Yofara M Muflihah Referat CKD

72
REFERAT Chronic Kidney Disease Yofara Maulidiah Muslihah 1111103000047 Pembimbing: dr. Elza Febriasari, SpPD KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA BEKASI PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA OKTOBER 2015

description

Referat CKD

Transcript of Yofara M Muflihah Referat CKD

Page 1: Yofara M Muflihah Referat CKD

REFERAT

Chronic Kidney Disease

Yofara Maulidiah Muslihah

1111103000047

Pembimbing:

dr. Elza Febriasari, SpPD

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA BEKASI

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

OKTOBER 2015

Page 2: Yofara M Muflihah Referat CKD

Referat Chronic Kidney Disease

KATA PENGANTAR

Assalmu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,

Puji dan Syukyr kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan

karunia-Nya kepada saya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah referat

yang berjudul “Chronic Kidney Disease”. Shalawat dan salam kami sampaikan

kepada junjungan Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat, dan

pengikutnya.

Terimakasih kami ucapkan kepada dr. Elsa, SpPD yang telah memberikan

kesempatan dan waktunya untuk menjadi pembimbing kami dalam menyelesaikan

makalah presentasi kasus ini.

Makalah referat yang berjudul “Chronic Kidney Disease” ini kami sadari masih

terlalu jauh dari kesempurnaan dan masih banyak kekurangan. Oleh karena itu

kami sebagai penulis memohon maaf jika terdapat beberapa kesalahan dalam

makalah ini, Kritik dan saran yang membangun selalu kami tunggu.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi siapapun yang

membacanya dan bagi kami, penulis yang sedang menempuh kegiatan

kepaniteraan klinik Ilmu Penyakit Dalam RSUD Kota Bekasi.

Bekasi, 5 Oktober 2015

Penulis

Yofara M. Muslihah (1111103000047) © 2015 | 2

Page 3: Yofara M Muflihah Referat CKD

Referat Chronic Kidney Disease

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................2

DAFTAR ISI...................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN...............................................................................4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................5

2.1. Ginjal.........................................................................................................5

2.1.1. Anatomi dan Histologi Ginjal............................................................5

2.1.2. Fungsi-Fungsi Ginjal..........................................................................10

2.1.3. Fungsi Filtrasi....................................................................................13

2.2. Chronic Kidney Disease............................................................................20

2.2.1. Definisi...............................................................................................20

2.2.2. Klasifikasi..........................................................................................21

2.2.2. Epidemiologi......................................................................................23

2.2.4. Faktor Risiko......................................................................................24

2.2.5. Patofisiologi.......................................................................................30

2.2.6. Pendekatan Diagnosis........................................................................31

2.2.7. Penatalaksanaan.................................................................................36

2.2.8. Komplikasi dan Prognosis.................................................................42

BAB IV KESIMPULAN.................................................................................44

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................45

Yofara M. Muslihah (1111103000047) © 2015 | 3

Page 4: Yofara M Muflihah Referat CKD

Referat Chronic Kidney Disease

BAB I

PENDAHULUAN

Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan masalah kesehatan di seluruh

dunia. Prevalensinya meningkat dibeberapa negara. Chronic Kidney Disease

(CKD) adalah suatu proses patofisiologi dengan etiologi yang beragam,

mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan pada umumnya

berakhir dengan gagal ginjal, yaitu suatu keadaan klinis yang ditandai dengan

penurunan fungsi ginjal yang ireversibel yang pada suatu saat membutuhkan

terapi pengganti ginjal yang tetap berupa dialisis atau transplantasi ginjal.1

Glomerulonefritis dalam beberapa bentuknya merupakan penyebab paling

banyak yang mengawali gagal ginjal kronik yang kemungkinan disebabkan oleh

terapi glomerulonefritis yang agresif. Diabetes mellitus dan hipertensi sekarang

adalah penyebab utama gagal ginjal kronik.2

Uremia adalah suatu tanda klinik dan laboratorik yang terjadi pada semua

organ, akibat penurunan fungsi ginjal pada penyakit ginjal kronik. Keparahan

tanda dan gejala uremia berbeda dari pasien yang satu dengan pasien yang lain,

tergantung pada besarnya penurunan massa ginjal yang masih berfungsi dan

kecepatan hilangnya fungsi ginjal.1,2

Yofara M. Muslihah (1111103000047) © 2015 | 4

Page 5: Yofara M Muflihah Referat CKD

Referat Chronic Kidney Disease

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ginjal

2.1.1. Anatomi dan Fisiologi

Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen terutama di daerah

lumbal, di sisi kanan dan kiri tulang belakang, dibungkusoleh lapisan

lemak yang tebal, di belakang peritonium. Kedudukan ginjal mulai dari

vertebrae torakalis terakhir (ke-12) sampai vertebrae lumbalis ke-3.

Ginjal kanan terletak sedikit lebih rendah dari ginjal kiri karena tertekan

oleh hati.3

Gambar 1. Organ Sistem Urinaria Tampak Anterior. Sumber: Tortora GJ, Derrickson B. Chapter 2: The Urinary System. Dalam: Principles of Anatomy and Physiology 12th Ed. 2009.

Massasuchets: John Wiley & Sons, Inc.

Yofara M. Muslihah (1111103000047) © 2015 | 5

Page 6: Yofara M Muflihah Referat CKD

Referat Chronic Kidney Disease

Gambar 2. Proyeksi Ginjal pada Punggung. Sumbu Panjang Ginjal Membias ke Arah Kaudal Lateral. Ginjal Kanan Kebanyakan Terletak Lebih Kaudal daripada yang Kiri. Sumber:

Waschke J, Paulsen F, Klonisch T, Hombach-Klonisch S. Sobotta Atlas of Human Anatomy 15th Ed. 2013. India: Elsevier Health Science.

Gambar 3. Proyeksi Ginjal dengan Pemeriksaan Radiologi. Sumber: Sobotta. Waschke J, Paulsen F, Klonisch T, Hombach-Klonisch S. Sobotta Atlas of Human Anatomy 15th Ed. 2013.

India: Elsevier Health Science.

Terdapat 3 lapisan pembungkus ginjal, yakni kapsula renalis

(jaringan ikat padat iregular transparan dan halus yang bersambungan

dengan lapisan terluar ureter), kapsula adiposa (massa jaringan lemak

yang mengitari kapsula renalis), dan lapisan terluar, fascia renalis

Yofara M. Muslihah (1111103000047) © 2015 | 6

Page 7: Yofara M Muflihah Referat CKD

Referat Chronic Kidney Disease

(jaringan ikat padat iregular tipis yang mengikat ginjal dengan struktur-

struktur sekitar dan kepada dinding abdomen. Fungsi 2 lapisan terdalam

adalah sebagai barrier trauma serta untuk menjaga bentuk ginjal.3

Potongan memanjang ginjal menunjukkan dua regio utama, yakni

bagian superfisial berwarna merah terang disebut korteks renalis dan

bagian profunda berwarna merah-kecokelatan dan lebih gelap disebut

dengan medulla renalis. Korteks renalis merupakan area datar dan licin

yang memanjang dari kapsula renalis ke dasar dari piramida renalis dan

ke dalam area di sisi-sisi sekitarnya. Korteks terbagi atas daerah zona

kortikal dan zona jukstamedular. Daerah korteks renalis yang berada di

antara piramida renalis disebut kolumna renalis. Bagian dalam ginjal

sendiri terdiri atas beberapa piramida renalis yang berbentuk konus.

Bagian basis/ dasar dari piramid ini lebih lebar daripada sisi-sisi lainnya

menghadap ke korteks renalis, sementara apeksnya (sisi yang lebih

sempit), papilla renalis, menghadap ke hilus renalis. Sebuah lobus

renalis terdiri atas sebuah piramida renalis, daerah korteks renalis di

bawahnya, dan satu setengah bagian dari kolumna renalis pada sisi-

sisinya.3

Bersama-sama, korteks renalis dan piramida renalis dari medulla

renalis merupakan bagian dari parenkim (bagian fungsional) ginjal. Di

dalam parenkim terdapat unit fungsional ginjal disebut sebagai nefron.

Urin yang terbentuk dalam unit ini dialirkan menuju duktus papillaris

yang besar yang memanjang sepanjang papilla renalis dari piramida

renalis. Duktus ini kemudian mengalirkan urin ke struktur berbentuk

seperti cangkir yang disebut kaliks (terdapat dua jenis, yakni minor dan

mayor). Setiap hinjak memiliki 8-18 kaliks minor dan 2-3 kaliks mayor.

Kaliks minor mendapatkan urin dari duktus papilaris dari papilla renalis

dan menghantarkannya ke kaliks mayor. Dari struktur tersebut, urin

dialirkan ke sebuah saluran besar yang disebut dengan pelvis renalis

dan keluar melalui ureter menuju ke buli-buli.3

Yofara M. Muslihah (1111103000047) © 2015 | 7

Page 8: Yofara M Muflihah Referat CKD

Referat Chronic Kidney Disease

Gambar 4. Potongan Memanjang Ginjal. Sumber: Tortora GJ, Derrickson B. Chapter 2: The Urinary System. Dalam: Principles of Anatomy and Physiology 12th Ed. 2009. Massasuchets:

John Wiley & Sons, Inc.

Setiap nefron terdiri atas dua bagian, yakni korpuskulus renalis

(daerah di mana darah difiltrasi) dan tubulus renalis (daerah di mana

urin yang telah terfiltrasi berjalan keluar). Dua komponen pengusun

korpuskulus renalis adalah glomerulus (jaringan kapiler) dan kapsul

golerulus (kapsula Bowman) yang merupakan mangkuk epitel yang

melingkupi kapiler glomerulus. Plasma darah difiltrasi di kapsul ini dan

cairan yang telah terfiltrasi melewati tubulus renalis yang memiliki tiga

bagian, yakni tubulus kontortus proksimal, loop of Henle, dan tubulus

kontortus distal. Perjalanan urin kemudian berlanjut ke duktus

kolektivus yang saling menyatu dan melluas le beberapa ratus duktus

papillaris besar yang diteruskan ke kaliks minor.3

Yofara M. Muslihah (1111103000047) © 2015 | 8

Page 9: Yofara M Muflihah Referat CKD

Referat Chronic Kidney Disease

Gambar 5. Nefron Kortikal dan Suplai Vaskular. Sumber: Tortora GJ, Derrickson B. Chapter 2: The Urinary System. Dalam: Principles of Anatomy and Physiology 12th Ed. 2009.

Massasuchets: John Wiley & Sons, Inc.

Satu lapis sel-sel epitel membentuk keseluruhan dinding kapsul

golerulus, tubulus renalis, dan duktus. Adapun, setiap bagian memiliki

ciri-ciri histologis yang berbeda-beda yang menggambarkan fungsi-

fungsinya yang bersifat khusus. Adapun, dalam referat ini yang akan

difokuskan adalah struktur yang menjalankan gungsi filtrasi dari ginjal.3

Kapsul glomerulus terdiri atas lapisan parietal – tersusun atas epitel

gepeng selapis yang membentuk bagian luar dinding kapsul – dan

viseral - tersusun atas sel epitel gepeng selapis yang termodifikasi yang

disebut dengan podosit. Pemanjangan berbentuk kaki-kaki dari sel-sel

ini menyelimuti satu buah lapisan endotel dari kapiler glomerulus dan

membentuk dinding dalam dari kapsul. Cairan yang tersaring dari

kapiler glomerulus masuk ke dalam ruang kapsular (ruang Bowman)

yang merupakan ruangan di antara dua lapisan dari kapsula Bowman.3

Yofara M. Muslihah (1111103000047) © 2015 | 9

Page 10: Yofara M Muflihah Referat CKD

Referat Chronic Kidney Disease

Gambar 6. Korpuskulus Renalis (Gambaran Internal). Sumber: Tortora GJ, Derrickson B. Chapter 2: The Urinary System. Dalam: Principles of Anatomy and Physiology 12th Ed. 2009.

Massasuchets: John Wiley & Sons, Inc.

2.1.2. Fungsi-Fungsi Ginjal

Dalam memproduksi urin, nefron dan duktus kolektivus

menjalankan 3 proses dasar, fultrasi glomerulus, reabsorpsi tubulus, dan

sekresi tubulus.3

Filtrasi Glomerulus. Pada langkah pertama dari produksi urin, air

dan terlarut dalam plasma darah berpindah melalui dinding kapiler

glomerulus ke dalam kapsul glomerulus dan ke dalam tubulus renalis.3

Reabsorpsi Tubular. Ketika cairan yang telah terfiltrasi menalir

melalui tubulus renalis dan berjalan melalui duktus kolektivus, sel-sel

tubulus me-reabsorbsi sekitar 99% dari cairan yang telah terfiltrasi

tersebut dan terlarut-terlarut yang sekiranya masih berguna bagi tubuh.

Cairan dan bahan-bahan terlarut ini kembali ke dalam darah melalui

kapiler peritubular dan vasa recta.3

Sekresi Tubular. Ketika caira mengalir melalui tubulus renalis dan

melalui duktus kolektivus, sel-sel tubulus dan duktus mensekresikan

bahan-bahan lainnya, seperti hasil metabolisme, obat-obatan, ion-ion

yang berlebihan ke dalam cairan.3

Yofara M. Muslihah (1111103000047) © 2015 | 10

Page 11: Yofara M Muflihah Referat CKD

Referat Chronic Kidney Disease

Melalui ketiga proses tersebut, ginjal menjalankan fungsi-fungsi

utamanya, yakni:

1. Mempertahankan keseimbangan H2O di tubuh. Untuk

mempertahankan homeostasis, ekskresi air dan elektrolit harus

sesuai dengan asupan.3

2. Mempertahankan osmolaritas cairan tubah yang sesuai, terutama

melalui regulasi keseimbangan H2O. Fungsi ini penting untuk

mencegah fluks-fluks osmotik masuk atau keluar sel, yang masing-

masing dapat menyebabkan pembengkakkan atau penciutan sel yang

merugikan.3

3. Mengatur jumlah dan konsentrasi sebagian besar ion CES (cairan

ekstraselular), termasuk natrium (Na+), klorida (Cl-), kalium (K+),

kalsium (Ca-2), ion hidrogen (H+), bikarbonat (HCO-), fosfat (PO-3),

sulfat (SO4), dan magnesium (Mg+2). Bahkan fluktuasi kecil

konsentrasi sebagian elektrolit ini dalam CES dapat berpengaruh

besar. Sebagai contoh, perubahan konsentrasi K+ pada CES dapat

menyebabkan disfungsi jantung yang mematikan.3

4. Mempertahankan volume plasma yang tepat penting dalam

pengaturan jangka panjang tekanan darah arteri. Fungsi ini

dilaksanakan melalui peran regulatorik ginjal dalam keseimbangan

garam (Na+ dan Cl-) dan OH. Regulasi (secara short-term) tekanan

arterial dicapai dengan cara menghasilkan renin, suatu hormon

enzim yang memicu suatu reaksi berantai yang penting dalam

penghematan garam oleh ginjal.3,4

5. Membantu mempertahankan keseimbangan asam-basa tubuh yang

tepat dengan menyesuaikan pengeluaran H+ dan HCO-3 di urin.

Ginjal merupakan satu-satunya jalan untuk mengeliminasi beberapa

jenis asam, seperti asam sulfat dan asam fosfat yang dibentuk dari

metabolisme protein.3,4

6. Mengeluarhan (mengekskresikan) produk-produk akhir (sisa)

metabolisme tubuh. Senyawa-senyawa hasil produk metabolisme

yang dibuang di antaranya adalah urea (dari asam amino), kreatinin

Yofara M. Muslihah (1111103000047) © 2015 | 11

Page 12: Yofara M Muflihah Referat CKD

Referat Chronic Kidney Disease

(dari kreatinin otot), asam urat (dari asam nukleat), hasil akhir dari

pemecahan hemoglobin (seperti bilirubin), dan metabolit dari

beramacam-macam hormon. Produk metabolisme ini harus segera

dieliminasi dari tubuh secepat mereka diproduksi. Ginjal juga

mengeliminasi racun-racun dan senyawa-senyawa asing yang

diproduksi tubuh atau dimakan melalui makanan, seperti pestisida,

obat-obatan, dan aditif makanan. Jika dibiarkan menumpuk, maka

bahan-bahan sisa ini menjadi racun, terutama bagi otak.3,4

7. Mengeluarkan banyak senyawa asing, misalnya obat, aditif

makanan, pestisida, dan bahan eksogen non-nutritif lain yang masuk

ke tubuh.3

8. Menghasilkan eritopoietin (EPO), suatu hormon yang merangsang

produksi sel darah merah. Salah satu stimulus penting dalam

produksi EPO adalah hipoksia. Pada pasien dengan penyakit ginjal

berat hingga harus melalui hemodialisa atau pada mereka yang

ginjalnya telah diangkat, anemia berat terjadi sebagai hasil dari

menurunnya produksi EPO.3,4

9. Ginjal juga memproduksi bentuk aktif dari vitamin D, 1,25-

dihidroksivitamin D3 (kalsitriol) yang berperan penting dalam

deposisi kalsium pada tulang dan reabsorpsi kalsium dari dalam

lumen traktus gastrointestinal.4

10. Ginjal mensistesis glukosa dari asam amino dan prekursor-

prekursor lainnya dalam kondisi puasa panjang (glukoneogenesis).

Kapasitas ginjal untuk menambahkan glukosa dalam darah dalam

kondisi puasa panjang hampir menyerupai kapasitas hepar.4

Pada penyakit ginjal kronik atau gagal ginjal akut, fungsi

homeostasis seperti yang telah dipaparkan sebelumnya terganggu dan

abnormalitas yang berat dari volume dan komposisi cairan tubuh

terbentuk. Dengan gagal ginjal seutuhnya, cukup banyak kalium, asam,

cairan, dan senyawa-senyawa lainnya terakumulasi di dalam tubuh

hingga menyebabkan kematian dalam waktu beberapa hari, kecuali

Yofara M. Muslihah (1111103000047) © 2015 | 12

Page 13: Yofara M Muflihah Referat CKD

Referat Chronic Kidney Disease

intervensi klinis seperti hemodialisis yang dimulai untuk

mengembalikan, setidaknya sebagian, keseimbangan cairan tubuh dan

elektrolit.4

2.1.3. Filtrasi Glomerulus

Cairan yang masuk ke dalam ruang kapsular disebut sebagai filtrat

glomerular. Fraksi plasma darah pada arteri aferen dari ginjal yang

menjadi bagian dari filtrat ini disebut sebagai fraksi filtrasi. Fraksi

filtrasi sebesar 0,16 – 0,20 (16-20%) merupakan kisaran yang normal.

Adapun, angka sesungguhnya bervariasi pada kondisi sehat maupun

sakit. Volume rerata filtrat glomerular per hari pada dewasa adalah 150

liter pada wanita dan 180 liter pada pria. Lebih dari 99% dari filtrat

glomerulus kembali ke aliran darah melalui reabsorpsi tubulus,

sehingga hanya 1-2 liter diekskresikan sebagai urin.3

Membran Filtrasi

Bersama-sama, sel endotel dari kapiler glomerulus dan podosit, yang

melingkupi kapiler, membentuk leaky barrier yang disebut dengan

membran filtrasi. Bentuk yang menyerupai sandwich ini

memungkinkan adanya penyaringan air dan bahan terlarut kecil, namun

mencegah filtrasi dari kebanyakan protein plasma, sel-sel darah, dan

trombosit. Senyawa-senyawa yang tersaring dari darah melewati 3

lapisan, yakni sel endotel glomerulus, lamina basalis, dan celah filtrasi

yang dibentuk oleh podosit.3

1. Sel endotel glomerulus cukup renggang oleh karena

fenestrasinya yang cukup besar berukuran 0,07 – 0,1 µm.

Ukuran ini memungkinkan semua bahan-bahan terlarut dalam

plasma darah keluar dari kapiler glomerulus, namun mencegah

filtrasi sel-sel darah dan trombost. Sel-sel mesangial, yang

merupakan sel-sel kontraktil yang membantu meregulasikan

filtrasi glomerulus, terletak di antara kapiler glomerulus dan

celah di antara arteriol aferen dan eferen.

Yofara M. Muslihah (1111103000047) © 2015 | 13

Page 14: Yofara M Muflihah Referat CKD

Referat Chronic Kidney Disease

2. Lamina basalis, selapis bahan aselular di antara endotel dan

podosit, terdiri atas serat-serat kolagen kecil dan proteoglikan

dalam matriks glikoprotein.

3. Memanjang dari setiap podosit adalah prosesus berbentuk

seperti kaki-kaki yang disebut dengan pedikulus – melingkupi

kapiler-kapiler glomerulus. Ruang antara pedikulus disebut

dengan celah filtrasi. Sebuah membran tipis, membran celah

(slit membrane), memanjang sepanjang celah filtrasi yang

membiarkan lewatnya molekul-molekul dengan diameter <

0,006 – 0,0007 µm, seperti air, glukosa, vitamin, asam amino,

protein plasma yang sangat kecil, amonia, urea, dan ion-ion.

Hanya kurang dari 1% albumin melewati membran celah oleh

karena ukurannya yang cukup besar 0,0007 µm.

Gambar 7. Membran Filtrasi. Sumber: Tortora GJ, Derrickson B. Chapter 2: The Urinary System. Dalam: Principles of Anatomy and Physiology 12th Ed. 2009. Massasuchets: John

Wiley & Sons, Inc.

Tekanan Filtrasi Bersih (Net Filtration Pressure)

Filtrasi glomerulus bergantung pada 3 tekanan utama. Salah satu

tekanan menunjang filtrasi dan dua lainnya mencegah terjadinya

filtrasi.3

Yofara M. Muslihah (1111103000047) © 2015 | 14

Page 15: Yofara M Muflihah Referat CKD

Referat Chronic Kidney Disease

a. Glomerular blood hydrostatic pressure (GBHP) merupakan

tekanan darah dalam kapiler glomerulus. Secara umum, GBHP

adalah sebesar 55 mmHg. Tekanan ini menunjang terjadinya

filtrasi dengan cara memaksa air dan bahan terlarut dari dalam

plasma darah keluar melalui membran filtrasi.

b. Capsular hydrostatic pressure (CHP) adalah tekanan

hidrostatik yang terjadi terhadap membran filtrasi oleh cairan

yang sudah berada di dalam ruang kapsular dan tubulus renalis.

CHP melawan filtrasi dan menggambarkan tekanan balik sekitar

15 mmHg.

c. Blood colloid osmotic pressure (BCOP) yang disebabkan oleh

adanya protein seperti albumin, globulin, dan fibrinogen dalam

plasma darah yang juga melawan terjadinya filtrasi. Rerata

BCOP pada kapiler glomerulus adalah sebesar 30 mmHg.

NFP (net filtration pressure/ tekanan filtrasi bersih) merupakan total

tekanan yang menunjang terjadinya filtrasi yang ditentukan melalui:3

NFP = GBHP – CHP – BCOP

Atau,

NFP = 55 mmHg, - 15 mmHg – 30 mmHg = 10 mmHg

Sehingga, tekanan sebesar 10mmHg saja mampu menyebabkan jumlah

normal dari plasma darah (dikurangi protein plasma) untuk tersaring

dari glomerulus ke dalam ruang kapsular.3

Pada beberapa penyakit ginjal, kapiler glomerulus rusak dan menjadi

sangat permeabel sehingga protein plasma ikut serta dalam filtrat

glomerular. Sebagai hasilnya, filtrat membentuk tekanan osmotik

koloid yang menarik air keluar dari dalam darah. Dalam kondisi ini,

Yofara M. Muslihah (1111103000047) © 2015 | 15

Page 16: Yofara M Muflihah Referat CKD

Referat Chronic Kidney Disease

NFP meningkat, yang berarti lebih banyak cairan terfiltrasi. Di saat

yang bersamaan, tekanan osmotik koloid darah menurun karena protein

plasma hilang di dalam urin. Oleh karena lebih banyak cairan terfiltrasi

dari kapiler darah ke dalam jaringan seluruh tubuh dibandingkan

dengan jumlah yang kembali ke dalam pembuluh darah melalui

reabsorpsi, tekanan darah menurun dan volume cairan interstisial

meningkat. Sehingga, hilangnya protein plasma di urin menyebabkan

edema.

Laju Filtrasi Glomerulus (Glomerular Filtration Rate/ GFR)

Jumlah filtrat yang terbentuk dari semua korpuskulus renalis dari

kedua ginjal setiap menitnya disebut dengan glomerular filtration rate

(GFR). Pada orang dewasa, GFR rata-rata sebesar 125 ml/ menit pada

pria dan 105 ml/ menit pada wanita. Homeostasis cairan tubuh

membutuhkan ginjal untuk menjaga GFR agar menjadi konstan. Jika

GFR terlalu tinggi, substansi-substansi yang dibutuhkan dapat lewat

terlalu cepat melalui tubulus renalis sehingga beberapa mungkin tidak

tereabsorpsi dan hilang dalam urin. Jika GFR terlalu rendah, hampir

semua filtrat mungkin direabsorpsi dan beberapa produk pembuangan

mungkin tidak diekskresikan secara adekuat.3

GFR berhubungan langsung dengan tekanan yang menentukan

NFP. Perubahan apapun pada NFP dapat mempengaruhi GFR.

Kehilangan darah yang berat, contohnya, dapat mengurangi mean

arterial blood pressure (tekanan darah arterial rata-rata) dan

menurunkan tekanan hidrostatik darah glomerulus. Filtrasi berhenti jika

tekanan hidrostatik darah glomerulus jatuh menjadi 45 mmHg karena

kontribusi tekanan yang berlawanan. Adapun, ketika tekanan darah

sistemik meningkat di atas normal, NFP dan GFR meningkat sangat

sedikit. GFR nyaris konstan ketika mean arterial blood pressure berada

pada kisaran 80 – 180 mmHg.3

Mekanisme yang meregulasikan GFR bekerja melalui 2 mekanisme

penting, yakni dengan (1) menyesuaikan aliran darah ke dalam dan ke

Yofara M. Muslihah (1111103000047) © 2015 | 16

Page 17: Yofara M Muflihah Referat CKD

Referat Chronic Kidney Disease

luar glomerulus dan (2) menyesuaikan luas permukaan kapiler

glomerulus yang diperlukan untuk filtrasi. GFR meningkat ketika aliran

darah ke dalam kapiler glomerular meningkat. Kontrol terhadap

diameter arteriol aferen dan eferen menurunkan aliran darah ke dalam

glomerulus, sementara dilatasi arteriol meningkatkan. Tiga mekanisme

mengatur GFR, yakni:3

1. Autoregulasi Renal terhadap GFR

Kemampuan yang dimiliki ginjal dalam meregulasikan

dirinya sendiri ini terdiri atas dua mekanisme, yakni mekanisme

miogenik dan umpan balik tubuloglomerular.

Mekanisme miogenik terjadi ketika peregangan

menstimulasi kontraksi sel otot polos dari dinding arteriol

aferen. Dengan meningkatnya tekanan darah, GFR juga ikut

meningkat oleh karena meningkatnya aliran darah renal. Walau

begitu, peningkatan tekanan darah meregangkan dinding dari

arteriol aferen. Sebagai respons, serat otot polos dari dinding

arteriol aferen berkontraksi yang mempersempit lumen arteriol.

Sebagai hasilnya, aliran darah renal menurun dan menurunkan

GFR ke angka sebelumnya. Sebaliknya, ketika tekanan darah

arterial menurun, sel-sel otot polos kurang teregang dan menjadi

rileks: dilatasi arteriol aferen, aliran darah renal meningkat, dan

GFR meningkat. Mekanisme miogenik menormalkan aliran

darah renal dan GFR dalam waktu beberapa detik setelah

terjadinya perubahan pada tekanan darah.

Pada umpan balik tubuloglomerular, bagian dari tubulus

renalis – makula densa – memberikan umpan balik ke

glomerulus. Ketika GFR di atas angka normal oleh karena

peningkatan tekanan darah sistemik, cairan yang telah terfiltrasi

mengalir lebih cepat di sepanjang tubulus tenalis. Sebagai

akibatnya, tubulus kontortus proksimal dan loop of Henle

memiliki waktu yang lebih sedikit untuk mereabsorpsi Na+, Cl-,

dan air. Sel-sel makula densa memiliki kemampuan untuk

Yofara M. Muslihah (1111103000047) © 2015 | 17

Page 18: Yofara M Muflihah Referat CKD

Referat Chronic Kidney Disease

mendeteksi peningkatan penghantaran Na+, Cl-, dan air, serta

menginhibisi pelepasan NO dari dalam sel-sel aparatus

jukstaglomerular. Oleh karena NO menyebabkan vasodilatasi,

arteriol aferen terkonstriksi ketika NO menurun. Ketika tekanan

darah turun – yang menyebabkan GFR lebih rendah dari normal

– hal yang sebaliknya terjadi. Umpan ini terjadi lebih lambat

dibanding mekanisme miogenik.

2. Regulasi Neural terhadap GFR

Layaknya hampir semua pembuluh darah tubuh, pembuluh

darah pada ginjal juga disuplai oleh saraf otonom yang

mengeluarkan norepinefrin (NE). NE menyebabkan

vasokonstriksi melalui aktivasi reseptor α1 yang banyak sekali

ditemukan pada serat otot polos arteriol aferen. Pada kondisi

istirahat, stimulasi simpatis cukup rendah, arteriol aferen dan

eferen terdilatasi dan autoregulasi renal terhadap GFR

mendominasi. Dengan stimulasi sedang dari simpatis, baik

arteriol aferen maupun eferen berkonstriksi sama jauhnya.

Aluran darah ke dalam dan ke luar glomerulus terbatas pada

jumlah yang sama, sehingga GFR menurun hanya sedikit.

Dengan stimulasi simpatis yang lebih lagi (seperti yang terjadi

pada kondisi perdarahan atau olah raga), vasokonstriksi dari

arteriol aferen mendominasi. Sebagai akibatnya, aliran darah ke

dalam kapiler glomerulus berkurang dengan sangat banyak dan

GFR jatuh. Penurunan aliran darah renal memiliki dua

konsekuensi: (1) berkurangnya urine output yang membantu

menjaga volume darah dan (2) meningkatnya aliran darah ke

jaringan-jaringan tubuh lainnya.

3. Regulasi Hormonal terhadap GFR

Dua hormon berkontribusi terhadap regulasi GFR. Angiotensin

II mengurangi GFR, atrial natriuretic peptide (ANP)

Yofara M. Muslihah (1111103000047) © 2015 | 18

Page 19: Yofara M Muflihah Referat CKD

Referat Chronic Kidney Disease

meningkatkan GFR. Angiotensin II merupakan vasokontriktor

poten yang menyempitkan baik arteriol aferen maupun eferen,

serta engurangi aliran darah renal yang pada akhirnya

menurunkan GFR. Sel-sel pada atrium jantung mensekresikan

ANP. Peregangan atrium, yang terjadi ketika volume darah

meningkat, menstimulasi sekresi ANP. Dengan menyebabkan

relaksasi dari sel-sel mesangial glomerulus, ANP meningkatkan

permukaan kapiler untuk filtrasi. GFR meningkat seiring dengan

meningkatnya luas permukaan tersebut.

Yofara M. Muslihah (1111103000047) © 2015 | 19

Page 20: Yofara M Muflihah Referat CKD

Referat Chronic Kidney Disease

2.2. Chronic Kidney Disease

2.2.1. Definisi

Penyakit ginjal kronik (chronic kidney disease/ CKD) adalah suatu

proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan

penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada umumnya berakhir

dengan gagal ginjal (CKD Stage V/ end stage). Gagal ginjal adalah

suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang

irreversible, pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti

ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal. Uremia

adalah suatu sindrom klinik dan laboratorik yang terjadi pada semua

organ, akibat penurunan fungsi ginjal pada penyakit ginjal kronik.1

Tabel 1. Kriteria Penyakit Ginjal Kronik

Kriteria Penyakit Ginjal Kronik

1. Kerusakan ginjal ≥ 3 bulan, yang ditemukan sebagai abnormalitas

struktural atau fungsional ginjal, dengan atau tanpa penurunan

GFR, bermanifestasi diantaranya sebagai:

Kelainan patologis, atau

Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam

komposisi darah atau urin, atau kelainan dalam tes

pencitraan (imaging test)

2. GFR < 60 ml/menit/1,73m2 selama 3 bulan, dengan atau tanpa

kerusakan ginjal.Sumber: Suwitra K. Penyakit Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. 2006. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. h581-584.

Pada penyakit ginjal kronik, ada 2 hal penting yang harus ditelusuri,

yakni:

Penyakit dasar yang menyebabkan

Setelah fungsi 3/4 nefron hilang, sisanya akan mengambil alih

fungsi nefron yang rusak, sehingga nantinya akan menyebabkan

hilangnya fungsi ginjal.5

Yofara M. Muslihah (1111103000047) © 2015 | 20

Page 21: Yofara M Muflihah Referat CKD

Referat Chronic Kidney Disease

Untuk menentukan derajat dari suatu gagal ginjal maka yang perlu

dinilai adalah creatinin clearance test. Penghitungan creatinin

clearance test (CCT) ini sesuai dengan rumus:

creatinine darahcreatinineurin24 jam

x volumeurin 24 jam

Oleh sebab itu perlu dilakukan pemeriksaan urin tampung dalam 24

jam untuk mendapatkan jumlah volume urin dan kreatinin urin dalam

24 jam. Selain menggunakan CCT, penentuan derajat penyakit, dibuat

atas dasar GFR (gromerulous filtration rate), yang dihitung dengan

menggunakan rumus Kockcroft-Gault:

(140−umur pasien ) x KgBB72 xkreatinin dara h

*) Pada perempuan dikalikan 0,85.

2.2.2. Klasifikasi

Klasifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atas dua hal, yaitu atas

dasar derajat (stage) penyakit dan atas dasar etiologi. Klasifikasi atas

dasar derajat penyakit, dibuat berdasarkan laju filtrasi glomerulus

(LFG).5 Klasifikasi staging penyakit ginjal kronis dalam 5 stage:1,2,3

Yofara M. Muslihah (1111103000047) © 2015 | 21

Page 22: Yofara M Muflihah Referat CKD

Referat Chronic Kidney Disease

Gambar 8.Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik dan Klasifikasi. Sumber: Henry Ford Health System. Chronic Kidney Disease: Clinical Practice Recommendations for Primary Care

Physicians and Healthcare Providers, A Collaborative Approach Edition 6.0. 2011. Detroit: Divisions of Nephrology and Hypertension and General Internal Medicine.

Di antara individu dengan penyakit ginjal kronis, staging

ditentukan oleh tingkat GFR, dengan stage yang lebih tinggi memiliki

GFR yang lebih rendah. Gambar 7 mengilustrasikan klasifikasi individu

berdasarkan ada atau tidaknya tanda penyakit ginjal dan kadar GFR.

Selain itu, juga dapat digunakan persamaan Modification of Diet in

Renal Disease (MDRD) untuk menghitung GFR. Persamaan ini tidak

membutuhkan berat badan pasien, namun membutuhkan 4 variabel

yaitu, serum creatinin (SCr), usia, jenis kelamin, dan etnis.2

Rumus MDRD lainnya yang menggunakan kadar BUN dan

albumin serum:2

Adapun, klasifikasi penyakit ginjal kronik atas dasar diagnosis etiologi

tertera pada tabel berikut ini:

Tabel 2. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas Dasar Etiologi

Yofara M. Muslihah (1111103000047) © 2015 | 22

Page 23: Yofara M Muflihah Referat CKD

Referat Chronic Kidney Disease

Penyakit Tipe MayorPenyakit Ginjal Diabetes

DM tipe 1 dan 2

Penyakit Ginjal Non- Diabetes

- Penyakit glomerular (penyakit autoimun, infeksi sistemik, obat, neoplasia)

- Penyakit vaskular (penyakit pembuluh darah hipertensi, mikroangiopati)

- Penyakit tubulointestinal (pielonefritis kronik, batu, obstruksi, keracunan obat)

- Penyakit kistik (ginjal polikistik)

Penyakit pada Transplantasi

Keracunan obat, transplantasi, penyakit recurrent (glomerular)

Sumber: Suwitra K. Penyakit Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. 2006. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. h581-584.

2.2.2. Epidemiologi

Orang yang mengalami CKD memiliki peningkatan yang signifikan

dari morbiditas dan mortalitas. Di Amerika Serikat, pada tahun 1995-

1999, insidens penyakit ginjal kronik diperkirakan mencapai 100 kasus

perjuta penduduk pertahun, dan angka ini meningkat sekitar 8% setiap

tahunnya. Di Malaysia, dengan populasi 18 juta diperkirakan terdapat

1800 kasus baru gagal ginjal pertahunnya. Di negara-negara

berkembang lainnya, insiden ini diperkirakan sekitar 40-60 kasus

perjuta penduduk per tahun.1,6

Sebuah studi yang dilakukan Perhimpunan Nefrologi Indonesia

melaporkan sebanyak 12,5 % populasi Indonesia mengalami penurunan

fungsi ginjal. Glomerulosklerosis mengarah pada penurunan berat

ginjal. Pemeriksaan histologis menunjukkan penurunan jumlah

glomerulus sebanyak 30-50% pada usia 70 tahun.1,6

2.2.4. Faktor Risiko

Yofara M. Muslihah (1111103000047) © 2015 | 23

Page 24: Yofara M Muflihah Referat CKD

Referat Chronic Kidney Disease

Faktor risiko gagal ginjal kronik, yaitu pada pasien dengan diabetes

mellitus, hipertensi, obesitas, penyakit jantung, ISK, HIV (penyakit

imun), berumur lebih dari 50 tahun, dan individu dengan riwayat

penyakit diabetes melitus, hipertensi, dan penyakit ginjal dalam

keluarga.7

Gambar 9. Faktor Risiko CKD. Sumber: Henry Ford Health System. Chronic Kidney Disease: Clinical Practice Recommendations for Primary Care Physicians and Healthcare Providers, A

Collaborative Approach Edition 6.0. 2011. Detroit: Divisions of Nephrology and Hypertension and General Internal Medicine.

Empat faktor resiko utama dalam perkembangan End Stage Renal

Disease (ESRD) adalah usia, ras, jenis kelamin, dan riwayat keluarga.

Insiden ESRD diabetikum sangat meningkat seiring dengan berjalannya

usia. ESRD yang disebabkan oleh nefropati hipertensif 6,2 kali lebih

sering terjadi pada orang Afrika-amerika dari pada orang Kaukasia.

Secara keseluruhan insidens ESRD lebih besar pada laki-laki (56,3%)

daripada perempuan (43,7%).8

Dari data yang sampai saat ini dapat dikumpulkan oleh Indonesian

Renal Registry (IRR) pada tahun 2007-2008 didapatkan urutan etiologi

terbanyak sebagai berikut glomerulonefritis (25%), diabetes melitus

(23%), hipertensi (20%) dan ginjal polikistik (10%).8

Yofara M. Muslihah (1111103000047) © 2015 | 24

Page 25: Yofara M Muflihah Referat CKD

Referat Chronic Kidney Disease

Glomerulonefritis

Glomerulonefritis akut mengarah pada serangkaian tertentu

penyakit ginjal di mana mekanisme kekebalan tubuh memicu

peradangan dan proliferasi jaringan glomerular yang dapat

mengakibatkan kerusakan pada membran basal, mesangium, atau

endotelium kapiler. Hippocrates awalnya menggambarkan

manifestasi nyeri punggung dan hematuria, lalu juga oliguria atau

anuria. Dengan berkembangnya mikroskop, Langhans kemudian

mampu menggambarkan perubahan patofisiologik glomerular ini.

Sebagian besar penelitian asli berfokus pada pasien pasca-

streptococcus. Glomerulonefritis akut didefinisikan sebagai serangan

yang tiba-tiba menunjukkan adanya hematuria, proteinuria, dan

silinder sel darah merah. Gambaran klinis ini sering disertai dengan

hipertensi, edema, dan fungsi ginjal terganggu.9

Berdasarkan sumber terjadinya kelainan, glomerulonefritis

dibedakan primer dan sekunder. Glomerulonefritis primer apabila

penyakit dasarnya berasal dari ginjal sendiri sedangkan

glomerulonefritis sekunder apabila kelainan ginjal terjadi akibat

penyakit sistemik lain seperti diabetes melitus, lupus eritematosus

sistemik (LES), mieloma multipel atau amiloidosis.9

Pada umumnya terjadi pada pasien berusia 5-15 tahun. Hanya

10% terjadi pada pasien yang lebih tua dari 40 tahun. Gejala

glomerulonefritis akut yaitu dapat terjadi hematuria, oligouri, edema

preorbital yang biasanya pada pagi hari, hipertensi, sesak napas, dan

nyeri pinggang karena peregangan kapsul ginjal.9

Diabetes M el l itus

Menurut American Diabetes Association (2003) diabetes

melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan

karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi

insulin, kerja insulin atau kedua duanya.10

Yofara M. Muslihah (1111103000047) © 2015 | 25

Page 26: Yofara M Muflihah Referat CKD

Referat Chronic Kidney Disease

Diabetes melitus sering disebut sebagai the great imitator,

karena penyakit ini dapat mengenai semua organ tubuh dan

menimbulkan berbagai macam keluhan. Gejalanya sangat bervariasi.

Diabetes melitus dapat timbul secara perlahan-lahan sehingga pasien

tidak menyadari akan adanya perubahan seperti minum yang

menjadi lebih banyak, buang air kecil lebih sering ataupun berat

badan yang menurun.10

Terjadinya diabetes ditandai dengan gangguan metabolisme dan

hemodinamik yang meningkatkan permeabilitas pembuluh darah,

meningkatkan tekanan darah sistemik, dan mengubah pengaturan

tekanan intrakapiler.Di ginjal, perubahan ini mungkin menyebabkan

munculnya protein dalam urin. Kehadiran protein urin tidak hanya

tanda awal penyakit ginjal diabetes, tetapi dapat menyebabkan

kerusakan dan tubulointerstitial glomerular yang pada akhirnya

mengarah ke glomerulosklerosis diabetes. Hubungan yang kuat

antara proteinuria dan komplikasi diabetes lainnya mendukung

pandangan bahwa peningkatan ekskresi protein urin mencerminkan

gangguan vaskular umum yang mempengaruhi banyak organ,

termasuk mata, jantung, dan sistem saraf.11,12

Diabetes melitus menyerang struktur dan fungsi ginjal dalam

berbagai bentuk. Nefropati diabetik adalah istilah yang mencakup

semua lesi yang terjadi di ginjal pada diabetes melitus.

Glomerulosklerosis adalah lesi yang paling khas dan dapat terjadi

secara difus atau nodular. Glomerulosklerosis diabetik difus

merupakan lesi yang paling sering terjadi, terdiri atas penebalan

difus matriks mesangial dengan bahan eosinofilik disertai dengan

penebalan membran basalis kapiler. Glomerulosklerosis diabetik

nodular lebih jarang terjadi namun sangat spesifik untuk penyakit

ini, terdiri atas bahan eosinofilik noduler yang menumpuk dan

terletak dalam perifer glomerulus didalam inti lobus kapiler.

Kelainan non glomerulus dalam nefropati diabetik adalah nefritis

Yofara M. Muslihah (1111103000047) © 2015 | 26

Page 27: Yofara M Muflihah Referat CKD

Referat Chronic Kidney Disease

tubulointertitial kronik, nekrosis papilaris, hialinosis arteri aferen dan

eferen, serta iskemia. Glomerulosklerosis diabetik hampir selalu

didahului oleh retinopati diabetik yang ditandai dengan mikro

aneurisma di sekitar makula.8 Riwayat perjalanan nefropati diabetik

dari awitan hingga ESRD dapat dibagi menjadi 5 fase atau stadium.8

Stadium 1, atau fase perubahan fungsional dini, ditandai dengan

hipertropi dan hiperfiltrasi ginjal. Stadium 1 sebenarnya ditemukan

pada semua pasien yang didiagnosis diabetes melitus tipe 1

(bergantung insulin), dan berkembang pada awal penyakit. Sering

terjadi peningkatan GFR hingga 40% diatas normal. Peningkatan ini

disebabkan oleh beberapa faktor, dengan faktor yang memperburuk

adalah kadar glukosa darah yang tinggi, glukagon yang abnormal,

hormon pertumbuhan, efek renin, angiotensin I, dan prostaglandin.

Ginjal yang menunjukkan peningkatan GFR ukurannya lebih besar

dari normal, dan glomerulus yang bersangkutan akan lebih besar

dengan daerah permukaan yang meningkat. Perubahan ini diyakini

dapat menyebabkan glomerulosklerosis fokal Stadium 2, atau fase

perubahan struktural dini ditandai dengan penebalan membran

basalis kapiler glomerulus dan penumpukan sedikit demi sedikit

bahan matriks mesangial. Stadium ini terjadi sekitar 5 tahun setelah

awitan diabetes tipe 1 dan kelihatannya akan berkembang pada

semua pasien diabetes melitus. Kerasnya penebalan atau perluasan

mesangial yang terlihat pada stadium 2 secara positif berkaitan

dengan perkembangan proteinuria yang akan datang dan penurunan

fungsi ginjal. penumpukan matriks mesangial dapat mengenai lumen

kapiler glomerulus, menyebabkan iskemia dan menurunkan daerah

permukaan filtrasi, namun GFR biasanya tetap dalam kisaran normal

yang tinggi. Ekskresi albumin urin biasanya normal selama stadium

2, kecuali pada mikroalbuminemia reversibel yang terjadi dalam

waktu singkat.8

Yofara M. Muslihah (1111103000047) © 2015 | 27

Page 28: Yofara M Muflihah Referat CKD

Referat Chronic Kidney Disease

Hiperglikemia persisten menjadi faktor utama dalam

patogenesis glomerulosklerotik diabetik dan melibatkan beberapa

mekanisme, termasuk (1) vasodilatasi dengan meningkatkan

mikrosirkulasi yang menyebabkan peningkatan kebocoran zat

terlarut ke dalam pembuluh darah dan jaringan sekitarnya; (2)

pembuangan glukosa melalui jalur polyol (insulin independen),

menyebabkan penimbunan polyol dan penurunan kadar komponen

selular utama, termasuk glomerulus; dan (3) glikosilasi protein

struktur glomerulus. Pada hiperglikemia, glukosa memberikan reaksi

dengan mengedarkan protein seluler secara nonenzimatik (misalnya

glikosilasi hemoglobin menghasilkan A1C). Glikosilasi membran

basalis dan protein mesangial dapat menjadi faktor utama yang

bertanggung jawab dalam peningkatan matriks mesangial dan

perubahan permeabilitas membran yang menyebabkan proteinuria.8

Stadium 3 nefropati diabetik mengacu pada fase nefropati

insipien dansecara khas berkembang dalam waktu sekitar 10 tahun

setelah awitan diabetes melitus. Tanda khas stadium ini adalah

mikroalbuminuria yang menetap (30-300mg/24 jam) yang hanya

dapat terdeteksi dengan radioimunoassay atau metode labsensitif

lainnya. Normalnya urin menyekresi albumin dibawah 30 mg/24

jam. Mikroalbuminuria yang menetap dibuktikan dengan tiga atau

lebih urin nefropati yang dikumpulkan secara terpisah selama lebih

dari 3-6 bulan. Mikroalbuminuria hanya dapat dideteksi pada 25%

hingga 40% pasien, dan besar kemungkinannya untuk berkembang

menjadi stadium 4 dan 5. Kadar GFR normal hingga normal tinggi

dan peningkatan tekanan darah juga merupakan gambaran pada

stadium 3.8

Stadium 4, atau fase nefropati diabetik klinis ditandai dengan

proteinuria yang positif dengan carrik celup (>300 mg/24 jam) dan

dengan penurunan GFR yang progresif. Retinopati diabetik, serta

hipertensi, hampir selalu ada pada nefropati diabetik stadium 4.

Yofara M. Muslihah (1111103000047) © 2015 | 28

Page 29: Yofara M Muflihah Referat CKD

Referat Chronic Kidney Disease

Stadium ini muncul kira-kira 15 tahun setelah awitan diabetes tipe 1

dan menyebabkan ESRD pada sebagian besar kasus.8

Stadium 5 atau fase kegagalan atau insufisiensi ginjal progresif

ditandai dengan azotemia (peningkatan kadar BUN dan kreatinin

serum) disebabkan oleh penurunan GFR yang cepat, yang pada

akhirnya menyebabkan berkembangnya ESRD dan membutuhkan

dialisis atau transplantasi ginjal. Rata-rata waktu yang dibutuhkan

untuk menuju stadium ini adalah 20 tahun.8

Fase awal nefropati asimptomatik dan mulai berkembang setelah

5-8 tahun pada DM tipe 2. Proses pasti kerusakan ginjal pada

diabetes tidak diketahui. Beberapa mekanisme telah diteliti

diantaranya, hiperglikemia, hiperfiltrasi, peningkatan viskositas

darah, peningkatan tekanan glomerular, albumin, proteinkinase C,

growth factor, Advanced Glycation End Products (AGEs), oxidative

stress dan hiperkolesterolemia.8

Ginjal P olikistik

Kista adalah suatu rongga yang berdinding epitel dan berisi

cairan atau material yang semisolid. Polikistik berarti banyak kista.

Pada keadaan ini dapat ditemukan kista-kista yang tersebar di kedua

ginjal, baik di korteks maupun di medula. Selain oleh karena

kelainan genetik, kista dapat disebabkan oleh berbagai keadaan atau

penyakit. Jadi ginjal polikistik merupakan kelainan genetik yang

paling sering didapatkan. Nama lain yang lebih dahulu dipakai

adalah penyakit ginjal polikistik dewasa (adult polycystic kidney

disease), oleh karena sebagian besar baru bermanifestasi pada usia di

atas 30 tahun. Ternyata kelainan ini dapat ditemukan pada fetus, bayi

dan anak kecil, sehingga istilah dominan autosomal lebih tepat

dipakai daripada istilah penyakit ginjal polikistik dewasa.13,14

2.2.5. Patofisiologi

Yofara M. Muslihah (1111103000047) © 2015 | 29

Page 30: Yofara M Muflihah Referat CKD

Referat Chronic Kidney Disease

Patofisiologi CKD pada awalnya tergantung pada penyakit yang

mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang

terjadi kurang lebih sama. Pengurangan masa ginjal mengakibatkan

hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa sebagai

upaya kompensasi, yang diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti

sitokin dan growth factors. Hal ini mengakibatkan terjadinya

hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran

darah glomerulusproses adaptasi ini berlangsung singkat, akhirnya

diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih

tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron

yang progresif, waalaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi.1

Gambar 10. Intragolerular Hypertension (IG-HPT). Sumber: Appel GB. Improved Outcomes in Nephrotic Syndrome. CCJM 2006;73(2):161-8

Adanya peningkatan aktivitas aksis renin angiotensin aldosteron

intrarenal, ikut memberikan kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi,

skelrosis dan progresifitas tersebut. Aktifitas jangka panjang RAA,

sebagian diperantarai oleh Growth factor seperti Transforming growth

factor β (TGF β). Selain itu albuminuria, hipertensi, hiperglikemia,

dislipidemia dan riwayat keluarga dengan penyakit ginjal juga dianggap

berperan dalam progresifitas CKD.1,6

Pada stadium awal CKD terjadi kehilangan daya cadang ginjal

dengan GFR yang normal atau malah meningkat. Kemudian secaara

perlahan tapi pasti akan terjadi penurunan fungsi nefron yg progresif

Yofara M. Muslihah (1111103000047) © 2015 | 30

Page 31: Yofara M Muflihah Referat CKD

Referat Chronic Kidney Disease

ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum, sampai

pada GFR yang rendah. Pada GFR sebesar 60% pasien masih belum

merasakan keluhan (asimtomatik), tapi sudah terjadi peningktan kadar

urea dan kreatinin serum. Pada GFR sebesar 30% mulai terjadi keluhan

sepeti nokturia, badan lemah, mual, nafsu mkn menurun dan penurunan

BB. Sampai pada GFR < 30% pasien melihatkan tanda dan gejala

uremia yaitu, anemia, peningkatan tekanan darah, ganggun metabolisme

fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya.Pasien

juga mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi

saluran napas, mau infeksi aluran cerna. Juga dapat terjdi gangguan

keseimbangan air seperti hipo- atau hiper-volemia, gangguan

keseimbangan elektrolit antara lain natrium dan kalium. Pada GFR < 15

terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius, dan pasien sudah

memerlukan terapi pengganti ginjal.1

2.2.6. Pendekatan Diagnosis

Pendekatan diagnosis chronic kidney disease (CKD) dilihat dari

anamnesis, pemeriksaan fisik, gambaran radiologis, dan apabila perlu

gambaharan histopatologis.10

1. Memastikan adanya penurunan faal ginjal (LFG)

2. Mengejar etiologi CKD yang mungkin dapat dikoreksi

3. Mengidentifikasi semua faktor pemburuk faal ginjal (reversible

factors)

4. Menentukan strategi terapi rasional

5. Meramalkan prognosis

Pendekatan diagnosis mencapai sasaran yang diharapkan bila dilakukan

pemeriksaan yang terarah dan kronologis, mulai dari anamnesis,

pemeriksaan fisik diagnosis dan pemeriksaan penunjang diagnosis rutin

dan khusus.

A. Gambaran Klinis

Yofara M. Muslihah (1111103000047) © 2015 | 31

Page 32: Yofara M Muflihah Referat CKD

Referat Chronic Kidney Disease

Anamnesis harus terarah dengan mengumpulkan semua keluhan

yang berhubungan dengan retensi atau akumulasi toksin azotemia,

etiologi CKD, perjalanan penyakit termasuk semua faktor yang dapat

memperburuk faal ginjal (LFG). Gambaran klinik (keluhan subjektif

dan objektif termasuk kelainan laboratorium) mempunyai spektrum

klinik luas dan melibatkan banyak organ dan tergantung dari derajat

penurunan faal ginjal.

Gambaran klinis pasien penyakit ginjal kronik meliputi:13,15,16

a. Sesuai dengan penyakit yang mendasari seperti diabetes melitus,

infeksi traktus urinarius, batu traktus urinarius, hipertensi,

hiperurisemi, Lupus Eritomatosus Sistemik (LES),dll.

b. Sindrom uremia yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia,

mual, muntah, nokturia, kelebihan volume cairan (volume

overload), neuropati perifer, pruritus, uremic frost, perikarditis,

kejang-kejang sampai koma.

c. Gejala komplikasinya antara lain hipertensi, anemia,

osteodistrofi renal, payah jantung, asidosis metabolik, gangguan

keseimbangan elektrolit (sodium, kalium, khlorida).

Gambaran klinik penyakit ginjal kronik berat disertai sindrom

azotemia sangat kompleks, meliputi kelainan-kelainan berbagai

organ seperti: kelainan hemopoeisis, saluran cerna, mata, kulit,

selaput serosa, kelainan neuropsikiatri dan kelainan

kardiovaskular.8,9,13

Kelainan Hemopoeisis

Anemia normokrom normositer dan normositer (MCV 78-94

CU), sering ditemukan pada pasien penyakit ginjal kronik.

Anemia pada pasien penyakit ginjal kronik terutama disebabkan

oleh defisiensi eritropoetin. Hal lain yang ikut berperan dalam

terjadinya anemia adalah defisiensi besi, kehilangan darah (misal

perdarahan saluran cerna, hematuri), masa hidup eritrosit yang

Yofara M. Muslihah (1111103000047) © 2015 | 32

Page 33: Yofara M Muflihah Referat CKD

Referat Chronic Kidney Disease

pendek akibat terjadinya hemolisis, defisiensi asam folat,

penekanan sumsum tulang oleh substansi uremik, proses

inflamasi akut ataupun kronik.8,13

Evaluasi terhadap anemia dimulai saat kadar hemoglobin < 10

g/dL atau hematokrit < 30 %, meliputi evaluasi terhadap status

besi (kadar besi serum / serum iron, kapasitas ikat besi total /

Total Iron binding Capacity (TIBC), feritin serum), mencari

sumber perdarahan, morfologi eritrosit, kemungkinan adanya

hemolisis dan sebagainya.8,13

Penatalaksanaan terutama ditujukan pada penyebab utamanya,

di samping penyebab lain bila ditemukan. Pemberian eritropoetin

(EPO) merupakan hal yang dianjurkan. Pemberian tranfusi pada

penyakit ginjal kronik harus dilakukan hati-hati, berdasarkan

indikasi yang tepat dan pemantauan yang cermat. Tranfusi darah

yang dilakukan secara tidak cermat mengakibatkan kelebihan

cairan tubuh, hiperkalemia, dan perburukan fungsi ginjal. Sasaran

hemoglobin menurut berbagai studi klinik adalah 11-12 g/dL.8

Kelainan Saluran Cerna

Mual dan muntah sering merupakan keluhan utama dari

sebagian pasien penyakit ginjal kronik terutama pada stadium

terminal. Patogenesis mual dan muntah masih belum jelas, diduga

mempunyai hubungan dengan dekompresi oleh flora usus

sehingga terbentuk amonia. Amonia inilah yang menyebabkan

iritasi atau rangsangan mukosa lambung dan usus halus. Keluhan-

keluhan saluran cerna ini akan segera mereda atau hilang setelah

pembatasan diet protein dan antibiotika.14

Yofara M. Muslihah (1111103000047) © 2015 | 33

Page 34: Yofara M Muflihah Referat CKD

Referat Chronic Kidney Disease

Kelainan M ata

Visus hilang (azotemia amaurosis) hanya dijumpai pada

sebagian kecil pasien penyakit ginjal kronik. Gangguan visus

cepat hilang setelah beberapa hari mendapat pengobatan penyakit

ginjal kronik yang adekuat, misalnya hemodialisis. Kelainan

saraf mata menimbulkan gejala nistagmus, miosis, dan pupil

asimetris. Kelainan retina (retinopati) mungkin disebabkan

hipertensi maupun anemia yang sering dijumpai pada pasien

penyakit ginjal kronik. Penimbunan atau deposit garam kalsium

pada konjungtiva menyebabkan gejala red eye syndrome akibat

iritasi dan hipervaskularisasi. Keratopati mungkin juga dijumpai

pada beberapa pasien penyakit ginjal kronik akibat penyulit

hiperparatiroidisme sekunder atau tersier.

Kelainan K ulit

Gatal sering mengganggu pasien, patogenesisnya masih belum

jelas dan diduga berhubungan dengan hiperparatiroidisme

sekunder. Keluhan gatal ini akan segera hilang setelah tindakan

paratiroidektomi. Kulit biasanya kering dan bersisik, tidak jarang

dijumpai timbunan kristal urea pada kulit muka dan dinamakan

urea frost.8,14

Kelainan N europsikiatri

Beberapa kelainan mental ringan seperti emosi labil, dilusi,

insomnia, dan depresi sering dijumpai pada pasien penyakit ginjal

kronik. Kelainan mental berat seperti konfusi, dilusi, dan tidak

jarang dengan gejala psikosis juga sering dijumpai pada pasien

CKD. Kelainan mental ringan atau berat ini sering dijumpai pada

pasien dengan atau tanpa hemodialisis, dan tergantung dari dasar

kepribadiannya (personalitas).

Yofara M. Muslihah (1111103000047) © 2015 | 34

Page 35: Yofara M Muflihah Referat CKD

Referat Chronic Kidney Disease

Kelainan K ardiovaskular

Patogenesis gagal jantung kongestif (GJK) pada penyakit

ginjal kronik sangat kompleks. Beberapa faktor seperti anemia,

hipertensi, aterosklerosis, kalsifikasi sistem vaskular, sering

dijumpai pada pasien penyakit ginjal kronik terutama pada

stadium terminal dan dapat menyebabkan kegagalan faal jantung.

B. Gambaran Laboratorium15,16

Gambaran laboratorium penyakit ginjal kronik meliputi:

a. Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya

b. Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan

kreatinin serum, dan penurunan GFR yang dihitung

mempergunakan rumus Kockcroft-Gault. Kadar kreatinin serum

saja tidak bisa dipergunakan untuk memperkirakan fungsi ginjal.

c. Kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan kadar

hemoglobin, peningkatan kadar asam urat, hiper atau

hipokalemia, hiponatremia, hiper atau hipokloremia,

hiperfosfatemia, hipokalemia, asidosis metabolik

d. Kelainan urinalisis meliputi proteinuria, hematuri, leukosuria

C. Gambaran Radiologi15,16

Pemeriksaan radiologis penyakit GGK meliputi:

a. Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio-opak

b. Pielografi intravena jarang dikerjakan karena kontras sering

tidak bias melewati filter glomerulus, di samping kekhawatiran

terjadinya pengaruh toksik oleh kontras terhadap ginjal yang

sudah mengalami kerusakan

c. Pielografi antegrad atau retrograd dilakukan sesuai indikasi

d. Ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang

mengecil, korteks yang menipis, adanya hidronefrosis atau batu

ginjal, kista, massa, kalsifikasi

Yofara M. Muslihah (1111103000047) © 2015 | 35

Page 36: Yofara M Muflihah Referat CKD

Referat Chronic Kidney Disease

e. Pemeriksaan pemindaian ginjal atau renografi dikerjakan bila

ada indikasi

2.2.7. Penatalaksanaan

Penatalakssanaan penyakit ginjal kronik meliputi:

Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya

Pencegahan dan terapi terhadap konisi komorbid

Memperlambat pemburukan fungsi ginjal

Pencegahan dan terpi terhdap penyakit kardovaskular

Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi

Terapi penggantian ginjal berupa dialysis atau transplantasi ginjal

Perencanaan tatalaksana CKD sesuai dengan derajatnya: 1

a. Terapi Simptomatik Terapi Dislipidemi

Dislipidemi merupakan faktor risiko primer penyakit

kardiovaskular dan komplikasi penyakit ginjal progresif karena

dapat menyebabkan aterosklerosis difus dan iskemi renal.17

Abnormalitas lipid pada CKD paling sering adalah peningkatan

trigliserida, low density lipoprotein (LDL) yang diakibatkan

gangguan klirens. Rekomendasi dari KDOQI bertujuan

Yofara M. Muslihah (1111103000047) © 2015 | 36

Page 37: Yofara M Muflihah Referat CKD

Referat Chronic Kidney Disease

mengurangi kadar kolsterol < 100 mg/dL dan trigliserid < 200

mg/dL.1

Terapi Hipertensi

Hipertensi menyebabkan kerusakan langsung pembuluh

darah nefron sehingga ginjal kehilangan kemampuan otoregulasi

tekanan dan laju filtrasi glomerulus dengan hasil akhir

hiperfiltrasi yang bermanifestasi sebagai albuminuri. Target

tekanan darah pada CKD adalah <140/90 mmHg. Terapinya

dengan Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI) dan

Angiotensin Receptor Blocker (ARB) lebih efektif dibandingkan

antihipertensi lain dalam mencegah progresifitas kerusakan

ginjal karena obat-obatan tersebut menurunkan tekanan

intraglomerular dan proteinuri melalui efek langsung terhadap

tekanan darah sistemik dan sirkulasi glomerulus.6

Terapi Anemia

Anemia pada penyakit ginjal kronis teradi akibat produksi

eritropoietin yang menurun dan massa sel tubular renal yang

berkurang. Kompensasi jantung terhadap anemia menyebabkan

hipertrofi ventrikel dan kardiomiopati sehinga meningkatkan

risiko terjadinya gagal jantung atau penyakit jantung iskemik.

Rekomendasi KDOQI menyebutkan target hemoglobin 10

hingga 12 g/dL pada penderita CKD, dan penderita dengan

kadar feritin serum < 100 ng/mL harus mendapat suplementasi

besi. Recombinant human erythropoietin (rHuEPO) dengan

dosis 50-150 mg/kgBB/hari subkutan digunakan untuk anemia

akibat CKD.9 Adapun Murray et al menyarankan Dosis inisial

50 u/kg IV 3 kali dalam seminggu. Jika Hb meningkat >2 gr/dL

kurangi dosis pemberian menjadi 2 kali seminggu. Maksimum

pemberian 200 u/kg dan tidak lebih dari tiga kali dalam

seminggu. Transfusi darah ,misalnya Packed Red Cell (PRC),

Yofara M. Muslihah (1111103000047) © 2015 | 37

Page 38: Yofara M Muflihah Referat CKD

Referat Chronic Kidney Disease

merupakan salah satu pilihan terapi alternatif, murah, dan

efektif. Terapi pemberian transfusi darah harus hati-hati karena

dapat menyebabkan kematian mendadak. Sasaran hemoglobin

adal 11-12 gr/dL.11

Terapi Gula Darah pada Pasien DM

Menghindari pemakaian metformin dan obat-obat golongan

sulfonylurea dengan masa kerj panjang. Target HbA1C untuk

DM tipe 1 0,2 diata nilai normal tertinggi untu DM tipe 2 adalah

6% .6

Terapi Asidosis Metabolik

Asidosis metabolik harus dikoreksi karena meningkatkan serum

kalium (hiperkalemia). Untuk mencegah dan mengobati asidosis

metabolik dapat diberikan suplemen alkali. Terapi alkali

(sodium bicarbonat) harus segera diberikan intravena bila pH ≤

7,35 atau serum bikarbonat ≤ 20 mEq/L.

Terapi Keluhan Gastrointestinal

Anoreksi, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan yang

sering dijumpai pada CKD. Keluhan gastrointestinal ini

merupakan keluhan utama (chief complaint) dari CKD. Keluhan

gastrointestinal yang lain adalah ulserasi mukosa mulai dari

mulut sampai anus. Tindakan yang harus dilakukan yaitu

program terapi dialisis adekuat dan obat-obatan simtomatik.

Terapi KelainanKulit

Tindakan yang diberikan harus tergantung dengan jenis keluhan

kulit.

Yofara M. Muslihah (1111103000047) © 2015 | 38

Page 39: Yofara M Muflihah Referat CKD

Referat Chronic Kidney Disease

Terapi Kelainan Neuromuskular

Beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan yaitu terapi

hemodialisis reguler yang adekuat, medikamentosa atau operasi

subtotal paratiroidektomi.

Terapi Kelainan Sistem Kardiovaskular

Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular

merupakan hal yang penting, karena 40-50% kematian pada

penyakit ginjal kronik disebabkan oleh penyakit kardiovaskular.

Tindakan yang diberikan tergantung dari kelainan

kardiovaskular yang diderita, termasuk pengendalian diabetes,

hipertensi, dislipidemia, hiperfosfatemia, dan terapi terhadap

kelebihan cairan dan gangguan keseimbanagan elektrolit.

b. Terapi Nonfarmakologis

Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal

ginjal secara progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat

akumulasi toksin azotemia, memperbaiki metabolisme secara

optimal dan memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit. Terapi

diet rendah protein (DRP) menguntungkan untuk mencegah atau

mengurangi toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat

merugikan terutama gangguan keseimbangan negatif nitrogen.

Yofara M. Muslihah (1111103000047) © 2015 | 39

Page 40: Yofara M Muflihah Referat CKD

Referat Chronic Kidney Disease

Pengaturan asupan protein1

Pembatasan Asupan Protein pada

CKD

GFR ml/menit Asupan protein g/kg/hari

>60 Tidak dinjurkan

25-60 0,6 – 0,8/ kg/ hari

5-25 0,6 – 0,8 /kg/hari atau

tambahan 0,3 g asam amino

sensual atau asam keton

>60 (Sindrom

nefrotik)

0,8/kg/hari (=1 gr protein /g

proteinuria atau 0,3 g/kg

tambahan asam amino

esensial atau asam keton

Pengaturan asupan kalori: 35 kall/kgBB ideal/hari

Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk CKD harus

adekuat dengan tujuan utama, yaitu mempertahankan

keseimbangan positif nitrogen, memelihara status nutrisi dan

memelihara status gizi.

Pengaturan asupan lemak: 30-40% dari kalori total dan

mengandung jumlah yang sama antara lemakbebas jeunh dan

tidak jenuh

Asupan karbohidrat: 50-60% dari kalori total

Kebutuhan jumlah mineral dan elektrolit bersifat individual

tergantung dari LFG dan penyebab dasar penyakit ginjal

tersebut (underlying renal disease). Sumber lain merincikan:

Garam: 2-3 gr/hari

Fosfor: 5-10 mg/kgBB/hari

Kalsium: 1400-1600 mh/hari

Besi: 10-18 mg/hari

Magnesium: 200-300 mg/hari

Asam folat pasien HD: 5 mg

Air: jumlah urin 24 jam + 500 ml (insensible water loss)

Yofara M. Muslihah (1111103000047) © 2015 | 40

Page 41: Yofara M Muflihah Referat CKD

Referat Chronic Kidney Disease

Bila ureum serum > 150 mg% kebutuhan cairan harus adekuat

supaya jumlah diuresis mencapai 2 L per hari.

c. Terapi Pengganti Ginjal

Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik

stadium 5, yaitu pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut

dapat berupa hemodialisis, dialisis peritoneal, dan transplantasi

ginjal.

Hemodialisis

Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk

mencegah gejala toksik azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi

dialisis tidak boleh terlalu cepat pada pasien CKD yang belum

tahap akhir akan memperburuk faal ginjal (LFG). Indikasi

tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan indikasi

elektif. Beberapa yang termasuk dalam indikasi absolut, yaitu

perikarditis, ensefalopati/neuropati azotemik, bendungan paru

dan kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretik,

hipertensi refrakter, muntah persisten, dan Blood Uremic

Nitrogen (BUN) > 120 mg% dan kreatinin > 10 mg%. Indikasi

elektif, yaitu LFG antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m², mual,

anoreksia, muntah, dan azotemia berat.

Dialisis P eritoneal (DP)

Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory

Peritoneal Dialysis (CAPD) di pusat ginjal di luar negeri dan di

Indonesia. Indikasi medik CAPD, yaitu pasien anak-anak dan

orang tua (umur lebih dari 65 tahun), pasien-pasien yang telah

menderita penyakit sistem kardiovaskular, pasien-pasien yang

cenderung akan mengalami perdarahan bila dilakukan

hemodialisis, kesulitan pembuatan AV shunting, pasien dengan

stroke, pasien penyakit ginjal kronik stadium V dengan residual

urin masih cukup, dan pasien nefropati diabetik disertai co-

Yofara M. Muslihah (1111103000047) © 2015 | 41

Page 42: Yofara M Muflihah Referat CKD

Referat Chronic Kidney Disease

morbidity dan co-mortality. Indikasi non-medik, yaitu keinginan

pasien sendiri, tingkat intelektual tinggi untuk melakukan

sendiri (mandiri), dan di daerah yang jauh dari pusat ginjal.

2.2.8. Komplikasi dan Prognosis

Berbagai komplikasi yang dapat terjadi pada CKD sesuai degan derajat

penurunan fungsi ginjal yang terjadi.

Gambar 11. Komplikasi Penyakit Ginjal Kronik. Sumber: Suwitra K. Penyakit Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu

Penyakit Dalam FKUI, 2006.581-584.

Pasien dengan penyakit ginjal kronik umumnya akan menuju stadium

terminal atau stadium V. Angka prosesivitasnya tergantung dari

diagnosis yang mendasari, keberhasilan terapi, dan juga dari individu

masing-masing. Pasien yang menjalani dialisis kronik akan mempunyai

angka kesakitan dan kematian yang tinggi. Pasien dengan penyakit

ginjal stadium akhir yang menjalani transpantasi ginjal akan hidup

lebih lama daripada yang menjalani dialisis kronik. Kematian terbanyak

adalah karena kegagalan jantung (45%), infeksi (14%), kelainan

pembuluh darah otak (6%), dan keganasan (4%).3 Selain itu, kita juga

dapat meninjau prognosisnya dari laju filtrasi glomerulus dan rasio

albuminuria yang terjadi pada pasien.

Yofara M. Muslihah (1111103000047) © 2015 | 42

Page 43: Yofara M Muflihah Referat CKD

Referat Chronic Kidney Disease

Gambar 12. Prognosis CKD berdasarkan Kategori GFR dan Albuminuria: KDIGO 2012. Sumber: International Society of Nephrology. KDIGO 2012 Clinical Practice Guideline for the

Evaluation and Management of Chronic Kidney Disease. 2012. Official Journal of the International Society of Nephrology.

Yofara M. Muslihah (1111103000047) © 2015 | 43

Page 44: Yofara M Muflihah Referat CKD

Referat Chronic Kidney Disease

BAB V

KESIMPULAN

Chronic Kidney Disease (CKD) adalah suatu proses patofisiologi dengan

etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif

dengan GFR <60mL/menit/1.73m2 selama 3 bulan, dengan atau tanpa kerusakan

ginjal dan pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal, yaitu suatu keadaan klinis

yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel yang pada suatu

saat membutuhkan terapi pengganti ginjal yang tetap berupa dialisis atau

transplantasi ginjal. CKD memiliki 5 stadium, bila penanganan dilakukan pada

stadium awal maka prognosis jauh lebih baik.

Untuk mendeteksi dan memonitor CKD, dilakukan 2 tes: perkiraan GFR

dan rasio UACR (urine albumin to creatinine ratio). Terapi diet pada CKD dalah

kontrol tekanan darah, melalui masukan sodium, mengurangi masukan protein

dan penanganan diabetesnya. Penanganan CKD ditujukan untuk menurunkan

kemungkinan komplikasi yang dapat terjadi dengan pemantauan dari faktor

risikonya yaitu, diabetes, hipertensi, penyakit ginjal pada keluarga, penyakit

jantung, ISK, dan penyakit imun. Kompliksi yang dapat terjadi adalah, malnutrisi,

asidosis metabolik, hiperkalemi, anemia, peenyakit jantung. Prognosis pada

pasien ditinjau dari laju filtrasi glomerolus dan albuminuria.

Yofara M. Muslihah (1111103000047) © 2015 | 44

Page 45: Yofara M Muflihah Referat CKD

Referat Chronic Kidney Disease

DAFTAR PUSTAKA

1. Suwitra K. Penyakit Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I

Edisi IV. 2006. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam

FKUI. h581-584.

2. Henry Ford Health System. Chronic Kidney Disease: Clinical Practice

Recommendations for Primary Care Physicians and Healthcare Providers, A

Collaborative Approach Edition 6.0. 2011. Detroit: Divisions of Nephrology

and Hypertension and General Internal Medicine.

3. Tortora GJ, Derrickson B. Chapter 2: The Urinary System. Dalam:

Principles of Anatomy and Physiology 12th Ed. 2009. Massasuchets: John

Wiley & Sons, Inc.

4. Guyton AC, Hall JE. Chapter 26 Urine Formation by the Kidneys: I.

Glomerular Filtration, Renal Blood Flow, and Their Control. Dalam:

Textbook of Medical Physiology 11th Ed. 2006. Pennsylvania: Elsevier

Saunders.

5. Tessy A, Ardaya, Suwanto. Infeksi Saluran Kemih. Dalam: Suyono HS.

Buku Ajar Penyakit Dalam Edisi ke-3. 2001. Jakarta: FKUI.

6. Kidney Disease Outcomes Quality Iniatiative of The National Kidney

Foundation. Clinical Practice Guidelines for Chronic Kidney Disease:

Evaluation, Classification, and Stratification. 2002.

7. National Kidney Disease Education Program. Chronic Kidney Disease 9

CKD and Diet: Assessment, Managemet and Treatment, treating CKD

Patients Who are not on dialysis. 2015

8. Purnomo B. Dasar-Dasar Urologi. Jakarta: Sagung Seto. 2003, 62-66.

9. Sja’bani M. Batu Saluran Kemih. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam.Edisi 4. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2006,

574-578.

10. Fihn SD. Acute Uncomplicated Urinary Tract Infection in Women. N Engl J

Med 2003; 349: 259-265.

Yofara M. Muslihah (1111103000047) © 2015 | 45

Page 46: Yofara M Muflihah Referat CKD

Referat Chronic Kidney Disease

11. Murray L, Ian W, Tom T, Chee KC. Chronic Renal failure in Ofxord

Handbook of Clinical Medicine. Ed. 7th. New York: Oxford University;

2007. 294-97.

12. Chobanian AV, et al. The seventh report of the Joint National Committee on

Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure.

2004

13. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardhani WI, Setiowulan W, editor.

Kapita selekta kedokteran. Edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius, 2001: 580-

88.

14. Hendromartono. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Edisi V. Jakarta:

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2009, 1943-1946.

15. Suhardjono, Lydia A, Kapojos EJ, Sidabutar RP. Gagal Ginjal Kronik. Buku

Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi 3. Jakarta: FKUI, 2001.427-434

16. Tierney LM, et al. Gagal Ginjal Kronik. Diagnosis dan Terapi Kedokteran

Penyakit Dalam Buku 1. Jakarta: Salemba Medika.2003

17. Vijayakumar M, Namalwar R, Prahlad N. Prevention of chronic kidney

disease in children. Ind J of Nephrol. 2007;17:47-52.

Yofara M. Muslihah (1111103000047) © 2015 | 46