Proposal KTI konsul 1.docx

44
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan jiwa merupakan bagian dari kesehatan secara menyeluruh, bukan sekedar terbatas dari gangguan jiwa, tetapi pemenuhan kebutuhan perasaan bahagia, sehat, serta mampu menanggani tantangan hidup. Kesehatan jiwa diterjemahkan sebagai suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual dan emosional yang optimal dari seseorang. Perkembangan tersebut berjalan selaras dengan keadaan orang lain (Nasir dan Munith, 2011). Gangguan jiwa merupakan penyakit yang dialami oleh seseorang yang mempengaruhi emosi, pikiran atau tingkah laku mereka, diluar kepercayaan budaya dan kepribadian mereka, dan menimbulkan efek yang negatif bagi kehidupan mereka atau kehidupan keluarga mereka (Maramis, 2005). Terjadinya gangguan jiwa merupakan proses interaksi yang kompleks antara faktor-faktor seperi genetik, organo-biologi, psikologis, serta sosio-kultural. Telah terbukti bahwa ada korelasi erat antara timbulnya

Transcript of Proposal KTI konsul 1.docx

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar BelakangKesehatan jiwa merupakan bagian dari kesehatan secara menyeluruh, bukan sekedar terbatas dari gangguan jiwa, tetapi pemenuhan kebutuhan perasaan bahagia, sehat, serta mampu menanggani tantangan hidup. Kesehatan jiwa diterjemahkan sebagai suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual dan emosional yang optimal dari seseorang. Perkembangan tersebut berjalan selaras dengan keadaan orang lain (Nasir dan Munith, 2011).Gangguan jiwa merupakan penyakit yang dialami oleh seseorang yang mempengaruhi emosi, pikiran atau tingkah laku mereka, diluar kepercayaan budaya dan kepribadian mereka, dan menimbulkan efek yang negatif bagi kehidupan mereka atau kehidupan keluarga mereka (Maramis, 2005).Terjadinya gangguan jiwa merupakan proses interaksi yang kompleks antara faktor-faktor seperi genetik, organo-biologi, psikologis, serta sosio-kultural. Telah terbukti bahwa ada korelasi erat antara timbulnya gangguan jiwa dengan kondisi sosial dan lingkungan di masyarakat sebagai suatu stresor psikososial (Efendi dan Makhfudli, 2009).Menurut WHO, masalah gangguan jiwa di seluruh dunia sudah menjadi masalah yang sangat serius. WHO menyatakan paling tidak ada 1 dari 4 orang di dunia mengalami masalah mental. Di dunia terdapat 450 juta orang terganggu kesehatan jiwanya. (Yosep, 2011).Di Indonesia, jumlah klien gangguan jiwa cukup tinggi dan cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Untuk mengetahui besarnya masalah gangguan jiwa di masyarakat, Departemen Kesehatan melakukan studi di setiap provinsi. Prevalensi gangguan jiwa berat pada penduduk Indonesia 1,7 per mil. Gangguan jiwa berat terbanyak di DI Yogyakarta, Aceh, Sulawesi Selatan, Bali, dan Jawa Tengah. (Riskesdas, 2013).Menurut data dari RSJ Grhasia tahun 2013 menunjukkan bahwa dari 4 kabupaten yang ada di provinsi DIY, Sleman menempati posisi pertama jumlah pasien gangguan jiwa dengan jumlah 3440 jiwa. Puskesmas Gamping II terletak di kelurahan Baturaden Kecamatan Gamping kabupaten Sleman. tentu saja juga mempunyai banyak pasien dengan gangguan jiwa di wilayah kerjanya. Berdasarkan data yang didapat dari buku registrasi Puskesmas Gamping 2 diperoleh data bahwa terdapat 58 pasien mengalami gangguan jiwa dengan berbagai masalah. Dari 58 pasien gangguan jiwa ada 34 pasien dengan masalah gangguan jiwa berat yaitu skizofrenia.Ada dua jenis gangguan jiwa yang dapat ditemui di masyarakat, yaitu gangguan jiwa ringan dan gangguan jiwa berat. Gangguan jiwa ringan contohnya adalah gangguan mental emosional. Gangguan jiwa berat salah satunya adalah skizofrenia. Sebagian besar pasien yang dirawat di rumah sakit jiwa adalah pasien dengan gangguan jiwa berat skizofrenia. Skizofrenia adalah penyakit neurologi yang mempengaruhi persepsi, cara berpikir, bahasa, emosi, dan perilaku sosial pasien (Yosep, 2011).Menurut data bahwa 99% pasien yang dirawat di rumah sakit jiwa adalah pasien dengan diagnosis medis skizofrenia. Lebih dari 90% pasien skizofrenia mengalami halusinasi (Yosep, 2011). Pasien dengan diagnosis medis skizofrenia sebanyak 20% mengalamai halusinasi pendengaran dan penglihatan secara bersamaan, 70% mengalami halusinasi pendengaran, 20% mengalami halusinasi penglihatan, dan 10% mengalami halusinasi lainnya. Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa jenis halusinasi yang paling banyak diderita oleh pasien dengan skizofrenia adalah pendengaran (Stuart & Laraia, 2005).Chaery (2009) menyatakan bahwa dampak yang dapat ditimbulkan oleh pasien yang mengalami skizofrenia adalah kehilangan kontrol dirinya. Pasien akan mengalami panik dan perilakunya tidak bisa dikendalikan. Pada situasi ini pasien dapat melakukan bunuh diri (suicide), membunuh orang lain (homicide), bahkan merusak lingkungan. Untuk memperkecil dampak yang ditimbulkan skizofrenia dibutuhkan penanganan yang tepat. Berdasarkan data APA (The American Psychiatric Association), di Amerika Serikat terdapat 300 ribu pasien skizofrenia yang mengalami episode akut setiap tahun. Angka kematian pasien skizofrenia 8 kali lebih tinggi dari angka kematian penduduk pada umumnya. Pasien skizofrenia yang mencoba melakukan bunuh diri sebanyak 20-30%, dan 10% di antaranya berhasil (Yosep, 2011).Dalam penatalaksanaan pada pasien gangguan jiwa berat atau pada pasien skizofrenia, kontinuitas pengobatan merupakan salah satu faktor utama keberhasilan terapi. Menurut Ashwin (2009), pasien yang tidak patuh pada pengobatan akan memiliki resiko kekambuhan lebih tinggi dibandingkan dengan pasien yang patuh pada pengobatan. Ketidakpatuhan berobat ini yang merupakan alasan pasien kembali dirawat di rumah sakit (Medicastore, 2009).Penanganan pasien skizofrenia dibagi secara garis besar menjadi terapi somatik terdiri dari obat anti psikotik, terapi psikososial, perawatan rumah sakit (hospitalize). Walaupun medikasi antipsikotik adalah inti dari pengobatan skizofrenia, penelitian telah menemukan bahwa intervensi psikososial dapat memperkuat perbaikan klinis. Modalitas psikososial harus diintegrasikan secara cermat ke dalam regimen obat dan harus mendukung regimen tersebut. Sebagian besar pasien skizofrenia mendapatkan manfaat dari pemakaian kombinasi pengobatan antipsikotik dan psikososial.Proses penyembuhan pasien tidak terlepas dari peran keluarga. Keluarga merupakan bagian yang penting dalam proses pengobatan pasien jiwa (Lauriello, 2005 dikutip oleh Purwanto, 2010). Keluarga merupakan unit paling dekat dengan penderita skizofrenia, dan merupakan perawat utama bagi penderita skizofrenia. Keluarga berperan dalam menentukan cara atau perawatan yang diperlukan penderita di rumah. Keberhasilan perawat di rumah sakit akan sia-sia jika tidak diteruskan di rumah yang kemudian mengakibatkan penderita harus dirawat kembali (kambuh). Peran serta keluarga sejak awal perawatan di rumah sakit akan meningkatkan kemampuan keluarga merawat penderita di rumah sehingga kemungkinan kambuh dapat dicegah. Dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa salah satu faktor penyebab terjadinya kekambuhan penderita skizofrenia adalah kurangnya peran serta keluarga dalam perawatan terhadap anggota keluarga yang menderita penyakit tersebut. Salah satu penyebabnya adalah karena keluarga yang tidak tahu cara menangani perilaku penderita di rumah. Keluarga jarang mengikuti proses keperawatan penderita karena jarang mengunjungi penderita di rumah sakit, dan tim kesehatan di rumah sakit juga jarang melibatkan keluarga (Nurdiana, 2007).

Hal ini didukung dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Adiwidodo (2013) tentang faktor-faktor yang menyebabkan putus obat pada pasien gangguan jiwa di wilayah kerja Puskesmas Galur II Kabupaten Kulon Progo tahun 2013. Penelitian ini menunjukkan bahwa faktor yang menyebabkan putus obat pada pasien gangguan jiwa yaitu faktor obat, penderita, petugas kesehatan, keluarga sebagai pengawas minum obat. Faktor yang menyebabkan putus obat pada pasien gangguan jiwa ditinjau dari faktor obat sebesar 9%, penderita sebesar 27%. Petugas kesehatan sebesar 50%, keluarga sebagai PMO sebesar 73%. Faktor yang paling menyebabkan putus obat pada pasien gangguan jiwa di wilayah kerja Puskesmas Galur II adalah faktor keluarga sebagai PMO.

B. Rumusan MasalahBerdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah Bagaimana gambaran peran keluarga terhadap perawatan pada pasien skizofrenia di wilayah kerja Puskesmas Gamping II Kabupaten Sleman, Yogyakarta pada tahun 2015?

C. Tujuan Penelitian1. Tujuan UmumMengetahui gambaran peran keluarga terhadap perawatan pada pasien skizofrenia di wilayah kerja Puskesmas Gamping II Kabupaten Sleman Yogyakarta pada tahun 2015. 2. Tujuan Khususa. Mengetahui pengetahuan keluarga tentang Skizofreniab. Mengetahui pengetahuan keluarga tentang perawatan pada pasien Skizofreniac. Mengetahui peran keluarga terhadap perawatan pasien skizofrenia

D. Ruang Lingkup Pada penelitian ini mencakup tentang keperawatan jiwa dan komunitas terkait dengan peran keluarga terhadap pengobatan dengan gangguan jiwa di wilayah kerja Puskesmas Gamping II Kabupaten Sleman, Yogyakarta pada tahun 2015.

E. Manfaat Penelitian1. Manfaat Teoritisa. Sebagai bahan informasi mengenai gambaran peran keluarga terhadap perawatan pada pasien pasien skizofrenia sehingga dapat dijadikan sebagai pertimbangan untuk meningkatkan ilmu pengetahuan dan perawatan pasien skizofrenia selama di rumah.b. Pengembangan dan pembaharu ilmu yang berkaitan dengan keperawatan jiwa.2. Manfaat Praktisa. Bagi Pasien dan KeluargaAnggota keluarga dapat memberikan perawatan kepada anggota keluarganya yang mengalami gangguan jiwa, sehingga kesehatan keluarga tercapai dengan maksimal dan mencegah terjadinya kekambuhan b. Bagi Institusi Pendidikan Poltekkes Kemenkes YogyakartaSebagai bahan bacaan dan menambah koleksi perpustakaan yang bermanfaat bagi mahasiswa dalam menambah wawasan.c. Bagi Puskesmas dan PerawatSebagai bahan evaluasi pelayanan kesehatan jiwa di Puskesmas serta pengembangan ilmu dan teori keperawatan.d. Bagi Peneliti SelanjutnyaHasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi untuk studi lebih lanjut bagi peneliti lain.

F. Keaslian Penelitian1. Penelitian yang dilakukan oleh Adiwidodo (2013) dengan judul : Faktor-faktor yang menyebabkan putus obat pada pasien gangguan jiwa di wilayah kerja Puskesmas Galur II Kabupaten Kulon Progo tahun 2013. Peneliti menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan metode penelitian yang digunakan adalah survey kepada pasien dan keluarga. Sempel yang digunakan diambil dengan teknik total sampling yaitu sebanyak 23 anggota keluarga pasien gangguan jiwa yang putus obat. Hasil yang didapatkan dari penelitian adalah faktor yang menyebabkan putus obat pada pasien gangguan jiwa yaitu faktor obat, penderita, petugas kesehatan, keluarga sebagai pengawas minum obat. Faktor yang menyebabkan putus obat pada pasien gangguan jiwa ditinjau dari faktor obat sebesar 9%, penderita sebesar 27%. Petugas kesehatan sebesar 50%, keluarga sebagai PMO sebesar 73%. Faktor yang paling menyebabkan putus obat pada pasien gangguan jiwa di wilayah kerja Puskesmas Galur II adalah faktor keluarga sebagai PMO. Sedangkan pada penelitian yang telah dilakukan, sampel pada penelitian telah menggunakan cara nonprobability sampling yaitu sampling jenuh.2. Penelitian yang dilakukan oleh Arfiandianata dan Sumartyawati (2013) dengan judul : Hubungan kemampuan keluarga dalam memutuskan tindakan dalam memutuskan tindakan yang tepat dengan peran informal keluarga pada anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa di desa Pijat wilayah kerja Puskesmas Keruak tahun 2013. Peneliti menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan studi korelasional yaitu mengetahui hubungan kemampuan keluarga memutuskan tindakan yang tepat dengan peran informal keluarga pada anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa. Peneliti ini menggunakan teknik total sampling dengan jumlah sampel 19 responden kemudian dianalisa menggunakan Rank Spearmans. Hasil yang didapatkan dari penelitian adalah kemampuan keluarga dalam memutuskan tindakan yang tepat pada anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa terbanyak adalah dengan kategori baik (42,1%) dan cukup (42,1%). Sedangkan peran informal keluarga pada anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa terbanyak yaitu kategori kurang (37,0%).3. Penelitian yang dilakukan oleh Tenter (2011) dengan judul : peran keluarga pada penanganan penderita skizofrenia dengan halusinasi di Poliklinik Jiwa rumah sakit Grhasia Yogyakarta tahun 2011. Peneliti mengunakan jenis penelitian deskriptif dengan metode penelitian yang digunakan adalah survey. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan teknik aksidental/accidental yaitu sebanyak 69 responden. Hasil yang didapat dari penelitian ini didapatkan bahwa peran keluarga pada penanganan penderita skizofrenia dengan halusinasi di Poliklinik Jiwa RS Grhasia Yogyakarta tahun 2011 menunjukkan mayoritas peran keluarga dengan jumlah 55 dari 69 responden atau 76,71% dari keseluruhan responden peran keluarga kepada penderita skizofrenia dengan halusinasi baik dalam bentuk peran pemenuhan kebutuhan psikologis dan komunikasi, peran keluarga yang berkaitan dengan perilaku keluarga terhadap penderita, peran keluarga terhadap penanganan lingkungan, peran keluarga terhadap pemenuhan kebutuhan sehari-hari dan pengobatan.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. Skizofrenia1. Pengertian Skizofrenia Skizofrenia (schizophrenia) adalah gangguan yang terjadi pada fungsi otak. Menurut Nancy Andreasen (2008) dalam broken brain, the biological revolution psychiatry, bahwa bukti-bukti terkini tentang serangan skizofrenia merupakan suatu hal yang menlibatkan banyak faktor. Faktor-faktor itu meliputi perubahan struktur fisik otak, perubahan struktur kimia otak, dan faktor genetic. Menurut Melinda Hermann (2008) mendefinisikan skizofrenia sebagai penyakit neurologis yang memengaruhi persepsi klien, cara pikir, bahasa, emosi, dan perilaku sosialnya (dikutip Yosep. 2009).2. Penyebab terjadinya skizofreniaDi dalam otak terdapat milyaran sambungan sel. Setiap sambungan sel menjadi tempat untuk meneruskan maupun menerima pesan dari sambungan sel yang lain. Sambungan sel tersebut melepaskan zat kimia yang disebut neurotransmitters yang membawa pesan dari ujung sambungan sel yang satu ke ujung sambungan sel yang lain. Di dalam otak yang terserang skizofrenia, terdapat kesalahan atau kerusakan pada system komunikasi tersebut (Yosep, 2009).3. Tipe-tipe Skizofrenia Diagnosa Skizofrenia berawal dari Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM) yaitu: DSM-III (American Psychiatric Assosiation, 1980) dan berlanjut dalam DSM-IV (American Psychiatric Assosiation,1994) dan DSM-IV-TR (American Psychiatric Assosiation,2000). Berikut ini adalah tipe skizofrenia dari DSM-IV-TR 2000. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala yang dominan yaitu (Davison, 2006) : a. Tipe Paranoid Ciri utama skizofrenia tipe ini adalah waham yang mencolok atau halusinasi auditorik dalam konteks terdapatnya fungsi kognitif dan afektif yang relatif masih terjaga. Waham biasanya adalah waham kejar atau waham kebesaran, atau keduanya, tetapi waham dengan tema lain (misalnya waham kecemburuan, keagamaan, atau somalisas) mungkin juga muncul. Ciri-ciri lainnya meliputi ansietas, kemarahan, menjaga jarak dan suka berargumentasi, dan agresif. b. Tipe Disorganized (tidak terorganisasi) Ciri utama skizofrenia tipe disorganized adalah pembicaraan kacau, tingkah laku kacau dan afek yang datar atau inappropriate. Pembicaraan yang kacau dapat disertai kekonyolan dan tertawa yang tidak erat kaitannya dengan isi pembicaraan. Disorganisasi tingkah laku dapat membawa pada gangguan yang serius pada berbagai aktivitas hidup sehari-hari. c. Tipe Katatonik Ciri utama skizofrenia tipe ini adalah gangguan pada psikomotor yang dapat meliputi ketidakbergerakan motorik (waxy flexibility). Aktivitas motor yang berlebihan, negativism yang ekstrim, sama sekali tidak mau bicara dan berkomunikasi (mutism), gerakan-gerakan yang tidak terkendali, mengulang ucapan orang lain (echolalia) atau mengikuti tingkah laku orang lain (echopraxia). d. Tipe Undifferentiated Tipe Undifferentiated merupakan tipe skizofrenia yang menampilkan perubahan pola simptom-simptom yang cepat menyangkut semua indikator skizofrenia. Misalnya, indikasi yang sangat ruwet, kebingungan (confusion), emosi yang tidak dapat dipegang karena berubah-ubah, adanya delusi, referensi yang berubah-ubah atau salah, adanya ketergugahan yang sangat besar, autisme seperti mimpi, depresi, dan sewaktu-waktu juga ada fase yang menunjukkan ketakutan. e. Tipe Residual Tipe ini merupakan kategori yang dianggap telah terlepas dari skizofrenia tetapi masih memperlihatkan gejala-gejala residual atau sisa, seperti keyakinan-keyakinan negatif, atau mungkin masih memiliki ide-ide tidak wajar yang tidak sepenuhnya delusional. Gejala-gejala residual itu dapat meliputi menarik diri secara sosial, pikiran-pikiran ganjil, inaktivitas, dan afek datar.

B. Perawatan pada penderita SkizofreniaDukungan keluarga pada penderita skizofrenia ini dapat diwujudkan dengan adanya upaya perawatan keluarga pada pasien gangguan jiwa ini berkaitan erat dengan masalah yang dihadapi oleh pasien itu sendiri. Berikut ini adalah masalah keperawatan yang dihadapi oleh pasien yang mengalami gangguan jiwa dan bagaimana upaya perawatan keluarga selama di rumah (Keliat. 2006) :

1. Pesien dengan masalah perawatan perilaku kekerasan (PK)Upaya perawatan yang dilakukan oleh keluarga adalah sebagai berikut :a. Anjurkan pasien untuk mengungkapkan perasaan marah dan jengkelnyab. Bantu klien mengidentifikasi penyebab marahc. Bicarakan dengan klien akibat/kerugian marahd. Bantu klien untuk memilih cara yang tepat dan membantu klien mengidentifikasi manfaat cara yang dipilihe. Anjurkan klien untuk tarik napas dalam jika sedang marahf. Anjurkan pasien untuk mengatakan bahwa dirinya sedang marah/jengkel/kesalg. Bantu pasien untuk melakukan cara marah yang sehath. Bantu pasien untuk minum obat sesuai dengan yang diprogramkan dokteri. Anjurkan pasien untuk beribadag dan berdoa2. Pasien dengan masalah perawatan halusinasiUpaya perawatan yang dilakukan oleh keluarga pada pasien yang mengalami halusianasi adalah sebagai berikut :a. Jangan biarkan pasien sendirib. Anjurkan untuk terlibat dalam kegiatan di rumah (buat jadwal kegiatan pasien)c. Bantu klien untuk berlatih cara menghentikan halusinasid. Mengawasi pasien minum obate. Jika pasien terlihat bicara sendiri atau tertawa sendiri segera sapa dan diajak berbiacaraf. Beri pujian yang positif pada pasien jika mampu melakukan apa yang dianjurkang. Segera bawa ke Rumah Sakit jika halusinasi berlanjut3. Pasien dengan masalah perawatan Harga Diri Rendah (HDR)Upaya perawatan yang dilakukan oleh keluarga pada pasien dengan HDR adalah sebagai berikut :a. Meningkatkan harga diri pasien1) Menjalin hubungan saling percaya2) Memberi kegiatan sesuai kemampuanb. Menggali kekuatan pasien1) Dorong pasien mengungkapkan perasaannya2) Bantu melihat kemampuan paisen3) Bantu mengenal harapanc. Mengevaluasi dirid. Menetapkan tujuan nyatae. Mengambil keputusanf. Sikap keluarga 4. Pasien dengan masalah perawatan Menarik Diri (MD)Upaya perawatan yang dilakukan oleh keluarga pada pasien dengan MD adalah sebagai berikut :a. Memenuhi kebutuhan sehari-harib. Membantu komunikasi teraturc. Melibatkan dalam kegiatan di keluarga dan masyarakat5. Pasien dengan masalah perawatan Defisit Perawatan Diri (DPD)Upaya perawatan yang dilakukan oleh keluarga pada pasien dengan DPD adalah sebagai berikut :a. Meningkatkan kesadaran dan percaya diri pasienb. Membimbing dan mendorong pasien merawat diric. Menciptakan lingkungan yang mendukungd. Sikap memperhatikan kepada pasienC. Peran Keluarga terhadap perawatan pada pasien Skizofrenia1. Pengertian KeluargaKeluarga didefinisikan sebagai dua atau lebih dari dua individu yang tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidupdalam suatu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain, dan didalam perannya masing-masing menciptakan dan mempertahankan kebudayaan (Effendy, 2007). Keluarga dalam pengertian lain adalah sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan, kelahiran dan adopsi yang bertujuan untuk menciptakan, mempertahankan budaya, dan meningkatkan perkembangan fisik, mental, serta emosional dari tiap keluarga. Secara dinamis individu yang membentuk sebuah keluarga dapat digambarkan sebagai anggota dari kelompok masyarakat yang paling dasar, tinggal bersama, saling berinteraksi untuk memenuhi kebutuhan antar individu (Friedman, 2010). Keluarga merupakan suatu sistem, bila salah satu anggota keluarga mengalami kondisi sakit maka keseimbangan keluarga akan terganggu, tanggung jawab yang selama ini ada harus dialihkan kepada anggota keluarga lain.2. Fungsi KeluargaMenurut Friedman (2010) terdapat lima fungsi keluarga yang saling berikatan satu sama lain, yaitu:a Fungsi afektifKeluarga harus memenuhi kebutuhan kasih saying dari tiap anggota keluarganyab Fungsi sosialisasiFungsi ini mengantar anggota keluarga menjadi anggota masyarakat yang produktif.c Fungsi reproduktifBertujuan untuk menjamin kontinuitas antar generasi keluarga dan masyarakat yaitu menyediakan anggota baru untuk masyarakat.d Fungsi ekonomiTersedianya sumber-sumber dari keluarga secara cukup financial, ruang gerak dan materi, dan pengalokasian sumber-sumber tersebut yang sesuai melalui proses pengambilan keputusan.e Fungsi perawatan kesehatanPraktik-praktik sehat yang mempengaruhi status kesehatan anggota keluarga secara individual merupakan bagian yang paling relevan dari fungsi keluarga bagi perawatan keluarga. 3. Tugas Keluarga (Efendi, 2007).a Mengenal masalah kesehatan setiap anggota keluargab Mengambil keputusan untuk tindakan yang tepatc Merawat anggota keluarganya yang sakitd Mempertahankan dan memodifikasi lingkungane Memanfaatkan fasilitas kesehatan4. Peran Keluarga terhadap perawatan pada pasien SkizofreniaPeran keluarga terhadap penanganan atau perawatan yang dilakukan pada penderita skizofrenia berdasarkan teori sundeen (1995) adalah :a. Pemenuhan kebutuhan psikologis dan komunikasi meliputi : menyediakan waktu untuk berdiskusi dengan penderita, komunikasi dilakukan secara jujur dan terbuka, menggunakan sikap dan bahasa yang lembut, tidak menggunakan ucapan kasar, mendengarkan apa yang diutarakan penderita, menggunakan sentuhan dalam berkomunikasi, memberikan saran, tanggapan dan jalan keluar terhadap apa yang dialami penderita, memberikan informasi tentang tanda dan factor yang menyebabkan kekambuhan, melibatkan klien dalam penyelesaian masalah, melibatkan klien dalam aktivitas sehari-hari, mengajak klien rekreasi, memberikan reward bila jlien bisa menyelesaikan kegiatan, memperhatikan dan memberikan aktivitas mandiri, melakukan komunikasi dan hubungan interpersonal, memberikan rasa empati dan perhatian, mengajak bercanda, monitor respon emosi, fisik, social, dan spiritual.b. Perilaku keluarga terhadap penderita meliputi : tidak menertawakan/menghakimi apa yang diutarakan penderita tentang gangguan jiwanya, mengamati tingkah laku penderita, tidak mengurangi kontak, memberikan keleluasan fisik maupun psikologi dalam bersosialisasi dan mengunjungi penderita secara teratur, keluarga tidak memarahi/menyatakan/memusuhi klien.c. Penanganan lingkungan penderita meliputi: menurunkan / menghilangkan stimulus, menyediakan, lingkungan yang aman, mencegah bahaya terhadap penderita dan orang lain, lingkungan klien mempunyai suku yang sama, lingkungan klien terdiri dari berbagai macam agama, lingkungan tempat tinggal klien menerima keadaan klien.d. Pemenuhan kebutuhan sehari-hari dan pengobatan penderita meliputi: menyediakan nutrisi, eliminasi, istirahat dan aktivitas yang cukup bagi penderita, membantu pemenuhan kebutuhan dasar dan aktivitas perawatan diri, memfasilitasi partisipasi penderita dalam program pengobatan, mengawasi penderita minum obat, memeriksa persediaan obat yang masih ada, mengerti aturan obat dan mengetahui perkembangan dan perubahan penderita, minum obat secara teratur sesuai dosis dan waktu yang benar, minum obat dan control, riwayat putus obat, manfaat minum obat teratur, mengingatkan klien mium obat, mengontrol/mengawasi klien minum obat secara teratur

Kerangka Teori

BaikBenar (76-100%)CukupBenar (56-75%)Kurangbenar (