Abnormal
Transcript of Abnormal
GANGGGUAN-GANGGUAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN
PENGGUNAAN OBAT-OBATAN YANG MENGANDUNG ZAT-ZAT
PSIKOAKTIF (NAPZA)
Makalah ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Psikologi Abnormal yang Dibimbing oleh Tristiadi Ardi Ardani, M.Si, Psi
Oleh:Bagus Kurnia Fatihi (08410146)
Ika Retma Wardani (08410140)
M. Sulfi Alam (08410168)
M. Ilhamudin (08410155)
M. Darul Faroch (08410152)
JURUSAN PSIKOLOGIFAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
OKTOBER, 2010
BAB I
LATAR BELAKANG
Dalam menghadapi era globalisasi tidaklah mengherankan bilamana
penyalahgunaan zat merupakan salah satu masalah yang harus dihadapi walaupun
sudah dikenal sejak lama. Di Indonesia penyalahgunaan zat muncul sejak tahun
1969 ketika para psikiater dan Sanatorium Dharmawangsa, melaporkan fenomena
tersebut untuk pertama kali, khususnya yang menimpa remaja dan dewasa muda
Penyalahgunaan zat merupakan suatu pola penggunaan zat yang bersifat
patologik, paling sedikit satu bulan lamanya, sehingga menimbulkan gangguan
fungsi sosial dan okupasional. Secara populer, penyalahgunaan zat yang
merupakan terjemahan dari istilah drug abuse, biasanya diartikan sebagai
penggunaan zat yang ilegal, atau menggunakan obat tanpa indikasi medis atau
penggunaan zat yang legal secara berlebihan dan merugikan diri.
Adapun yang sering disalahgunakan manusia meliputi berbagai zat yang
dapat digolongkan dalam zat-zat alkohol, opioida, kanabinoida, sedativa atau
hipnotika, stimulansia, halusinogenika, tembakau, bahan pelarut yang mudah
menguap, zat multipel dan zat psikoaktif lainnya
Menurut ICD-10, berbagai gangguan mental dan perilaku akibat
penggunaan zat dikelompokkan dalam berbagai kondisi klinis sebagai berikut:
Intoksikasi Akut; Penggunaan yang merugikan; Sindroma ketergantungan;
Keadaan putus zat; Keadaan putus zat dengan delirium; Gangguan psikotik;
Sindroma amnestik; Gangguan psikotik residual atau onset lambat; Gangguan
mental dan perilaku lainnya
Dalam tahun-tahun terakhir ini kalangan remaja mulai banyak
menyalahgunakan Ecstasy, Putau dan merupakan masalah yang cukup serius serta
perlu penanggulangan secara multidisipliner, terpadu dan konsisten meibatkan
antara lain berbagai bidang kesehatan, sosial, hukum, pendidikan, agama dan
sebagainya. Berbeda dengan obat lain, maka ecstasy termasuk obat yang sengaja
direkayasa untuk mendapatkan efek-efek tertentu seperti efek euforia. Sedangkan
putau adalah heroin yang didapatkan secara semisintetik dari opioida alamiah dan
antara lain mempunyai khasiat analgesik, hipnotik dan euforik.
Tidak jarang mereka yang menyalahgunakan zat-zat tersebut mengalami
berbagai dampak klinis yang merugikan dirinya (mis: intoksikasi akut) akan
mendatangi instalasi gawat darurat rumah sakit. Oleh karena itu tenaga-tenaga
profesional di bidang kesehatan harus bisa mendiagnosis serta memberikan
intervensi yang diperlukan yang bukan merupakan pekerjaan yang mudah.
Khususnya dalam suatu rumah sakit atau panti rehabilitasi, diperlukan partisipasi
penuh dan berbagai tenaga profesional seperti dokter, perawat, psikiater atau
psikolog, yang dapat bekerjasama dengan pasien serta keluarganya
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Sejak zaman dahulu, orang menggunakan obat untuk mengubah tingkat
kesadarannya, untuk menstimulasi atau merelaksasi, untuk memperkuat
persepsi biasa, atau untuk menghasilkan halusinasi. Obat yang mempengaruhi
perilaku, kesadaran, dan mood dinamakan psikoaktif. Obat ini bukan hanya
mencakup obat jalanan seperti heroin, dan marijuana tetapi juga penenang,
stimulan, dan obat yang cukup akrab seperti alkohol, tembakau, dan kopi.
Obat menjadi pilihan yang tersedia untuk memecahkan masalah-
masalah selain dari penyakit fisik. Pemakaian obat dikalangan muda meningkat
stabil pada tahun 1960-an dan 1970-an. Tetapi pada tahun 1980-an pemakaian
obat mulai menunjukkan penurunan dan terus demikian sampai tahun 1990-an.
Salah satu faktor yang mempengaruhi hal tersebut adalah peningkatan orang
muda yang yakin bahwa pemakaian obat, walaupun hanya coba-coba adalah
berbahaya.
Zat psikoaktif ialah zat atau bahan yang apabila masuk ke dalam tubuh
manusia akan mempengaruhi tubuh, terutama susunan saraf pusat, sehingga
menyebabkan terjadinya perubahan kesadaran, aktivitas mental emosional, cara
berfikir, persepsi dan perilaku seseorang. Apabila digunakan terus menerus
akan menimbulkan ketergantungan (oleh karena itu disebut juga sebagai zat
adiktif).
Walaupun zat psikoaktif tertentu bermanfaat bagi pengobatan, tetapi
apabila disalahgunakan atau digunakan tidak sesuai dengan standar
pengobatan, akan sangat merugikan yang menggunakan. Kerugian juga akan
dialami keluarga dan masyarakat bahkan dapat menimbulkan bahaya yang
lebih besar bagi kehidupan dan nilai-nilai budaya bangsa, yang pada akhirnya
dapat melemahkan ketahanan nasional. Untuk mencegah dan menanggulangi
hal tersebut, penggunaan dan peredaran zat adiktif diatur dalam Undang-
Undang, yaitu UU No. 22 tahun 1997 tentang narkotika, dan UU No.5 tahun
1997 tentang Psikotropika.
Menurut UU RI No.22/1997 tentang narkotika, yang dimaksud dengan
narkotika ialah zat atau obat, baik yang berasal dari tanaman maupun bukan
tanaman, baik sintetik maupun semi sintetik, yang dapat menyebabkan
penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai
menghilangkan rasa nyeri dan menimbulkan ketergantungan dan kecanduan.
Tiga golongan zat yang termasuk kategori ini ialah opioda tanaman ganja, dan
kokain. Menurut UU R.I No. 5/1997 tentang Psikotropika, yang dimaksud
dengan psikotropika ialah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetik, bukan
narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan
saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan
perilaku.
UU Narkotika (pasal 45) dan UU Psikotropika (pasal 37) menyebutkan
bahwa pecandu/pengguna narkotika dan psikotropika wajib menjalani
pengobatan dan/atau perawatan.
Dalam Ilmu Kedokteran Forensik, narkotika dan obat pada umumnya
digolongkan sebagai racun, sebab bila zat tersebut masuk ke dalam tubuh akan
menimbulkan reaksi biokimia yang dapat menyebabkan penyakit atau
kematian. Penyakit atau kematian itu tentunya bergantung pada takaran (dosis),
cara pemberian, bentuk fisik dan struktur kimia zat, serta kepekaan korban.
Kepekaan korban dipengaruhi pula pada usia, penyakit terdahulu atau yang
bersamaan, kebiasaan, keadaan hipersensitif tertentu, dan sebagainya.
Narkotika masuk ke dalam tubuh koban dapat akibat unsur kesengajaan
ataupun kebetulan. Kesengajaan dapat akibat ulah orang lain (penganiayaaan
atau pembunuhan) maupun akibat ulah diri sendiri (penyalahgunaan atau usaha
bunuh diri). Sedang unsur kebetulan dapat terjadi akibat kecelakaan industri,
keteledoran dalam rumah tangga, kesalahan pengobatan, dan lain-lain.
B. Jenis-jenis NAPZA yang Disalahgunakan
1. NARKOTIKA
Menurut Undang-Undang RI Nomor 22 tahun 1997 tentang Narkotika,
NARKOTIKA dalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
tanaman baik sintetis maupun semisintetis yang dapat menyebabkan penurunan
atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan
rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.
NARKOTIKA dibedakan kedalam golongan-golongan :
- Narkotika Golongan I :
Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan, dan
tidak ditujukan untuk terapi serta mempunyai potensi sangat tinggi
menimbulkan ketergantungan, (Contoh : heroin/putauw, kokain, ganja).
- Narkotika Golongan II :
Narkotika yang berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan
dapat digunakan dalam terapi atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan
serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan (Contoh :
morfin, petidin).
- Narkotika Golongan III :
Narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi
atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan
mengakibatkan ketergantungan (Contoh : kodein). Narkotika yang sering
disalahgunakan adalah Narkotika Golongan I :
- Opiat :
Morfin, herion (putauw), petidin, candu, dan lain-lain - Ganja atau kanabis,
marihuana, hashis - Kokain, yaitu serbuk kokain, pasta kokain, daun koka.
2. PSIKOTROPIKA
Menurut Undang-undang RI No.5 tahun 1997 tentang Psikotropika,
psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan
Narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan
saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan
perilaku.
Psikotropika dibedakan dalam golongan-golongan sebagai berikut :
- PSIKOTROPIKA GOLONGAN I : Psikotropika yang hanya dapat digunakan
untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi serta
mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan.
(Contoh : ekstasi, shabu, LSD)
- PSIKOTROPIKA GOLONGAN II : Psikotropika yang berkhasiat pengobatan
dan dapat digunakan dalam terapi, dan/atau tujuan ilmu pengetahuan serta
menpunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan . ( Contoh
amfetamin, metilfenidat atau ritalin)
- PSIKOTROPIKA GOLONGAN III : Psikotropika yang berkhasiat
pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma
ketergantungan (Contoh : pentobarbital, Flunitrazepam).
- PSIKOTROPIKA GOLONGAN IV :
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam
terapi
dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan
mengakibatkan sindrom ketergantungan (Contoh : diazepam, bromazepam,
Fenobarbital, klonazepam, klordiazepoxide, nitrazepam, seperti pil BK, pil
Koplo, Rohip, Dum, MG).
Psikotropika yang sering disalahgunakan antara lain :
- Psikostimulansia : amfetamin, ekstasi, shabu
- Sedatif & Hipnotika (obat penenang, obat tidur): MG, BK, DUM, Pil koplo
dan lain-lain
- Halusinogenika : Iysergic acid dyethylamide (LSD), mushroom.
3. ZAT ADIKTIF LAIN
Yang dimaksud disini adalah bahan/zat yang berpengaruh psikoaktif
diluar yang disebut Narkotika dan Psikotropika, meliputi :
- Minuman berakohol,
Mengandung etanol etil alkohol, yang berpengaruh menekan susunan syaraf
pusat, dan sering menjadi bagian dari kehidupan manusia sehari-hari dalam
kebudayaan tertentu. Jika digunakan sebagai campuran dengan narkotika atau
psikotropika, memperkuat pengaruh obat/zat itu dalam tubuh manusia.
Ada 3 golongan minumanberakohol, yaitu :
- Golongan A: kadar etanol 1-5%, (Bir)
- Golongan B : kadar etanol 5-20%, (Berbagai jenis minuman anggur)
- Golongan C : kadar etanol 20-45 %, (Whiskey, Vodca, TKW, Manson House,
Johny Walker, Kamput.)
- Inhalansia (gas yang dihirup) dan solven (zat pelarut) mudah menguap berupa
senyawa organik, yang terdapat pada berbagai barang keperluan rumah tangga,
kantor dan sebagai pelumas mesin. Yang sering disalah gunakan, antara lain :
Lem, thinner, penghapus cat kuku, bensin.
- Tembakau : Pemakaian tembakau yang mengandung nikotin sangat luas di
masyarakat.
Pada upaya penanggulangan NAPZA di masyarakat, pemakaian rokok dan
alkohol terutama pada remaja, harus menjadi bagian dari upaya pencegahan,
karena rokok dan alkohol sering menjadi pintu masuk penyalahgunaan NAPZA
lain yang lebih berbahaya. Bahan/ obat/zat yang disalahgunakan dapat juga
diklasifikasikan sebagai berikut :
- Sama sekali dilarang : Narkotoka golongan I dan Psikotropika Golongan I.
- Penggunaan dengan resep dokter: amfetamin, sedatif hipnotika.
- Diperjual belikan secara bebas : lem, thinner dan lain-lain.
- Ada batas umur dalam penggunannya : alkohol, rokok.
Berdasarkan efeknya terhadap perilaku yang ditimbulkan NAPZA dapat
digolongkan menjadi tiga golongan :
1. Golongan Depresan (Downer)
Adalah jenis NAPZA yang berfungsi mengurangi aktifitas fungsional tubuh.
Jenis ini menbuat pemakaiannya merasa tenang, pendiam dan bahkan
membuatnya tertidur dan tidak sadarkan diri. Golongan ini termasuk Opioida
(morfin, heroin/putauw, kodein), Sedatif (penenang), hipnotik (otot tidur), dan
tranquilizer (anti cemas) dan lain-lain.
2. Golongan Stimulan(Upper)
Adalah jenis NAPZA yang dapat merangsang fungsi tubuh dan meningkatkan
kegairahan kerja. Jenis ini membuat pemakainya menjadi aktif, segar dan
bersemangat. Zat yang termasuk golongan ini adalah : Amfetamin (shabu,
esktasi), Kafein, Kokain
3. Golongan Halusinogen
Adalah jenis NAPZA yang dapat menimbulkan efek halusinasi yang bersifat
merubah perasaan dan pikiran dan seringkali menciptakan daya pandang yang
berbeda sehingga seluruh perasaan dapat terganggu. Golongan ini tidak
digunakan dalam terapi medis.
Golongan ini termasuk : Kanabis (ganja), LSD, Mescalin Macam-macam
bahan Narkotika dan Psikotropika yang terdapat di masyarakat serta akibat
pemakaiannya :
1. OPIOIDA
- Opioida dibagi dalam tiga golongan besar yaitu :
- Opioida alamiah (opiat): morfin, cpium, kodein
- Opioida semi sintetik : heroin/putauw, hidromorfin
- Opioida sintetik : meperidin, propoksipen, metadon
- Nama jalannya putauw, ptw, black heroin, brown sugar
- Heroin yang murni berbentuk bubuk putih, sedangkan heroin yang tidak
murni berwarna putih keabuan
- Dihasilkan dari cairan getah opium poppy yang diolah menjadi morfin
kemudian dengan proses tertentu menghasil putauw, dimana putauw
mempunyai kekuatan 10 kali melebihi morfin. Opioid sintetik yang mempunyai
kekuatan 400 kali lebih kuat dari morfin.
- Opiat atau opioid biasanya digunakan dokter untuk menghilangkan rasa sakit
yang sangat (analgetika kuat). Berupa pethidin, methadon, Talwin, kodein dan
lain-lain
- Reaksi dari pemakaian ini sangat cepat yang kemudian timbul rasa ingin
menyendiri untuk menikmati efek rasanya dan pada taraf kecanduan sipemakai
akan kehilangan rasa percaya diri hingga tak mempunyai keinginan untuk
bersosialisasi. Mereka mulai membentuk dunia mereka sendiri. Mereka merasa
bahwa lingkungannya adalah musuh. Mulai sering melakukan manipulasi dan
akhirnya menderita kesulitan keuangan yang mengakibatkan mereka
melakukan pencurian atau tindak kriminal lainnya.
2. KOKAIN
- Kokain mempunyai dua bentuk yaitu : kokain hidroklorid dan free base.
Kokain berupa kristal pitih. Rasa sedikit pahit dan lebih mudah larut dari free
base. Free base tidak berwarna/putih, tidak berbau dan rasanya pahit - Nama
jalanan dari kokain adalah koka,coke, happy dust, charlie, srepet, snow salju,
putih. Biasanya dalam bentuk bubuk putih.
- Cara pemakaiannya : dengan membagi setumpuk kokain menjadi beberapa
bagian berbaris lurus diatas permukaan kaca atau benda-benda yang
mempunyai permukaan datar kemudian dihirup dengan menggunakan penyedot
seperti sedotan. Atau dengan cara dibakar bersama tembakau yang sering
disebut cocopuff. Ada juga yang melalui suatu proses menjadi bentuk padat
untuk dihirup asapnya yang populer disebut freebasing.
Penggunaan dengan cara dihirup akan berisiko kering dan luka pada sekitar
lubang hidung bagian dalam.
- Efek rasa dari pemakaian kokain ini membuat pemakai merasa segar,
kehilangan
nafsu makan, menambah rasa percaya diri, juga dapat menghilangkan rasa sakit
dan lelah.
3. KANABIS
- Nama jalanan yang sering digunakan ialah : grass. Cimeng,ganja dan
gelek,hasish,marijuana,bhang
- Ganja berasal dari tanaman kanabis sativa dan kanabis indica. Pada tanaman
ganja terkandung tiga zat utama yaitu tetrehidro kanabinol,kanabinol dan
kanabidiol
- Cara penggunaannya adalah dihisap dengan cara dipadatkan mempunyai
rokok atau dengan menggunakan pipa rokok.
- Efek rasa dari kanabis tergolong cepat,sipemakai : cenderung merasa lebih
santai,rasa gembira berlebih (euforia), sering berfantasi. Aktif
berkomonikasi,selera makan tinggi,sensitif,kering pada mulut dan tenggorokan
4. AMPHETAMINES
- Nama generik amfetamin adalah D-pseudo epinefrin berhasil disintesa tahun
1887, dan
dipasarkan tahun 1932 sebagai obat
- Nama jalannya : seed,meth,crystal,uppers,whizz dan sulphate
- Bentuknya ada yang berbentuk bubuk warna putih dan keabuan,digunakan
dengan cara
dihirup. Sedangkan yang berbentuk tablet biasanya diminum dengan air.
Ada dua jenis amfetamin :
- MDMA (methylene dioxy methamphetamin), mulai dikenal sekitar tahun 1980
dengan nama Ekstasi atau Ecstacy. Nama lain : xtc, fantacy pils, inex, cece,
cein, Terdiri dari berbagai macam jenis antara lain : white doft, pink heart,
snow white, petir yang dikemas dalam bentuk pil atau kapsul
- Methamfetamin ice, dikenal sebagai SHABU. Nama lainnya shabu-shabu. SS,
ice, crystal,crank. Cara penggunaan : dibakar dengan menggunakan kertas
alumunium foil dan asapnya dihisap, atau dibakar dengan menggunakan botol
kaca yang dirancang khusus (bong)
5. LSD (Lysergic acid)
Termasuk dalam golongan halusinogen,dengan nama jalanan : acid, trips, tabs,
kertas.
- Bentuk yang bisa didapatkan seperti kertas berukuran kotak kecil sebesar
seperempat perangko dalam banyak warna dan gambar, ada juga yang
berbentuk pil, kapsul.
- Cara menggunakannya dengan meletakkan LSD pada permukaan lidah dan
bereaksi setelah 30-60 menit sejak pemakaian dan hilang setelah 8-12 jam.
- Efek rasa ini bisa disebut tripping. Yang bisa digambarkan seperti halusinasi
terhadap tempat. Warna dan waktu. Biasanya halusinasi ini digabung menjadi
satu. Hingga timbul
obsesi terhadap halusinasi yang ia rasakan dan keinginan untuk hanyut
didalamnya, menjadi sangat indah atau bahkan menyeramkan dan lama-lama
membuat paranoid.
6. SEDATIF-HIPNOTIK (BENZODIAZEPIN)
- Digolongkan zat sedatif (obat penenang) dan hipnotika (obat tidur)
- Nama jalanan dari Benzodiazepin : BK, Dum, Lexo, MG, Rohyp.
- Pemakaian benzodiazepin dapat melalui : oral,intra vena dan rectal
- Penggunaan dibidang medis untuk pengobatan kecemasan dan stres serta
sebagai
hipnotik (obat tidur).
7. SOLVENT / INHALANSIA
- Adalah uap gas yang digunakan dengan cara dihirup.Contohnya :Aerosol,
aica aibon, isi korek api gas, cairan untuk dry cleaning, tiner,uap bensin. -
Biasanya digunakan secara coba-coba oleh anak dibawah umur golongan
kurang mampu/ anak jalanan
- Efek yang ditimbulkan : pusing, kepala terasa berputar, halusinasi ringan,
mual, muntah, gangguan fungsi paru, liver dan jantung.
8. ALKOHOL
- Merupakan salah satu zat psikoaktif yang sering digunakan manusia.
Diperoleh
dari proses fermentasi madu, gula, sari buah dan umbi-umbian. Dari proses
fermentasi diperoleh alkohol dengan kadar tidak lebih dari 15%, dengan proses
penyulingan di pabrik dapat dihasilkan kadar alkohol yang lebih tinggi bahkan
mencapai 100%.
- Nama jalanan alkohol : booze, drink
- Konsentrasi maksimum alkohol dicapai 30-90 menit setelah tegukan terakhir.
Sekali
diabsorbsi, etanol didistribisikan keseluruh jaringan tubuh dan cairan tubuh.
Sering dengan peningkatan kadar alkohol dalam darah maka orang akan
menjadi euforia, mamun sering dengan penurunannya pula orang menjadi
depresi.
C. Penyalahgunaan dan Ketergantungan
Penyalahgunaan dan ketergantungan adalah istilah klinis/ medik-
psikiatrik yang menunjukan ciri pemekaian yang bersifat patologik yang perlu
di bedakan dengan tingkat pemakaian psikologik-sosial, yang belum bersifat
patologik.
1. Penyalahgunaan NAPZA adalah penggunaan salah satu atau beberapa jenis
NAPZA secara berkala atau teratur diluar indikasi medis,sehingga
menimbulkan gangguan kesehatan fisik, psikis dan gangguan fungsi sosial.
2. Ketergantungan NAPZA adalah keadaan dimana telah terjadi
ketergantungan fisik dan psikis, sehingga tubuh memerlukan jumlah
NAPZA yang makin bertambah (toleransi), apabila pemakaiannya
dikurangi atau diberhentikan akan timbul gejala putus zat (withdrawal
syamptom). Oleh karena itu ia selalu berusaha memperoleh NAPZA yang
dibutuhkannya dengan cara apapun, agar dapat melakukan kegiatannya
sehari-hari secara “normal.”
3. TINGKAT PEMAKAIAN NAPZA.
- Pemakaian coba-coba (experimental use), yaitu pemakaian NAPZA yang
tujuannya ingin mencoba,untuk memenuhi rasa ingin tahu. Sebagian
pemakai berhenti pada tahap ini, dan sebagian lain berlanjut pada tahap
lebih berat.
- Pemakaian sosial/rekreasi (social/recreational use) : yaitu pemakaian
NAPZA dengan tujuan bersenang-senang,pada saat rekreasi atau santai.
Sebagian pemakai tetap bertahan pada tahap ini,namun sebagian lagi
meningkat pada tahap yang lebih berat
- Pemakaian Situasional (situasional use) : yaitu pemakaian pada saat
mengalami keadaan tertentu seperti ketegangan, kesedihan, kekecewaaqn,
dan sebagainnya, dengan maksud menghilangkan perasaan-perasaan
tersebut.
- Penyalahgunaan (abuse): yaitu pemakaian sebagai suatu pola penggunaan
yang bersifat patologik/klinis (menyimpang) yang ditandai oleh intoksikasi
sepanjang hari, tak mapu mengurangi atau menghentikan, berusaha
berulang kali mengendalikan, terus menggunakan walaupun sakit fisiknya
kambuh. Keadaan ini akan menimbulkan gangguan fungsional atau
okupasional yang ditandai oleh : tugas dan relasi dalam keluarga tak
terpenuhi dengan baik,perilaku agresif dan tak wajar, hubungan dengan
kawan terganggu, sering bolos sekolah atau kerja, melanggar hukum atau
kriminal dan tak mampu berfungsi secara efektif.
-Ketergantungan (dependence use) : yaitu telah terjadi toleransi dan gejala
putus zat, bila pemakaian NAPZA dihentikan atau dikurangi dosisnya.
Agar tidak berlanjut pada tingkat yang lebih berat (ketergantungan), maka
sebaiknya tingkat-tingkat pemakaian tersebut memerlukan perhatian dan
kewaspadaan keluarga dan masyarakat. Untuk itu perlu dilakukan
penyuluhan pada keluarga dan masyarakat.
D. PENYEBAB PENYALAHGUANAAN NAPZA
Penyebab penyalahgunaan NAPZA sangat kompleks akibat interaksi
antara factor yang erkait dengan individu, faktor lingkungan dan faktor
tersedianya zat (NAPZA).
Tidak terdapat adanya penyebab tunggal (single cause) Faktor-faktor
yang mempengaruhi terjadinya penyalagunaan NAPZA adalah sebagian
berikut :
1. Faktor individu :
Kebanyakan penyalahgunaan NAPZA dimulai atau terdapat pada
masa remaja, sebab remaja yang sedang mengalami perubahan biologik,
psikologik maupun sosial yang pesat merupakan individu yang rentan untuk
menyalahgunakan NAPZA. Anak atau remaja dengan ciri-ciri tertentu
mempunyai risiko lebih besar untuk menjadi penyalahguna NAPZA. Ciri-
ciri tersebut antara lain :
- Cenderung membrontak dan menolak otoritas
- Cenderung memiliki gangguan jiwa lain (komorbiditas) seperti depresi,
cemas, psikotik, kepribadian dissosial.
- Perilaku menyimpang dari aturan atau norma yang berlaku
- Rasa kurang percaya diri (low selw-confidence), rendah diri dan memiliki
citra diri negative (low self-esteem)
- Sifat mudah kecewa, cenderung agresif dan destruktif
- Mudah murung,pemalu, pendiam
- Mudah mertsa bosan dan jenuh
- Keingintahuan yang besar untuk mencoba atau penasaran
- Keinginan untuk bersenang-senang (just for fun)
- Keinginan untuk mengikuti mode,karena dianggap sebagai lambing
keperkasaan dan kehidupan modern.
- Keinginan untuk diterima dalam pergaulan.
- Identitas diri yang kabur, sehingga merasa diri kurang “jantan”
- Tidak siap mental untuk menghadapi tekanan pergaulan sehingga sulit
mengambil keputusan untuk menolak tawaran NAPZA dengan tegas
- Kemampuan komunikasi rendah
- Melarikan diri sesuatu (kebosanan,kegagalan, kekecewaan,ketidak
mampuan, kesepian dan kegetiran hidup,malu dan lain-lain)
- Putus sekolah
- Kurang menghayati iman kepercayaannya
2. Faktor Lingkungan :
Faktor lingkungan meliputi faktor keluarga dan lingkungan pergaulan baik
disekitar rumah, sekolah, teman sebaya maupun masyarakat. Faktor
keluarga,terutama faktor orang tua yang ikut menjadi penyebab seorang
anak atau remaja menjadi penyalahguna NAPZA antara lain adalah :
a. Lingkungan Keluarga
- Kominikasi orang tua-anak kurang baik/efektif
- Hubungan dalam keluarga kurang harmonis/disfungsi dalam keluarga
- Orang tua bercerai,berselingkuh atau kawin lagi
-Orang tua terlalu sibuk atau tidak acuh
- Orang tua otoriter atau serba melarang
- Orang tua yang serba membolehkan (permisif)
-Kurangnya orang yang dapat dijadikan model atau teladan
- Orang tua kurang peduli dan tidak tahu dengan masalah NAPZA
-Tata tertib atau disiplin keluarga yang selalu berubah (kurang konsisten)
- Kurangnya kehidupan beragama atau menjalankan ibadah dalam keluarga
- Orang tua atau anggota keluarga yang menjadi penyalahduna NAPZA
b. Lingkungan Sekolah
- Sekolah yang kurang disiplin
- Sekolah yang terletak dekat tempat hiburan dan penjual NAPZA
- Sekolah yang kurang memberi kesempatan pada siswa untuk
mengembangkan diri secara kreatif dan positif
- Adanya murid pengguna NAPZA
c. Lingkungan Teman Sebaya
- Berteman dengan penyalahguna
-Tekanan atau ancaman teman kelompok atau pengedar
d. Lingkungan masyarakat/sosial
- Lemahnya penegakan hukum
- Situasi politik, sosial dan ekonomi yang kurang mendukung
3. Faktor Napza
- Mudahnya NAPZA didapat dimana-mana dengan harga “terjangkau”
- Banyaknya iklan minuman beralkohol dan rokok yang menarik untuk
dicoba
- Khasiat farakologik NAPZA yang menenangkan, menghilangkan nyeri,
menidur-kan, membuat euforia/fly/stone/high/teler dan lain-lain. Faktor-
faktor tersebut diatas memang tidak selau membuat seseorang kelak menjadi
penyalahguna NAPZA. Akan tetapi makin banyak faktor-faktor diatas,
semakin besar kemungkinan seseorang menjadi penyalahguna NAPZA.
Penyalahguna NAPZA harus dipelajari kasus demi kasus.Faktor individu,
faktor lingkungan keluarga dan teman sebaya/pergaulan tidak selalu sama
besar perannya dalam menyebabkan seseorang menyalahgunakan NAPZA.
Karena faktor pergaulan, bisa saja seorang anak yang berasal dari keluarga
yang harmonis dan cukup kominikatif menjadi penyalahguna NAPZA.
E. Deteksi Dini Penyalahgunaan NAPZA
Deteksi dini penyalahgunaan NAPZA bukanlah hal yang mudah,tapi
sangat penting artinya untuk mencegah berlanjutnya masalah tersebut.
Beberapa keadaan yang patut dikenali atau diwaspadai adalah :
Kelompok Risiko Tinggi adalah orang yang belum menjadi pemakai
atau terlibat dalam penggunaan NAPZA tetapi mempunyai risiko untuk terlibat
hal tersebut, mereka disebut juga Potential User (calon pemakai, golongan
rentan). Sekalipun tidak mudah untuk mengenalinya, namun seseorang dengan
ciri tertentu (kelompok risiko tinggi) mempunyai potensi lebih besar untuk
menjadi penyalahguna NAPZA dibandingkan dengan yang tidak mempunyai
ciri kelompok risiko tinggi.
Mereka mempunyai karakteristik sebagai berikut :
1. ANAK :
Ciri-ciri pada anak yang mempunyai risiko tinggi menyalahgunakan NAPZA
antara lain :
- Anak yang sulit memusatkan perhatian pada suatu kegiatan (tidak tekun)
- Anak yang sering sakit
- Anak yang mudah kecewa
- Anak yang mudah murung
- Anak yang sudah merokok sejak Sekolah Dasar
- Anak yang sering berbohong,mencari atau melawan tatatertib
- Anak denga IQ taraf perbatasan (IQ 70-90)
2. REMAJA :
Ciri-ciri remaja yang mempunyai risiko tinggi menyalahgunakan NAPZA :
- Remaja yang mempunyai rasa rendah diri, kurang percaya diri dan
mempunyai citra diri negatif
- Remaja yang mempunyai sifat sangat tidak sabar
- Remaja yang diliputi rasa sedih (depresi) atau cemas (ansietas)
- Remaja yang cenderung melakukan sesuatu yang mengandung risiko
tinggi/bahaya
- Remaja yang cenderung memberontak
- Remaja yang tidak mau mengikutu peraturan/tata nilai yang berlaku
- Remaja yang kurang taat beragama
- Remaja yang berkawan dengan penyalahguna NAPZA
- Remaja dengan motivasi belajar rendah
- Remaja yang tidak suka kegiatan ekstrakurikuler
- Remaja dengan hambatan atau penyimpangan dalam perkembangan
psikoseksual (pepalu,sulit bergaul, sering masturbasi,suka menyendiri, kurang
bergaul dengan lawan jenis).
- Remaja yang mudah menjadi bosan,jenuh,murung.
- Remaja yang cenderung merusak diri sendiri
3. KELUARGA
Ciri-ciri keluarga yang mempunyai risiko tinggi,antara lain
- Orang tua kurang komunikatif dengan anak
- Orang tua yang terlalu mengatur anak
- Orang tua yang terlalu menuntut anaknya secara berlebihan agar berprestasi
diluar kemampuannya
- Orang tua yang kurang memberi perhatian pada anak karena terlalu sibuk
- Orang tua yang kurang harmonis,sering bertengkar,orang tua berselingkuh
atau ayah menikah lagi
- Orang tua yang tidak memiliki standar norma baik-buruk atau benar-salah
yang jelas
- Orang tua yang todak dapat menjadikan dirinya teladan
- Orang tua menjadi penyalahgunaan NAPZA
F. Gejala Klinis Penyelahguaan NAPZA
1. Perubahan Fisik
Gejala fisik yang terjadi tergantung jenis zat yang digunakan, tapi secara
umum dapat digolongkan sebagai berikut :
- Pada saat menggunakan NAPZA : jalan sempoyongan, bicara pelo (cadel),
apatis (acuh tak acuh), mengantuk, agresif,curiga.
- Bila kelebihan disis (overdosis) : nafas sesak,denyut jantung dan nadi
lambat, kulit teraba dingin, nafas lambat/berhenti, meninggal.
- Bila sedang ketagihan (putus zat/sakau) : mata dan hidung berair,menguap
terus menerus,diare,rasa sakit diseluruh tubuh,takut air sehingga malas
mandi,kejang, kesadaran menurun.
- Pengaruh jangka panjang, penampilan tidak sehat,tidak peduli terhadap
kesehatan dan kebersihan, gigi tidak terawat dan kropos, terhadap bekas
suntikan pada lengan atau bagian tubuh lain (pada pengguna dengan jarum
suntik)
2. Perubahan Sikap dan Perilaku
- Prestasi sekolah menurun,sering tidak mengerjakan tugas sekolah,sering
membolos,pemalas,kurang bertanggung jawab.
- Pola tidur berubah,begadang,sulit dibangunkan pagi hari,mengantuk
dikelas atau tampat kerja.
- Sering berpegian sampai larut malam,kadang tidak pulang tanpa memberi
tahu lebih dulu
- Sering mengurung diri, berlama-lama dikamar mandi, menghindar bertemu
dengan anggota keluarga lain dirumah
- Sering mendapat telepon dan didatangi orang tidak dikenal oleh
keluarga,kemudian menghilang.
- Sering berbohong dan minta banyak uang dengan berbagai alasan tapi tak
jelas
penggunaannya, mengambil dan menjual barang berharga milik sendiri atau
milik keluarga, mencuri, mengomengompas terlibat tindak kekerasan atau
berurusan dengan polisi. – Sering bersikap emosional, mudah tersinggung,
marah, kasar sikap bermusuhan, pencuriga, tertutup dan penuh rahasia.
G. Terapi dan Rehabilitasi
1. Abstinensia atau menghentikan sama sekali penggunaan NAPZA. Tujuan
ini tergolong sangat ideal,namun banyak orang tidak mampu atau mempunyai
motivasi untuk mencapai tujuan ini, terutama kalau ia baru menggunakan
NAPZA pada fase-fase awal. Pasien tersebut dapat ditolong dengan
meminimasi efek-efek yang langsung atau tidak langsung dari NAPZA.
Sebagian pasien memang telah abstinesia terhadap salah satu NAPZA tetapi
kemudian beralih untuk menggunakan jenis NAPZA yang lain.
2. Pengurangan frekuensi dan keparahan relaps Sasaran utamanya adalah
pencegahan relaps .Bila pasien pernah menggunakan satu kali saja setelah
“clean” maka ia disebut “slip”.
Bila ia menyadari kekeliruannya,dan ia memang telah dobekali ketrampilan
untuk mencegah pengulangan penggunaan kembali, pasien akan tetap
mencoba bertahan untuk selalu abstinensia. Pelatihan relapse prevention
programe, Program terapi kognitif, Opiate antagonist maintenance therapy
dengan naltreson merupakan beberapa alternatif untuk mencegah relaps.
3. Memperbaiki fungsi psikologi dan fungsi adaptasi sosial. Dalam kelompok
ini,abstinensia bukan merupakan sasaran utama. Terapi rumatan (maintence)
metadon merupakan pilihan untuk mencapai sasaran terapi golongan ini.
H. Dampak penggunaan zat Psikoaktif
Dampak yang ditimbulkan oleh zat adiktif dapat digolongkan menjadi tiga,
yaitu :
1. stimulasi adalah gejala yang terjadi pada saraf pusat untuk mempercepat
proses-proses dalam tubuh, seperti detak jantung, tekanan darah, dan
pernapasan. Contohnya : kafein pada kopi, nikotin pada rokok, kokain, dan
amfetamin.
2. Depresi adalah gejala yang terjadi pada syaraf pusat untuk memperlambat
proses pada tubuh. Depresi menyebabkan turunnya kesadaran seseorang
pada dunia sekelilingnya. Contoh zat-zat yang tergolong depresan adalah
alkohol. Obat penenang, dan sebagainya.
3. Halusinasi adalah gejala yang terjadi pada saraf manusia yang
menyebabkan khayalan. Halusinasi menyebabkan penderita mendengar
suara, melihat benda, merasakan berbagai hal yang sebenarnya tidak ada
sama sekali. Contoh zat yang termasuk zat halusinogen adalah LSD
(lisergic acid diethylamide)
Dalam PPDGJ III (Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan
Jiwa di Indonesia III), Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan Zat
Psikoaktif dikelompokkan dalam F1. Kelompok ini berisi gangguan yang
bervariasi luas dan berbeda keparahannya (dan intoksikasi tanpa atau dengan
komplikasi, penggunaan yang merugikan, sindrom ketergantungan, keadaan
putus zat, sampai gangguan psikotik yang jelas dan demensia), dan semua itu
diakibatkan oleh karena penggunaan satu atau lebih zat psikoaktif (dengan atau
tanpa resep dokter).
Zat psikoaktif yang digunakan dinyatakan oleh karakter ketiga (yaitu dua
digit pertama setelah huruf F), sedangkan karakter keempat dan kelima khusus
untuk keadaan klinis. Untuk praktisnya, semua zat psikoaktif disebutkan lebih
dahulu, baru diikuti oleh karakter keempat dan kelima, namun dengan catatan
tidak semua kode pada karakter keempat dan kelima dapat digunakan untuk
semua jenis zat. Adapun ikhtisar dari F1 ini adalah sebagai berikut:
F10,- Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan alcohol
F11,- Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan oploida
F12,- Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan kanabinoida
F13,- Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan sedativa atau
hipnotika
F14,- Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan kokain
F15,- Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan stimulansia lain
termasuk kafein
F16,- Gangguan mental dan perilaku akibatpenggunaan halusinogenika
F17,- Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan tembakau
F18,- Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan pelarut yang mudah
menguap
F19,- Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat multipel dan
penggunaan zat psikoaktif lainnya
Karakter keempat dan kelima dapat digunakan untuk menentukan kondisi klinis
sebagai berikut:
F1x.0 intoksikasi akut
00 Tanpa komplikasi
01 Dengan trauma atau cedera tubuh lainnya
02 Dengan komplikasi medis lainnya
03 Dengan delirium
04 Dengan distorsi persepsi
05 Dengan koma
06 Dengan konvulsi
07 Intoksikasi patologis
F1x.1 Penggunaan yang merugikan (harmful)
F1x.2 Sindrom Ketergantungan
20 Kini abstinen
21 Kini abstinen tetapi dalam lingkungan terlindung
22 Kini dalam pengawasan kiinis atau dengan pengobatan pengganti
(ketergantungan terkendali)
23 Kini abstinen tetapi mendapat terapi aversi atau obat penyekat
(“blocking drugs”)
24 Kini sedang menggunakan zat (ketergantungan aktif)
25 Penggunaan berkelanjutan
26 Penggunaan episodik (dipsomania)
F1x.3 Keadaan putus zat
30 Tanpa komplikasi
31 Dengan konvulsi
F1x.4 Keadaan putus zat dengan delirium
40 Tanpa konvulsi
41 Dengan konvulsi
F1x.5 Gangguan psikotik
50 Lir-skizofrenia
51 Predominan waham
52 Predominan halusinasi
53 Predominan polimorfik
54 Predominan gejala depresif
55 Predominan gejala manic
56 Campuran
F1x.6 Sindrom amnesik
F1x.7 Gangguan psikotik residual dan onset lambat
70 Kilas balik (flashback)
71 Gangguan kepribadian atau perilaku
72 Gangguan afektif residual
73 Demensia
74 Hendaya kognitif menetap lainnya
75 Gangguan psikotik onset lambat
F1x.8 Gangguan mental dan perilaku lainnya
F1x.9 Gangguan mental dan perilaku YTT
Pada kesempatan kali ini, pembahasan hanya akan dititik beratkan pada
F11 dan F15 karena kedua zat psikoaktif ini yang paling banyak
disalahgunakan. Pembahasan pun hanya terbatas pada klasifikasi dan cara kerja
opioida dan amfetamin, gambaran klinis penting perihal intoksikasi, overdosis,
dan putus zat, dan penatalaksanaannya secara umum.
Sekilas tentang Opioida
Opioida adalah nama segolongan zat, baik alamiah, semisintetik, maupun
sintetik yang mempunyai khasiat seperti morfin. Opioida dibagi dalam tiga
golongan menurut asalnya:
1. Opioida alamiah, seperti opium, morfin, dan kodein.
2. Opioida semisintetik, yaitu opioida yang diperoleh dari opium yang
diolah melalui proses / perubahan kimiawi. Sebagai contoh, heroin
(diasetil-morfin) dan hidromonfon (dilaudid)
3. Opioida sintetik, yang dibuat di pabrik,misalnya meperidin (petidin),
metadon, propoksifen, levorfanol, dan levalorfan.
Selain mempunyai khasiat analgesik (menghilangkan rasa sakit), opioida
juga mempunyal khasiat hipnotik (menidurkan) dan eufona (menimbuikan rasa
gembira dan sejahtera). Penggunaan opioida berulang kali dapat menimbulkan
toleransi dan ketergantungan. Biia sudah terjadi ketergantungan terhadap
oploida, lalu jumlah penggunaan dikurangi atau dihentikan, maka akan timbul
gejala putus zat (withdrawal). Pada umumnya, opioida dikonsumsi melalui
suntikan intravena, inhalasi, dicampur dalam rokok tembakau, atau secara oral.
Gambaran Klinis
Gambaran klinis pemakaian oploida antara lain:
a. Euforia awal diikuti oleh suatu periode sedasi, dikenal dengan istilah
jalanan sebagai “nodding off’
b. Euforik yang tinggi (“rush”)
c. Rasa berat pada anggota gerak
d. Mulut kering
e. Wajah gatal (khususnya hidung)
f. Kemerahan pada wajah
g. Untuk orang awam yang pertama kali memakai opioida: dapat
menyebabkan disforia, mual, dan muntah
h. Efek flsik: depresi pernafasan, konstriksi pupil, kontraksi otot polos
(termasuk ureter dan saluran empedu), konstipasi, perubahan tekanan
darah, kecepatan denyut jantung dan temperatur tubuh
lntoksikasi dan Overdosis Oploida
lntoksikasi opioida ditandai dengan:
a. Pamakaian opioida yang belum lama terjadi
b. Perubahan perilaku maladaptif yang bermakna secara klinis
c. Perubahan mood
d. Retardasi psikomotor
e. Mengantuk
f. Bicara cadel (slurred speech)
g. Gangguan daya ingat dan perhatian
Gejala overdosis opioida ditandai dengan:
a. Hilangnya responsivitas yang nyata
b. Koma
c. Pin point pupil
d. Depresi pernafasan
e. Hipotermia
f. Hipotensi
g. Bradikardia
Putus Oploida
Gejala putus opioida ditandai dengan:
a. Penghentian (atau penurunan) opioida yang telah lama atau berat
b. Mood disforik
c. Mual atau muntah
d. Nyeri otot
e. Lakrimasi atau rinorea
f. Dilatasi pupil, piloreksi, atau berkeringat
g. Diare
h. Menguap
i. Demam
j. Insomnia
Penatalaksanaan lntoksikasi, Overdosis, dan Putus Opioida
Penatalaksanaan intoksikasi opioida:
a. Beri nalokson HCI (Narcan) sebanyak 0,2-0,4 mg atau 0,01 mg/kg berat
badan secara intravena, intermuskular, atau subkutan.
b. Bila belum berhasil, dapat diulang sesudah 3-10 menit sampai 2-3 kali.
c. Oleh karena narcan mempunyai jangka waktu kerja hanya 2-3 jam,
sebaiknya pasien tetap dipantau selama sekurang-kurangnya 24 jam bila
pasien menggunakan heroin dan 72 jam bila pasien menggunakan
metadon.
d. Waspada terhadap kemungkinan timbulnya gejala putus opioida akibat
pemberian narcan.
Penatalaksanaan overdosis opmoida:
a. Pastikan jalan nafas yang terbuka.
b. Jaga tanda vital.
c. Usahakan peredaran darah berjalan lancar: bila jantung berhenti
berdenyut, lakukan masase jantung ekstemal dan berikan adrenalin
intrakardial; bila terjadi fibrilasi, gunakan defifrilator; bila sirkulasi
darah tidak memadai, beri infus 50 cc sodium bikarbonat (3,75 gr)guna
mengatasi asidosis.
d. Awasi kemungkinan terjadinya kejang.
e. Bila tekanan darah tidak kunjung naik menjadi normal, pertimbangkan
untuk memberi plasma expander atau vasopresor.
f. Beri antagonis opiat, nalokson: 0,4 mg intravena. Dosis tersebut dapat
diulang empat sampai lima kali dalam 30 sampai 45 menit pertama
sampai menunjukkan respons yang adekuat.
g. Observasi ketat dan awasi kemungkinan relaps ke keadaan semikoma
dalam empat sampai lima jam.
Penatalaksanaan putus opioida dapat ditempuh melalui beberapa cara antara
lain:
a. Terapi putus opioida seketika (abrupt withdrawal), yaitu tanpa memberi
obat apa pun. Pasien merasakan semua gejala putus opiolda. Terapi ini
diberikan dengan harapan pasien akan jera dan tidak akan menggunakan
opiolda lagi. Cara ini tidak disukai pasien, tidak efektif, dan hampir
tidak pernah dilakukan lagi di fasilitas kesehatan.
b. Terapi putus opioida dengan terapi simtomatik: untuk menghilangkan
rasa nyeri berikan analgetik yang kuat; untuk gelisah berikan
tranquilizer, untuk mual dan muntah berikan antiemetik; untuk kolik
berikan spasmolitik; untuk rinore berikan dekongestan; untuk insomnia
berikan hipnotik; untuk memperbaiki kondisi badan dapat ditambahkan
vitamin. ]
c. Terapi putus opioida bertahap (gradual withdrawal): dengan
memberikan opioida yang secara hukum boleh digunakan untuk
pengobatan,misalnya morfin, petidin, kodein, atau metadon.
Kebanyakan metadon digunakan secana oral. Biasanya diberikan dosis
awal 10-40 mg, bergantung pada berat ringannya ketergantungan pasien
terhadap opioida, diberikan dalam dosis terbagi (start low go slow).
Pada hari kedua dan seterusnya, dosis dikurangi 10 mg setiap hari
sampai jumlah dosis sehari 10 mg. Sesudah itu, diturunkan menjadi 5
mg sehari selama 1-3 hari Buprenorfin juga dapat dipakai untuk
detoksiflkasi dengan cara yang sama dengan metadon, dengan dosis
awal 4-8 mg. Dapat pula dipakai kodein dengan dosis 3-4 kali sehari @
60-100 mg. Dosis diturunkan 5-10 mg tiap hari menjadi 3-4 kali sehari
@ 55mg dan seterusnya.
d. Terapi putus opioida bertahap dengan substitut non-opioida, misalnya
klonidin. Dosis yang diberikan 0,01 - 0,3 mg tiga atau empat kali sehari
atau 17 mikrogram per kg berat badan per hari dibagi dalam tiga atau
empat kali pemberian.
e. Terapi dengan memberikan antagonis opioida di bawah anestesi umum
(rapid detoxification). Gejala putus zat timbul dalam waktu pendek dan
hebat, tetapi pasien tidak merasakan karena pasien dalam keadaan
terbius. Keadaan ini hanya berlangsung sekitar enam jam dan perlu
dirawat satu sampai dua hari.
Terapi Pasca-detoksifikasi
Setelah detoksifikasi selesai, terapis harus memberitahukan bahwa proses
penyembuhan belum selesai, pasien baru menyelesaikan tahap awal dan proses
penyembuhan. Terapis harus senantiasa menyadarkan pasien bahwa perilaku
penggunaan zat psikoaktif oleh pasien adalah perilaku yang merugikan
kesehatan pasien, merugikan kehidupan sosial, dan merugikan keluarganya.
Sama seperti penyakit kronis lainnya, setelah diobati pasien harus mengubah
pola hidupnya. Untuk mengubah perilaku, pasien masih harus mengikuti
program pasca-detoksifikasi. Program pasca-detoksifikasi banyak ragamnya,
yang pada umumnya menggunakan pendekatan farmakologi, non-farmakologi,
konseling, dan psikoterapi. Bila pasien telah memutuskan akan mengikuti
terapi pascadetoksifikasi, terapis bersama pasien dan keluarganya
membicarakan terapi pasca-detoksifikasi mana yang sesuai untuk pasien.
Keberhasilan terapi pasca-detoksifikasi sangat dipengaruhi oleh motivasi
pasien. Pasien yang dapat menyelesaikan program terapi pasca-detoksiflkasi
biasanya hasilnya lebih baik daripada mereka yang tidak menyelesaikan
program tersebut. Kemungkinan kambuh lebih kecil, dan bila kambuh, terjadi
setelah abstinensi yang lebih lama. Program terapi pasca-detoksiflkasi ada yang
non panti dan panti.
After Care
After care adalah perawatan lanjutan bagi seseorang yang telah mengikuti
program terapi yang terstruktur. Hal ini perlu dilakukan mengingat eks-pasien
rentan terpapar pada lingkungan yang mendorong mereka untuk kembali
menggunakannya. Seringkaii pula eks-pasien berharap terlalu cepat dan terlalu
yakin diri bahwa ia mampu melepaskan dirinya dan kebiasaan menggunakan
zat psikoaktif saat ini. Dalam after care ini, eks-pasien selalu dikuatkan kembali
dan didukung terus-menerus agar tetap tidak menggunakan zat psikoaktif lagi.
Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan Amfetamin
Sekilas tentang Amfetamin
Amfetamin adalah suatu senyawa sintetik yang tergolong perangsang
susunan saraf pusat. Ada 3 jenis amfetamin, yaitu:
1. Laevoamfetamin (benzedrin)
2. Dekstroamfetamin (deksedrin)
3. Metilamfetamin (metedrin)
Banyak macam derivat amfetamin dibuat dengan sengaja oleh
laboratorium dengan tujuan penggunaan rekreasional, misalnya yang banyak
disalahgunakan di Indonesia saat ini adalah 3,4 metilen-di-oksi met-amfetamin
(MDMA) atau lebih dikenal sebagai ekstasi, dan met-amfetamin (sabu-sabu).
Metilfenidat (Ritalin) jarang disalahgunakan. Dalam bidang Psikiatri,
metilfenidat digunakan untuk terapi anak dengan GPPH (Gangguan Pemusatan
Perhatian dan Hiperaktif). Pada umumnya, amfetamin dikonsumsi melalui
suntikan intravena atau subkutan, inhalasi uap, snorting, supositoria, atau
secara oral.
Gambaran Klinis
Pengaruh amfetamin terhadap pengguna bergantung pada jenis
amfetamin, jumlah yang digunakan, dan cara menggunakannya. Dosis kecil
semua jenis amfetamin akan meningkatkan tekanan darah, mempercepat denyut
nadi, melebarkan bronkus, meningkatkan kewaspadaan, menimbulkan euforia,
menghilangkan kantuk, mudah terpacu, menghilangkan rasa lelah dan rasa
lapar, meningkatkan aktivitas motorik, banyak bicara, dan merasa kuat.
Dosis sedang amfetamin (20-50 mg) akan menstimulasi pernafasan,
menimbulkan tromor ringan, gelisah, meningkatkan aktivitas montorik,
insomnia, agitasi, mencegah lelah, menekan nafsu makan, menghilangkan
kantuk, dan mengurangi tidur.
Penggunaan amfetamin berjangka waktu lama dengan dosis tinggi dapat
menimbulkan perilaku stereotipikal, yaitu perbuatan yang diulang terus-
menerus tanpa mempunyai tujuan, tiba-tiba agresif, melakukan tindakan
kekerasan, waham curiga, dan anoneksia yang berat.
lntoksikasi dan Putus Amfetamin
lntoksikasi amfetamin ditandai dengan:
a. Pamakaian amfetamin yang belum lama terjadi
b. Takikandia atau bradikardia
c. Perubahan perilaku maladaptif yang bermakna secara klinis
d. Dilatasi pupil
e. Peninggian atau penurunan tekanan darah
f. Berkeringat atau menggigil
g. Mual atau muntah
h. Tanda-tanda penurunan berat badan
i. Agitasi atau retardasi psikomotor
j. Kelemahan otot, depresi pernafasan, nyeri dada, atau aritmia jantung
k. Konvulsi, kejang, diskinesia, distonia, atau koma
Gejaia putus amfetamin ditandai dengan:
a. Penghentian (atau penurunan) amfetamin yang telah lama atau berat
b. Depresi
c. Keleiahan
d. Mimpi yang gamblang dan tidak menyenangkan
e. Insomnia atau hipersomnia
f. Peningkatan nafsu makan
g. Retardasi atau agitasi psikomotor
Penatalaksanaan lntoksikasi dan Putus Amfetamin
Penatalaksanaan intoksikasi amfetamin:
a. Bila suhu badan naik, berikan kompres dingin, minum air dingin, atau
selimut hipotermik.
b. Bila kejang, berikan diazepam 10-30 mg per oral atau parenteral; atau
klordiazepoksid 10-25 mg per oral secara perlahan-lahan dan dapat
diulang setiap 15-20 menit.
c. Bila tekanan darah naik, berikan obat anti hipertensi.
d. Bila terjadi takikardma, berikan beta-blocker, seperti propanolol, yang
sekaligus juga untuk menurunkan tekanan darah.
e. Untuk mempercepat ekskresi amfetamin, lakukan asidifikasi air seni
dengan memberi amonium klorida 500 mg per oral setiap 3-4 jam.
f. Bilatimbul gejala psikosis atau agitasi, beri halopendol 3 kali 2-5 mg.
Penatalaksanaan putus amfetamin:
a. Rawat di tempat yang tenang dan biarkan pasien tidur dan makan
sepuasnya.
b. Waspada terhadap kemungkinan timbulnya depresi dengan ide bunuh
diri.
c. Dapat diberikan anti depresi.
Terapi pada PsikosisAkibat Penggunaan Amfetamin
Psikosis akibat penggunaan amfetamin sangat mirip dengan skizofrenia
paranoid. Pada psikosis akibat penggunaan amfetamin dapat diberikan
klorpromazin tiga kali 50-I 50 mg per oral atau 25-50 mg intra muskular yang
dapat diulang setiap empat jam. Dapat juga dipakai halopenidol tiga kali 1-5
mg.
BAB IIIPENUTUP
A. KesimpulanZat psikoaktif ialah zat atau bahan yang apabila masuk ke dalam tubuh
manusia akan mempengaruhi tubuh, terutama susunan saraf pusat, sehingga
menyebabkan terjadinya perubahan kesadaran, aktivitas mental emosional, cara
berfikir, persepsi dan perilaku seseorang. Apabila digunakan terus menerus akan
menimbulkan ketergantungan (oleh karena itu disebut juga sebagai zat adiktif).
Jenis-jenis NAPZA yang disalahgunakan, yaitu Narkotika, Psikotropika,
Zat Adiktif lainnya seperti alkohol, LSD, Kokain, dan lain-lain.
Penyebab penyalahgunaan NAPZA sangat kompleks akibat interaksi
antara factor yang erkait dengan individu(seperti depresi, cemas, psikotik,
kepribadian dissosial), faktor lingkungan baik keluarga maupun lainnya dan faktor
tersedianya zat (NAPZA).
Dampak yang ditimbulkan oleh zat adiktif yaitu pada saraf pusat untuk
mempercepat proses-proses dalam tubuh, seperti detak jantung, tekanan darah,
dan pernapasan. Selain itu depresi yang menyebabkan turunnya kesadaran
seseorang pada dunia sekelilingnya dan halusinasi yang menyebabkan penderita
mendengar suara, melihat benda, merasakan berbagai hal yang sebenarnya tidak
ada sama sekali.
B. Saran
Makalah ini pastilah tidak akan lepas dari apa yang kita sebut dengan
kesalahan atau kesalalaian. Karena kami semua adalah manusia yang biasa lalai
dari kesalahan.
Di sini kami sebagai penulis makalah ini sudah berusaha semaksimal
mungkin untuk mengerahkan semua tenaga hanya untuk mengerjakan makala ini.
Tapi kami tiada daya tanpa kalian semua yang berlaku sebagai pembaca. Oleh
karena itu kami mengharapkan kritik dan saran anda semua demi kesempurnaan
makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Atkinson, Rita L. .Pengantar Psikologi. Bandung. Interaksara
Departemen Kesehatan RI. 1993. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis
Gangguan Jiwa di Indonesia III (PPDGJ III). Jakarta: Direktorat Jenderal
Pelayanan Medik,.
Joewana, Satya. 2004. Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan
ZatPsikoaktif: Penyalahgunaan NAPZA/ Narkoba. Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Kaplan & Sadock. 2007. Sinopsis Psikiatri: Gangguan Berhubungan dengan Zat,
Edisi Kesepuluh, Jilid 1. Jakarta: Penerbit Williams & Wilkins, Baltimore,
Philadelphia.
Morgan. 1991. Segi Praktis Psikiatri. Jakarta: Bina rupa aksara.
Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III (PPDGJ
III), Departemen Kesehatan RI., Direktorat Jenderal Pelayanan Medik,
1993.
Pinel, john. 2009. Biopsikologi. Yogyakarta. Pustaka pelajar
Tom, Kus, Tedi. 1999. Bahaya NAPZA Bagi Pelajar. Bandung :Yayasan Al-
Ghifari.
The Indonesian Florence Nightingale Foundation. 1999. Kiat Penanggulangan
dan Penyalahgunaan Ketergantungan NAPZA. Jakarta