3.Dekon TP UB-Atiya Talisa
description
Transcript of 3.Dekon TP UB-Atiya Talisa
MAKALAHKEUANGAN DAN MANAJEMEN SEKTOR PUBLIK
MANAJEMEN DANA DEKONSENTRASI, TUGAS PEMBANTUAN, DAN URUSAN BERSAMA
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugasMata Kuliah Akuntansi Manajemen Sektor Publik kelas CA
Dosen PengajarMirna Amirya
Disusun oleh:Atiya Fitriani 145020304111001Talisa Noor Widya 145020304111011
UNIVERSITAS BRAWIJAYAFAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
JURUSAN AKUNTANSIMALANG
2015
A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Dalam rangka mengentaskan kemiskinan dan mempercepat kesejahteraan
masyarakat, pemerintah melakukan berbagai kebijakan dan program. Hal ini
mendasari dibentuknya desentralisasi, dekonsentrasi, tugas pembantuan, serta
urusan bersama pemerintah pusat (Pusat) dan peerintah daerah (Daerah).
Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari Pusat ke Gubernur atau
ke instansi vertikal di Daerah. Tugas pembantuan adalah penugasan dari Pusat ke
Daerah, yang dapat diteruskan dari Provinsi ke Kabupaten/Kota/Desa, atau
Kabupaten/Kota ke Desa. Sedangkan Urusan Bersama adalah urusan pemerintah
yang dilakukan dan didanai bersama oleh Pusat dan Daerah.
Tidak seperti desentralisasi yang seluruh programnya diatur secara otonomi
oleh Daerah dan dananya bersumber dari APBD, dekonsentrasi dan tugas
pembantuan sejatinya adalah program dari Pusat dan dananya bersumber dari
APBN. Sedangkan urusan bersama bersifat gabungan, yang dananya bersumber
dari APBN dan APBD.
Makalah ini akan membahas secara khusus tentang dekonsentrasi, tugas
pembantuan, dan urusan bersama.
2. Dasar Hukum
Dasar hukum yang terkait dengan 3 hal tersebut di antaranya adalah:
a. UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerahb. UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasionalc. UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negarad. UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negarae. UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerahf. Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas
Pembantuang. Peraturan Menteri Keuangan No. 156/PMK.07/2008 sebagaimana diubah
dengan PMK No. 248/PMK.07/2010 tentang Pedoman Pengelolaan Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan
h. Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2004 tentang Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga
i. Peraturan Menteri Keuangan tentang Standar Biaya (diperbarui setiap tahun)j. Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi
Pemerintahan
k. Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah
l. Peraturan Menteri Keuangan No. 171/PMK.06/2007 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat
m. Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah
n. Peraturan Presiden No. 13 Tahun 2009 sebagaimana diubah dalam Peraturan Presiden No. 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan
o. Peraturan Menteri Keuangan No. 168/PMK/07/2009 sebagaimana diubah dengan PMK No. 148/PMK.07/2014 tentang Pedoman Pendanaan Urusan Bersama Pusat dan Daerah Untuk Penanggulangan Kemiskinan
p. Peraturan Menteri Keuangan tentang Indeks Fiskal dan Kemiskinan Daerah dalam Rangka Perencanaan Pendanaan Urusan Bersama Pusat dan Daerah untuk Penanggulangan Kemiskinan (terbit setiap tahun)
B. Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan
Terdapat tiga asas pemerintahan di Indonesia yang mungkin sudah sering kita dengar
yaitu: Desentralisasi, Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan. Desentralisasi adalah
penyerahan wewenang/urusan pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI). Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang/urusan pemerintahan oleh
Pemerintah kepada gubernur selaku wakil Pemerintah di daerah dan/atau kepada instansi
vertikal di wilayah tertentu. Tugas Pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah kepada
daerah dan/atau desa, dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota, serta dari pemerintah
kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu.
Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan dapat juga diartikan sebagai bentuk
kepedulian/intervensi Pemerintah terhadap daerah melalui kewenangan yang dimiliki dalam
rangka mengurangi kesenjangan pembangunan antar daerah dalam kerangka NKRI. Tujuan
utama dari Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan adalah untuk mempercepat terwujudnya
kesejahteraan masyarakat di daerah, sebagaimana dimaksud dalam UU No.32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah serta Penjelasan Peraturan Pemerintag No.7 tahun 2008 tentang
Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan.
Pelaksanaan dan pendanaan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan melibatkan
beberapa instansi Pemerintah di pusat dan daerah dalam suatu pola hubungan
penyelenggaraan tugas dan wewenang. Pada tingkat pemerintah pusat, instansi yang terlibat
terdiri dari Kementerian Dalam Negeri, Bappenas, Kementerian Keuangan, dan Kementerian
Teknis yang berkoordinasi dalam perumusan kebijakan, perencanaan, dan evaluasi.
Kementerian Dalam Negeri mempunyai tugas dan wewenang dalam hal penataan urusan
pemerintahan sejalan dengan ketentuan undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah dan aturan pelaksanaannya. Bappenas mempunyai tugas dan
wewenang dalam hal penetapan dan sinkronisasi program sejalan dengan ketentuan Undang-
undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.
Kementerian Keuangan mempunyai tugas dan wewenang dalam hal pengelolaan pendanaan
sejalan dengan undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-
undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Undang-undang Nomor 33
Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan
Daerah, dan aturan pelaksanaannya. Sementara Kementerian Teknis mempunyai tugas dan
wewenang dalam hal pelimpahan/penugasan urusan kepada Daerah yang berkaitan dengan
program/kegiatan.
Pelimpahan dan penugasan urusan pemerintahan dimaksud didanai dari APBN
melalui bagian anggaran kementerian/ lembaga (K/L). Hal ini berarti dekonsentrasi dan tugas
pembantuan merupakan penyelenggaran sebagian urusan Pemerintah di daerah yang
dilaksanakan oleh aparat pemerintah daerah, sedangkan pertanggungjawabannya kepada K/L
yang memberikan Dana Dekonsentrasi/ Dana Tugas Pembantuan.
Pengelolaan pendanaan Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan di Kementerian
Keuangan dilaksanakan oleh beberapa unit eselon I yang mempunyai peranan dalam siklus
pendanaan. Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan mempunyai tugas dalam
pengelolaan informasi, evaluasi, dan perumusan rekomendasi Dana Dekonsentrasi dan Tugas
Pembantuan sejalan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 2008 tentang
Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
156/PMK.07/2008 sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
248/PMK.07/2010 tentang Pedoman Pengelolaan Dana Dekonsentrasi dan Tugas
Pembantuan. Direktorat Jenderal Anggaran mempunyai tugas dalam penelaahan RKA-Kl,
penerbitan RABPP dan RKA-satker sejalan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun
2004 tentang Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/lembaga dan aturan
pelaksanaannya termasuk Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai standar
biaya. Direktorat Jenderal Perbendaharaan mempunyai tugas dalam pengesahan Daftar
Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA), penerbitan Surat Rincian Alokasi Anggaran (SRAA),
pencairan dana, pengenaan sanksi, pembinaan dan koordinasi Sistem Akuntansi Instansi
(SAI) dan pelaporan keuangan sejalan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005
tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang
Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah, Peraturan Menteri Keuangan Nomor
171/PMK.06/2007 tentang sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan pemerintah Pusat,
serta aturan pelaksanaannya. Direktorat Jenderal Kekayaan Negara mempunyai tugas
dalam bidang pengelolaan barang milik negara/daerah sejalan dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 6 Tahun 2006 tentang pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah dan aturan
pelaksanaannya.
Pola Hubungan Antar Instansi Terkait dalam Penyelenggaraan dan Pendanaan
Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan
PENGERTIAN DANA DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN
Dana Dekonsentrasi dan Dana Tugas Pembantuan merupakan salah satu unsur dalam
sistem perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.
Perimbangan keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah adalah suatu sistem
pembagian keuangan yang adil, proporsional, demokratis, transparan, dan bertanggung jawab
dalam rangka pendanaan penyelenggaraan desentralisasi, dengan mempertimbangkan
potensi, kondisi dan kebutuhan daerah serta besaran pendanaan penyelenggaraan
dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Tugas Pembantuan dalam tataran implementasi harus
mempertimbangkan potensi, kondisi dan kebutuhan daerah serta besaran pendanaan yang
tersedia bagi penyelenggaraan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan. Sistem perimbangan
keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah sebagaimana diatur dalam UU
No. 33 Tahun 2004 menegaskan bahwa:
1. Penyelenggaraan urusan Pemerintah Daerah dalam rangka pelaksanaan
Desentralisasi didanai dari APBD;
2. Penyelenggaraan urusan Pemerintah yang dilaksanakan oleh Gubernur selaku
wakil Pemerintah di daerah dalam rangka pelaksanaan Dekonsentrasi didanai dari
APBN;
3. Penyelenggaraan urusan Pemerintah yang dilaksanakan oleh
Gubernur/Bupati/Walikota selaku kepala daerah otonom dalam rangka Tugas
Pembantuan didanai dari APBN.
PRINSIP PENDANAAN DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN
Menurut UU No. 33 Tahun 2004, pelimpahan kewenangan dalam rangka pelaksanaan
Dekonsentrasi dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah diikuti dengan pemberian
dana. Dana yang diberikan untuk mendanai sebagian kewenangan yang dilimpahkan
merupakan Dana Dekonsentrasi yang berasal dari APBN yang dilaksanakan oleh gubernur
sebagai wakil Pemerintah Pusat, tidak termasuk dana yang dialokasikan untuk Instansi
Vertikal Pusat di daerah.
Demikian pula dengan Tugas Pembantuan, dimana setiap adanya penugasan dari
Kementerian/Lembaga kepada kepala daerah akan diikuti dengan pemberian dana. Dana yang
diberikan untuk mendanai penugasan merupakan Dana Tugas Pembantuan yang berasal dari
APBN yang dilaksanakan oleh perangkat daerah dan/atau desa yang mencakup semua
penerimaan dan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan Tugas Pembantuan. Hal ini berarti
bahwa Dana Tugas Pembantuan merupakan bagian anggaran kementerian negara/lembaga
yang dialokasikan untuk daerah provinsi/ kabupaten/kota dan/atau desa sesuai dengan beban
dan jenis penugasan yang diberikan dengan kewajiban melaporkan dan mempertanggung
jawabkan kepada yang memberikan penugasan.
Sesuai dengan undang-undang Nomor 33 Tahun 2004, Peraturan Pemerintah Nomor 7
tahun 2008, dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 156/ PMK.07/2008 sebagaimana
diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 248/PMK.07/2010, pendanaan
Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip sebagai
berikut:
a. Pendanaan Dekonsentrasi dilaksanakan setelah adanya pelimpahan wewenang
dari Pemerintah melalui kementerian negara/lembaga kepada gubernur (sebagai
wakil Pemerintah Pusat di daerah);
b. Pendanaan Tugas Pembantuan dilaksanakan setelah adanya penugasan dari
Pemerintah melalui kementerian negara/lembaga kepada gubernur/bupati/walikota
(sebagai kepala daerah);
c. Pelimpahan/penugasan wewenang dimaksud dijabarkan dalam bentuk program
dan kegiatan kementerian/lembaga;
d. Pendanaan kegiatan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan oleh Pemerintah
disesuaikan dengan beban dan besar/kecilnya wewenang yang dilimpahkan/
ditugaskan;
e. Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan merupakan bagian anggaran
kementerian/lembaga yang dialokasikan di dalam Rencana Kerja dan Anggaran
Kementerian/lembaga (RKA-K/L);
f. Kegiatan yang didanai dalam rangka pelaksanaan Dekonsentrasi dan Tugas
Pembantuan adalah lingkup kewenangan yang sudah menjadi tupoksi
kementerian/lembaga;
g. Kegiatan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan di daerah dilaksanakan oleh
Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) selaku kuasa pengguna anggaran/barang
(KPA/B);
h. Pendanaan dalam rangka Dekonsentrasi dialokasikan untuk kegiatan bersifat non-
fisik, yaitu kegiatan yang menghasilkan keluaran yang tidak menambah aset tetap,
antara lain sinkronisasi dan koordinasi perencanaan, fasilitasi, bimbingan teknis,
pelatihan, penyuluhan, supervisi, penelitian dan survei, pembinaan dan
pengawasan, serta pengendalian. Kegiatan tersebut menggunakan akun belanja
barang sesuai dengan peruntukannya. Dalam rangka mendukung pelaksanaan
kegiatan Dekonsentrasi, sebagian kecil Dana Dekonsentrasi dapat dialokasikan
sebagai dana penunjang untuk pelaksanaan tugas administratif dan/atau pengadaan
input berupa barang habis pakai dan/atau aset tetap. Dana penunjang tersebut
menggunakan akun Belanja Barang Penunjang Kegiatan Dekonsentrasi dengan
kode akun 521311;
i. Pendanaan dalam rangka Tugas Pembantuan dialokasikan untuk kegiatan bersifat
fisik, yaitu kegiatan yang menghasilkan keluaran yang menambah nilai aset
Pemerintah, antara lain pengadaan tanah, bangunan, peralatan dan mesin, jalan,
irigasi dan jaringan, serta kegiatan fisik lain yang menambah nilai aset Pemerintah
(antara lain pengadaan barang habis pakai, seperti obat-obatan, vaksin, pengadaan
bibit dan pupuk yang akan diserahkan kepada daerah). Pengadaan kegiatan yang
bersifat fisik seperti tersebut di atas menggunakan akun belanja modal sesuai
dengan peruntukannya, sedangkan pengadaan kegiatan fisik lain menggunakan
akun Belanja Barang Fisik lainnya Tugas Pembantuan dengan kode akun 521411.
Dalam rangka mendukung pelaksanaan kegiatan Tugas Pembantuan, sebagian
kecil Dana Tugas Pembantuan dapat dialokasikan sebagai dana penunjang untuk
pelaksanaan tugas administratif dan/atau pengadaan input berupa pengadaan
barang/jasa dan penunjang lainnya. Dana penunjang tersebut yang menghasilkan
aset tetap menggunakan akun Belanja Barang Penunjang Kegiatan Tugas
Pembantuan dengan kode akun 521321;
j. Gubernur memberitahukan RKA-K/L yang telah diterima dari kementerian/
lembaga kepada DPRD pada saat pembahasan RAPBD berkaitan dengan kegiatan
Dekonsentrasi di daerahnya;
k. Gubernur/bupati/walikota memberitahukan RKA-K/Lyang telah diterima dari
kementerian/lembaga kepada DPRD setempat pada saat pembahasan RAPBD
berkaitan dengan rencana kegiatan Tugas Pembantuan di daerah provinsi/
kabupaten/kota.
PENGANGGARAN DANA DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN
Dana Dekonsentrasi dan Dana Tugas Pembantuan merupakan bagian anggaran
kementerian/lembaga yang dialokasikan untuk mendanai program dan kegiatan yang
merupakan urusan Pemerintah di daerah dan disusun berdasarkan RKA-Kl. Dengan
demikian mekanisme pengganggaran Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan tersebut
dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku bagi APBN.
Berdasarkan PP No. 7 tahun 2008, dalam perencanaan dan penganggaran Dana
Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan disebutkan bahwa rencana lokasi dan anggaran untuk
program dan kegiatan yang akan didekonsentrasikan/ditugaskan disusun dengan
memperhatikan kemampuan keuangan negara dan kebutuhan pembangunan di daerah.
Pengangaran dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan dituangkan dalam penyusunan
RKA-K/L. RKA-K/L yang telah disusun menjadi dasar dalam pembahasan bersama antara
kementerian/lembaga dengan komisi terkait di DPR. Hasil pembahasan RKA-K/L tersebut,
oleh Menteri teknis disampaikan kepada Menteri Keuangan dan Bappenas untuk dilakukan
penelahaan. Hasil penelahaan RKA-K/L kemudian ditetapkan menjadi Satuan Anggaran Per
Satuan Kerja (SAPSK) dan disampaikan kepada kementerian/lembaga. Proses selanjutnya
adalah penyampaian ke daerah.
- Untuk Dana Dekonsentrasi, kementerian/lembaga menyampaikan RKA-K/L yang
telah ditetapkan menjadi SAPSK kepada gubernur. Setelah menerima RKA-K/L,
gubernur menetapkan pejabat pengelola keuangan dekonsentrasi yang terdiri dari
Satuan Kerja Perangka Daerah (SKPD), Pejabat Pembuat Komitmen, Pejabat
Penguji Tagihan/Penandatangan Surat Perintah Membayar, dan Bendahara
Pengeluaran dan menyampaikannya kepada menteri/pimpinan lembaga dan
Menteri Keuangan selambat-lambatnya minggu pertama bulan Desember pada
tahun berjalan. RKAK/L tersebut juga diberitahukan oleh gubernur kepada DPRD
Provinsi pada saat pembahasan RAPBD untuk tujuan sinkronisasi program dan
kegiatan yang akan didanai dari APBN dan APBD.
- Untuk Dana Tugas Pembantuan, Kementerian/lembaga menyampaikan RKAK/L
yang telah ditetapkan menjadi SAPSK kepada Gubernur/Bupati/Walikota. Setelah
menerima RKA-K/L tersebut, Gubernur/Bupati/walikota menyampaikan usulan
pejabat pengelola keuangan tugas pembantuan yang terdiri dari SKPD selaku
Kuasa Pengguna Anggaran, Pejabat Pembuat Komitmen, Pejabat Penguji
Tagihan/Penandatangan Surat Perintah Membayar, dan Bendahara Pengeluaran
dan menyampaikannya kepada kementerian/lembaga selambat-lambatnya minggu
pertama bulan Desember pada tahun berjalan.
RKA-K/L tersebut juga diberitahukan oleh Gubernur/Bupati/ Walikota kepada DPRD
pada saat pembahasan RAPBD untuk tujuan sinkronisasi program dan kegiatan yang akan
didanai dari APBN dan APBD. RKA-K/L yang telah ditetapkan menjadi SAPSK sebagai
dasar dalam penyusunan DIPA. Tata cara penyusunan RKA-K/L dan penetapan/pengesahan
DIPA mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan.
Keseimbangan Pendanaan di Daerah dalam Rangka Perencanaan Lokasi dan Alokasi
Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan
Keseimbangan pendanaan di daerah dalam rangka perencanaan lokasi dan alokasi
Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 156/PMK.07/2008 sebagaimana diubah dengan PMK No.248/PMK.07/2010 sebagai
berikut:
- Keseimbangan pendanaan dilakukan secara proporsional agar sebaran alokasi
Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan tidak terkonsentrasi pada daerah
tertentu.
- Pengalokasian Dana Dekonsentrasi dan/atau Tugas Pembantuan
mempertimbangkan Kemampuan Fiskal Daerah yang terdiri dari besarnya
Transfer ke Daerah dan kemampuan keuangan daerah.
- Hasil rumusan keseimbangan pendanaan di daerah dimaksud dituangkan dalam
Rekomendasi Menteri Keuangan.
- Rekomendasi Menteri Keuangan menjadi dasar pertimbangan bagi
kementerian/lembaga dalam rangka perencanaan lokasi dan anggaran kegiatan
dekonsentrasi dan tugas pembantuan.
- Rekomendasi Menteri Keuangan disampaikan kepada kementerian/lembaga
dengan tembusan kepada Kepala Bappenas selambat-lambatnya bulan Maret
sebelum penyusunan Renja-Kl.
Ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 156/PMK.07/2008
sebagaimana dirubah dengan PMK No.248/PMK.07/2010 tersebut di atassejalan dengan
ketentuan dalam Pasal 3 ayat (1) undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara yang mengamanatkan bahwa keuangan negara dikelola secara tertib, taat pada
peraturan perundangundangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab
dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. oleh karena itu, Dana Dekonsenstrasi
dan Tugas Pembantuan sebagai bagian dari keuangan negara harus dikelola sesuai dengan
prinsip-prinsip tersebut. Selanjutnya dalam Penjelasan umum poin (5) kekuasaan atas
pengelolaan keuangan negara dalam undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 dikatakan bahwa
Menteri Keuangan sebagai pembantu Presiden dalam bidang keuangan (pengelola fiskal)
pada hakekatnya adalah Chief Financial Officer (CFO) Pemerintah Republik Indonesia,
sementara setiap menteri/pimpinan lembaga pada hakekatnya adalah Chief Operational
Officer (COO) untuk suatu bidang tertentu pemerintahan. Prinsip ini perlu dilaksanakan
secara konsisten agar terdapat kejelasan dalam pembagian wewenang dan tanggung jawab,
terlaksananya mekanisme checks and balances serta untuk mendorong upaya peningkatan
profesionalisme dalam penyelenggaraan tugas pemerintahan.
Pola Hubungan Kementrian Keuangan dengan Kementrian dalam Pendanaan
Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan
Secara umum aspek pengelolaan fiskal meliputi beberapa fungsi yaitu pengelolaan kebijakan
fiskal dan kerangka ekonomi makro, penganggaran, administrasi perpajakan, administrasi
kepabeanan, perbendaharaan, dan pengawasan keuangan. Terkait dengan fungsi pengelolaan
kebijakan fiskal dan penganggaran dalam rangka Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan,
Menteri Keuangan mempunyai kewenangan untuk mengarahkan kementerian/lembaga dalam
perencanaan lokasi dan alokasi dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Hal ini dilakukan
melalui indikator umum berupa peta keseimbangan pendanaan di daerah yang disampaikan
dalam bentuk rekomendasi, sedangkan kementerian/lembaga teknis berwenang
merencanakan lokasi dan besaran alokasi Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan
berdasarkan indikator teknis yang dimiliki setelah mempertimbangkan rekomendasi Menteri
Keuangan. Maksud dan tujuanrekomendasi ini adalah untuk mewujudkan transparansi dan
akuntabilitas, serta proporsional dalam pengalokasian Dana Dekonsentrasi dan Tugas
Pembantuan; meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam pengelolaan Dana Dekonsentrasi
dan Tugas Pembantuan; dan memberikan masukan bagi kementerian/lembaga dalam
merencanakan lokasi dan alokasi Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan agar tepat
sasaran dan tidak terkonsentrasi di daerah tertentu. Variabel yang digunakan dalam formulasi
keseimbangan pendanaan di daerah adalah Variabel Kemampuan Fiskal Daerah (KFD) dan
Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Variabel KFD diukur berdasarkan besaran: Pendapatan
Asli Daerah, lain-lain Pendapatan yang sah, Dana Alokasi umum, Dana Alokasi Khusus,
Dana Bagi Hasil, Dana otonomi Khusus, Dana Penyesuaian, dan Belanja PNsD (sebagai
pengurang). sementara IPM merupakan cerminan tingkat pendidikan, kesehatan dan
kesejahteraan masyarakat yang dibentuk dari 4 (empat) indikator, yaitu: angka melek huruf
penduduk dewasa, rata-rata lama sekolah, angka harapan hidup, serta Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) per kapita. langkah-langkah formulasi keseimbangan pendanaan
adalah sebagai berikut:
i. Menentukan Indeks Kemampuan Fiskal Daerah:
a. Menghitung besaran transfer daerah (jumlah dana perimbangan: DAU, DAK,
DBH Pajak, DBH SDA, dan Dana Otsus).
b. Menghitung kemampuan keuangan daerah (jumlah PAD dan lainlain Pendapatan
yang sah dikurangi Belanja PNSD).
c. Menentukan Kemampuan Fiskal Daerah (KFD) yang merupakan hasil
penjumlahan dana transfer daerah dan kemampuan keuangan daerah.
d. Menghitung KFD per kapita yang didapat dari KFD dibagi dengan jumlah
penduduk.
e. Menghitung KFD Riil yang didapat dari KFD per kapita dibagi Indeks Kemahalan
Konstruksi (IKK) sebagai proxy perbedaan tingkat harga antar daerah.
f. Menentukan Indeks KFD sebagai hasil dari pembagian KFD Riil terhadap rata-
rata KFD Riil nasional sehingga diperoleh Peta KFD.
ii. Mengkaitkan KFD dengan IPM:
a. Membandingkan indeks KFD daerah dengan rata-rata KFD Nasional sehingga
menghasilkan daerah yang berada di atas dan di bawah rata-rata nasional.
b. Membandingkan IPM daerah dengan rata-rata IPM Nasional sehingga
menghasilkan daerah yang berada di atas dan di bawah rata-rata nasional.
c. Hasil kedua perbandingan KFD dan IPM tersebut di atas tersusun dalam 4 cluster
daerah sebagai berikut:
- Cluster 1: Kelompok daerah yang mempunyai KFD dan IPM di atas rata-rata
nasional
- Cluster 2: Kelompok daerah yang mempunyai KFD di bawah rata-rata nasional
namun IPM di atas rata-rata nasional.
- Cluster 3: Kelompok daerah yang mempunyai KFD dan IPM di bawah rata-rata
nasional
- Cluster 4: Kelompok daerah yang mempunyai KFD di atas rata-rata nasional
namun IPM di bawah rata-rata nasional.
Berdasarkan hasil formulasi tersebut, prioritas daerah yang akan direkomendasikan
sebagai penerima dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan sebagai berikut:
a. Prioritas I: Daerah pada Cluster 3;
b. Prioritas II: Daerah pada Cluster 2.
Selanjutnya untuk menentukan besaran alokasi Dana Dekonsentrasi dan Tugas
Pembantuan ke masing-masing daerah digunakan indikator teknis yang disusun oleh
kementerian/lembaga terkait.
Proses Penganggaran Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan
Penganggaran Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan dituangkan dalam
penyusunan RKA-K/L yang setelah melalui proses pembahasan dan penelaahan dengan
kementerian/lembaga terkait kemudian ditetapkan menjadi RKA-satker. RKA-satker
dimaksud kemudian disampaikan kepada gubernur dalam hal Dekonsentrasi dan kepada
gubernur/bupati/walikota dalam hal Tugas Pembantuan. Dalam mekanisme penganggaran
Dana Dekonsentrasi, penyampaian RKA-satker dilakukan bersamaan dengan penyampaian
Peraturan Menteri/Pimpinan lembaga tentang pelimpahan wewenang. Setelah menerima
pelimpahan wewenang tersebut, gubernur menetapkan pejabat pengelola keuangan Dana
Dekonsentrasi. Dalam mekanisme penganggaran Dana Tugas Pembantuan, setelah menerima
RKA satker, gubernur/bupati/walikota menyampaikan usulan pejabat pengelola keuangan
dana tugas pembantuan kepada menteri/pimpinan lembaga. Pejabat pengelola keuangan Dana
Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan terdiri dari Kuasa Pengguna Anggaran/Barang, Pejabat
Pembuat Komitmen, Pejabat Penguji Tagihan/Penandatangan surat Perintah Membayar,
Pejabat Akuntansi dan Bendahara Pengeluaran. RKA-satker tersebut juga diberitahukan oleh
gubernur dalam hal Dekonsentrasi dan gubernur/bupati/walikota dalam hal Tugas
Pembantuan, kepada DPRD pada saat pembahasan RAPBD sebagai bahan sinkronisasi
program dan kegiatan.
RKA-K/L yang telah ditetapkan menjadi RKA-satker sebagai dasar dalam
penyusunan DIPA. Tata cara penyusunan RKA-K/L dan penetapan/pengesahan DIPA
mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan.
PENYALURAN DANA DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN
Berdasarkan UU No. 33 Tahun 2004, Dana Dekonsentrasi dan Dana Tugas
Pembantuan disalurkan oleh Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) melalui
Rekening Kas Umum Negara. Peraturan Menteri Keuangan No. 134/2005 tentang Pedoman
Pembayaran Dalam Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara menyebutkan
bahwa mekanisme penyaluran Dana Dekonsentrasi dan Dana Tugas Pembantuan secara
ringkas dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Pelaksanaan pengeluaran atas beban APBN oleh KPPN dilakukan berdasarkan Surat
Perintah Membayar (SPM) yang diterbitkan oleh Pengguna Anggaran/Kuasa
Pengguna Anggaran dengan penerbitan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) oleh
KPPN selaku Kuasa Bendahara Umum Negara;
b. Penerbitan SPM oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran didasarkan
pada alokasi dana yang tersedia dalam DIPA atau dokumen pelaksanaan anggaran
lainnya yang dipersamakan dengan DIPA;
c. Pelaksanaan pembayaran tagihan atas beban APBN tersebut dapat dilakukan dengan
cara:
1. Surat Perintah Membayar Langsung (SPM-LS)
2. Surat Perintah Membayar Uang Persediaan (SPM-UP)
3. Surat Perintah Membayar Penggantian Uang Persediaan (SPM-GU)
4. Surat Perintah Membayar Tambahan Uang Persediaan (SPM-TU)
Apabila di dalam pelaksanaan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan terdapat saldo, maka
saldo tersebut wajib disetor ke Rekening Kas Umum Negara dan apabila menghasilkan
penerimaan, maka penerimaan tersebut merupakan penerimaan APBN yang harus disetor ke
Rekening Kas Umum Negara.
PERTANGGUNGJAWABAN DAN PELAPORAN
PP No. 7 Tahun 2008 menyebutkan bahwa pertanggungjawaban dan pelaporan
Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan mencakup aspek manajerial dan aspek akuntabilitas.
Aspek manajerial terdiri dari perkembangan realisasi penyerapan dana, pencapaian target
keluaran, kendala yang dihadapi, dan saran tindak lanjut sejalan dengan PP No. 39 Tahun
2007 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan.
Sementara aspek akuntabilitas terdiri dari laporan realisasi anggaran, neraca, catatan atas
laporan keuangan, dan laporan barang sejalan dengan PP No. 6 Tahun 2006 tentang
Pengelolaan Barang Milik Negara dan/Daerah dan PP No. 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan
Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah.
1. Dana Dekonsentrasi
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2008 dijelaskan bahwa Kepala SKPD
provinsi selaku Kuasa Pengguna Anggaran/Barang dekonsentrasi wajib menyelenggarakan
akuntansi dan bertanggung jawab terhadap penyusunan dan penyampaian laporan
pertanggungjawaban keuangan dan barang. Penyusunan dan penyampaian laporan dimaksud
dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 156/PMK.07/2008 sebagaimana diubah dengan
PMK Nomor 248/PMK.07/2010 yang secara garis besar dapat disajikan sebagai
berikut:
a. setiap triwulan dan setiap berakhirnya tahun anggaran, kepala SKPD provinsi atas
nama gubernur menyusun dan menyampaikan laporan pertanggungjawaban keuangan
dan barang kepada menteri/pimpinan lembaga pemberi dana dekonsentrasi dengan
tembusan kepada SKPD yang membidangi pengelolaan keuangan daerah;
b. gubernur menggabungkan laporan pertanggungjawaban dimaksud dan
menyampaikannya kepada Menteri Keuangan setiap triwulan dan setiap berakhirnya
tahun anggaran. Untuk melaksanakan penggabungan laporan tersebut, gubernur
menugaskan/ menetapkan SKPD yang membidangi pengelolaan keuangan daerah
sebagai Koordinator Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran Wilayah
(Koordinator UAPPA-W) dan SKPD yang membidangi pengelolaan barang/
kekayaan daerah sebagai Koordinator unit Akuntansi Pembantu Pengguna Barang
Wilayah (Koordinator UAPPB-W);
c. Menteri/ pimpinan lembaga yang mengalokasikan Dana Dekonsentrasi
menyampaikan laporan pertanggungjawaban dimaksud kepada Presiden melalui
Menteri Keuangan setiap berakhirnya tahun anggaran;
d. laporan pertanggungjawaban keuangan secara tahunan atas pelaksanaan dekonsentrasi
oleh gubernur dilampirkan dalam Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD
kepada DPRD.
2. Dana Tugas Pembantuan
Penyusunan dan penyampaian laporan pertanggungjawaban keuangan dan barang atas
pelaksanaan Tugas Pembantuan secara garis besar dapat diuraikan sebagai berikut :
a. setiap triwulan dan setiap berakhirnya tahun anggaran, Kepala SKPD provinsi atas
nama gubernur menyusun dan menyampaikan laporan pertanggungjawaban keuangan
dan barang kepada menteri/pimpinan lembaga pemberi dana tugas pembantuan,
dengan tembusan kepada SKPD yang membidangi pengelolaan keuangan daerah;
b. setiap triwulan dan setiap berakhirnya tahun anggaran, Kepala SKPD kabupaten/
kota atas nama bupati/walikota menyusun dan menyampaikan laporan
pertanggungjawaban keuangan dan barang kepada menteri/pimpinan lembaga
pemberi dana tugas pembantuan, dengan tembusan kepada SKPD yang membidangi
pengelolaan keuangan daerah;
c. gubernur menggabungkan laporan pertanggungjawaban dimaksud dan
menyampaikannya kepada Menteri Keuangan setiap triwulan dan setiap berakhirnya
tahun anggaran. Untuk melaksanakan penggabungan laporan tersebut, gubernur
menugaskan/menetapkan SKPD yang membidangi pengelolaan keuangan daerah
sebagai Koordinator UAPPAW dan SKPD yang membidangi pengelolaan
barang/kekayaan daerah sebagai Koordinator UAPPB-W;
d. Bupati/walikota menggabungkan laporan pertanggungjawaban dimaksud dan
menyampaikannya kepada Menteri Keuangan setiap triwulan dan setiap berakhirnya
tahun anggaran, dengan tembusan kepada gubernur. Untuk melaksanakan
penggabungan laporan tersebut, bupati/walikota menugaskan/menetapkan SKPD yang
membidangi pengelolaan keuangan daerah sebagai Koordinator UAPPA-W dan
SKPD yang membidangi pengelolaan barang/kekayaan daerah sebagai Koordinator
UAPPB-W;
e. Menteri/pimpinan lembaga yang mengalokasikan Dana Tugas Pembantuan
menyampaikan laporan pertanggungjawaban dimaksud kepada presiden melalui
Menteri Keuangan setiap berakhirnya tahun anggaran;
f. laporan pertanggungjawaban keuangan secara tahunan atas pelaksanaan tugas
pembantuan setiap berakhirnya tahun anggaran dilampirkan dalam laporan
Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD kepada DPRD.
Adapun bentuk dan isi laporan pertanggungjawaban keuangan atas barang dan jasa
Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan tetap mengacu pada ketentuan yang berlaku,
khususnya Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai sistem Akuntansi dan
Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat.
PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA
1. Status Barang Hasil Pelaksanaan Dekonsentrasi
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 248/PMK.07/2010 tentang Perubahan atas
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 156/PMK.07/2008 tentang Pedoman Pengelolaan Dana
Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan pasal 37A mengatur bahwa barang yang diperoleh
dari Dana Dekonsentrasi merupakan Barang Milik Negara (BMN) yang dicatat sebagai
persediaan (eks Dekonsentrasi). BMN tersebut harus ditatausahakan dalam Sistem Informasi
Manajemen dan Akuntansi Barang Milik Negara. Tata cara Hibah BMN berupa persediaan
yang diperoleh dari Dana Dekonsentrasi tersebut adalah sebagai berikut:
i. Persediaan diserahkan oleh Pengguna Barang kepada daerah c.q. SKPD pelaksana
tugas Dekonsentrasi dengan Berita Acara Serah Terima selambat-lambatnya 6 bulan
setelah realisasi pengadaan barang;
ii. Berdasarkan berita acara serah terima, SKPD penerima wajib menatausahakan dan
melaporkan pada neraca daerah;
iii. Pengguna Barang melaporkan serah terima barang kepada Menteri Keuangan selaku
Pengelola Barang c.q. Direktorat Jenderal Kekayaan Negara dengan melampirkan
Berita Acara Serah Terima;
iv. Dalam hal kementerian/lembaga tidak menyerahkan dalam jangka waktu 6 bulan
sejak pengadaan atau SKPD tidak bersedia menerima BMN maka BMN dimaksud
direklasifikasi menjadi aset tetap pada kementerian/lembaga.
2. Status Barang dalam Pelaksanaan Tugas Pembantuan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 248/PMK.07/2010 tentang Perubahan atas
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 156/PMK.07/2008 tentang Pedoman Pengelolaan Dana
Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan pasal 37B mengatur bahwa barang yang diperoleh
dari Dana Tugas Pembantuan merupakan BMN. BMN yang dihasilkan dari kegiatan fisik lain
dan yang berasal dari dana penunjang dicatat sebagai persediaan, sedangkan BMN selain
yang berasal dari kegiatan fisik lain dicatat sebagai aset tetap. BMN tersebut harus
ditatausahakan dalam sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi Barang Milik Negara.
Tata cara hibah BMN berupa aset tetap yang diperoleh dari Dana Tugas Pembantuan adalah
sebagai berikut:
i. Aset tetap dihibahkan oleh Pengguna Barang kepada daerah c.q. SKPD pelaksana
Tugas Pembantuan sepanjang pihak kementerian/lembaga bermaksud menyerahkan
yang dituangkan dalam Surat Pernyataan Kesediaan Menghibahkan dan daerah
menyatakan kesediaannya untuk menerima aset tetap dimaksud yang dituangkan
dalam surat Pernyataan Kesediaan Menerima Hibah.
ii. Surat Pernyataan Kesediaan Menghibahkan dan Surat Pernyataan Kesediaan
Menerima Hibah diterbitkan sebelum disampaikannya Surat keputusan Menteri
Kementerian/lembaga tentang penugasan atas program dan kegiatan yang akan
dilaksanakan di daerah.
iii. Permohonan persetujuan hibah kepada Menteri Keuangan c.q. Direktorat Jenderal
Kekayaan Negara harus diajukan oleh menteri/pimpinan lembaga selambat-lambatnya
6 bulan setelah realisasi pengadaan barang.
iv. Pengguna Barang melaporkan pelaksanaan hibah kepada Menteri Keuangan selaku
Pengelola Barang c.q. Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, Direktorat Jenderal
Pengelolaan utang, dan Direktorat Jenderal Anggaran dengan melampirkan Berita
Acara serah Terima. Dalam hal kementerian/lembaga tidak melaksanakan ketentuan
tersebut maka kementerian/lembaga tidak diperkenankan mengalokasikan anggaran
untuk pengadaan aset tetap dalam rangka Tugas Pembantuan untuk tahun berikutnya.
v. Dalam hal SKPD tidak bersedia menerima BMN maka BMN dimaksud tetap dicatat
sebagai aset tetap pada kementerian/lembaga.
Tata cara Hibah BMN yang dihasilkan dari kegiatan fisik lain dan yang berasal dari
dana penunjang yang dicatat sebagai persediaan adalah sebagai berikut:
i. BMN dihibahkan oleh Pengguna Barang kepada daerah c.q. SKPD pelaksana Tugas
Pembantuan dengan Berita Acara serah Terima selambat-lambatnya 6 bulan setelah
realisasi pengadaan barang.
ii. Berdasarkan Berita Acara serah Terima, sKPD penerima wajib menatausahakan dan
melaporkan pada neraca daerah
iii. Pengguna Barang melaporkan serah terima barang kepada Menteri Keuangan c.q.
Direktorat Jenderal Kekayaan Negara dengan melampirkan Berita Acara serah
Terima. Dalam hal kementerian/lembaga tidak menyerahkan maka BMN dimaksud
direklasifikasikan menjadi aset tetap pada kementerian/lembaga.
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN DEKONSENTRASI/TUGAS PEMBANTUAN
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 2008, pembinaan dan pengawasan
Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan dapat dilaksanakan sesuai ketentuan sebagai berikut:
a. Menteri negara/pimpinan lembaga melakukan pembinaan dan pengawasan dalam
penyelenggaraan urusan pemerintah yang dilimpahkan kepada gubernur terhadap
pelaksanaan kegiatan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan
b. Menteri Keuangan melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penggunaan
Dana Dekonsentrasi dan Dana Tugas Pembantuan.
c. Pembinaan tersebut dilakukan dalam rangka peningkatan kinerja, transparansi, dan
akuntabilitas pelaksanaan kegiatan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan yang
meliputi pemberian pedoman, fasilitasi dan bimbingan teknis, serta pemantauan dan
evaluasi.
d. Pengawasan tersebut dilaksanakan dalam rangka pencapaian efisiensi dan efektivitas
pengelolaan Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan serta mengikuti ketentuan
yang berlaku bagi APBN.
PEMERIKSAAN DANA DEKONSENTRASI DAN DANA TUGAS PEMBANTUAN
Pemeriksaan atas Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan meliputi pemeriksaan
keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu:
a. Pemeriksaan keuangan yang dapat berupa pemeriksaan atas laporan keuangan;
b. Pemeriksaan kinerja berupa pemeriksaan atas pengelolaan keuangan negara yang
terdiri dari pemeriksaan atas aspek ekonomi, efisiensi, dan efektivitas atas
pelaksanaan kegiatan;
c. Pemeriksaan dengan tujuan tertentu meliputi pemeriksaan atas hal-hal lain dibidang
keuangan, pemeriksaan investigatif dan pemeriksaan atas sistem pengendalian intern
Pemerintah.
Pemeriksaan Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan dilakukan oleh unit
pemeriksaan internal kementerian/lembaga dan/atau unit pemeriksaan eksternal Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pemeriksaan keuangan, kinerja dan tujuan tertentu
berpedoman pada peraturan perundangan-undangan.
SANKSI
Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 156/PMK.07/2008 sebagaimana diubah
dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 248/PMK.07/2010 diatur bahwa SKPD
penerima Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan yang secara sengaja atau lalai tidak
menyampaikan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan dana dimaksud kepada
kementerian/lembaga dikenakan sanksi berupa:
1. sanksi penundaan pencairan, apabila SKPD tidak melakukan rekonsiliasi laporan
keuangan dengan Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara setempat sesuai
ketentuan Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai sistem akuntansi
dan pelaporan keuangan Pemerintah Pusat. Pengenaan sanksi penundaan pencairan
dimaksud tidak membebaskan SKPD dari kewajiban menyampaikan laporan Dana
Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan.
2. Penghentian pembayaran dalam tahun berjalan, dapat dilakukan apabila:
a. SKPD tidak menyampaikan laporan keuangan triwulanan kepada
kementerian/lembaga yang memberikan Dana Dekonsentrasi dan/atau Dana Tugas
Pembantuan secara berturut-turut 2 (dua) kali dalam tahun anggaran berjalan;
dan/atau
b. ditemukan adanya penyimpangan dari hasil pemeriksaan BPK, BPKP, Inspektorat
Jenderal Kementerian/Lembaga yang bersangkutan, atau aparat pemeriksa
fungsional lainnya.
3. Kementerian/lembaga tidak diperkenankan mengalokasikan Dana Dekonsentrasi
dan/atau Dana Tugas Pembantuan untuk tahun berikutnya apabila SKPD penerima
dana dimaksud:
a. tidak memenuhi target kinerja pelaksanaan kegiatan tahun sebelumnya yang telah
ditetapkan;
b. tidak pernah menyampaikan laporan keuangan dan barang sesuai ketentuan yang
berlaku pada tahun anggaran sebelumnya;
c. melakukan penyimpangan sesuai hasil pemeriksaan BPK, BPKP, Inspektorat
Jenderal Kementerian/lembaga yang bersangkutan atau aparat pemeriksa
fungsional lainnya; dan/atau
d. Tidak bersedia menerima hibah terhadap BMN yang disetujui untuk diterima
Selanjutnya dalam surat Edaran Bersama Menteri PPN/Kepala Bappenas, Menteri
Keuangan, dan Menteri Dalam Negeri tentang Peningkatan Efektivitas Penyelenggaraan
Program dan Kegiatan Kementerian/lembaga di Daerah serta Peningkatan Peran Aktif
gubernur selaku Wakil Pemerintah Pusat, gubernur dapat mengusulkan kepada
kementerian/lembaga untuk mengenakan sanksi berupa tidak mengalokasikan Dana Tugas
Pembantuan kepada kabupaten/kota yang tidak melaksanakan koordinasi penyelenggaraan
Tugas Pembantuan.
PERAN KEPALA DAERAH DALAM PENYELENGGARAAN DEKONSENTRASI
DAN TUGAS PEMBANTUAN
Berdasarkan butir-butir penjelasan mengenai Dana Dekonsentrasi dan Tugas
Pembantuan di atas, dapat kita garis bawahi bahwa kepala daerah (gubernur/bupati/walikota)
mempunyai peran yang sangat besar dalam penyelenggaraan Dekonsentrasi dan Tugas
Pembantuan baik pada tataran perencanaan, penganggaran maupun pembinaan dan
pengawasan. Pada aspek perencanaan, sinkronisasi pengalokasian Dana Dekonsentrasi dan
Tugas Pembantuan antara kepala daerah (gubernur, bupati, walikota) dengan
kementerian/lembaga sebagaimana diatur dalam Pasal 12 Peraturan Pemerintah Nomor 7
Tahun 2008 dilaksanakan sejak tahap penyusunan Renja K/l dan pelaksanaan
Musrenbangnas. selanjutnya, setelah kementerian/lembaga menerima pagu sementara dan
menyusun RKA-Kl maka kementerian/lembaga berkewajiban untuk menyampaikan kepada
daerah tentang indikasi kegiatan Dekonsentrasi atau Tugas Pembantuan yang akan
dilaksanakan oleh daerah. Pemberitahuan definitif tentang kegiatan Dekonsentrasi dan Tugas
Pembantuan yang akan dilaksanakan oleh daerah disampaikan oleh kementerian/lembaga
kepada pemerintah daerah dengan surat Keputusan/Penetapan Menteri/Pimpinan lembaga
berkenaan setelah ditetapkannya Keputusan Presiden tentang Rincian Anggaran Belanja
Pemerintah Pusat (RABPP). selanjutnya sesuai dengan pasal 22 Peraturan Pemerintah
tersebut, pada tahap penganggaran, setelah menerima RKA-Kl yang ditetapkan menjadi
RKA-satker, kepala daerah (gubernur, bupati, walikota) melakukan penyiapan perangkat
daerah yang akan melaksanakan program dan kegiatan Dekonsentrasi dan Tugas
Pembantuan. selain itu kepala daerah (gubernur/bupati/walikota) juga melakukan koordinasi,
pengendalian, pembinaan, pengawasan dan pelaporan pelaksanaan Dekonsentrasi dan Tugas
Pembantuan dengan kementerian/lembaga terkait seperti diatur dalam Pasal 72 dan Pasal 73
Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2008.
Ketentuan dalam Pasal 72 dan Pasal 73 Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2008
tersebut telah sejalan dengan ketentuan dalam pasal 3 ayat (1) huruf i Peraturan Pemerintah
Nomor 19 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tugas dan Wewenang serta
Kedudukan Keuangan gubernur sebagai Wakil Pemerintah di Wilayah Provinsi, yang
menyatakan bahwa gubernur sebagai wakil pemerintah memiliki tugas melaksanakan urusan
pemerintah yang antara lain meliputi koordinasi pembinaan dan pengawasan
penyelenggaraan Tugas Pembantuan di daerah provinsi dan kabupaten/kota. Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2010 dimaksud juga menggaris-bawahi bahwa salah satu peran
dan tugas utama gubernur adalah melakukan koordinasi dan sinkronisasi dalam setiap tahap
dan dengan seluruh stakeholders agar tujuan penyelenggaran pemerintahan dapat tercapai
secara efektif dan efisien.
C. Dana Urusan Bersama
1. Pengertian dan Sumber Pendanaan
Urusan Bersama Pusat dan Daerah adalah urusan pemerintahan di luar
urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan sepenuhnya Pusat, yang
diselenggarakan bersama oleh Pusat, Daerah Provinsi, dan Daerah
Kabupaten/Kota.
Penanggulangan Kemiskinan adalah kebijakan dan program Pemerintah dan
Pemda yang dilakukan secara sistematis, terencana, dan bersinergi dengan dunia
usaha dan masyarakat untuk mengurangi jumlah penduduk miskin dalam rangka
meningkatkan derajat kesejahteraan rakyat.
Pendanaan Urusan Bersama adalah pendanaan yang bersumber dari APBN
dan APBD yang digunakan untuk mendanai program/kegiatan bersama Pusat dan
daerah untuk penanggulangan kemiskinan. Dana Urusan Bersama yang
selanjutnya disebut DUB, adalah dana yang bersumber dari APBN. Dana Daerah
untuk Urusan Bersama yang selanjutnya disebut DDUB, adalah dana yang
bersumber dari APBD.
2. Latar Belakang Pendanaan Urusan Bersama
Dalam rangka penanggulangan kemiskinan, pemerintah melaksanakan
berbagai program, salah satunya adalah Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat (PNPM) Mandiri, yang mencakup jangkauan yang luas. PNPM
Mandiri merupakan program pemerintah yang melibatkan Daerah, serta
memerlukan dana pendamping dari Daerah.
Dahulu, pemerintah menyalurkan dana melalui mekanisme Dekonsetrasi
dan Tugas Pembantuan, yang ditambahkan dengan dana pendamping dari Daerah.
Ketentuan mengenai dana pendamping tersebut belum diatur pada sebuah
peraturan perundang-undangan maupun pedoman teknis lainnya, sehingga
pelaksanaannya menjadi rancu. Atas dasar tersebut, akhirnya dibuatlah peraturan
mengenai Urusan Bersama yang pendanaannya berasal dari Pusat dan Daerah.
3. Prinsip Pendanaan Urusan Bersama
a. UB dapat didanai dari APBN, APBD, atau keduanya.
b. Pendanaan dari APBN dialokasikan melalui anggaran K/L dalam bentuk
DUB, sedangkan pendanaan dari APBD dialokasikan melalui SKPD dalam
bentuk DDUB.
c. Kesepakatan dituangkan dalam naskah perjanjian antara Pusat dan Daerah.
d. Pengelolaannya dilakukan dengan tertib, taat peraturan, efisien, ekonomis,
efektif, transparan, dan bertanggung jawab, serta adil dan patut.
e. Pendanaan UB ditujukan untuk program pemberdayaan kelompok masyarakat
miskin yang bertujuan untuk mengembangkan potensi dan memperkuat
kapasitasnya.
f. Kegiatan bersifat bantuan langsung ke masyarakat dan jenis belanja yang
dialokasikan didominasi dengan bantuan sosial.
4. Perencanaan dan Penganggaran
PMK 148/2014 pasal 5 dan 6, serta PMK 168/2009 pasal 7 menyebutkan hal-hal
sebagai berikut:
a. Perencanaan Program Penanggulangan Kemiskinan merupakan bagian dari
sistem perencanaan pembangunan nasional.
b. Kebijakan dan Program Penanggulangan Kemiskinan dikoordinasikan oleh
Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) Nasional/Provinsi/
Kabupaten/Kota.
c. Program/kegiatan yang akan didanai dari APBN wajib mengaju pada RKP dan
dituangkan dalam Renja-KL.
d. K/L memberitahukan indikasi program/kegiatan UB kepada kepala daerah
paling lambat pertengahan bulan Juni atau setelah ditetapkannya pagu
sementara (tembusan Menkokesra selaku Ketua TKPK Nasional).
e. Pemberitahuan tersebut disertai dengan informasi mengenai ketentuan
penyelenggaraan UB yang akan dituangkan ke dalam naskah perjanjian.
f. Menteri/pimpinan lembaga dan kepala daerah menandatangani naskah
perjanjian UB paling lambat minggu pertama bulan Desember atau setelah
ditetapkannya perpres tentang Rincian Anggaran Belanja Pemerintah Pusat.
Naskah perjanjian setidaknya memuat:
Subyek kerja sama
Rincian alokasi dan lokasi dana
Penanggung jawab pengelolaan UB
Komitmen daerah untuk tertib pelaporan LK
Jangka waktu kerja sama
g. Program/kegiatan yang didanai dari APBD wajib mengacu pada RKPD dan
dituangkan dalam Renja SKPD.
h. Dalam hal pemberitahuan indikasi program/kegiatan sesuai dengan kebijakan
Daerah, kepala daerah meneruskannya kepada SKPD sebagai bahan
penyusunan Renja SKPD, rencana penyediaan DDUB, dan pembahasan
dengan DPRD.
i. Kepala daerah menyampaikan usulan nama SKPD yang akan melaksanakan
program/kegiatan kepada K/L, disertai Surat Pernyataan Tanggung Jawab
Mutlak dari kepala daerah.
j. Dalam hal indikasi program/kegiatan tidak sesuai dengan kebijakan Daerah,
kepala daerah dapat menolaknya.
k. Rencana penyelenggaraan dan alokasi anggaran DUB disusun dengan
mempertimbangkan kemampuan keuangan negara (APBN), indeks fiskal dan
kemiskinan daerah (IFKD), serta indikator teknis.
l. IFKD disusun dan ditetapkan oleh Menkeu, serta disampaikan kepada
Bappenas dan K/L terkait dengan tembusan kepada TKPK Nasional paling
lambat bulan Maret sebelum penyusunan Renja-KL.
5. Indeks Fiskal dan Kemiskinan Daerah (IFKD)
Menurut PMK 142/2015 tentang Indeks Fiskal dan Kemiskinan Daerah
Tahun Anggaran 2015, IFKD terdiri dari:
a. Indeks Ruang Fiskal Daerah (IRFD)
IFRD= KFD riil per kapita DaerahRata−rata KFD riil per kapitaNasional
KFD riil per kapita Daerah= KFDεPenduduk x IKK Daerah
KFD = kemampuan keuangan daerah + transfer ke daerah – belanja wajibdimana
KFD: Kemampuan Fiskal Daerah
IKK: Indeks Kemahalan Konstruksi
Kemampuan keuangan daerah: PAD, lain-lain pendapatan daerah yang sah
Transfer ke daerah: Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, Dana
Penyesuaian, Dana Otonomi Khusus
b. Indeks Persentase Penduduk Miskin Daerah (IPPMD)
IPPMD= IKM DaerahRata−rata IKM Nasional
dimana
IKM: Indeks Kemiskinan Manusia (atau Persentase Penduduk Miskin)
Nilai rata-rata nasional untuk IFRD dan IPPMD adalah 1. Selanjutnya, hasil
penghitungan IFRD dan IPPMD dikaitkan masing-masing sebagai sumbu tegak
dan mendatar dalam peta kuadran.IPPMD
Berdasarkan peta kuadran tersebut, diperoleh kelompok daerah berikut:
a. Kelompok 1: IRFD dan IPPMD di atas rata-rata nasional (IRFD>1, IPPMD>1)
b. Kelompok 2: IRFD di bawah rata-rata nasional, IPPMD di atas rata-rata
nasional (IRFD<1, IPPMD>1)
c. Kelompok 3: IRFD dan IPPMD di bawah rata-rata nasional (IRFD<1,
IPPMD<1)
d. Kelompok 4: IRFD di atas rata-rata nasional, IPPMD di bawah rata-rata
nasional (IRFD>1, IPPMD<1)
Kelompok tersebut digunakan untuk merencanakan lokasi dan alokasi
DUB, serta menentukan besaran DDUB. Besaran presentase DDUB ditetapkan
lebih lanjut melalui Keputusan Ketua TKPK Nasional.
6. Pencairan dan Penyaluran
a. Pencairan DUB secara umum dilakukan sesuai dengan mekanisme yang
berlaku dalam pembayaran atas beban APBN, sedangkan ketentuan lebih
lanjut diatur dengan Perdirjen Perbendaharaan.
b. DUB disalurkan secara langsung kepada masyarakat, kelompok masyarakat
dan/atau lembaga partsipatif masyarakat dalam bentuk uang.
c. DUB yang telah ditransfer ke rekening masyarakat, kelompok masyarakat
dan/atau lembaga partsipatif masyarakat harus telah dimanfaatkan sesuai
IFRD
dengan rencana selambat-lambatnya 3 bulan setelah tahun anggaran
bersangkutan berakhir.
d. Apabila dalam jangka waktu sebagaimana tersebut di atas, dana tersebut
belum dimanfaatkan maka dana tersebut harus disetorkan ke rekening kas
umum negara.
e. Mekanisme pencairan dan penyaluran DDUB berpedoman pada peraturan
yang mengatur mengenai pengelolaan keuangan daerah.
7. Pelaporan dan Pertanggungjawaban
a. SKPD yang menjadi pelaksana kegiatan penanggulangan kemiskinan (DUB
dan DDUB) wajib menyusun Laporan Keuangan berupa:
Neraca;
Laporan Realisasi Anggaran; dan
Catatan atas Laporan Keuangan
b. Tata cara penyusunan dan penyampaian laporan keuangan DUB mengacu
pada Peraturan Menteri Keuangan tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan
Keuangan Pemerintah Pusat.
c. Tata cara penyusunan dan penyampaian laporan keuangan DDUB mengacu
ketentuan peraturan mengenai pengelolaan keuangan daerah dan Sistem
Akuntansi Pemerintah Daerah
d. Kepala daerah melampirkan laporan keuangan tahunan atas pelaksanaan DUB
dalam Laporan Pertanggungjawaban APBD kepada Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD) sebagai wujud transparansi dan akuntabilitas DUB dan
DDUB.
8. Pembinaan
a. TKPK Nasional melakukan koordinasi pembinaan terhadap efektivitas
pelaksanaan UB untuk penanggulangan kemiskinan minimal 3 bulan sekali.
b. Bappenas melakukan pembinaan terhadap efektivitas perencanaan dan
perencanaan program.
c. Menteri/pimpinan lembaga dan kepala daerah melakukan pembinaan terhadap
efektivitas pengelolaan kegiatan UB untuk penanggulangan kemiskinan.
d. Menteri Keuangan melakukan pembinaan terhadap pengelolaan DUB dalam
hal: efisiensi dan efektivitas alokasi anggaran; pelaksanaan anggaran; dan
penyusunan indeks fiskal dan kemiskinan di daerah dan pengelolaan
informasi.
e. Kepala daerah melakukan pembinaan terhadap efisiensi dan efektivitas
pengelolaan DDUB.
9. Pengawasan
a. TKPK Nasional melakukan koordinasi pengawasan dan pengendalian terhadap
efektivitas pelaksanaan UB untuk penanggulangan kemiskinan minimal 3
bulan sekali.
b. Menteri/pimpinan lembaga dan kepala daerah melakukan pengawasan dan
pengendalian terhadap efektivitas pengelolaan kegiatan UB untuk
penanggulangan kemiskinan.
c. Menteri Keuangan melakukan pembinaan terhadap pengelolaan DUB dalam
hal: efisiensi dan efektivitas alokasi anggaran; pelaksanaan anggaran; dan
penyusunan indeks fiskal dan kemiskinan di daerah dan pengelolaan
informasi.
d. Kepala daerah melakukan pembinaan terhadap efisiensi dan efektivitas
pengelolaan DDUB.
e. Pengawasan dilaksanakan dalam rangka peningkatan efisiensi dan efektivitas
pengelolaan DUB dan DDUB.
DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kemenkeu RI. 2011. Pelengkap Buku Pegangan
2011 – Peningkatan Kualitas Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah Dalam
Mendorong Pertumbuhan Ekonomi.
UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional
UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan
Peraturan Menteri Keuangan No. 156/PMK.07/2008 sebagaimana diubah dengan PMK No. 248/PMK.07/2010 tentang Pedoman Pengelolaan Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan
Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2004 tentang Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga
Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan
Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah
Peraturan Menteri Keuangan No. 171/PMK.06/2007 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat
Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah
Peraturan Presiden No. 13 Tahun 2009 sebagaimana diubah dalam Peraturan Presiden No. 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan
Peraturan Menteri Keuangan No. 168/PMK/07/2009 sebagaimana diubah dengan PMK No. 148/PMK.07/2014 tentang Pedoman Pendanaan Urusan Bersama Pusat dan Daerah Untuk Penanggulangan Kemiskinan
Peraturan Menteri Keuangan No. 142 Tahun 2015 tentang Indeks Fiskal dan Kemiskinan
Daerah dalam Rangka Perencanaan Pendanaan Urusan Bersama Pusat dan Daerah
untuk Penanggulangan Kemiskinan Tahun 2015.