ACS STEMI

21
BAB I LAPORAN KASUS I.1 IDENTITAS PASIEN Nama : Nn. IS Jenis kelamin : Laki- laki Tempat / Tgl Lahir : Jakarta, (48 thn) Suku bangsa : Jawa Status perkawinan : Menikah Agama : Islam Pekerjaan : Pegawai swasta Pendidikan : S1 Alamat : Masuk RS : 6 Mei 2015 ANAMNESIS Diambil dari: Autoanamnesis dan Alloanamnesis. Tanggal: 6 Maret 2015 I.2 RIWAYAT PENYAKIT Lokasi : IGD RS. Islam Pondok Kopi Jakarta Tanggal / waktu : 6 Mei 2015, pukul 23.00 Keluhan utama : Nyeri dada sejak 1 jam sebelum masuk rumah sakit Keluhan tambahan : Sesak napas sejam 1 jam sebelum masuk rumah sakit RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG : 1

description

portofolio internship

Transcript of ACS STEMI

Page 1: ACS STEMI

BAB I

LAPORAN KASUS

I.1 IDENTITAS PASIEN

Nama : Nn. IS Jenis kelamin : Laki-laki

Tempat / Tgl Lahir : Jakarta, (48 thn) Suku bangsa : Jawa

Status perkawinan : Menikah Agama : Islam

Pekerjaan : Pegawai swasta Pendidikan : S1

Alamat : Masuk RS : 6 Mei 2015

ANAMNESIS

Diambil dari: Autoanamnesis dan Alloanamnesis. Tanggal: 6 Maret 2015

I.2 RIWAYAT PENYAKIT

Lokasi : IGD RS. Islam Pondok Kopi Jakarta

Tanggal / waktu : 6 Mei 2015, pukul 23.00

Keluhan utama : Nyeri dada sejak 1 jam sebelum masuk rumah sakit

Keluhan tambahan : Sesak napas sejam 1 jam sebelum masuk rumah sakit

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG :

Pada tanggal 6 Mei 2015 pukul 21.30 sebelum tidur, pasien tiba-tiba merasakan dada

kirinya tidak nyaman. Pasien merasakan dadanya seperti tertindih benda berat, sehingga

membuat pasien menjadi sulit bernapas. Lama kelamaan keluhan di dadanya semakin memberat.

Pada pukul 22.00 pasien merasakan dada kirinya sangat nyeri dan nyeri menjalar ke lengan kiri

serta punggu. Pasien makin sulit bernapas, dan timbul keringat dingin diseluruh tubuh pasien.

Lalu pasien merasakan perutnya mual, pasien muntah berisi makanan sebanyak 1 kali dirumah.

Oleh istrinya pasien segera dibawa ke IGD RS.Islam Pondok Kopi.

1

Page 2: ACS STEMI

Sebelumnya pasien mengaku tidak pernah mengalami nyeri dada ataupun sesak napas.

Hal ini muncul tiba-tiba. Tidak ada riwayat trauma sebelumnya pada dada pasien. Pasien

mengaku memiliki riwayat darah tinggi sejam 3 tahun lalu, tapi tidak pernah berobat rutin

dikarenakan merasa tubuhnya baik-baik saja. Pasien juga menyangkal adanya riwayat asma dan

diabetes mellitus.

RIWAYAT PENYAKIT YANG PERNAH DIDERITA

Penyakit Dahulu

( ) Cacar ( ) Malaria ( ) Batu Ginjal / Saluran Kemih

( ) Cacar air ( ) Disentri ( ) Burut (Hernia)

( ) Difteri ( ) Hepatitis ( ) Penyakit Prostat

( ) Batuk Rejan ( ) Tifus Abdominalis( ) Wasir

( ) Campak ( ) Diabetes Melitus ( ) Ginjal

(+) Influenza ( ) Sifilis ( ) Alergi

( ) Tonsilitis ( ) Gonore ( ) Tumor

( ) Khorea ( +) Hipertensi ( ) Penyakit Pembuluh

( ) Demam Rematik Akut( ) Ulkus Ventrikuli ( ) Perdarahan Otak

( ) Pneumonia ( ) Ulkus Duodeni ( ) Psikosis

( ) Pleuritis ( ) Gastritis

( ) Tuberkulosis ( ) Batu Empedu Lain-lain: ( )

Kesimpulan Riwayat Penyakit yang pernah diderita :

- Pasien memiliki riwayat darah tinggi sejak tahun 2012 yang tidak terkontrol

RIWAYAT KELUARGA

Pasien merupakan anak keempat dari kedua orang tuanya. Riwayat diabetes mellitus, hipertensi,

asma, serta alergi obat disangkal.

RIWAYAT KEBIASAAN/POLA HIDUP

- Pasien memiliki riwayat merokok sejak 10 tahun yang lalu.

- Riwayat mengkonsumsi alkohol ataupun obat-obatan terlarang disangkal oleh pasien.

- Pasien mengaku kurang melakukan aktivitas fisik seperti olah raga

2

Page 3: ACS STEMI

I.3 PEMERIKSAAN FISIK 23 FEBUARI 2015

Status Generalis

Keadaan Umum

Kesan Sakit : tampak sakit berat

Kesadaran : compos mentis, GCS 15

Tanda Vital

Nadi : 88 x/menit, teratur, isi cukup

Tekanan Darah : 110/70 mmHg

Nafas : 20 x / menit, tipe abdominotorakal

Suhu : 36,7O C

Berat badan : 110 kg

Tinggi badan : 180 cm

BMI :

Kepala : Normocephali

Rambut : Rambut hitam distribusi merata dan tidak mudah dicabut, cukup tebal

Wajah : Wajah simetris, tidak ada deformitas atau hematoma

Mata :

Visus : tidak dinilai Ptosis : -/-

Sklera ikterik : -/- Lagofthalmus : -/-

Konjunctiva anemis : -/- Cekung : -/-

Exophthalmus : -/- Kornea jernih : +/+

Strabismus : -/- Lensa jernih : +/+

Nistagmus : -/- Pupil : bulat, isokor

Refleks cahaya : langsung +/+ , tidak langsung +/+

Telinga :

Bentuk : normotia Tuli : -/-

Nyeri tarik aurikula : -/- Nyeri tekan tragus : -/-

Liang telinga : lapang Membran timpani : sulit dinilai

Serumen : -/- Refleks cahaya : sulit dinilai

Cairan : -/-

3

Page 4: ACS STEMI

Hidung :

Bentuk : simetris

Sekret : -/-

Mukosa hiperemis : -/-

Bibir : Simetris saat diam, mukosa berwarna merah muda, kering (-), sianosis (-)

Mulut : Oral higiene baik, gigi caries (-), trismus (-), mukosa gusi dan pipi : merah

muda, hiperemis (-), ulkus (-), halitosis (-), lidah : normoglosia, ulkus (-), hiperemis (-) massa (-)

Tenggorokan : Tonsil T1-T1 tidak hiperemis, kripta tidak melebar, detritus (-), faring tidak

hiperemis, ulkus (-) massa (-)

Leher : Bentuk tidak tampak kelainan, tidak tampak pembesaran tiroid maupun KGB,

tidak tampak deviasi trakea, tidak teraba pembesaran tiroid maupun KGB, trakea teraba di

tengah, tekanan vena Jugularis (JVP) : 5-2 cm H20

Thoraks :

Inspeksi : Bentuk thoraks simetris pada saat statis dan dinamis, tidak ada pernafasan yang

tertinggal, pernafasan abdomino-torakal, pada sela iga tidak terlihat adanya retraksi,

pembesaran KGB aksila -/- , tidak ditemukan efloresensi pada kulit dinding dada, ictus

cordis terlihat pada ICS V linea midclavicularis kiri, pulsasi abnormal (-)

Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan dan benjolan, gerak napas simetris kanan dan kiri,

vocal fremitus sama kuat kanan dan kiri, teraba ictus cordis pada ICS V linea

midclavicularis kiri, denyut kuat

Perkusi : sonor di kedua lapang paru, jantung dalam batas normal

Auskultasi : suara napas vesikuler, reguler, ronchi -/-, wheezing -/-, bunyi jantung I-II

reguler, punctum maksimum pada ICS V 1 cm linea midclavicularis kiri, murmur (-),

gallop (-)

Abdomen :

Inspeksi : perut cembung, tidak dijumpai adanya efloresensi pada kulit perut maupun

benjolan, kulit keriput (-) gerakan peristaltik (-)

Palpasi : supel, NT(-), hepar dan lien tidak teraba membesar.

Perkusi : shifting dullness (-)

Auskultasi : bising usus (+), frekuensi 4 x / menit

4

Page 5: ACS STEMI

Anogenitalia : jenis kelamin laki-laki

Ekstremitas :

Ekstremitas atas : Edema -/-

Akral hangat +/+

Deformitas -/-

Ekstremitas bawah : Edema -/-

Akral hangat +/+

Deformitas -/-

Kulit : warna sawo matang merata, pucat (-), tidak ikterik, tidak sianosis, turgor kulit

baik, lembab, pengisian kapiler <2 detik.

Tulang belakang : bentuk normal, tidak terdapat deviasi, benjolan (-), ruam (-)

I.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Elektrokardiografi, 6 Mei 2015 pukul 23.10

Kesan: ST depresi pada lead II, III, aVF

ST elevasi pada lead V2, V3, V4, V5, V6

Laboratorium, 6 Mei 2015 pukul 00.00Darah Rutin Hasil Nilai Normal

Hemoglobin 16,5 13,5 – 17,5Leukosit 17,6 (H) 5,0 – 10,0Hematokrit 47 40 - 50Trombosit 240 150 - 400

ElektrolitNatrium 148 132 - 145Kalium 2,35 (L) 3,50 – 5,50Chloride 110 98 - 110

GlukosaGDS 130 70 -200

Fungsi Hati Hasil Nilai NormalSGOT 29,10 10 – 35SGPT 16,7 10 - 45

Fungsi GinjalUreum 28 10 - 50

5

Page 6: ACS STEMI

Creatinin 1,1 0,67 – 1,17

I.5 RESUME

Pasien seorang laki-laki berusia 48 tahun datang ke IGD RSI Pondok Kopi pada pukul

23.00 dengan keluhan nyeri dada sejak 1 jam sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dada seperti

tertindih benda berat, nyeri menjalar hingga ke lengan kiri dan punggung. Pasien juga mengeluh

napasnya terasa berat sejak 1 jam sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga mengeluh keringat

dingin, mual, dan muntah 1 kali berisi makanan. Paien memiliki riwayat hipertensi sejak tahun

2012.

Dari pemeriksaan fisik, tanda vital didapati tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 88x/menit,

pernapasan 20x/menit, suhu afebris. Status generalis didapati dalam batas normal Pada

pemeriksaan penunjang EKG didapati kesan ST depresi pada lead II, III, aVF dan ST elevasi

pada lead V2, V3, V4, V5, V6. Dari hasil pemeriksaan laboratorium didapat…..

I.6 DIAGNOSIS KERJA

I.7 PENATALAKSANAAN

Medikamentosa

Clopidogrel 75 mg, 4 tablet

Aspirin 80 mg, 4 tablet

ISDN 5 mg, 1 tablet

IVF Asering 20 tpm

Morfin injeksi 2,5 mg

Non Medikamentosa

Komunikasi-Informasi-Edukasi kepada keluarga pasien mengenai keadaan pasien

Tirah baring

Observasi tanda vital

6

Page 7: ACS STEMI

Nasal kanul oksigen 3L/menit

Konsul dr.Sp.JP

Konsul dr. Tjatur, Sp.Jp :

I.8 PROGNOSIS

Ad Vitam : Dubia ad bonam

Ad Sanationam : Dubia ad malam

Ad Fungtionam : Dubia

I.9 FOLLOW UP

Jam S O A P23.00 Nyeri dada seperti

tertindih benda berat, menjalar ke lengan kiri dan punggung. Mual.Napas terasa berat.

GCS 15TD: 110/70mmHgNadi : 88x/menitRR: 20x/menitS: 36,7ºCStatus Generalis: dbn

23.20 GCS 15TD: mmHgNadi : menitRR: menitS: 36,6ºCStatus Generalis: dbn

00.30 GCS 15TD: 190/100mmHgNadi : 68x/menitRR: 16x/menitS: 36,1ºCStatus Generalis: dbn

01.30 GCS 15TD: 190/100mmHg

7

Page 8: ACS STEMI

Nadi : 65x/menitRR: 16x/menitS: 36,3ºCStatus Generalis: dbnStatus Neurologis: kesadaran soporokoma

BAB II

8

Page 9: ACS STEMI

TINJAUAN PUSTAKA

1. DEFINISI

Merupakan spektrum manifestasi akut dan berat yang merupakan keadaan

kegawatdaruratan dari koroner akibat ketidakseimbangan antara kebutuhan oksigen

miokardium dan aliran darah.1 Sindrom koroner akut (SKA) adalah sebuah kondisi yang

melibatkan ketidaknyamanan dada atau gejala lain yang disebabkan oleh kurangnya

oksigen ke otot jantung (miokardium). Sindrom koroner akut ini merupakan sekumpulan

manifestasi atau gejala akibat gangguan pada arteri koronaria.Sindrom koroner akut

mencakup penyakit jantung koroner yang bervariasi mulai dari angina pektoris tidak

stabil dan infark miokard tanpa ST-elevasi sampai infark miokard dengan ST-

elevasi.Ketiga gangguan ini disebut sindrom koroner akut karena gejala awal serta

manajemen awal sering serupa.2

2. EPIDEMIOLOGI

Menurut laporan WHO, pada tahun 2004, penyakit infark miokard akut

merupakan penyebab kematian utama di dunia. Terhitung sebanyak 7,2 juta (12,2%)

kematian terjadi akibat penyakit ini di seluruh dunia. Infark miokard akut adalah

penyebab kematian nomor dua pada negara berpenghasilan rendah, dengan angka

mortalitas 2,47 juta (9,4%). Di Indonesia pada tahun 2002, penyakit infark miokard akut

merupakan penyebab kematian pertama, dengan angka mortalitas 220.000 (14%)3.

Banyak kejadian terjadi dalam empat jam pertama setelah awal serangan. Kematian di

rumah sakit lebih banyak berhubungan dengan menurunnya curah jantung termasuk gagal

jantung kongestif dan syok kardiogenik. Kematian berhubungan dengan luasnya miokard

yang terkena. Oleh karena itu, upaya membatasi luas infark akan menurunkan mortalitas4.

3. PATOFISIOLOGI

Penyebab terjadinya sindroma koroner akut secara teoritis adalah akibat trombosis

koroner dan robekan plak (plaque fissure). Pada penelitian angiografi dan studi post-

mortem yang dilakukan pada pasien sindroma koroner akut segera setelah timbulnya

keluhan tampak bahwa pada lebih dari 85 kasus terdapat oklusi thrombus pada arteri

9

Page 10: ACS STEMI

penyebab (culprit artery). Trombus yang terbentuk merupakan campuran trombus putih

(white thrombus) dan trombus merah (red thrombus). Trombosis koroner yang terjadi

umumnya dihubungkan dengan robekan plak. Perubahan yang tiba – tiba dari angina

stabil menjadi tidak stabil atau infark miokard umumnya berhubungan dengan robekan

plak pada titik dimana shear stress-nya tinggi dan dapat terjadi pada plak aterosklerosis

yang besar maupun kecil (minor). Plak yang mengalami robekan kemudian merangsang

agregasi trombosit yang selanjutnya akan membentuk trombus. Spasme arteri koroner

juga berperan penting dalam patofisiologi sindroma koroner akut. Perubahan tonus

pembuluh darah koroner melalui Nitric Oxide (NO) endogen dapat membuat variasi

ambang rangsang angina antara satu pasien dengan yang lain dan antara satu waktu

dengan waktu yang lain. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi tonus arteri yaitu

hipoksia, katekolamin endogen, dan zat vasoaktif (serotonin, adenosine diphospat).

Pasien dengan aterosklerosis koroner bisa mengalami gejala klinis yang bervariasi

tergantung dari tingkat sumbatan arteri koroner. Gejala – gejala klinis ini meliputi angina

tidak stabil, non-ST-segment elevation myocardial infarction (NSTEMI), dan ST-segment

elevation myocardial infarction (STEMI). Beberapa hal yang mendasari patofisiologi

sindroma koroner akut adalah sebagai berikut:

Plak tidak stabil

Penyebab utama terjadinya sindroma koroner akut adalah rupturnya plak yang

kaya lipid dengan cangkang yang tipis. Umumnya plak yang mengalami ruptur secara

hemodinamik tidak signifikan besar lesinya. Adanya komponen sel inflamasi yang berada

di bawah subendotel merupakan titik lemah dan merupakan predisposisi terjadinya

rupture plak. Kecepatan aliran darah, turbulensi, dan anatomi pembuluh darah juga

memberikan kontribusi terhadap hal tersebut.

Ruptur plak

Setelah plak ruptur, sel – sel platelet akan menutupi atau menempel pada plak

yang ruptur. Ruptur akan merangsang dan mengaktifkan agregasi platelet. Fibrinogen

akan menyelimuti platelet yang kemudian akan merangsang pembentukan trombin.

Angina tidak stabil

Sumbatan trombus yang parsial akan menimbulkan gejala iskemia yang progresif

(lebih lama atau pada aktivitas yang lebih ringan dari biasanya), gejala iskemia yang baru

10

Page 11: ACS STEMI

pertama terjadi, atau terjadi saat istirahat. Pada fase ini trombus kaya akan platelet

sehingga terapi aspirin, clopidogrel, dan GP IIb/IIIa inhibitor paling efektif. Pemberian

trombolisis pada fase ini tidak efektif dan malah sebaliknya dapat mengakselerasi oklusi

dengan melepaskan bekuan yang berikatan dengan trombin yang dapat mempromosi

terjadinya koagulasi. Oklusi trombus yang bersifat intermiten dapat menyebabkan

nekrosis miokard sehingga menimbulkan NSTEMI.

Mikroemboli

Mikroemboli dapat berasal dari trombus yang emboli ke distal dan bersarang di

dalam mikrovaskular koroner yang menyebabkan troponin jantung meningkat (penanda

adanya nekrosis jantung). Kondisi ini merupakan risiko tinggi terjadinya infark miokard

yang lebih luas.

Oklusi trombus

Jika trombus menyumbat total pembuluh darah koroner dalam jangka waktu yang

lama, maka akan menyebabkan STEMI. Bekuan ini kaya akan trombin, oleh karena itu,

pemberian fibrinolisis yang cepat dan tepat atau langsung dilakukan PCI dapat

membatasi perluasan infark miokard.

4. DIAGNOSIS

4.1 ANAMNESIS

Gejala – gejala umum iskemia dan infark miokard adalah nyeri dada retrosternal. Yang

perlu diperhatikan dalam evaluasi keluhan nyeri dada iskemik adalah:

1. Lokasi nyeri di daerah retrosternal dan pasien sulit melokalisasi rasa nyeri.

2. Pasien mengeluh rasa berat seperti dihimpit, ditekan, diremas, panas, atau dada terasa

penuh. Keluhan tersebut lebih dominan dibandingkan rasa nyeri yang sifatnya tajam.

Perlu diwaspadai juga bila pasien mengeluh nyeri epigastrik, sinkope, atau sesak

nafas (equivalent angina).

3. Penjalaran ke lengan kiri, bahu, punggung, epigastrium, leher rasa tercekik atau

rahang bawah (rasa ngilu) kadang penjalaran ke lengan kanan atau kedua lengan).

11

Page 12: ACS STEMI

4. Nyeri pada sindroma koroner akut dapat berlangsung lama, lebih dari 20 menit. Pada

STEMI, nyeri lebih dari 20 menit dan tidak hilang dengan istirahat atau nitrat

sublingual.

5. Disertai keluhan seperti mual, muntah, atau keringat dingin.

4.2 PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik dilakukan untuk menegakkan diagnosis, menyingkirkan

kemungkinan penyebab nyeri dada lainnya dan mengevaluasi adanya komplikasi

sindroma koroner akut. Pemeriksaan fisik pada sindroma koroner akut umumnya normal.

Terkadang pasien terlihat cemas, keringat dingin, atau didapat tanda komplikasi berupa

takipnea, takikardia, bradikardia, adanya gallop S3, ronki basah halus di paru, atau

terdengar bising jantung (murmur). Bila tidak ada komplikasi hampir tidak ditemukan

kelainan yang berarti.

4.3 PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Elektrokardiogram

Pemeriksaan EKG merupakan pemeriksaan penunjang penting dalam diagnosis

sindroma koroner akut untuk menentukan tata laksana selanjutnya. Berdasarkan

gambaran EKG pasien sindroma koroner akut dapat diklasifikasikan dalam 3 kelompok:

1. Elevasi segmen ST atau LBBB (left bundle branch block yang baru atau dianggap

baru). Didapatkan gambaran elevasi segmen ST minimal di dua lead yang berhubungan.

2. Depresi segmen ST atau inversi gelombang T yang dinamis pada saat pasien mengeluh

nyeri dada.

3. EKG non diagnostik baik normal ataupun hanya ada perubahan minimal.

b. Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium untuk menilai adanya tanda nekrosis miokard seperti

CK-MB, Troponin T dan I, serta Miogoblin dipakai untuk menegakkan diagnosis

sindroma koroner akut. Troponin lebih dipilih karena lebih sensitif daripada CKMB.

Mioglobin merupakan suatu protein yang dilepaskan dari sel miokard yang

mengalami kerusakan, dapat meningkat setelah jam – jam awal terjadinya infark

12

Page 13: ACS STEMI

dan mencapai puncak pada jam 1 sampai dengan ke 4 dan tetap tinggi sampai 24

jam.

CKMB merupakan isoenzim dari creatinin kinase, yang merupakan konsentrasi

terbesar dari miokard. Dalam jumlah kecil CKMB juga dapat dijumpai di otot

rangka, usus kecil, atau diafragma. Mulai meningkat 3 jam setelah infark dan

mencapai puncak 12 – 14 jam. CKMB akan mulai menghilang dalam dara 48 – 72

jam setelah infark.

Troponin mengatur interaksi kerja aktin dan myosin dalam otot jantung dan lebih

spesifik dari CK-MB. Mempunyai dua bentuk Troponin T dan I. Enzim ini mulai

meningkat pada jam 3 sampai dengan 12 jam setelah onset iskemik. Mencapai

puncak pada 12 – 24 jam dan masih tetap tinggi sampai hari ke 8 – 21 (Trop T)

dan 7 – 14 (Trop I)1. Peningkatan enzim ini berhubungan dengan bukti adanya

nekrosis miokard dan menunjukkan prognosis yang buruk pada sindroma koroner

akut.

5. TATALAKSANA

Secara umum tatalaksana STEMI dan NSTEMI hampir sama, baik prehospital

maupun saat di rumah sakit. Hanya berbeda dalam strategi reperfusi terapi, di mana

STEMI lebih ditekankan untuk segera melakukan reperfusi, baik dengan medikamentosa

(trombolisis) atau intervensi (percutaneous coronary intervention – PCI). Berdasarkan

International Consensus on Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency

Cardiovascular Care Science With Treatment Recommendation (AHA/ACC) tahun 2010,

sangat ditekankan waktu efektif reperfusi terapi. Bila memungkinkan trombolisis

dilakukan saat prehospital untuk menghemat waktu.

6. KOMPLIKASI

13

Page 14: ACS STEMI

Sindroma koroner akut dapat menyebabkan berbagai komplikasi. Komplikasi

yang paling sering adalah gangguan irama dan pompa jantung. Gangguan irama dapat

bersifat fatal bila menyebabkan henti jantung, misalnya pada VF atau VT tanpa nadi.

Komplikasi gangguan pompa jantung dapat menyebabkan gagal jantung akut.

Komplikasi gagal jantung pada ACS STEMI di klasifikasikan dalam Klasifikasi Killip.

Berikut ini klasifikasi Killip dan kaitan dengan mortalitas di rumah sakit.

Klas Killip Mortalitas di RS (%)

I Tidak ada komplikasi 6

II Gagal jantung: ronki, S3, tanda bendungan

paru

17

III Edema paru 38

IV Syok Kardiogenik 81

7. PROGNOSIS

BAB III

DAFTAR PUSTAKA

14