30 BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP …repository.unair.ac.id/13766/10/10. Bab 3.pdf31 bawaan. Pada...

14
BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP PELANGGARAN KETENTUAN PENGOLAHAN DAN PEMURNIAN HASIL PENAMBANGAN KOMODITAS TAMBANG MINERAL DI DALAM NEGERI 1. Pembangunan Unit Pengolahan dan Pemurnian Guna Melaksanakan Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Semenjak diterbitkannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009, menjadi sebuah keharusan yang baru bagi pengusaha komoditas tambang untuk melaksanakan pengolahan dan pemurnian di dalam negeri sebelum melakukan penjualan ke luar negeri (ekspor). Khususnya bagi pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Kegiatan pengolahan dan pemurnian tersebut sebagai salah satu upaya yang digalakkan oleh pemerintah agar hasil tambang yang diperoleh dari penambangan di dalam negeri mendapatkan nilai tambah. Untuk mendapatkan nilai tambah dari hasil tambang dengan pengolahan dan pemurnian di dalam negeri dilakukan dengan menggunakan unit pengolahan dan pemurnian yang dikenal dengan “smelter”. Unit pengolahan dan pemurnian yang disebut smelter” sebagai fasilitas pengolahan hasil tambang yang berfungsi untuk meningkatkan kandungan logam, hingga logam tersebut mencapai tingkat yang diinginkan atau yang memenuhi standar sebagai bahan baku akhir. Dalam industri pertambangan mineral logam, smelter merupakan bagian dari sebuah proses produksi. Dimana mineral yang diperoeh dari hasil penambangan alam yang dilakukan di dalam negeri biasanya masih tercampur dengan kotoran atau mineral 30 ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga Skripsi KONFLIK PENGATURAN EKSPOR MINERAL DI INDONESIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2009 DENGAN ATURAN PELAKSANANYA LIONITA DEBRINA SAFIETY

Transcript of 30 BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP …repository.unair.ac.id/13766/10/10. Bab 3.pdf31 bawaan. Pada...

Page 1: 30 BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP …repository.unair.ac.id/13766/10/10. Bab 3.pdf31 bawaan. Pada umumnya hasil tambang jarang yang ditemukan dalam keadaan mempunyai kadar mineral atau

30

BAB III

AKIBAT HUKUM TERHADAP PELANGGARAN KETENTUAN PENGOLAHAN

DAN PEMURNIAN HASIL PENAMBANGAN KOMODITAS TAMBANG MINERAL

DI DALAM NEGERI

1. Pembangunan Unit Pengolahan dan Pemurnian Guna Melaksanakan Kegiatan

Pengolahan dan Pemurnian

Semenjak diterbitkannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009, menjadi sebuah

keharusan yang baru bagi pengusaha komoditas tambang untuk melaksanakan

pengolahan dan pemurnian di dalam negeri sebelum melakukan penjualan ke luar negeri

(ekspor). Khususnya bagi pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Izin Usaha

Pertambangan Khusus (IUPK). Kegiatan pengolahan dan pemurnian tersebut sebagai

salah satu upaya yang digalakkan oleh pemerintah agar hasil tambang yang diperoleh dari

penambangan di dalam negeri mendapatkan nilai tambah.

Untuk mendapatkan nilai tambah dari hasil tambang dengan pengolahan dan

pemurnian di dalam negeri dilakukan dengan menggunakan unit pengolahan dan

pemurnian yang dikenal dengan “smelter”. Unit pengolahan dan pemurnian yang disebut

“smelter” sebagai fasilitas pengolahan hasil tambang yang berfungsi untuk meningkatkan

kandungan logam, hingga logam tersebut mencapai tingkat yang diinginkan atau yang

memenuhi standar sebagai bahan baku akhir.

Dalam industri pertambangan mineral logam, smelter merupakan bagian dari

sebuah proses produksi. Dimana mineral yang diperoeh dari hasil penambangan alam

yang dilakukan di dalam negeri biasanya masih tercampur dengan kotoran atau mineral

30

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi KONFLIK PENGATURAN EKSPOR MINERAL DI INDONESIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2009 DENGAN ATURAN PELAKSANANYA

LIONITA DEBRINA SAFIETY

Page 2: 30 BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP …repository.unair.ac.id/13766/10/10. Bab 3.pdf31 bawaan. Pada umumnya hasil tambang jarang yang ditemukan dalam keadaan mempunyai kadar mineral atau

31

bawaan. Pada umumnya hasil tambang jarang yang ditemukan dalam keadaan

mempunyai kadar mineral atau logam berharga yang tinggi dan siap untuk dijual atau

cocok untuk diproses lebih lanjut. Maka dari itu perlu dilakukan pengolahan dan

pemurnian untuk memisahkan komoditas tambang mineral yang diinginkan atau yang

berharga dan kemudian ditingkatkan kadarnya sesuai batasan yang ditentukan.

Pembangunan unit pengolahan dan pemurnian “smelter” menjadi sebuah

kewajiban bagi pemegang IUP dan IUPK. Dengan membangun unit pengolahan dan

pemurnian “smelter” ini, tidak hanya dapat menambah nilai jual dari komoditas tambang

mineral tetapi juga dapat membuka lapangan kerja baru. Dimana tentunya akan

dibutuhkan tenaga-tenaga kerja atau bahkan ahli-ahli untuk mengoperasikan unit

pengolahan dan pemurnian “smelter” tersebut.

Pembangunan unit pengolahan dan pemurnian “smelter” di dalam negeri harus

dilakukan selambat-lambatnya lima tahun sejak ditetapkannya Undang-Undang Nomor 4

Tahun 2009,67

yang berarti bahwa pada tahun 2014 seluruh perusahaan tambang yang

telah berproduksi harus sudah membangun unit pengolahan dan pemurnian di dalam

negeri.

1.1. Kerja Sama Pengolahan dan Pemurnian di Dalam Negeri

Untuk melakukan pengolahan dan pemurnian di dalam negeri, maka pengusaha

tambang dapat membangun unit pengolahan dan pemurnian “smelter” sendiri atau

melakukan kerjasama dengan badan usaha, koperasi, atau perseorangan yang telah

67

Pasal 170 Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi KONFLIK PENGATURAN EKSPOR MINERAL DI INDONESIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2009 DENGAN ATURAN PELAKSANANYA

LIONITA DEBRINA SAFIETY

Page 3: 30 BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP …repository.unair.ac.id/13766/10/10. Bab 3.pdf31 bawaan. Pada umumnya hasil tambang jarang yang ditemukan dalam keadaan mempunyai kadar mineral atau

32

mendapatkan IUP atau IUPK.68

Selain itu, dapat pula melalui kerja sama dengan

pemegang Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi lainnya, Izin Usaha Pertambangan

Khusus Operasi Produksi lainnya, dan/atau pemegang Izin Usaha Pertambangan Operasi

Produksi Khusus untuk pengolahan dan/atau pemurnian.69

Bentuk kerja sama untuk melakukan pengolahan dan pemurnian dapat dilakukan

dengan:70

1. Jual beli bijih (raw material atau ore) atau konsentrat; atau

2. Kegiatan untuk melakukan proses pengolahan dan/ atau pemurnian.

Rencana untuk melakukan kerja sama pengolahan dan pemurnian tersebut dapat

dilaksanakan setelah mendapatkan persetujuan dari menteri, gubernur, dan bupati /

walikota. Dibutuhkan persetujuan dari menteri apabila:71

1. Rencana kerja sama dilakukan antara pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP)

Operasi Produksi atau Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Operasi

Produksi yang diterbitkan oleh menteri dengan:

a). Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi lainnya atau Izin Usaha

Pertambangan Khusus (IUPK) Operasi Produksi lainnya yang diterbitkan oleh

Menteri;

b). Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi lainnya yang diterbitkan

oleh gubernur atau bupati/walikota;

c). Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi khusus untuk pengolahan

dan/atau pemurnian yang diterbitkan oleh Menteri;

2. Rencana kerja sama dilakukan antara pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP)

Operasi Produksi yang diterbitkan oleh 2 (dua) gubernur yang berbeda;

3. Rencana kerja sama dilakukan antara oemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP)

Operasi Produksi yang diterbitkan oleh 2 (dua) bupati/walikota yang berbeda

provinsi;

4. Rencana kerja sama dilakukan antara pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP)

Operasi Produksi yang diterbitkan oleh bupati/walikota atau izin Usaha

68

Pasal 104 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 69

Pasal 5 Peraturan Menteri Energi, dan Sumber Daya Mineral Nomor 1 Tahun 2014 tentang

Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral di Dalam Negeri. 70

Pasal 6 ayat (1) Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1 Tahun 2014

tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral di Dalam

Negeri. 71

Pasal 6 ayat (2) huruf a Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1 Tahun

2014 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral di

Dalam Negeri.

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi KONFLIK PENGATURAN EKSPOR MINERAL DI INDONESIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2009 DENGAN ATURAN PELAKSANANYA

LIONITA DEBRINA SAFIETY

Page 4: 30 BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP …repository.unair.ac.id/13766/10/10. Bab 3.pdf31 bawaan. Pada umumnya hasil tambang jarang yang ditemukan dalam keadaan mempunyai kadar mineral atau

33

Pertambangan (IUP) Operasi Produksi yang diterbitkan oleh gubernur dengan Izin

Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi Khusus untuk pengolahan dan/atau

pemurnian yang diterbitkan oleh Menteri.

Untuk rencana kerja sama pengolahan dan pemurnian yang dapat dilaksanakan

setelah mendapatkan persetujua dari gubernur, apabila:72

1. Rencana kerja sama dilakukan antara pemegang IUP Operasi Produksi yang

diterbitkan oleh gubernur dengan:

a). IUP Operasi Produksi lainnya yang diterbitkan oleh gubernur dalam 1 (satu)

provinsi;

b). IUP Operasi Produksi lainnya yang diterbitkan oleh bupati/walikota dalam 1

(satu) provinsi;

c). IUP Operasi Produksi Khusus untuk pengolahan dan/atau pemurnian yang

diterbitkan oleh gubernur dalam 1 (satu) provinsi;

2. Rencana kerja sama dilakukan antara pemegang IUP Operasi Produksi yang

diterbitkan oleh bupati/walikota dengan IUP Operasi Produksi yang diterbitkan

oleh bupati/walikota lainnya dalam 1 (satu) provinsi;

3. Rencana kerja sama dilakukan antara pemegang IUP Operasi produksi yang

diterbitan oleh bupati/walikota dengan IUP Operasi Produksi Khusus untuk

pengolahan dan/atau pemurnian yang diterbitkan oleh gubernur.

Sedangkan rencana kerja sama yang membutuhkan persetujuan dari

bupati/walikota apabila rencana kerja sama dilakukan antara pemegang IUP Operasi

Produksi yang diterbitkan oleh bupati/walikota dengan:73

1. IUP Operasi Produksi lainnya yang diterbitkan oleh bupati/walikota dalam 1

(satu) kabupaten/kota;

2. IUP Operasi Produksi Khusus untuk pengolahan dan/atau pemurnian yang

diterbitkan oleh bupati/walikota dalam 1 (satu) kabupaten/kota.

Sedangkan bagi pemegang IUP Operasi Produksi, IUPK Operasi Produksi, dan

IUP Operasi Produksi Khusus untuk pengolahan dan/atau pemurnian melakukan

pengolahan dan/atau pemurnian bijih (raw material atau ore), konsentrat, atau produk

72

Pasal 6 ayat (2) huruf b Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1 Tahun

2014 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral di

Dalam Negeri. 73

Pasal 6 ayat (2) huruf c Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1 Tahun

2014 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral di

Dalam Negeri.

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi KONFLIK PENGATURAN EKSPOR MINERAL DI INDONESIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2009 DENGAN ATURAN PELAKSANANYA

LIONITA DEBRINA SAFIETY

Page 5: 30 BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP …repository.unair.ac.id/13766/10/10. Bab 3.pdf31 bawaan. Pada umumnya hasil tambang jarang yang ditemukan dalam keadaan mempunyai kadar mineral atau

34

antara mineral yang bersala dari luar negeri, untuk rencana kerja samanya dengan

pemasok wajib mendapatkan persetujuan lebih dahulu dari menteri.74

1.2. Larangan Kerja Sama Bagi Penambang Yang Tidak Memiliki Izin Usaha

Pertambangan dan Izin Usaha Pertambangan Khusus

Pada dasarnya yang dapat melakukan pengolahan dan pemurnian komoditas

tambang mineral adalah orang atau pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) atau

pemegang Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Dengan kata lain, berati yang boleh

melakukan pengolahan dan pemurnian dari hasil penambangan adalah pemegang Izin

Usaha Pertambangan (IUP) atau pemegang Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).

Berlaku pula dalam hal dilakukannya kerja sama untuk melakukan pengolahan

dan pemurnian di dalam negeri. Pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Izin

Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) dilarang melakukan pengolahan dan pemurnian

dari hasil penambangan yang tidak memiliki IUP, IPR, dan IUPK.75

Menurut Pasal 104

ayat (3) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009, yang mengatur larangan melakukan

pengolahan dan pemurnian dari hasil penambangan yang tidak memiliki IUP, IPR, atau

IUPK. Berarti bahwa yang dapat melakukan pengolahan dan pemurnian adalah

pemegang IUP dan IUPK.

Pelanggar ketentuan Pasal 104 ayat (3) tersebut dapat dijatuhi sanksi pidana

sebagaimana diatur dalam Pasal 161 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009, yang

menyatakan bahwa setiap orang atau pemegang IUP Operasi Produksi atau IUPK Operasi

Produksi yang menampung, memanfaatkan, melakukan pengolahan dan pemurnian,

74

Pasal 6 ayat (4) Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1 Tahun 2014

tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral di Dalam

Negeri. 75

Pasal 104 ayat (3) Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi KONFLIK PENGATURAN EKSPOR MINERAL DI INDONESIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2009 DENGAN ATURAN PELAKSANANYA

LIONITA DEBRINA SAFIETY

Page 6: 30 BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP …repository.unair.ac.id/13766/10/10. Bab 3.pdf31 bawaan. Pada umumnya hasil tambang jarang yang ditemukan dalam keadaan mempunyai kadar mineral atau

35

pengangkutan, penjualan mineral batubara yang bukan dari pemegang IUP dan IUPK,

atau izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37, Pasal 40 ayat (3), Pasal 43 ayat (2),

Pasal 48, Pasal 67 ayat (1), Pasal 74 ayat (1), Pasal 81 ayat (2), Pasal 103 ayat (2), Pasal

104 ayat (3), atau Pasal 105 ayat (1).

Sanksi hukum bagi pelanggar ketentuan Pasal 161 Undang-Undang Nomor 4

Tahun 2009, yaitu:

a. Sanksi pidana; dan

b. Sanksi denda.

Sanksi pidana bagi pelanggar ketentuan tersebut, yaitu pidana penjara 10 tahun,

sedangkan sanksi dendanya paling banyak sejumlah Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh

miliar rupiah). Sanksi yang diatur dalam Pasal 161 Undang-Undang Nomor 4 Tahun

2009 bersifat kumulatif, yang berarti bahwa kedua sanksi tersebut, yaitu sanksi pidana

penjara dan denda dapat dijatuhkan secara bersamaan kepada pelaku perbuatan pidana,

bukan bersifat alternatif (pilihan antara pidana penjara atau denda).76

2. Sanksi Atas Pelanggaran Ketentuan Pengolahan dan Pemurnian di Dalam Negeri

Hukum pertambangan mineral dan batubara merupakan kaidah hukum yang

bersifat khusus. Sifatnya yang khusus ini juga nampak dari sifat hubungan para pihak

yang bersifat administratif. Hukum pertambangan mineral dan batubara semenjak

terbitnya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 menjadi bersifat administrative, dimana

pemerintah maupun pemerintah daerah mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dalam

proses pemberian izin kepada pemegang IPR, IUP, dan IUPK.

Di dalam pemberian izin tersebut didasarkan kepada syarat-syarat yang telah

ditentukan dalam peraturan perundang-perundangan. Apabila syarat-syarat tersebut

76

Salim HS, Op.cit, Hlm. 307

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi KONFLIK PENGATURAN EKSPOR MINERAL DI INDONESIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2009 DENGAN ATURAN PELAKSANANYA

LIONITA DEBRINA SAFIETY

Page 7: 30 BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP …repository.unair.ac.id/13766/10/10. Bab 3.pdf31 bawaan. Pada umumnya hasil tambang jarang yang ditemukan dalam keadaan mempunyai kadar mineral atau

36

dipenuhi oleh calon pemegang izin, maka pemerintah dapat menetapkan izin secara

sepihak kepada pemegang IPR, IUP, dan IUPK. Namun, apabila syarat-syarat itu tidak

dipenuhi, maka pemerintah dapat menolak izin yang diajukan oleh calon pemegang izin.

Pemerintah juga dapat membatalkan segala bentuk izin, baik berupa IPR, IUP, maupun

IUPK secara sepihak, apabila pemegang IPR, IUP, dan IUPK tidak mematuhi dan

menaati segala ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam substansi izin dan ketentuan

perundang-undangan.

Lain halnya dengan sistem yang berlaku sebelum terbitnya Undang-Undang

Nomor 4 Tahun 2009 ini diterbitkan, yaitu sistem kontrak. Dimana pemerintah tidak

dapat membatalkan secara sepihak segala kontrak yang dibuat oleh dan antara pemerintah

dengan kontraktor atau pihak lainnya. Untuk membatalkan setiap kontrak yang dibuat

oleh para pihak, maka salah satu pihak dapat mengajukan pembatalan ke pengadilan atau

ke lembaga arbitrase internasional. Lembaga inilah nantinya yang akan membatalkan

kontrak yang dibuat oleh para pihak.

Mengingat sistem yang kini diberlakukan adalah sistem perizinan yang bersifat

administrative, maka bagi pemegang IPR, IUP, dan juga IUPK yang melakukan

pelanggaran dapat dijatuhi sanksi yang berupa sanksi administrasi. Penjatuhan sanksi

administrasi ini juga diterapkan apabila terjadi pelanggaran terhadap ketentuan

pengolahan dan pemurnian di dalam negeri.

Ketentuan pengolahan dan pemurnian di dalam negeri ini merupakan kewajiban

yang diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 kepada pemegang Izin

Usaha Pertambangan (IUP) dan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Kewajiban

tersebut sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 102, yang berbunyi “Pemegang IUP dan

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi KONFLIK PENGATURAN EKSPOR MINERAL DI INDONESIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2009 DENGAN ATURAN PELAKSANANYA

LIONITA DEBRINA SAFIETY

Page 8: 30 BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP …repository.unair.ac.id/13766/10/10. Bab 3.pdf31 bawaan. Pada umumnya hasil tambang jarang yang ditemukan dalam keadaan mempunyai kadar mineral atau

37

IUPK wajib meningkatkan nilai tambah sumber daya mineral dan/atau batubara dalam

pelaksanaan penambangan, pengolahan dan pemurnian, serta pemanfaatan mineral dan

batubara.” Pasal 103 pada ayat (1) yang berbunyi, “Pemegang IUP dan IUPK Operasi

Produksi wajib melakukan pengolahan dan pemurnian hasil penambangan di dalam

negeri.”

2.1. Sanksi Administrasi Sebagai Instrumen Penegakan hukum

Sebagaimana pendapat yang ditulis oleh J.B.J.M ten Berge yang menguraikan

intrumen penegakan hukum administrasi, meliputi:77

a. Pengawasan;

b. Penegakan sanksi.

Sanksi administrasi adalah penerapan sanksi oleh pemerintah terhadap pelanggaran

norma hukum administrasi.78

Sanksi administrasi merupakan bagian dari penegakan

hukum administrasi yang bersifat represif, karena penerapan sanksi administrasi selalu di

dahului oleh adanya pelanggaran norma hukum administrasi yang dalam hal ini adalah

pelanggaran terhadap kewajiban bagi pemegang IUP dan IUPK.

Dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tidak ditemukan rumusan tentang

sanksi administrasi. Esensi sanksi administrasi dalam bidang pertambangan merupakan

sanksi yang dijatuhkan oleh pemberi izin, apakah itu IPR, IUP, maupun IUPK terhadap

pemegang IPR, IUP, maupun IUPK, yang disebabkan karena melakukan pelanggaran

terhadap substansi izin dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

77

Tatik Sri Djatmiati, Urip Santoso, dan Lilik Pudjiastuti, Buku ajar hukum perizinan, Fakultas

hukum, Universitas Airlangga, Surabaya, 2005. Hlm, 35, dikutip dari Philipus M Hadjon, Penegakan

Hukum Administrasi Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup, Dalam Butir-Butir Gagasan tentang

Penyelenggaraan Hukum dan Pemerintah Yang Layak, Citra Aditya Abadi, Bandung, 1996. 78

Tatik Sri Djatmiati, Urip Santoso, dan Lilik Pudjiastuti, Op.cit, Hlm. 39

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi KONFLIK PENGATURAN EKSPOR MINERAL DI INDONESIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2009 DENGAN ATURAN PELAKSANANYA

LIONITA DEBRINA SAFIETY

Page 9: 30 BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP …repository.unair.ac.id/13766/10/10. Bab 3.pdf31 bawaan. Pada umumnya hasil tambang jarang yang ditemukan dalam keadaan mempunyai kadar mineral atau

38

Sasaran sanksi administrasi adalah kegiatan pelanggaran terhadap norma hukum

sanksi administrasi bukan kepada pelaku, sehingga tujuan sanksi administrasi adalah

untuk menghentikan pelangaran atau memulihkan pada keadaan semula.79

Maka terhadap

tujuan tersebut, penerapan sanksi administrasi dapat dilakukan meskipun tanpa didahului

oleh prosedur peradilan, mengingat prosedur peradilan membutuhkan waktu yang cukup

lama.

Pelaksanaan suatu sanksi administrasi berlaku sebagai suatu keputusan

(ketetapan) yang memberi beban (belastende beschikking).80

Hal itu membawa serta

hakekat (sifat) dari sanksi.81

Bagi jenis tindakan-tindakan penguasa terkandung secara

khusus adanya azaz kecermatan (zorgvuldigheidsbeginsel) dalam makna azaz umum

pemerintahan yang layak.82

Dengan cermat harus ditetapkan pada titik-titik mana seorang

warga dipandang telah lalai.83

Hampir selalu, seorang warga harus terlebih dahulu diberi

kesempatan memberikan pandangannya dan jika perlu menjelaskan mengapa ia lalai

(azaz pembelaan).84

Hanya dalam hal-hal tidak ada penangguhan tindakan tata usaha

negara yang dapat dipertanggung-jawabkan, tata usaha negara dapat dan harus segera

bertindak (tanpa terlebih dahulu memberitahu pada warga dan memberi kesempatan

padanya untuk mengajukan pembelaan).85

Mengingat prosedur penerapan sanksi administrasi dapat dilakukan tanpa

membutuhkan prosedur peradilan, agar tidak terjadi kesewenang-wenangan pemerintah

79

Ibid. 80

Philipus M Hadjon, Pengantar Hukum Administrasi, Gajah Mada University Press,

(Yogyakarta, 2008), Hlm. 247. 81

Ibid. 82

Ibid. 83

Ibid. 84

Ibid. 85 Ibid.

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi KONFLIK PENGATURAN EKSPOR MINERAL DI INDONESIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2009 DENGAN ATURAN PELAKSANANYA

LIONITA DEBRINA SAFIETY

Page 10: 30 BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP …repository.unair.ac.id/13766/10/10. Bab 3.pdf31 bawaan. Pada umumnya hasil tambang jarang yang ditemukan dalam keadaan mempunyai kadar mineral atau

39

dalam menjatuhkan sanksi administrasi, maka diperlukan beberapa elemen dalam

penerapan sanksi administrasi yang harus dipenuhi, yaitu:86

1. Legitimasi;

2. Instrumen Yuridis;

3. Norma hukum administrasi;

4. Kumulasi sanksi.

2.2. Pejabat Yang Berwenang Menjatuhkan Sanksi

Pejabat yang berwenang menjatuhkan sanksi administrasi kepada pelaku

pelanggaran, yaitu:87

1. Menteri;

2. Gubernur; dan

3. Bupati atau Walikota.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral menjatuhkan sanksi administrasi

terhadap pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan izin Usaha Pertambangan

Khusus (IUPK). Penjatuhan sanksi administrasi oleh Menteri Energi dan Sumber Daya

Mineral hanya terhadap pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang Wilayah Izin

Usaha Pertambangan (WIUP) nya berada pada lintas wilayah provinsi dan pejabat yang

menerbitkan Izin Usaha Pertambangan (IUP) tersebut adalah Menteri Energi dan Sumber

Daya Mineral sendiri. Sedangkan pejabat yang berwenang untuk menjatuhkan sanksi

administrasi terhadap pemegang Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) hanya

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral yang berwenang menerbitkan Izin Usaha

Pertambangan Khusus (IUPK) nya.

Gubernur hanya berwenang menjatuhkan sanksi adminstrasi terhadap pemegang

Izin Usaha Pertambangan (IUP), dimana Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP)

86

Tatik Sri Djatmiati, Urip Santoso, dan Lilik Pudjiastuti, Op, cit. Hlm. 41-40. 87

Pasal 151 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi KONFLIK PENGATURAN EKSPOR MINERAL DI INDONESIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2009 DENGAN ATURAN PELAKSANANYA

LIONITA DEBRINA SAFIETY

Page 11: 30 BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP …repository.unair.ac.id/13766/10/10. Bab 3.pdf31 bawaan. Pada umumnya hasil tambang jarang yang ditemukan dalam keadaan mempunyai kadar mineral atau

40

berada pada lintas wilayah kabupaten atau kota dalam 1 (satu) provinsi. Sedangkan

Bupati atau Walikota berwenang menjatuhkan sanksi administrasi terhadap pemegang

Izin Pertambangan Rakyat (IPR) dan Izin Usaha Pertambangan (IUP). Bupati atau

Walikota hanya berwenang menjatuhkan sanksi administrasi apabila Wilayah Izin Usaha

Pertambangan (WIUP) nya berada dalam 1 (satu) wilayah kabupaten atau kota.

2.3. Jenis-Jenis Sanksi Administrasi Bagi Pelanggar Ketetntuan Pengolahan dan

Pemurnian di Dalam Negeri

Dalam Pasal 151 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 telah ditentukan jenis

pelanggaran yang dapat dijatuhkan sanksi administrasi kepada pemegang Izin

Pertambangan Rakyat (IPR), Izin Usaha Pertambangan (IUP), dan Izin Usaha

Pertambangan Khusus (IUPK). Yang dapat dijatuhi sanksi administrasi adalah pelanggar

ketentuan Pasal 40 ayat (3), Pasal 40 ayat (5), Pasal 41, Pasal 43, Pasal 70, Pasal 71 ayat

(1), Pasal 74 ayat (4), Pasal 74 ayat (6), Pasal 81 ayat (1), Pasal 93 ayat (3), Pasal 95,

Pasal 96, Pasal 97, Pasal 98, Pasal 99, Pasal 100, Pasal 102, Pasal 103, Pasal 105 ayat (3),

Pasal 105 ayat (4), Pasal 107, Pasal 108 ayat (1), Pasal 110, Pasal 111 ayat (1), Pasal 112

ayat (1), Pasal 114 ayat (2), Pasal 115 ayat (2), Pasal 125 ayat (3), Pasal 126 ayat (1),

Pasal 128 ayat (1), Pasal 129 ayat (1), atau Pasal 130 ayat (2) Undang-Undang Nomor 4

Tahun 2009.88

Ada 3 (tiga) jenis sanksi administrasi yang dapat dijatuhkan kepada pemegang

Izin Pertambangan Rakyat (IPR), Izin Usaha Pertambangan (IUP), dan Izin Usaha

Pertambangan Khusus (IUPK) yang telah melakukan pelanggaran terhadap Undang-

88

Pasal 151 undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi KONFLIK PENGATURAN EKSPOR MINERAL DI INDONESIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2009 DENGAN ATURAN PELAKSANANYA

LIONITA DEBRINA SAFIETY

Page 12: 30 BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP …repository.unair.ac.id/13766/10/10. Bab 3.pdf31 bawaan. Pada umumnya hasil tambang jarang yang ditemukan dalam keadaan mempunyai kadar mineral atau

41

Undang Nomor 4 Tahun 2009 khususnya pelanggar ketentuan sebagaimana yang

disebutkan dalam Pasal 151. Jenis-jenis sanksi administrasi tersebut, yaitu:89

1. Peringatan tertulis;

2. Penghentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan eksplorasi atau operasi

produksi; dan/atau

3. Pencabutan IPR, IUP, atau IUPK.

Berdasarkan Pasal 151 tersebut, bagi pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP)

dan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) yang melakukan pelanggaran terhadap

Pasal 102 dan Pasal 103 yang mengatur ketentuan pengolahan dan pemurnian atau

dengan kata lain bagi pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Izin Usaha

Pertambangan Khusus (IUPK) yang tidak melakukan pengolahan dan pemurnian di

dalam negeri sebelum melakukan penjualan ke luar negeri (ekspor) dapat dijatuhi sanksi

administrasi. Sanksi administrasi dapat berupa peringatan tertulis, penghentian sementara

sebagian atau seluruh kegiatan eksplorasi atau operasi produksi, dan/atau pencabutan Izin

Usaha Pertambangan (IUP) atau Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Yang mana

sanksi administrasi tersebut dapat dijatuhkan oleh Menteri, Gubernur, atau

Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya.

Bagi pembuat peraturan penting untuk tidak hanya melarang tindakan-tindakan

yang tanpa disertai izin, tetapi juga terhadap tindakan-tindakan yang bertentangan dengan

peraturan perundang-undangan yang dapat dikaitkan dengan suatu izin.90

Sanksi-sanksi

administrasi yang khas, antara lain:91

1. Bestuurdwang (paksaan pemerintah);

2. Penarikan kembali keputusan (ketetapan) yang menguntungkan (izin,

pembayaran, subsidi);

89

Pasal 151 ayat (2) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 90

Philipus M Hadjon, Op,cit. Hlm. 245. 91

Ibid.

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi KONFLIK PENGATURAN EKSPOR MINERAL DI INDONESIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2009 DENGAN ATURAN PELAKSANANYA

LIONITA DEBRINA SAFIETY

Page 13: 30 BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP …repository.unair.ac.id/13766/10/10. Bab 3.pdf31 bawaan. Pada umumnya hasil tambang jarang yang ditemukan dalam keadaan mempunyai kadar mineral atau

42

3. Pengenaan denda administrasi;

4. Pengenaan uang paksa oleh pemerintah (dwangsom).

Dalam perkembangannya, sanksi administrasi mengalami perkembangan

sehingga muncul jenis-jenis sanksi administrasi baru yang dapat diterapkan oleh

pemerintah terhadap pelanggar, salah satu jenis sanksi administrasi tersebut adalah

penghentian sementara kegiatan yang berkaitan dengan keputusan atau izin yang

dikeluarkan oleh pemerintah.

Pasal 151 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 yang mengatur tentang

pemberian sanksi administrasi hanya menerapkan 3 jenis sanksi administrasi, yaitu

peringatan tertulis, penghentian sementara, dan pencabutan izin. Peringatan tertulis

sebagai salah satu jenis sanksi administrasi yang mana peringatan tertulis ini dilakukan

terlebih dahulu sebelum menerapkan sanksi administrasi lainnya, sebagai pelaksanaan

asas perlindungan hukum dan asas kepastian hukum.92

Peringatan tertulis tersebut

memuat:93

1. Jenis atau peraturan yang dilanggar;

2. Perintah yang jelas;

3. Waktu pelaksanaan perintah;

4. Ditujukan kepada yang berkepentingan; dan

5. Pembiayaan pelaksanaan perintah tersebut.

Penghentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan eksplorasi atau operasi

produksi memiliki tujuan agar tidak terjadi pelanggaran secara terus-menerus sehingga

kegiatan yang berkaitan dengan izin yang diperoleh baik sebagian atau seluruhnya

dihentikan secara sementara terlebih dahulu. Pemerintah yang akan menentukan berapa

lama jangka waktu penghentian sementara tersebut, dan pemegang izin dapat melakukan

kegiatan eksplorasi atau operasi produksi kembali setelah habisnya jangka waktu

92

Tatik Sri Djatmiati, Urip Santoso, dan Lilik Pudjiastuti, Op, cit. Hlm. 44. 93

Tatik Sri Djatmiati, Urip Santoso, dan Lilik Pudjiastuti. Op.cit Hlm. 43.

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi KONFLIK PENGATURAN EKSPOR MINERAL DI INDONESIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2009 DENGAN ATURAN PELAKSANANYA

LIONITA DEBRINA SAFIETY

Page 14: 30 BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP …repository.unair.ac.id/13766/10/10. Bab 3.pdf31 bawaan. Pada umumnya hasil tambang jarang yang ditemukan dalam keadaan mempunyai kadar mineral atau

43

penghentian sementara tersebut. Selama penghentian sementara tersebut pemegang izin

harus dapat memastikan dan meyakinkan pihak pemerintah bahwa tidak akan terjadi

pelanggaran kembali di kemudian hari baik dengan bentuk pelanggaran yang sama atau

berbeda.

Pencabutan izin atau penarikan kembali suatu keputusan tidak lain, adalah suatu

keputusan baru yang menarik kembali dan menyatakan tidak berlakunya lagi keputusan

yang terdahulu.94

Sebagai suatu keputusan, maka keputusan yang memuat penarikan

kembali atau pencabutan izin tersebut niscaya menimbulkan akibat hukum yang baru

bagi seorang warga atau badan hukum yang dikenakan keputusan tersebut.95

Dalam hal

ini adalah pencabutan izin terhadap perusahaan atau pengusaha tambang.

Pencabutan izin merupakan kewenangan instansi yang menetapkan izin tersebut,

dan kewenangan ini harus diatur dalam peraturan perundang-undangan.96

maka dalam hal

ini yang berwenang adalah menteri ESDM, Gubernur, dan Bupati/Walikota yang

menetapakan Izin Usaha Pertambangan (IUP) atau Izin Usaha Pertambangan Khusus

(IUPK). Terdapat dua hal terhadap suatu keputusan (ketetapan) dapat ditarik kembali:97

1. Yang berkepentingan tidak mematuhi pembatasan-pembatasan, syarat-syarat atau

ketentuan peraturan perundang-undangan yang dikaitkan pada izin, subsidi atau

pembayaran;

2. Yang berkepentingan pada waktu mengajukan permohonan untuk mendapat izin,

subsidi, atau pembayaran telah memberikan data yang sedemikian tidak benar

atau tidak lengkap, hingga apabila data itu diberikan secara benar atau lengkap

maka akan berlainan (misalnya: penolakan izin, dsb).

94

Philipus M Hadjon, Op.cit. Hlm. 259. 95

Ibid. 96

Tatik Sri Djatmiati, Urip Santoso, dan Lilik Pudjiastuti, Op.cit. Hlm. 42. 97

Philipus M Hadjon, Op.cit. Hlm. 258-259.

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi KONFLIK PENGATURAN EKSPOR MINERAL DI INDONESIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2009 DENGAN ATURAN PELAKSANANYA

LIONITA DEBRINA SAFIETY