tepat, seperti antagonis GP IIb/ IIIa dan intervensi koroner

Tatalaksana

Tindakan Umum

Prinsip penatalaksanaan SKA adalah mengembalikan aliran darah koroner dengan trombolitik/

PTCA primer untuk menyelamatkan jantung dari infark miokard, membatasi luasnya infark

miokard, dan mempertahankan fungsi jantung. Penderita SKA perlu penanganan segera mulai

sejak di luar rumah sakit sampai di rumah sakit. Pengenalan SKA dalam keadaan dini merupakan

kemampuan yang harus dimiliki dokter/tenaga medis karena akan memperbaiki prognosis

pasien. Tenggang waktu antara mulai keluhan-diagnosis dini sampai dengan mulai terapi

reperfusi akan sangat mempengaruhi prognosis. Terapi harus dimulai sedini mungkin,

reperfusi/rekanalisasi sudah harus terlaksana sebelum 4-6 jam.

Pasien yang telah ditetapkan sebagai penderita UAP/NSTEMI harus istirahat di ICCU dengan

pemantauan EKG kontinyu untuk mendeteksi iskemia dan aritmia. Oksigen diberikan pada

pasien dengan sianosis atau distres pernapasan. Perlu dilakukan pemasangan oksimetri jari

(finger pulse oximetry) atau evaluasi gas darah berkala untuk menetapkan apakah oksigenisasi

kurang (SaO2 <90%). Morfin sulfat diberikan bila keluhan pasien tidak segera hilang dengan

nitrat, bila terjadi edema paru dan atau bila pasien gelisah. Penghambat ACE diberikan bila

hipertensi menetap walaupun telah diberikan nitrat dan penyekat-β pada pasien dengan disfungsi

sistolik faal ventrikel kiri atau gagal jantung dan pada pasien dengan diabetes. Dapat

diperlukan intra-aortic ballon pumpbila ditemukan iskemia berat yang menetap atau berulang

walaupun telah diberikan terapi medik atau bila terdapat instabilitas hemodinamik berat.

Tata Laksana Sebelum Ke Rumah Sakit (RS)

Prinsip penatalaksanaan adalah membuat diagnosis yang cepat dan tepat, menentukan apakah

ada indikasi reperfusi segera dengan trombolitik dan teknis transportasi pasien ke rumah sakit

yang dirujuk. Pasien dengan nyeri dada dapat diduga menderita infark miokard atau angina

pektoris tak stabil dari anamnesis nyeri dada yang teliti. Dalam menghadapi pasien-pasien nyeri

dada dengan kemungkinan penyebabnya kelainan jantung, langkah yang diambil atau tingkatan

dari tata laksana pasien sebelum masuk rumah sakit tergantung ketepatan diagnosis, kemampuan

dan fasilitas pelayanan kesehatan maupun ambulan yang ada.

Page 15: ACS

Berdasarkan triase dari pasien dengan kemungkinan SKA, langkah yang diambil pada prinsipnya

sebagai berikut :

a. Jika riwayat dan anamnesa curiga adanya SKA

Berikan asetil salisilat (ASA) 300 mg dikunyah

Berikan nitrat sublingual

Rekam EKG 12 sadapan atau kirim ke fasilitas yang memungkinkan

Jika mungkin periksa penanda biokimia

b. Jika EKG dan penanda biokimia curiga adanya SKA. Kirim pasien ke fasilitas kesehatan

terdekat dimana terapi definitif dapat diberikan

c. Jika EKG dan penanda biokimia tidak pasti akan SKA

Pasien risiko rendah ; dapat dirujuk ke fasilitas rawat jalan

Pasien risiko tinggi : pasien harus dirawat

Semua pasien dengan kecurigaan atau diagnosis pasti SKA harus dikirim dengan ambulan dan

fasilitas monitoring dari tanda vital. Pasien harus diberikan penghilang rasa sakit, nitrat dan

oksigen nasal. Pasien harus ditandu dengan posisi yang menyenangkan, dianjurkan elevasi

kepala 40 derajat dan harus terpasang akses intravena. Sebaiknya digunakan ambulan/ambulan

khusus.

Tata Laksana di Rumah Sakit

Instalasi Gawat Darurat

Pasien-pasien yang tiba di UGD, harus segera dievaluasi karena kita berpacu dengan waktu dan

bila makin cepat tindakan reperfusi dilakukan hasilnya akan lebih baik. Tujuannya adalah

mencegah terjadinya infark miokard ataupun membatasi luasnya infark dan mempertahankan

fungsi jantung. Manajemen yang dilakukan adalah sebagai berikut :

1. Dalam 10 menit pertama harus selesai dilaksanakan adalah:

a. pemeriksaan klinis dan penilaian rekaman EKG 12 sadapan,

b. periksa enzim jantung CK/CKMB atau CKMB/cTnT,

c. berikan segera: 02, infus NaCl 0,9% atau dekstrosa 5%,

d. pasang monitoring EKG secara kontiniu,

Page 16: ACS

e. pemberian obat:

nitrat sublingual/transdermal/nitrogliserin intravena titrasi (kontraindikasi bila TD

sistolik < 90 mmHg), bradikardia (< 50 kali/menit), takikardia,

aspirin 160-325 mg: bila alergi/tidak responsif diganti dengan dipiridamol,

tiklopidin atau klopidogrel, dan

mengatasi nyeri: morfin 2,5 mg (2-4 mg) intravena, dapat diulang tiap 5 menit

sampai dosis total 20 mg atau petidin 25-50 mg intravena atau tramadol 25-50 mg

intravena.

2. Hasil penilaian EKG, bila:

a. Elevasi segmen ST > 0,1 mV pada 2 atau lebih sadapan ekstremitas berdampingan atau >

0,2 mV pada dua atau lebih sadapan prekordial berdampingan atau blok berkas (BBB)

dan anamnesis dicurigai adanya IMA maka sikap yang diambil adalah dilakukan

reperfusi dengan :

terapi trombolitik bila waktu mulai nyeri dada sampai terapi < 12 jam, usia < 75

tahun dan tidak ada kontraindikasi.

angioplasti koroner (PTCA) primer bila fasilitas alat dan tenaga memungkinkan.

PTCA primer sebagai terapi alternatif trombolitik atau bila syok kardiogenik atau bila

ada kontraindikasi terapi trombolitik

b. Bila sangat mencurigai ada iskemia (depresi segmen ST, insersi T), diberi terapi anti-

iskemia, maka segera dirawat di ICCU; dan

c. EKG normal atau nondiagnostik, maka pemantauan dilanjutkan di UGD. Perhatikan

monitoring EKG dan ulang secara serial dalam pemantauan 12 jam pemeriksaan enzim

jantung dari mulai nyeri dada dan bila pada evaluasi selama 12 jam, bila:

EKG normal dan enzim jantung normal, pasien berobat jalan untuk evaluasi stress

test atau rawat inap di ruangan (bukan di ICCU), dan

EKG ada perubahan bermakna atau enzim jantung meningkat, pasien dirawat di

ICCU.

Diagnosis Resiko

Page 17: ACS

Berdasarkan diagnosis UAP atau NSTEMI, level resiko akan kematian dan iskemia kardiak dan

non fatal harus dipertimbangkan. Pengobatan dilakukan berdasarkan level resiko ini. Diagnosis

suatu resiko dilakukan berdasarkan level resiko ini.

Pasien Resiko Tinggi

Jika satu atau lebih dari hal-hal di bawah ini terjadi pada pasien, hal-hal tersebut diantaranya

adalah Iskemia berulang. Dapat muncul baik itu berupa sakit dada berulang atau perubahan

segmen ST yang dinamik yang terlihat pada profil EKG. (Depresi segmen ST atau penaikan

segment ST sementara),terjadinya sakit dada saat istirahat > 20 menit, peningkatan level marker

cardiac (CK-MB, Troponin T atau I, Protein reactive C), pengembangan ketidakstabilan

hemodinamik dalam periode observasi, Aritmia mayor (fibrilasi ventricular, keberulangan

tachycardia ventrikular) atau disfungsi ventricular kiri, Angina tak stabil post-infarction dini,

thrombus pada angiografi

Pasien Resiko Rendah

Tidak ada sakit dada berulang saat perioda observasi, tidak ada tanda angina saat istirahat, tidak

ada peningkatan troponin atau marker biokimia lain, EKG normal atau tidak ada perubahan

selama episode ketidaknyamanan dada.

Obat yang digunakan :

1. Aspirin & Klopidogrel

2. Jika aspirin intoleransi dan klopidogrel tidak dapat digunakan, gunakan : Ticlopidine, Nitrat,

Tablet sublingual atau spray atau IV, β-bloker oral (jika tidak ada kontra indikasi) antagonis

kalsium non-dihidropiridin jika sukar untuk meneruskan pengobatan yang terdahulu.

3. Senyawa penurun lipid

4. Inhibitor HMG-CoA reduktase & diet LDL-c> 2.6 mmol/L (100 mg/dL) dimulai dalam 24-

96 jam setelah masuk RS.Dilanjutkan pada saat keluar RS

5. Fibrat atau niasin jika HDL-c < 1 mmol/L (40 mg/dL) muncul sendiri atau dalam kombinasi

dengan obnormalitas lipid lain

6. Follow up dalam 2-6 minggu

Pengobatan Untuk Pasien Berisiko Tinggi

Page 18: ACS

1. Istirahat di tempat tidur dengan monitoring EKG yang tetap berlangsung

2. Suplemen oksigen untuk mempertahankan kejenuhan O2 > 90%.

Pecegahan 

Sedapat mungkin mengurangi faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya penyakit arteri

koroner, terutama yang dapat dirubah oleh penderita:

1. Berhenti merokok

2. Menurunkan berat badan

3. Mengendalikan tekanan darah

4. Menurunkan kadar kolesterol darah dengan diet atau dengan obat

Melakukan olah raga secara teratur.

Asuhan Keperawatan Klien dengan Sindrom Koroner Akut (SKA)

a. Pengkajian:

1. Identitas klien (umumnya jenis kelamin laki-laki dan usia > 50 tahun)

2. Keluhan (nyeri dada, Klien mengeluh nyeri ketika beristirahat , terasa panas, di dada

retro sternal menyebar ke lengan kiri dan punggung kiri, skala nyeri 8 (skala 1-10), nyeri

berlangsung ± 10 menit)

3. Riwayat penyakit sekarang (Klien mengeluh nyeri ketika beristirahat , terasa panas, di

dada retro sternal menyebar ke lengan kiri dan punggung kiri, skala nyeri 8 (skala 1-10),

nyeri berlangsung ± 10 menit)

4. Riwayat penyakit sebelumnya (DM, hipertensi, kebiasaan merokok, pekerjaan, stress),

dan Riwayat penyakit keluarga (jantung, DM, hipertensi, ginjal).

b. Pemeriksaan Penunjang:

1. Perubahan EKG (berupa gambaran STEMI/ NSTEMI dengan atau tanpa gelombang Q

patologik)

2. Enzim jantung (meningkat paling sedikit 1,5 kali nilai batas atas normal, terutama CKMB

dan troponin-T /I, dimana troponin lebih spesifik untuk nekrosis miokard. Nilai normal

troponin ialah 0,1--0,2 ng/dl, dan dianggap positif bila > 0,2 ng/dl).

Page 19: ACS

c. Pemeriksaan Fisik

1. B1: dispneu (+), diberikan O2 tambahan

2. B2: suara jantung murmur (+), chest pain (+), crt 2 dtk, akral dingin

3. B3: pupil isokor, reflek cahaya (+), reflek fisiologis (+)

4. B4: oliguri

5. B5: penurunan nafsu makan, mual (-), muntah (-)

6. B6: tidak ada masalah

d. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi Keperawatan

Masalah Keperawatan Intervensi

1. Chest Pain b.d. penurunan

suplay oksigen ke miokard

sekunder terhadap IMA

Tujuan :

Klien dapat beradaptasi

dengan nyeri setelah mendapat

perawatan 1x24 jam

Nyeri berkurang setelah

intervensi selama 10 menit

Kriteria hasil :

a. Skala nyeri berkurang

b. Klien mengatakan keluhan

nyeri berkurang

c. Klien tampak lebih tenang

1. Anjurkan klien untuk istirahat

(R: istirahat akan memberikan ketenangan

sebagai salah satu relaksasi klien sehingga

rasa nyeri yang dirasakan berkurang, selain

itu dengan beristirahat akan mengurangi O2

demand sehingga jantung tidak berkontraksi

melebihi kemampuannya)

2. Motivasi teknik relaksasi nafas dalam

(R: relaksasi napas dalam adalah salah satu

teknik relaks dan distraksi, kondisi relaks

akan menstimulus hormon endorfin yang

memicu mood ketenangan bagi klien)

3. Kolaborasi analgesik ASA 1 x 100 mg

(R: Analgesik akan mengeblok

nosireseptor, sehingga respon nyeri klien

berkurang)

4. Evaluasi perubahan klien: Nadi, TD, RR,

skala nyeri, dan klinis

(R: mengevaluasi terapi yang sudah

diberikan

Masalah Keperawatan Intervensi

Page 20: ACS

2. Penurunan curah jantung

Tujuan: Curah jantung

meningkat setelah untervensi

selama 1 jam

Kriteria hasil :

a. TD normal, 100/80 -140/90

b. Nadi kuat, reguler

1. Berikan posisi kepala (> tinggi dari

ekstrimitas)

(R: posisi kepala lebih tinggi dari

ekstremitas (30 o) memperlancar aliran

darah balik ke jantung, sehingga

menghindari bendungan vena jugular, dan

beban jantung tidak bertambah berat)

2. Motivasi klien untuk istirahat (bed rest)

(R: beristirahat akan mengurangi O2

demand sehingga jantung tidak berkontraksi

melebihi kemampuannya)

3. Berikan masker non reservoir 8 lt/mnt

(R: pemberian oksigen akan membantu

dalam memenuhi kebutuhan oksigen dalam

tubuh)

4. Kolaborasi medikasi: Pemberian

vasodilator captopril, ISDN, Pemberian

duretik furosemid

(R: vasodilator dan diuretic bertujuan untuk

mengurangi beban jantung dengan cara

menurunkan preload dan afterload)

5. Evaluasi perubahan: TD, nadi, dan klinis

(R: mengevaluasi terapi yang sudah

diberikan dan sebagai perbaikan intervensi

selanjutnya)

Masalah Keperawatan Intervensi

3. Gangguan keseimbangan

elektrolit : hipokalemia

Tujuan : Terjadi keseimbangan

elektrolit setelah intervensi 1

1. Pantau TD dan nadi lebih intensif

(R: penurunan Kalium dalam darah

berpengaruh pada kontraksi jantung, dan

hal ini mempengaruhi Td dan nadi klien,

sehingga dengan memantau lebih intensif

Page 21: ACS

jam

Kriteria hasil :

a TD normal (100/80 –

140/90 mmHg)

b Nadi kuat

c Klien mengatakan kelelahan

berkurang

d Nilai K normal (3,8 – 5,0

mmmo/L)

akan lebih waspada)

2. Anjurkan klien untuk istirahat

(R: beristirahat akan mengurangi O2

demand sehingga jantung tidak berkontraksi

melebihi kemampuannya)

3. Kolaborasi pemberian kalium : Kcl 15 mEq

di oplos dengan RL (500 cc/24 jam) dan

Pantau kecepatan pemberian kalium IV

(R: koreksi Kalium akan membantu

menaikkan kadar Kalium dalam darah)

4. Evaluasi perubahan klien: TD, nadi, serum

elektrolit, dan klinis

(R: untuk mengevaluasi terapi yang sudah

diberikan dan untuk program intervensi

selanjutnya)

Daftar Pustaka

Andra. (2006). Sindrom Koroner Akut: Pendekatan Invasif Dini atau Konservatif.

http://www.majalah-farmacia.com/rubrik/one_news.asp?IDNews=197.

Carpenito. (1998). Diagnosa Keperawata: Aplikasi Pada Praktek Klinis. Edisi VI. Jakarta: EGC

Muttaqin. (2009). Asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistim kardiovaskular. Jakarta:

Salemba Medika

Wasid (2007). Tinjauan Pustaka Konsep Baru Penanganan Sindrom Koroner Akut.

http://nursingbrainriza.blogspot.com/2007/05/tinjauan-pustaka-konsep-baru

penanganan.html. Diaskes di Surabaya, tanggal 30 September: Jam 19.10 WIB

Page 22: ACS

Laporan Kasus pada Pasien Tn. A dengan unstable angina di Ruang ICU Rumah Sakit

Dustira Cimahi

Deskripsi kasus

Pengkajian

1. Identitas pasien

Nama : Tn. U

Umur : 60 tahun

Jenis kelamin : Laki – laki

Agama : Islam

Pendidikan : SMA

Status perkawinan : Kawin

Pekerjaan : Pensiunan TNI AD

Suku / Bangsa : Sunda / Indonesia

Tanggal masuk RS : 14 Juni 2010

Page 23: ACS

Tanggal pengkajian : 15 Juni 2011

2. Riayat kesehatan

a. Keluhan utama saat MRS : nyeri dada kiri sekitar 15 menit

b. Riwayat penyakit sekarang

9 jam SMRS mengeluh nyeri dada sebalah kiri, disertai sesak nafas, seperti ditutusk,

menjalar sampai kepunggung sebelah kiri atas. Nyeri dada dirasakan saat pasien

beraktivitas ringan, mual (-), muntah (-).

c. Riwayat kesehatan : Hipertensi sejak 6 tahun lalu, DM tipe II sejak 10 tahun lalu, ada

riwayat asam urat

3. Pemeriksaan Fisik:

a. KU : sakit sedang

b. Kesadaran : CM

c. Kepala : mata → anemia -/-

d. Leher : JVP tidak meningkat

e. Thorak : bentuk simetris.

Cor : Ictus Cordis tidak tampak, S1/S2 reguler, S3 (-), S4 (-) murmur (-).

Pulmo : Ronkhi -/-, wheezing -/-

f. Abdomen : datar dan lembut

g. Extremitas : edema -/-

h. Tanda-tanda vital : Respirasi 20 x/menit, nadi 74 x/menit, tekanan darah 140/90

mmHg.

4. Pemeriksaan Diagnostik

a. Laboratorium

Hasil pemeriksaan laboratorium tgl 14 Juni 2011

AST (SGOT) : 16

ALT (SGPT) : 0

Hitung jenis : 33,7 5

Page 24: ACS

Portein : 6,4

Thrombo : 363.000

Albumin : 3,9

Globulin : 2,5

MCV : 8,5

MCH : 28

MCHC : 32,9

RDW : 11,8

Kolesterol total : 158

TG : 104

Gula darah sewkt : 100

Asam urat : 12,3

Kreatinin : 1,8

b. EKG

Hasil EKG terlampir : kesimpulan irama sinus dengan LAH dan STEMI

5. Diagnosa : saat masuk UAP (dilihat dari karakteristik nyeri dadanya)

6. Terapi:

a. Bedrest ½ duduk

b. Oksigen (O2) 3 ltr/menit

c. Diet RL 1500 kkal/hari

d. Infus jaga Dex 5% 10 gtt/24 jam

e. Lovenox 2 x 0,6 (inj)

f. CPG 1 x 1 tab

g. Nitrocap 2 x 2,5 mg

h. Laxidine 3 x 1 CI

i. Dexanta 3 X 1 CI

j. Alprazolam 0,5 mg x1

7. Data Keperawatan

a. Napas : Klien tidak ada keluhan gangguan bernapas, RR 20 x/mnt

Page 25: ACS

b. Nutrisi : Diet nasi 3 x sehari, klien mengeluh mual, muntah

c. Tidur : Kebiasaan tidur mulai pukul 21.00 s/d 04.00

d. Data lain dalam keadaan normal

e. Psikologis : Klien tampak sedih, emosi labil

8. Diagnosa Keperawatan

a. Nyeri sehubungan dengan nekrotik jaringan koroner

b. Cemas berhubungan dengan keadaan penyakitnya

c. Intoleransi aktivitas berhubungan ketidakseimbangan suplai oksigen dan kebutuhan

9. Rencana Keperawatan

NOTGL /

JAM

DIAGNOSA

KEPERAWATANTUJUAN INTERVENSI RASIONAL

Page 26: ACS

1.

2

15/5/10

07.00

08.00

Nyeri ( akut )

berhubungan dengan

nekrotik jaringan

miokard sekunder

akibat oklusi arteri

koroner yang di

tandai dengan

pasien mengeluh

nyeri dada kiri

seperti tertekan

benda berat, nyeri

menjalar ke tangan

kiri.

Intoleransi aktivitas

berhubungan dengan

ketidak seimbangan

suplai oksigen

miokard dan

kebutuhan ditandai

dengan pasien

tampak lemah.

Setelah dilakukan

askep diharapkan

nyeri berkurang

sampai hilang

dengan kriteria :

- Nyeri dada

berkurang.

- Ekpresi

tenang.

- Pasien rileks.

- Skala nyeri

berkurang

Setelah diberi

askep diharapkan

pasien toleran

terhadap aktivitas

ringan di tempat

tidur dengan

kriteria :

- Pasien mampu

melakukan

aktivitas di

tempat tidur

secara

bertahap

1. Berikan

lingkungan yang

tenang.

2. Bantu melakukan

teknik relaksasi,

misal nafas

dalam / perlahan.

Kolaborasi :

3. Berikan obat

sesuai indikasi

Lovenox dan CPG

1. Catat

frekwensi jantung,

irama dan

perubahan TD,

sesak nafas, dada

berdebar, sebelum,

selama, aktivitas.

2. Anjurk

1.Menurunkan

rangsangan

eksternal.

2.Membantu dalam

penurunan persepsi /

respons nyeri.

Memberikan kontrol

situasi,

meningkatkan

prilaku positif.

3.Meningkatkan

perfusi jaringan dan

mengurangi rasa

sakit.

1. Kecendrungan

menentukan respons

pasien terhadap

aktivitas dan dapat

mengindikasikan

penurunan oksigen

miokardia yang

memerlukan

penurunan tingkat

aktivitas / kembali

tirah baring,

perubahan program

obat, penggunaan

oksigen tambahan.

2. Menurunkan kerja

miokardia / konsumsi

Page 27: ACS

3 09.00 Ansietas

berhubungan dengan

adanya perubahan

kesehatan yang

ditandai dengan

pasien tampak sedih

dan emosi labil.

Setelah dilakukan

askep diharapkan

ansietas teratasi

dengan kriteria

- Menyatakan

penurunan

ansietas.

- Pasien tampak

tenang.

an tingkatkan

istirahat

3. Batasi

aktivitas

4.

Berikan aktivitas

senggang yang

tidak berat.

5. Batasi

pengunjung.

6. Anjurkan

pasien menghindari

peningkatan

tekanan abdomen,

contoh mengejan

saat defekasi.

7. Kolaboras

i :

Obat laksatif sesuai

indikasi

1. Catat adanya

kegelisahan,

menolak, dan atau

oksigen, menurunkan

risiko komplikasi.

3. Pembicaraan yang

panjang sangat

mempengaruhi

pasien

4. Aktivitas yang

memerlukan

menahan nafas dapat

mengakibatkan

bradikardia, juga

menurunkan curah

jantung, dan

takikardia dengan

peningkatan TD,

karena stimulasi

terhadap saraf vagus

(vagal refleks)

1 Penelitian

menunjukkan

beberapa hubungan

antara derajat /

ekpresi marah atau

gelisah dan

peningkatan risiko

IM.

2 Perkiraan dan

Page 28: ACS

menyangkal.

2. Orientasikan

pasien terhadap

prosedur rutin dan

aktivitas yang

diharapkan.

3. Tingkatkan

partisipasi bila

mungkin.

4. Jawab semua

pertanyaan secara

nyata. Berikan

informasi

konsisten.

5. Berikan periode

istirahat / waktu

tidur tak terputus,

lingkungan tenang.

6. Kolaborasi :

Berikan obat anti

ansietas sesuai

indikasi

(alprazolam)

informasi dapat

menurunkan

kecemasan pasien.

3 Informasi yang tepat

tentang situasi

menurunkan takut

dan membantu

pasien untuk

menerima situasi

secara nyata.

4. Penyimpanan

energi dan

meningkatkan

kemampuan koping.

5.Membantu pasien

untuk lebih rileks,

sehingga tidak

menambah beban

jantung.

Page 29: ACS

Implikasi Keperawatan yang berhubungan dengan Terapi pada pasien tersebut.

Secara teoritis, prinsip penatalaksanaan pasien dengan ACS adalah terapi farmakologis dan

non farmakologis.

Pengobatan

Ada 3 golongan terapi farmakologis pada ACS yaitu terapi reperfusi, terapi conjunctive dan

terapi tambahan.

a. Golongan terapi reperfusi

Pemberian metoprolol tartrat (Lopresser) pada infark myocardium yang disertai Tachicardia

sinus dan Hipertensi dapat menurunkan kebutuhan oksigen myocardium sehingga membatasi

ukuran infark dan mengurangi nyeri iskemik. Obat penyekat beta-adrenergik dapat

menghambat perkembangan iskemi dengan menghambat secara selektif pengaruh susunan

saraf simpatis terhadap jantung; pengaruh ini disalurkan melalui reseptor beta. Obat ini dapat

menurunkan frekuensi denyut jantung dan kekuatan kontraksi sehingga mampu memenuhi

kebutuhan oksigen myocardium.

Morfin sulfat diberikan kepada infark myocardium akut karena dapat menurunkan kebutuhan

oksigen myocardium akut dengan menghilangkan nyeri dan agitasi. Obat vasodilator, ACE

inhibitor, dan penyekat saluran kalsium menurunkan tekanan darah dan resistensi terhadap

ejeksi ventrikel. Akibatnya, afterload menurun, ACE inhibitor bekerja secara selektif

menekan renin angiotensin 1 menjadi angiotensin II; terjadi dilatasi pembuluh darah arteri

dan vena. Penyekat saluran kalsium bekerja dengan menghambat refluks ion kalsium

melewati membran sel dalam otot polos dan jantung, sehingga menghasilkan relaksasi dan

vasodilatasi arteri koroner dan perifer.

Tn U mendapatkan beberapa terapi reperfusi antara lain:

a. Nitrocap 2 x 2,5 mg

b. CPG 1 x 1 tab

Page 30: ACS

Semua terapi tersebut bertujuan untuk mengoreksi ketidakseimbangan oksigen myocardium

dan menurunkan kebutuhan oksigen myocardium. Implikasi terhadap keperawatan adalah

perawat dituntut memiliki pemahaman yang memadai terhadap cara kerja obat tersebut dan

pemamtauan pada respon pasien. Perawat harus melakukan observasi yang ketat terhadap

saturasi oksigen, perfusi otot jantung melalui tanda-tanda vital (nadi, tekanan darah,

pernapasan).

2. Golongan terapi conjunctive

Terapi Trombolitik

Infark myocardium akut disebabkan oleh trombosis koroner sehingga intervensi yang

diberikan ditujukan untuk mengatasi trombosis koroner segera setelah awitan infark

myocardium untuk memulihkan myocardium. Pengobatan ini dimulai 3 sampai 6 jam dari

awitan infark myocardium akut. Obat-obat trombolitik digunakan untuk melarutkan trombus

yang menyumbat aliran darah koronaria dan menyebabkan infark. Agen trombolitik seperti

streptokonase dimasukkan per infus langsung ke arteri koronaria untuk melarutkan

penggumpalan darah dengan mengaktifkan plasmin, sutu enzim proteolitik yang melarutkan

penggumpalan.

Terapi Aspirin

Terapi aspirin sebagai suatu agregan anti trombosit dimulai setelah infark myocardium dan

bahkan jika pasien diobati dengan trombolitik. Terapi aspirin dapat menurunkan mortalitas

infark miocardium akut. Setelah infark miocardium akut terapi utama istirahat dengan

pemantauan aktivitas harian melalui program rehabilitasi jantung yang memungkinkan

pemulihan jaringan.

Tn U mendapat beberapa terapi golongan conjunction yaitu Lavenox 2 x 0,6 cc (inj)

3. Terapi tambahan

Terapi tambahan merupakan terapi untuk mendukung kondisi pasien dan mencegah terjadinya

serangan berulang. Terapi tambahan pada Tn U disesuaikan dengan keluhan yang dirasakan

seperti:

Page 31: ACS

a. Dexanta 2 x 1 CI

Obat ini merupakan obat yang bekerja pada lambung untuk menetralkan asam lambung

dan mengurangi kembung karena obat ini mengandung simeticon yang dapat membantu

mengurangi rasa kembugn. Jadi sangat cocok untuk pasien yang mengeluh mual dan

muntah. Perawat harus dapat memberikan obat ini sesuai dengan petunjuk dan selalu

mengobervasi keluhan mual dan muntah pasien, penting dalam kaitan pemenuhan

kebutuhan nutrisi

b. Alprazolam 0,5mg x 1 tab

Alprazolam merupakan anti ansietas dan anti panik yang efektif. Efek tersebut diduga

disebabkan oleh ikatan alprazolam dengan reseptor-reseptor spesifik yang terdapat pada

susunan saraf pusat. Tn U diberkan obat golongan ini untuk mengurangi kecemasan dan

stress, dimana bila pasien stress maka akan diproduksi katekolamin dan pembuluhd arah

akan vasokonstriksi sehingga akan menambah berdampak pada suplai oksigen terhadap

miokard.

c. Laxadin 3 x I CI

Obat laxadin merupakan golongan pencahar feces. Obat ini diberikan, bertujuan untuk

menghindari mengedan pada saat buang air besar sehingga dapat mengurangi beban otot

jantung dan stimulasi pada nervus vagus (vagal refleks).

Pentingnya Istirahat pada Pengobatan Infark Miokardium Akut

Tingkat kematian sel ditentukan oleh derajat iskemia dikali derajat metabolisme otot jantung.

Bila metabolisme otot jantung meningkat, seperti selama kerja fisik, pada tegangan emosi yang

hebat, atau sebagai akibat kelelahan maka kebutuhan jantung akan oksigen dan zat makanan

lainnya akan meningkat guna memperpanjang hidupnya. Bila jantung menjadi aktif pembuluh

darah otot akan berdilatasi. Hal ini menyebabkan sebagaian besar darah mengalir ke dalam

pembuluh koroner untuk mengalir melalui jaringan otot normal, jadi hanya menyisakan sedikit

darah untuk mengalir melalui saluran anastomosis kecil ke dalam daerah iskemik, sehingga

keadaan iskemik menjadi lebih parah. Keadaan ini disebut dengan sindrom “coronary steal”.

Page 32: ACS

Akibatnya salah satu hal yang penting dalam pengobatan ACS adalah ketaatan untuk melakukan

istirahat total selama proses pemulihan.

Tn U dapat intruksi:

a. Oksigen 3 liter /menit

b. Bedrest ½ duduk

Perawat harus memberikan oksigen sesuai dengan kebutuhan, menghindari terlepasnya selang

dan kanule, dan memberikan pendidikan pada pasien dan keluarganya agar tetap

mempertahankan oksigen dan peralatannya. Di samping itu, posisi pasien sangat penting

diperhatikan agar kebutuhan akan oksigen dapat diturunkan untuk mencegan perluasan infark.

Analisa kasus

Berdasarkan rekam medis dan catatan keperawatan Tn. U, maka dapat dianalisis sebagai berikut:

a. Anmnesa : dari karakterisitik nyeri yang dirasakan maka Tn. U dapat disimpulkan

mengalami unstable angina

b. Pemeriksaan Fisik : berdasarkan hasil pemeriksaan fisik, maka Tn. U belum ditemukan tanda

gagal jantung

c. Pemeriksaan Laboratorium dan EKG

Laboratorium

Dari hasil lab ditemukan ada peningkatan kreatinin. Tingkat kreatinin harus terus dipantau

untuk pengidap diabetes / hipertensi karena penyakit ini dapat menyebabkan komplikasi

ginjal. Kreatinin > 1.4 mg/dl bisa menjadi pertanda masalah ginjal, apalagi dengan adanya

riwayat hipertensi, asam urat dan DM.

Ditemukan pula peningkatan yang signifikan pada asam urat, asam urat (uric acid) adalah

produk akhir metabolisme purin (adenine dan guanine) yang merupakan konstituen asam

nukleat. Asam urat terutama disintesis dalam hati yang dikatalisis oleh enzim xantin

oksidase. Asam urat diangkut ke ginjal oleh darah untuk difiltrasi, direabsorbsi sebagain, dan

dieksresi sebagian sebelum akhirnya diekskresikan melalui urin. Peningkatan kadar asam

urat dalam urin dan serum (hiperuresemia) bergantung kepada fungsi ginjal, kecepatan

metabolisme purin, dan asupan diet makanan yang mengandung purin.

Page 33: ACS

Asam urat dapat mengkristal dalam saluran kemih pada kondisi urin yang bersifat asam dan

dapat berpotensi menimbulkan kencing batu; oleh sebab itu fungsi ginjal yang efektif dan

kondisi urin yang alkalis diperlukan bila terjadi hiperuresemia. Masalah yang banyak terjadi

berkaitan dengan hiperuresemia adalah gout. Kadar asam urat sering berubah dari hari ke hari

sehingga pemeriksaan kadar asam urat perlu diulang kembali setelah beberapa hari atau

beberapa minggu. Adanya kecurigaan terhadap gangguan ginjal, oleh sebab itu Tn. U

diperiksa MCV, MCHC dan MCH serta RDW, tetapi masih menunjukkan angka normal.

Penderita gagal ginjal juga berisiko mengalami gagal jantung atau penyakit jantung iskemik.

Gagal jantung pada PGK (penyakit gagal ginjal) biasanya didahului oleh anemia, karena

ginjal yang terganggu fungsinormalnya tidak mampu memproduksi eritropetin dalam jumlah

yang cukup. Jika tidak diobati dan dideteksi, anemia pada PGK bisa menimbulkan masalah

yang serius. Jumlah sel darah merah yang rendah akan memicu jantung sehingga jantung

bekerja lebih keras. Hal ini menyebabkan pelebaran bilik jantung kiri yang disebut LVH (left

ventricular hypertrophy). Lama kelamaan, otot jantung akan melemah dan tidak mampu

memompa darah sebagaimana mestinya sehingga terjadilah gagal jantung. Hal ini dikenal

dengan nama sindrom kardiorenal.

Pada Tn AS, tidak dilakukan pemeriksaan laboratorium yang lain seperti: Troponin, CRP dan

elektrolit. Hal ini mungkin belum ada indikasi untuk pemeriksaan lebih lengkap

.

EKG

Hasil EKG didapatkan Q patologis pada : aVL, V1-V5, dan ST elevasi padaV1-V6. Dari

hasil tersebut disimpulkan IMA dengan STEMI anterior luas.

Sebagai indicator untuk menentukan area keusakan otot jantung, dapat dilihat pada table

berikut.

Daerah Infark Perubahan EKG

Page 34: ACS

Anterior Elevasi segmen ST pada lead V3-V4,

perubahan resiprokal (depresi ST) pada lead

II, III, aVF.

Inferior Elevasi segmen T pada lead II, II, aVF,

perubahan resiproakal (depresi ST) V1-V6, I,

aVL

Lateral Elevasi segmen ST pada I, aVL, V5-V6

Posterior Perubahan resiprokal (depresi ST) pada II, III,

aVF, terutama gelombang R pada V1-V2

Vetrikel kanan Perubahan gambaran dinding inferior

Pada Tn U, tidak ditemukan hasil pemeriksaan penunjang yang lain seperti: foto thorak,

Ekokardiogram dan pencitraan yang lain. Pemeriksaan Ekokarediogram sangat penting untuk

mengetahui dimensi serambi, gerakan katup dan dinding ventrikel serta konfigurasi katup

jantung.

Jadi, berdasarkan data tersebut di atas, dapat diidentifikasi sebagai berikut:

c. Tn. AS berjenis kelamin laki-laki dan berumur 43 tahun

d. Memiliki kebiasan merokok sejak kecil serta menghabiskan 2 bungkus perhari.

e. Terdapat gejala yang khas dari IMA seperti nyeri dada kiri yang menjalar ke lengan,

leher dan pinggang

f. Terjadi peningkatan enzim otot jantung seperti SGOT, SGPT dan CK-MB

g. Hasil EKG menunjukkan evoluasi gelombang Q patologis pada aVL, V1-V5 dan

gelombang ST elevasi pada V1-V6.

Kesimpulannya adalah Tn AS mengalami IMA anterior luas dengan factor resiko yang

dapat dididentifikasi yaitu: factor resioko yang tidak dapat diubah yaitu umur diatas 30 tahun dan

jenis kelamin laki-laki. Faktor resiko yang dapat diubah adalah kebiasaan merokok. Resiko

merokok berkaitan dengan jumlah rokok yang dihisap perhari, dan bukan pada lama merokok.

Page 35: ACS

Seseorang yang merokok lebih dari satu pak perhari menjadi dua kali lebih rentan terhadap

penyakit aterosklerosis koroner daripada mereka yang tidak merokok. Yang diduga menjadi

penyebab adalah pengaruh nikotin terhadap pelepasan katekolamin oleh sistem saraf otonom.

Namun efek nikotin tidak bersifat kumulatif, mantan perokok tampaknya beresiko rendah seperti

pada bukan perokok.

1. Perencanaan

Penatalaksanaan pada pasien IMA meliputi triase awal di unit emergency dan

penanganan lanjutan di ruang intensif (ICCU). Penatalaksanaan di emergency difokuskan pada

masalah airway, breathing, circulation dan exposoure. Karena masalah tersebut merupakan

ancaman terhadap keselamatan pasien. Pada laporan ini, penulis tidak menemukan dokumen

tatalaksana Tn AS saat di emergency. Penulis yakin bahwa Tn AS melewati fase tersebut

sebelum masuk ke ruang CICU.

Perencanaan di ruang CICU meliputi perencanaan penatalaksanaan medis dan

keperawatan. Secara medis difokuskan pada upaya peningkatan perfusi jaringan khususnya otot

miokard melalui pemberian oksigen, bedrest, obat-obatan anti koagulasi dan penghilang rasa

nyeri. Rencana pembedahan Tn AS sementara tidak dilakukan karena belum ada indikasi.

Perencanaan keperawatan disesuaikan dengan respon Tn AS yaitu respon nyeri,

intoleransi aktivitas dan kecemasan. Masalah ini sesuai dengan data pengkajian. Semestinya

perawat masih bisa mengembangkan data pengkajian yang lebih dalam khususnya tentang

respon keluarga. Hal ini penting dilibatkan agar pasien (TnAS) merasa lebih dekat dengan

keluarga.

2. Pelaksanaan

Berdasarkan catatan keperawatan, tindakan keperawatan telah dilakukan secara optimal

sesuai dengan masalah yang diidentifikasi. Perawat telah melakukan tindakan mandiri seperti

mengatasi msalah nyeri, kecemasan dan kolaborasi dalam memberikan kebutuhan oksigen,

nutrisi, dan obatan-obatan.

Pada saat penulis berkunjung ke ruang CICU, Tn AS dirawat hari ke 3 dan kondisi Tn AS

menunjukkan perkembangan yang baik. Tn AS sangat kooperatif dan telah mampu beraktivitas

Page 36: ACS

ringan di tempat tidur. Menurut Kepala Ruangan, Tn AS direncanakan pindah ke ruang

perawatan biasa. Jadi Tn AS telah mendapatkan penatalaksanaan yang sesuai dengan kebutuhan.

Hal penting yang perlu dipikirkan pada perawatan lanjutan Tn AS adalah rehabilitasi fase

rumah sakit dan luar rumah sakit. Rehabilitasi fase rumah sakit agar pasien dapat dengans segera

menyesuaikan dengan kedaan di CICU termasuk peralatan dan kondisi kerja. Hal ini penting

untuk mengurangi dampak psikologis pasien. Rehabiliatsi di luar rumah sakit sangat penting u

tuk mengembalikan aktivitas pasien, mempertahankan gaya hidup sehat dan modifikasi factor

risiko seperti merokok pada Tn AS. Motovasi agar mematuhi aturan berobat untuk mencegah

serangan IMA berulang.

A. Interpretasi EKG

Hasil pemeriksaan EKG seperti terlampir, dan interpretasi dari EKG adalah:

a. Irama : sinus

b. Aksis : LAD

c. Heart Rate : 83 x/menit

d. Lebar gelombang P : pada lead II tampak ada P mitral walau tidak terlalu jelas

dan di V1 tampak defleksi terminal bertambah dan ada P bivasik

e. PR interval : 0,12 detik (normal 0,12 – 0,20)

f. QRS : 0,06 detik (normal 0,06 – 0,12)

g. Q patologis : tidak ada

h. ST elevasi : di V1 dan V2

i. Kesimpulan : irama sinus dengan LAH dan kemungkinan ada akut

infark antero septal.