76505443-Proposal-KTI (1)

40
 1 PENGARUH PAPARAN DEBU TEMBAKAU TERHADAP PENURUNAN FUNGSI PARU (FVC, FEV-1, RASIO FEV-1/FVC) TENAGA KERJA WANITA DI BAGIAN PENSORTIRAN PT EXPORT LEAF INDONESIA STATION LOMBOK LANIRA ZARIMA N. H1A 008 038 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM MATARAM 2011

Transcript of 76505443-Proposal-KTI (1)

Page 1: 76505443-Proposal-KTI (1)

5/13/2018 76505443-Proposal-KTI (1) - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/76505443-proposal-kti-1 1/40

PENGARUH PAPARAN DEBU TEMBAKAU TERHADAP PENURUNAN

FUNGSI PARU (FVC, FEV-1, RASIO FEV-1/FVC) TENAGA KERJA

WANITA DI BAGIAN PENSORTIRAN PT EXPORT LEAF INDONESIA

STATION LOMBOK 

LANIRA ZARIMA N.

H1A 008 038 

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MATARAM

MATARAM

2011

Page 2: 76505443-Proposal-KTI (1)

5/13/2018 76505443-Proposal-KTI (1) - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/76505443-proposal-kti-1 2/40

BAB I

PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Dunia perindustrian merupakan salah satu pencipta lapangan kerja yang

  potensial bagi penyerapan tenaga kerja, di antaranya industri rokok. Industri

rokok banyak menyerap tenaga kerja khususnya tenaga kerja dengan tingkat

keahlian dan pendidikan formal yang rendah. Hal ini sangat membantu upaya

 pemerintah dalam menekan angka pengangguran (Likke, 2000).

Di sisi lain, tidak dapat dipungkiri bahwa industri rokok juga memberikan  berbagai dampak negatif bagi masyarakat. Salah satu dampak negatifnya terjadi

  pada kesehatan pernapasan para pekerja (Yunus, 1997).  Gangguan fungsi paru

yang terjadi pada para pekerja pabrik rokok telah banyak dilaporkan

(Mustajbegovic, 2003).

Paru-paru merupakan organ manusia yang mempunyai fungsi sebagai

ventilasi udara, difusi O2 dan CO2 antara alveoli dan darah, transportasi O2 dan

CO2, serta pengaturan ventilasi dan hal-hal lain dari pernapasan. Fungsi paru

dapat menjadi tidak maksimal oleh karena faktor dari luar tubuh atau faktor 

ekstrinsik yang meliputi kandungan komponen fisik udara dan komponen

kimiawi, serta faktor dari dalam tubuh penderita itu sendiri atau intrinsik. Faktor 

ekstrinsik   yang penting adalah keadaan bahan yang diinhalasi (gas, debu, uap).

Ukuran dan bentuk berpengaruh dalam proses penimbunan debu, demikian pula

dengan kelarutannya. Bahan tersebut dapat menimbulkan fibrosis yang luas di

 paru dan dapat bersifat sebagai antigen asing yang masuk ke dalam paru. Faktor 

Page 3: 76505443-Proposal-KTI (1)

5/13/2018 76505443-Proposal-KTI (1) - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/76505443-proposal-kti-1 3/40

ekstrinsik lainnya adalah lamanya paparan, perilaku merokok, penggunaan alat

  pelindung diri (APD) terutama yang dapat melindungi sistem pernapasan, dan

kebiasaan berolah raga. Faktor intrinsik dari dalam diri manusia juga perlu

diperhatikan, terutama yang berkaitan dengan sistem pertahanan paru, baik secara

anatomis maupun fisiologis, jenis kelamin, riwayat penyakit yang pernah

diderita,

indeks massa tubuh (IMT) penderita dan kerentanan individu (Yulaekah, 2007).

Penumpukan dan pergerakan debu pada saluran napas dapat menyebabkan

 peradangan jalan napas. Peradangan ini dapat mengakibatkan penyumbatan jalan

napas sehingga dapat menurunkan kapasitas paru. Dampak paparan debu yang

terus menerus dapat menurunkan faal paru berupa obstruksi. Akibat penumpukan

debu yang tinggi di paru dapat menyebabkan kelainan dan kerusakan paru.

Penyakit akibat penumpukan debu pada paru disebut  pneumoconiosis. Salah satu

 bentuk kelainan paru yang bersifat menetap adalah berkurangnya elastisitas paru,

yang ditandai dengan penurunan pada kapasitas vital paru. Sebagai upaya

  pencegahan terhadap hal tersebut, penegakan diagnosis pada kasus penurunan

kapasitas paru harus dilakukan secara rutin, minimal setahun sekali dengan

melakukan pengukuran kapasitas paru (Yulaekah, 2007).

Pada penelitian sebelumnya disebutkan bahwa para pekerja di industri

tembakau memperlihatkan adanya gejala gangguan fungsi paru dan kerusakan

  paru-paru sebanyak 70,8%. Sebagian besar para pekerja tersebut adalah wanita

(Yanev, 2004). Wanita tergolong kelompok yang rawan terkena gangguan fungsi

  paru akibat paparan debu tembakau. Walaupun tenaga kerja yang mayoritas

Page 4: 76505443-Proposal-KTI (1)

5/13/2018 76505443-Proposal-KTI (1) - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/76505443-proposal-kti-1 4/40

 perempuan tidak menghirup asap rokok, mereka tetap berpotensi terkena toksin

yang terkandung dalam rokok karena intensif berhubungan dengan tembakau

hampir setiap hari. Debu tembakau dalam proses pemotongan, perajangan,

maupun produksi rokok bisa menganggu kesehatan (Lee, 2009).

Dalam kondisi tertentu, debu merupakan bahaya yang dapat menimbulkan

kerugian besar. Tempat kerja yang prosesnya mengeluarkan debu, dapat

menyebabkan gangguan penglihatan, gangguan fungsi paru, bahkan dapat

menimbulkan keracunan umum (Triatmo, 2006).

 Penyakit paru akibat debu industri mempunyai gejala dan tanda yang mirip

dengan penyakit paru lain yang tidak disebabkan oleh debu di lingkungan kerja.

Penegakan diagnosis perlu dilakukan melalui anamnesis yang teliti meliputi

riwayat pekerjaan dan hal-hal lain yang berhubungan dengan pekerjaan, karena

 penyakit baru timbul setelah paparan yang cukup lama (Mengkidi, 2006).

Mengingat dampak yang dapat ditimbulkan oleh paparan debu industri

terhadap kesehatan para pekerja, terutama pengaruhnya terhadap fungsi paru-paru

yang cukup besar, maka perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruh paparan

debu tembakau terhadap kesehatan para tenaga kerja wanita di perusahaan rokok.

1.2  Rumusan Masalah

Apakah paparan debu tembakau dapat menurunkan fungsi paru (FVC, FEV-

1, rasio FEV-1/FVC) pada tenaga kerja wanita di bagian pensortiran PT

Export Leaf Indonesia Station Lombok ?

Page 5: 76505443-Proposal-KTI (1)

5/13/2018 76505443-Proposal-KTI (1) - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/76505443-proposal-kti-1 5/40

1.3  Tujuan Penelitian

Mengetahui pengaruh paparan debu tembakau terhadap penurunan fungsi

 paru (FVC, FEV-1, rasio FEV-1/FVC) pada tenaga kerja wanita di bagian

 pensortiran PT Export Leaf Indonesia Station Lombok.

1.4  Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :

1.4.1 Bagi pekerja industri (masyarakat)

Sebagai bahan masukan mengenai bahaya pencemaran udara bagi kesehatan

  paru sehingga diperlukan adanya kesadaran untuk menggunakan alat

  pelindung diri (APD) untuk mengantisipasi paparan partikulat pencemar 

udara.

1.4.2 Bagi pemilik perusahaan/industri

Menjadi bahan masukan bagi perusahaan untuk mengambil langkah-

langkah kebijakan dalam menunjang pelaksanaan kesehatan dan

keselamatan kerja para pekerjanya.

1.4.3 Bagi peneliti

Sarana untuk menambah wawasan pengetahuan dan pengalaman sehingga

menjadi bekal di kemudian hari yang kelak dapat diterapkan dalam praktek 

yang sesungguhnya sehingga tercapai keselarasan antara teori dan praktek 

di lapangan sekaligus sebagai media belajar untuk dapat memecahkan

masalah secara ilmiah. 

Page 6: 76505443-Proposal-KTI (1)

5/13/2018 76505443-Proposal-KTI (1) - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/76505443-proposal-kti-1 6/40

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1  Anatomi Sistem Pernapasan

Sistem pernapasan merupakan saluran penghantar udara yang terdiri dari

  beberapa organ dasar seperti hidung, faring, laring, trakea, bronkus, dan paru-

  paru. Organ-organ ini bekerja sama dalam menerima udara bersih, pergantian

udara dari darah, dan mengeluarkan udara yang telah dimodifikasi (Seeley,

2004).

Sistem pernapasan dapat dibagi menjadi 2 bagian tergantung fungsinya,

yaitu konduksi, sebagai bagian yang berfungsi dalam proses penghantaran dan

  bagian respiratorik yang terdiri atas alveoli dan regio distal lainnya yang

 berfungsi dalam pertukaran gas. Organ-organ respirasi dapat dibagi lagi menurut

letaknya, yaitu upper respiratory tract yang terdiri dari daerah dari hidung hingga

laring dan lower respiratory tract  yang terdiri dari trakea, bronkus, bronkiolus,

dan paru-paru (Seeley, 2004).

Page 7: 76505443-Proposal-KTI (1)

5/13/2018 76505443-Proposal-KTI (1) - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/76505443-proposal-kti-1 7/40

Gambar 2.1 Sistem Pernapasan

Saluran pernapasan dari hidung sampai bronkiolus dilapisi oleh membran

mukosa bersilia. Ketika udara masuk melalui rongga hidung, maka udara

disaring, dihangatkan, dan dilembabkan. Ketiga proses ini merupakan fungsi

utama dari mukosa respirasi yang terdiri dari sel epitel bertingkat, bersilia, dan

  bersel goblet. Permukaan epitel diliputi oleh lapisan mukus yang disekresi oleh

sel goblet dan kelenjar mukosa. Partikel debu yang kasar disaring oleh rambut-

rambut yang terdapat dalam lubang hidung, sedangkan partikel yang halus akan

terjerat dalam lapisan mukus. Gerakan silia mendorong lapisan mukus ke bagian

  posterior di dalam rongga hidung dan ke bagian superior di dalam sistem

 pernapasan bagian bawah menuju ke faring. Dari sini partikel halus akan tertelan

atau dibatukkan keluar. Lapisan mukus memberikan air untuk kelembaban, dan

Page 8: 76505443-Proposal-KTI (1)

5/13/2018 76505443-Proposal-KTI (1) - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/76505443-proposal-kti-1 8/40

 banyaknya jaringan pembuluh darah di bawahnya akan menyuplai panas ke udara

inspirasi. Jadi udara inspirasi telah disesuaikan sehingga ketika mencapai faring

hampir bebas debu, bersuhu mendekati temperatur tubuh, dan kelembabannya

mencapai 100% (Price, 2006).

Udara akan mengalir dari faring menuju laring. Laring terdiri dari

rangkaian cincin tulang rawan yang dihubungkan oleh otot-otot dan mengandung

  pita suara. Laring juga mempunyai fungsi batuk untuk membantu menghalau

 benda-benda asing dan sekret keluar dari saluran pernapasan bagian bawah. Di

antara pita suara terdapat ruang berbentuk segitiga (glotis) yang bermuara ke

dalam trakea, dan merupakan pemisah antara saluran napas bagian atas dan

 bawah. Trakea disokong oleh cincin tulang rawan yang berbentuk seperti sepatu

kuda. Struktur trakea dan bronkus dianalogikan sebagai pohon trakeobronkial.

Tempat trakea bercabang menjadi bronkus utama kiri dan kanan disebut karina.

Karina memiliki banyak saraf dan dapat menyebabkan bronkospasme serta batuk 

yang berat jika dirangsang (Price, 2006).

Bronkus utama kiri dan kanan tidak simetris. Bronkus utama kanan lebih

  pendek dan lebar serta merupakan kelanjutan dari trakea yang arahnya hampir 

vertikal. Sebaliknya, bronkus utama kiri lebih panjang dan sempit serta

merupakan kelanjutan dari trakea dengan sudut yang lebih tajam. Oleh sebab itu,

  benda asing yang terhirup lebih sering tersangkut pada percabangan bronkus

kanan karena arahnya yang vertikal. Cabang utama bronkus kanan dan kiri akan

membentuk bronkus lobaris dan kemudian bronkus segmentalis. Percabangan ini

  berjalan terus menjadi bronkus yang ukurannya lebih kecil sampai akhirnya

Page 9: 76505443-Proposal-KTI (1)

5/13/2018 76505443-Proposal-KTI (1) - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/76505443-proposal-kti-1 9/40

membentuk bronkiolus terminalis, yaitu saluran udara terkecil yang tidak 

mengandung alveolus. Setelah bronkiolus terminalis terdapat asinus yang

merupakan unit fungsional paru sebagai temapat pertukaran udara. Asinus terdiri

dari bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris, dan sakus alveolaris terminalis

yang merupakan struktur akhir paru. Alveolus merupakan bagian dari struktur 

  paru-paru yang sangat fungsional. Alveolus merupakan kantong bundar 

 berdiameter 0.2-0.5 mm (Price, 2006).

Paru-paru merupakan organ yang luas, berbentuk konkaf pada bagian

  basalnya pada diafragma, serta berbentuk tumpul pada bagian apeksnya. Paru-

  paru merupakan muara dari bronkus, pembuluh darah, pembuluh limfe, dan

nervus. Paru-paru kiri berukuran lebih kecil daripada yang kanan akibat

kemiringan jantung ke sisi kiri. Paru-paru kiri memiliki dua lobus, yaitu lobus

superior dan lobus inferior. Kedua lobus ini dipisahkan oleh fisura obliqua.

Sedangkan paru-paru kanan memiliki tiga lobus, yaitu lobus superior, lobus

medius, dan lobus inferior. Ketiga lobus tersebut dipisahkan oleh fisura obliqua

dan fisura horizontalis (Price, 2006).

Pleura merupakan suatu lapisan membran serosa yang menutupi paru-paru.

Pleura ada dua macam, yaitu pleura viseralis yang menjulur ke dalam fisura, serta

  pleura parietalis yang melekat di mediastinum dan permukaan superior dari

diafragma. Di antara pleura parietalis dan pleura viseralis terdapat suatu ruangan

yang disebut   pleural cavity, yang diisi oleh cairan pelumas dengan beberapa

fungsi, contohnya sebagai lubrikan. Cairan pleural bersifat licin sehingga dapat

Page 10: 76505443-Proposal-KTI (1)

5/13/2018 76505443-Proposal-KTI (1) - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/76505443-proposal-kti-1 10/40

10 

mengurangi gesekan pada saat paru-paru mengembang. Selain itu, cairan pleural

 juga akan menciptakan suatu gradien tekanan di dalam paru-paru (Seeley, 2006).

2.2  Fisiologi Sistem Pernapasan

Sistem pernapasan mempunyai fungsi utama untuk menyediakan oksigen

(O2) dan mengeluarkan karbondioksida (CO2) dari tubuh. Fungsi ini merupakan

fungsi yang vital bagi kehidupan. Oksigen dibutuhkan dalam metabolisme sel

untuk menghasilkan energi bagi tubuh yang dipasok terus-menerus, sedangkan

karbondioksida merupakan bahan toksik yang harus segera dikeluarkan dari

tubuh. Bila CO2 menumpuk di dalam darah akan menyebabkan penurunan pH

sehingga dapat menimbulkan keadaan asidosis yang mengganggu fungsi tubuh

dan bahkan dapat menyebabkan kematian (Seeley, 2004).

Proses pernapasan berlangsung melalui beberapa tahapan, yaitu :

1)  Ventilasi paru, yang berarti pertukaran udara antara atmosfer dan alveolus

 paru

2)  Difusi oksigen dan karbondioksida antara alveoli dan darah

3)  Pengangkutan oksigen dan karbondioksida dalam darah dan cairan tubuh ke

dan dari sel jaringan tubuh (Guyton, 2006).

Udara bergerak masuk dan keluar paru karena adanya selisih tekanan yang

terdapat antara atmosfer dan alveolus akibat kerja mekanik otot-otot. Diantaranya

itu perubahan tekanan intrapulmonar, tekanan intrapleural, dan perubahan

volume paru (Guyton, 2006). Keluar masuknya udara pernapasan terjadi melalui

2 proses mekanik, yaitu :

Page 11: 76505443-Proposal-KTI (1)

5/13/2018 76505443-Proposal-KTI (1) - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/76505443-proposal-kti-1 11/40

11 

1)  Inspirasi : proses aktif dengan kontraksi otot-otot inspirasi untuk menaikkan

volume intratoraks, paru-paru ditarik dengan posisi yang lebih

mengembang, tekanan dalam saluran pernapasan menjadi negatif dan udara

mengalir ke dalam paru-paru.

2)  Ekspirasi : proses pasif dimana elastisitas paru (elastic recoil ) menarik dada

kembali ke posisi ekspirasi, tekanan recoil paru-paru dan dinding dada

seimbang, tekanan dalam saluran pernapasan menjadi sedikit positif 

sehingga udara mengalir keluar dari paru-paru, dalam hal ini otot-otot

 pernapasan berperan (Yulaekah, 2007).

2.2.1 Parameter Fungsi Paru

1)  Volume Paru

Ada empat jenis volume paru, yaitu :

a)  Volume tidal, yaitu jumlah udara yang dihirup atau dihembuskan

dalam satu siklus pernapasan normal. Besarnya kira-kira 500 ml

 pada rata-rata orang dewasa.

 b)  Volume cadangan inspirasi, yaitu jumlah maksimal udara yang

masih dapat dihirup setelah akhir inspirasi kuat. Biasanya mencapai

3.000 ml.

c)  Volume cadangan ekspirasi, yaitu jumlah maksimal udara yang

masih dapat dihembuskan sesudah akhir ekspirasi kuat. Jumlahnya

sekitar 1.100 ml.

Page 12: 76505443-Proposal-KTI (1)

5/13/2018 76505443-Proposal-KTI (1) - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/76505443-proposal-kti-1 12/40

12 

d)  Volume residu, yaitu jumlah udara yang masih ada di dalam paru

sesudah melakukan ekspirasi maksimal atau ekspirasi yang paling

kuat. Volume tersebut ± 1.200 ml (Guyton, 2006).

2)  Kapasitas Paru

Peristiwa dalam sikus paru mencakup dua atau lebih nilai volume

  paru. Kombinasi ini disebut kapasitas paru, yang dijelaskan sebagai

 berikut :

a)  Kapasitas inspirasi sama dengan volume tidal ditambah volume

cadangan inspirasi. Ini adalah jumlah udara (kira-kira 3.500 ml)

yang dapat dihirup oleh seseorang, dimulai pada tingkat ekspirasi

normal dan pengembangan paru sampai jumlah maksimal.

 b)  Kapasitas residu fungsional sama dengan volume cadangan

ekspirasi ditambah volume residu. Ini adalah jumlah udara yang

tersisa dalam paru pada akhir ekspirasi normal (kira-kira 2.300 ml).

c)  Kapasitas vital sama dengan volume cadangan inspirasi ditambah

volume tidal dan volume cadangan ekspirasi. Ini adalah jumlah

udara maksimum yang dapat dikeluarkan oleh seseorang dari paru,

setelah terlebih dahulu mengisi paru secara maksimum dan

kemudian mengeluarkan sebanyak-banyaknya (kira-kira 4.600 ml).

d)  Kapasitas paru total adalah volume maksimum yang dapat

mengembangkan paru sebesar mungkin dengan inspirasi sekuat

mungkin (kira-kira 5.800 ml). Jumlah ini sama dengan kapasitas

vital ditambah volume residu (Guyton, 2006).

Page 13: 76505443-Proposal-KTI (1)

5/13/2018 76505443-Proposal-KTI (1) - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/76505443-proposal-kti-1 13/40

13 

Gambar 2.2 Volume dan Kapasitas Paru

Semua volume dan kapasitas paru pada wanita 25% lebih kecil

dibandingkan dengan pria. Kapasitas vital rata-rata pria dewasa kira-kira 4,8 liter 

sedangkan wanita dewasa 3,1 liter. Pengukuran kapasitas vital paru seringkali

digunakan secara klinis sebagai indeks fungsi paru. Nilai tersebut memberikan

informasi mengenai kekuatan otot-otot pernapasan serta beberapa aspek fungsi

 pernapasan lainnya (Yulaekah, 2007).

2.2.2 Pengukuran Faal Paru

Pemeriksaan faal paru sangat dianjurkan bagi tenaga kerja, yaitu

menggunakan spirometer, karena pertimbangan biaya yang murah, ringan, praktis

Page 14: 76505443-Proposal-KTI (1)

5/13/2018 76505443-Proposal-KTI (1) - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/76505443-proposal-kti-1 14/40

14 

dibawa kemana-mana, akurasinya tinggi, cukup sensitif, tidak invasif dan dapat

memberi sejumlah informasi yang handal. Dari berbagai pemeriksaan faal paru,

yang sering dilakukan adalah :

1)  Kapasitas Vital (VC) adalah volume udara maksimal yang dapat

dihembuskan setelah inspirasi maksimal. Ada dua macam kapasitas vital

  paru berdasarkan cara pengukurannya, yaitu vital capacity (VC) dengan

subjek tidak perlu melakukan aktivitas pernapasan dengan kekuatan penuh

dan f orced vital capacity (FVC), subjek melakukan aktivitas pernapasan

dengan kekuatan maksimal. Pada orang normal tidak ada perbedaan antara

FVC dan VC, sedangkan pada kelainan obstruksi terdapat perbedaan antara

VC dan FVC. VC merupakan refleksi dari kemampuan elastisitas jaringan

  paru atau kekakuan pergerakan dinding toraks. VC yang menurun

menunjukkan kekakuan jaringan paru atau dinding toraks, sehingga dapat

dikatakan pemenuhan (compliance) paru atau dinding toraks mempunyai

korelasi dengan penurunan VC. Pada kelainan obstruksi ringan, VC hanya

mengalami penurunan sedikit atau mungkin normal.

2)   F orced Expiratory Volume in 1 Second  (FEV1) merupakan besarnya

volume udara yang dikeluarkan dalam satu detik pertama. Lama ekspirasi

 pertama pada orang normal berkisar antara 4-5 detik dan pada detik pertama

orang normal dapat mengeluarkan udara pernapasan sebesar 80% dari nilai

VC. Fase detik pertama ini dikatakan lebih penting dari fase-fase

selanjutnya. Adanya obstruksi pernapasan didasarkan atas besarnya volume

  pada detik pertama tersebut. Interpretasi tidak didasarkan pada nilai

Page 15: 76505443-Proposal-KTI (1)

5/13/2018 76505443-Proposal-KTI (1) - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/76505443-proposal-kti-1 15/40

15 

absolutnya tetapi pada perbandingan nilai FEV1 dengan FVC. Bila

FEV1/FVC kurang dari 75 % berarti abnormal. Pada penyakit obstruktif 

seperti bronkitis kronik atau emfisema terjadi pengurangan FEV1 yang

lebih besar dibandingkan kapasitas vital (kapasitas vital mungkin normal)

sehingga rasio FEV1/FVC kurang dari 75%.

Gambar 2.3 Klasifikasi Penilaian Fungsi Paru

2.2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kapasitas Fungsi Paru

1)  Jenis kelamin. Kapasitas vital rata-rata pria dewasa muda lebih kurang 4,6

liter dan perempuan muda kurang lebih 3,1 liter. Volume paru pria dan

wanita berbeda dimana kapasitas paru total pria 6,0 liter dan wanita 4,2

liter.

2)  Posisi tubuh. Nilai kapasitas fungsi paru lebih rendah pada posisi tidur 

dibandingkan posisi berdiri. Pada posisi tegak, ventilasi persatuan volume

  paru di bagian basis paru lebih besar dibandingkan dengan bagian apeks.

Hal ini terjadi karena pada awal inspirasi, tekanan intrapleura di bagian

Page 16: 76505443-Proposal-KTI (1)

5/13/2018 76505443-Proposal-KTI (1) - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/76505443-proposal-kti-1 16/40

16 

  basis paru kurang negatif dibandingkan bagian apeks, sehingga perbedaan

tekanan intrapulmonal-intrapleura di bagian basis lebih kecil dan jaringan

  paru kurang teregang. Keadaan tersebut menyebabkan persentase volume

 paru maksimal posisi berdiri lebih besar nilainya.

3)  Kekuatan otot-otot pernapasan. Pengukuran kapasitas fungsi paru

  bermanfaat dalam memberikan informasi mengenai kekuatan otot-otot

  pernapasan. Apabila nilai kapasitas normal tetapi nilai FEV1 menurun,

maka dapat mengakibatkan rasa nyeri, contohnya pada penderita asma.

4)  Ukuran dan bentuk anatomi tubuh. Obesitas meningkatkan resiko

 penurunan kapasitas residu ekspirasi dan volume cadangan ekspirasi dengan

semakin beratnya tubuh. Pada pasien obesitas, volume cadangan ekspirasi

lebih kecil daripada kapasitas vital sehingga dapat mengakibatkan sumbatan

saluran napas.

5)  Proses penuaan atau bertambahnya umur. Umur meningkatkan resiko

mortalitas dan morbiditas. Selain itu juga dapat terjadi penurunan volume

 paru statis, arus puncak ekspirasi maksimal, daya regang paru, dan tekanan

O2 paru. Aktivitas refleks saluran napas berkurang pada orang yang lanjut

usia, akibatnya kemampuan daya pembersih saluran napas juga berkurang.

Insiden tertinggi gangguan pernapasan biasanya pada usia dewasa muda.

Pada wanita frekuensi mencapai maksimal pada usia 40-50 tahun,

sedangkan pada pria frekuensi terus meningkat sampai sekurang-kurangnya

mencapai usia 60 tahun.

Page 17: 76505443-Proposal-KTI (1)

5/13/2018 76505443-Proposal-KTI (1) - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/76505443-proposal-kti-1 17/40

17 

6)  Daya pengembangan paru (compliance). Peningkatan volume dalam paru

menghasilkan tekanan positif, sedangkan penurunan volume dalam paru

menimbulkan tekanan negatif. Perbandingan antara perubahan volume paru

dengan satuan perubahan tekanan saluran udara menggambarkan

compliance jaringan paru dan dinding dada. Compliance paru sedikit lebih

 besar apabila diukur selama pengempisan paru dibandingkan diukur selama

 pengembangan paru.

7)  Masa kerja dan riwayat pekerjaan. Semakin lama tenaga kerja bekerja pada

lingkungan yang menyebabkan gangguan kesehatan, maka penurunan

fungsi paru pada orang tersebut akan bertambah dari waktu ke waktu.

8)  Riwayat penyakit paru. Banyak para pekerja yang terkena gangguan

  pernapasan bukan karena keturunan, melainkan akibat tertular oleh kuman

atau basilnya. Biasanya kuman tersebut berasal dari lingkungan rumah,

  pasar, terminal, stasiun, lingkungan kerja, ataupun tempat-tempat umum

lainnya.

9)  Olahraga rutin. Kebiasaan olah raga akan meningkatkan denyut jantung,

fungsi paru, dan metabolisme saat istirahat.

10)  Kebiasaan merokok. Tembakau merupakan penyebab penyakit gangguan

fungsi paru-paru yang bersifat kronis dan obstruktif, yang pada akhirnya

dapat menurunkan daya tahan tubuh (Yulaekah, 2007).

Page 18: 76505443-Proposal-KTI (1)

5/13/2018 76505443-Proposal-KTI (1) - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/76505443-proposal-kti-1 18/40

18 

2.3  Gangguan Fungsi Paru

Pada individu normal terjadi perubahan (nilai) fungsi paru secara fisiologis

sesuai dengan perkembangan umur dan pertumbuhan parunya (lung growth).

Mulai dari fase anak sampai kira- kira umur 22-24 tahun terjadi pertumbuhan

 paru sehingga pada waktu itu nilai fungsi paru semakin besar bersamaan dengan

  pertambahan umur. Beberapa waktu nilai fungsi paru menetap (stasioner)

kemudian menurun secara gradual, biasanya pada usia 30 tahun mulai mengalami

  penurunan, selanjutnya nilai fungsi paru mengalami penurunan rata-rata sekitar 

20 ml tiap pertambahan satu tahun usia seseorang (Yulaekah, 2007).

Gangguan fungsi ventilasi paru menyebabkan jumlah udara yang masuk ke

dalam paru-paru akan berkurang dari normal. Gangguan fungsi ventilasi paru

yang utama adalah :

1)  Restriksi, yaitu penyempitan saluran paru-paru yang diakibatkan oleh bahan

yang bersifat alergen seperti debu, spora jamur, dan sebagainya, yang

mengganggu saluran pernapasan.

2)  Obstruksi, yaitu penurunan kapasitas fungsi paru yang diakibatkan oleh

  penimbunan debu-debu sehingga menyebabkan penurunan kapasitas fungsi

 paru.

3)  Kombinasi obstruksi dan restriksi (mixed), yaitu terjadi juga karena proses

  patologi yang mengurangi volume paru, kapasitas vital dan aliran udara,

yang juga melibatkan saluran napas. Rendahnya FEVl/FVC (%) merupakan

suatu indikasi obstruktif saluran napas dan kecilnya volume paru

merupakan suatu restriktif (Yulaekah, 2007).

Page 19: 76505443-Proposal-KTI (1)

5/13/2018 76505443-Proposal-KTI (1) - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/76505443-proposal-kti-1 19/40

19 

2.4  Debu

2.4.1 Pengertian Debu

Debu merupakan salah satu bahan yang sering disebut sebagai partikel yang

melayang di udara dengan ukuran 1 mikron sampai dengan 500 mikron. Partikel

debu akan berada di udara dalam waktu yang relatif lama dalam keadaan

melayang-layang di udara, kemudian masuk ke dalam tubuh manusia melalui

 pernapasan (Pudjiastuti, 2002).

Debu industri yang terdapat dalam udara dibagi menjadi dua, yaitu :

1)  Deposit Particulate Matter (DPM) merupakan partikel debu yang hanya

sementara berada di udara, partikel ini segera mengendap di udara oleh

karena gaya gravitasi bumi.

2)  Suspended Particulate Matter (SPM) merupakan debu yang tetap berada di

udara dan tidak mengendap (Ashari, 2006).

Beberapa jenis debu dapat menyebabkan penyakit pernapasan atau paru,

diantaranya berupa debu organik dan anorganik. Debu organik dapat

menyebabkan penyakit pernapasan. Ini karena kepekaan dari saluran napas

 bagian bawah terutama alveoli terhadap debu meningkat. Kepekaan inilah yang

mengakibatkan penyempitan saluran nafas, hingga dapat menghambat aliran

udara yang keluar masuk paru, dan akibatnya terjadi sesak nafas (Heqris, 2009).

Sedangkan debu anorganik, bila terhirup dalam jumlah banyak, dapat

menimbulkan gangguan paru pula. Debu ini banyak menyerang para pekerja di

  pabrik semen, asbes, keramik, tambang emas atau besi. Debu ini mengandung

  partikel-partikel besi, timah putih, asbes dan lainnya. Kemampuan debu untuk 

Page 20: 76505443-Proposal-KTI (1)

5/13/2018 76505443-Proposal-KTI (1) - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/76505443-proposal-kti-1 20/40

20 

  bisa masuk ke dalam paru tergantung dari besar kecilnya partikel tersebut

(Heqris, 2009).

Ada 4 pengaruh fisik dari partikel debu yang mengendap di dalam saluran

 pernapasan, yaitu :

1)  Debu berukuran 5-10 mikron yang mengendap pada dinding saluran

 pernapasan bagian atas dapat menimbulkan efek berupa iritasi yang ditandai

dengan gejala faringitis.

2)  Debu berukuran 2-3 mikron yang mengendap lebih dalam pada

 bronkus/bronkiolus dapat menimbulkan efek berupa bronchitis, alergi, atau

asma.

3)  Debu yang berukuran 1-3 mikron yang mengendap di alveoli, dimana

gerakannya sejalan dengan kecepatan yang konstan.

4)  Debu yang berukuran 0.1-1 mikron karena terlalu ringan tidak dapat

menempel pada saluran napas tetapi mengikuti gerak brown dan berada

dalam bentuk suspensi (Pudjiastuti, 2002). 

Menurut WHO 1996, ukuran debu partikel yang membahayakan adalah

  berukuran 0,1-5 atau 10 mikron, sedangkan Depertemen Kesehatan

mengisaratkan bahwa ukuran debu yang membahayakan berkisar antara 0,1

sampai 10 mikron (Pudjiastuti, 2002). 

2.4.2 Mekanisme Penimbunan Debu pada Saluran Pernapasan

Mekanisme penimbunan debu dalam paru diawali dengan proses inhalasi

debu dalam bentuk partikel debu solid atau suatu campuran dengan asap

Page 21: 76505443-Proposal-KTI (1)

5/13/2018 76505443-Proposal-KTI (1) - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/76505443-proposal-kti-1 21/40

21 

(Mengkidi, 2006). Mekanisme penimbunan debu di dalam paru-paru terjadi

dalam 3 mekanisme, yaitu :

1)  Pengaruh inersia menyebabkan timbulnya kelembaban dari debu itu sendiri

yang ketika bergerak dan melalui belokan-belokan, debu menjadi lebih

mudah masuk akibat adanya dorongan dari aliran udara. Sepanjang saluran

  pernapasan yang lurus, debu akan mengikuti aliran pernapasan lurus ke

dalam, sedangkan partikel-partikel yang besar yang tidak ikut dalam aliran

udara tersebut akan mencari tempat-tempat yang lebih ideal untuk 

menempel atau mengendap seperti pada lekukan selaput lendir dalam

saluran pernapasan.

2)  Pengaruh sedimentasi terjadi di saluran-saluran pernapasan dengan

kecepatan arus udara kurang dari 1 cm/detik, sehingga partikel-partikel

tersebut dapat melewati gaya berat dan akhirnya mengendap di saluran

 pernapasan.

3)  Gerakan Brown berlaku untuk debu-debu yang berukuran kurang dari 0.1

mikron. Melalui gerakan udara, partikel debu yang masuk ke dalam tubuh

akan mengganggu alveoli kemudian mengendap di sana (Ashari, 2006).

Partikel debu yang masuk ke dalam paru-paru akan membentuk fokus dan

  berkumpul di bagian awal saluran limfe paru. Debu ini akan difagositosis oleh

makrofag. Debu yang bersifat toksik terhadap makrofag akan merangsang

terbentuknya makrofag baru. Pembentukan dan destruksi makrofag yang terus-

menerus berperan penting dalam pembentukan jaringan ikat kolagen dan

 pengendapan hialin pada jaringan ikat tersebut. Fibrosis ini terjadi pada parenkim

Page 22: 76505443-Proposal-KTI (1)

5/13/2018 76505443-Proposal-KTI (1) - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/76505443-proposal-kti-1 22/40

22 

 paru yaitu pada dinding alveoli dan jaringan ikat interstisial. Akibat fibrosis paru

akan terjadi penurunan elastisitas jaringan paru (pergeseran jaringan paru) dan

menimbulkan ganggguan pengembangan paru. Bila pengerasan alveoli mencapai

10% akan terjadi penurunan elastisitas paru yang menyebabkan kapasitas vital

  paru akan menurun dan dapat mengakibatkan menurunnya suplai oksigen ke

dalam jaringan otak, jantung dan bagian-bagian tubuh lainnya (Mengkidi, 2006).

2.4.3 Pengaruh Debu terhadap Saluran Pernapasan

Untuk mendapatkan energi, manusia memerlukan oksigen yang digunakan

untuk pembakaran zat makanan dalam tubuh. Pemenuhan kebutuhan oksigen

tersebut diperoleh dari udara melalui proses respirasi. Paru merupakan salah satu

organ sistem respirasi yang berfungsi sebagai tempat penampungan udara,

sekaligus merupakan tempat berlangsungnya pengikatan oksigen oleh

hemoglobin. Interaksi udara dengan paru berlangsung setiap saat, oleh karena itu

kualitas udara yang terinhalasi sangat berpengaruh terhadap faal paru. Faktor-

faktor yang mempengaruhi pencemaran udara yaitu kelembaban, suhu, dan

 penyebaran (Mengkidi, 2006).

Pada udara yang dalam keadaan tercemar, partikel polutan ikut terinhalasi

dan sebagian akan masuk ke dalam paru. Selanjutnya sebagian partikel akan

mengendap di alveoli. Dengan adanya pengendapan partikel dalam alveoli, ada

kemungkinan terjadinya penurunan fungsi paru. Terdapatnya debu di dalam

alveolus akan menyebabkan terjadinya statis partikel debu dan dapat

menyebabkan kerusakan dinding alveolus (Mengkidi, 2006).

Page 23: 76505443-Proposal-KTI (1)

5/13/2018 76505443-Proposal-KTI (1) - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/76505443-proposal-kti-1 23/40

23 

Faktor yang dapat berpengaruh pada inhalasi bahan pencemar ke dalam

  paru adalah faktor komponen fisik, faktor komponen kimiawi dan faktor 

  penderita itu sendiri. Aspek komponen fisik yang pertama adalah keadaan dari

  bahan yang diinhalasi (gas, debu, uap). Ukuran dan bentuk akan berpengaruh

dalam proses penimbunan dalam paru, demikian juga dengan kelarutan dan nilai

higroskopisitasnya. Komponen kimia yang berpengaruh antara lain

kecenderungan untuk bereaksi dengan jaringan sekitarnya, keasaman atau tingkat

alkalisitasnya yang tinggi sehingga dapat merusak silia atau sistem enzim. Bahan-

  bahan tersebut dapat menimbulkan fibrosis yang luas di jaringan paru-paru dan

dapat bersifat sebagai antigen asing yang masuk ke dalam paru-paru (Mengkidi,

2006).

Selain itu, faktor individual seseorang juga penting untuk diperhitungkan.

Sistem pertahanan paru baik secara antomis maupun secara fisiologis, merupakan

satu mekanisme yang baik dalam melindungi saluran pernapasan. Mekanisme ini

tentu saja dapat terganggu, baik karena faktor bawaan maupun lingkungan.

Orang-orang tertentu mempunyai silia yang aktif sekali bekerja menyapu debu

yang masuk, sementara pada sebagian orang lain gerak cambuk silia relatif lebih

lambat (Mengkidi, 2006). Jadi gangguan pernapasan akibat inhalasi debu dapat

dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain faktor debu itu sendiri, yaitu ukuran

 partikel, bentuk, daya larut, konsentrasi, sifat kimiawi, lama pajanan, dan faktor 

individu yang berupa mekanisme pertahanan tubuh (Ashari, 2006).

Page 24: 76505443-Proposal-KTI (1)

5/13/2018 76505443-Proposal-KTI (1) - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/76505443-proposal-kti-1 24/40

24 

2.5  Alat Pelindung Diri

Dalam suatu kegiatan industri, paparan dan resiko yang ada di tempat kerja

tidak selalu dapat dihindari. Upaya untuk pencegahan terhadap kemungkinan

  penyakit akibat kerja dan kecelakaan kerja harus senantiasa dilakukan. Ada

  beberapa alternatif pengendalian (secara teknis dan administrasi) yang bisa

dilaksanakan, namun mempunyai beberapa kendala. Pilihan yang sering

dilakukan adalah melengkapi tenaga kerja dengan alat pelindung diri yang

sebenarnya merupakan suatu keharusan. Hal ini sesuai dengan UU No.1 Tahun

1970 tentang Keselamatan Kerja, khususnya pasal 9, 12 dan 14 yang mengatur 

  penyediaan dan penggunaan alat pelindung diri di tempat kerja, baik bagi

 pengusaha maupun tenaga kerja (Mengkidi, 2006).

Secara sederhana yang dimaksud dengan alat pelindung diri adalah

seperangkat alat yang digunakan tenaga kerja untuk melindungi sebagian atau

seluruh tubuhnya dari potensi bahaya atau kecelakaan kerja. APD tidak secara

sempurna melindungi tubuh tetapi dapat mengurangi tingkat keparahan yang

akan terjadi. Pengendalian ini sebaiknya tetap dipadukan dan sebagai pelengkap

 pengendalian administratif. APD yang cocok bagi tenaga kerja yang berada pada

lingkungan kerja yang mempunyai paparan debu dengan konsentrasi tinggi

adalah alat pelindung pernapasan yang berfungsi untuk melindungi pernapasan

terhadap gas, uap, debu, atau udara yang terkontaminasi di tempat kerja yang

 bersifat racun, korosi, maupun rangsangan. Alat pelindung pernapasan terdiri dari

:

Page 25: 76505443-Proposal-KTI (1)

5/13/2018 76505443-Proposal-KTI (1) - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/76505443-proposal-kti-1 25/40

25 

1)  Masker, berfungsi untuk melindungi saluran pernapasan dari debu/partikel-

  partikel yang lebih besar yang masuk ke dalam saluran pernapasan, dapat

terbuat dari kain dengan ukuran pori-pori tertentu.

2)  Respirator, berfungsi untuk melindungi saluran pernapasan dari debu,

kabut, uap logam, asap, dan gas (Mengkidi, 2006).

Page 26: 76505443-Proposal-KTI (1)

5/13/2018 76505443-Proposal-KTI (1) - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/76505443-proposal-kti-1 26/40

26 

2.6  Kerangka Konsep Penelitian

2.7  Hipotesis

Terdapat perbedaan nilai fungsi paru (FVC, FEV-1, rasio FEV-1/FVC)

  pada tenaga kerja wanita yang terpapar debu dengan tenaga kerja wanita

yang tidak terpapar debu di PT Export Leaf Indonesia Station Lombok.

Penurunan FVC, FEV-1,

rasio FEV-1/FVC

Gangguan Fungsi Paru

Status Gizi

Ruang Pensortiran

Daun Tembakau

Penggunaan APD

Umur 

Kebiasaan Merokok 

Riwayat Penyakit

Masa Kerja

Kebiasaan Olahraga

Kadar partikel

di udara

Kadar partikel debu

yang terhisap

Page 27: 76505443-Proposal-KTI (1)

5/13/2018 76505443-Proposal-KTI (1) - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/76505443-proposal-kti-1 27/40

27 

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1  Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian analitik non-eksperimental dengan

menggunakan studi cross sectional . Pada penelitian cross sectional  peneliti

mencari hubungan antara variabel bebas (faktor risiko) dengan variabel

tergantung (efek/penyakit) pada satu saat tertentu.

Pada penelitian ini terdapat dua kelompok penelitian, yaitu kelompok 

dengan faktor risiko dan kelompok tanpa faktor risiko. Kelompok dengan faktor 

risiko adalah tenaga kerja wanita yang bekerja di bagian pensortiran PT Export

Leaf Indonesia Station Lombok, sedangkan kelompok tanpa faktor risiko yang

diteliti adalah tenaga kerja wanita yang tidak terpapar debu tembakau pada PT

Export Leaf Indonesia Station Lombok.

3.2  Populasi dan Sampel Penelitian

3.2.1  Populasi Penelitian

Populasi pada penelitian ini merupakan populasi terbatas waktu dan

tempat, yaitu para tenaga kerja wanita yang bekerja di PT Export Leaf Indonesia

Station Lombok di Desa Praubanyar, Kecamatan Terara, Kabupaten Lombok 

Timur.

Page 28: 76505443-Proposal-KTI (1)

5/13/2018 76505443-Proposal-KTI (1) - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/76505443-proposal-kti-1 28/40

28 

3.2.2  Sampel Penelitian

3.2.2.1 Kriteria Pemilihan Sampel

1)  Kriteria Inklusi :

a)  Tenaga kerja yang bersedia menjadi subjek penelitian setelah

menandatangani permohonan persetujuan (informed concent ).

 b)  Tenaga kerja yang berusia 20-35 tahun.

c)  Tenaga kerja yang telah bekerja selama 4-6 kali masa kontrak. Satu

kali masa kontrak berlangsung dari bulan Juli November tiap

tahunnya.

d)  Tenaga kerja yang tidak memiliki faktor-faktor risiko lainnya, seperti

  perokok aktif, sedang menderita penyakit pada sistem pernapasan

(batuk, flu, bronkitis akut, tuberculosis, dan tumor paru), sedang

menjalani terapi akibat menderita penyakit pada sistem pernapasan,

dan orang yang memiliki riwayat genetik terhadap gangguan

 pernapasan tertentu (asma).

e)  Tenaga kerja dengan status gizi baik.

2)  Kriteria Eksklusi :

a)  Tenaga kerja yang memiliki tempat tinggal atau bertempat tinggal di

lingkungan dengan paparan jenis debu lainnya yang cukup banyak.

 b)  Tenaga kerja yang memiliki tempat tinggal dengan jarak yang jauh

dari tempat kerja sehingga kemungkinan untuk terpapar jenis debu

lainnya cukup besar.

Page 29: 76505443-Proposal-KTI (1)

5/13/2018 76505443-Proposal-KTI (1) - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/76505443-proposal-kti-1 29/40

29 

3.2.2.2 Cara Pemilihan Sampel

Pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah dengan cara acak 

sederhana ( simple random sampling ) karena anggota populasi bersifat homogen

dan setiap anggota atau unit dari populasi mempunyai kesempatan yang sama

untuk diseleksi sebagai sampel.

3.2.2.3 Besar Sampel

Pada penelitian ini dipilih sekelompok tenaga kerja wanita pada bagian

  pensortiran di PT Export Leaf Indonesia Station Lombok yang terpapar debu

tembakau dan memenuhi kriteria-kriteria inklusi tertentu. Besar sampel penelitian

dihitung dengan rumus : 

 

Keterangan :

y  n : besar sampel

y  s : simpang baku kedua kelompok (dari pustaka)

y  x1-x2 : perbedaan klinis yang diinginkan (clinical judgement )

y  : kesalahan tipe I (ditetapkan)

y  : kesalahan tipe II (ditetapkan)

3.3  Variabel Penelitian

Berdasarkan fungsi dan perannya, maka variabel penelitian dapat

diklasifikasikan menjadi :

Page 30: 76505443-Proposal-KTI (1)

5/13/2018 76505443-Proposal-KTI (1) - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/76505443-proposal-kti-1 30/40

30 

1)  Variabel bebas : paparan debu tembakau

2)  Variabel tergantung : penurunan fungsi paru (FVC, FEV-1, rasio FEV-

1/FVC) pada tenaga kerja wanita di PT Export Leaf Indonesia Station

Lombok.

3)  Variabel kendali (kontrol) : umur, masa kerja, dan status gizi.

3.4  Definisi Operasional Variabel

1)  Paparan debu tembakau : konsentrasi debu yang didapatkan oleh seseorang

dalam jangka waktu tertentu sehingga menyebabkan terjadinya iritasi,

kerusakan jaringan paru yang irreversibel, hingga suatu tingkatan yang

dapat mencederai dan mengurangi efisiensi fungsi paru.

2)  Penurunan fungsi paru : abnormalitas secara struktural dan fungsional pada

 bagian, organ, ataupun sistem pernapasan, yang ditandai dengan penurunan

indeks fungsi paru (FVC, FEV-1, rasio FEV-1/FVC).

3)  FVC : volume udara yang dapat diekspirasi secara paksa setelah inspirasi

secara maksimal.

4)  FEV-1 : volume udara yang diekspirasikan secara paksa pada detik pertama

saat ekspirasi. Fase detik pertama ini dapat menunjukkan adanya obstruksi

  pernapasan yang didasarkan atas besarnya volume pada detik pertama

tersebut.

5)  Rasio FEV-1/FVC : perbandingan antara nilai FEV-1 dengan FVC. Bila

FEV1/FVC kurang dari 80% menunjukkan adanya kelainan obstruktif.

Contohnya pada bronkitis kronik, terjadi pengurangan FEV-1 yang lebih

Page 31: 76505443-Proposal-KTI (1)

5/13/2018 76505443-Proposal-KTI (1) - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/76505443-proposal-kti-1 31/40

31 

  besar dibandingkan kapasitas vital (kapasitas vital mungkin normal)

sehingga rasio FEV-1/FVC kurang dari 80%.

6)  Tenaga kerja wanita : para wanita yang bekerja di PT Export Leaf Indonesia

Station Lombok.

7)  Umur : lamanya orang hidup yang dihitung sejak orang tersebut terlahir 

sampai pada waktu dilakukan penelitian ini, data diperoleh dari hasil

  pengisian kuesioner.

8)  Masa kerja : lamanya seseorang bekerja di PT Export Leaf Indonesia

Station Lombok yang dihitung pada saat ia mulai bekerja sampai dengan

sekarang, diperoleh dari hasil pengisian kuesioner.

9)  Status gizi : gambaran kesehatan seseorang pada waktu tertentu yang dinilai

dengan menentukan Indeks Massa Tubuh (IMT).

3.5 

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di PT Export Leaf Indonesia Station Lombok di

Desa Praubanyar, Kecamatan Terara, Kabupaten Lombok Timur, Provinsi NTB.

Pengambilan data dilakukan dari bulan September sampai dengan Oktober 2011.

3.6  Alat Pengumpulan Data

Alat ukur atau instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

a)  Kuisioner 

 b)  Timbangan berat badan

c)  Alat ukur (microtoise) untuk tinggi badan

Page 32: 76505443-Proposal-KTI (1)

5/13/2018 76505443-Proposal-KTI (1) - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/76505443-proposal-kti-1 32/40

32 

d)  Spirometri

e)  Kapas atau tissue

f)  Alkohol

3.7  Prosedur Penelitian

3.7.1  Permohonan Persetujuan ( Informed Concent )

Para tenaga kerja wanita yang akan diteliti sebelumnya harus

menandatangani surat persetujuan untuk ikut serta dalam penelitian. Hal ini

sangat penting karena semua penelitian dengan subjek manusia baru dapat

dilaksanakan bila telah diperoleh persetujuan dari calon sampel penelitian.

3.7.2  Pengisian Kuisioner

Kuisioner merupakan salah satu instrumen penilaian yang paling sering

digunakan untuk studi cross sectional . Oleh karena itu, pada penelitian ini juga

dilakukan pengisian kuisioner oleh para tenaga kerja wanita yang bekerja di PT

Export Leaf Indonesia Station Lombok. Pengisian kuisioner dilakukan untuk 

menentukan subjek yang memenuhi kriteria inklusi. Dari hasil pengisian

kuisioner tadi akan diperoleh data mengenai para tenaga kerja wanita di PT

Export Leaf Indonesia Station Lombok  yang berisiko dan tidak berisiko terhadap

 paparan debu tembakau.

3.7.3  Pemeriksaan Fungsi Paru

Tenaga kerja wanita dengan ataupun tanpa faktor risiko terpapar debu

tembakau selanjutnya akan melakukan pengukuran kapasitas ventilasi.

Pengukuran ini dilakukan dengan merekam kapasitas vital paksa (FVC)

Page 33: 76505443-Proposal-KTI (1)

5/13/2018 76505443-Proposal-KTI (1) - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/76505443-proposal-kti-1 33/40

33 

menggunakan spirometer. Nilai FVC pada keadaan normal kurang lebih sama

dengan kapasitas vital (VC), tetapi akan sangat berkurang pada mereka yang

menderita obstruksi saluran napas. Perbedaan yang besar terlihat dari jumlah

udara yang dapat diekspirasikan setiap detiknya, terutama pada detik pertama.

Oleh karena itu biasanya juga dilakukan pengukuran terhadap volume ekspirasi

  paksa selama detik pertama (FEV-1). FEV-1 merupakan petunjuk yang sangat

 berharga untuk mengetahui adanya gangguan kapasitas ventilasi.

Pengukuran nilai FEV-1 dan FVC pada penelitian ini dilakukan dengan

cara membandingkan nilai mutlak yang didapatkan dari hasil pengukuran dengan

nilai prediksi (normal) yang telah ada berdasarkan usia dan tinggi badan

seseorang. Dari hasil perbandingan tersebut akan didapatkan nilai dalam bentuk 

  persentase yang menunjukkan apakah seorang responden mengalami penurunan

fungsi paru atau tidak.

Pada penelitian ini juga akan dilakukan pengukuran terhadap rasio FEV-

1/FVC. Pada orang normal, persentase FEV-1 dibagi dengan FVC adalah sebesar 

80%. Rasio ini besar sekali manfaatnya untuk membedakan antara penyakit-

 penyakit yang disebabkan oleh obstruksi saluran napas dengan penyakit-penyakit

yang tidak dapat membuat paru-paru mengembang sepenuhnya. Pada penyakit

obstruktif, seperti bronkhitis kronis, terjadi penurunan rasio FEV-1/FVC kurang

dari 80%.

Page 34: 76505443-Proposal-KTI (1)

5/13/2018 76505443-Proposal-KTI (1) - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/76505443-proposal-kti-1 34/40

34 

3.8  Prosedur Pengukuran

1) 

Pengukuran Berat Badan

a)  Pemeriksa memberikan informasi mengenai pemeriksaan yang akan

dilakukan.

 b)  Pasien diminta naik ke timbangan berat badan yang sudah dikalibrasi

dengan baik.

c)  Bacalah hasil pemeriksaan dan catat hasil yang didapatkan.

2)  Pengukuran Tinggi Badan

a)  Pemeriksa memberikan informasi terlebih dahulu tentang pemeriksaan

yang akan dilakukan.

 b)  Minta responden melepaskan alas kaki (sandal/sepatu), topi (penutup

kepala).

c)  Reponden diminta berdiri tegak dengan posisi kepala dan bahu bagian

 belakang, lengan, pantat dan tumit menempel pada dinding tempat alat

ukur (microtoise) dipasang.

d)  Pandangan lurus ke depan, dan tangan dalam posisi tergantung bebas.

e)  Gerakan alat ukur sampai menyentuh bagian atas kepala responden.

Pastikan alat ukur berada tepat di tengah kepala responden. Dalam

keadaan ini bagian belakang alat ukur harus tetap menempel pada

dinding.

f)  Lakukan pengukuran tinggi badan pada responden tersebut. 

g)  Catat hasil yang didapatkan. 

Page 35: 76505443-Proposal-KTI (1)

5/13/2018 76505443-Proposal-KTI (1) - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/76505443-proposal-kti-1 35/40

35 

3)  Penilaian Status Gizi (Pengukuran IMT)

Status gizi dinilai dengan menentukan indeks massa tubuh (IMT) para

responden berdasarkan hasil pengukuran berat badan dan tinggi badan.

 

Skala pengukuran :

a)  Status gizi kurang : skor IMT < 18,5 

 b)  Status gizi baik (normal) : skor IMT 18,5 24,9

c)  Status gizi lebih (overweight dan obesitas) : skor IMT > 25 

4)  Pengukuran Spirometri

Prosedur pemeriksaan faal paru dengan spirometri :

a)  Meminta persetujuan pasien

 b)  Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.

c)  Menjelaskan kepada pasien mengenai prosedur pemeriksaan yang

akan dilakukan

d)  Memposisikan pasien, berdiri tegak dan mouthpiece dipegang di

tangan kanan.

e)  Meminta pasien untuk menarik napas sedalam mungkin, setelah itu

cuping hidung ditutup dengan tangan kiri dan mouthpiece diletakkan

  pada mulut serapat mungkin, selanjutnya pasien melakukan ekspirasi

maksimal melalui mulut.

f)  Untuk melakukan pemeriksaan FVC, mula-mula orang yang diperiksa

melakukan inspirasi maksimal sampai kapasitas paru total, kemudian

Page 36: 76505443-Proposal-KTI (1)

5/13/2018 76505443-Proposal-KTI (1) - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/76505443-proposal-kti-1 36/40

36 

melakukan ekspirasi ke dalam spirometer dengan upaya ekspirasi

maksimal secepatnya dan sesempurna mungkin.

g)  Selain itu juga dilakukan pengukuran terhadap volume ekspirasi paksa

selama detik pertama (FEV-1).

h)  Catat hasil pemeriksaan.

i)  Pemeriksaan dilakukan sebanyak 3 kali dan diambil hasil yang

reproduksibel.

3.9  Analisis Data

Data yang didapatkan disajikan dalam bentuk tabel dan gambar. Untuk 

menganalisis perbedaan nilai faal paru pada kelompok dengan dan tanpa faktor 

risiko paparan debu tembakau digunakan uji-t independen dengan interval

kepercayaan 95% (IK95%). Uji-t independen digunakan untuk menganalisis data

dengan variabel bebas yang berskala nominal dan variabel tergantung dengan

skala numerik.

Page 37: 76505443-Proposal-KTI (1)

5/13/2018 76505443-Proposal-KTI (1) - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/76505443-proposal-kti-1 37/40

37 

3.10  Alur Penelitian

Permohonan persetujuan Pengisian kuisioner 

Kriteria inklusi Kriteria eksklusi

Populasi tenagakerja wanita

Besar sampelSimple random sampling 

Dilakukan pengukuran fungsi paru

menggunakan spirometer 

 Nilai fungsi paru

(FVC, FEV-1, rasio FEV-1/FVC)

Faktor risiko (+) Faktor risiko (-)

Efek (+) A Efek (-) B Efek (+) C Efek (-) D

Analisis data

(uji t-independen)

Faktor risiko (+)

Faktor risiko (-)

Page 38: 76505443-Proposal-KTI (1)

5/13/2018 76505443-Proposal-KTI (1) - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/76505443-proposal-kti-1 38/40

38 

DAFTAR PUSTAKA

Ashari, Irwan. 2006.  P enyakit  P aru Akibat Gangguan Kerja. Available from :

http://unhas.ac.id/Irwanashari.pdf  (Accessed : 2011, February 14)

Guyton & Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. EGC : Jakarta.

Lee, Antony. 2009.   Kesehatan Ribuan Buruh  P erempuan  P abrik Rokok 

 Diperiksa. Available from :

http://kesehatan.kompas.com/read/2009/10/29/18131659/Kesehatan.

Ribuan.Buruh.Perempuan.Pabrik.Rokok.Diperiksa (Accessed : 2011,

February 12)

Likke, et al. 2000. Analisis Cost-Benefit Terhadap Industri Rokok di Indonesia.

Available from :

http://puslit2.petra.ac.id/ejournal/index.php/man/article/viewPDFInterstitial

/ 15604/15596 (Accessed : 2011, February 13)

Mengkidi, Dorce. 2006. Gangguan Fungsi   P aru & Faktor yang 

 Mempengaruhinya  P ada Karyawan  P T. Semen Tonasa  P angkep

  Sulawesi Selatan. Available from :

http://eprints.undip.ac.id/15485/1/Dorce_Mengkidi.pdf  (Accessed : 2011,

February 13)

Mustajbegovic, et al. 2003.   Respiratory Findings in Tobacco Workers.

Available from :

http://chestjournal.chestpubs.org/content/123/5/1740.full.pdf  (Accessed : 2011, February 14)

Page 39: 76505443-Proposal-KTI (1)

5/13/2018 76505443-Proposal-KTI (1) - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/76505443-proposal-kti-1 39/40

39 

Price & Wilson, 2006.  P atofisiologi : Konsep Klinis  P roses- P roses  P enyakit .

Edisi 6. Volume 2. EGC : Jakarta.

Pudjiastuti, Wiwiek. 2002.   Debu Sebagai Bahan  P encemar yang 

  Membahayakan Kesehatan Kerja. Available from : http://www.mail-

archive.com/penggemar-sepeda-jelajah-

[email protected]/msg00843/debu.pdf  (Accessed : 2011,

February 15)

Seeley, et al. 2004.   Anatomy &  P hysiology. Sixth Edition. The McGraw-Hill

Companies.

Sudigdo, 2008.  Dasar-Dasar Metodologi  P enelitian Klinis. Edisi 3. Sagung Seto

: Jakarta.

Triatmo, et al. 2006.  P aparan Debu Kayu dan Gangguan Fungsi   P aru  P ada

 P ekerja Mebel (Studi di   P T Alis Jaya Ciptatama). Jurnal Kesehatan

Lingkungan Indonesia Volume 5 Nomor 2. Available from :

http://ejournal.undip.ac.id/index.php/jkli/article/view/213 (Accessed : 2011,

February 12)

Yanev & Kostianev. 2004.  Respiratory Findings in Tobacco Industry Workers.

Available from :

http://chestjournal.chestpubs.org/content/123/5/1740.full.pdf  (Accessed :

2011, February 12)

Yulaekah, Siti. 2007.  P aparan Debu & Gangguan Fungsi  P aru  P ada  P ekerja

  Industri Batu Kapur . Available from :

Page 40: 76505443-Proposal-KTI (1)

5/13/2018 76505443-Proposal-KTI (1) - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/76505443-proposal-kti-1 40/40

40 

http://eprints.undip.ac.id/18220/1/SITI_YULAEKAH.pdf  (Accessed :

2011, February 13)

Yunus, Faisal. 1997.   Dampak Debu Industri pada  P aru  P ekerja dan

 P engendaliannya. Available from :

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/6409/1/paru-antaruddin.pdf  (Accessed : 2011, February 15)