543-720-1-PB

10
Tinjauan Pustaka Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 10, Oktober 2007 Kolelitiasis pada Anak I W. Gustawan, K. Nomor Aryasa, I P. G. Karyana, I G. N. Sanjaya Putra Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RS Sanglah Denpasar Abstrak: Kolelitiasis pada anak termasuk penyakit yang jarang. Beberapa kondisi yang berhubungan dengan kolelitiasis yaitu penyakit hemolitik kronik (anemia sel sickle, sferositosis), kegemukan, penyakit atau reseksi ileum, fibrosis kistik, penyakit hati kronis, penyakit Crohn, nutrisi parenteral yang lama, prematuritas dengan komplikasi bedah atau non bedah, pengobatan kanker pada anak. Gejala klinik kolelitiasis bervariasi, bahkan lebih dari 80% kasus bersifat asimptomatik. Gejala klinis yang sering ditemukan adalah nyeri bilier dan jaun- dice obstructive. USG merupakan pemeriksaan pilihan untuk memeriksa anak dan remaja dengan keluhan nyeri perut kanan atas atau nyeri epigastrium. Alat ini aman dan sensitif untuk mengidentifikasi batu di kandung empedu. Penanganan kolelitiasis dibedakan menjadi dua yaitu penatalaksanaan nonbedah dan bedah, namun sebagai baku emas penanganan kolelitiasis dengan gejala adalah Cholecystectomy. Kata kunci: kolelitiasis, Cholecystectomy 353

Transcript of 543-720-1-PB

Page 1: 543-720-1-PB

Tinjauan Pustaka

Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 10, Oktober 2007

Kolelitiasis pada Anak

I W. Gustawan, K. Nomor Aryasa,

I P. G. Karyana, I G. N. Sanjaya Putra

Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RS Sanglah Denpasar

Abstrak: Kolelitiasis pada anak termasuk penyakit yang jarang. Beberapa kondisi yang

berhubungan dengan kolelitiasis yaitu penyakit hemolitik kronik (anemia sel sickle, sferositosis),

kegemukan, penyakit atau reseksi ileum, fibrosis kistik, penyakit hati kronis, penyakit Crohn,

nutrisi parenteral yang lama, prematuritas dengan komplikasi bedah atau non bedah,

pengobatan kanker pada anak. Gejala klinik kolelitiasis bervariasi, bahkan lebih dari 80%

kasus bersifat asimptomatik. Gejala klinis yang sering ditemukan adalah nyeri bilier dan jaun-

dice obstructive. USG merupakan pemeriksaan pilihan untuk memeriksa anak dan remaja dengan

keluhan nyeri perut kanan atas atau nyeri epigastrium. Alat ini aman dan sensitif untuk

mengidentifikasi batu di kandung empedu. Penanganan kolelitiasis dibedakan menjadi dua

yaitu penatalaksanaan nonbedah dan bedah, namun sebagai baku emas penanganan kolelitiasis

dengan gejala adalah Cholecystectomy.

Kata kunci: kolelitiasis, Cholecystectomy

353

Page 2: 543-720-1-PB

Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 10, Oktober 2007

Choletithiasis in Children

I W Gustawan, K Nomor Aryasa, IPG Karyana, IGN Sanjaya Putra

Departemen of Child Health, Medical Faculty Udayana University/Sanglah Hospital, Denpasar

Abstract: Cholelithiasis in children is rare. There are several conditions associated with cholelithi-

asis, i.e. chronic hemolytic diseases (sickle cell anemia, spherocytosis), obesity, ileal disease or

resection, cystic fibrosis, chronic liver disease, crohnis disease, parenteral nutrition, prematurity

with surgical or nonsurgical complication, cancer therapy. The clinical course of cholelitiasis is

widely varied, but 80% of them are asymptomatic. The most frequent clinical courses are bilier

pain and obstructive jaundice. USG is the first choice in examining child and adolescent with right

upper abdominal pain or epigastric pain, since this examination is save and sensitive to identify

cholelithiasis. The treatment is including surgical and non surgical therapy, but for symptomatic

cholelithiasis, cholecystectomy is the first choice.

Keywords: cholelithiasis, cholecystectomy

Definisi

Kolelitiasis adalah material atau kristal tidak berbentuk

yang terbentuk dalam kandung empedu.1 Komposisi dari

kolelitiasis adalah campuran dari kolesterol, pigmen empedu,

kalsium dan matriks inorganik.2,3 Lebih dari 70% batu saluran

empedu pada anak-anak adalah tipe batu pigmen, 15-20%

tipe batu kolesterol dan sisanya dengan komposisi yang

tidak diketahui.2 Di negara-negara Barat, komponen utama

dari batu empedu adalah kolesterol, sehingga sebagian batu

empedu mengandung kolesterol lebih dari 80%.3

Epidemiologi

Kolelitiasis termasuk penyakit yang jarang pada anak.1

Di Amerika Serikat, prevalensi kolelitiasis pada anak

dilaporkan hanya 0,15-0,22%, sedangkan pada orang dewasa

berkisar 4-11%.4 Ganesh et al4 dalam pengamatannya dari

Januari 1999 sampai Desember 2003 di Kanchi Kamakoti

Child Trust Hospital, mendapatkan dari 13 675 anak yang

mendapat pemeriksaan ultrasonografi (USG), 43 (0,31%)

terdeteksi memiliki batu kandung empedu. Rasio laki-laki dan

perempuan adalah 2,3:1. Median umur untuk anak laki-laki

adalah 5 tahun (3 bulan-14 tahun) dan median umur untuk

anak perempuan adalah 9 tahun (7 bulan-15 tahun). Semua

ukuran batu kurang dari 5 mm dan 56% merupakan batu yang

soliter. Empat puluh satu anak (95,3%) dengan gejala

asimtomatik dan hanya 2 anak dengan gejala.

Bakhotmah5 dalam pengamatannya di Rumah Sakit

Universitas Jeddah antara Januari 1986 sampai Juli 1996 hanya

mendapatkan 8 kasus dengan kolelitiasis. Kumar et al6 dalam

pengamatannya tentang kolelitiasis pada anak antara tahun

1979-1996 mendapatkan dari 2000 tindakan bedah di Rumah

Sakit Anak Royal Alexandra antara tahun 1979-1987 dan 2500

tindakan bedah antara tahun 1988-1996 didapatkan insiden

tindakan operasi karena kolelitiasis sebesar 0,2%.

Etiologi dan Faktor Risiko

Penyebab dan faktor risiko terbentuknya batu kandung

empedu tidak secara jelas dibedakan. Ada yang menyebutkan

faktor tertentu sebagai penyebab, namun sumber lain

menyebutnya sebagai faktor risiko. Kumar et al6 mendapatkan

penyebab batu kandung empedu adalah idiopatik, penyakit

hemolitik dan penyakit spesifik non hemolitik. Schweizer et

al7 anak yang mendapat nutrisi parenteral total yang lama,

setelah menjalani operasi by pass kardiopulmonal, reseksi

usus, kegemukan dan anak perempuan yang mengkonsumsi

kontrasepsi hormonal mempunyai risiko untuk menderita

kolelitiasis.

Suchy2 menyebutkan beberapa kondisi yang berhu-

bungan dengan kolelitiasis adalah penyakit hemolitik kronik

(anemia sel sickle, sferositosis), kegemukan, penyakit atau

reseksi ileum, fibrosis kistik, penyakit hati kronis, penyakit

Crohn, nutrisi parenteral yang lama, prematuritas dengan

komplikasi bedah atau non bedah, pengobatan kanker pada

anak.2 Schirmer et al8 menyebutkan faktor-faktor risiko

terbentuknya batu kandung empedu adalah kegemukan, dia-

betes melitus, hormon estrogen dan kehamilan, penyakit

hemolitik dan sirosis.

Berdasarkan jenis batu yang terbentuk, faktor risiko yang

mempengaruhi terbentuknya batu berbeda-beda sesuai jenis

batunya. Kondisi-kondisi yang merupakan faktor predisposisi

terbentuknya batu pigmen hitam adalah penyakit hemolitik

yang kronik, pemberian nutrisi parenteral total, kolestasis

Kolelitiasis pada Anak

354

Page 3: 543-720-1-PB

Kolelitiasis pada Anak

Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 10, Oktober 2007

kronik dan sirosis, pemberian obat (ceftriaxone). Ceftriaxone

didapatkan dalam konsentrasi tinggi di kandung empedu

dalam keadaan yang utuh. Sedangkan faktor predisposisi

terbentuknya batu pigmen coklat adalah adanya infestasi

parasit seperti Ascharis lumbricoides. Batu pigmen coklat

ini sangat jarang dijumpai pada bayi dan anak. Untuk batu

kolesterol, faktor risikonya adalah kegemukan, reseksi ileum,

penyakit Crohn’s ileal dan fibrosis kistik.9

Kegemukan merupakan faktor yang signifikan untuk

terjadinya batu kandung empedu. Pada keadaan ini hepar

memproduksi kolesterol yang berlebih, kemudian dialirkan

ke kandung empedu sehingga konsentrasinya dalam kandung

empedu menjadi sangat jenuh. Keadaan ini merupakan faktor

predisposisi terbentuknya batu. Kejadian batu kandung

empedu meningkat pada wanita gemuk dan pubertas.9,10

Hubungan antara pemberian nutrisi parenteral total

dengan batu kandung empedu, dibuktikan oleh Roslyn et

al11 yang menyelidiki secara prospektif 21 anak yang

mendapat nutrisi parenteral total yang lama, ternyata insiden

terjadinya batu kandung empedu adalah 43%. Tipe batu yang

terbentuk adalah batu nonkolesterol.

Risiko terjadinya kolelitiasis juga dijumpai pada anak

dengan sindrom Down. Toscano et al12 melaporkan adanya

kolelitiasis pada anak dengan sindrom Down. Dari 126 anak

dengan sindrom Down yang menjalani pemeriksaan

Ultrasonografi (USG), 4,7% dijumpai adanya kolelitiasis.

Insidensi kolelitiasis meningkat pada anak yang

menderita penyakit anemia sel sickle. Umur dan adanya

hemolisis yang kronik diduga sebagai risiko terbentuknya

batu pigmen. Pembentukan batu pada pasien ini 15% terjadi

umur kurang dari 10 tahun dan meningkat 50% pada yang

sudah berumur 20 tahun.13

Faktor genetik diduga berperan dalam terjadinya batu

kandung empedu. Risiko menderita batu kandung empedu

meningkat apabila kita memiliki keluarga dengan batu

kandung empedu. Beberapa gen mungkin terlibat. Faktor etnis

mungkin berperan dalam terjadinya batu kandung empedu.

Sebagai contoh insiden kolelitiasis tinggi pada penduduk

Indian Pima di Amerika dan penduduk asli di Chili dan Peru.

Perempuan Indian Pima mempunyai risiko 80% untuk

menderita batu kandung empedu.10

Faktor lain yang diduga berhubungan dengan kejadian

kolelitiasis dan kolesistitis adalah adanya infeksi Helico-

bacter pylori dalam jaringan kandung empedu maupun cairan

empedu. Silva et al14 menemukan adanya Helicobacter DNA

pada jaringan kandung empedu maupun cairan empedu

penderita kolelitiasis. Namun hanya Helicobacter DNA pada

jaringan kandung empedu yang mempunyai hubungan yang

bermakna secara statistik dengan kejadian kolelitiasis. Tidak

ditemukan adanya organisme Helicobacter pylori dalam

kandung empedu maupun cairan empedu.

Bor et al15 meneliti hubungan antara pemberian terapi

ceftriaxone dengan terbentuknya batu kandung empedu,

mendapatkan dari 38 anak (umur 1 bulan-17 tahun) yang

mendapat terapi ceftriaxone selama 10 hari, 28,9% dideteksi

menderita kolelitiasis dan 7,9% didapatkan endapan empedu

pada kandung empedunya. Namun pada hari ke 90 setelah

selesai pengobatan, semuanya menunjukkan hasil USG yang

normal. Terjadi batu kandung empedu pada pemberian

ceftriaxone bersifat reversibel, tidak menunjukkan gejala dan

biasanya hilang spontan begitu pengobatan dihentikan.15

Sakopoulos et al17 melaporkan dalam penelitiannya dari

bulan Mei 1985 sampai Desember 1998, dari 311 anak-anak

yang mendapat transplantasi jantung, 3,2% diketahui

Tabel 1. Perbedaan Batu Kolesterol, Batu Pigmen Hitam dan Batu Pigmen Coklat17

Karakteristik Batu Kolesterol Batu Pigmen Hitam Batu Pigmen Coklat

Warna Kuning pucat putih kecoklatan Hitam Coklat -oranye

Konsistensi Keras Keras, mengkilat Lembek

Kristal berlapis Kristal

Inti warna gelap

Jumlah, ukuran, dan keta- Multipel: 2-25 mm, halus Multipel: <5 mm tidak teratur, Multipel: 10-30 mm

jaman Soliter: 2-4 cm, bulat, halus halus bulat, halus

Komposisi Kolesterol monohidrat > 50% Polimer pigmen (40%) Kalsium bilirubinat (60%)

Lainnya: glikoprotein, garam Garam Kalsium (Karbonat, fosfat) Calcium fatty acid soaps

kalsium -15% palmitat, stearat)-15%

Kolesterol (2%) Kolesterol (15%)

Lainnya (30%) Lainnya 10%

Radiodensitas Lusen 50% - opaque Lusen

CT scan (Hounsfield unit) <20-60 >140 60-140

Lokasi dalam sistem bilier Kandung empedu Kandung empedu Duktus

Duktus Duktus intrahepatik

Asosiasi klinik Metabolik Hemolisis Infeksi

Tidak ada infeksi Sirosis Infestasi

Tidak ada inflamasi Nutrisi Parenteral Inflamasi

355

Page 4: 543-720-1-PB

Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 10, Oktober 2007

Kolelitiasis pada Anak

menderita kolelitiasis. Delapan puluh persen dari penderita

tersebut menerima transplantasi pada umur kurang dari 3

bulan. Walaupun angka insiden ini kecil, tetapi semua

kejadian tersebut signifikan berhubungan dengan

transplantasi jantung.16

Jenis Batu Kandung Empedu

Schirmer et al8 membagi batu kandung empedu menjadi

tiga jenis yaitu batu kolesterol, batu pigmen dan campuran

(tabel 1).1,8,17 Batu kolesterol mengandung lebih dari 50%

kolesterol dari seluruh beratnya, sisanya terdiri dari protein

dan garam kalsium.9 Batu kolesterol sering mengandung

kristal kolesterol dan musin glikoprotein. Kristal kolesterol

yang murni biasanya agak lunak dan adanya protein

menyebabkan kosistensi batu empedu menjadi lebih keras.3

Batu pigmen merupakan campuran dari garam kalsium

yang tidak larut, terdiri dari kalsium bilirubinat, kalsium fosfat

dan kalsium karbonat. Kolesterol terdapat dalam batu pigmen

dalam jumlah kecil yaitu 10% dalam batu pigmen hitam dan

10-30% dalam batu pigmen coklat.9 Batu pigmen dibedakan

menjadi dua yaitu batu pigmen hitam dan batu pigmen coklat,

keduanya mengandung garam kalsium dari bilirubin. Batu

pigmen hitam mengandung polimer dari bilirubin dengan

musin glikoprotein dalam jumlah besar, sedangkan batu

pigmen coklat mengandung garam kalsium dengan sejumlah

protein dan kolesterol yang bervariasi. Batu pigmen hitam

umumnya dijumpai pada pasien sirosis atau penyakit

hemolitik kronik seperti talasemia dan anemia sel sickle. Batu

pigmen coklat sering dihubungkan dengan kejadian

infeksi.1,3,17

Patogenesis Kolelitiasis

Patogenesis terbentuknya batu telah diselidiki dalam

beberapa tahun terakhir. Walaupun beberapa aspek yang

berperan sebagai penyebab belum diketahui sepenuhnya,

namun komposisi kimia dan adanya lipid dalam cairan empedu

memegang peran penting dalam proses terbentuknya batu.

Kira-kira 8% dari lipid empedu dalam bentuk kolesterol dan

15-20% dalam bentuk fosfolipid. Keduanya tidak larut dalam

air, dalam cairan empedu terikat dengan garam empedu dengan

komposisi 70-80% dari lipid empedu.1

Empedu adalah suatu cairan aqueous yang terdiri dari

lemak hidropobik yang tidak larut (kolesterol dan fosfolipid),

yang selanjutnya bisa terlarut dengan bantuan suatu asam

empedu.9 Empedu terdiri dari air (97,5 g/dL) garam empedu

(1,1 g/dL) bilirubin (0,04 g/dL) kolesterol (0,1 g/dL) asam

lemak (0,12 g/dL) leshitin/fosfolipid (0,04 g/dL) Na+ (145 mEq/

L), K+ (5 mEq/L), Ca2+ (5 mEq/L), Cl- (100 mEq/L), HCO3

- (28

mEq/L).18

Kolesterol dalam empedu bercampur dengan garam

empedu dan fosfolipid membentuk campuran micelles dan

vesikel.3 Micelles adalah kumpulan lemak yang mempunyai

dinding yang hidrofilik (larut dalam air) dan inti yang

hidrofobik (tidak larut dalam air).20 Vesikel adalah suatu

Gambar 1. Triangular Coordinats yang Menggambarkan Kon-

sentrasi Kelarutan Kolesterol dalam Suatu Cam-

puran dengan Fosfolipid dan Garam Empedu3

bentukan sferik bilayers dari fosfolipid yang terdiri dari 2

rantai yaitu rantai nonpolar hidrokarbon menghadap dan

rantai polar mengarah ke larutan. Pada keadaan kosentrasi

kolesterol yang tinggi vesikel membawa kolesterol dalam

jumlah besar.3

Hubungan antara kolesterol, fosfolipid dan garam

empedu digambarkan dalam suatu segitiga yang sering

disebut Triangular Coordinats yang menggambarkan

konsentrasi kelarutan kolesterol dalam suatu campuran

dengan fosfolipid dan garam empedu (gambar 1). The maxi-

mum equilibrium solubility dari kolesterol ditentukan oleh

Tabel 2. Mekanisme Patologis sebagai Faktor Predisposisi

Terbentuknya Batu Kandung Empedu1

Mekanisme Patologis

Terbentuknya empedu abnormal akibat penyakit hati primer

Penurunan konsentrasi garam empedu bilier

Peningkatan konsentrasi kolesterol bilier

Kelainan ileum yang menyebabkan peningkatan siklus entero-

hepatikGangguan fungsi kandung empedu:

Kegagalan dalam pengosongan kandung empedu

Peningkatan konsentrasi empedu sehingga menjadi sangat

jenuh

Hiperkonsentrasi empedu di level mukosa

Abnormalitas kandungan empedu:

Peningkatan produksi bilirubin pada penyakit hemolitik

Abnormalitas mukoprotein pada penyakit fibrosis kistik

Bakteri

Parasit : Ascharis, Clonorchis sinensis

Debris sel

Stasis – obstruksi duktus empedu

Stasis – abnormalitas duktus empedu

Obat atau toksin menyebabkan kolestasis, peningkatan kolesterol

bilier atau garam empedu

356

Page 5: 543-720-1-PB

Kolelitiasis pada Anak

Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 10, Oktober 2007

rasio kolesterol, fosfolipid dan garam empedu, yang

dinyatakan dalam indeks saturasi kolesterol.1,3,9 Micelles

terbentuk jika titik potong konsentrasi relatif dari ketiga

komponen (kolesterol, lesitin dan garam empedu) terletak

pada area micellar. Keadaan ini berada dalam kondisi stabil

untuk mencegah terbentuknya batu. Jika titik potong

konsentrasi empedu terletak di luar area tersebut maka

empedu bersifat litogenik. Berbagai kondisi dapat

menyebabkan ketidakstabilan komposisi dari ketiga

komponen tersebut, seperti terlihat dalam tabel 2.1

Patogenesis Batu Empedu Kolesterol

Terbentuknya batu kolesterol diawali adanya presipitasi

kolesterol yang membentuk kristal kolesterol. Beberapa

kondisi yang menyebabkan terjadinya presipitasi kolesterol

adalah:

1. absorpsi air,

2. absorpsi garam empedu dan fosfolipid18

3. sekresi kolesterol yang berlebihan pada empedu,9,20

4. adanya inflamasi pada epitel kandung empedu20 dan

5. kegagalan untuk mengosongkan isi kandung empedu,9

6. adanya ketidakseimbangan antara sekresi kolesterol,

7. fosfolipid dan asam empedu, peningkatan produksi

musin di kandung empedu dan penurunan kontraktilitas

dari kandung empedu.19 Batu kolesterol terbentuk ketika

konsentrasi kolesterol dalam saluran empedu melebihi

kemampuan empedu untuk mengikatnya dalam suatu

pelarut, kemudian terbentuk kristal yang selanjutnya

membentuk batu.3,20

Pembentukan batu kolesterol melibatkan tiga proses

yang panjang yaitu pembentukan empedu yang sangat jenuh

(supersaturasi), pembentukan kristal kolesterol dan agregasi

serta proses pertumbuhan batu. Proses supersaturasi terjadi

akibat peningkatan sekresi kolesterol, penurunan sekresi

garam empedu atau keduanya.17

Konsentrasi empedu yang melebihi indeks saturasi

kolesterol membuat empedu menjadi sangat jenuh. Akibatnya

terjadi peningkatan kolesterol dalam vesikel. Vesikel

unilamelar yang jenuh kolesterol ini bergabung membentuk

vesikel kolesterol multilamelar, kemudian terbentuk cluster

yang dapat bertindak sebagai inti pembentukan kristal

kolesterol. Pembentukan inti ini bisa bersifat homogen dan

heterogen. Inti homogen terjadi apabila pembentukan kristal

tanpa material asing, sedangkan heterogen apabila pem-

bentukan kristal disertai material asing seperti sel epitel, pro-

tein, garam kalsium atau benda asing. Pembentukan inti yang

bersifat heterogen lebih sering terjadi dibandingkan dengan

homogen. Kristal kolesterol ini terus tumbuh dan meng-

gumpal dengan musin membentuk suatu batu (Gambar 2).3,9,17

Pembentukan kristal kolesterol dapat dipacu (promoter)

dan dihambat (inhibitor) oleh suatu zat tertentu. Diper-

kirakan promoter dan inhibitor tersebut berperan saat

pembentukan inti kolesterol. Protein dapat bertindak sebagai

promoter dan inhibitor. Protein bilier dengan berat molekul

Gambar 2. Proses Pembentukan Batu Kandung Empedu3

lebih dari 130 kDa (Kilo Dalton) merupakan suatu promoter,

sedangkan protein dalam empedu normal merupakan suatu

inhibitor. Faktor antinukleasi dari protein tersebut menjaga

kestabilan vesikel kolesterol fosfolipid dalam empedu nor-

mal dan menghambat proses kristalisasi. Faktor antinukleasi

tersebut adalah Apolipoprotein A-I dan Apolipoprotein A-II.

Musin dari kandung empedu juga merupakan promoter.

Musin mempercepat pembentukan kristal kolesterol.

Pemberian obat aspirin yang menghambat pengeluaran musin

dikatakan mampu menghambat pembentukan kristal

kolesterol. Kecepatan pembentukan kristal ini dipengaruhi

oleh keseimbangan antara faktor pro dan antinukleasi.9

Stasis dari kandung empedu juga mempengaruhi

pembentukan kristal empedu dari bentuk mikroskopik menjadi

bentuk makroskopik. Pergerakan kandung empedu meng-

hambat pembentukan batu.9

Patogenesis Batu Non Kolesterol (Batu Pigmen)

Batu pigmen sebagian besar terbentuk dari bilirubin

yang tak terkonjugasi. Bilirubin tak terkonjugasi terdapat

dalam pigmen empedu normal dalam jumlah yang sedikit,

namun sangat sensitif untuk mengalami presipitasi oleh ion

kalsium. Proses ini belum sepenuhnya diketahui, namun

diduga sebagai awal terbentuknya batu adalah terjadi proses

polimerisasi sehingga terbentuk polymers of cross-linked

bilirubin tetrapyrroles. Pencetus terjadinya proses poli-

merisasi juga belum diketahui, namun diduga disebabkan oleh

radikal bebas atau singlet oksigen yang diproduksi oleh hepar

atau oleh makrofag atau neutrofil dalam mukosa kandung

empedu.2 Pada manusia peningkatan kadar bilirubin tak

terkonjugasi merupakan akibat dari peningkatan kadar he-

moglobin. Peningkatan bilirubin tak terkonjugasi dapat juga

timbul akibat peningkatan proses hidrolisis enzimatik (beta

glukoronidase) dari bilirubin terkonjugasi atau penurunan

357

Page 6: 543-720-1-PB

Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 10, Oktober 2007

Kolelitiasis pada Anak

jumlah inhibitor beta glukoronidase yaitu asam glutarat.9

Musin glikoprotein merupakan kerangka terbentuknya

batu pigmen. Musin diproduksi oleh kripta kandung empedu.

Hipersekresi musin juga memainkan peranan penting dalam

pembentukan batu pigmen.3,9

Patogenesis Batu Pigmen Hitam

Batu pigmen hitam banyak dijumpai pada pasien-pasien

sirosis, penyakit hemolitik seperti talasemia dan anemia sel

sickle.2 Batu pigmen hitam dijumpai dalam empedu yang steril

dalam kandung empedu. Pada gambaran radiologis hampir

50% terlihat sebagai gambaran radioopak, akibat me-

ngandung kalsium karbonat dan kalsium fosfat dalam

konsentrasi yang tinggi. Batu pigmen hitam biasanya

mengkilat atau tumpul seperti aspal, sedangkan batu pigmen

coklat lembek, dengan konsistensi seperti sabun.9,17

Batu pigmen hitam terjadi akibat melimpahnya bilirubin

tak terkonjugasi dalam cairan empedu. Peningkatan ini

disebabkan oleh karena peningkatan sekresi bilirubin akibat

hemolisis, proses konjugasi bilirubin yang tidak sempurna

(penyakit sirosis hati) dan proses dekonjugasi. Bilirubin tak

terkonjugasi ini kemudian membentuk kompleks dengan ion

kalsium bebas membentuk kalsium bilirubinat yang

mempunyai sifat sangat tidak larut. Proses asidifikasi yang

tidak sempurna menyebabkan peningkatan pH, dan keadaan

ini merangsang pembentukan garam kalsium. Kalsium

bilirubinat yang terbentuk terikat dengan musin tertahan di

kandung empedu. Hal ini sebagai awal proses terbentuknya

batu (gambar 3).9,17

BILIRUBIN

DIGLUKURONIDE

Beta Glukoronidase

BILIRUBIN TAK

TERKONJUGASI

Kalsium Bilirubinat,

Kalsium Karbonat dan

Kalsium Fosfat

Musin

BATU PIGMEN HITAM

Gambar 3. Patogenesis Terbentuknya Batu Pigmen Hitam17

BILIRUBIN LECHITIN

Bakteri

Beta-Glukoronidase

Bilirubin tak

terkonjugasi

Asam

lemak

Fosfolipase A1

Calcium Precipitates

KOLESTEROL

MUSIN

BATU PIGMEN

COKLAT

Pada penyakit batu pigmen hitam, empedu biasanya

jenuh oleh adanya kalsium bilirubinat, kalsium karbonat dan

kalsium fosfat. Garam kalsium ini merupakan akibat dari

peningkatan jumlah bilirubin tak terkonjugasi atau pening-

katan kalsium yang terionisasi. Peningkatan kalsium yang

terionisasi biasanya akibat peningkatan jumlah kalsium

terionisasi dalam plasma atau penurunan jumlah zat pengikat

kalsium di dalam cairan empedu seperti garam empedu mi-

cellar dan vesikel lesitin kolesterol.9

Patogenesis Batu Pigmen Coklat

Batu pigmen coklat umumnya terbentuk dalam duktus

biliaris yang terinfeksi. Gambaran radiologisnya biasanya

radiolusen karena mengandung kalsium karbonat dan fosfat

dalam konsentrasi yang kecil. Batu pigmen coklat me-

ngandung lebih banyak kolesterol dibanding batu pigmen

hitam, karena terbentuknya batu mengandung empedu

dengan kolesterol yang sangat jenuh.3,9

Garam asam lemak merupakan komponen penting dalam

batu pigmen coklat. Palmitat dan stearat yang merupakan

komponen utama garam tersebut tidak dijumpai bebas dalam

empedu normal, dan biasanya diproduksi oleh bakteri.

Kondisi stasis dan infeksi memudahkan pembentukan batu

pigmen coklat (gambar 4).9 Dalam keadaan infeksi kronis dan

stasis empedu dalam saluran empedu, bakteri memproduksi

enzim b-glukoronidase yang kemudian memecah bilirubin

glukoronida menjadi bilirubin tak terkonjugasi. Bakteri juga

memproduksi phospholipase A-1 dan enzim hidrolase garam

empedu. Phospholipase A-1 mengubah lesitin menjadi asam

lemak jenuh dan enzim hidrolase garam empedu mengubah

garam empedu menjadi asam empedu bebas. Produk-produk

tersebut kemudian mengadakan ikatan dengan kalsium

membentuk suatu garam kalsium. Garam kalsium bilirubinat,

Gambar 4. Patogenesis Terbentuknya Batu Pigmen Coklat17

358

Page 7: 543-720-1-PB

Kolelitiasis pada Anak

Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 10, Oktober 2007

garam kalsium dari asam lemak (palmitat dan stearat) dan

kolesterol membentuk suatu batu lunak. Bakteri berperan

dalam proses adhesi dari pigmen bilirubin.17

Gejala Klinik Kolelitiasis

Gejala klinik kolelitiasis bervariasi dari tanpa gejala

hingga munculnya gejala. Lebih dari 80% batu kandung

empedu memperlihatkan gejala asimptomatik.19 Gejala klinik

yang timbul pada orang dewasa biasanya dijumpai gejala

dispepsia non spesifik, intoleransi makanan yang me-

ngandung lemak, nyeri epigastrium yang tidak jelas, tidak

nyaman pada perut kanan atas. Gejala ini tidak spesifik karena

bisa terjadi pada orang dewasa dengan atau tanpa kolelitiasis.9

Pada anak-anak, gejala klinis yang sering ditemui adalah

adanya nyeri bilier dan obstructive jaundice.5 Nyeri bilier

yang khas pada penderita ini adalah kolik bilier yang ditandai

oleh gejala nyeri yang berat dalam waktu lebih dari 15 menit

sampai 5 jam. Lokasi nyeri di epigastrium, perut kanan atas

menyebar sampai ke punggung. Nyeri sering terjadi pada

malam hari, kekambuhannya dalam waktu yang tidak

beraturan.19 Nyeri perut kanan atas yang berulang merupakan

gambaran penting adanya kolelitiasis.2,9 Umumnya nyeri

terlokalisir di perut kanan atas, namun nyeri mungkin juga

terlokalisir di epigastrium. Nyeri pada kolelitiasis ini biasanya

menyebar ke bahu atas. Mekanisme nyeri diduga ber-

hubungan dengan adanya obstruksi dari duktus. Tekanan

pada kandung empedu bertambah sebagai usaha untuk

melawan obstruksi, sehingga pada saat serangan, perut kanan

atas atau epigastrium biasanya dalam keadaan tegang.9

Studi yang dilakukan oleh Kumar et al2 didapatkan gejala

nyeri perut kanan atas yang berulang dengan atau tanpa

mual dan muntah mencapai 75% dari gejala klinik yang timbul,

sisanya meliputi nyeri perut kanan atas yang akut, jaundice,

failure to thrive, keluhan perut yang tidak nyaman. Hanya

10% dijumpai dengan gejala asimptomatik.6

Mual dan muntah juga umum terjadi.6,9,21 Demam umum

terjadi pada anak dengan umur kurang dari 15 tahun. Nyeri

episodik terjadi secara tidak teratur dan beratnya serangan

sangat bervariasi.9

Pada pemeriksaan fisik mungkin tidak dijumpai kelainan.

Pada sepertiga pasien terjadi inflamasi mendahului nekrosis,

kemudian diikuti perforasi atau empiema pada kandung

empedu. Lewatnya batu pada kandung empedu menye-

babkan obstruksi kandung empedu, kolangitis duktus dan

pankreatitis.9

Manifestasi pertama gejala kolelitiasis sering berupa

kolesistitis akut dengan gejala demam, nyeri perut kanan atas

yang dapat menyebar sampai ke skapula dan sering disertai

teraba masa pada lokasi nyeri tersebut.2 Pada pemeriksaan

fisik dijumpai nyeri tekan pada perut kanan atas yang dapat

menyebar sampai daerah epigastrium. Tanda khas (Murphy’s

sign) berupa napas yang terhenti sejenak akibat rasa nyeri

yang timbul ketika dilakukan palpasi dalam di daerah subkosta

kanan.22

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan darah

lengkap, tes fungsi hepar, kadar lipase dan amilase serum.

Pada keadaan kolik bilier kronis maupun episodik beberapa

pasien memiliki kadar atau nilai laboratorium yang normal,

khususnya pada pasien yang tidak menunjukkan gejala pada

saat diperiksa.9,23 Sedangkan pada keadaan akut, khususnya

pada kasus dengan batu pada saluran empedu akan terjadi

peningkatan kadar aminotransferase, alkalin fosfatase dan

bilirubin.23

Pasien dengan komplikasi kolesistitis akut akan

memperlihatkan peningkatan lekosit, 15% dari pasien tersebut

terjadi peningkatan ringan dari aminotransferase, alkalin

fosfatase dan bilirubin. Pada pasien dengan komplikasi

pankreatitis akan terjadi peningkatan serum amilase dan li-

pase dan tes fungsi hepar yang abnormal. 23

Pemeriksaan radiologi untuk membantu menegakkan

diagnosis adanya batu kandung empedu bisa dengan

pemeriksaan ultrasonografi (USG), cholescintigraphy dan

foto polos abdomen.

Pada umumnya USG merupakan pemeriksaan pilihan

untuk memeriksa anak dan remaja dengan keluhan adanya

nyeri perut kanan atas atau nyeri epigastrium. USG merupakan

pemeriksaan yang aman dan sensitif untuk mengidentifikasi

adanya batu di kandung empedu. Apabila kandung empedu

teridentifikasi saat dilakukan USG, maka angka keberhasilan

menemukan batu dapat mencapai 98%.9,23,24

Pemeriksaan foto polos abdomen dapat mengidentifikasi

batu jika batu tersebut radioopak24 atau terbuat dari kalsium

dalam konsentrasi tinggi.9 Pemeriksaan cholecystography

dan cholangiography jarang dilakukan pada anak-anak.24

Pemeriksaan skintigrafi dengan menggunakan techne-

tium-99m-labeled aminodiacetic acid, sangat akurat dalam

mengevaluasi pasien-pasien dengan kolesistitis.9 Dalam

mendeteksi batu, khususnya pada pasien yang mendapat

nutrisi parenteral yang lama, pemeriksaan USG lebih akurat

dibandingkan dengan skintigrafi.23

Diagnosis

Diagnosis adanya kolelitiasis berdasarkan anamnesis,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan USG sebagai pilihan utama

untuk menegakkan diagnosis (gambar 5). USG tidak bisa

membedakan jenis batu. Pemeriksaan terbaik untuk

mengetahui jenis batu adalah pemeriksaan kolesistografi

oral.19,22 USG merupakan pemeriksaan diagnostik utama pada

pasien yang dicurigai menderita kolelitiasis. Sensitivitas

pemeriksaan ini dalam mendeteksi batu ini adalah 96%.

Gambaran yang dijumpai adalah bayangan fokus eklogenik

yang khas. USG juga dapat membedakan adanya penebalan

dinding kandung empedu karena proses inflamasi. Adanya

batu di saluran kandung empedu juga dapat dideteksi pada

pemeriksaan USG.22

359

Page 8: 543-720-1-PB

Kolelitiasis pada Anak

Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 10, Oktober 2007

Nyeri kolik perut kanan atas dengan

kecurigaan suatu kolelitiasis

Anamnesis, pemeriksaan fisik,

pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan USG

Kelainan positif

di kandung empedu

Kelainan negatif di

kandung empedu

Pemeriksaan

radiologis

Batu radiolusen Batu

radioopaque

Pembedahan

Pemeriksaan Kolesistografi oral untuk

mengevaluasi jenis batu, fungsi kandung empedu

atau pemeriksaan skintigram

Batu kolesterol

radiolusen Kandung empedu tidak

nampak, atau tampak batu

pigmen atau kandung

empedu penuh dengan batu

Pemberian obat

disolusi oral (Ursofalk)

bila diameter batu

? 10 mm

ESWL jika batu

soliter dengan

diameter batu

5-20 mm

Ukuran batu

tidak berkurang

dalam 6 bulan

Pemeriksaan diagnostik

lanjutan di tempat lain

seperti di saluran biler,

duodenum, lambung,

dan usus halus

Gambar 5. Bagan Alur Diagnosis dan Penatalaksanaan Kolelitiasis19

Diagnosis Banding

Diagnosis banding nyeri karena kolelitiasis adalah ulkus

peptikum, refluks gastroesofagus, dispepsia non ulkus,

dismotilitas esofagus, irritable bowel syndrome, kolik

ginjal.22

Nyeri ulkus peptikum biasanya lebih sering, hampir

setiap hari dan berkurang sehabis makan. Nyeri yang timbul

biasanya menetap di perut kanan atas, pada kolelitiasis

frekuensinya lebih jarang.22

Nyeri karena refluks dapat dibedakan dengan nyeri

kolelitiasis dilihat dari adanya rasa terbakar, lokasi nyeri di

substernal, dan sering dipengaruhi oleh posisi, dimana pada

posisi supine rasa nyeri akan memberat. Nyeri epigastrium

karena kolelitiasis dan dispepsia nonulkus sukar dibedakan.

Namun demikian nyeri karena kolik bilier biasanya lebih hebat,

frekuensinya sporadik, dan penyebaran nyeri sampai perut

kanan atas dan skapula.22

Diagnosis banding untuk kolesistitis akut adalah

apendisitis akut, pankreatitis akut, hepatitis akut, perforasi

ulkus, perforasi ulkus peptikum dan penyakit intestinal akut

lainnya. Untuk membedakan dengan pankreatitis akut,

biasanya nyeri pada pankreatitis akut lebih terlokalisir dan

jarang disertai tanda peritoneal akut. Nyeri sampai ke

punggung, menghilang saat posisi duduk adalah khas untuk

pankreatitis akut. Gejala demam dan leukositosis mungkin

sama pada kedua kasus, tetapi peningkatan kadar serum

amilase jauh lebih tinggi pada keadaan pankreatitis akut. Pada

keadaan pankreatitis yang berat, penderita tampak sangat

toksik. Namun pada penderita dengan kolesistitis akut

dengan komplikasi pankreatitis akut USG diperlukan untuk

segera membedakan keadaan tersebut.22

Untuk membedakan dengan kolesistitis, pada keadaan

hepatitis biasanya pada pemeriksaan laboratorium menun-

jukkan kadar serum enzim hepar akan jauh lebih tinggi

dibanding dengan kolesistitis akut. Pada keadaan apendisitis

akut, ditandai oleh nyeri khas pada perut kanan bawah, diawali

dari sekitar daerah umbilikal yang kemudian menetap di perut

kanan bawah. Pada keadaan perforasi usus, pada pemeriksaan

radiologis sering dijumpai adanya udara bebas pada foto

polos abdomen.22

360

Page 9: 543-720-1-PB

Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 10, Oktober 2007

Kolelitiasis pada Anak

Komplikasi Kolelitiasis

Komplikasi yang umum dijumpai adalah (batu saluran

empedu), kolesistitis akut, pakreatitis akut, emfiema dan

perforasi kandung empedu, seperti terlihat pada gambar 6.6,21

Penatalaksanaan Kolelitiasis

Penanganan kolelitiasis dibedakan menjadi dua yaitu

penatalaksanaan non bedah dan bedah. Ada juga yang

membagi berdasarkan ada tidaknya gejala yang menyertai

kolelitiasis, yaitu penatalaksanaan pada kolelitiasis simp-

tomatik dan kolelitiasis yang asimptomatik.

Penatalaksanaan Non Bedah

Pada orang dewasa alternatif terapi non bedah meliputi

penghancuran batu dengan obat-obatan seperti chenode-

oxycholic atau ursodeoxycholic acid, extracorporeal

shock-wave lithotripsy dengan pemberian kontinyu obat-

obatan, penanaman obat secara langsung di kandung

empedu.9

Oral Dissolution Therapy adalah cara penghancuran

batu dengan pemberian obat-obatan oral. Ursodeoxycholic

acid lebih dipilih dalam pengobatan daripada chenodeoxy-

cholic karena efek samping yang lebih banyak pada

penggunaan chenodeoxycholic seperti terjadinya diare,

peningkatan aminotransfrase dan hiperkolesterolemia

sedang. Pemberian obat-obatan ini dapat menghancurkan

batu pada 60% pasien dengan kolelitiasis, terutama batu yang

kecil. Angka kekambuhan mencapai lebih kurang 10%, terjadi

dalam 3-5 tahun setelah terapi. Pada anak-anak terapi ini tidak

dianjurkan, kecuali pada anak-anak dengan risiko tinggi untuk

menjalani operasi.9,21

Terapi contact dissolution adalah suatu cara untuk

menghancurkan batu kolesterol dengan memasukan suatu

cairan pelarut ke dalam kandung empedu melalui kateter

perkutaneus melalui hepar atau alternatif lain melalui kateter

nasobilier. Larutan yang dipakai adalah methyl terbutyl eter.

Larutan ini dimasukkan dengan suatu alat khusus ke dalam

kandung empedu dan biasanya mampu menghancurkan batu

kandung empedu dalam 24 jam. Kelemahan teknik ini hanya

mampu digunakan untuk kasus dengan batu yang kolesterol

yang radiolusen. Larutan yang digunakan dapat menye-

babkan iritasi mukosa, sedasi ringan dan adanya kekambuhan

terbentuknya kembali batu kandung empedu.3

Extracorporeal Shock-Wave Lithotripsy (ESWL)

menggunakan gelombang suara dengan amplitudo tinggi

untuk menghancurkan batu pada kandung empedu.3,9 Pasien

dengan batu yang soliter merupakan indikasi terbaik untuk

dilaskukan metode ini. Namun pada anak-anak penggunaan

metode ini tidak direkomendasikan, mungkin karena angka

kekambuhan yang tinggi.9

Penatalaksanaan Bedah

Cholecystectomy sampai saat ini masih merupakan baku

emas dalam penanganan kolelitiasis dengan gejala.3,9,21 Yang

menjadi pertanyaan kapan sebaiknya operasi dilakukan.

Penelitian tentang ini didapatkan bahwa pasien dengan gejala

nyeri perut yang berulang merupakan indikasi segera

dilakukan operasi karena dapat menyebabkan komplikasi yang

serius.9

Prosedur Cholecystectomy terdiri dari beberapa jenis

tindakan yaitu Laparoscopic Cholecystectomy, open Chole-

cystectomy, open Cholecystectomy dengan eksplorasi

saluran empedu, open Cholecystectomy dengan eksplorasi

saluran empedu dan choledochoenterostomy dan chole-

dochoenterostomy yang diikuti open Cholecystectomy.25

Laparoscopic Cholecystectomy mempunyai keun-

tungan lebih dibandingkan dengan Cholecystectomy

konvensional. Pada anak-anak, indikasi Laparoscopic Chole-

cystectomy sama dengan Cholecystectomy konvensional

Batu Kandung

Empedu

Duktus atau saluran

empedu

Leher Kandung

Empedu

Kolesistitis

Akut

(infeksi)

Gejala

Asimptomatik

(80%)

Kolesistitis

kronis

Karsinoma

kandung

empedu

Obstruksi Obstruksi

Pankreatitis

Cholestatic

jaundice

Infeksi

Bilier

Sirosis Kolangitis

Septikemia

Striktura

bilier

Gambar 6. Komplikasi Kolelitiasis17

361

Page 10: 543-720-1-PB

Kolelitiasis pada Anak

Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 9, September 2007

terutama pada anak kolelitiasis dengan gejala atau pada anak

yang juga menderita hemoglobinopati9 atau pada anak

dengan kolelitiasis tanpa gejala berumur kurang dari 3 tahun,

yang telah mendapatkan makanan oral minimal selama 12

bulan.21 Teknik ini bermanfaat pada pasien dengan familial

hyperlipidemia, hereditary spherocytosis, glucose-6-phos-

phatase deficiency, thalassemia, glicogen strage disease

dan sickle cell anemia.9 Prosedur ini tidak dianjurkan pada

anak dengan kolelitiasis yang disertai kolesistitis akut,

pankreatitis atau kemungkinan menderita perlengketan usus.9

Pada anak yang menderita anemia sel sickle dengan

kolelitiasis, laparoscopic cholecystectomy elektif merupakan

pilihan utama. Tindakan elektif lebih dipilih dibandingkan

dengan tindakan cholecystectomy emergensi karena untuk

menghindari risiko komplikasi seperti komplikasi intraoperatif

(vaso-oklusi), komplikasi sesudah operasi (pneumonia) dan

komplikasi lain seperti kolangitis, koledokulitiasis atau

kolesistitis akut.13

Prognosis

Untuk penderita dengan ukuran batu yang kecil,

pemeriksaan serial USG diperlukan untuk mengetahui

perkembangan dari batu tersebut. Batu bisa menghilang

secara spontan. Untuk batu besar masih merupakan masalah,

karena merupakan risiko terbentuknya karsinoma kandung

empedu (ukuran lebih dari 2 cm). Karena risiko tersebut,

dianjurkan untuk mengambil batu tersebut. Pada anak yang

menderita penyakit hemolitik, pembentukan batu pigmen

akan semakin memburuk dengan bertambahnya umur

penderita, dianjurkan untuk melakukan kolesistektomi.9

Kesimpulan

Prematuritas dengan komplikasi bedah atau non bedah,

pengobatan kanker pada anak. Gejala klinik kolelitiasis

bervariasi dari tanpa gejala sampai dengan adanya gejala.

Lebih dari 80% batu kandung empedu memperlihatkan gejala

asimptomatik. Gejala klinis yang sering ditemui adalah adanya

nyeri bilier dan obstruktif jaundice. USG merupakan

pemeriksaan pilihan untuk memeriksa anak dan remaja dengan

keluhan adanya nyeri perut kanan atas atau nyeri epigas-

trium. USG merupakan pemeriksaan yang aman dan sensitif

untuk mengidentifikasi batu di kandung empedu. Penanganan

kolelitiasis dibedakan menjadi dua yaitu penatalaksanaan non

bedah dan bedah. Cholecystectomy merupakan baku emas

dalam penanganan kolelitiasis dengan gejala.

Daftar Pustaka

1. Mowat AP. Liver disorders in childhood. 2nd edition London:

Butterworths; 1987.p.337-55.

2. Suchy FJ. Diseases of the gallbladder. In: Behrman RE, Kliegman

RM, Jenson HB penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi

ke-17. Philadelphia: WB Saunders; 2004. p.1345-6.

3. Johnston DE, Kaplan MM. Pathogenesis and treatment of gall-

stones. The New Eng J Med 1993; 328:412-21.

4. Ganesh R, Muralinath S, Sankaranarayanan VS, Sathiyasekaran

M. Prevalence of cholelithiasis in children–a hospital-based ob-

servation. Indian J Gastroenterol 2005; 24:85-6.

5. Bakhotmah MA. Symptomatic cholelithiasis in children: A Hos-

pital-Based Review. Ann Saudi Med 1999; 19(3):251-2.

6. Kumar R, Nguyen K, Shun A. Gallstones and common bile duct

calculi in infancy and childhood. Aust NZJ Surg 2000;70:88-91.

7. Schweizer P, Lenz MP, Kirschner HJ. Pathogenesis and symp-

tomatology of cholelithiasis in childhood. Dig Surg 2000;17:459-

67.

8. Schirmer B, Winters KL, Edlich RF. Cholelithiasis and cholecys-

titis. Jurnal of Long-Term Effects of Medical Implants 2005;

15(3):329-38.

9. Heubi JE, Lewis LG, Pohl JF. Diseases of the gallbladder in in-

fancy, childhood, and adolescence. In: Suchy FJ, Sokol RJ, Balistreri

WF editor. Liver desease in children. 2nd Ed. Philadelphia:

Lippincott Williams & Wilkins; 2001. h.343-59.

10. Simon H. Gallstones and gallbladder disease. Gallstones and gall-

bladder disease. 2003 (diakses tanggal 7 Maret 2006) Diperoleh

dari: http://www.healthandage.com/html/well_connected/pdf/doc

10.pdf.

11. Roslyn JJ, Berquist WE, Pitt HA, Mann LL, Kangarloo H,

DenBesten L, et al. Increased risk of gallstones in children re-

ceiving total parenteral nutrition. Pediatrics 1983; 71(5):784-9.

12. Toscano E, Trivellini V, Andria G. Cholelithiasis in Down’s syn-

drome. Arch Dis Child 2001; 85:242-3.

13. Hendricks-Ferguson, Nelson MA. Treatment of cholelithiasis in

children with sickle cell disease. AORN Journal 2003; 77(6):1170-

82.

14. Silva CP, Pereira-Lima JC, Oliveira AG, Guerra JB, Marques DL,

Sarmanho L, et al. Association of the presence of helicobacter in

gallbladder tissue with cholelithiasis and cholecystitis. Journal of

Clinical Microbiology 2003;41(12):5615-8.

15. Bor O, Dinleyici EC, Kebapsi M, Aydogdu SD. Ceftriaxone-asso-

ciated biliary sludge and pseudocholelithiasis during childhood: a

prospective study. Pediatrics International 2004;46:322-4.

16. Sakopoulos AG, Gundry S, Razzouk AJ, Andrews HG, Bailey LL.

Cholelithiasis in infant and pediatric heart transplant patients.

Pediatr Transplantation 2002:6:231–4.

17. Shaffer EA, Gallbladder disease. In: Walker WA, Durie PR,

Hamilton JR, Walker-Smith JA, editors. Pediatrics gastrointesti-

nal disorders. 3rd ed. Hamilton-Ontario: Bc Decker; 2000.p.1291-

309.

18. Guyton AC, Hall JE. Secretory functions of the alimentary tract.

In: Guyton AC, Hall JE, editors. Textbook of medical physiol-

ogy. 10th Ed. Philadelphia: W.B. Saunders Company; 2000.p.749-

53.

19. Pharma F. Practice manual cholestatic liver diseases. Revised

Edition. Freiburg Germany; 2004.

20. Sherwood L. The Digestive System. In: Sherwood L, editor.

Human physiology from cells to systems. Edisi ke-5. Australia:

Thompson Brooks/cole; 2004.p.618-23.

21. Lugo-Vicente H. Infantile cholelithiasis. Pediatric Surgery Up-

date 2004;23(5):1-3.

22. Jacobson IM. Gallstones. In: Friedman SL, McQuaid KR, Grendell

JH, editor. Current Diagnosis & Treatment in Gastroenterology.

2rd ed. Boston: Mc Graw Hill, 2003.p.772-83.

23. Vogt DP. Gallbladder Disease: An update on diagnosis and treat-

ment. Cleveland Clinical Journal of Medicine 2002;69(12):977-

83.

24. El-Mouzan MI. Disorder of Biliary System. In: Elzouki AY, Harfi

HA, Nazer HM, editors. Textbook of clinical pediatrics. Phila-

delphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2001. p.1180-1.

25. Miltenburg DM, Schaffer R, Breslin T, Brandt ML. Changing

indications for pediatrics cholecystectomy. Pediatrics

2000;105(6):1250-3.

MS

362