79141787-IKTERUS-OBSTRUKTIF

21
IKTERUS OBSTRUKTIF A. Pendahuluan Jaundice atau ikterus adalah kondisi yang sering terjadi pada bayi baru lahir, kuning pada kulit dan bagian putih bola mata (sclera) karena kadar bilirubin yang berlebih dalam darah. Bilirubin adalah hasil dari penghancuran normal sel darah merah. 1 Pada keadaan normal, bilirubin disalurkan dan diolah di hati kemudian dikeluarkan sebagai empedu melalui usus. Ikterus muncul saat kadar bilirubin melebihi kemampuan hati bayi baru lahir untuk mengolah dan mengeluarkan dari tubuh. 1 B. Anatomi Sistem Hepatobilier Hepar, kandung empedu, dan percabangan bilier muncul dari tunas ventral (divertikulum hepatikum) dari bagian paling kaudal foregut diawal minggu keempat kehidupan. Bagian ini terbagi menjadi dua bagian sebagaimana bagian tersebut tumbuh diantara lapisan mesenterik ventral: bagian kranial lebih besar (pars hepatika) 1

description

ikterus

Transcript of 79141787-IKTERUS-OBSTRUKTIF

Page 1: 79141787-IKTERUS-OBSTRUKTIF

IKTERUS OBSTRUKTIF

A. Pendahuluan

Jaundice atau ikterus adalah kondisi yang sering terjadi pada bayi baru lahir,

kuning pada kulit dan bagian putih bola mata (sclera) karena kadar bilirubin yang

berlebih dalam darah. Bilirubin adalah hasil dari penghancuran normal sel darah

merah.1

Pada keadaan normal, bilirubin disalurkan dan diolah di hati kemudian

dikeluarkan sebagai empedu melalui usus. Ikterus muncul saat kadar bilirubin

melebihi kemampuan hati bayi baru lahir untuk mengolah dan mengeluarkan dari

tubuh.1

B. Anatomi Sistem Hepatobilier

Hepar, kandung empedu, dan percabangan bilier muncul dari tunas ventral

(divertikulum hepatikum) dari bagian paling kaudal foregut diawal minggu

keempat kehidupan. Bagian ini terbagi menjadi dua bagian sebagaimana bagian

tersebut tumbuh diantara lapisan mesenterik ventral: bagian kranial lebih besar

(pars hepatika) merupakan asal mula hati/hepar, dan bagian kaudal yang lebih

kecil (pars sistika) meluas membentuk kandung empedu, tangkainya menjadi

duktus sistikus. Hubungan awal antara divertikulum hepatikum dan penyempitan

foregut akan membentuk duktus biliaris. Sebagai akibat perubahan posisi

duodenum, jalan masuk duktus biliaris berada disekitar aspek dorsal duodenum.2

Sistem biliaris secara luas dibagi menjadi dua komponen, jalur intra-

hepatik dan ekstra-hepatik. Unit sekresi hati (hepatosit dan sel epitel bilier,

termasuk kelenjar peribilier), kanalikuli empedu, duktulus empedu (kanal

1

Page 2: 79141787-IKTERUS-OBSTRUKTIF

Hearing), dan duktus biliaris intrahepatik membentuk saluran intrahepatik dimana

duktus biliaris ekstrahepatik (kanan dan kiri), duktus hepatikus komunis, duktus

sistikus, kandung empedu, dan duktus biliaris komunis merupakan komponen

ekstrahepatik percabangan biliaris.2

Duktus sistikus dan hepatikus komunis bergabung membentuk duktus

biliaris. Duktus biliaris komunis kira-kira panjangnya 8-10 cm dan diameter 0,4-

0,8 cm. Duktus biliaris dapat dibagi menjadi tiga segmen anatomi: supraduodenal,

retroduodenal, dan intrapankreatik. Duktus biliaris komunis kemudian memasuki

dinding medial duodenum, mengalir secara tangensial melalui lapisan submukosa

1-2 cm, dan memotong papila mayor pada bagian kedua duodenum. Bagian distal

duktus dikelilingi oleh otot polos yang membentuk sfingter Oddi. Duktus biliaris

komunis dapat masuk ke duodenum secara langsung (25%) atau bergabung

bersama duktus pankreatikus (75%) untuk membentuk kanal biasa, yang disebut

ampula Vater.2

Traktus biliaris dialiri vaskular kompleks pembuluh darah disebut pleksus

vaskular peribilier. Pembuluh aferen pleksus ini berasal dari cabang arteri

hepatika, dan pleksus ini mengalir kedalam sistem vena porta atau langsung

kedalam sinusoid hepatikum.2

2

Page 3: 79141787-IKTERUS-OBSTRUKTIF

C. Metabolisme Normal Bilirubin

Bilirubin berasal dari hasil pemecahan hemoglobin oleh sel retikuloendotelial,

cincin heme setelah dibebaskan dari besi dan globin diubah menjadi biliverdin

yang berwarna hijau. Biliverdin berubah menjadi bilirubin yang berwarna kuning.

Bilirubin ini dikombinasikan dengan albumin membentuk kompleks protein-

pigmen dan ditransportasikan ke dalam sel hati. Bentuk bilirubin ini sebagai

bilirubin yang belum dikonjugasi atau bilirubin indirek berdasar reaksi diazo dari

Van den Berg, tidak larut dalam air dan tidak dikeluarkan melalui urin. Di dalam

sel inti hati albumin dipisahkan, bilirubin dikonjugasikan dengan asam glukoronik

yang larut dalam air dan dikeluarkan ke saluran empedu. Pada reaksi diazo Van

den Berg memberikan reaksi langsung sehingga disebut bilirubin direk.3

Bilirubin indirek yang berlebihan akibat pemecahan sel darah merah yang

terlalu banyak, kekurangmampuan sel hati untuk melakukan konjugasi akibat

penyakit hati, terjadinya refluks bilirubin direk dari saluran empedu ke dalam

darah karena adanya hambatan aliran empedu menyebabkan tingginya kadar

bilirubin di dalam darah. Keadaan ini disebut hiperbilirubinemia dengan

manifestasi klinis berupa ikterus.2

3

Page 4: 79141787-IKTERUS-OBSTRUKTIF

D. Definisi Ikterus Obstruktif

Ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau jaringan lainnya

(membran mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang

meningkat konsentrasinya dalam sirkulasi darah. Bilirubin dibentuk sebagai

akibat pemecahan cincin hem, biasanya sebagai akibat metabolisme sel darah

merah.4

Kata ikterus (jaundice) berasal dari kata Perancis jaune yang berarti kuning.

Ikterus sebaiknya diperiksa di bawah cahaya terang siang hari, dengan

melihat sklera mata. Ikterus dapat dibagi dalam dua kelompok yaitu ikterus

hemolitik dan ikterus obstruktif.4

Ikterus obstruktif, disebabkan oleh obstruksi duktus biliaris (yang sering ter-

jadi bila sebuah batu empedu atau kanker menutupi duktus koledokus) atau

kerusakan sel hati (yang terjadi pada hepatitis), kecepatan pembentukan

bilirubin adalah normal, tapi bilirubin yang dibentuk tidak dapat lewat dari darah

ke dalam usus.5

Ikterus obstruktif atau bisa juga disebut kolestasis dibagi menjadi 2 yaitu

kolestasis intrahepatik dan ekstrahepatik. Penyebab paling sering kolestatik

intrahepatik adalah hepatitis, keracunan obat, penyakit hati karena alkohol dan

penyakit hepatitis autoimun sedangkan penyebab paling sering pada kolestasis

ekstrahepatik adalah batu duktus koledokus dan kanker pankreas. Penyebab

lainnya yang relatif lebih jarang adalah striktur jinak (operasi terdahulu) pada

duktus koledokus, karsinoma duktus koledokus, pankreatitis atau pseudocyst

pankreas dan kolangitis sklerosing.3

4

Page 5: 79141787-IKTERUS-OBSTRUKTIF

Ikterus obstruktif itu sendiri adalah ikterus yang disebabkan oleh obstruksi

sekresi bilirubin yang dalam keadaan normal seharusnya dialirkan ke traktus

gastrointestinal. Akibat hambatan tersebut, terjadi regurgitasi bilirubin ke dalam

aliran darah, sehingga terjadilah ikterus.4

Ikterus obstruktif adalah kegagalan aliran bilirubin ke duodenum, dimana

kondisi ini akan menyebabkan perubahan patologi di hepatosit dan ampula vateri.4

E. Etiologi Ikterus Obstruktif

1. Ikterus obstruktif intra hepatik

Penyebab tersering ikterus obstruktif intrahepatik adalah penyakit

hepatoseluler dengan kerusakan sel parenkim hati akibat hepatitis virus atau

berbagai jenis sirosis. Pada penyakit ini, pembengkakan dan disorganisasi sel

hati dapat menekan dan menghambat kanalikuli atau kolangiola. Penyakit

hepatoseluler biasanya mengganggu semua fase metabolisme bilirubin ambilan,

konjugasi, dan ekskresi, tetapi ekskresi biasanya paling terganggu, sehingga

yang paling menonjol adalah hiperbilirubinemia terkonjugasi. Penyebab ikterus

obstruktif intrahepatik yang lebih jarang adalah pemakaian obat-obat tertentu,

dan gangguan herediter Dubin Jhonson serta sindrom Rotor (jarang terjadi).

Pada kedaan ini terjadi gangguan transfer bilirubin melalui membran hepatosit

yang menyebabkan terjadinya retensi bilirubin dalam sel, obat yang sering

mencetuskan gangguan ini adalah halotan (anestetik), kontrasepsi oral,

estrogen, steroid anabolik, isoniazid, alopurinol, sulfonamid, dan

klorpromazin.5,6

5

Page 6: 79141787-IKTERUS-OBSTRUKTIF

2. Ikterus obstruktif ektra hepatik

Penyebab tersering ikterus obstruktif ekstrahepatik adalah sumbatan batu

empedu, biasanya pada ujung bawah duktus koledokus; karsinoma kaput

pankreas manyebabkan tekanan pada duktus koledokus dari luar; demikian

juga dengan karsinoma ampula vateri. Penyebab yang lebih jarang adalah

ikterus pasca perada ngan atau setelah operasi, dan pembesaran kelenjar limfe

pada porta hepatis. Lesi intrahepatik seperti hepatoma kadang-kadang dapat

menyumbat duktus hepatikus kanan atau kiri.5

F. Patomekanisme Ikterus Obstruktif

Empedu merupakan sekresi multi fungsi dengan susunan fungsi, termasuk

pencernaan dan penyerapan lipid di usus, eliminasi toksin lingkungan, karsinogen,

obat-obatan, dan metabolitnya, dan menyediakan jalur primer ekskresi beragam

komponen endogen dan produk metabolit, seperti kolesterol, bilirubin, dan

berbagai hormon.2

Pada obstruksi jaundice, efek patofisiologisnya mencerminkan ketiadaan

komponen empedu (yang paling penting bilirubin, garam empedu, dan lipid) di

usus halus, dan cadangannya, yang menyebabkan tumpahan pada sirkulasi

sistemik. Feses biasanya menjadi pucat karena kurangnya bilirubin yang mencapai

usus halus. Ketiadaan garam empedu dapat menyebabkan malabsorpsi,

mengakibatkan steatorrhea dan defisiensi vitamin larut lemak (A, D, E, K);

defisiensi vitamin K bisa mengurangi level protrombin. Pada kolestasis

berkepanjangan, seiring malabsorpsi vitamin D dan Ca bisa menyebabkan

osteoporosis atau osteomalasia.2

6

Page 7: 79141787-IKTERUS-OBSTRUKTIF

Retensi bilirubin menyebabkan hiperbilirubinemia campuran. Beberapa

bilirubin terkonjugasi mencapai urin dan menggelapkan warnanya. Level tinggi

sirkulasi garam empedu berhubungan dengan, namun tidak menyebabkan,

pruritus. Kolesterol dan retensi fosfolipid menyebabkan hiperlipidemia karena

malabsorpsi lemak (meskipun meningkatnya sintesis hati dan menurunnya

esterifikasi kolesterol juga punya andil); level trigliserida sebagian besar tidak

terpengaruh.2

Penyakit hati kolestatik ditandai dengan akumulasi substansi hepatotoksik,

disfungsi mitokondria dan gangguan pertahanan antioksidan hati. Penyimpanan

asam empedu hidrofobik mengindikasikan penyebab utama hepatotoksisitas

dengan perubahan sejumlah fungsi sel penting, seperti produksi energi

mitokondria. Gangguan metabolisme mitokondria dan akumulasi asam empedu

hidrofobik berhubungan dengan meningkatnya produksi oksigen jenis radikal

bebas dan berkembangnya kerusakan oksidatif.2

G. Gambaran Klinis Ikterus Obstruktif

Jaundice, urin pekat, feses pucat dan pruritus general merupakan ciri jaundice

obstruktif. Riwayat demam, kolik bilier, dan jaundice intermiten mungkin diduga

kolangitis/koledokolitiasis. Hilangnya berat badan, massa abdomen, nyeri yang

menjalar ke punggung, jaundice yang semakin dalam, mungkin ditimbulkan

karsinoma pankreas. Jaundice yang dalam (dengan rona kehijauan) yang

intensitasnya berfluktuasi mungkin disebabkan karsinoma peri-ampula. Kandung

empedu yang teraba membesar pada pasien jaundice juga diduga sebuah

malignansi ekstrahepatik (hukum Couvoissier).2

7

Page 8: 79141787-IKTERUS-OBSTRUKTIF

H. Diagnosis Ikterus Obstruktif

Adapun pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis ikterus

obstruktif, antara lain sebagai berikut:

1. Anamnesis7

Adanya ikterus harus membangkitkan kewaspadaan pemeriksa bahwa ada

penyakit parenkim hati atau obstruksi terhadap aliran empedu. Pada setiap pasien

dengan ikterus, pemeriksa harus mencari petunjuk dengan menanyakan

pertanyaan berikut:

“Sudah berapa lama anda atau anak anda menunjukkan gejala kuning

(ikterus)?”

“Apakah timbulnya cepat dan tiba-tiba?”

“Apakah ikterus berkaitan dengan nyeri perut?….Hilangnya selera makan…

Mual? …muntah?”

“Apakah pernah mendapatkan transfusi?”

“Apakah pernah bepergian ke luar negeri? Jika ya, ke mana? Pernahkah minum

air yang kurang bersih?”

“Apakah pernah sakit kuning sebelumnya?”

“Apakah warna urin berubah warna sejak sakit kuning?”

“Apakah sakit kuningnya berkaitan dengan sakit perut? … mual? …. muntah?...

menggigil…? demam….? gatal…? Penurunan berat badan?”

“Bagaimana warna tinjanya?”

“Apakah ada teman atau anggota keluarga lain yang juga sakit kuning?”

8

Page 9: 79141787-IKTERUS-OBSTRUKTIF

2. Pemeriksaan Fisis

a. Inspeksi

b. Auskultasi

c. Perkusi

d. Palpasi

3. Pemeriksaan lainnya

a. Laboratorium (Hematologi)

Meningkatnya level serum bilirubin dengan kelebihan fraksi bilirubin

terkonjugasi. Serum gamma glutamyl transpeptidase (GGT) juga meningkat

pada kolestasis. Umumnya, pada pasien dengan penyakit batu kandung

empedu hiperbilirubinemia lebih rendah dibandingkan pasien dengan

obstruksi maligna ekstra-hepatik. Serum bilirubin biasanya < 20 mg/dL.

Alkali fosfatase meningkat 10 kali jumlah normal. Transaminase juga

mendadak meningkat 10 kali nilai normal dan menurun dengan cepat begitu

penyebab obstruksi dihilangkan.2

Meningkatnya leukosit terjadi pada kolangitis. Pada karsinoma pankreas

dan kanker obstruksi lainnya, bilirubin serum meningkat menjadi 35-40

mg/dL, alkali fosfatase meningkat 10 kali nilai normal, namun transamin tetap

normal.2

Penanda tumor seperti CA 19-9, CEA dan CA-125 biasanya meningkat

pada karsinoma pankreas, kolangiokarsinoma, dan karsinoma peri-ampula,

namun penanda tersebut tidak spesifik dan mungkin saja meningkat pada

penyakit jinak percabangan hepatobilier lainnya.2

9

Page 10: 79141787-IKTERUS-OBSTRUKTIF

b. Pencitraan2,8

Pencitraan merupakan salah satu penunjang diagnosis yang sering

digunakan. Adapun tujuan dilakukan pencitraan adalah:

1. Memastikan adanya obstruksi ekstrahepatik (yaitu membuktikan apakah

jaundice akibat post-hepatik dibandingkan hepatik).

2. Untuk menentukan level obstruksi.

3. Untuk mengidentifikasi penyebab spesifik obstruksi.

4. Memberikan informasi pelengkap sehubungan dengan diagnosa yang

mendasarinya (misal, informasi staging pada kasus malignansi).

Adapun pencitraan yang dapat dilakukan dalam mendiagnosis ikterus

obstruktif, antara lain:

1. Foto Polos Abdomen

Pada pemeriksaan ini diharapkan dapat melihat batu opak

dikandung empedu atau di duktus kholedekus. Kadang-

kadang pemeriksaan ini dipakai untuk skrening, melihat

keadaan secara keseluruhan dalam rongga abdomen.

2. USG

Ultrasonografi sangat berperan dalam mendiagnosa penyakit yang

menyebabkan kolestasis. Dengan pemeriksaan USG, sangat mudah dilihat

pelebaran duktus biliaris intra/ekstra hepatik sehingga dengan mudah dapat

mendiagnosis apakah ada ikterus onstruksi atau ikterus non-obstruksi. Apabila

terjadi sumbatan daerah duktus biliaris yang paling sering adalah bagian

10

Page 11: 79141787-IKTERUS-OBSTRUKTIF

distal, maka akan terlihat duktus biliaris komunis melebar dengan cepat yang

kemudian diikuti pelebaran bagian proximal.

Untuk membedakan obstruksi letak tinggi atau letak rendah dengan mudah

dapat dibedakan karena pada obstruksi letak tinggi atau intrahepatal tidak

tampak pelebaran dari duktus biliaris komunis. Apabila terlihat pelebaran

duktus biliaris intra dan ekstrahepatik, maka ini dapat dikategorikan obstruksi

letak rendah (distal). Pada dilatasi ringan dari duktus biliaris, maka kita akan

melihat duktus biliaris kanan berdilatasi dan duktus biliaris daerah perifer

belum jelas terlihat berdilatasi. Gambaran duktus biliaris yang berdilatasi

bersama-sama dengan vena porta terlihat sebagai gambaran double vessel,

dan imaging ini disebut “double barrel gun sign” atau sebagai “paralel

channel sign”. Pada potongan melintang pembuluh ganda tampak sebagai

gambaran cincin ganda membentuk “shot gun sign”..

3. CT Scan

Memberi viasualisasi yang baik untuk hepar, kandung empedu, pankreas,

ginjal dan retroperitoneum; membandingkan antara obstruksi intra- dan

ekstrahepatik dengan akurasi 95%. CT dengan kontras digunakan untuk

menilai malignansi bilier.

4. ERCP dan PTC

Menyediakan visualisasi langsung level obstruksi. Namun prosedur ini

invasif dan bisa menyebabkan komplikasi seperti kolangitis, kebocoran bilier,

pankreatitis dan perdarahan.

5. Endoscophic Ultrasound (EUS)

11

Page 12: 79141787-IKTERUS-OBSTRUKTIF

Memiliki beragam aplikasi, seperti staging malignansi gastrointestinal,

evaluasi tumor submukosa dan berkembang menjadi modalitas penting dalam

evaluasi sistem pankreatikobilier. EUS juga berguna untuk mendeteksi dan

staging tumor ampula, deteksi mikrolitiasis, koledokolitiasis dan evaluasi

striktur duktus biliaris benigna atau maligna. EUS juga bisa digunakan untuk

aspirasi kista dan biopsi lesi padat.

6. Magnetic Resonance Cholangio-Phancreatography (MRCP)

Merupakan teknik visualisasi terbaru, non-invasif pada bilier dan sistem

duktus pankreas. Hal ini terutama berguna pada pasien dengan kontraindikasi

untuk dilakukan ERCP. Visualisasi yang baik dari anatomi bilier

memungkinkan tanpa sifat invasif dari ERCP. Tidak seperti ERCP, MRCP

adalah murni diagnostik.

I. Penatalaksanaan Ikterus

Pada dasarnya penatalaksanaan pasien dengan ikterus obstruktif bertujuan

untuk menghilangkan penyebab sumbatan atau mengalihkan aliran empedu.

Tindakan tersebut dapat berupa tindakan pembedahan misalnya pengangkatan

batu atau reseksi tumor. Upaya untuk menghilangkan sumbatan dapat dengan

tindakan endoskopi baik melalui papila Vater atau dengan laparoskopi.2

Bila tindakan pembedahan tidak mungkin dilakukan untuk menghilangkan

penyebab sumbatan, dilakukan tindakan drainase yang bertujuan agar empedu

yang terhambat dapat dialirkan. Drainase dapat dilakukan keluar tubuh misalnya

dengan pemasangan pipa nasobilier, pipa T pada duktus koledokus atau

kolesistotomi. Drainase interna dapat dilakukan dengan membuat pintasan

12

Page 13: 79141787-IKTERUS-OBSTRUKTIF

biliodigestif. Drainase interna ini dapat berupa kolesisto-jejunostomi, koledoko-

duodenostomi, koledoko-jejunostomi atau hepatiko-jejunostomi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim. Ikterus. Dalam : Hassan Rusepno, Alatas Husein. Buku Kuliah Ilmu

Kesehatan Anak Jilid II Edisi VII. Jakarta : Info Medika, 1997. h. 519-522

2. Ningrum. 2010 February 03. Ikterus Obstruktif (Obstructive Jaundice).

[Online] [Cited 2011 November 14]; Available from URL:

http://ningrumwahyuni.wordpress.com

3. Guyton, Arthur C. dan Hall John E. Fisiologi Gastrointestinal. Dalam :

Setiawan Irawati (Editor Edisi Bahasa Indonesia). Buku Ajar Fisiologi

Kedokteran Edisi 9. Jakarta : EGC, 1997. h. 1108-1109

4. Lindseth Glenda N. Ikterus dan Metabolisme Bilirubin. Dalam : Hartanto

Huriawati et al. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit volume 1

Edisi 6. Jakarta : EGC, 2006. h.481-485

5. Anonim. Diagnosa Dini Ikterus Obstruktif Pada Bayi. Dalam : Rusepno

Hassan, Husein Alatas. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak Jilid II Edisi VII.

Jakarta : Info Medika, 1997. h. 538-541

6. Balistreri F. William. Kolestasis Neonatus. Dalam : Wahab A. Samik (Editor

Bahasa Indonesia). Nelson Ilmu Kesehatan Anak Volume 2 Edisi 15. Jakarta :

EGC, 1996. h. 1392-1397

7. Bisanto Julfina. Kolestasi Pada Bayi. Dalam: Hegar Badriul et al. Hot Topics

in Pediatrics II. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 2002. h. 84-97

13

Page 14: 79141787-IKTERUS-OBSTRUKTIF

8. Soetikno, Rista D. 2007. Imaging Pada Ikterus Obstruktif. [online] [cited 2011

November 14] ; Available from URL: http://pustaka.unpad.ac.id

14