98519998 Fobia Makalah Seminar (Autosaved)
-
Upload
akhmad-ulil-albab -
Category
Documents
-
view
104 -
download
1
description
Transcript of 98519998 Fobia Makalah Seminar (Autosaved)
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Fobia, yang ditandai oleh ketakutan yang mencekam dan tidak masuk akal,
sering didapati dalam kehidupan di masyarakat. Meskipun pada sebagian besar
kasus orang dapat menghindari atau bertahan dalam situasi fobik, tetapi pada
sebagian lagi anxietas yang timbul dapat membuat tidak berdaya.
Fobia dicetuskan oleh adanya situasi atau objek yang jelas (yang berasal
dari luar individu itu sendiri), yang sebenarnya pada saat kejadian ini tidak
membahayakan. Kondisi lain (dari individu itu sendiri) seperti perasaan takut
akan adanya penyakit (nosofobia) dan ketakutan akan perubahan bentuk badan
(dismorfofobia) yang tidak realistic dimasukkan dalam klasifikasi gangguan
hipokondrik
Fobia sering kali terjadi bersamaan dengan depresi. Suatu episode depresif
sering kali memperburuk keadaan anxietas fobik yang sudah ada sebelumnya.
Beberapa episode depresif dapat disertai anxietas fobik yang temporer, sebaliknya
afek depresif seringkali menyertai brbagai fobia, khususnya agoraphobia.
Pembuatan diagnosis tergantung darimana yang jelas jelas timbul lebih dahulu
dan mana yang lebih dominan pada saat pemeriksaan.
Fobia yang sering didapati dalam masyarakat adalah takut terhadap
binatang tertentu (biasanya laba- laba, ular atau tikus), terbang (pterygofobia),
ketinggian (acrophobia), air, suntikan, transportasi umum, tempat tertutup
(claustrophobia), dokter gigi (odonsiatofobi), badai, terowongan dan jembatan.
Pada fobia terjadi salah-pindah kecemasan pada barang atau keadaan yang
mula mula menimbulkan kecemasan itu. Jadi terdapat dua mekanisme
pembelaan, yaitu salah pindah dan simbolisasi. Ada banyak macam fobi yang
dinamakan menurut barang dan keadaan. Apabila berhadapan dengan objek atau
situasi tersebut, orang dengan fobia akan mengalami perasaan panik, berkeringat,
berusaha menghindar, sulit untuk bernafas dan jantung berdebar.
Sebagian besar orang dewasa yang menderita fobia menyadari bahwa
ketakutannya tidak rasional dan banyak yang memilih untuk mencoba menahan
perasaan axietas yang hebat daripada mengungkapkan gangguannya.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Fobia adalah suatu ketakutan yang irasional yang jelas, menetap dan
berlebihan terhadap suatu objek spesifik, keadaan atau situasi. Berasal dari bahasa
yunani, yaitu Fobos yang berarti ketakutan.
Istilah fobia mengacu pada rasa takut yang berlebihan terhadap suatu
objek, situasi, atau keadaan tertentu.
Fobia terbagi menjadi tiga kelompok besar, yaitu fobia spesifik, fobia
social dan agoraphobia. Fobia spesifik adalah adanya rasa takut yang kuat dan
menetap akan suatu objek atau situasi. Sedangkan fobia sosial adalah adanya rasa
takut yang kuat dan menetap akan situasi yang dapat menimbulkan rasa malu.
2.2 Epidemiologi
Studi epidemiologis menunjukkan bahwa fobia adalah salah satu gangguan
jiwa paling lazim di Amerika Serikat. Sekitar 5-10 % populasi diperkirakan
terkena gangguan yang menyulitkan. Prevalensi seumur hidup fobia spesifik
sekitar 11 % dan prevalensi seumur hidup fobia spesifik dilaporkan sekitar 3-13
%. Fobia spesifik lebih lazim ditemukan dari pada fobia sosial.
Fobia spesifik lebih lazim pada perempuan dan paling lazim kedua pada
laki-laki setelah gangguan terkait zat. Rasio perempuan banding laki-laki sekitar
2:1. Objek dan situasi yang ditakuti pada fobia spesifik ( disusun dalam frekuensi
kemunculan yang berkurang) adalah hewan, badai, ketinggian, penyakit, cidera
dan kematian.
Sedangkan fobia sosial lebih banyak pada perempuan di banding laki-laki.
Usia puncak awitan fobia sosial adalah remaja walaupun awitannya lazim antara
usia 5 tahun dan 35 tahun.
2.2 Jenis Fobia
2.2.1 Fobia Spesifik
2.2.1.1 Claustrofobia
Claustrofobia atau fobia ruang tertutup (claustrophobia), adalah ketakutan
3
yang tidak wajar akan berada di ruang tertutup, dan merupakan salah satu fobia
spesifik yang cukup umum. Seseorang dengan claustrophobia tidak bisa naik lift
atau melewati lorong/terowongan tanpa kecemasan yang luar biasa. Karena
adanya perasaan takut akan ‘tercekik’ atau terperangkap, orang tersebut akan
menghindari ruang-ruang yang sempit dan seringkali melakukan hal-hal yang
bertujuan ntuk meningkatkan perasaan aman dalam dirinya, seperti membuka
jendela-jendela atau duduk di dekat pintu keluar. Hal-hal ini dilakukan penderita
agar situasi lebih dapat ditoleransi, namun pada kenyataannya hal-hal tersebut
tidak dapat mengurangi rasa takut yang terjadi pada penderita.
Claustrophobia ini termasuk dalam fobia psesifik. Sedangkan pengertian
fobia spesifik adalah ketakutan yang beralasan yang disebabkan oleh kehadiran
atau antisipasi suatu objek atau situasi spesifik. Lebih ringkasnya fobia ini
disebabkan oleh obyek atau situasi spesifik. DSM-IV-TR membagi fobia
berdasarkan sumber ketakutannya: darah, cedera, dan penyuntikan, situasi (seperti
pesawat terbang, lift, ruang tertutup), binatang, dan lingkungan alami (seperti
ketinggian, air)
2.2.1.2 Acrofobia
Acrophobia berasal dari bahasa Yunani yaitu akron yang bermakna puncak atau tepi dan phobos yang artinya takut, sehingga bisa disimpulkan yaitu ketakutan yang sangat pada ketinggian. Pada kebanyakan orang merasakan pengalaman ketakutan yang natural jika berada ketinggian tertentu terutama jika tidak disertai atau minim pengaman.
Acrophobia memang benar berbahaya, karena perasaan cemas yang dihasilkan dapat dengan mudah diubahmenjadi perasaan panik ketka berada di ketinggian. Jika sudah terjadi serangan panik, penderita fobia dapat terlalu gemetar untuk dapat turun sendiri secara aman. Penderita acrophobia dapat mengalami gangguan lainnya seperti : 1. Vertigo. Vertigo adalah kondisi medis yang menyebabkan pusing dan sensasi berputar. 2. Bathmophobia, adalah rasa takut yang irasional terhadap tangga dan segala sesuatu yang curam. Sebagian besar penderita bathmophobia menderita acrophobia. 3. Climacophobia, adalah rasa takut yang irasional ketika sedang memanjat atau mendaki sesuatu. 4. Aerophobia, adalah rasa takut yang irasional terhadap penerbangan. Pada aerophobia berat, penderita akan merasakan rasa takut dan cemas jika melihat pesawat ataupun berada di bandar udara.
Gejala pasti dari acrophobia mirip dengan gangguan kecemasan yang lainnya. Gejala yang paling umum yaitu peningkatan detak jantung, palpitasi, napas pendek dan cepat, mulut menjadi kering dan mual. Gejala tersebut
4
merupakan gejala yang paling banyak dilaporkan dari orang yang menderita acrophobia. Reaksi lainnya yang dapat terjadi ketika penderita mendapat serangan panik ketika berada di ketinggian antara lain penderita akan melakukan posisi perlindungan diri seperti meringkuk ataupun berlutut secara tiba-tiba, penderita akan berusaha mencari tempat untuk bersandar atau pegangan serta merasa lemas atau lumpuh seketika.
Seperti halnya fobia yang lain, acrophobia didasari dari pengalaman traumatis yang berkaitan dengan ketinggian. Penelitian terbaru telah meragukan penjelasan seperti takut jatuh, bersamaan dengan takut akan suara yang keras, merupakan salah satu ketakutan bawaan atau non-asosiatif yang paling sering disarankan. Beberapa peneliti beradu argumen tentang ketakutan akan ketinggian merupakan insting yang dapat ditemukan pada hewan dan manusia. Penelitian yang menggunakan ”visual cliff” menunjukan bahwa bayi manusia dan balita serta hewan lainnya dari berbagai usia enggan untuk melalui sebuah lantai kaca dengan pemandangan beberapa meter kebawah. Sementara sikap kehati-hatian sangatlah membantu untuk bertahan, sedangkan rasa takut yang ekstrim dapat mengganggu aktivitas sehari-hari, seperti naik anak tangga atau bahkan untuk berdiri diatas kursi sekalipun.
Faktor yang kemungkinan mempunyai kontribusi yaitu adanya gangguan untuk mengatur keseimbangan. Sistem keseimbangan manusia menggabungkan isyarat visual propioseptif, vestibular dan kalkulasi dari posisi dan gerak terdekat. Semakin meningkatnya ketinggian, isyarat visual dan keseimbangan menjadi melemah bahkan untuk ukuran orang normal. Namun kebanyakan orang merespon dengan bergeser untuk lebih bergantung pada propioseptif dan cabang vestibuler dari sistem keseimbangan.
Disisi lain, seorang acrophobic terus menerus mengandalkan sinyal-sinyal visual karena fungsi vestibuler yang kurang memadai atau sisi strategi yang salah. Penggerak pada ketinggian yang tinggi memerlukan lebih dari pemrosesan visual yang normal. Korteks visual menjadi kelebihan beban yang menyebabkan kebingungan. Beberapa peneliti memperingatkan bahwa hal itu mungkin kurang disarankan untuk mendorong acrophobic dalam mengekspos diri mereka terhadap ketinggian tanpa terlebih dahulu menyelesaikan masalah vestibuler.
2.2.2 Fobia Sosial
Sejumlah studi melaporkan bahwa beberapa anak mungkin memiliki ciri
bawaan yang ditandai dengan pola inhibisi prilaku konsisten. Ciri bawaan ini
lazim pada anak dari orang tua yang mengalami gangguan panic dan dapat
berkembang menjadi rasa malu yang parah saat anak tumbuh dewasa. Data
berdasarkan psikologis yang menunjukkan bahwa orang tua dari orang dengan
fobia sosial adalah sebagai suatu kelompok orang tua yang kurang peduli, lebih
5
menolak, dan lebih over protektif terhadap anak mereka dibandingkan orang tua
lain.
Faktor Neurokimia
Keberhasilan farmakoterapi dalam terapi fobia sosial menghasilkan dua
hipotesis neurokimia spesifik mengenai dua jenis fobia sosial. Secara spesifik,
penggunaan antagonisβ adrenergic contohnya propanolol dengan fobia
penampilan (seperti berbicara dihadapan umum) membentuk perkembangan teori
adrenergic pada fobia ini. Pasien dengan fobia penampilan dapat melepaskan lebih
banyak norepinefrin atau epinefrin, baik secara sentral maupun perifer, dari pada
orang nonfobik, atau orang tersebut sensitif terhadap kadar normal stimulasi
adrenergic. Pengamatan bahwa inhibitor MAO dapat lebih efisien dari pada obat
trisiklik dalam terapi fobia sosial menyeluruh, menyebabkan beberapa peneliti
menyusun hipotesis bahwa aktivitas dopaminergik berkaitan dengan pathogenesis
gangguan ini. Akhirnya, serotonin memainkan peranan didalam fobia karena
SSRI terbukti efektif dalam mengobati gangguan ini.
Faktor Genetic
Kerabat derajat pertama orang dengan fobia sosial sekitar 3 kali lebih
cenderung mengalami fobia sosial dari pada kerabat derajat pertama orang tanpa
ganggua jiwa. Sejumlah data menunjukkan bahwa kembar monozigot lebih sering
bersamaan mengalami gangguan dari pada kembar dizigot walaupun pada fobia
sosial terutama penting untuk mempelajari kembar yang diasuh terpisah untuk
mengendalikan factor lingkungan.
2.2.3 Agoraphobia
2.2.3.1 Definisi
Agorafobia didefinisikan sebagai ketakutan berada sendirian di tempat-
tempat publik (sebagai contoh, supermarket), khususnya tempat dari mana pintu
keluar yang cepat akan sulit jika orang mengalami serangan panik. 3
2.2.3.2 Epidemiologi
Agorafobia maupun gangguan panik dapat berkembang pada setiap usia
dengan usia rata-rata timbulnya adalah kira-kira 25 tahun. Prevalensi seumur
hidup agorafobia dilaporkan terentang antara 0,6 persen sampai setinggi 6 persen.
6
Dan pada penelitian yang dilakukan di lingkungan psikiatrik dilaporkan sebanyak
tiga perempat pasien yang terkena agorafobia juga menderita gangguan panik.
Hasil yang berbeda ditemukan pada lingkungan masyarakat di mana separuh dari
pasien yang menderita agorafobia tidak menderita gangguan panik. Perbedaan
hasil penelitian dan rentang prevalensi yang lebar diperkirakan karena kriteria
diagnostik yang bervariasi dan metoda penilaian yang berbeda. 3,4
2.2.3.3 Etiologi
Etiologi untuk agorafobia belum diketahui secara pasti, tapi patogenesis
fobia berhubungan dengan faktor-faktor biologis, genetik dan psikososial. 1,3,4
Keberhasilan farmakoterapi dalam mengobati fobia sosial dan penelitian
lain yang menunjukkan adanya disfungsi dopaminergik pada fobia sosial
mendukung adanya faktor biologis. Agorafobia diperkirakan dipicu oleh
gangguan panik. Data penelitian menyimpulkan bahwa gangguan panik memiliki
komponen genetik yang jelas, juga menyatakan bahwa gangguan panik dengan
agorafobia adalah bentuk parah dari gangguan panik, dan lebih mungkin
diturunkan. 1,3,4,5
Dari faktor psikososial, penelitian menyimpulkan bahwa anak-anak
tertentu yang ada predisposisi konstitusional terhadap fobia, memiliki
temperamen inhibisi perilaku terhadap yang tidak dikenal dengan stres lingkungan
yang kronis akan mencetuskan timbulnya fobia. Misalnya perpisahan dengan
orang tua, kekerasan dalam rumah tangga dapat mengaktifkan diatesis laten pada
anak-anak yang kemudian akan menjadi gejala yang nyata. Menurut Freud, fobia
yang disebut sebagai histeria cemas disebabkan tidak terselesaikannya konflik
oedipal masa anak-anak. Objek fobik merupakan simbolisasi dari sesuatu yang
berhubungan dengan konflik. 1,3,4,5
2.2.3.4 Diagnosis
Diagnosis agorafobia berdasarkan gejala ansietas dan fobia yang tampak
jelas. Menurut Pedoman Penggolongan Diagnostik Gangguan Jiwa Edisi ke
III(PPDGJ-III), diagnosis pasti agorafobia harus memenuhi semua kriteria dengan
adanya gejala ansietas yang terbatas pada kondisi yang spesifik yang harus
dihindari oleh penderita.
Kriteria Diagnostik Untuk Agorafobia
Semua kriteria dibawah ini harus dipenuhi untuk diagnosis pasti :
7
(a) Gejala psikologis, perilaku atau otonomik yang timbul harus merupakan
manifestasi primer dari anxietasnya dan bukan sekunder dari gejala-gejala lain
seperti misalnya waham atau pikiran obsesif;
(b) Anxietas yang timbul harus terbatas pada (terutama terjadi dalam hubungan
dengan) setidaknya dua dari situasi berikut: banyak orang/keramaian, tempat
umum, bepergian keluar rumah, dan bepergian sendiri; dan
(c) Menghindari situasi fobik harus atau sudah merupakan gejala yang menonjol
(penderita menjadi “house-bound”).
Sedangkan menurut DSM-IV, agorafobia dapat digolongkan atas
gangguan panik dengan agorafobia dan agorafobia tanpa gangguan panik. Dengan
kriteria diagnosis sebagai berikut:
Kriteria Diagnostik untuk Agorafobia Tanpa Riwayat Gangguan Panik
A. Adanya agorafobia berhubungan dengan rasa takut mengalami gejala mirip panik
(misalnya, pusing atau diare).
B. Tidak pernah memenuhi kriteria untuk panik.
C. Gangguan bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya, obat
yang disalahgunakan, medikasi) atau suatu kondisi medis umum.
D. Jika ditemukan suatu kondisi medis umum yang berhubungan, rasa takut yang
dijelaskan dalam kriteria A jelas melebihi dari apa yang biasanya berhubungan
dengan kondisi.
Selain itu, DSM-IV juga menetapkan kriteria diagnostik untuk agorafobia
Kriteria untuk Agorafobia
Catatan: Agorafobia bukan merupakan gangguan yang dapat dituliskan. Tuliskan
diagnosis spesifik di mana agorafobia panik terjadi (misalnya, gangguan panik
dengan agorafobia atau agorafobia tanpa riwayat gangguan panik).
A. Kecemasan berada di dalam suatu tempat atau situasi dari mana kemungkinan
sulit meloloskan diri (atau merasa malu) atau di mana mungkin tidak terdapat
pertolongan jika mendapatkan serangan panik atau gejala mirip panik yang tidak
diharapkan atau disebabkan oleh situasi. Rasa takut agorafobik biasanya mengenai
kumpulan situasi karakteristik seperti di luar rumah sendirian; berada di tempat
ramai atau berdiri di sebuah barisan; berada di atas jembatan; atau bepergian
dengan bis, kereta, atau mobil.
8
Catatan: Pertimbangkan diagnosis fobia spesifik jika penghindaran adalah terbatas
pada satu atau hanya beberapa situasi spesifik, atau fobia sosial jika penghindaran
terbatas pada situasi sosial.
B. Situasi dihindari (misalnya, jarang bepergian) atau jika dilakukan adalah
dilakukan dengan penderitaan yang jelas atau dengan kecemasan akan
mendapatkan serangan panik atau gejala mirip panik, atau perlu didampingi
teman.
C. Kecemasan atau penghindaran fobik tidak lebih baik diterangkan oleh gangguan
mental lain, seperti fobia sosial (misalnya, penghindaran terbatas pada situasi
sosial karena rasa takut terhadap situasi tertentu seperti di elevator), gangguan
obsesif-kompulsif (misalnya, menghindari kotoran pada seseorang dengan obsesi
tentang kontaminasi), gangguan stres pascatraumatik (misalnya, menghindari
stimuli yang berhubungan dengan stressor yang berat), atau gangguan cemas
perpisahan (misalnya, menghindari meninggalkan rumah atau sanak saudara).
2.2.3.5 Gambaran Klinis
Pasien dengan agorafobia menghindari situasi di saat sulit mendapat
bantuan. Lebih suka ditemani kawan atau anggota keluarga di tempat tertentu,
seperti jalan yang ramai, toko yang padat, ruang tertutup (seperti terowongan,
jembatan, lift), kendaraan tertutup (seperti kereta bawah tanah, bus, dan pesawat
terbang). Mereka menghendaki ditemani setiap kali harus keluar rumah. Perilaku
tersebut sering menyebabkan konflik perkawinan dan keliru didiagnosis sebagai
masalah primer. Pada keadaan parah mereka menolak keluar rumah dan mungkin
ketakutan akan menjadi gila
Gejala depresif sering kali ditemukan pada serangan panik dan agorafobia,
dan pada beberapa pasien suatu gangguan depresif ditemukan bersama-sama
dengan gangguan panik. Penelitian telah menemukan bahwa risiko bunuh diri
selama hidup pada orang dengan gangguan panik adalah lebih tinggi
dibandingkan pada orang tanpa gangguan mental. Klinisi harus menyadari risiko
bunuh diri ini.
2.2.3.6 Perjalanan Penyakit dan Prognosis
Sebagian besar kasus agorafobia diperkirakan disebabkan oleh gangguan
panik. Jika gangguan panik diobati, agorafobia sering kali membaik dengan
berjalannya waktu. Untuk mendapatkan reduksi agorafobia yang cepat dan
9
lengkap, terapi perilaku kadang-kadang diperlukan. Agorafobia tanpa riwayat
gangguan panik sering kali menyebabkan ketidakberdayaan dan kronis. Gangguan
depresif dan ketergantungan alkohol sering kali mengkomplikasi perjalanan
agorafobia.
2.2.3.7 Diagnosa Banding
Diagnosis banding untuk agorafobia tanpa suatu riwayat gangguan panik
adalah semua gangguan medis yang dapat menyebabkan kecemasan atau depresi.
Diagnosis banding psikiatrik adalah gangguan depresif berat, skizofrenia,
gangguan kepribadian paranoid, gangguan kepribadian menghindar, di mana
pasien tidak ingin keluar rumah dan gangguan kepribadian dependan karena
pasien harus selalu ditemani setiap keluar rumah.
2.3 Pengobatan
Dalam penanganan penderita fobia, penderita tidak bisa menyembuhkan
dirinya sendiri sehingga haruslah dibantu oleh terapis yang kompeten
dibidangnya. Banyak sekali terapi yang dapat dilakukan. Berikut adalah beberapa
pendekatan terapi yang bisa dilakukan :
a. Terapi Pada Agoraphobia
1. Farmakoterapi
Obat Trisklik dan Tetrasiklik, Inhibitor Monoamine Oksidasi, SSRI,
benzodiazepine adalah efektif untuk pengobatan gangguan panic.
Diantara obat Trisklik data yang paling kuat menyatakan bahwa
Clomipramine dan Imipramine adalah efektif didalam gangguan panic.
Tetapi pengalaman klinis menyatakan bahwa Climipramine dan
Imipramine harus dimulai pada dosis rendah 10 mg sehari, dan ditritasi
perlahan-lahan pada awalnya dengan 10 mg sehari tiap 2-3 hari.
Selanjutnya lebih cepat dengan 25 mg sehari tiap 2-3 hari, jika dosis
rendah ditoleransi dengan baik.
2. Terapi Kognitif dan Perilaku
Yaitu terapi yang efektif untuk gangguan panic, menghasilkan remisi
gejala yang berlangsung lama.
Dua pusat utama terapi kognitif untuk gangguan panic adalah instruksi
tentang kepercayaan salah dari pasien dan informasi tentang serangan
panic. Instruksi tentang kepercayaan yang salah berpusat pada
10
kecenderungan pasien untuk keliru menginterpretasikan sensasi tubuh
yang ringan sebagai tanda untuk ancaman serangan panic, kiamat atau
kematian.
Penerapan relaksasi dengan tujuan untuk memasukkan suatu rasa
pengendalian pada pasien tentang tin gkat kecemasan dan relaksasinya.
Melalui penggunaan tehnik yang dibakukan untuk relaksasi otot dan
membayangkan situasi yang menimbulkan relaksasi. Pasien belajar
tehnik yang dapat membantu mereka melewati serangan panic.
Latihan Pernafasan.
Tujuan dari latihan pernafasan ini untuk membantu mengendalikan
hiperventilasi selama suatu serangan panic.
Pemaparan In Vivo
Digunakan sebagai terapi perilaku primer untuk gangguan panic.
Tehnik meliputi pemaparan yang semakin besar terhadap stimulus
yang ditakuti dengan berjalan waktu pasien mengalami desentisisasi
terhadap pengalaman.
3. Terapi Psikososial
Terapi keluarga yang digunakan untuk mendidik, mrndukung
seringkali bermanfaat. Psikoterapi berorientasi tilikan. Terapi ini
bermanfaat dalam pengobatan agoraphobia. Pengobatan memusatkan
pada membantu pasien mengerti arti bawah sadar dari kecemasan,
simbolisme situasiyang dihindari, kebutuhan untuk merepresi impuls
dan tujuan sekunder dari gejala.
b. Terapi Pada Fobia Spesifik
Terapi pada fobia spesifik yang paling sering adalah terapi pemaparan,
suatu tipe terapi perilaku dengan menggunakan pemaparan stimulus
fobic yangserial, bertahap dan dipacu diri sendiri. Ahli terapi
mengajari pasien tentang berbagai tehnik menghadapi kecemasan,
termasuk relaksasi, control ernafasan dan pendekatan kognitif terhadap
gangguan. Aspek kunci dari terapi perilaku yang berhasil adalah
komitmen pasien terhadap pengobatan, masalah dan tujuan yang
diidentifikasi dengan jelas dan strategi alternative yang tersedia untuk
mengatasi perasaan pasien.
11
c. Terapi Pada Fobia Sosial
Pengobatan pada fobia social menggunakan psikoterapi dan
farmakoterapi. Obat yang dilaporkan efektif dalam pengobatan adalah
apralzolam, clonazepam dan SSRI. Psikoterapi untuk fobia social
melibatkan suatu kombinasi metode perilaku dan kognitif termasuk
terapi ulang kognitif, desentisisasi, session selama latihan dan berbagai
tugas pekerjaan rumah.