63319122 Mola Hidatidosa
-
Upload
chindy-rosari -
Category
Documents
-
view
106 -
download
2
Transcript of 63319122 Mola Hidatidosa
Pendahuluan
Mola Hidatidosa adalah salah satu penyakit trofoblas gestasional (PTG),
yang meliputi berbagai penyakit yang berasal dari plasenta yakni mola hidatidosa
parsial dan komplet, koriokarsinoma, mola invasif dan placental site trophoblastic
tumors. Para ahli ginekologi dan onkologi sependapat untuk mempertimbangkan
kondisi ini sebagai kemungkinan terjadinya keganasan, dengan mola hidatidosa
berprognosis jinak, dan koriokarsinoma yang ganas, sedangkan mola hidatidosa
invasif sebagai borderline keganasan.
Salah satu penyakit trofoblas gestasional yang sering ditemukan adalah
mola hidatidosa. Insidensi mola hidatidosa Di Indonesia menurut laporan
beberapa peneliti dari berbagai daerah menunjukkan angka kejadian yang
berbeda-beda, angka kejadian mola hidatidosa di Indonesia berkisar antara 1 : 55
sampai 1 : 45 kehamilan. Sedangkan di Negara Barat angka kejadian ini lebih
rendah dari pada Negara-negara Asia dan Amerika Latin, misalnya Amerika
Serikat 1:1500 kehamilan dan Inggris 1:1550 kehamilan.
Wanita yang berusia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun
mempunyai resiko 10 kali lebih besar untuk menderita mola. Angka kejadian juga
lebih tinggi pada wanita sosial ekonomi rendah.
Delapan puluh persen mola bersifat jinak. Meskipun demikian
kemungkinan keganasan pada kasus mola juga harus dipikirkan. Oleh sebab itu
penanganan kasus mola harus tuntas terutama penatalaksanaan post evakuasi mola
dimana follow-up pasien sangat diperlukan untuk memantau perkembangan
penyakit tersebut.
1
Definisi
Mola hidatidosa adalah merupakan kehamilan yang dihubungkan dengan
edema vesikular dari vili khorialis plasenta dan biasanya tidak disertai fetus yang
intak. Secara histologis terdapat proliferasi trofoblast dengan berbagai tingkatan
hiperplasia dan displasia. Vili khorialis terisi cairan, membengkak, dan hanya
terdapat sedikit pembuluh darah.
Mola hidatidosa terbagi atas 2 kategori. Yakni komplet mola hidatidosa
dan parsial mola hidatidosa. Mola hidatidosa komplet tidak terdapat janin atau
bagian tubuh janin. 90 % biasanya terdiri dari kariotipe 46,XX dan 10% 46,XY.
Semua kromosom berasal dari paternal. Ovum yang tidak bernukleus mengalami
fertilisasi oleh sperma haploid yang kemudian berduplikasi sendiri, atau satu telur
dibuahi oleh 2 sperma. Pada mola yang komplet, vili khoriales memiliki ciri
seperti buah angur, ada gambaran proliferasi trofoblas, degenerasi hidropik villi
chorialis dan berkurangnya vaskularisasi / kapiler dalam stroma. Sering disertai
pembentukan kista lutein (25-30%).
Gambar 1. Mola hidatidosa komplet
2
Gambar 2. Gambaran mikroskopik Mola hidatidosa komplet
Pada mola hidatidosa parsial terdapat jaringan fetus. Eritrosit fetus dan
pembuluh darah di vili khorialis sering didapatkan. Ciri histologik, terdapat
jaringan plasenta yang sehat dan fetus. Gambaran edema villi hanya fokal dan
proliferasi trofoblas hanya ringan dan terbatas pada lapisan sinsitiotrofoblas.
Perkembangan janin terhambat akibat kelainan kromosom dan umumnya mati
pada trimester pertama.
3
Gambar 3. Mola hidatidosa inkomplet
Gambar 4. Gambaran mikroskopik Mola hidatidosa inkomplet
Faktor resiko
Faktor resiko Mola hidatidosa sering didapatkan pada wanita usia
reproduktif. Wanita pada remaja awal atau usia perimenopausal amat sangat
beresiko. Wanita dengan usia reproduksi yang ekstrim yaitu yang berusia kurang
dari 15 tahun dan yang lebih dari 40 tahun. Wanita yang berusia lebih dari 35
tahun memiliki resiko 2 kali lipat. Wanita usia lebih dari 40 tahun memiliki resiko
7 kali dibanding wanita yang lebih muda. Riwayat mola hidatidosa atau abortus
spontan sebelumnya, juga dikaitkan dengan defisiensi vitamin A. Paritas tidak
mempengaruhi faktor resiko ini.
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
penunjang seperti laboratorium, USG dan histologis. Pada mola hidatidosa yang
komplet terdapat tanda dan gejala klasik yakni: (1) Perdarahan vaginal. Gejala
4
klasik yang paling sering pada mola komplet adalah perdarahan vaginal. Jaringan
mola terpisah dari desidua, menyebabkan perdarahan. Uterus membesar (distensi)
oleh karena jumlah darah yang banyak, dan cairan gelap bisa mengalir melalui
vagina. Gejala ini terdapat dalam 97% kasus. (2) Hiperemesis. Penderita juga
mengeluhkan mual dan muntah yang berat. Hal ini merupakan akibat dari
peningkatan secara tajam hormon β-HCG. (3) Hipertiroid. Setidaknya 7%
penderita memiliki gejala seperti takikardi, tremor dan kulit yang hangat.
Kebanyakan mola sudah dapat dideteksi lebih awal pada trimester awal sebelum
terjadi onset gejala klasik tersebut, akibat terdapatnya alat penunjang USG yang
beresolusi tinggi.
Gejala mola parsial tidak sama seperti komplet mola. Penderita biasanya
hanya mengeluhkan gejala seperti terjadinya abortus inkomplet atau missed
abortion, seperti adanya perdarahan vaginal dan tidak adanya denyut jantung
janin.
Dari pemeriksaan fisik pada kehamilan mola komplet didapatkan umur
kehamilan yang tidak sesuai dengan besarnya uterus (tinggi fundus uteri).
Pembesaran uterus yang tidak konsisten ini disebabkan oleh pertumbuhan
trofoblastik yang eksesif dan tertahannya darah dalam uterus. Tidak teraba bagian
janin, tidak ada bunyi jantung janin. Uji batang sonde (Acosta-Sison / Hanifa)
tidak ada tahanan massa konsepsi Didapatkan pula adanya gejala preeklamsia
yang terjadi pada 27% kasus dengan karakteristik hipertensi ( TD > 140/90
mmHg), protenuria (>300 mg.dl), dan edema dengan hiperefleksia. Kejadian
kejang jarang didapatkan. Kista theca lutein, yakni kista ovarii yang diameternya
5
berukuran > 6 cm yang diikuti oleh pembesaran ovarium. Kista ini tidak selalu
dapat teraba pada pemeriksaan bimanual melainkan hanya dapat diidentifikasi
dengan USG. Kista ini berkembang sebagai respon terhadap tingginya kadar beta
HCG dan akan langsung regresi bila mola telah dievakuasi.
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan antara lain kadar beta HCG
yang normal. Bila didapatkan > 100.000 mIU/mL merupakan indikasi dari
pertumbuhan trofoblastik yang banyak sekali dan kecurigaan terhadap kehamilan
mola harus disingkirkan. Anemia merupakan komplikasi yang sering terjadi
disertai dengan kecenderungan terjadinya koagulopati, sehingga pemeriksaan
darah lengkap dan tes koagulasi dilakukan. Dilakukan juga pemeriksaan tes fungsi
hati, BUN dan kreatinin serta thyroxin dan serum inhibin A dan activin A.
Pemeriksaan ultrasonografi merupakan pemeriksaan standar untuk
mengidentifikasi kehamilan mola. Dari gambaran USG tampak gambaran badai
salju (snowstorm) yang mengindikasikan vili khoriales yang hidropik. Dengan
resolusi yang tinggi didapatkan massa intra uterin yang kompleks dengan banyak
kista yang kecil-kecil. Bila telah ditegakkan diagnosis mola hidatidosa, maka
pemeriksaan rontgen pulmo harus dilakukan karena paru - paru merupakan tempat
metastasis pertama bagi PTG.
6
Gambar 5. USG Mola hidatidosa komplet tampak gambaran ”snowstorm”
Gambar 6. USG Mola hidatidosa inkomplet tampak gambaran ”swiss cheese”
Pemeriksaan histologis memperlihatkan pada mola komplet tidak terdapat
jaringan fetus, terdapat proliferasi trofoblastik, vili yang hidropik, serta kromosom
46,XX atau 46,XY. Sebagai tambahan pada mola komplet memperlihatkan
peningkatan faktor pertumbuhan, termasuk c-myc, epidermal growth factor, dan
7
c-erb B-2, dibandingkan pada plasenta yang normal. Pada mola parsial terdapat
jaringan fetus beserta amnion dan eritrosit fetus.
Penatalaksanaan
Secara medis pasien distabilkan dahulu, dilakukan transfusi bila terjadi
anemia, koreksi koagulopati dan hipertensi diobati. Evakuasi uterus dilakukan
dengan dilatasi dan kuretase penting dilakukan. Induksi dengan oksitosin dan
prostaglandin tidak disarankan karena resiko peningkatan perdarahan dan sekuele
malignansi. Pada saat dilatasi infus oksitosin harus segera dipasang dan
dilanjutkan pasca evakuasi untuk mengurangi kecenderungan perdarahan.
Pemberian uterotonika seperti metergin atau hemabate juga dapat diberikan.
Respiratori distres harus selalu diwaspadai pada saat evakuasi. Hal ini
terjadi karena embolisasi dari trofoblastik, anemia yang menyebabkan CHF, dan
iatrogenik overload. Distres harus segera ditangani dengan ventilator.
Setelah dilakukan evakuasi, dianjurkan uterus beristirahat 4 – 6 minggu dan
penderita disarankan untuk tidak hamil selama 12 bulan. Diperlukan kontrasepsi
yang adekuat selama periode ini. Pasien dianjurkan untuk memakai kontrasepsi
oral, sistemik atau barier selama waktu monitoring. Pemberian pil kontrasepsi
berguna dalam 2 hal yaitu mencegah kehamilan dan menekan pembentukan LH
oleh hipofisis yang dapat mempengaruhi pemeriksaan kadar HCG. Pemasangan
alat kontrasepsi dalam rahim(AKDR) tidak dianjurkan sampai dengan kadar HCG
tidak terdeteksi karena terdapat resiko perforasi rahim jika masih terdapat mola
8
invasif. Penggunaan pil kontrasepsi kombinasi dan terapi sulih hormon dianjurkan
setelah kadar hCG kembali normal.1,3
Tindak lanjut setelah evakuasi mola adalah pemeriksaan HCG yang
dilakukan secara berkala sampai didapatkan kadar HCG normal selama 6 bulan.
Kadar HCG diperiksa pasca 48 jam evakuasi mola, kemudian di monitor setiap
minggu sampai dengan terdeteksi dalam 3 minggu berturut-turut. Kemudian
diikuti dengan monitoring tiap bulan sampai dengan tdak terdeteksi dalam 6 bulan
berturut – turut. Waktu rata-rata yang dibutuhkan sampai dengan kadar HCG tidak
terdeteksi setelah evakuasi kehamilan komplit maupun parsial adalah 9 – 11
minggu. Tinjauan kepustakaan lain menyebutkan waktu yang dibutuhkan untuk
mencapai kadar normal sekitar 6-9 bulan. Setelah monitoring selesai maka pasien
dapat periksa HCG tanpa terikat oleh waktu.
Prognosis
Kematian pada mola hidatidosa disebabkan karena perdarahan, infeksi,
eklampsia, payah jantung atau tirotoksikosa. Di negara maju, kematian karena
mola hampir tidak ada lagi, tetapi di negara berkembang masih cukup tinggi yaitu
berkisar antara 2,2% dan 5,7%. Sebagian besar dari pasien mola akan segera sehat
kembali setelah jaringan dikeluarkan.
Hampir kira-kira 20% wanita dengan kehamilan mola komplet
berkembang menjadi penyakit trofoblastik ganas. Penyakit trofoblas ganas saat ini
100% dapat diobati. Faktor klinis yang berhubungan dengan resiko keganasan
seperti umur penderita yang tua, kadar hCG yang tinggi (>100.000mIU/mL),
9
eclamsia, hipertiroidisme, dan kista teka lutein bilateral. Kebanyakan faktor-faktor
ini muncul sebagai akibat dari jumlah proliferasi trofoblas. Untuk
memprediksikan perkembangan mola hidatidosa menjadi PTG masih cukup sulit
dan keputusan terapi sebaiknya tidak hanya berdasarkan ada atau tidaknya faktor-
faktor risiko ini.
Risiko terjadinya rekurensi adalah sekitar 1-2%. Setelah 2 atau lebih
kehamilan mola, maka risiko rekurensinya menjadi 1/6,5 sampai 1/17,5 .
DAFTAR PUSTAKA
Marjono Budi Antonius. Penyakit Trofoblastik Gestasional. Dalam: Cakul Obgin
Plus. FKUI. 1992.
Ningrum Metta Diyah, Emilia Ova. Diagnosis dan manajemen mola hidatidosa.
(online)
(http://arhamazhari.blogspot.com/feeds/422589184547269151
/comments/default/Tengku Arham Azhari. Diagnosis dan manajemen mola
hidatidosa. diakses tanggal 15 Desember 2008). 2008.
Suheimi K. Diabetes Dalam Kehamilan. (online) (http://ksuheimi. blogspot.
com/feeds/1141850157510481014/comments/default/dr. H. K. Suheimi
Blog: Molahydatidosa. htm. diakses tanggal 15 Desember 2008). 2008.
10
Wiknjosastro Hanifa, Saifuddin AB, Rachimhadi T. Penyakit Serta Kelainan
Plasenta Dan Selaput Ketuban. Dalam: Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan
Bina Pustaka, 2002;339.
11