6 LP BPH

17
LAPORAN PENDAHULUAN BENIGNA PROSTAT HIPERTROPI (BPH) A. Definisi BPH (Benigna Prostat Hipertropi) adalah pembesaran atau hypertropi prostat. Kelenjar prostat membesar, memanjang ke arah depan ke dalam kandung kemih dan menyumbat aliran keluar urine, dapat menyebabkan hydronefrosis dan hydroureter. Benigna Prostat Hiperplasi (BPH) adalah pembesaran jinak kelenjar prostat, disebabkan oleh karena hiperplasi beberapa atau semua komponen prostat meliputi jaringan kelenjar / jaringan fibromuskuler yang menyebabkan penyumbatan uretra pars prostatika (Lab / UPF Ilmu Bedah RSUD dr. Sutomo, 1994 : 193). Hipertropi Prostat adalah hiperplasia dari kelenjar periurethral yang kemudian mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah. (Jong, Wim de, 1998). BPH adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat secara umum pada pria lebih tua dari 50 tahun yang menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan pembatasan aliran urinarius (Marilynn, E.D, 2000 : 671). B. Etiologi Penyebab yang pasti dari terjadinya BPH sampai sekarang belum diketahui. Namun yang pasti kelenjar prostat sangat tergantung pada hormon androgen. Faktor lain yang erat kaitannya dengan terjadinya BPH adalah

description

bph

Transcript of 6 LP BPH

LAPORAN PENDAHULUANBENIGNA PROSTAT HIPERTROPI (BPH)

A. DefinisiBPH (Benigna Prostat Hipertropi) adalah pembesaran atau hypertropi prostat. Kelenjar prostat membesar, memanjang ke arah depan ke dalam kandung kemih dan menyumbat aliran keluar urine, dapat menyebabkan hydronefrosis dan hydroureter. Benigna Prostat Hiperplasi (BPH) adalah pembesaran jinak kelenjar prostat, disebabkan oleh karena hiperplasi beberapa atau semua komponen prostat meliputi jaringan kelenjar / jaringan fibromuskuler yang menyebabkan penyumbatan uretra pars prostatika (Lab / UPF Ilmu Bedah RSUD dr. Sutomo, 1994 : 193). Hipertropi Prostat adalah hiperplasia dari kelenjar periurethral yang kemudian mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah. (Jong, Wim de, 1998). BPH adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat secara umum pada pria lebih tua dari 50 tahun yang menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan pembatasan aliran urinarius (Marilynn, E.D, 2000 : 671).

B. EtiologiPenyebab yang pasti dari terjadinyaBPHsampai sekarang belum diketahui. Namun yang pasti kelenjar prostat sangat tergantung pada hormon androgen. Faktor lain yang erat kaitannya dengan terjadinyaBPHadalah proses penuaan. Ada beberapa faktor kemungkinan penyebab antara lain :a. DihydrotestosteronPeningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen menyebabkan epitel dan stroma dari kelenjar prostat mengalami hiperplasi.b. Perubahan keseimbangan hormon estrogen testoteronPada proses penuaan pada pria terjadi peningkatan hormon estrogen dan penurunan testosteron yang mengakibatkan hiperplasi stroma.c. Interaksi stroma epitelPeningkatan epidermal gorwth factor atau fibroblast growth factor dan penurunan transforming growth factor beta menyebabkan hiperplasi stroma dan epitel.d. Berkurangnya sel yang matiEstrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan epitel dari kelenjarprostat.e. Teori sel stemTeori sel steam menerangkan bahwa terjadi proliferasi abnormal sel steam sehingga menyebabkan produksi sel stroma dan sel epitel kelenjar prostat menjadi berlebihan (Poernomo, 2000, hal 74-75).atau Sel stem yang meningkat mengakibatkan proliferasi sel transit (Roger Kirby, 1994 : 38).

C. PatofisiologiKelenjar prostat adalah salah satu organ genetalia pria yang terletak di sebelah inferior buli-buli, dan membungkus uretra posterior. Sjamsuhidajat (2005), menyebutkan bahwa pada usia lanjut akan terjadi perubahan keseimbangan testosteron estrogen karena produksi testosteron menurun dan terjadi konversi tertosteron menjadi estrogen pada jaringan adipose di perifer. Purnomo (2000) menjelaskan bahwa pertumbuhan kelenjar ini sangat tergantung pada hormon tertosteron, yang di dalam sel-sel kelenjar prostat hormon ini akan dirubah menjadi dehidrotestosteron (DHT) dengan bantuan enzim alfa reduktase. Dehidrotestosteron inilah yang secara langsung memacu m-RNA di dalam sel-sel kelenjar prostat untuk mensintesis protein sehingga terjadi pertumbuhan kelenjar prostat.Oleh karena pembesaran prostat terjadi perlahan, maka efek terjadinya perubahan pada traktus urinarius juga terjadi perlahan-lahan. Perubahan patofisiologi yang disebabkan pembesaran prostat sebenarnya disebabkan oleh kombinasi resistensi uretra daerah prostat, tonus trigonum dan leher vesika dan kekuatan kontraksi detrusor. Secara garis besar, detrusor dipersarafi oleh sistem parasimpatis, sedang trigonum, leher vesika dan prostat oleh sistem simpatis. Pada tahap awal setelah terjadinya pembesaran prostat akan terjadi resistensi yang bertambah pada leher vesika dan daerah prostat. Kemudian detrusor akan mencoba mengatasi keadaan ini dengan jalan kontraksi lebih kuat dan detrusor menjadi lebih tebal. Penonjolan serat detrusor ke dalam kandung kemih dengan sistoskopi akan terlihat seperti balok yang disebut trahekulasi (buli-buli balok). Mukosa dapat menerobos keluar diantara serat aetrisor. Tonjolan mukosa yang kecil dinamakan sakula sedangkan yang besar disebut divertikel.Fase penebalan detrusor ini disebut Fase kompensasi otot dinding kandung kemih. Apabila keadaan berlanjut maka detrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi urin.Pada hiperplasi prostat digolongkan dua tanda gejala yaitu obstruksi dan iritasi. Gejala obstruksi disebabkan detrusor gagal berkontraksi dengan cukup lama dan kuat sehingga kontraksi terputus-putus (mengganggu permulaan miksi), miksi terputus, menetes pada akhir miksi, pancaran lemah, rasa belum puas setelah miksi. Gejala iritasi terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna atau pembesaran prostat akan merangsang kandung kemih, sehingga sering berkontraksi walaupun belum penuh atau dikatakan sebagai hipersenitivitas otot detrusor (frekuensi miksi meningkat, nokturia, miksi sulit ditahan/urgency, disuria).Karena produksi urin terus terjadi, maka satu saat vesiko urinaria tidak mampu lagi menampung urin, sehingga tekanan intravesikel lebih tinggi dari tekanan sfingter dan obstruksi sehingga terjadi inkontinensia paradox (overflow incontinence). Retensi kronik menyebabkan refluks vesiko ureter dan dilatasi. ureter dan ginjal, maka ginjal akan rusak dan terjadi gagal ginjal. Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik mengakibatkan penderita harus mengejan pada miksi yang menyebabkan peningkatan tekanan intraabdomen yang akan menimbulkan hernia dan hemoroid. Stasis urin dalam vesiko urinaria akan membentuk batu endapan yang menambal. Keluhan iritasi dan hematuria. Selain itu, stasis urin dalam vesika urinaria menjadikan media pertumbuhan mikroorganisme, yang dapat menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluks menyebabkan pyelonefritis (Sjamsuhidajat, 2005)

D. Manifestasi KlinisObstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun keluhan di luar saluran kemih.1. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah atau Lower Urinari Tract Symptoms (LUTS) terdiri atas gejala iritatif dan gejala obstruktif.a. Gejala iritatifmeliputi : Frekuensi : yaitu penderita miksi lebih sering dari biasanya dapat terjadi pada malam hari dan pada siang hari. Nokturia : terbangun untuk miksi pada malam hari Urgensi : perasaan ingin miksi yang sangat mendesak dan sulit di tahan Disuria : nyeri pada saat miksib. Gejala obstruktifmeliputi : Rasa tidak lampias sehabis miksi. Hesitancy : yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali disertai dengan mengejan yang disebabkan oleh karena otot destrussor buli-buli memerlukan waktu beberapa lama meningkatkan tekanan intravesikal guna mengatasi adanya tekanan dalam uretra prostatika. Straining : harus mengejan Intermittency : yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang disebabkan karena ketidakmampuan otot destrussor dalam pempertahankan tekanan intra vesika sampai berakhirnya miksi dan waktu miksi yang memanjang yang akhirnya menjadi retensi urine dan inkontinensia karena overflow. Untuk menilai tingkat keparahan dari keluhan saluran kemih sebelah bawah, beberapa ahli urology membuat sistem scoring yang secara subyektif dapat diisi dan dihitung sendiri oleh pasien.c. Gejala pada saluran kemih bagian atasKeluhan akibat penyulit hiperplasia prostat pada saluran kemih bagian atas, berupa gejala obstruksi antara lain: nyeri pinggang, benjolan di pinggang (yang merupakan tanda dari hidronefrosis), yang selanjutnya dapat menjadi gagal ginjal dapat ditemukan uremia, peningkatan tekanan darah, perikarditis, foetoruremik dan neuropati perifer.d. Gejala di luar saluran kemihPasien yang berobat ke dokter biasanya mengeluh adanya hernia inguinalis dan hemoroid. Timbulnya kedua penyakit ini karena sering mengejan pada saat miksi sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan intra abdominal (Poernomo, 2000, hal 77 78; Mansjoer, 2000, hal 330).e. Warna urin merah cerah, pada hari ke-2 dan ke-3 post operasi menjadi lebih tua.Berdasarkan gambaran klinik hipertrofi prostat dapat dikelompokan dalam empat (4) derajat gradiasi sebagai berikut :DerajatColok DuburSisa Volume Urine

IIIIIIIVPenonjolan prostat, batas atas mudah diraba.Penonjolan prostat jelas, batas atas dapat mudah dicapai.Batas atas prostat tidak dapat diraba< 50 ml50 100 ml> 100 mlRetensi urine total

E. KomplikasiKomplikasi yang sering terjadi pada pasien BPH antara lain: sering dengan semakin beratnya BPH, dapat terjadi obstruksi saluran kemih, karena urin tidak mampu melewati prostat. Hal ini dapat menyebabkan infeksi saluran kemih dan apabila tidak diobati, dapat mengakibatkan gagal ginjal. (Corwin, 2000). Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik mengakibatkan penderita harus mengejan pada miksi yang menyebabkan peningkatan tekanan intraabdomen yang akan menimbulkan hernia dan hemoroid. Stasis urin dalam vesiko urinaria akan membentuk batu endapan yang menambah keluhan iritasi dan hematuria. Selain itu, stasis urin dalam vesika urinaria menjadikan media pertumbuhan mikroorganisme, yang dapat menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluks menyebabkan pyelonefritis (Sjamsuhidajat, 2005).

F. PenatalaksanaanMenurut Sjamsuhidjat (2005) dalam penatalaksanaan pasien dengan BPH tergantung pada stadium-stadium dari gambaran klinis.a. Stadium IPada stadium ini biasanya belum memerlukan tindakan bedah, diberikan pengobatan konservatif, misalnya menghambat adrenoresptor alfa seperti alfazosin dan terazosin. Keuntungan obat ini adalah efek positif segera terhadap keluhan, tetapi tidak mempengaruhi proses hiperplasi prostat. Sedikitpun kekurangannya adalah obat ini tidak dianjurkan untuk pemakaian lama.b. Stadium IIPada stadium II merupakan indikasi untuk melakukan pembedahan biasanya dianjurkan reseksi endoskopi melalui uretra (trans uretra)c. Stadium IIIPada stadium II reseksi endoskopi dapat dikerjakan dan apabila diperkirakan prostat sudah cukup besar, sehinga reseksi tidak akan selesai dalam 1 jam. Sebaiknya dilakukan pembedahan terbuka. Pembedahan terbuka dapat dilakukan melalui trans vesika, retropubik dan perineal.d. Stadium IVPada stadium IV yang harus dilakukan adalah membebaskan penderita dari retensi urin total dengan memasang kateter atau sistotomi. Setelah itu, dilakukan pemeriksaan lebih lanjut amok melengkapi diagnosis, kemudian terapi definitive dengan TUR atau pembedahan terbuka.Pada penderita yang keadaan umumnya tidak memungkinkan dilakukan pembedahan dapat dilakukan pengobatan konservatif dengan memberikan obat penghambat adrenoreseptor alfa. Pengobatan konservatif adalah dengan memberikan obat anti androgen yang menekan produksi LH.Menurut Mansjoer (2000) dan Purnomo (2000), penatalaksanaan pada BPH dapat dilakukan dengan :a. ObservasiKurangi minum setelah makan malam, hindari obat dekongestan, kurangi kopi, hindari alkohol, tiap 3 bulan kontrol keluhan, sisa kencing dan colok dubur.b. Medikamentosa Mengharnbat adrenoreseptor Obat anti androgen Penghambat enzim -2 reduktase Fisioterapic. Terapi BedahIndikasinya adalah bila retensi urin berulang, hematuria, penurunan fungsi ginjal, infeksi saluran kemih berulang, divertikel batu saluran kemih, hidroureter, hidronefrosis jenis pembedahan : Trans Uretral Resection Prostatectomy (TURP) : Pengangkatan sebagian atau keseluruhan kelenjar prostat melalui sitoskopi atau resektoskop yang dimasukkan malalui uretra. Prostatektomi Suprapubis : Pengangkatan kelenjar prostat melalui insisi yang dibuat pada kandung kemih. Prostatektomi Retropubis : Pengangkatan kelenjar prostat melalui insisi pada abdomen bagian bawah melalui fosa prostat anterior tanpa memasuki kandung kemih. Prostatektomi Peritoneal : Pengangkatan kelenjar prostat radikal melalui sebuah insisi diantara skrotum dan rektum. Prostatektomi Retropubis Radikal : Pengangkatan kelenjar prostat termasuk kapsula, vesikula seminalis dan jaringan yang berdekatan melalui sebuah insisi pada abdomen bagian bawah, uretra dianastomosiskan ke leher kandung kemih pada kanker prostat.

d. Terapi Invasif Minimal Trans Uretral Mikrowave Thermotherapy (TUMT) Trans Uretral Ultrasound Guided Laser Induced Prostatectomy (TULIP) Trans Uretral Ballon Dilatation (TUBD)

G. Pemeriksaan Penunjang1. Laboratoriuma. Sedimen UrinUntuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau inflamasi saluran kemih.b. Kultur UrinMencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi atau sekaligus menentukan sensitifitas kuman terhadap beberapa antimikroba yang diujikan.2. Pencitraana. Foto polos abdomenMencari kemungkinan adanya batu saluran kemih atau kalkulosa prostat dan kadang menunjukan bayangan buii-buli yang penuh terisi urin yang merupakan tanda dari retensi urin.b. Intra Vena Pielografi (IVP)Mengetahui kemungkinan kelainan ginjal atau ureter berupa hidroureter atau hidronefrosis, memperkirakan besarnya kelenjar prostat, penyakit pada buli-buli.c. Ultrasonografi Trans Abdominal dan Trans RectalUntuk mengetahui, pembesaran prostat, volume buli-buli atau mengukur sisa urin dan keadaan patologi lainnya seperti difertikel, tumor.d. SystocopyUntuk mengukur besar prostat dengan mengukur panjang uretra parsprostatika dan melihat penonjolan prostat ke dalam rectum.

H. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul1. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan spasme otot spincter2. Kurang pengetahuan : tentang TUR-P berhubungan dengan kurang informasi3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri / efek pembedahan

I. Intervensi1. Dx1 : Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan spasme otot spincterTujuan : Setelah dilakukan perawatan selama 3-5 hari pasien mampu mempertahankan derajat kenyamanan secara adekuat.Kriteria hasil : Secara verbal pasien mengungkapkan nyeri berkurang atau hilang Pasien dapat beristirahat dengan tenang.Intervensi : Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas (skala 0 - 10) Monitor dan catat adanya rasa nyeri, lokasi, durasi dan faktor pencetus serta penghilang nyeri. Observasi tanda-tanda non verbal nyeri (gelisah, kening mengkerut, peningkatan tekanan darah dan denyut nadi) Beri kompres hangat pada abdomen terutama perut bagian bawah. Anjurkan pasien untuk menghindari stimulan (kopi, teh, merokok, abdomen tegang) Atur posisi pasien senyaman mungkin, ajarkan teknik relaksasi Lakukan perawatan aseptik terapeutik Laporkan pada dokter jika nyeri meningkat.

2. Dx 2 : Kurang pengetahuan: tentang TUR-P berhubungan dengan kurang informasiTujuan : Klien dapat menguraikan pantangan kegiatan serta kebutuhan berobat lanjutan.Kriteria hasil : Klien akan melakukan perubahan perilaku. Klien berpartisipasi dalam program pengobatan. Klien akan mengatakan pemahaman pada pantangan kegiatan dan kebutuhan berobat lanjutan.Intervensi : Beri penjelasan untuk mencegah aktifitas berat selama 3-4 minggu. Beri penjelasan untuk mencegah mengedan waktu BAB selama 4-6 minggu; dan memakai pelumas tinja untuk laksatif sesuai kebutuhan. Pemasukan cairan sekurangkurangnya 2500-3000 ml/hari. Anjurkan untuk berobat lanjutan pada dokter. Kosongkan kandung kemih apabila kandung kemih sudah penuh.

3. Dx 3 : Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri / efek pembedahanTujuan : Kebutuhan tidur dan istirahat terpenuhiKriteria hasil : Klien mampu beristirahat / tidur dalam waktu yang cukup. Klien mengungkapan sudah bisa tidur. Klien mampu menjelaskan faktor penghambat tidur.Intervensi : Jelaskan pada klien dan keluarga penyebab gangguan tidur dan kemungkinan cara untuk menghindari gangguan tidur. Ciptakan suasana yang mendukung, suasana tenang dengan mengurangi kebisingan. Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan penyebab gangguan tidur. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat yang dapat mengurangi nyeri (analgesik).

DAFTAR PUSTAKA

Doenges, M.E., Marry, F..M and Alice, C.G., 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC.Hardjowidjoto, S. 1999. Benigna Prostat Hiperplasia. Airlangga University Press. Surabaya.Long, B.C., 1996. Perawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan Proses Keperawatan. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC.Lab / UPF Ilmu Bedah, 1994. Pedoman Diagnosis Dan Terapi. Surabaya, Fakultas Kedokteran Airlangga / RSUD. dr. Soetomo.Nurarif, A. H., Kusuma, H. (2013). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosis Medis dan Nanda NIC-NOC. Jakarta : Mediaction Publishing.Soeparman. 1990. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. FKUI. Jakarta.

PENGESAHAN LAPORAN

Singkawang, ...................... 2015PembimbingMahasiswa

(Marselus S. Kep M.Si)(Priska Septri Wahyu Putri)