66001952-MAKALAH-leptospirosis
-
Upload
nur-fitri-widiningrum -
Category
Documents
-
view
97 -
download
3
description
Transcript of 66001952-MAKALAH-leptospirosis
MAKALAH SEMINAR I
MODUL TROPIK INFEKSI
“LEPTOSPIROSIS”
KELOMPOK 7
030.06.068 Dian puteri pratami
030.06.070 Diana yulianti
030.06.077 Dwi putri arlina
030.07.129 Justicia Andhika
030.08.087 Diyana
030.08.088 Donna Novita A
030.08.089 Edward Wijaya
030.08.102 Ferdy
030.08.103 Fifi Tandion
030.08.104 Fitri Anugrah
030.08.105 Fitrisia Rahma
030.08.106 Friska Monita
030.08.303 Siti Nasirah
JAKARTA, 04 DESEMBER 2009
FAKULTAS KEDOKTERAN
BAB I
PENDAHULUAN
Leptospirosis adalah penyakit infeksi. Penyakit ini disebabkan oleh leptospira
patogenik dan memiliki manifestasi klinis yang luas, bervariasi mulai dari infeksi
yang tiak jelas sampai fulminan dan fatal. Pada jenis yang ringan, leptospirosis dapat
muncul seperti influenza dengan sakit kepala dan myalgia. Leptospirosis yang berat,
ditandai oleh jaundice, disfungsi renal dan diatesis hemoragik, dikenal dengan Weil’s
syndrome.
BAB II
LAPORAN KASUS
Kasus
Seorang pasien datang dengan keluhan kuning seluruh tubuh. Datang dibawa oleh
keluarganya ke Unit Gawat Darurat. Pada anamnesis tambahan dikatakan bahwa Pak
Sadikin adalah sorang penderita tekanan darah tinggi sejak 5 tahun yang lalu namun
minum obatnya tidak teratur. Penyakit kencing manis disangkal. Kurang lebih 4 bulan
yang lalu Pak Sadikin mengalami hepatitis A dan pernah dibawa ke rumah sakit juga
karena seluruh tubuhnya kuning, namun setelahnya sembuh dan tidak ada keluhan
lagi. Pak Sadikin adalah seorang petani, dengan riwayat alkoholisme sejak umur 20
tahun, namun sudah berhenti minum alcohol sejak 5 tahun yang lalu. Temuan baru
pada pemeriksaan Pak Sadikin adalah kesadaran somnolen, TD 80/60mmHg, nadi
110x/menit, suhu 38,5C, RR 24x/menit. THT terlihat epistaksis dengan jumlah
perdarahan kurang lebih 50-100cc.
Anamnesis
1. Identitas
Nama : Pak Sadikin
Usia : 40 tahun
JK : Laki-Laki
Alamat : -
Pekerjaan : Petani
Keluhan Utama : Kuning seluruh badan
Riwayat Perjalanan Penyakit Sekarang
9 hari yang lalu menderita demam
2 hari yang lalu : kuning, mual, muntah, lemas, nafsu makan
menurun, buang air kecil 1x sehari dengan warna yang pekat
Sekarang : kuning seluruh tubuh
Riwayat Penyakit Dahulu
Hipertensi sejak 5 tahun yang lalu, dan tidak teratur minum
obat
Hepatitis A 4 bulan yang lalu
Riwayat Kebiasaan
Peminum alkohol sejak umur 20 tahun, tetapi berhenti sejak
5 tahun yang lalu
Pemeriksaan fisik
Kesadaran : somnolen penurunan kesadaran
Tekanan Darah : 80/60 mmHg, hipotensi
Nadi : 110x/menit takikardi
Suhu : 38,5C febris
RR : 24x/menit takipnoe
Inspeksi
■ Kesadaran Somnolen
■ Kuning seluruh tubuh
■ Sklera Ikterik
2. Palpasi
■ Akral dingin
■ Nyeri tekan epigastrium
■ Hepatomegali teraba 2 jari dibawah arcus costae
3. Pekusi
4. Auskultasi Normal
THT : epistaksis dengan jumlah perdarahan kurang lebih 50-100cc
trombositopeni
Pemeriksaan Laboratorium
Hb 17,5 g/dl (normal)
Leukosit 13.000/mm3 (leukositosis) N=5000-10.000
Trombosit 90.000/mm3 (trombositopeni) N=150.000-400.000
Hematokrit 54% (normal)
SGOT 98 u/l N=37 u/l
SGPT 121 u/l N=42 u/l
BT 3,2 mg/dl N=0,3-1 mg/dl
B1 0,8 mg/dl (normal) N=0,1-1 mg/dl
B2 2,4 mg/dl N=0,2 mg/dl
Ureum dan Kreatinin : 110mg/dL dan 2,1 mg/dL penurunan fungsi ginjal dan
penyusutan otot rangka
Anti HAV IgG (+) : infeksi hepatitis A terdahulu dan sudah sembuh
Anti HAV IgM (-) : saat ini tidak terinfeksi virus hepatitis A
GDS : 110mg/dL dalam batas normal
Masalah dan Prioritas
Dilihat dari hasil pemeriksaan fisik, pasien ini mengalami penurunan kesadaran dan
terjadi perdarahan yang merupakan kumpulan gejala dari systemic inflammatory
response syndrome (SIRS), yang harus segera diatasi.
Diagnosis kerja
Leptospirosis karena gejala yang diderita oleh pasien(demam, mual, muntah, ikterus,
hepatomegali), hasil lab, dan faktor resiko yang didapat oleh pasien mengarah kepada
leptospirosis.
Dari hasil pemeriksaan fisik ,laboratorium dan faktor resiko pekerjaan pasien
kami menyimpulkan bahwa pasien ini mengalami leptospirosis berat atau yang
dikenal dengan nama penyakit weil. Penyakit, disfungsi paru, dan diatesis perdarahan.
Kerusakan vaskular dan disfungsi ginjal dikaitkan dengan timbulnya ikterus setelah
4-9 hari setelah gejala awal penyakit. Penderita dengan ikterus berat lebih mudah
terjadi gagal ginjal, perdarahan dan kolap kardiovaskular. Hepatomegali didapatkan
pada kuadran kanan atas. Oliguri atau anuri pada nekrosis tubular akut sering terjadi
pada minggu ke dua sehingga terjadi hipovolemi dan menurunya perfusi ginjal.
Leptospirosis sering diderita oleh petugas kebersihan, petani, pekerja hewan.
Diagnosis banding
Penyakit Gejala
Leptospirosis Demam, anoreksia, mual, muntah, ikterus, hepatomegali
Malaria Demam(37,5ºC-40ºC), hepatomegali, splenomegali, hipotensi, nadi
cepat dan lemah, RR meningkat, ikterus, kesadaran menurun
*Anamnesis : pernah pergi kedaerah endemik malaria ?
Hepatitis Kuning, malaise, nyeri tekan, hepatomegali
Obstruksi saluran empedu Ikterik
Hemolitik
Ikterus dibagi menjadi 3, yaitu :
1. Hemolitik : terjadi karena banyak sel darah merah yang dipecah sehingga
Bilirubin 1 meningkat dalam darah. Bisa terjadi pada Malaria, defisiensi
G6PD, HbS
2. Hepatoselluler : terjadi karena sel hati yang rusak, sehingga Bilirubin 1 banyak
yang tidak bisa diubah menjadi Bilirubin 2. Sedangkan Bilirubin 2 mengalami
gangguan transpor sehingga Bilirubin 1 dan 2 meningkat di dalam darah. Bisa
terjadi pada Hepatitis
3. Obstruksi : terjadi karena saluran keluar tersumbat, sehingga terjadi regurgitasi
dan Bilirubin yang akan dikeluarkan mengalami aliran balik sehingga kadar
Bilirubin 2 dalam darah meningkat.
Demam bisa terjadi karena adanya infeksi yang terus akan menyebabkan peradangan
dan akan menimbulkan demam.
Oligouri bisa disebabkan oleh :
1. Demam : karena pada saat demam akan banyak cairan yang dibuang melalui
kulit sehingga tubuh menahan pengeluaran cairan melalui urin dengan
menggunakan hormon Aldosteron di ginjal yang akan menahan Na dan Na
akan menahan air.
2. Hipotensi yang akan menyebabkan laju filtrasi menurun dan akan
menyebabkan oligouri
Hipotensi terjadi karena cairan yang menurun dan cardiac output yang menurun.
Akral dingin terjadi karena perfusi O2 ke jaringan menurun karena hipotensi
Respiration rate menurun karena perfusi jaringan menurun
Patofisiologi
Bakteri masuk melalui permukaan kulit yang terluka, selaput lendir mata dan hidung.
Bisa juga melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi masuk aliran darah
menyebar ke seluruh tubuh dan mengakibatkan gangguan multi organ, seperti :
- Ginjal migrasi ke interstitium, tubulus renal, dan tubular lumen nefritis
interstitial dan nekrosis tubular hipovolemia karena dehidrasi dan
peningkatan permeabilitas kapiler gagal ginjal akut.
- Hati nekrosis sentrilobular dengan proliferasi sel Kupffer disfunsi
hepatocellular hepatomegali dan ikterus.
- Otot skletal edema vacuolisasi myofibril nekrosis fokal.
- Vaskular kerusakan endotelium kapiler perdarahan
- Susunan saraf pusat penurunan kesadaran
Pemeriksaan
1. Pemeriksaan Lab yang Dilakukan
1. Darah tepi
2. Darah rutin
3. Darah lengkap (kadar B1 dan B2)
4. Urinalisa (Harrison test)
Tindakan yang Dilakukan
1. Perbaiki keadaan umum dan tanda vital
2. Mencari etiologi setelah menerima hasil lab
Penatalaksanaan
Terapi :
1. Simtomatik : antipiretik dan antiemetik
2. Supportif : nutrisi dan cairan yang adekuat
3. Kausatif : terapi yang diberikan setelah etiologi ditemukan
Penatalaksana penderita yang paling penting adalah memonitor dengan cermat
perubahan klinis karena berpotensi terjadi gangguan kolap kardiovaskular dan syok
dapat terjadi secara cepat dan mendadak. Fungsi ginjal harus dievaluasi secara cermat
dan diperlukan dialisis pada kasus gagal ginjal. Pada umumnya kerusakan ginjal
adalah reversibel jika penderita dapat bertahan dalam fase akut. Penyediaan ventilasi
mekanik dan proteksi jalan napas harus tersedia bila terjadi gangguan pernapasan
berat. Continuous cardiac monitoring untuk memantau keadaan yang dapat timbul
seperti ventricular tachycardia, kontaksi ventrikel prematur premature ventricular
contractions, fibrilasi atrial, flutter, dan takikardia.
P rognosis
Dubia Ad Malam karena pada kasus ini pasien mengalami leptospirosis tipe
berat atu disebut dengan weil disease yang sudah ditandai dengan ikterus.
BAB III
PEMBAHASAN
Definisi 4
Leptospirosis adalah penyakit infeksi. Penyakit ini disebabkan oleh leptospira
patogenik dan memiliki manifestasi klinis yang luas, bervariasi mulai dari infeksi
yang tiak jelas sampai fulminan dan fatal. Pada jenis yang ringan, leptospirosis dapat
muncul seperti influenza dengan sakit kepala dan myalgia. Leptospirosis yang
berat, ditandai oleh jaundice, disfungsi renal dan diatesis hemoragik, dikenal
dengan Weil’s syndrome.
Epidemiologi 6
Leptospirosis adalah zoonosis penting dengan penyebaran luas yang
mempengaruhi sedikitnya 160 spesies mamalia. Tikus, adalah reservoir yang paling
penting, walaupun mamalia liar yang lain yang sama dengan hewan peliharaan dan
domestic dapat juga membawa mikroorganisme ini. Leptospira meningkatkan
hubungan simbiosis dengan hostnya dan dapat menetap pada tubulus renal selama
beberapa tahun.
Transmisi leptospira dapat terjadi melalui kontak langsung dengan urin, darah,
atau jaringan dari hewan yang terinfeksi atau paparan pada lingkungan;
transmisi antar manusia jarang terjadi. Karena leptospira diekresikan melalui
urin dan dapat bertahan dalam air selama beberapa bulan, air adalah sarana
penting dalam transmisinya. Epidemik leptospirosis dapat terjadi melalui paparan
air tergenang yang terkontaminasi
Etiologi 4, 7
Leptospira adalah spirochaeta yang berasal dari famili Leptospiraceae.
Genus Leptospira terdiri atas 2 spesies: L.interrogans yang patogenik dan
L.biflexa yang hidup bebas. Organisme ini panjangnya 6 sampai 20 um dan
lebarnya 0,1 um; kurang berwarna tetapi dapat dilihat dengan mikroskop dengan
pemeriksaan lapangan gelap dan setelah pewarnaan silver. Leptospirosis
membutuhkan media dan kondisi khusus untuk tumbuh; membutuhkan waktu
beberapa bulan agar kultur menjadi positif.
.
Patogenesis 4, 8
Leptospira masuk ke dalam tubuh melalui kulit atau selaput lender,
memasuki aliran darah dan berkembang, lalu menyebar secara luas ke jaringan tubuh.
Kemudian terjadi respon imunologi baik secara seluler maupun humoral sehingga
infeksi ini dapat ditekan dan terbentuk antibodi spesifik. Walaupun demikian
beberapa organisme ini masih bertahan pada daerah yang terisolasi secara
imunologi seperti dalam ginjal dimana sebagian mikroorganisme akan mencapai
convoluted tubules, bertahan disana dan dilepaskan melalui urin. Leptospira
dapat dijumpai dalam air kemih sekitar 8 hari sampai beberapa minggu setelah
infeksi dan sampai berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun kemudian. Leptospira
dapat dihilangkan dengan fagositosis dan mekanisme humoral. Kuman ini dengan
cepat lenyap dari darah setelah terbentuknya agglutinin. Setelah fase
leptospiremia 4-7 hari, mikroorganisme hanya dapat ditemukan dalam jaringan
ginjal dan okuler. Leptospiruria berlangsung 1-4 minggu. Tiga mekanisme yang
terlibat pada patogenese leptospirosis : invasi bakteri langsung, factor inflamasi
non spesifik, dan reaksi imunologi.
Patologi
Dalam perjalanan pada fase leptospiremia, leptospira melepaskan toksin
yang bertanggung jawab atas terjadinya keadaan patologi pada beberapa organ.
Lesi yang muncul terjadi karena kerusakan pada lapisan endotel kapiler. Pada
leptospirosis terdapat perbedaan antara derajat gangguan fungsi organ dengan
kerusakan secara histiologik. Pada leptospirosis lesi histologis yang ringan
ditemukan pada ginjal dan hati pasien dengan kelainan fungsional yang nyata dari
organ tersebut. Perbedaan ini menunjukkan bahwa kerusakan bukan pada struktur
organ. Lesi inflamasi menunjukkan edema dan infiltrasi sel monosit, limfosit
dan sel plasma. Pada kasus yang berat terjadi kerusakan kapiler dengan perdarahan
yang luas dan disfungsi hepatoseluler dengan retensi bile. Selain di ginjal leptospira
juga dapat bertahan pada otak dan mata. Leptospira dapat masuk kedalam cairan
serebrospinalis pada fase leptospiremia. Hal ini akan menyebabkan meningitis
yang merupakan gangguan neurologi terbanyak yang terjadi sebagai komplikasi
leptospirosis. Organ-organ yang sering dikenai leptospira adalah ginjal, hati, otot
dan pembuluh darah. Kelainan spesifik pada organ :
1. Ginjal
Interstitial nefritis dengan infiltrasi sel mononuclear merupakan bentuk
lesi pada leptospirosis yang dapat terjadi tanpa gangguan fungsi ginjal. Gagal ginjal
terjadi akibat tubular nekrosis akut. Adanya peranan nefrotoksin, reaksi
imunologis, iskemia ginjal, hemolisis dan invasi langsung mikroorganisme juga
berperan menimbulkan kerusakan ginjal.
2. Hati
Hati menunjukkan nekrosis sentilobuler fokal dengan infiltrasi sel limfosit
fokal dan proliferasi sel kupfer dengan kolestasis. Pada kasus-kasus yang diotopsi,
sebagian ditemukan leptospira dalam hepar. Biasanya organisme ini terdapat
diantara sel-sel parenkim.
3. Jantung
Epikardium, endokardium dan miokardium dapat terlibat. Kelainan
miokardium dapat fokal atau difus berupa interstitial edema dengan infiltrasi sel
mononuclear dan plasma. Nekrosis berhubungan dengan infiltrasi neutrofil. Dapat
terjadi perdarahan fokal pada miokardium dan endokarditis.
4. Otot rangka
Pada otot rangka, terjadi perubahan-perubahan berupa local nekrotis,
vakuolisasi dan kehilangan striata. Nyeri otot yang terjadi pada leptospira disebabkan
invasi langsung leptospira. Dapat juga ditemukan antigen leptospira pada otot.
5. Mata
Leptospira dapat masuk ruang anterior dari mata selama fase leptospiremia
dan bertahan beberapa bulan walaupun antibody yang terbentuk cukup tinggi. Hal ini
akan menyebabkan uveitis.
6. Pembuluh darah
Terjadi perubahan pada pembuluh darah akibat terjadinya vaskulitis yang akan
menimbulkan perdarahan. Sering ditemukan perdarahan/pteki pada mukosa,
permukaan serosa dan alat-alat viscera dan perdarahan bawah kulit
7. Susunan saraf pusat
Leptospira mudah masuk kedalam cairan cerebrospinal (CSS) dan dikaitkan
dengan terjadinya meningitis. Meningitis terjadi sewaktu terbentuknya respon
antibody, tidak pada saat memasuki CSS. Diduga bahwa terjadinya meningitis
diperantarai oleh mekanisme imunologis. Terjadi penebalan meninges dengan sedikit
peningkatan sel mononuclear arakhnoid. Meningitis yang terjadi adalah meningitis
aseptic, biasanya paling sering disebabkan oleh L. canicola.
8. Weil Disease
Weil disease adalah leptospirosis berat yang ditandai dengan ikterus, biasanya
disertai perdarahan, anemia, azotemia, gangguan kesadaran dan demam tipe kontinua.
Penyakit weil ini biasanya terdapat pada 1-6% kasus dengan leptospirosis. Penyebab
weil disease adalah serotype icterohaemorragica pernah juga dilaporkan oleh serotype
copanhageni dan bataviae. Gambaran klinis bervariasi berupa gangguan renal,
hepatic, atau disfungsi vascular.
Gejala klinis 4,8
Masa inkubasi biasanya 1-2 minggu tetapi antara 2-20 hari. Gambaran klinis dapat
dilihat pada table 2.
Leptospirosis mempunyai 2 fase penyakit yang khas yaitu fase leptospiremia akut
yang diikuti fase imun. Perbedaan kedua fase ini tidak selalu jelas, dan pada kasus-
kasus ringan tidak selalu diikuti fase kedua.
Tabel 2. Gambaran klinis pada Leptospirosis
Sering : demam, menggigil, sakit kepala, meningismus, anoreksia, mialgia,
conjuctival suffusion, mual, muntah, nyeri abdomen, ikterus, hepatomegali, ruam
kulit, fotophobi
Jarang : pneumonitis, hemoptoe, delirium, perdarahan, diare, edema, splenomegali,
atralgia, gagal ginjal, peroferal neuritis, pancreatitis, parotitis, epididimytis,
hematemesis, asites, miokarditis
Fase Leptospiremia
Fase ini ditandai dengan adanya leptospira di dalam darah dan cairan
serebrospinal, berlangsung secara tiba-tiba dengan gejala awal sakit kepala biasanya
di frontal, rasa sakit pada otot yang hebat terutama pada paha, betis, dan pinggang
disertai nyeri tekan. Mialgia dapat diikuti dengan hiperestesi kulit, demam tinggi yang
disertai mengigil, juga didapati, mual dengan atau tanpa muntah disertai mencret,
bahkan pada sekitar 25% kasus disertai penurunan kesadaran. Pada pemeriksaan
keadaaan sakit berat, bradikardi relative, dan ikterus (50%). Pada hari ke 3-4 dapat
dijumpai adanya konjungtiva suffusion dan fotofobia. Pada kulit dapat dijumpai rash
yang berbentuk macular, makulopapular atau urtikaria. Kadang-kadang dijumpai
splenomegali, hepatomegali, serta limfadenopati. Fase ini berlangsung 4-7 hari. Jika
cepat ditangani pasien akan membaik, suhu akan kembali normal, penyembuhan
organ-organ yang terlibat dan fungsinya kembali normal 3-6 minggu setelah onset.
Pada keadaaan sakit yang lebih berat, demam turun setelah 7 hari diikuti oleh bebas
demam selam 1-3 hari, setelah itu terjadi demam kembali. Keadaan ini disebut fase
kedua atau fase imun.
Fase imun
Fase ini ditandai dengan peningkatan titer antibody, dapat timbul demam yang
mencapai suhu 400C disertai mengigil dan kelemahan umum. Terdapat rasa sakit yang
menyeluruh pada leher, perut dan otot-otot kaki terutama betis. Terdapat perdarahan
berupa epistaksis, gejala kerusakan pada ginjal dan hati, uremia, ikterik. Perdarahan
paling jelas terlihat pada fase ikterik, purpura, petechiae, epistaksis, perdarahan gusi
merupakan manifestasi perdarahan yang paling sering. Conjungtiva injection dan
conjungtival suffusion dengan ikterus merupakan tanda patognomosis untuk
leptospirosis.
Terjadinya meningitis merupakan tanda fase ini, walaupun hanya 50% gejala
dan tanda meningitis, tetapi pleositosis pada CSS dijumpai pada 50-90% pasien.
Tanda-tanda meningeal dapat menetap dalam beberapa minggu, tetapi biasanya
menghilang setelah 1-2 hari. Pada fase ini leptospira dapat dijumpai dalam urin.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM DAN RADIOLOGI
Ditemukannya sedimen urin (leukosit, eritrosit, dan hyalin atau granular) dan
proteinuria ringan pada leptospirosis anikterik menjadi gagal ginjal dan azotemia pada
kasus yang berat. Jumlah sedimen eritrosit biasanya meningkat. Pada leptospirosis
anikterik, jumlah leukosit antara 3000-26000/μL, dengan pergeseran ke kiri ; pada
Weil’s sindrom, sering ditandai oleh leukositosis. Trombositopenia yang ringan
terjadi pada 50 % pasien dan dihubungkan dengan gagal ginjal. Pada
perbandingannya dengan hepatitis virus akut, leptospirosis memiliki bilirubin dan
alkalin phospatase serum yang meningkat sama dengan peningkatan ringan dari
aminotransferase serum (sampai 200/ul). Pada Weil’s sindrom, protrombin time dapat
memanjang tetapi dapat dikoreksi dengan vitamin K. Kreatin phospokinase yang
meningkat pada 50 % pasien dengan leptospirosis selama minggu pertama perjalanan
penyakit, dapat membantu membedakannya dengan infeksi hepatitis virus.
Bila terjadi reaksi meningeal, awalnya terjadi predominasi leukosit
polimorfonuklear dan diikuti oleh peningkatan sel mononuklear. Konsentrasi protein
pada LCS dapat meningkat dan glukosa pada LCS normal.
Pada leptopirosis berat, lebih sering ditemukan abnormalitas gambaran
radiologis paru daripada berdasarkan pemeriksaan fisik berupa gambarab hemoragik
alveolar yang menyebar. Abnormalitas ini terjadi 3-9 hari setelah onset. Abnormalitas
radiografi ini paling sering terlihat pada lobus bawah paru.
Diagnosis
Pada umumnya diagnosis awal leptospirosis sulit, karena pasien biasanya
datang dengan meningitis, hepatitis, nefritis, pneumonia, influenza, syndrome syok
toksik, demam yang tidak diketahui asalnya dan diathesis hemoragik, bahkan
beberapa kasus datang sebagai pancreatitis. Pada anamnesis, penting diketahui
tentang riwayat pekerjaan pasien, apakah termasuk kelompok resiko tinggi.
Gejala/keluhan didapati demam yang muncul mendadak, sakit kepala terutama di
bagian frontal, nyeri otot, mata merah/fotofobia, mual atau muntah. Pada pemeriksaan
fisik dijumpai demam, bradikardi, nyeri tekan otot, hepatomegali dan lain- lain. Pada
pemeriksaan laboratorium darah rutin bisa dijumpai lekositosis, normal atau sedikit
menurun disertai gambaran neutrofilia dan laju endap darah yang meninggi. Pada urin
dijumpai proteinuria, leukosituria dan torak (cast). Bila organ hati terlibat, bilirubin
direk meningkat tanpa peningkatan transaminase. BUN, ureum, dan kreatinin juga
bisa meninggi bila terjadi komplikasi pada ginjal. Trombositopeni terdapat pada 50%
kasus. Diagnosis pasti dengan isolasi leptospira dari cairan tubuh dan serologi.
Kultur
Dengan mengambil specimen dari darah atau CSS selama 10 hari pertama
perjalanan penyakit. Dianjurkan untuk melakukan kultur ganda dan mengambil
specimen pada fase leptospiremia serta belum diberi antibiotic. Kultur urine diambil
setelah 2-4 minggu onset penyakit. Kadng-kadang kultur urin masih positif selama
memerapa bulan atau tahun setelah sakit. Untuk isolasi leptospira dari cairan atau
jaringan tubuh, digunakan medium Ellinghausen-McCullough-Johnson-Harris; atau
medium Fletcher dan medium Korthof. Spesimen dapat dikirim ke laboratorium
untuk dikultur , karena leptospirosis dapat hidup dalam heparin, EDTA atau sitrat
sampai 11 hari. Pada specimen yang terkontaminasi, inokulasi hewan dapat
digunakan.
Serologi
Jenis uji serologi dapat dilihat pada table 3 pemeriksaan untuk mendeteksi
adanya leptospira dengan cepat adalah dengan pemeriksaan Polymerase Chain
Reaktion (PCR), silver stain, atau fluroscent antibody stain, dan mikroskop lapangan
gelap.
Table 3. Jenis uji serologi pada Leptospirosis
Microscopic Agglutination Test (MAT) Macroscopic Slide AgglutinationTest
(MSAT)
Uji carik celup : Enzyme linked immunosorbant
assay
- Lepto Dipstick (ELISA)
- LeptoTek Lateral Flow Microcapsule agglutination test
Aglutinasi lateks kering Patoc-slide agglutination test
(PSAT)
(LeptoTek Dry-Dot) Sensitized erythrocyte lysis test
(SEL)
Indirect Fluorescent antibody test Counter immune
electrophoresis (CIE)
(IFAT)
Indirect haemagglutination test (IHA)
Uji aglutinasi lateks
Complement fixation test
(CFT)
Diagnosis banding
Leptospirosis harus dibedakan dengan demam yang lain dihubungkan dengan
sakit kepala dan nyeri otot,seperti dengue, malaria, demam enterik, hepatitis virus,
dan penyakit rickettsia.
Pengobatan
Pengobatan suportif dengan observasi ketat untuk mendeteksi dan mengatasi
keadaan dehidrasi, hipotensi, perdarahan dan gagal ginjal sangat penting pada
leptospirosis. Gangguan fungsi ginjal umumnya dengan spontan akan membaik
dengan membaiknya kondisi pasien. Namun pada beberapa pasien membutuhkan
tindakan hemodialisa temporer.
Pemberian antibiotic harus dimulai secepat mungkin, biasanya pemberian
dalam 4 hari setelah onset cukup efektif. Berbagai jenis antibiotic pilihan dapat dilihat
pada table 4. Untuk kasus leptospirosis berat, pemberian intra vena penicillin G,
amoxicillin, ampicillin atau eritromisin dapat diberikan. Sedangkan untuk kasus-kasus
ringan dapat diberikan antibiotika oral tetrasiklin, doksisiklin, ampisilin atau
amoksisilin maupun sepalosporin.
Sampai saat ini penisilin masih merupakan antibiotika pilihan utama, namun
perlu diingat bahwa antibiotika bermanfaat jika leptospira masih di darah (fase
leptospiremia). Pada pemberian penisilin dapat muncul reaksi Jarisch – Herxherimer 4
sampai 6 jam setelah pemberian intra vena, yang menunjukkan adanaya aktifitas anti
leptospira. Tindakan suportif diberikan sesuai dengan keparahan penyakit dan
komplikasi yang timbul. Keseimbangan cairan, elektrolit dan asam basa diatur
sebagaimana pada penanggulangan gagal ginjal secara umum. Kalau terjadi
azotemia/uremia berat sebaiknya dilakukan dialysis.
Prognosis
Jika tidak ada ikterus, penyakit jarang fatal. Pada kasus dengan ikterus, angka
kematian 5% pada umur di bawah 30 tahun, dan pada usia lanjut mencapai 30-40%.
Leptospirosis selama kehamilan dapat meningkatkan mortality fetus.
Pencegahan
Pencegahan leptospirosis khususnya di daerah tropis sangat sulit. Banyaknya
hospes perantara dan jenis serotype sulit untuk dihapuskan. Bagi mereka yang
mempunyai resiko tinggi untuk tertular leptospirosis harus diberikan perlindungan
berupa pakaian khusus yang dapat melindunginya dari kontak dengan bahan-bahan
yang telah terkontaminasi dengan kemih binatang reservoir. Pemberian doksisiklin
200 mg perminggu dikatakan bermanfaat untuk mengurangi serangan leptospirosis
bagi mereka yang mempunyai resiko tinggi dan terpapar dalam waktu singkat.
Penelitian terhadap tentara amerika di hutan panama selama 3 minggu, ternyata dapat
mengurangi serangan leptospirosis dari 4-2 % menjadi 0,2%, dan efikasi pencegahan
95%.
Vaksinasi terhadap hewan-hewan tersangka reservoir sudah lama
direkomendasikan tetapi vaksinasi terhadap manusia belum berhasil dilakukan, masih
memrlukan penelitian lebih lanjut.
BAB IV
KESIMPULAN
Leptospirosis adalah suatu penyakit zoonosis yang disebabkan leptospira. Manusia
dapat terinfeksi melalui kontak dengan leptospira secara incidental. Gejala klinis yang
timbul mulai dari yang ringan sampai yang berat bahkan kematian, bila terlambat
mendapat pengobatan. Diagnosis dini yang tepat dan penatalaksanaan yang cepat
akan mencegah perjalanan penyakit menjadi berat. Pencegahan dini terhadap mereka
yang terekspos diharapkan dapat melindungi mereka dari serangan leptospirosis.
DAFTAR PUSTAKA
Brooks, Geo F: Mikrobiologi kedokteran ed 23, Jakarta, 2008, EGC.
Fauci, Anthony S: Harrison's principles of internal medicine ed 17, United States of
America, 2008, Mc Graw Hill.
Ganon WF: Buku ajar fisiology kedokteran ed 20, Jakarta, 2003, EGC.
Price, Sylvia A: Patofisiologi, Jakarta, 2006, EGC.
Sherwood, Lauralee: Fisiologi manusia dari sel ke sistem ed 2, Jakarta, 2001, EGC.
Sudoyo, Aru W: Buku ajar ilmu penyakit dalam ed 4, Jakarta, 2006, Pusat Penerbitan
Departmen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Sutanto, Inge: Parasitologi kedokteran ed 4, Jakarta, 2008, Balai Penerbit FKUI.
.