54784357 Dermatitis Atopic
Transcript of 54784357 Dermatitis Atopic
-
7/29/2019 54784357 Dermatitis Atopic
1/39
1
Tugas Stase Ilmu Kesehatan Anak
REFERAT
DERMATITIS ATOPIK
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Pendidikan Profesi Dokter
Pembimbing : dr. Isna Nurhayati,Sp.A.,M.Kes
Diajukan Oleh :
Avysia Tri Marga Wulan, S.Ked
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMADIYAH SURAKARTA
2010
-
7/29/2019 54784357 Dermatitis Atopic
2/39
2
BAB I
PEN AHULUAN
Dermatiti at i (DA) merupakan suatu penyakit keradangan kulit yang
kronik, ditandai dengan rasa gatal, eritema, edema, vesikel, dan luka pada stadium
akut, pada stadium kronik ditandai dengan penebalan kulit (likeni ikasi) dan
distribusi lesi spesi ik sesuai fase DA, keadaan inijuga berhubungan dengan
kondisi atopiklain pada penderita ataupun keluarganya (Fauzi N., dkk.,2009).
Penyakit ini dialami sekitar 10-20% anak. Pada 70 % kasus dermatitis
atopik umumnya dimulai saat anak-anak dibawah 5 tahun dan 10% saat remaja /
dewasa (William H.C., 2005). Umumnya episode pertama terjadi sebelum usia
12 bulan dan episode-episode selanjutnya akan hilang timbul hingga anak
melewati masa tertentu. Sebagian besar anak akan sembuh dari eksema sebelum
usia 5 tahun. Sebagian kecil anak akan terus mengalami eksema hingga dewasa.
Diperkirakan angka kejadian di masyarakat adalah sekitar 1-3% dan pada anak 12 tahun)Bentuklesi pada fase dewasa hampir serupa dengan lesi kulit fase
akhir anak-anak (Zulkarnain I., 2009). Lesi selalu kering dan dapat
disertai likenifikasi dan hiperpigmentasi. Tempat predileksi tengkuk
serta daerah fleksor kubital dan fleksor popliteal.
Manifestasilain berupa kulit kering dan sukar berkeringat, gatal-
gatal terutama jika berkeringat. Berbagai kelainan yang dapat
menyertainya ialah xerosis kutis, iktiosis, hiperlinearis Palmaris et
plantaris, pomfoliks, ptiriasis alba, keratosis pilaris (berupa papul-papul
miliar, ditengahnya terdapatlekukan), dll. (Mansjoer A.,dkk., 2001).
Pada orang dewasa sering mengeluh bahwa penyakitnya kambuh
apabila mengalami stress, mungkin karena stress menurunkan ambang
rangsang gatal. DA remaja cenderung berlangsung lama kemudian
-
7/29/2019 54784357 Dermatitis Atopic
16/39
16
menurun dan membaik (sembuh) satelah usia 30 tahun,jarang sampai
usia pertengahan, hanya sebagian kecil berlangsung sampai tua
(Sularsito S.A., & Djuanda A., 2005).
Gambar 5.a.
Gambar 5.b.
Gambar 5.a,b: Dermatitis Atopik Dewasa (Simpson E.L., & Hanifin J.M., 2005).
-
7/29/2019 54784357 Dermatitis Atopic
17/39
17
Gambar 6:tempat predileksi DA bentukinfantil (Judarwanto W., 2009).
Gambar 7: tempat predileksi DA bentuk anak-anak(Judarwanto W., 2009).
-
7/29/2019 54784357 Dermatitis Atopic
18/39
18
F. Stigmata pada dermatitisatopikTerdapat beberapa gambaran klinis dan stigmata yang terjadi pada DA, yaitu:
White dermatographismGoresan pada kulit penderita DA akan menyebabkan kemerahan dalam
waktu 10-15 detik diikuti dengan vasokonstriksi yang menyebabkan
garis berwarna putih dalam waktu 10-15 menit berikutnya.
Reaksi vaskular paradoksalMerupakan adaptasi terhadap perubahan suhu pada penderita DA.
Apabila ekstremitas penderita DA mendapat pajanan hawa dingin, akan
terjadi percepatan pendinginan dan perlambatan pemanasan
dibandingkan dengan orang normal (Judarwanto W., 2009). hal ini
diduga karena adanya pelebaran kapiler dan peningkatan permeabilitas
pembuluh darah yang mengakibatkan terjadinya edema dan warna pucat
dijaringan sekelilinnya (Zulkarnain I., 2009).
Lipatantelapaktangan (palmar hiperlinearlity of Palms or soles) Pada kondisi kronis terdapat pertambahan mencolok lipatan
pada telapak tangan meskipun hal tersebut bukan merupakan
tanda khas untuk DA.(Judarwanto W., 2009).
Pada umumnya pasien DA sejak lahir memiliki banyak garispalmar yang lebih dalam dan lebih nyata, menetap sepanjang
hidup.(Zulkarnain I., 2009).
Garis MorganatauDennieKelainan ini berupa cekungan yang menyolok dan simetris, namun
dapat ditemukan satu atau dua cekungan dibawah kelopak mata bagian
bawah.keadaan ini pada saatlahir atau segera sesudah itu dan bertahan
sepanjang hidup, Nampak seperti edema dari kelopak mata bawah
namun bukan merupakan atonogmomik DA(Zulkarnain I., 2009).
Sindrombuffed-nailKuku terlihat mengkilat karena selalu menggaruk akibat rasa sangat
gatal.
-
7/29/2019 54784357 Dermatitis Atopic
19/39
19
AllergicshinerSering dijumpai pada penderita penyakit alergi karena gosokan dan
garukan berulang jaringan di bawah mata dengan akibat perangsangan
melanosit dan peningkatan timbunan melanin.
HiperpigmentasiTerdapat daerah hiperpigmentasi akibat garukan terus menerus.
KulitkeringKulit penderita DA umumnya kering, bersisik, pecah-pecah, dan
berpapul folikular hiperkeratotik yang disebut keratosis pilaris. Jumlah
kelenjar sebasea berkurang sehingga terjadi pengurangan pembentukan
sebum, sel pengeluaran air dan xerosis, terutama pada musim panas.
Delayed blanchPenyuntikan asetilkolin pada kulit normal menghasilkan keluarnya
keringat dan eritema. Pada penderita atopi akan terjadi eritema ringan
dengan delayed blanch. Hal ini disebabkan oleh vasokonstriksi atau
peningkatan permeabilitas kapiler.
KeringatberlebihanPenderita DA cenderung berkeringat banyak sehingga pruritus
bertambah.
Gatal dangarukanberlebihanPenyuntikan bahan pemacu rasa gatal (tripsin) pada orang normal
menimbulkan gatal selama 5-10 menit, sedangkan pada penderita DA
gatal dapat bertahan selama 45 menit.
VariasimusimMekanisme terjadinya eksaserbasi sesuai dengan perubahan musim
belum difahami secara menyeluruh. Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa kelembaban nisbi tinggi musim baik pada kekeringan kulit
penderita DA. Pada daerah dengan kelembaban nisbi tinggi musim
panas berpengaruh buruk, sedangkan lingkungan sejuk dan kering akan
berpengaruh baik pada kulit penderita DA(Judarwanto W., 2009).
-
7/29/2019 54784357 Dermatitis Atopic
20/39
20
hertoges Sign
Didefinisikan sebagai penipisan atau hilangnya bagian lateral alis mata
(Zulkarnain I., 2009).
G. DIAGN SAPerlakuan khusus diperlukan untuk penderita DA Berat. Penentuan
gradasi berat-ringannya DA dapat mempergunakan kriteria Rajka dan Rajka
sebagaimana tabel berikut:
I. Luasnya lesi kulit
fase anak / dewasa
< 9% luas tubuh = 19-36% luas tubuh = 2
> 36 % luas tubuh = 3
fase infantile
< 18% luas tubuh = 1
18-54% luas tubuh = 2
> 54% luas tubuh = 3
II. Perjalanan penyakit
remisi > 3 bulan/ tahun = 1remisi < 3 bulan/ tahun = 2
Kambuhan /terus mkenerus = 3
III. Intensitas penyakit
gatal ringan, kadang mengganggu tidur malam hari = + 1
gatal sedang, sering mengganggu tidur ( tidakterus-menerus) = + 2
gatal hebat, gangguan tidur sepanjang malam(terus-menerus) = + 3
Penilaian skor(Zulkarnain I., 2009):
3-4 : ringan
4.5-7.5 : sedang
8-9 : berat
-
7/29/2019 54784357 Dermatitis Atopic
21/39
21
Gambar 8: Panel atas menunjukkan DA dengan intensitas eritem dan vesikel.
Panel bawah menunjukkan DA kronik dengan likenifikasi danscalingdidepan mata kaki
(William H.C., 2005).
-
7/29/2019 54784357 Dermatitis Atopic
22/39
22
H. Diagnosis BandingDiagnosis banding bentuk infantil ialah dermatitis seboroik, pada
bentuk anak dan dewasa ialah neurodermatitis (Mansjoer A.,dkk., 2001).
Diagnosis Banding lainnya:
y Dermatitis Kontak Alergiy Dermatophytosis atau dermatophytidsy Sindrom defisiensiimuny Sindrom Wiskott-Aldrichy Sindrom Hyper-IgEy Penyakit Neoplastiky Langerhans cell histiocytosisy Penyakit Hodgkiny Dermatitis Numularisy Dermatitis Seborrheicy Skabies
Pada bayi gejala klinis DA terutama mulai dari pipi dan tidak mengenai
telapak tangan serta kaki. Tanda skabies pada bayi ditandai dengan
papula yang relatif besar (biasanya pada punggung atas), vesikel pada
telapaktangan dan kaki, dan terdapat dennatilis pruritus pada anggota
keluarga. Tungau dan telur dapat dengan mudah ditemukan dari
scraping vesicle. Skabies memberi respons yang baik terhadap
pengobatan dengan -benzen heksaklorida.
y DermatitisseboroikinfantilPenyakit ini dibedakan dari DA dengan: (1) pruritus ringan, (2) onset
invariabel pada daerah pantat halus, tidak bersisik, batas jelas, merah
terang, dan (3) sisik kuning gelap pada pipi, badan dan lengan.
Dermatitis seboroik infantil sering berhubungan dengan dermatitis
atopik. Pada suatu penelitian, 37% bayi dengan dermatitis seboroik
akan menjadi DA 5-13 tahun kemudian.
-
7/29/2019 54784357 Dermatitis Atopic
23/39
23
y DermatitiskontakAnak yang lebih tua dengan DA dapat menjadi eksema kronik pada
kaki. Bentuk ini harus dibedakan dengan dermatitis kontak karena
sepatu (Judarwanto W., 2009).
I. TerapiPengobatan pada bayi dan anak dengan DA harus secara individual dan
didasarkan pada keparahan penyakit. Sebaiknya penatalaksanaan ditekankan
pada kontroljangka waktu lama (Long-Term Control) bukan hanya untuk
mengatasi kekambuhan.Protab pelayanan profesi untuk pengobatan DA di
SMF kulit & kelamin RSUD dr.Moewardi Surakarta bertujuan untuk
menghilangkan ujud kelainan kulit dan rasa gatal, mengobati lesi kulit,
mencari factor pencetus dan mengurangi kekambuhan.secara konvensional
pengobatan DA kronik pada prinsipnya adalah sebagai berikut:
y Menghindari bahan iritany Mengeliminasi allergen yang telah terbuktiy Menghilangkan pengeringan kulit (hidrasi)y Pemberian pelembab kulit ( Moisturizing)y Kortikostreroid topikaly Pemberian antibiotiky Pemberian antihistaminy Mengurangi stressy Dan memberikan edukasi pada penderita maupun keluarga.
(Kariossentono H., 2006).
a. Edukasi:Menjelaskan bahwa DA merupakan penyakit yang penyebabnya
multifaktorial, cara perawatan kulit yang benar untuk mencegah
bertambahnya kerusakan sawar kulit dan memperbaiki sawar kulit serta
penting juga untuk mencari faktor pencetus serta menghindari atau
menghilangkannya (Sugito T.L., 2009).
-
7/29/2019 54784357 Dermatitis Atopic
24/39
24
a. 1. Mandi dan emolienJangan mandi dengan air terlalu panas, karena dapat menambah rasa
gatal, jangan memakai handuk dengan menggosok pada kulit melainkan
menepuk-nepuknya, hindari sabun/ pembersih kulit yang mengandung
antiseptik, karena dapat mempermudah resistensi, kecuali bila ada infeksi
sekunder.
Penggunaan emolien/ pelembab yang adekuat secara teratur sangat
penting untuk mengatasi kekeringan kulit dan memperbaiki integritas
sawar kulit. Bentuk salap dan krim memberi sawar lebih baik dari pada
lotion.
a. 2. Mengatasi gatalGatal dapat diatasi dengan pemberian emolien, kompres basah, anti
inflamasi topikal (kortikosteroid, inhibitor kalsineurin), dan antihistamin
oral (Sugito T.L., 2009).
Kompres basah bermanfaat dalam menangani eksema yang berat,
sedangkan pembalut yang mengandung obat misalnya pasta zinc dn
iktamol atau zinc oksida dan ter batubara, yang dipakai diatas steroid
topical bermanfaat untuk mengobati eksema pada ekstremitas (Graham
B.R., 2005).
Kortikosteroid topikal dalamjangka waktu lama dapat menyebabkan
efek samping lokal (atrofi, striae, hipertrikosis, hipopigmentasi,
teleangiektasis, dsb). Maupun sistemik (supresi aksis hipothalamus-
pituitasi- adrenal, gangguan pertumbuhan, sindrom Chusing).
Beberapa faktor perlu dipertimbangkan yakni vehikulum, potensi
kortikosteroid, usia pasien, letak lesi, derajad dan luas lesi serta cara
pemakaian.
Prinsip penggunaan:
i. Gunakan potensi terendah yang dapat mengatasi radang, dapatdinaikkan bila perlu. Hindari pemakaian dalamjangka waktu lama
ii. Hindari potensi kuat untuk daerah kulit dengan permeabilitas tinggi(muka, interginosa, bayi).
-
7/29/2019 54784357 Dermatitis Atopic
25/39
25
iii. Potensi kuat diginakan bila gatal sangat berat dan atau peradangan/likenifikasi berat.
iv. Gunakan potensi kuat hanya dalam jangka waktu pendek ( 2minggu untuk potensi kelas 1). Bila lesi awal sudah teratasi ganti
dengan potensilebih rendah/ dengan antiinflamasi nonsteroid untuk
terapi pemeliharaan
v. Inhibitor kalsineurin topikalObat ini dapat mengatasi kekurangan/ kerugian menggunakan
kortikosteroid topikal, bekerja dengan menghambat transkripsi
sistem inflamasi dalam sel T yang teraktifasi dan sel radang lainnya
sehingga mencegah pelepasan sitokin oleh sel T helper, serta
meghambat proliferasi sel T. Terdapat dua macam yaitu salap
takrolimus 0.03% (untuk usia 2-12 tahun) dan 0.1% (untuk usia 3
tahun keatas)
b. UntukDA yangrefrakteri. kortikosteroid sistemik,
Prednisolon lebih dianjurkan karena lebih cepat diekskresi oleh
tubuh.
ii. FototerapiKombinasi UVA dan UVB atau bersama psoralen
(fotokemoterapi) dapat memperbaiki DA dan menyebabkan remisi
panjang, namun berisiko menimbulkan penuaan dini dan keganasan
kulit pada pengobatanjangka panjang.
iii. ObatlainnyaSiklosporin, Azatioprin, mofetil mikofenolat, metotreksat,
interferon gamma, lain-lain (antagonis leukotrien, timopentin,
imunoterapi alergen dan probiotik) (Sugito T.L., 2009).
-
7/29/2019 54784357 Dermatitis Atopic
26/39
26
c. Pengobatansistemiki. Kortikosteroid
Hanya digunakan untuk mengobati eksaserbasi akut, dalam jangka
pendek, dan dosis rendah, diberikan berselang-seling atau diturunkan
perlahan (tapering), segera ganti dengan kortikostreroid topikal).
ii. AntihistaminDigunakan untuk membantu mengurangi rasa gatal yang hebat,
terutama malam hari, karena itu antihistamin yang dipakai
mempunyai efek sedatif misanyal hidroksisin atau difenhidramin.
iii. AntiinfeksiUntuk pengobatan koloni S.aureus yang belum resisten dapat
diberikan eritromisin, asitromisin, atau klaritromisin, sedangkan
untuk yang sudah resisten diberikan dikloksasilin atau generasi
pertama sefalosporin.
iv. InterferonIFN- diketahui menekan respon IgE dan menurunkan fungsi dan
proliferasi sel Th2. Pengobatan dengan IFN- rekombinan
menghasilkan perbaikan klinis, karena dapat menurunkan jumlah
eosinofiltotal dalam sirkulasi.(Sularsito S.A., & Djuanda A., 2005).
d. Mengindarifaktor pencetus / presdiposisiBila eksudasi berat atau stadium akut beri kompres terbuka. Bila
dingin dapat diberikan krim kortikosteroid ringan sedang. Pada lesi kronis
dan likenifikasi dapat diberikan salep kortikosteroid kuat
(Mansjoer A.,dkk., 2001).
Penderita DA yang disertai infeksi harus diberikan kombinasi
antibiotika terhadap kuman stafilokokus dan steroid topikal
(Fauzi N., Sawitri, Pohan S.S., 2009).
-
7/29/2019 54784357 Dermatitis Atopic
27/39
27
e. ProbiotikdanDAUntuk penggunaan probiotik,beberapa randomized controlled trials
denganjumlah sampel kecil menunjukkan penurunan derajad keparahan DA
dan dapat mencegah DA sampai derajat tertentui dkk .menurut penelitian
Isaular CFU Lactobacillus GG yang diberikan selama 2-4 minggu sebelum
lahir sampai 6 bulan sesudah lahir menurunkan kejadian DA sampai 50%
pada bayi-bayi dengan risiko tinggi DA (Sugito T.L., 2009).
Alergi merupakan bentuk Th2-disease yang upaya perbaikannya
memerlukan pengembalian penderita pada kondisi Th1-Th2 yang
seimbang. Perkembangan ilmu dan teknologi memungkinkan perubahan
paradigma pencegahan alergi dari paradigma penghindaran factor resiko
menjadi paradigma induksi aktif toleransi imunologik. Konsep probiotik
pada pencegahan alergi didasari pada induksi aktif respon imunologik
menuju keseimbangan Th1-Th2. Pada uji klinik, probiotik dibuktikan
dapat menurunkan gejala alergi yang berhubungan dengan dermatitis
atopik dan alergi makanan. Kelemahan uji klinik adalah
ketidakmampuannya dalam menghasilkan informasi mengenai mekanisme
dan hubungan sebab akibat. Ekstrapolasi dan sintesis atas fakta-fakta ilmiah
yang telah dihasilkan oleh uji klinik dan penelitian mekanisme probiotik
pada hewan coba menunjukkan bahwa probiotik dapat menurunkan reaksi
alergi melalui aktivasi TLR2 dan TLR4. Penelitian probiotik pada ibu hamil
menunjukkan bahwa efek dini probiotik pada sistem imun ibu bukanlah
pada supresi Th1 tetapi pada aktivasi Tregulator yang berfungsi menjaga
homeostasis Th1-Th2, sehingga kelangsungan kehamilan tidak terganggu
(Endaryanto E., & Harsono A., 2010).
J. Komplikasiy Pada anak penderita DA, 75% akan disertai penyakit alergi lain di
kemudian hari. Penderita DA mempunyai kecenderungan untuk mudah
mendapat infeksi virus maupun bakteri (impetigo, folikulitis, abses,
vaksinia.Molluscum contagiosum dan herpes).
-
7/29/2019 54784357 Dermatitis Atopic
28/39
28
y Infeksi virus umumnya disebabkan oleh Herpes simplex atau vaksinia dandisebut eksema herpetikum atau eksema vaksinatum. Eksema vaksinatum
ini sudahjarang dijumpai, biasanya terjadi pada pemberian vaksin varisela,
baik pada keluarga maupun penderita. lnfeksi Herpes simplex terjadi
akibat tertular oleh salah seorang anggota keluarga. Terjadi vesikel pada
daerah dermatitis, mudah pecah dan membentuk krusta, kemudian terjadi
penyebaran ke daerah kulit normal.
y Penderita DA, mempunyai kecenderungan meningkatnya jumlah koloniStaphylococcus aureus (Sularsito S.A., & Djuanda A., 2005).
K. PencegahanSalah satu faktor perlindungan utama DA adalah ASI. ASI yang
diberikan secara eksklusif selama 6 bulan kehidupan akan memberikan
keuntungan nutrisional dan melindungi anak dari penyakit alergi. ASI
eksklusif selama 6 bulan dimaksudkan untuk menghindarkan bayi dari
pemberian makanan yang dapat menimbulkan dan sebagai faktor presipitasi
alergi. ASI kaya akan immunoglobulin A (IgA) yang dapat membantu
melindungi saluran cerna dengan mengikat protein asing yang berpotensi
sebagai alergen dan menghambat absorbsinya. Kandungan ASI akan
menstimulasi pematangan saluran cerna, sehingga akan lebih siap untuk
menerima antigen, mengatur flora normal saluran cerna dan faktor
imunomodulator. Bayi dengan risiko tinggi atopik yang tidak mendapat ASI
eksklusif mempunyai risiko lebih tinggi untuk menderita dermatitis atopik
(BudiastutiM., 2007).
L. PrognosisSulit meramalkan prognosis DA pada seseorang. Prognosis lebih
buruk bila kedua orangtua menderita DA. Ada kecenderungan perbaikan
spontan pada masa anak, dan sering ada yang kambuh pada masa remaja,
sebagian kasus menetap pada usia diatas 30 tahun.
-
7/29/2019 54784357 Dermatitis Atopic
29/39
29
Faktor yang berhubungan dengan prognosis kurang baik DA, yaitu:
DA luas pada anak Menderita rhinitis alergik dan asma bronchial. Riwayat DA pada orangtua atau saudara kandung Awitan (onset) DA pada usia muda Anaktunggal Kadar IgE serum sangattinggi.
-
7/29/2019 54784357 Dermatitis Atopic
30/39
30
BAB III
PENUTUP
Perkembangan dermatitis atopik merupakan hasil perpaduan antara faktor
genetik, lingkungan, imunologis, dan farmakologis.Karena semakin hari angka
kejadian dermatitis atopik ini semakin berkembang sejalan dengan kemajuan
teknologi, dan industri yang menghasilkan banyak polutan dan iritan, maka
langkah untuk mencegah dermatitis atopikini sangat bermanfaat untuk mencegah
kenaikan prevalensi dan diharapkan dengan mengenali lebih dalam tentang
penyakit dermatitis atopikini diharapkan pula dapat mengurangi angka kesakitan
yang terjadi baik pada masa infantil, anak-anak maupun dewasa.
-
7/29/2019 54784357 Dermatitis Atopic
31/39
31
BAB IV
DISKUSI
A. Macam-MacamujialergiAda beberapa cara untuk melakukan uji kulit, yaitu cara intradermal,
uji tusuk (prick test), sel uji gores (scratch test) dan pacth test (uji tempel).
Uji gores sudah banyak ditinggalkan karena hasilnya kurang akurat.
1. Uji kulit intradermal Sejumlah 0,02 ml ekstrak alergen dalam 1 mlsemprit tuberkulin disuntikkan secara superfisial pada kulit sehingga
timbul 3 mm gelembung. Dimulai dengan konsentrasi terendah yang
menimbulkan reaksi, kemudian ditingkatkan berangsur masing-masing
dengan konsentrasi 10 kali lipat sampai menimbulkan indurasi 5-15 mm.
Uji intradermal ini seringkali digunakan untuk titrasi alergen pada
kulit.Tes alergi pengujian injeksi intradermal tidak direkomendasikan
untuk penggunaan rutin untuk aeroallergens dan makanan, tetapi
mungkin untuk mendeteksi racun dan diagnosis alergi obat. Ini membawa
resiko lebih besar anafilaksis dan harus dilakukan dengan tenaga medis
yang berkompeten melalui pelatihan spesialis.
2. Uji tusuk Uji tusuk dapat dilakukan dalam waktu singkat dan lebihsesuai untuk anak. Tempat uji kulit yang paling baik adalah pada daerah
volar lengan bawah dengan jarak sedikitnya 2 sentimeter dari lipat siku
dan pergelangan tangan. Setetes ekstrak alergen dalam gliserin (50%
gliserol) diletakkan pada permukaan kulit. Lapisan superfisial kulit ditusuk
dan dicungkil ke atas memakai lanset atau jarum yang dimodifikasi, atau
dengan menggunakanjarum khusus untuk ujitusuk. Ekstrak alergen yang
digunakan 1.000-10.000 kali lebih pekat daripada yang digunakan untuk
uji intradermal. Dengan menggunakan sekitar 5 ml ekstrak pada kulit,
diharapkan risiko terjadinya reaksi anafilaksis akan sangat rendah. Uji
-
7/29/2019 54784357 Dermatitis Atopic
32/39
32
tusuk mempunyai spesifitas lebih tinggi dibandingkan dengan uji
intradermal, tetapi sensitivitasnya lebih rendah pada konsentrasi dan
potensi yang lebih rendah. Kontrol Untuk kontrol positif digunakan 0,01%
histamin pada uji intradermal dan 1% pada uji tusuk. Kontrol negatif
dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan reaksi dermografisme
akibat trauma jarum. Untuk kontrol negatif digunakan pelarut gliserin.
Antihistamin dapat mengurangi reaktivitas kulit. Oleh karena itu, obat
yang mengandung antihistamin harus dihentikan paling sedikit 3 hari
sebelum uji kulit. Pengobatan kortikosteroid sistemik mempunyai
pengaruh yang lebih kecil, cukup dihentikan 1 hari sebelum uji kulit
dilakukan. Obat golongan agonis juga mempunyai pengaruh, akan tetapi
karena pengaruhnya sangat kecil maka dapat diabaikan. Usia pasien juga
mempengaruhi reaktivitas kulit walaupun pada usia yang sama dapat saja
terjadi reaksi berbeda. Makin muda usia biasanya mempunyai reaktivitas
yang lebih rendah. Uji kulit terhadap alergen yang paling baik adalah
dilakukan setelah usia 3 tahun. Reaksiterhadap histamin dibaca setelah 10
menit dan terhadap alergen dibaca setelah 15 menit. Reaksi dikatakan
positif bila terdapat rasa gatal dan eritema yang dikonfirmasi dengan
adanya indurasi yang khas yang dapat dilihat dan diraba. Diameterterbesar
(D) dan diameter terkecil (d) diukur dan reaksi dinyatakan ukuran
(D+d):2. Pengukuran dapat dilakukan dengan melingkari indurasi dengan
pena dan ditempel pada suatu kertas kemudian diukur diameternya. Kertas
dapat disimpan untuk dokumentasi. Dengan teknik dan interpretasi yang
benar, alergen dengan kualitas yang baik maka uji ini mempunyai
spesifitas dan sensitivitas yang tinggi disamping mudah, cepat, murah,
aman dan tidak menyakitkan. Uji gores kulit (SPT) disarankan sebagai
metode utama untuk diagnosis alergi yang dimediasi IgE dalam sebagian
besar penyakit alergi. Memiliki keuntungan relatif sensitivitas dan
spesifisitas, hasil cepat, fleksibilitas, biaya rendah, baik tolerabilitas, dan
demonstrasi yang jelas kepada pasien alergi mereka. Namun akurasinya
tergantung pelaksana, pengamatan dan interpretasi variabilitas.
-
7/29/2019 54784357 Dermatitis Atopic
33/39
33
3. Uji gores kulit (SPT)adalah prosedur yang membawa resiko yang relatifrendah, namun reaksi alergi sistemiktelah dilaporkan. Karena test adalah
perkutan, langkah-langkah pengendalian infeksi sangat penting.
y Pasien harus benar-benar dan tepat mengenai risiko dan manfaat.y Masing-masing pasien kontraindikasi dan tindakan pencegahan
harus diperhatikan.
y Uji gores kulit harus dilakukan oleh yang terlatih danberpengalaman staf medis dan paramedis, di pusat-pusat dengan
fasilitas yang sesuai untuk mengobati reaksi alergi sistemik
(anafilaksis).
y Praktisi medis yang bertanggung jawab harus memesan panel tesuntuk setiap pasien secara individual, dengan mempertimbangkan
karakteristik pasien, sejarah dan temuan pemeriksaan, dan alergi
eksposurtermasuk faktor-faktorlokal.
y Staf teknis perawat dapat melakukan pengujian langsung di bawahpengawasan medis (dokter yang memerintahkan prosedur harus di
lokasi pelatihan yang memadai sangat penting untuk
mengoptimalkan hasil reproduktibilitas.
y Kontrol positif dan negatif sangat penting.y Praktisi medis yang bertanggungjawab harus mengamati reaksi dan
menginterpretasikan hasiltes dalam terang sejarah pasien dan tanda-
tanda.
y Hasiltes harus dicatat dan dikomunikasikan dalam standar yangjelasdan bentuk yang dapat dipahami oleh praktisilain.
-
7/29/2019 54784357 Dermatitis Atopic
34/39
34
y Konseling dan informasi harus diberikan kepada pasien secaraindividual, berdasarkan hasil tes dan karakteristik pasien dan
lingkungan setempat.
4. Patch Tes (Tes Tempel).
Tes ini untuk mengetahui alergi kontak terhadap bahan kimia, pada
penyakit dermatitis atau eksim. Tes ini dilakukan di kulit punggung. Hasil
tes ini baru dapat dibaca setelah 48jam. Bila positifterhadap bahan kimia
tertentu, akan timbul bercak kemerahan dan melenting pada kulit.
Syarattes ini:
1. Dalam 48 jam, pasien tidak boleh melakukan aktivitas yangberkeringat, mandi, posisitidurtertelungkup, punggung tidak boleh
bergesekan.
2. 2 hari sebelum tes, tidak boleh minum obat yang mengandungsteroid atau anti bengkak. Daerah pungung harus bebas dari obat
oles, krim atau salep.
5. RAST (Radio Allergo SorbentTest).Tes ini untuk mengetahui alergiterhadap alergen hirup dan makanan. Tes
ini memerlukan sampel serum darah sebanyak 2 cc. Lalu serum darah
tersebut diproses dengan mesin komputerisasi khusus, hasilnya dapat
diketahuisetelah 4 jam.
Kelebihan tes ini: dapat dilakukan pada usia berapapun, tidak dipengaruhi
oleh obat-obatan.
-
7/29/2019 54784357 Dermatitis Atopic
35/39
35
6. SkinTest (Teskulit).Tes ini digunakan untuk mengetahui alergiterhadap obat yang
disuntikkan. Dilakukan di kulitlengan bawah dengan cara menyuntikkan
obat yang akan dites dilapisan bawah kulit. Hasiltes baru dapat dibaca
setelah 15 menit. Bila positif akan timbul bentol, merah, gatal.
7. Tes Provokasi.Tes ini digunakan untuk mengetahui alergiterhadap obat yang diminum,
makanan, dapatjuga untuk alergen hirup, contohnya debu. Tes provokasi
untuk alergen hirup dinamakan tes provokasi bronkial. Tes ini digunakan
untuk penyakit asma dan pilek alergi. Tes provokasi bronkial dan makanan
sudahjarang dipakai, karena tidak nyaman untuk pasien dan berisiko
tinggiterjadinya serangan asma dan syok. tes provokasi bronkial dan tes
provokasi makanan sudah digantikan oleh Skin Prick Test danIgE
spesifikmetodeRAST.
Untuktes provokasi obat, menggunakan metode DBPC (Double Blind
Placebo Control) atau uji samar ganda. caranya pasien minum obat dengan
dosis dinaikkan secara bertahap, lalu ditunggu reaksinya dengan interval
15 30 menit.
Dalam satu hari hanya boleh satu macam obat yang dites, untuktes
terhadap bahan/zatlainnya harus menunggu 48jam kemudian. Tujuannya
untuk mengetahui reaksi alergitipe lambat.
Ada sedikit macam obat yang sudah dapat dites dengan metode RAST.
Semua tes alergi memiliki keakuratan 100 %, dengan syarat persiapan tes
harus benar, dan cara melakukan tes harus tepat dan benar.
B. Indikasi Penggunaan Antibiotik pada Dermatitis Atopik. AB sistemik dg tujuan :
y Mencegah eksaserbasi akut krn infeksi ditempatlainy Dengan indikasi: superinfeksi bakteri, Antibiotik sistemik
Antibiotik sistemik dapat dipertimbangkan untuk mengatasi DA
yang luas dengan infeksi sekunder.
-
7/29/2019 54784357 Dermatitis Atopic
36/39
36
Antibiotik yang dianjurkan adalah eritromisin, sefalosporin,
kloksasilin, dan terkadang ampisilin Infeksi di curigai bila ada
krusta yang luas, folikulits, pioderma dan furunkulosis. S. aureus
yang resisten penisilin merupakan penyebab tersering dari flare
akut. Bila diduga ada resistensi penisilin, dicloxacillin atau
sefalexin dapat digunakan sebagai terapi oral lini pertama. Bila
alergi penisilin, eritromisin adalah terapi pilihan utama, dengan
perhatian pada pasien asma karena bersama eritromisin, teofilin
akan menurunkan metabolismenya. Pilihan lain bila eritomisin
resisten adalah klindamisin.. Dari hasil pembiakan dan uji
kepekaan terhadap Staphylococcus aureus 60% resisten terhadap
penisilin, 20% terhadap eritromisin, 14% terhadap tetrasiklin, dan
tidak ada yang resisten terhadap sefalosporin Imunoterapi dengan
ekstrak inhalan umumnya tidak menolong untuk mengatasi DA
pada anak.
C. Penegakan diagnosis Dermatitis Atopi dari:i. Anamnesa:
y Onsetterjadinyay Predileksiy UKKy Faktor pencetusy Riwayat alergi anggota keluarga
ii. Klinis:
y Kulit kering, pucat/redup, kadarlipid diepidermis berkurang dankehilangan airlewat epidermis meningkat. Penderita DA cenderung tipe
astenik, dengan intelegensia diatas rata-rata,sering merasa cemas, egois,
frustasi, agresif, atau merasa tertekan
y Gejala UtamaDermatitis Atopik:
-
7/29/2019 54784357 Dermatitis Atopic
37/39
37
Rasa Gatal sehingga istilah gatal garuk gatal , sampai
mengganggu aktivitas sehari-hari dan pola tidur penderita.
y Pada bayi ditandai oleh kelainan kulit berupa eritema, papul, vesikel,dan krusta yang terasa sangat gatal. Lesi biasanya basah dan
simetris.
y Kelainan dimulai pada kedua Pipi, dahi atau kulit kepala berambutdan dapat meluas ke tubuh dan Ekstremitas.
y Pada Anak ditandai oleh Papul, Skuama, dan Likenifikasi yangterasa sangat gatal. Lesi Biasanya kering, terdapat pada lipat siku,
lipatlutut, pergelangan tangan dan pergelangan kaki
iii. Penunjang:
Tes uji Alergi
-
7/29/2019 54784357 Dermatitis Atopic
38/39
38
DAFTARPUSTAKA
Fauzi N., Sawitri, Pohan S.S., 2009. Korelasi antara Jumlah Koloni
Staphylococcus Aureus & IgE spesifik terhadap Enterotoksin
Staphylococcus Aureus pada Dermatitis Atopik. Departemen / SMF
Kesehatan Kulit dan Kelamin FK UNAIR/ RSU Dr. Soetomo. Surabaya.
William H.C., 2005. Atopic Dermatitis. N Engl J Med;; 352: 2314-24.
Judarwanto W., 2009. Dermatitis Atopik. Children Allergy Clinic Information;
www.Childrenallergicclinic.wordpress.com.
BudiastutiM., Wandita S., Sumandiono., 2007 . Exclusive breastfeeding and risk
of atopic dermatitis in high risk infant. Berkala Ilmu Kedokteran,
Volume 39, No. 4, Hal. 192-198.
Zulkarnain I., 2009. Manifestasi Klinis dan Diagnosis Dermatitis Atopik. dalam
Boediarja S.A., Sugito T.L., Indriatmi W., Devita M., Prihanti S., (Ed).
Dermatitis Atopik. Balai Penerbit FK UI. Jakarta. Hal. 39-51
Tada J., 2002. Diagnostic Standard for Atopic Dermatitis. JMAJ. Vol. 45, No. 11.
460-65.
Sularsito S.A., & Djuanda A., 2005. Dermatitis. dalam Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin. (Ed).IV.Jakarta; Balai Penerbit FK UI; Hal.129-47.
Soebaryo R.W., 2009. Imunopatogenesis. Dalam Boediarja S.A., Sugito T.L.,
Indriatmi W., Devita M., Prihanti S., (Ed). Dermatitis Atopik. Balai
Penerbit FK UI. Jakarta. Hal. 39-51.
Mansjoer A., Kuspuji T., Rakhmi S., Wahyu I.W., Wiwiek S.,(Ed). 2001.
Dermatitis Atopikdalam Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid II.
Jakarta. PenerbitMedia Aesculapius FKUI. Hal.
Roesyanto I.D., & Mahadi., 2009. Peran AlergiMakanan pada Dermatitis Atopik.
dalam Boediarja S.A., Sugito T.L., Indriatmi W., Devita M., Prihanti S.,
(Ed). Dermatitis Atopik. Balai Penerbit FK UI. Jakarta. Hal.12-20.
-
7/29/2019 54784357 Dermatitis Atopic
39/39
Sugito T.L., 2009. Penatalaksanaan Terbaru Dermatitis Atopik. dalam Boediarja
S.A., Sugito T.L., Indriatmi W., Devita M., Prihanti S., (Ed). Dermatitis
Atopik. Balai Penerbit FK UI. Jakarta. Hal. 39-55
Endaryanto E., & Harsono A., 2010.Prospek Probiotik dalam pencegahan alergi
melalui induksi aktif toleransi imunologis. Divisi Alergi Imunologi
Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak FK-Unair/RSU Dr. Soetomo
Surabaya.
Kariossentono H., 2006. Dermatitis Atopik (Eksema). Cetakan I.LPP UNS dan
UNS Press. Surakarta. Hal.8-12.
Graham B.R., 2005. Dermatologi.Edisi VIII. Erlangga.Jakarta.Hal.73-74.
Simpson E.L., & Hanifin J.M., 2005. Atopic dermatitis. Periodic synopsis. J Am
Acad Dermatol. 53(1): 115-28.
Bhakta I.M.,2006. Pendekatan Terhadap Pasien Anemia. dalam Ari W.S.,
Bambang S., Idrus A., Marcelius S.K., Siti S.s (eds). Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam.jilid I. Edisi IV. FKUI. Jakarta. Hal: 632-35