74933810-REFERAT-CKD

17
Gagal Ginjal Kronik I. Definisi Gagal ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebi berdasarkan kelainan patologis atau petanda kerusakan ginjal seperti proteinuri tanda kerusakan ginjal diagnosis penyakit ginjal kronik ditegakkan jika glomerulus kurang dari 60 ml/menit/1,73m². Batasan penyakit ginjal kronik: 1.2 1. Kerusakan ginjal > 3 bulan, yaitu kelainan struktur atau fungsi ginjal, de penurunan laju filtrasi glomerulus berdasarkan: Kelainan patologik Petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria atau kelainan pada pencitraan radiologi 2. Laju filtrasi glomerulus < 60 ml/menit/1,73m² selama > 3 bulan den kerusakan ginjal. Pada pasien dengan penyakit ginjal kronik, klasifikasi stadium ditentukan filtrasi glomerulus, yaitu stadium yang lebih tinggi menunjukkan nilai laju filt yang lebih rendah. Klasifikasi tersebut membagi penyakit ginjal kronik dalam lim Stadium 1 adalah kerusakan ginjal dengan fungsi ginjal yang masih norm kerusakan ginjal dengan penurunan fungsi ginjal yang ringan, stadium 3 dengan penurunan yang sedang fungsi ginjal, stadium 4 kerusakan ginjal dengan pe berat fungsi ginjal, dan stadium 5 adalah gagal ginjal. Hal ini dapat dilihat p Tabel 2 berikut: 1 1 Tabel 1. Klasifikasi penyakit ginjal kronik berdasarkan laju filtrasi glomero 1,3

Transcript of 74933810-REFERAT-CKD

Gagal Ginjal Kronik

I. Definisi Gagal ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari 3 bulan, berdasarkan kelainan patologis atau petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria. Jika tidak ada tanda kerusakan ginjal diagnosis penyakit ginjal kronik ditegakkan jika nilai laju filtrasi glomerulus kurang dari 60 ml/menit/1,73m. Batasan penyakit ginjal kronik:1.2 1. Kerusakan ginjal > 3 bulan, yaitu kelainan struktur atau fungsi ginjal, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus berdasarkan: Kelainan patologik Petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria atau kelainan pada pemeriksaan pencitraan radiologi 2. Laju filtrasi glomerulus < 60 ml/menit/1,73m selama > 3 bulan dengan atau tanpa kerusakan ginjal. Pada pasien dengan penyakit ginjal kronik, klasifikasi stadium ditentukan oleh nilai laju filtrasi glomerulus, yaitu stadium yang lebih tinggi menunjukkan nilai laju filtrasi glomerulus yang lebih rendah. Klasifikasi tersebut membagi penyakit ginjal kronik dalam lima stadium. Stadium 1 adalah kerusakan ginjal dengan fungsi ginjal yang masih normal, stadium 2 kerusakan ginjal dengan penurunan fungsi ginjal yang ringan, stadium 3 kerusakan ginjal dengan penurunan yang sedang fungsi ginjal, stadium 4 kerusakan ginjal dengan penurunan berat fungsi ginjal, dan stadium 5 adalah gagal ginjal. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2 berikut:1

Tabel 1. Klasifikasi penyakit ginjal kronik berdasarkan laju filtrasi glomerolus.1,3 1

Derajat 1 2 3 4 5

Penjelasan Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau Kerusakan ginjal dengan LFG ringan Kerusakan ginjal dengan LFG sedang Kerusakan ginjal dengan LFG berat Gagal ginjal

LFG (mL/menit/1,73m2) 90 60-89 30-59 15-29 90 60 89 30 59 15 29 < 15 (atau dialisis)

Dengan Kerusakan Ginjal Dengan HT Tanpa HT 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5

Tanpa Kerusakan Ginjal Dengan HT Tanpa HT HT HT dengan penurunan GFR 3 4 5 Normal Penurunan GFR 3 4 5

II. Etiologi1,3,4 Dari data yang sampai saat ini dapat dikumpulkan oleh Indonesian Renal Registry (IRR) pada tahun 2007-2008 didapatkan urutan etiologi terbanyak sebagai berikut glomerulonefritis (25%), diabetes melitus (23%), hipertensi (20%) dan ginjal polikistik (10%). a. Glomerulonefritis Glomerulonefritis akut mengarah pada serangkaian tertentu penyakit ginjal di mana mekanisme kekebalan tubuh memicu peradangan dan proliferasi jaringan glomerular yang dapat mengakibatkan kerusakan pada membran basal, mesangium, atau endotelium kapiler. Hippocrates awalnya menggambarkan manifestasi nyeri punggung dan hematuria, lalu juga oliguria atau anuria. Dengan berkembangnya mikroskop, Langhans kemudian mampu 2

menggambarkan perubahan pathophysiologic glomerular ini. Sebagian besar penelitian asli berfokus pada pasien pasca-streptococcus.. Glomerulonefritis akut didefinisikan sebagai serangan yang tiba-tiba menunjukkan adanya hematuria, proteinuria, dan silinder sel darah merah. Gambaran klinis ini sering disertai dengan hipertensi, edema, dan fungsi ginjal terganggu.2 Berdasarkan sumber terjadinya kelainan, glomerulonefritis dibedakan primer dan sekunder. Glomerulonefritis primer apabila penyakit dasarnya berasal dari ginjal sendiri sedangkan glomerulonefritis sekunder apabila kelainan ginjal terjadi akibat penyakit sistemik lain seperti diabetes melitus, lupus eritematosus sistemik (LES), mieloma multipel, atau amiloidosis.2 Kebanyakan kasus terjadi pada pasien berusia 5-15 tahun. Hanya 10% terjadi pada pasien yang lebih tua dari 40 tahun. Gejala glomerulonefritis akut yaitu dapat terjadi hematurim oligouri, edema preorbital yang biasanya pada pagi hari, hipertensi, sesak napas, dan nyeri pinggang karena peregangan kapsul ginjal.2

b. Diabetes melitus Menurut American Diabetes Association (2003) diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua duanya.2 Diabetes melitus sering disebut sebagai the great imitator, karena penyakit ini dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan. Gejalanya sangat bervariasi. Diabetes melitus dapat timbul secara perlahan-lahan sehingga pasien tidak menyadari akan adanya perubahan seperti minum yang menjadi lebih banyak, buang air kecil lebih sering ataupun berat badan yang menurun.2

3

Terjadinya diabetes ditandai dengan gangguan metabolisme dan hemodinamik yang meningkatkan permeabilitas pembuluh darah, meningkatkan tekanan darah sistemik, dan mengubah pengaturan tekanan intracapillary. Di ginjal, perubahan ini mungkin menyebabkan munculnya protein dalam urin. Kehadiran protein urin tidak hanya tanda awal penyakit ginjal diabetes, tetapi dapat menyebabkan kerusakan dan tubulointerstitial glomerular yang pada akhirnya mengarah ke glomerulosclerosis diabetes. Hubungan yang kuat antara proteinuria dan komplikasi diabetes lainnya mendukung pandangan bahwa peningkatan ekskresi protein urin mencerminkan gangguan vaskular umum yang mempengaruhi banyak organ, termasuk mata, jantung, dan sistem saraf .2,4 c. Hipertensi Hipertensi adalah tekanan darah sistolik 140 mmHg dan tekanan darah diastolik 90 mmHg pada seseorang yang tidak makan obat anti hipertensi. Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi dua golongan yaitu hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya atau idiopatik, dan hipertensi sekunder atau disebut juga hipertensi renal.5,6

Tabel 3. Klasifikasi tekanan darah sistolik, diastolik, modifikasi gaya hidup, serta terapi obat berdasarkan Joint National Committee (JNC) VII:5,6 Klasifikasi Sistolik Diastolik Modifikasi Terapi Tekanan Darah Normal Prehipertensi Stage 1 HT (mmHg) < 120 120 139 140 159 (mmHg) Dan < 80 Atau 80 89 Atau 90 99 Gaya Hidup edukasi Ya Ya tidak perlu obat

antihipertensi Thiazid tipe diuretik Dapat juga ACEI, ARB,

Stage 2 HT

> 160

Ya

BB, CCB, atau kombinasi Kombinasi 2 jenis obat (biasanya thiazid tipe 4

diuretik dan ACEI atau ARB atau BB atau CCB)

Target tekanan darah pada terapi pasien dengan CKD atau diabetes adah 150 mg% kebutuhan cairan harus adekuat supaya jumlah diuresis mencapai 2 L per hari. d. Kebutuhan elektrolit dan mineral Kebutuhan jumlah mineral dan elektrolit bersifat individual tergantung dari LFG dan penyebab dasar penyakit ginjal tersebut (underlying renal disease).

2.

Terapi simptomatik a. Asidosis metabolik Asidosis metabolik harus dikoreksi karena meningkatkan serum kalium (hiperkalemia). Untuk mencegah dan mengobati asidosis metabolik dapat diberikan suplemen alkali. Terapi alkali (sodium bicarbonat) harus segera diberikan intravena bila pH 7,35 atau serum bikarbonat 20 mEq/L. b. Anemia Dapat diberikan eritropoetin pada pasien gagal ginjal kronik. Dosis inisial 50 u/kg IV 3 kali dalam seminggu. Jika Hb meningkat >2 gr/dL kurangi dosis pemberian menjadi 2 kali seminggu. Maksimum pemberian 200 u/kg dan tidak lebih dari tiga kali dalam seminggu.8

13

Transfusi darah misalnya Paked Red Cell (PRC) merupakan salah satu pilihan terapi alternatif, murah, dan efektif. Terapi pemberian transfusi darah harus hati-hati karena dapat menyebabkan kematian mendadak. Sasaran hemoglobin adal 11-12 gr/dL. c. Keluhan gastrointestinal Anoreksi, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan yang sering dijumpai pada GGK. Keluhan gastrointestinal ini merupakan keluhan utama (chief complaint) dari GGK. Keluhan gastrointestinal yang lain adalah ulserasi mukosa mulai dari mulut sampai anus. Tindakan yang harus dilakukan yaitu program terapi dialisis adekuat dan obat-obatan simtomatik. d. Kelainan kulit Tindakan yang diberikan harus tergantung dengan jenis keluhan kulit. e. Kelainan neuromuskular Beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan yaitu terapi hemodialisis reguler yang adekuat, medikamentosa atau operasi subtotal paratiroidektomi. f. Hipertensi Pemberian obat-obatan anti hipertensi terutama penghambat Enzym Konverting Angiotensin (Angiotensin Converting Enzyme/ ACE inhibitor). Melalui berbagai studi terbukti dapat memperlambat proses pemburukan antihipertensi dan antiproteinuria. g. Kelainan sistem kardiovaskular Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular merupakan hal yang penting, karena 40-50% kematian pada penyakit ginjal kronik disebabkan oleh penyakit kardiovaskular. Tindakan yang diberikan tergantung dari kelainan kardiovaskular yang diderita, termasuk pengendalian diabetes, hipertensi, dislipidemia, hiperfosfatemia, dan terapi terhadap kelebihan cairan dan gangguan keseimbanagan elektrolit.

14

3.

Terapi pengganti ginjal Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis, dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal. a. Hemodialisis Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala toksik azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada pasien GGK yang belum tahap akhir akan memperburuk faal ginjal (LFG). Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan indikasi elektif. Beberapa yang termasuk dalam indikasi absolut, yaitu perikarditis, ensefalopati/neuropati azotemik, bendungan paru dan kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretik, hipertensi refrakter, muntah persisten, dan Blood Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg% dan kreatinin > 10 mg%. Indikasi elektif, yaitu LFG antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m, mual, anoreksia, muntah, dan astenia berat. b. Dialisis peritoneal (DP) Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) di pusat ginjal di luar negeri dan di Indonesia. Indikasi medik CAPD, yaitu pasien anak-anak dan orang tua (umur lebih dari 65 tahun), pasien-pasien yang telah menderita penyakit sistem kardiovaskular, pasien- pasien yang cenderung akan mengalami perdarahan bila dilakukan hemodialisis, kesulitan pembuatan AV shunting, pasien dengan stroke, pasien GGT (gagal ginjal terminal) dengan residual urin masih cukup, dan pasien nefropati diabetik disertai co-morbidity dan co-mortality. Indikasi

15

non-medik, yaitu keinginan pasien sendiri, tingkat intelektual tinggi untuk melakukan sendiri (mandiri), dan di daerah yang jauh dari pusat ginjal. c. Transplantasi ginjal

IX. Prognosis Pasien dengan gagal ginjal kronik umumnya akan menuju stadium terminal atau stadium V. Angka prosesivitasnya tergantung dari diagnosis yang mendasari, keberhasilan terapi, dan juga dari individu masing-masing. Pasien yang menjalani dialisis kronik akan mempunyai angka kesakitan dan kematian yang tinggi. Pasien dengan gagal ginjal stadium akhir yang menjalani transpantasi ginjal akan hidup lebih lama daripada yang menjalani dialisis kronik. Kematian terbanyak adalah karena kegagalan jantung (45%), infeksi (14%), kelainan pembuluh darah otak (6%), dan keganasan (4%).2

X. Pencegahan Upaya pencegahan terhadap penyakit ginjal kronik sebaiknya sudah mulai dilakukan pada stadium dini penyakit ginjal kronik. Berbagai upaya pencegahan yang telah terbukti bermanfaat dalam mencegah penyakit ginjal dan kardiovaskular, yaitu pengobatan hipertensi (makin rendah tekanan darah makin kecil risiko penurunan fungsi ginjal), pengendalian gula darah, lemak darah, anemia, penghentian merokok, peningkatan aktivitas fisik dan pengendalian berat badan.3

16

DAFTAR PUSTAKA

1. Ketut Suwitra. Penyakit Ginjal Kronik. Aru WS, Bambang S, Idrus A, Marcellus SK, Siti S, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed. 4 Jilid I. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007. hlm 570-3. 2. Editorial. Gagal Ginjal Kronik. Diunduh dari: http://emedicine.

medscape.com/article/238798-overview, 05 Februari 2011. 3. Editorial. KDOQI Clinical Practice Guidelines for Chronic Kidney Disease: Evaluation, Classification, and Stratification. Diunduh dari:

http://www.kidney.org/professionals/kdoqi/guidelines_ckd/toc.htm GGK, 05 Februari 2011. 4. Editorial. Glomerulonefritis. Diunduh dari: http://emedicine.medscape.

com/article/777272-overview, 22 Agustus 2010. 5. Editorial. Tekanan Darah Tinggi. Diunduh dari:

http://id.wikipedia.org/wiki/Tekanan_darah_tinggi, 05 Februari 2011. 6. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Hipertensi. Azis R, Sidartawam S, Anna YZ, Ika PW, Nafriadi, Arif M, editor. Panduan Pelayanan Medik. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. hlm 168-70. 7. Murray L, Ian W, Tom T, Chee KC. Chronic Renal failure in Ofxord Handbook of Clinical Medicine. Ed. 7th. New York: Oxford University; 2007. 294-97. 8. Editorial. Obat Hemopoetic. MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi. Ed. 8. Jakarta: CMP Medica Asia Pte Ltd; 2008. Hlm. 114.

17