40466648 Mata Case Ablasio Retina

38
LAPORAN KASUS I. IDENTITAS PASIEN Nama : Tn. IM Kelamin : Laki-laki Umur : 57 tahun Suku/Bangsa : Makassar/Indonesia Alamat : Jl. Pengayoman kompleks mawar blok A No. 29 Pekerjaan : Wiraswasta No.Reg : L.29 S 1948 Tempat pemeriksaan : Klinik Orbita Tanggal pemeriksaan : 23 November 2009 II. ANAMNESIS a. Keluhan utama : Penurunan penglihatan pada kedua mata b. Anamnesis terpimpin : Dialami sejak sekitar 2 bulan yang lalu secara tiba- tiba, diawali pada mata kiri lebih dahulu dan pada mata kanan beberapa hari kemudian. Penglihatan seperti berawan dan berkabut. Mata merah (-), nyeri pada mata (-), air mata berlebihan (-), kotoran mata berlebih (-), rasa berpasir pada mata (-), gatal pada mata (-), silau saat melihat cahaya (-), Riwayat keluar darah dari mata (-), riwayat keluar gel (-) Riwayat operasi katarak 5 tahun yang lalu, 1

description

jjjjjjjjjjjjjjjjjjj

Transcript of 40466648 Mata Case Ablasio Retina

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIENNama: Tn. IMKelamin: Laki-lakiUmur: 57 tahunSuku/Bangsa: Makassar/IndonesiaAlamat: Jl. Pengayoman kompleks mawar blok A No. 29Pekerjaan: WiraswastaNo.Reg: L.29 S 1948 Tempat pemeriksaan: Klinik OrbitaTanggal pemeriksaan: 23 November 2009

II. ANAMNESIS a. Keluhan utama: Penurunan penglihatan pada kedua matab. Anamnesis terpimpin: Dialami sejak sekitar 2 bulan yang lalu secara tiba-tiba, diawali pada mata kiri lebih dahulu dan pada mata kanan beberapa hari kemudian. Penglihatan seperti berawan dan berkabut. Mata merah (-), nyeri pada mata (-), air mata berlebihan (-), kotoran mata berlebih (-), rasa berpasir pada mata (-), gatal pada mata (-), silau saat melihat cahaya (-), Riwayat keluar darah dari mata (-), riwayat keluar gel (-) Riwayat operasi katarak 5 tahun yang lalu, riwayat menderita DM tidak diketahui, riwayat menderita tekanan darah tinggi tidak diketahui, riwayat memakai kacamata (+) tapi ukuran tidak diketahui.

III. PEMERIKSAAN OFTALMOLOGIA. InspeksiPEMERIKSAANODOS

PalpebraEdema (-)Edema (-)

Aparatus LakrimalisLakrimasi (-)Lakrimasi (-)

SiliaNormalNormal

KonjungtivaHiperemis (-)Hiperemis (-)

KorneaJernihJernih

BMDKesan normalKesan normal

PupilBulat, sentral, RC (+)Bulat, sentral, RC (+)

IrisCoklat, kripte (-)Coklat, kripte (+)

LensaJernihJernih

Bola mataNormalNormal

Mekanisme muskularKe segala arahKe segala arah

B. PalpasiNoPEMERIKSAANODOS

1Tensi OkulerTn-1Tn-1

2Nyeri tekan(-)(-)

3Massa tumor(-)(-)

4Glandula PreaurikulerPembesaran (-)Pembesaran (-)

C. TonometriTOD : 6 mmHgTOS : 9 mmHg

D. VisusVOD : 1/300VOS: 1/~

E. Campus visualTidak Dilakukan Pemeriksaan

F. Color senseTidak Dilakukan Pemeriksaan

G. Light senseTidak Dilakukan PemeriksaanH. Penyinaran oblikPENYINARAN OBLIKODOS

KonjungtivaHiperemis (-)Hiperemis (-)

KorneaJernihJernih

BMDKesan normalKesan normal

PupilBulat, sentral, RC (+)Bulat, sentral, RC (+)

IrisCoklat, kripte (+)Coklat, kripte (+)

LensaJernih Jernih

I. DiafanoskopiTidak Dilakukan pemeriksaan

J. Slit lampSLOD : Konjungtiva hiperemis (-), injeksi perikornea (-), kornea normal, bilik mata depan kesan normal, iris coklat, kripte (+), pupil bulat, sentral, RC (+), lensa jernih.SLOS : Konjungtiva hiperemis (-), injeksi perikornea (-), kornea normal, bilik mata depan kesan normal, iris coklat, kripte (+), pupil bulat, sentral, RC (+), lensa jernih.

K. Oftalmoskopi

FOD : Refleks fundus sulit dinilai, papil N.II sulit dinilai, retina berwarna pucat dengan pembuluh darah di atasnya.

FOS : Refleks fundus sulit dinilai, papil N.II sulit dinilai, tampak membran abu-abu merah muda yang menutupi gambaran vaskuler koroid

L. GonioskopiTidak dilakukan pemeriksaan

M. USG B-SCAN

OD OSUSG OD : vitreus jernih, retina inferior kesan detach, N.II kesan intakUSG OS : vitreus jernih, retina kesan detach, N.II kesan intak

IV. RESUMESeorang pria umur 57 tahun datang ke klinik ORBITA dengan keluhan utama penglihatan berkurang yang dialami sejak 2 bulan yang lalu secara tiba-tiba, diawali pada mata kiri lebih dahulu dan pada mata kanan beberapa hari kemudian. Penglihatan seperti berawan dan berkabut. Riwayat operasi katarak 5 tahun yang lalu, riwayat menderita DM tidak diketahui, riwayat menderita tekanan darah tinggi tidak diketahui, riwayat memakai kacamata (+) tapi ukuran tidak diketahui. Pada pemeriksaan palpasi, tekanan bola mata pada OD dan OS adalah Tn-1, pemeriksaan tonometri menunjukkan hasil TOD : 6 mmHg dan TOS : 9 mmHg. Visus : VOD=1/300, VOS = 1/~. Pada pemeriksaan oftalmoskopi FOD : Refleks fundus sulit dinilai, papil N.II sulit dinilai, retina berwarna pucat dengan pembuluh darah di atasnya. FOS : Refleks fundus sulit dinilai, papil N.II sulit dinilai, tampak membran abu-abu merah muda yang menutupi gambaran vaskuler koroid. Pada hasil pemeriksaan USG B-Scan didapatkan OD : vitreus jernih, retina inferior kesan detach, nervus II kesan intak, pada OS : vitreus jernih, retina kesan detach, N.II kesan intak.

V. DIAGNOSISODS Ablasio Retina.

VI. TERAPIRencana operasi vitrektomi OD

VII. DISKUSIDari anamnesis, ditemukan pasien mengeluh penglihatan berkurang sejak 2 bulan yang secara tiba-tiba, diawali pada mata kiri lebih dahulu dan pada mata kanan beberapa hari kemudian. Berkurangnya penglihatan tersebut seperti terdapat kabut di depan mata pasien yang menghalangi pandangan pasien. Pada pemeriksaan inspeksi tidak ditemukan adanya kelainan pada kedua mata. Pada pemeriksaan palpasi ditemukan tekanan bola mata pada kedua mata berkurang yakni Tn-1, diperkuat dengan pemeriksaan tonometri yang menunjukkan TOD : 6 mmHg dan TOS : 9 mmHg, pada pemeriksaan visus, didapatkan mata kanan hanya dapat melihat lambaian tangan pemeriksa sehingga mempunyai visus 1/300, sedangkan mata kiri hanya dapat melihat perbedaan ada atau tidak adanya cahaya sehingga visusnya adalah 1/~. Pada pemeriksaan oftalmoskopi FOD : Refleks fundus sulit dinilai, papil N.II sulit dinilai, retina berwarna pucat dengan pembuluh darah di atasnya. FOS : Refleks fundus sulit dinilai, papil N.II sulit dinilai, tampak membran abu-abu merah muda yang menutupi gambaran vaskuler koroid. Pada hasil pemeriksaan USG B-Scan didapatkan OD : vitreus jernih, retina inferior kesan detach, nervus II kesan intak, pada OS : vitreus jernih, retina kesan detach, N.II kesan intak. Berdasarkan serangkaian pemeriksaan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pasien tersebut datang dengan keluhan penglihatan menurun pada kedua mata. Hal ini ditunjang dengan pemeriksaan visus OD sebesar 1/300 dan OS sebesar 1/~. Pada pemeriksaan dengan sinar oblik dan slit lamp didapatkan hasil yang normal sehingga menunjukkan bahwa kelainan bukan berada pada bilik mata depan. Pada pemeriksaan oftalmoskopi memperlihatkan FOD : Refleks fundus sulit dinilai, papil N.II sulit dinilai, retina berwarna pucat dengan pembuluh darah di atasnya. FOS : Refleks fundus sulit dinilai, papil N.II sulit dinilai, tampak membran abu-abu merah muda yang menutupi gambaran vaskuler koroid. Pada hasil pemeriksaan USG B-Scan OD didapatkan vitreus jernih, retina inferior kesan detach, N.II kesan intak, pada OS didapatkan vitreus jernih, retina kesan detach, N.II kesan intak. Dari hasil pemeriksaan ini dapat mengarahkan kita ke diagnosis ablasio retina. Selain itu, adanya riwayat penggunaan kaca mata sebelumnya serta operasi katarak dan faktor usia semakin mengarahkan kita ke diagnosis ablasio retina.Penanganan yang dilakukan pada pasien ini yakni operasi vitrektomi pada mata kanan, yakni operasi untuk melakukan retach pada retina sehingga retina yang tadinya terlepas dapat kembali menempel yang pada akhirnya akan memperbaiki daya penglihatan pasien. Pada pasien ini dilakukan operasi vitrektomi hanya pada mata kanan. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan biaya yang cukup besar dalam melakukan operasi tersebut sehingga lebih diutamakan untuk menyelamatkan bagian mata yang memiliki kemungkinan sembuh lebih besar yakni mata kanan pasien.

ABLASIO RETINA

PendahuluanAblasio retina merupakan suatu keadaan dimana terpisahnya sel kerucut dan sel batang retina dari sel epitel pigmen retina. Pada keadaan ini sel epitel pigmen masih melekat erat dengan membrana Bruch. Sesungguhnya antara sel kerucut dan sel batang retina tidak terdapat suatu perlekatan structural dengan koroid atau pigmen epitel, sehingga merupakan titik lemah yang potensial untuk lepas secara embriologis.Lepasnya retina atau sel kerucut dan batang dari koroid atau sel pigmen epitel akan mengakibatkan gangguan nutrisi retina dari pembuluh darah koroid yang bila berlangsung lama akan mengakibatkan gangguan fungsi yang menetap.Ablasio retina terbagi menjadi dua tipe yaitu tipe regmatogenosa dan tipe non regmatogenosa, dimana tipe non regmatogenosa ini terbagi lagi menjadi tipe traksi dan tipe eksudatif.1,5,9,11,12

EpidemiologiPada beberapa negara di dunia, jumlah kasus ablasio retina regmatogenosa ini per 100.000 penduduknya antara lain di Amerika Serikat sekitar 12 kasus, di Skandinavia sekitar 7-10 kasus, di jepang sekitar 10 kasus, di china sekitar 10 kasus, di Malaysia sekitar 7 kasus, di India sekitar 4 kasus. Di Indonesia sendiri sekitar 1 dari 10.000 populasi normal akan mengalami ablasio retina regmatogenosa. Kemungkinan ini akan meningkat pada pasien yang memiliki myopia tinggi atau telah menjalani operasi katarak, terutama jika operasi katarak ini mengalami komplikasi kehilangan vitreous.2,12Pada ablasio retina tipe traksi, di Amerika serikat terdapat sekitar 1600 kasus tiap tahunnya. Dan 500 kasus diantaranya telah mengalami kebutaan.3Pada ablasio retina eksudatif tidak didapatkan laporan tentang banyaknya penderita yang mengalaminya, tetapi diperkirakan bahwa ablasio retina tipe ini lebih banyak disebabkan oleh karena efek dari beberapa penyakit sistemik yang tersering yaitu rheumatoid arthritis dan skleritis sekunder.4

EmbriologiMata berkembang dari 3 lapis embrional primitif yaitu ektoderm permukaan, ektoderm neural dan mesoderm. Ektoderm permukaan membentuk lensa, glandula lakrimalis, epitel kornea, konjungtiva dan glandula adneksa serta epidermis palpebra. Ektoderm neural menghasilkan vesikel optik dan mangkuk optik dan karenanya berfungsi untuk pembentukan retina dan epitel pigmen retina, lapis-lapis berpigmen dan tidak berpigmen dari epitel siliaris, epitel posterior, muskulus dilatator dan sfingter pupil pada iris, dan serat-serat nervus optikus dan glia. Mesoderm kini diduga hanya terlibat pada pembentukan muskulus ekstraokular dan endotel vaskuler orbita dan okular.5 Tahap-tahap vesikula optikum Diskus embrional adalah tahap paling awal dalam perkembangan fetal saat struktur-struktur mata dapat dikenali. Pada tahap kurang lebih dua minggu, tepian sulkus neuralis menebal membentuk plika neuralis. Lipatan ini kemudian menyatu membentuk tuba neuralis, yang tenggelam ke dalam mesoderm di bawahnya dan melepaskan diri dari epitel permukaan. Tempat sulkus optikus adalah di dalam plika neuralis sefalika pada kedua sisi dan parallel terhadap sulkus neuralis. Hal ini terjadi saat plika neuralis mulai menutup pada minggu ketiga.5Pada minggu keempat sesaat sebelum bagian anterior tuba neuralis menutup seluruhnya, ektoderm neural bertumbuh keluar dan kearah permukaan ektoderm pada kedua sisi untuk membentuk vesikel optik bulat. Vesikel optik berhubungan dengan otak depan melalui tangkai optik. Pada tahap ini pun terjadi penebalan ektoderm permukaan (lempeng lensa) berhadapan ujung-ujung vesikel optik.5Tahap mangkuk optikSaat vesikel berinvaginasi membentuk mangkuk optik dinding luar vesikel mendekati dinding dalamnya. Invaginasi permukaan sentral dari tangkai optik dan dari vesikel optik terjadi bersamaan dan menghasilkan alur yaitu fisura optikum (embrional). Tepian mangkuk optik kemudian tumbuh mengitari fisura optik. Bersamaan dengan itu, lempeng lensa berinvaginasi pertama-tama membentuk mangkuk, kemudian membentuk bola berongga yang dikenal sebagai vesikel lensa. Pada tahap 4 minggu, vesikel lensa melepaskan diri dari ektoderm permukaan dan terdapat bebas dekat tepian mangkuk optik.5 Fisura optikum memungkinkan ektoderm vaskular memasuki tangkai optik dan akhirnya membentuk sistem hyaloid dari rongga vitreus. Setelah invaginasi selesai, fisura optikum menyempit dan menutup pada umur kurang lebih 6 minggu, menyisakan lubang permanen yang kecil di ujung anterior dari tangkai optik, yang dilalui arteria hyaloidea. Pada tahap 4 bulan arteri dan vena retina melalui lubang ini. Pada tahap ini pula bentuk umum air mata telah ditetapkan.5Perkembangan mata selanjutnya berupa perkembangan struktur optik masing-masing. Pada umumnya, perkembangan struktur optik lebih cepat di segmen posterior dari pada di segmen anterior mata selama tahap-tahap awal dan lebih cepat di segmen anterior pada tahap akhir kehamilan.5

Gambar 1. Embriologi mataDikutip dari kepustakaan 6Embriologi struktur spesifik retinaLapis luar mangkuk optik menetap sebagai lapis tunggal dan menjadi epitel pigmen dari retina. Pigmen mulai ada pada umur 5 minggu. Sekresi lapis dalam dari membran Brunch terjadi pada usia 6 minggu. Lapis dalam mangkuk optic mengalami perkembangan rumit membentuk kesembilan lapis lain dari retina. Hal ini berlangsung perlahan selama kehamilan. Menjelang bulan ke tujuh lapis sel paling luar (terdiri atas intikoni dan basili) sudah ada, selain sel-sel bipolar, amakrin, dan sel ganglion dan serat-serat saraf. Daerah macula lebih tebal dari bagian lain retina sampai bulan ke delapan, saat depresi macula mulai terjadi. Perkembangan macula belumlah rampung secara anatomi sampai bulan keenam sesudah lahir.5

Anatomi dan FisiologiBola mata terdiri atas 3 lapisan. Lapisan terluar adalah lapisan fibrosa kuat berupa sclera. Di dalamnya terdapat koroid yang kaya akan vaskularisasi dan lapisan dalamnya lagi terdapat bagian sensoris mata yakni retina. Di sebelah anterior, sclera digantikan oleh kornea yang transparan, yang tidak mengandung pembuluh darah atau limfatik sehingga bisa ditransplantasikan. Pada limbus kornea terdapat struktur vena penting, sinus venosus sklerae (canalis Schlemm). Di belakang kornea, koroid digantikan oleh korpus siliaris dan iris. Korpus siliaris terdiri atas otot polos sirkular dan radial dari m.siliaris, yang dipersarafi oleh serabutParasimpatis dari ganglion siliaris melalui n. okulomotorius. Otot ini bila berkontraksi, merelaksasikan kapsula lensa dan memungkinkan lensa mata mengembang sehingga berfngsi saat melihat dekat. Iris mengandung serabut otot polos dari m. dilator pupilae dan sfingter pupilae, yang masing-masing dipersarafi oleh system simpatis (dari ganglion servikalis superior) dan system para simpatis (dari n. okulomotorius melalui ganglion siliaris). Lensa terletak di belakang pupil dan terlapisi dalam kapsula yang rapuh menggantung dari prosessus siliaris melalui zonula zinnii.7,12Korpus siliaris mensekresi humor aqueus ke kamera okuli posterior mata (di belakang pupil). Aqueus kemudian berjalan melalui pupil ke kamera okuli anterior dan direabsorpsi ke sinus venosus sklerae. Di belakang lensa mata bola mata mengandung hmor vitreus yang kental.7Retina terdiri atas lapisan saraf dalam dan lapisan berpigmen di atasnya. Lapisan saraf memiliki lapisan sel ganglion terdalam yang aksonnya berjalan ke belakang membentuk n. optikus. Di luarnya terdapat lapisan neuron bipolar dan kemudian lapisan reseptor batang dan kerucut. Dekat kutub posterior mata terdapat macula lutea yang berwarna kekuningan yang berfungsi sebagai daerah reseptor untuk penglihatan sentral. Diskus optikus adalah daerah sirkular berwarna pucat pada ujung n. optikus dan merupakan tempat masuknya a. sentralis retina. Arteri ini terbagi menjadi cabang atas dan bawah, masing-maisng memiliki cabang temporalis dan nasalis.8

Gambar 2. Bagian-bagian retinaDikutip dari kepustakaan 9

Fungsi utama mata adalah untuk memfokuskan berkas cahaya dari lingkungan ke sel-sel batang dan kerucut (sel fotoreseptor retina). Fotoreseptor kemudian mengubah energy cahaya menjadi sinyal listrik untuk disalurkan ke SSP. Bagian retina yang mengandung fotoreseptor sebenarnya adalah perluasan dari SSP dan bukan merupakan organ yang terpisah. Cahaya harus melewati lapisan ganglion dan bipolar sebelum mencapai daerah fotoreseptor di semua daerah retina kecuali fovea. Di fovea, yaitu cekungan sebesar pangkal jarum pentul dan terletak tepat di tengah retina, lapisan bipolar dan ganglion tertarik ke samping sehingga cahaya secara langsung mengenai fotoreseptor. Sifat ini, ditambah dengan kenyataan bahwa hanya sel kerucut (yang memiliki ketajaman atau kemampuan deskriminatif lebih besar daripada sel batang) yang dijumpai di tempat ini, menyebabkan fovea menjadi titik untuk penglihatan tajam. Sehingga kita harus memutar mata kita sehingga bayangan benda yang kita lihat jatuh tepat di fovea. Daerah tepat di sekitar fovea yaitu macula lutea juga memiliki konsentrasi sel kerucut yang tinggi dan memiliki ketajaman yang cukup besar. Namun, ketajaman macula lutea lebih rendah daripada ketajaman fovea karena adanya sel-sel ganglion dan bipolar di atas macula.8

Gambar 3. Tampakan retina normal pada pemeriksaan funduskopiDikutp dari kepustakaan 9

Struktur mikroskopik retina terdiri dari 3 jenis sel dan sinapsis mereka diatur (dari luar ke dalam) dalam sepuluh lapisan berikut:1,91. Epitel pigmen, merupakan lapisan terluar retina yang terdiri dari satu lapisan sel yang mengandung pigmen. Lapisan ini melekat ke lamina basal (Bruch's membran) dari koroid. 2. Lapisan batang dan kerucut, lapisan batang dan kerucut ini adalah organ akhir visi dan juga dikenal sebagai fotoreseptor. Lapisan batang dan kerucut hanya berisi segmen luar sel fotoreseptor yang disusun seperti pagar kayu runcing. Ada sekitar 120 juta sel batang dan 6,5 juta sel kerucut. Sel batang mengandung zat fotosensitif visual ungu (rhodopsin) dan berperan pada penglihatan perifer dan pencahayaan rendah (scotopic visi). Sedangkan sel kerucut juga mengandung zat fotosensitif dan terutama bertanggung jawab untuk penglihatan sentral yang sangat diskriminatif (photopic visi) dan penglihatan warna. 3. Membran limitan eksterna, merupakan membrane ilusi yang terletak di bawah sel-sel batang dan kerucut. 4. Lapisan nucleus luar, terdiri dari inti dari sel batang dan sel kerucut. 5. Lapisan pleksiform luar, terdiri dari penghubung dari sel batang dan sel kerucut spherules pedikel dengan dendrit sel bipolar dan sel horizontal.

Gambar 4. Lapisan-lapisan retinaDikutip dari kepustakaan 9

6. Lapisan nucleus dalam, terutama terdiri dari tubuh sel bipolar. Juga mengandung tubuh sel horizontal dan sel Muller dan kapiler dari arteri retina sentral. Sel bipolar merupakan urutan pertama neuron. 7. Lapisan pleksiform dalam. Lapisan ini pada dasarnya terdiri dari hubungan antara akson sel-sel bipolar dendrit dari sel-sel ganglion. Lapisan ini merupakan lapisan aselular.8. Lapisan sel ganglion. Lapisan ini terutama berisi badan sel ganglion (neuron urutan kedua). Ada dua jenis sel ganglion. Midget ganglion cells yang terdapat pada daerah makula dan dendrit dari masing-masing sel sinaps tersebut berhubungan dengan akson sel bipolar tunggal. Polysynaptic ganglion cells terutama di perifer retina dan masing-masing sel sinaps tersebut dapat berhubungan dengan sel bipolar sampai seratus sel. 9. Lapisan serabut saraf (strata opticum) terdiri dari akson dari sel-sel ganglion, yang melewati lamina cribrosa untuk membentuk saraf optik. 10. Membran limitan interna. Ini adalah lapisan terdalam dan memisahkan retina dari korpus vitreus. Membran ini dibentuk oleh penyatuan terminal ekspansi dari serat Muller, dan pada dasarnya adalah membran hialin.Suplai darah retinaEmpat lapisan retina mendapatkan nutrisi dari pembuluh koroidal sedangkan enam enam lapisan lainnya mendapatkan pasokan dari arteri retina sentralis, yang merupakan cabang dari arteri oftalmikus. Arteri retina sentralis muncul dari pusat cakram optik dan terbagi menjadi empat cabang, yaitu nasal superior, temporal superior, nasal inferior dan temporal inferior. Arteri yang terakhir ini tidak beranastomosis dengan satu sama lain. Vena retinal mengikuti pola arteri retina. Vena retina sentral mengalir ke sinus kavernosus secara langsung atau melalui vena oftalmikus superior. Satu-satunya tempat di mana sistem retina anastomosis dengan sistem siliar adalah di wilayah lamina kribrosa.9

Etiologi dan PatogenesisSebagian besar ablasio retina terjadi akibat adanya satu atau lebih robekan-robekan atau lubang-lubang di retina, dikenal sebagai ablasio retina regmatogenosa (Rhegmatogenous Retinal Detachment). Kadang-kadang proses penuaan yang normal pun dapat menyebabkan retina menjadi tipis dan kurang sehat, tetapi yang lebih sering mengakibatkan kerusakan dan robekan pada retina adalah menyusutnya korpus vitreum, bahan jernih seperti agar-agar yang mengisi bagian tengah bola mata. Korpus vitreum melekat erat pada beberapa lokasi. Bila korpus vitreum menyusut, maka dapat menarik sebagian retina ditempatnya melekat, sehingga menimbulkan robekan atau lubang pada retina. Beberapa jenis penyusutan korpus vitreum merupakan hal yang normal terjadi pada lanjut usia dan biasanya tidak menimbulkan kerusakan pada retina. Korpus vitreum dapat pula menyusut pada bola mata yang tumbuh menjadi besar sekali (kadang-kadang ini merupakan akibat dari rabun jauh), oleh peradangan, atau karena trauma. Pada sebagian besar kasus retina baru lepas setelah terjadi perubahan besar struktur korpus vitreum. Bila sudah ada robekan-robekan retina, cairan dari korpus vitreum dapat masuk ke lubang di retina dan dapat mengalir di antara lapisan sensoris retina dan epitel pigmen retina. Cairan ini akan mengisi celah potensial antara dua lapisan tersebut di atas sehingga mengakibatkan retina lepas. Bagian retina yang terlepas tidak akan berfungsi dengan baik dan di daerah itu timbul penglihatan kabur atau daerah buta. Bentuk ablasio retina yang lain yaitu ablasio retina traksi (Traction Retinal Detachment) dan ablasio retina eksudatif (Exudative Retinal Detachment) umumnya terjadi sekunder dari penyakit lain. Ablasio retina traksi disebabkan adanya jaringan parut (fibrosis) yang melekat pada retina. Kontraksi jaringan parut tersebut dapat menarik retina sehingga terjadi ablasio retina. Ablasio retina eksudatif dapat terjadi karena adanya kerusakan epitel pigmen retina (pada keadaan normal berfungsi sebagai outer barrier), karena peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah oleh berbagai sebab atau penimbunan cairan yang terjadi pada proses peradangan.10,11,12Adapun faktor-faktor predisposisi pada ablasio retina regmatogenosa antara lain.9a. Usia. Kondisi ini paling sering terjadi pada 40-60 tahun. Namun, usia tidak menjamin secara pasti karena masih banyak factor-faktor lain yang mempengaruhib. Jenis kelamin. Keadaan ini lebih sering terjadi pada laki-laki dengan perbandingan laki-laki : perempuan adalah 3 : 2c. Miopia. Sekitar 40 persen kasus ablasio retinam regmatogenosaadalah seseorang yang menderita rabun jauhd. Afakia. Keadaan ini lebih sering terjadi pada orang yang afakia dari pada seseorang yang fakiae. Trauma. Mungkin juga bertindak sebagai faktor predisposisi.f. Senile posterior vitreous detachment (PVD). Hal ini terkait dengan ablasio retina dalam banyak kasus.

Pada ablasio retina traksi, dapat diakibatkan oleh beberapa kondisi berikut, antara lain : Post-trauma yang meninggalkan jaringan parut Retinopati diabetik proliferasi. Post-hemoragik retinitis proliferans. Retinopati sel sabit Proliferatif retinopati pada penyakit EalesPada ablasio retina eksudatif dapat disebabkan oleh penyakit sistemik maupun penyakit pada mata itu sendiri. Penyakit sistemik yang dapat menyebabkan ablasio retina eksudatif antara lain hipertensi renalis dan poliarteritis nodosa. Penyakit mata yang dapat menjadi penyebab antara lain inflamasi (skleritis posterior, selulitis orbita), penyakit vascular (central serous retinopathy), neoplasma (retinoblastoma, melanoma malignan pada koroid), perforasi bola mata pada operasi intraokuler.3,9KlasifikasiBerdasarkan etiologinya, ablasio retina dapat dibedakan menjadi 2 tipe, yaitu tipe regmatogenosa dan non regmatogenosa:1,9,11,12 Ablasio retina regmatogenosa, yang merupakan ablasio retina primer. Tipe ini adalah tipe yang paling umum terjadi. Pada ablasio retina regmatogenosa ini terjadi akibat adanya robekan pada retina sehingga cairan vitreus masuk ke belakang antara sel pigmen epitel dengan lapisan sensoris retina. Sehingga terjadi pendorongan retina oleh badan kaca cair (fluid vitreous) yang masuk melalui robekan atau lubang pada retina ke rongga subretina yang mengakibatkan terlepasnya lapisan dari lapis epitel pigmen koroid. Ablasio retina non regmatogenosa merupakan ablasio retina yang terjadi akibat dari penyakit lain. Ablasio tipe ini terbagi menjadi dua yaitu ablasio retina traksi dan eksudatif. Ablasio retina traksi, pada ablasio ini lepasnya jaringan retina terjadi akibat tarikan jaringan parut pada badan kaca. Pada badan kaca terdapat jaringan fibrosis yang dapat disebabkan diabetes mellitus proliferative, trauma, dan perdarahan badan kaca akibat bedah atau infeksi. Tipe ini juga dapat terjadi sebagai komplikasi dari ablasio retina regmatogenosa. Ablasio retina tipe regmatogenosa yang berlangsung lama akan membuat retina menjadi semakin halus dan tipis, sehingga dapat menyebabkan terbentuknya proliferative vitreoretinophaty (PVR) yang sering ditemukan pada tipe regmatogenosa yang lama. PVR juga dapat terjadi akibat kegagalan dalam penatalaksanaan ablasio retina regmatogenosa. Pada PVR, epitel pigmen retina, sel glia, dan sel lainnya yang berada di dalam maupun di luar retina serta pada badan vitreus akan membentuk membrane. Kontraksi dari membrane tersebut akan menyebabkan retina tertarik ataupun menyusut, sehingga dapat mengakibatkan terdapatnya robekan baru atau berkembang menjadi ablasio retina traksi. Ablasio retina eksudatif, terjadi akibat tertimbunnya eksudat di bawah retina dan mengangkat retina. Penimbunan cairan subretina sebagai akibat keluarnya cairan dari pembuluh darah retina dan koroid. Hal ini disebabkan penyakit koroid atau retina. Tetapi, walaupun letaknya yang penuh dengan vaskularisasi, tipe ini jarang meluas, tidak seperti tipe regmatogenosa atau tipe traksi. Kelainan ini dapat terjadi pada skleritis, koroiditis, tumor retrobulbar, radang uvea, idiopati dan toksemia gravidarum.

Tabel 1. klasifikasi ablasio retinaDikutip dari kepustakaan 11

DiagnosisDiagnosis ablasio retina ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan oftalmologi dan pemeriksaan penunjang.12AnamnesisGejala umum pada ablasio retina yang sering dikeluhkan penderita adalah : Floaters (terlihatnya benda melayang-layang) yang terjadi karena adanya kekeruhan di vitreus oleh adanya darah, pigmen retina yang lepas atau degenerasi vitreus itu sendiri. Photopsia/Light flashes (kilatan cahaya), tanpa adanya sumber cahaya di sekitarnya, yang umumnya terjadi sewaktu mata digerakkan dalam keremangan cahaya atau dalam keadaan gelap. Penurunan tajam penglihatan, penderita mengeluh penglihatannya sebagian seperti tertutup tirai yang semakin lama semakin luas. Pada keadaan yang telah lanjut, dapat terjadi penurunan tajam penglihatan yang berat.Pada ablasio retina regmatogenosa, pada tahap awal masih relative terlokalisir, tetapi jika hal tersebut tidak di perhatikan oleh penderita maka akan berkembang menjadi yang lebih berat jika berlangsung sedikit demi sedikit menuju kearah makula. Keadaan ini juga tidak menimbulkan rasa sakit tiba-tiba kehilangan penglihatan terjadi ketika kerusakannya sudah parah. Pasien seperti biasanya mengeluhkan kemunculan tiba-tiba awan gelap atau kerudung di depan mata.12Selain itu, dari anamnesis perlu ditanyakan adanya riwayat trauma, riwayat pembedahan sebelumnya (seperti ekstraksi katarak, pengangkatan corpus alienum intraokuler), riwayat penyakit mata sebelumnya (uveitis, perdarahan vitreus, ambliopa, glaucoma dan retinopati diabetic), riwayat keluarga dengan penyakit mata serta penyakit sistemik yang berhubungan dengan ablasio retina (diabetes, tumor, sikle cell disease, leukemia, eklamsia dan prematuritas).11,12Pemeriksaan oftalmologiAdapun tanda-tanda yang dapat ditemukan pada keadaan seperti ini antara lain Pemeriksaan visus. Dapat terjadi penurunan tajam penglihatan akibat terlibatnya macula lutea atau kekeruhan media refrakta atau badan kaca yang menghambat sinar masuk. Tajam penglihatan akan sangat terganggu bila macula lutea ikut terangkat. Tekanan intraokular biasanya sedikit lebih rendah atau mungkin normal. Pemeriksaan funduskopi. Merupakan salah satu cara terbaik untuk mendiagnosis ablasio retina dengan menggunakan oftalmoskopi indirek binokuler. Pada pemeriksaan ini retina yang mengalami ablasio tampak sebagai membran abu-abu merah muda yang menutupi gambaran vaskuler koroid. Jika terdapat akumulasi cairan bermakna pada ruang dubretina, didapatkan pergerakan undulasi retina ketika mata bergerak. Pembuluh darah retina yang terlepas dari dasarnya berwarna gelap, berkelok-kelok dan membengkok di tepi ablasio. Pada retina yang terjadi ablasio terlihat lipatan-lipatan halus. Satu robekan pada retina terlihat agak merah muda karena terdapat pembuluh koroid di bawahnya.13

Gambar 5. Gambaran fundoskopi ablasio retina regmatogenosaDikutip dari kepustakaan 9

Gambar 6. Gambaran funduskopi ablasio retina traksiDikutip dari kepustakaan 11

Gambar 7. Gambaran fundoskopi ablasio retina eksudatifDikutip dari kepustakaan 9

Electroretinography (ERG) adalah di bawah normal atau tidak ada. Ultrasonography mengkonfirmasikan diagnosis. Ini adalah nilai khusus pada pasien dengan media berkabut terutama di hadapan padat katarak.9,11,12

PenatalaksanaanPenatalaksanaan pada ablasio retina adalah pembedahan Pada pembedahan ablasio retina dapat dilakukan dengan cara:11,12,13

Scleral buckleMetode ini paling banyak digunakan pada ablasio retina regmatogenosa terutama tanpa disertai komplikasi lainnya. Prosedur meliputi lokalisasi posisi robekan retina, menangani robekan dengan cryoprobe, dan selanjutnya dengan scleral buckle (sabuk). Sabuk ini biasanya terbuat dari spons silikon atau silikon padat. Ukuran dan bentuk sabuk yang digunakan tergantung lokasi dan jumlah robekan retina. Pertama-tama dilakukan cryoprobe atau laser untuk memperkuat perlengketan antara retina sekitar dan epitel pigmen retina. Sabuk dijahit mengelilingi sklera sehingga terjadi tekanan pada robekan retina sehingga terjadi penutupan pada robekan tersebut. Penutupan retina ini akan menyebabkan cairan subretinal menghilang secara spontan dalam waktu 1-2 hari.

Gambar 8. Scleral BuckleDikutip dari kepustakaan 12

Retinopeksi pneumatikRetinopati pneumatik merupakan metode yang juga sering digunakan pada ablasio retina regmatogenosa terutama jika terdapat robekan tunggal pada bagian superior retina. Teknik pelaksanaan prosedur ini adalah dengan menyuntikkan gelembung gas ke dalam rongga vitreus. Gelembung gas ini akan menutupi robekan retina dan mencegah pasase cairan lebih lanjut melalui robekan. Jika robekan dapat ditutupi oleh gelembung gas, cairan subretinal biasanya akan hilang dalam 1-2 hari. Robekan retina dapat juga dilekatkan dengan kriopeksi atau laser sebelum gelembung disuntikkan. Pasien harus mempertahankan posisi kepala tertentu selama beberapa hari untuk meyakinkan gelembung terus menutupi robekan retina.

Gambar 9. Retinopeksi pneumaticDikutip dari kepustakaan 12 VitrektomiVitrektomi merupakan cara yang paling banyak digunakan pada ablasio akibat diabetes, dan juga digunakan pada ablasio regmatogenosa yang disertai traksi vitreus atau perdarahan vitreus. Cara pelaksanaannya yaitu dengan membuat insisi kecil pada dinding bola mata kemudian memasukkan instrumen hingga ke cavum vitreous melalui pars plana. Setelah itu dilakukan vitrektomi dengan vitreus cutter untuk menghilangkan berkas badan kaca (vitreous strands), membran, dan perlekatan-perlekatan. Teknik dan instrumen yang digunakan tergantung tipe dan penyebab ablasio.

.

Gambar 10. VitrektomiDikutip dari kepustakaan 12

Lebih dari 90% lepasnya retina dapat direkatkan kembali dengan teknik-teknik bedah mata modern, meskipun kadang-kadang diperlukan lebih dan satu kali operasi. 12

Diagnosis bandingRetinoschisis degeneratifRetinoschisis degenerative yaitu degenerasi peripheral tipikal sering ditemukan pada orang dewasa, berlanjut dan meninggi 2-3 mm posterior ke ora serrata. Daerah yang degenerasi tampak adanya gelembung dan paling mudah diamati adanya depresi skleral. Kavitas kistoid pada lapisan pleksiform luar mengandung hyalorinidase-mukopolisakarida sensitif. Komplikasi yang diketahui dari degenerasi kistoid yang tipikal adalah koalesensi dan ekstensi kavitas dan peningkatan kearah retinoskisis degenerasi tipikal. Gejala fotopsia dan floaters tidak ada karena tidak ada traksi vitreoretinal. Defek lapangan pandang jarang. 11

Gambar 10. Gambaran funduskopi retinoschisisDikutip dari kepustakaan 11

Tabel 2. Perbedaan retinal detachment dan retinoschisisDikutip dari kepustakaan 11

PrognosisPrognosis dari penyakit ini berdasarkan pada keadaan macula sebelum dan sesudah operasi serta ketajaman visualnya. Jika keadaannya sudah melibatkan macula maka akan sulit untuk menghasilkan hasil operasi yang baik, tetapi dari data yang ada sekitar 87% dari operasi yang melibatkan macula dapat mengembalikan fungsi visual sekitar 20/50 lebih kasus dimana macula yang terlibat hanya sepertiga atau setengah dari macula tersebut.Pasien dengan ablasio retina yang melibatkan macula dan perlangsungannya kurang dari 1 minggu, memiliki kemungkinan sembuh post oprasi sekitar 75% sedangkan yang perlangsungannya 1-8 minggu memiliki kemungkinan 50%. Dalam 10%-15% kasus yang dilakukan pembedahan dengan ablasio retina yang melibatkan macula, kemampuan visualnya tidak akan kembali sampai level sebelum dilakukannya operasi. Hal ini disebabkan adanya beberapa factor seperti irregular astigmat akibat pergeseran pada saat operasi, katarak progressif, dan edema macula. Komplikasi dari pembedahan misalnya adanya perdarahan dapat menyebabkan kemampuan visual lebih menurun.11

DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas S. Ilmu penyakit mata Edisi 3. Fakultas kedokteran universitas indonesia. Jakarta. 2004. Hal.183-185.2. Theodoro, Evan, MD. Retinal Detachment, Rhegmatogenous. [online] 2007 August, 02. [cited] 2009 Nov 24. Available from http://www.emedicine.com3. Wu, Lihteh, MD. Retinal Detachment, Tractional. [online] 2007 August, 02. [cited] 2009 Nov 24. Available from http://www.emedicine.com 4. Wu, Lihteh, MD. Retinal Detachment, exudative. [online] 2007 August, 02. [cited] 2009 Nov 24. Available from http://www.emedicine.com5. Sanitato JJ. 2000. oftalmology umum Edisi 14. Jakarta : Penerbit widya medika.6. Oconnor Patrick Ph.D. 2008. Embryology of the Eye and Visual Pathways, Anatomy and General Organization. Ohio : University collage of Osteophatic medicine.7. Faiz Omar, Moffat David. 2004. Anantomi at a Glance. Jakarta : Erlangga. Hal. 151.8. Sherwood Lauralee, 2001. Fisiologi Manusia dari sel ke system Edisi 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran ECG. Hal. 165-1699. Khurana A K. 2007. Comprehensive Ophthalmology Fourth Edition. New Delhi: New age international (p) Limidted, publisher. Page. 249-252, 275-279.10. Anonim. Ablasio. [online] 2009 Oktober, 07. [cited] 2009 November, 26. Available from http://www.wikipedia.org11. Regiello C, Chang TS. Johnson MW. Retinal Detachment. In : Retinal and Vitreus. Chapter 11 Section 12. American Academy of Opthalmology 2008-2009. Singapore. P.292-302.12. Fathulrahman. Ablasio Retina. [online] 2009 Oktober, 06. [cited] 2009 November, 26. Available from http://ayhks/2009/ablasio-retina.html13. Larkin GL. Retinal Detachment. [online]. 2009 November 23 [cited] 2009 November 26. Available from: http//www.emedecine.com/Retinal_ detachment

1