8- Culture Environment
-
Upload
annisa-septie-permatasari -
Category
Documents
-
view
217 -
download
0
Transcript of 8- Culture Environment
-
8/13/2019 8- Culture Environment
1/7
TOPIKAL PAPER
Cultural Environment
Perkembangan Seni Kerajinan Perak Di DIY Yogyakarta
Sebagai Pendukung Pariwisata Budaya
Pengajar:
Prof. Dr. Djoko Suryo
Annisa Septie Permatasari
12/343650/PEK/18066
REGULER 33 JAKARTA
PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS
UNIVERSITAS GADJAH MADA
JAKARTA
2013
-
8/13/2019 8- Culture Environment
2/7
Cultural Environment
Annisa Septie .P_Reg33jkt_12/343650/PEK/18066 Page1
A. Latar BelakangDaerah Istimewa Yogyakarta sejak dahulu dikenal dengan pusat-pusat kerjaan,
kebudayaan, peradaban, dan seni. Peninggalan-peninggalan sejarah maupun budaya
masih dapat disaksikan sampai saat ini seperti candi-candi, bangunan kraton, upacara,
adat istiadat, kesenian, dan kerajinan rakyat tradisional yang berkembang secara turun
menurun. Dukungan pemerintah untuk mengembangkan program-program seni dan
budaya menjadikan Yogyakarta menjadi pusat budaya dan tujuan wisata budaya dengan
didukung industri seni kerajinan rakyat. Hal ini menjadikan Yogyakarta menjadi kota
kedua di Indonesia yang ramai akan pengunjung wisata setelah Bali.
Dari berbagai industri-industri seni kerajinan rakyat ini, salah satu kesenian yang
sudah banyak dikenal khalayak dan memberikan identitas pada kota ini yaitu kerajinan
perak yang terkonsentrasi di sekitar daerah Kotagede. Perkembangan seni kerajinan
perak ini didukung sekaligus dibuktikan dengan meningkatnya permintaan dari luar
negeri khususnya Belanda dari industri ini dalam bentuk peralatan dan perlengkapan
rumah tangga model Eropa namun tidak meninggalkan khasnya yaitu ukiran motif
Yogyakarta.
Perkembangan seni kerajinan perak ini jelas meningkatkan taraf hidup masyarakat
penghasil kerajinan ini. Hal ini dapat dibuktikan pada tahun 1998 nilai investasi
mencapai Rp 500 juta dan nilai jual produksimenjabaik Rp 801 juta lebih. Tingginya
investasi dan nilai jual kesenian ini menunjukan potensi bisnis yang menguntungkan jika
dikembangkan dengan baik dan benar dan tentu akan mendukung ekspor ke luar negeri
yang sekaligus menguntungkan bagi pemerintah.
Di antara industri-industri seni kerajinan rakyat Yogyakarta ini, yang menjadi
primadona dan memberikan identutas kepada kota ini adalah seni kerajinan perak.
Berdasarkan fenomena tersebut, maka penulisan tertarik untuk membahas sekilas
mengenai perkembangan seni kerajinan perak sebagai pendukung pariwisata Daerah
Istimewa Yogyakarta.
-
8/13/2019 8- Culture Environment
3/7
Cultural Environment
Annisa Septie .P_Reg33jkt_12/343650/PEK/18066 Page2
B. Pembahasan & AnalisaPengalaman negara-negara maju menunjukkan bahwa dasar perekonomian suatu
bangsa dapat dibangun diatas tradisi dan pengalaman usaha dagang bangsa tersebut. Oleh
karena itu, Yogyakarta tidak meninggalkan tradisi dan pengalaman industri perak yang
sudah turun-temurun selama abad ke empat. Perkembangan industri ini tentu membawa
keuntungan bagi pemerintah daerah.
Asal-usul Industri Seni Kerajinan Perak
Lahirnya seni kerajinan perak, emas, dan tembaga bersama-sama dengan tumbuhnya
kerjaan Mataram Islam yang berpusat di Kotagede sebagai ibukota kerjaan pada abad 16
dan 17. Bahkan terdapat indikasi tradisi ini sudah lahir di abad ke-9. Seni kerajinan ini
merupakan perkerjaan para abdi dalem(pegawai kraton) yang disebut abdi dalem kriya
dalam memenuhi perlengkapan dan kebutuhan kraton akan berbagai perhiasan dari emas
dan perak serta alat-alat perlengkapan rumah tangga. Hubungan kraton dengan abdi
dalem berfungsi sebagai pelindung, pelestari, dan penerus kesenian dan kebudayaan
tradisional pada umumnya (Soekiman, 1993: 72).
Pertumbuhan pekerja seni perak ini menjadikan produk ini menjadi lenih komersial.
Masuknya pengaruh budaya barat (Belanda) memicu perkembangan industri tidak hanya
di Belanda namun ekspor ke Eropa yangterus meningkat. Melihat potensi ini, Pemerintah
Kolonial Belanda menaruh perhatian terhadap perkembangan industri perak ini. Sejak
tahun 1927 para perajin mendapat pembinaan dengan diperkenalkannya teknik-teknik
kerja baru yang dibiayai oleh Jogjasche Jaarmarktvereeniging. Pada tahun 1933 atas
inisiatid Gubernur Verohuur di Yogyakarta didirikan yayasan Stichting Beverdering van
Het Jogjakarta Kenst Ambacht yaitu Pakaryan Ngayogyakarta.
Perkembangan pesat industri seni terjadi sekitar tahun 1934-1939. Upaya-upaya
peningkatan kualitas produksi dan dikembangkannya kreasi dan motif-motif baru
mengantarkan usaha industri seni kerajinan perak ke masa-masa kejayaan sesuai
zamannya. Namun setelah terjadinya Perang Dunia II (1939-1945) menyebabkan
mahalnya harga bahan baku perak khususnya pada masa pendudukan Jepang. Hal
tersebut cukup berpengaruh dalam sistem produksi, namun tidak menjadikannya hilang.
Kondisi ini diatasi dengan mengganti bahan baku yang lebih murah seperti tembaga dan
kuningan.
Setelah masa kemerdekaan membawa industri ini kepada usaha perdagangan dan
industri seni kerajinan perak menuju pola manajemen baru dan modern. Langkah ini
diawali dengan berdirinya Persatuan Pengusaha Perah Kotegede (P3K) pada tahun 1951
-
8/13/2019 8- Culture Environment
4/7
Cultural Environment
Annisa Septie .P_Reg33jkt_12/343650/PEK/18066 Page3
yang pada akhirnya menjadi Koperasi Produksi Pengusaha Perak Yogyakarta (1960)
sampai sekarang ini. Organisasi ini bertugas untuk membina, mengkoodinasikan, dan
mewadahi aktivitas-aktivitas usaha perak di Yogyakarta.
Kondisi Industri Seni Kerajinan Perak Dewasa Ini
Industri seni kerajinan perak sampai saat ini masih tetap terkonsentrasi di kawasan
Kotagede lama dengan pusat-pusat di Kelurahan Prenggan dan Kelurahan Purbayan.
Perluasan unit usaha keluarga terdapat di sekitar Mauguwoharjo sebanyak 3 unit dan
Wonosari sebayak 5 unit.
Sampai dengan tahun 1997/1998 Kanwil Departemen Perindustrian dan Perdagangan
mencatat terdapat 95 unit usaha yang terdiri 75 unit usaha di Kotagede, 20 unit usaha di
Kabupaten Bantul dengan total perkerja 1.269 orang tenaga kerja. Hanya sekitar 8 unit
usaha yang dikategorikan industri kerajinan perak yang besar dan 17 unit usaha telah
melakukan ekspor ke Eropa.
Pada tahun 1998 nilai investasi untuk tiap-tiap pengusaha industri cukup bervariasi,
tertinggi mencapai Rp 500 juta dan terendah sebesar Rp 60 juta. Nilai jual produksi
mencapai Rp 801 juta dan terendah Rp 50 juta. Dilihat dari jumlah tenaga kerja untuk
industri yang tergolong besar mencapai 200 orang, 50-100 orang untuk industri sedang,
sedangkan industri yang tergolong kecil hanya memperkerjakan 5 orang dengan gaji
sekitar Rp 6.000 per hari. Gaji ini adalah gaji bersih sebab telah disediakan fasilitas
makan, minum, dan pakaian untuk bekerja.
Berbagai asosiasi pengusaha perak ini makin tumbuh selain asosiasi utama yaitu
IWAPI, ASEPHI, APINDO, ASKRAKIINDO, APIKRI, AKKPIA, AKKPI, ASITA, dan
KADIN sebagai media untuk memperluas jaringan usaha mereka.
Kerajinan Perak Sebagai Industri Cinderamata
Sebagai kota terbesar kedua di Indonesai setelah Bali sebagai pusat budaya dan tujuan
wisata, Yogyakarta tidak tinggal santai begitu saja. Daya tarik budaya dan seni yang
dimiliki menjadikan perajin Yogyakarta untuk terus melakukan upaya agar dapat terus
menarik perhatian baik wisatawan nusantara dan wisatawan mancanegara. Hal ini
ditujukan agar wisatawan terus berdatangan selain itu untuk meningkatkan ekspor perak
ke luar negeri.
Sebagai cinderamata yang diunggulkan Yogyakarta sudah pasti kerajinan perak ini
memiliki nilai seni yang tinggi (adi luhung). Produk-produk kerajinan perak lebih
bersifat sebagai komoditas seni, oleh karena itu produk banyak dikemas dalam bentuk
barang-barang souvenir atau cinderamata. Sebagai komoditas seni, proses produksi
-
8/13/2019 8- Culture Environment
5/7
Cultural Environment
Annisa Septie .P_Reg33jkt_12/343650/PEK/18066 Page4
industri tetapp bersifat tradisional dan tetap mengandalkan pengerjaan secara manual.
Pola-pola ragam hias seni ukir memberikan ciri khas ragam hias masa Islam
memperkaya nuasa motif-motif ornamen hias seni kerajinan perak. Aneka ragam produk
industri kerajinan perak meliputi aneka ragam keperluan kehidupan, seperti perhiasa,
asesoris, souvenir, hiasan dinding, tanda penghargaan, miniatur-miniatur, dan peralatan
rumah tangga.
Sebagai pendukung industri pariwisata, produk dibagi berdasarkan pangsa pasar.
Pengusaha membagi sebesar 40% untuk ditawarkan kepada wisata nusantara dan pasar
dalam negeri, sedangkan sisanya untuk ditawarkan kepada wisatawan mancanegara dan
pasar luar negeri (ekspor). Strategi pemasaran menggunakan potensi pariwisata yang
dapat melakukan proses shipping request dimana transaksi pembelian dan pemesanan
dapat langsung melalui ruang pameran. Sebagai produk unggulan dan identitas bangsa,
pemerintah menggunakan produk-produk kerajinan perak sebagai hadiah kenegaraan.
Hal tersebut merupakan bentuk pemasaran dengan mengenalkan kerajinan karya bangsa
ke kancah internasional.
-
8/13/2019 8- Culture Environment
6/7
Cultural Environment
Annisa Septie .P_Reg33jkt_12/343650/PEK/18066 Page5
C. KesimpulanPerkembangan industri seni kerajinan perak di Yogyakarta tidak dapat dipungkiri hal
tersebut adalah peninggalan sejarah yang begitu berharga bagi bangsa. Tradisi Kerajaan
Mataram menggunakan perak, emas, dan tembaga di masa lalu meninggalkan sejarah
yang saat ini sangat menguntungkan bisnis unit pengrajin perak khususnya di daerah
Kotagede, Yogyakarta. Primadona seni kerajinan Yogyakarta ini pun diakui keunikan
baik nasional maupun kancah internasional.
Negara yang maju adalah negara yang tidak melupakan sejarah, ternyata hal itu benar.
Terbukti contoh sederhana seni kerajinan perak ini adalah budaya Kerajaan Mataram
yang tidak kita tinggalkan dan bermanfaat positif bagi bangsa. Dengan begitu maka
dapat dikatakan bahwa industri seni kerajinan perak di Daerah Istimewa Yogyakarta
berperan penting sebagai pendukung pariwisata budaya.
-
8/13/2019 8- Culture Environment
7/7
Cultural Environment
Annisa Septie .P_Reg33jkt_12/343650/PEK/18066 Page6
DAFTAR PUSTAKA
Daliman, A. (2000), Peranan Industri Seni KerajinanPerak Di Daerah Istimewa
Yogyakarta Sebagai Pendukung Patiwisata Budaya. Humaniora Vol. XII. No. 2/2000.