3. PRESKAS SARAF ECHA.docx

40
BAB I STATUS PASIEN POLI SARAF RSUDZA BANDA ACEH IDENTITAS PASIEN Nama : Nn. N Umur : 56 tahun Alamat : Peusangan Agama : Islam Status Perkawinan : Menikah Suku : Aceh Nomor CM : 0-99-29-64 Pekerjaan : Guru Tanggal Pemeriksaan : 7 Oktober 2014 ANAMNESA Keluhan Utama Tangan kanan kebas dan tidak bisa menggenggam. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke poliklinik saraf dengan keluhan tangan terasa kebas dan tidak bisa menggenggam sejak 1 tahun yang lalu. Kebas dirasakan setiap saat dan memberat saat beraktifitas seperti saat menulis, mencuci dan membawa kendaraan. Kebas juga dirasakan pasien saat bangun tidur pagi. Pasien juga mengeluhkan tangan kanan tidak bisa menggenggam sehingga pasien sulit untuk melakukan aktifitas sehari-hari, terutama 1

Transcript of 3. PRESKAS SARAF ECHA.docx

BAB ISTATUS PASIEN POLI SARAFRSUDZA BANDA ACEH

IDENTITAS PASIENNama: Nn. NUmur: 56 tahunAlamat: PeusanganAgama: IslamStatus Perkawinan: MenikahSuku: AcehNomor CM: 0-99-29-64Pekerjaan: GuruTanggal Pemeriksaan: 7 Oktober 2014

ANAMNESAKeluhan UtamaTangan kanan kebas dan tidak bisa menggenggam.Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke poliklinik saraf dengan keluhan tangan terasa kebas dan tidak bisa menggenggam sejak 1 tahun yang lalu. Kebas dirasakan setiap saat dan memberat saat beraktifitas seperti saat menulis, mencuci dan membawa kendaraan. Kebas juga dirasakan pasien saat bangun tidur pagi. Pasien juga mengeluhkan tangan kanan tidak bisa menggenggam sehingga pasien sulit untuk melakukan aktifitas sehari-hari, terutama saat membawa kendaraan. Menurut pengakuan pasien, tangannya terasa kaku seperti baru memegang es batu. Pasien sudah pernah berobat sebelumnya dan 3 bulan yang lalu pasien telah melakukan operasi pada tangan kanannya karena keluhan tersebut, awalnya keluhan terasa berkurang namun 2 bulan terahir keluhan tersebut muncul kembali. Keluhan lain seperti mual (-), muntah (-), kejang (-), demam (-), sakit kepala (-), riwayat trauma disangkal, riwayat hipertensi disangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu1. Riwayat alergi disangkal2. Riwayat infeksi saluran pernafasan atas disangkal3. Riwayat trauma disangkal4. Riwayat hipertensi disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga1. Keluarga pasien tidak ada yang pernah mengalami keluhan yang sama dengan pasien2. Hipertensi disangkal.3. Diabetes Melitusdisangkal.4. Riwayat Stroke disangkal.5. Riwayat Kejang disangkal.

Riwayat Pemakaian ObatPasien mengaku pernah meminum obat untuk keluhan ditangannya namun pasien lupa nama obatnya.

Riwayat Kebiasaan SosialPasien adalah seorang guru yang aktifitas sehari-harinya adalah menulis dan mengetik didepan komputer. Pasien juga seorang ibu rumah tangga yang melakukan pekerjaan rumah sendirian dan pasien juga mengendarai kendaraan bermotor setiap kali pasien berpergian.

PEMERIKSAAN FISIKKeadaan Umum : BaikKesadaran: Compos mentisTekanan Darah: 120/00 mmHgNadi: 82 x/menitSuhu: 36,2oCPernafasan: 20 x/menitBerat Badan: 55 kgTinggi Badan: 155 cmKeadaan Gizi: Normoweight (IMT 22,89 kg/m2)

KulitWarna: Sawo matangTurgor: CepatParut/skar: Dijumpai pada telapak tangan kananSianosis: Ttidak dijumpaiIkterus: Tidak dijumpaiUdema: Tidak dijumpaiAnemia: Tidak dijumpaiSpider naevi: Tidak dijumpai

KepalaRambut: Hitam, sulit dicabutWajah: Simetris, udema (-), deformitas (-)Mata: Konjungtiva pucat (-/-), ikterik (-/-), sekret (-/-),refleks cahaya (+/+), Pupil bulat isokor, 3 mm/3 mmTelinga: Serumen(-/-)Hidung: Sekret(-/-)MulutBibir: Simetris, bibir kering (-), mukosa kering (-),sianosis (-)Lidah: Dalam batas normalTonsil: T1-T1Faring: Dalam batas normalLeherInspeksi: Simetris, retraksi (-)Palpasi: TVJR-2cmH2O, pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-)ThoraxInspeksiStatis: Simetris, bentuknormochest.Dinamis: Pernafasan torakoabdominal, retraksi suprasternal (-),retraksi intercostal (-), retraksi epigastrium (-)ParuInspeksi : Simetris saat statis dan dinamisPalpasi : sf Kanansf KiriDepan normal normalBelakang normal normal

Perkusi:KananKiriDepanSonorSonorBelakangSonorSonor

Auskultasi:KananKiriDepan vesikuler vesikulerBelakang vesikuler vesikulerJantungInspeksi: Ictus cordis tidak terlihatPalpasi: Ictus cordis teraba di ICS V, LMCSPerkusi: Batas-batas jantungAtas: ICS IIIKiri: ICS V, Linea MidClavicula SinistraKanan: Linea parasternal dextraAuskultasi: Bunyi Jantung I > Bunyi Jantung II, murmur tidakdijumpai, gallop tidak dijumpaiAbdomenInspeksi: Simetris, distensi tidak dijumpai, vena kolateral tidak dijumpaiPalpasi: Nyeri tekan tidak dijumpai, defans muscular tidak dijumpaiHepar: Tidak terabaLien: Tidak terabaGinjal: Ballotement (-)/(-)Perkusi: TimpaniAuskultasi : Peristaltik 5x/menit, kesan normal

GenitaliaTidak diperiksaAnusTidak diperiksa

Tulang BelakangBentuk: Simetris

Kelenjar Limfe Inguinal Pembesaran KGB: Tidak dilakukan

EkstremitasSuperiorInferiorKananKiriKananKiriSianosisnegatifnegatifnegatifnegatifOedema negatifnegatifnegatifnegatifStatus PsikiatriSikap dan tingkah laku : dalam normalPersepsi dan pola pikir : dalam batas normal

STATUS NEUROLOGISGCS : E4 M6 V5 = 15Pupil : isokor, bulat, ukuran 3 mm/3 mmReflek Cahaya : langsung (+/+), tidak langsung (+/+)Tanda Rangsang Meningeal (TRM): Kaku Kuduk (-), Laseque Test (-), Kernig Sign (-)

NervusCranialisKelompok OptikKananKiriNervus II (visual) Visus6/66/6 Lapangan pandangnormal normal Melihat warnabuta warna (-) buta warna (-)

Nervus III (otonom) Ukuran3 mm 3 mm Bentuk Pupilbulatbulat Reflek Cahayapositifpositif Nistagmusnegatif negatif Strabismusnegatif negatif

Nervus III, IV, VI (gerakan okuler) Lateralpositifpositif Ataspositifpositif Bawahpositifpositif Medialpositifpositif Diplopianegatifnegatif

Kelompok MotorikNervus V (fungsi motorik) Membuka Mulut: baik Menggigit dan mengunyah: baikNervus VII (fungsi motorik) Mengerutkan dahi: baik Menutup Mata: baik Menggembungkan pipi: baik Memperlihatkan gigi: baik Sudut bibir: simetris

Nervus IX (fungsi motorik) Bicara: baik Reflek menelan: baik

Nervus XI (fungsi motorik) Mengangkat bahu: baik Memutar kepala: baik

Nervus XII (fungsi motorik) Artikulasi lingualis: baik Menjulurkan lidah: baik

Kelompok Sensoris Nervus I (fungsi penciuman): baikNervus V (fungsi sensasi wilayah): baikNervus VII (fungsi pengecapan): baikNervus VIII (fungsi pendengaran): baik

BadanMotorik Gerakan Respirasi: torakoabdominal Gerakan Columna Vertebralis: simetris Bentuk Columna Vertebralis: kesan simetrisSensibilitas Rasa Suhu: normal Rasa nyeri: normal Rasa Raba: normal

Anggota Gerak AtasMotorikKananKiri Pergerakanaktifaktif Kekuatan 55445555 TonuspositifpositifRefleksKananKiri Biscepspositifpositif Triscepspositifpositif

Anggota Gerak BawahMotorik KananKiri Pergerakanaktifaktif Kekuatan 55555555 TonuspositifpositifKananKiri Patellapositifpositif Achillespositifpositif Babinskinegatifnegatif Chaddoknegatifnegatif Gordon negatifnegatif Oppenheimnegatifnegatif

Sensibilitas Rasa Suhu: normal Rasa nyeri: normal Rasa Raba: normal

Gerakan Abnormal : tidak ditemukanFungsi Vegetatif Miksi : normal Defekasi : normal

DIAGNOSADiagnosa ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan status neurologis1. Diagnosa Klinis: Neuropati nervus medianus di pergelangan tangan2. Diagnosa Etiologi : Kompresi pada nervus medianus3. Diagnosa Topis: Carpal Tunnel Syndrome4. Diagnosa Patologi:-5. Diagnosa banding: a. lnoracic outlet syndromeb. Pronator teres syndrome.c. Cervical radiculopathy

TERAPINon farmakologis Konservatif : mengistirahatkan pergelangan tangan Operatif : Neurolisis nervus medianus

Farmakologis Natrium diklofenak 2x1. Fitbon 3x1 Sohobion 1x1

Edukasi 1. Penjelasan mengenai keadaan pasien2. Mengistirahatkan tangan yang sakit dan jangan terlalu banyak menggunakan tangan yang sakit3. Menggunakan bidai pada posisi netral pergelangan tangan. Bidai dapat dipasang terus-menerus atau hanya pada malam hari selama 2-3 minggu.

PROGNOSISQuo ad vitam: dubia ad bonamQuo ad functionam: dubia ad bonam Quo ad sanactionam: dubia ad bonam

DISKUSI KASUS

Carpal Tunnel Syndrome (CTS) merupakan neuropati tekanan terhadap nervus medianus di dalam terowongan karpal pada pergelangan tangan, tepatnya di bawah fleksor retinakulum yang menyebabkan parestesi, mati rasa dan kelemahan otot di tangan. Penderita pada kasus ini didiagnosis dengan Carpal Tunnel Syndrome karena pada anamnesis didapatkan tangan yang terasa kebas dan tidak bisa menggenggam sejak 1 tahun yang lalu. Kebas dirasakan setiap saat terutama saat beraktifitas dan saat bangun tidur. Pasien juga mengeluhkan tangan kanan kaku seperti memegang es batu. Pasien sudah diopersi 3 buan yang lalu dengan keluhan tersebut. Awalnya keluhan membaik, namun keluhan kembali dan memberat dalam 2 bulan terahir. Pemeriksaan fisik pada ekstremitas atas dekstra didapatkan kekuatan motorik 5/5/4/4.Parastesi adalah sensasi abnormal berupa kesemutan, kebas, tertusuk atau terbakar yang tgerjadi tanpa stimulus dari luar. Kelemahan otot adalah hilangnya sebagian fungsi otot untuk satu atau lebih kelompok otot yang dapat menyebabkan gangguan mobilitas gangguan yang terkena. Penebalan pada fleksor retinakulum yang menyebabkan tekanan terhadap nervus medianus. Tekanan yang berulang-ulang dan lama akan mengakibatkan peninggian tekanan intravasikuler. Akibatnya aliran darah vena intravasikuler melambat. Kongesti yang terjadi ini akan mengganggu nutrisi intravasikuler lalu diikuti oleh anoksia yang akan merusak endotel. Kerusakan endotel ini akan mengakibatkan kebocoran protein sehingga terjadi edema epineural. Apabila kondisi ini terus berlanjut akan terjadi fibrosis epineural yang merusak serabut saraf. Lama-kelamaan safar menjadi atrofi dan digantikan oleh jaringan ikat yang mengakibatkan fungsi nervus medianus terganggu secara menyeluruh.Diagnoasa banding pada CTS adalah lnoracic outlet syndrome. Dijumpai atrofi otot-otot tangan lainnya selain otot-otot thenar. Gangguan sensorik dijumpai pada sisi ulnaris dari tangan dan lengan bawah. Pronator teres syndrome juga merupakan diagnose banding CTS karena keluhannya lebih menonjol pada rasa nyeri di telapak tangan daripada CTS karena cabang nervus medianus ke kulit telapak tangan tidak melalui terowongan karpal. Selain itu Cervical radiculopathy juga termasuk diagnosis banding CTS karena biasanya keluhannya berkurang bila leher diistirahatkan dan bertambah hila leher bergerak. Obstribusi gangguan sensorik sesuai dermatomnya.Pemeriksaan yang harus dilakukan untuk menegakan diagnosis CTS dengan menggunakan beberapa pemeriksaan fisik seperti Flick's sign, test wrist extension, tes Phalen's,tes Torniquet dan Tinel's sign. Pemeriksaan penunjang lain seperti EMG dapat menunjukkan adanya fibrilasi, polifasik, gelombang positif dan berkurangnya jumlah motor unit pada otot-otot thenar. Pada beberapa kasus tidak dijumpai kelainan pada otot-otot lumbrikal. EMG bisa normal pada 31 % kasus CTS. Pemeriksaan radiologis sinar X terhadap pergelangan tangan dapat membantu melihat apakah ada penyebab lain seperti fraktur atau artritis. Foto palos leher berguna untuk menyingkirkan adanya penyakit lain pada vertebra. USG, CT scan dan MRI dilakukan pada kasus yang selektif terutama yang akan dioperasi.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA2.1.DefinisiCarpal Tunnel Syndrome (CTS) merupakan neuropati tekanan atau cerutan terhadap nervus medianus di dalam terowongan karpal pada pergelangan tangan, tepatnya di bawah fleksor retinakulum (cit.Samuel 1979, Dejong 1979, Mumenthaler 1984)1. Dulu, sindroma ini juga disebut dengan nama acroparesthesia 1, median thenar neuritis atau partial thenar atrophy 2. CTS pertama kali dikenali sebagai suatu sindroma klinik oleh Sir James Paget pada kasus stadium lanjut fraktur radius bagian distal (1854). CTS spontan pertama kali dilaporkan oleh Pierre Marie dan C.Foix pada taboo 1913. Istilah CTS diperkenalkan oleh Moersch pada tabun 1938 1. Terowongan karpal terdapat di bagian sentral dari pergelangan tangan di mana tulang dan ligamentum membentuk suatu terowongan sempit yang dilalui oleh beberapa tendon dan nervus medianus. Tulang-tulang karpalia membentuk dasar dan sisi-sisi terowongan yang keras dan kaku sedangkan atapnya dibentuk oleh fleksor retinakulum (transverse carpal ligament dan palmar carpal ligament) yang kuat dan melengkung di atas tulang-tulang karpalia tersebut 3. Setiap perubahan yang mempersempit terowongan ini akan menyebabkan tekanan pada struktur yang paling rentan di dalamnya yaitu nervus medianus 4.

2.2. AnatomiTerowongan carpal (Carpal tunnel) dibentuk oleh beberapa tulang. Dasarnya terdiri dari os pisiform, tubercle os skafoid (prox) hook of os hamate, tubercle os trapezium (distal) yang nantinya saling dihubungkan oleh ligament karpal tranversum. Isi terowongan carpal (Carpal tunnel ) yaitu tendon muskulus flexor digitorm superficialis ( 4 tendon ), tendon muskulus flexor digitorum profundus ( 4 tendon ), tendon muskulus flexor policis longus ( 1 tendon ) dan nervus medisnus. Setiap perubahan yang mempersempit terowongan ini atau peningkatan ukuran isi (seperti pembengkakan jaringan pelumas di sekitar tendon fleksor), atau keduanya akan menyebabkan tekanan pada struktur yang paling rentan di dalamnya yaitu nervus medianus.

Gambar 1. Tulang carpal dan terowongan carpal

Gambar 2. Distribusi nervus medianus2.3.EpidemiologCarpal Tunnel Syndrome (CTS) merupakan neuropati tekanan atau cerutan terhadap nervus medianus di dalam terowongan karpal pada pergelangan tangan, tepatnya di bawah fleksor retinakulum (cit.Samuel 1979, Dejong 1979, Mumenthaler 1984)1. Dulu, sindroma ini juga disebut dengan nama acroparesthesia 1, median thenar neuritis atau partial thenar atrophy 2 CTS pertama kali dikenali sebagai suatu sindroma klinik oleh Sir James Paget pada kasus stadium lanjut fraktur radius bagian distal (1854) . CTS spontan pertama kali dilaporkan oleh Pierre Marie dan C.Foix pada taboo 1913. Istilah CTS diperkenalkan oleh Moersch pada tabun 1938 1. Terowongan karpal terdapat di bagian sentral dari pergelangan tangan di mana tulang dan ligamentum membentuk suatu terowongan sempit yang dilalui oleh beberapa tendon dan nervus medianus. Tulang-tulang karpalia membentuk dasar dan sisi-sisi terowongan yang keras dan kaku sedangkan atapnya dibentuk oleh fleksor retinakulum (transverse carpal ligament dan palmar carpal ligament) yang kuat dan melengkung di atas tulang-tulang karpalia tersebut 3. Setiap perubahan yang mempersempit terowongan ini akan menyebabkan tekanan pada struktur yang paling rentan di dalamnya yaitu nervus medianus 4.

2.4.EtiologiTerowongan karpal yang sempit selain dilalui oleh nervus medianus juga dilalui oleh beberapa tendon fleksor. Setiap kondisi yang mengakibatkan semakin padatnya terowongan ini dapat menyebabkan terjadinya penekanan pada nervus medianus sehingga timbulah CTS 1,4.

Gambar 3. Kompresi pada nervus medianusPada sebagian kasus etiologinya tidak diketahui, terutama pada penderita lanjut usia 5,8. Beberapa penulis menghubungkan gerakan yang berulang-ulang pada pergelangan tangan dengan bertambahnya resiko menderita gangguan pada pergelangan tangan termasuk CTS 2,3,12.Pada kasus yang lain etiologinya adalah 12 : 1. Herediter: neuropati herediter yang cenderung menjadi pressure palsy, misalnya HMSN ( hereditary motor and sensory neuropathies) tipe III. 2. Trauma: dislokasi, fraktur atau hematom pada lengan bawah, pergelangan tangan dan tangan .Sprain pergelangan tangan. Trauma langsung terhadap pergelangan tangan. Pekerjaan : gerakan mengetuk atau fleksi dan ekstensi pergelangan tangan yang berulang-ulang. 3. Infeksi: tenosinovitis, tuberkulosis, sarkoidosis. 4. Metabolik: amiloidosis, gout. 5. Endokrin : akromegali, terapi estrogen atau androgen, diabetes mellitus, hipotiroidi, kehamilan. 6. Neoplasma: kista ganglion, lipoma, infiltrasi metastase, mieloma. 7. Penyakit kolagen vaskular : artritis reumatoid, polimialgia reumatika, skleroderma, lupus eritematosus sistemik. 8. Degeneratif: osteoartritis. 9. Iatrogenik : punksi arteri radialis, pemasangan shunt vaskular untuk dialisis, hematoma, komplikasi dari terapi anti koagulan.

2.5. PatofisiologiAda beberapa hipotesa mengenai patogenese dari CTS. Parestesia adalah gejala yg sering di alami oleh pasien CTS. Penyebab parestesi terjadi jika syaraf dan pembuluh darah mengalami tekanan. Parestesia itu timbul bila terjadi iritasi pada serabut saraf yang membawa sensasi seperti kesemutan. Parestesia merupakan gangguan sensorik negatif yang disebut dengan defisit neurologik.Sebagian besar penulis berpendapat bahwa faktor mekanik vaskular memegang peranan penting dalam terjadinya CTS. Umumnya CTS terjadi secara kronis di mana terjadi penebalan fleksor retinakulum yang menyebabkan tekanan terhadap nervus medianus. Tekanan yang berulang-ulang dan lama akan mengakibatkan peninggian tekanan intravasikuler. Akibatnya aliran darah vena intravasikuler melambat. Kongesti yang terjadi ini akan mengganggu nutrisi intravasikuler lalu diikuti oleh anoksia yang akan merusak endotel.Kerusakan endotel ini akan mengakibatkan kebocoran protein sehingga terjadi edema epineural. Hipotesa ini menerangkan bagaimana keluhan nyeri dan sembab yang timbul terutama pada malam/pagi hari akan berkurang setelah tangan yang terlibat digerak-gerakkan atau diurut (mungkin akibat terjadinya perbaikan sementara pada aliran darah). Apabila kondisi ini terus berlanjut akan terjadi fibrosis epineural yang merusak serabut saraf. Lama-kelamaan safar menjadi atrofi dan digantikan oleh jaringan ikat yang mengakibatkan fungsi nervus medianus terganggu secara menyeluruh 1.

Gambar 4. Carpal tunnel syndrome

Gambar 5. Terowongan carpal

Pada CTS akut biasanya terjadi penekanan yang melebihi tekanan perfusi kapiler sehingga terjadi gangguan mikrosirkulasi dan timbul iskemik saraf. Keadaan iskemik ini diperberat lagi oleh peninggian tekanan intravasikuler yang menyebabkan berlanjutnya gangguan aliran darah. Selanjutnya terjadi vasodilatasi yang menyebabkan edema sehingga sawar darah-saraf terganggu. Akibatnya terjadi kerusakan pada saraf tersebut 1. Tekanan langsung pada safar perifer dapat pula menimbulkan invaginasi Nodus Ranvier dan demielinisasi lokal sehingga konduksi saraf terganggu 1.

2.6. Manifestasi KlinisPada tahap awal gejala umumnya berupa gangguan sensorik saja .Gangguan motorik hanya terjadi pada keadaan yang berat 5,12. Gejala awal biasanya berupa parestesia, kurang merasa (numbness) atau rasa seperti terkena aliran listrik (tingling) pada jari 1,2,3 dan setengah sisi radial jari 4 walaupun kadang-kadang dirasakan mengenai seluruh jari-jari. Keluhan parestesia biasanya lebih menonjol di malam hari. Gejala lainnya adalah nyeri di tangan yang juga dirasakan lebih berat pada malam hari sehingga sering membangunkan penderita dari tidurnya. Rasa nyeri ini umumnya agak berkurang bila penderita memijat atau menggerak-gerakkan tangannya atau dengan meletakkan tangannya pada posisi yang lebih tinggi. Nyeri juga akan berkurang bila penderita lebih banyak mengistirahatkan tangannya. Bila penyakit berlanjut, rasa nyeri dapat bertambah berat dengan frekuensi serangan yang semakin sering bahkan dapat menetap. Kadang-kadang rasa nyeri dapat terasa sampai ke lengan atas dan leher, sedangkan parestesia umumnya terbatas di daerah distal pergelangan tangan1,5,8,12,13 . Dapat pula dijumpai pembengkakan dan kekakuan pada jari-jari, tangan dan pergelangan tangan terutama di pagi hari. Gejala ini akan berkurang setelah penderita mulai mempergunakan tangannya 1,4. Hipesetesia dapat dijumpai pada daerah yang impuls sensoriknya diinervasi oleh nervus medianus 8. Pada tahap yang lebih lanjut penderita mengeluh jari-jarinya menjadi kurang trampil misalnya saat menyulam atau memungut benda-benda kecil. Kelemahan pada tangan juga dapat dijumpai, sering dinyatakan dengan keluhan adanya kesulitan yang dialami penderita sewaktu mencoba memutar tutup botol atau menggenggam 1,4,12. Pada penderita CTS pada tahap lanjut dapat dijumpai atrofi otot-otot thenar dan otot-otot lainnya yang diinnervasi oleh nervus melanus .2.7. DiagnosaDiagnosa CTS ditegakkan selain berdasarkan gejala-gejala di atas juga didukung oleh beberapa pemeriksaan yaitu : 1. Pemeriksaan fisik Harus dilakukan pemeriksaan menyeluruh pada penderita dengan perhatian khusus pada fungsi, motorik, sensorik dan otonom tangan. Beberapa pemeriksaan dan tes provokasi yang dapat membantu menegakkan diagnosa STK adalah 1,8 : a. Flick's sign. Penderita diminta mengibas-ibaskan tangan atau menggerak-gerakkan jari-jarinya. Bila keluhan berkurang atau menghilang akan menyokong diagnosa CTS. Harus diingat bahwa tanda ini juga dapat dijumpai pada penyakit Raynaud. b. Thenar wasting. Pada inspeksi dan palpasi dapat ditemukan adanya atrofi otot-otot thenar. c. Menilai kekuatan dan ketrampilan serta kekuatan otot secara manual maupun dengan alat dinamometer. Penderita diminta untuk melakukan abduksi maksimal palmar lalu ujung jari 1 dipertemukan dengan ujung jari lainnya. Di nilai juga kekuatan jepitan pada ujung jari-jari tersebut. Ketrampilan/ketepatan dinilai dengan meminta penderita melakukan gerakan yang rumit seperti menulis atau menyulam. d. Wrist extension test. Penderita melakukan ekstensi tangan secara maksimal, sebaiknya dilakukan serentak pada kedua tangan sehingga dapat dibandingkan. Bila dalam 60 detik timbul gejala-gejala seperti STK, maka tes ini menyokong diagnosa CTS. e. Phalen's test. Penderita melakukan fleksi tangan secara maksimal. Bila dalam waktu 60 detik timbul gejala seperti CTS, tes ini menyokong diagnosa. Beberapa penulis berpendapat bahwa tes ini sangat sensitif untuk menegakkan diagnosa CTS. f. Torniquet test. Dilakukan pemasangan tomiquet dengan menggunakan tensimeter di atas siku dengan tekanan sedikit di atas tekanan sistolik. Bila dalam 1 menit timbul gejala seperti CTS, tes ini menyokong diagnosa. g. Tinel's sign. Tes ini mendukung diagnosa hila timbul parestesia atau nyeri pada daerah distribusi nervus medianus kalau dilakukan perkusi pada terowongan karpal dengan posisi tangan sedikit dorsofleksi. h. Pressure test. Nervus medianus ditekan di terowongan karpal dengan menggunakan ibu jari. Bila dalam waktu kurang dari 120 detik timbul gejala seperti CTS, tes ini menyokong diagnosa. i. Luthy's sign (bottle's sign). Penderita diminta melingkarkan ibu jari dan jari telunjuknya pada botol atau gelas. Bila kulit tangan penderita tidak dapat menyentuh dindingnya dengan rapat, tes dinyatakan positif dan mendukung diagnosa. j. Pemeriksaan sensibilitas. Bila penderita tidak dapat membedakan dua titik (two-point discrimination) pada jarak lebih dari 6 mm di daerah nervus medianus, tes dianggap positif dan menyokong diagnosa. k. Pemeriksaan fungsi otonom. Diperhatikan apakah ada perbedaan keringat, kulit yang kering atau licin yang terbatas pada daerah innervasi nervus medianus. Bila ada akan mendukung diagnosa CTS. 2. Pemeriksaan neurofisiologi (elektrodiagnostik) 1,8,12,15.a. Pemeriksaan EMG dapat menunjukkan adanya fibrilasi, polifasik, gelombang positif dan berkurangnya jumlah motor unit pada otot-otot thenar. Pada beberapa kasus tidak dijumpai kelainan pada otot-otot lumbrikal. EMG bisa normal pada 31 % kasus CTS.b. Kecepatan Hantar Saraf (KHS). Pada 15-25% kasus, KHS bisa normal. Pada yang lainnya KHS akan menurun dan masa laten distal (distal latency) memanjang, menunjukkan adanya gangguan pada konduksi safar di pergelangan tangan. Masa laten sensorik lebih sensitif dari masa laten motorik.

3. Pemeriksaan radiologis 1,5,8. Pemeriksaan sinar X terhadap pergelangan tangan dapat membantu melihat apakah ada penyebab lain seperti fraktur atau artritis. Foto palos leher berguna untuk menyingkirkan adanya penyakit lain pada vertebra. USG, CT scan dan MRI dilakukan pada kasus yang selektif terutama yang akan dioperasi. 4. Pemeriksaan laboratorium 1,5,13. Bila etiologi CTS belum jelas, misalnya pada penderita usia muda tanpa adanya gerakan tangan yang repetitif, dapat dilakukan beberapa pemeriksaan seperti kadar gula darah , kadar hormon tiroid ataupun darah lengkap.

2.8. Diagnosa Banding1. lnoracic outlet syndrome. Dijumpai atrofi otot-otot tangan lainnya selain otot-otot thenar. Gangguan sensorik dijumpai pada sisi ulnaris dari tangan dan lengan bawah. 2. Pronator teres syndrome. Keluhannya lebih menonjol pada rasa nyeri di telapak tangan daripada CTS karena cabang nervus medianus ke kulit telapak tangan tidak melalui terowongan karpal. 3. Cervical radiculopathy. Biasanya keluhannya berkurang hila leher diistirahatkan dan bertambah hila leher bergerak. Oistribusi gangguan sensorik sesuai dermatomnya.4. de Quervain's syndrome. Tenosinovitis dari tendon muskulus abduktor pollicis longus dan ekstensor pollicis brevis, biasanya akibat gerakan tangan yang repetitif. Gejalanya adalah rasa nyeri dan nyeri tekan pada pergelangan tangan di dekat ibu jari. KHS normal. Finkelstein's test : palpasi otot abduktor ibu jari pada saat abduksi pasif ibu jari, positif bila nyeri bertambah. 2.9. Terapi Selain ditujukan langsung terhadap CTS, terapi juga harus diberikan terhadap keadaan atau penyakit lain yang mendasari terjadinya CTS. Oleh karena itu sebaiknya terapi CTS dibagi atas 2 kelompok, yaitu : 1. Terapi langsung terhadap CTS 1,8. a. Terapi konservatif. 1. Istirahatkan pergelangan tangan. 2. Obat anti inflamasi non steroid. 3. Pemasangan bidai pada posisi netral pergelangan tangan. Bidai dapat dipasang terus-menerus atau hanya pada malam hari selama 2-3 minggu. 4. lnjeksi steroid. Deksametason 1-4 mg 1 atau hidrokortison 10-25 mg 8 atau metilprednisolon 20 mg 14 atau 40 mg 12 diinjeksikan ke dalam terowongan karpal dengan menggunakan jarum no.23 atau 25 pada lokasi 1 cm ke arah proksimal lipat pergelangan tangan di sebelah medial tendon musculus palmaris longus. Bila belum berhasil, suntikan dapat diulangi setelah 2 minggu atau lebih. Tindakan operasi dapat dipertimbangkan bila hasil terapi belum memuaskan setelah diberi 3 kali suntikan. 5. Kontrol cairan, misalnya dengan pemberian diuretika. 6. Vitamin B6 (piridoksin). Beberapa penulis berpendapat bahwa salah satu penyebab CTS adalah defisiensi piridoksin sehingga mereka menganjurkan pemberian piridoksin 100-300 mg/hari selama 3 bulan 1. Tetapi beberapa penulis lainnya berpendapat bahwa pemberian piridoksin tidak bermanfaat bahkan dapat menimbulkan neuropati bila diberikan dalam dosis besar 1,5. 7. Fisioterapi. Ditujukan pada perbaikan vaskularisasi pergelangan tangan.

b. Terapi operatif. Tindakan operasi pada CTS disebut neurolisis nervus medianus pada pergelangan tangan. Operasi hanya dilakukan pada kasus yang tidak mengalami perbaikan dengan terapi konservatif atau hila terjadi gangguan sensorik yang berat atau adanya atrofi otot-otot thenar 8. Pada CTS bilateral biasanya operasi pertama dilakukan pada tangan yang paling nyeri walaupun dapat sekaligus dilakukan operasi bilateral. Penulis lain 16 menyatakan bahwa tindakan operasi mutlak dilakukan hila terapi konservatif gagal atau bila ada atrofi otot-otot thenar, sedangkan indikasi relatif tindakan operasi adalah hilangnya sensibilitas yang persisten.

Gambar 6. Operasi CTS

Biasanya tindakan operasi CTS dilakukan secara terbuka dengan anestesi lokal, tetapi sekarang telah dikembangkan teknik operasi secara endoskopik. Operasi endoskopik memungkinkan mobilisasi penderita secara dini dengan jaringan parut yang minimal, tetapi karena terbatasnya lapangan operasi tindakan ini lebih sering menimbulkan komplikasi operasi seperti cedera pada safar 8,12,14. Beberapa penyebab CTS seperti adanya massa atau anomali maupun tenosinovitis pacta terowongan karpal lebih baik dioperasi secara terbuka 14. 2. Terapi terhadap keadaan atau penyakit yang mendasari CTS 1Keadaan atau penyakit yang mendasari terjadinya CTS harus ditanggulangi, sebab bila tidak dapat menimbulkan kekambuhan CTS kembali. Pada keadaan di mana CTS terjadi akibat gerakan tangan yang repetitif harus dilakukan penyesuaian ataupun pencegahan. Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya CTS atau mencegah kekambuhannya antara lain 3: Usahakan agar pergelangan tangan selalu dalam posisi netral Perbaiki cara memegang atau menggenggam alat benda. Gunakanlah seluruh tangan dan jari-jari untuk menggenggam sebuah benda, jangan hanya menggunakan ibu jari dan telunjuk. Batasi gerakan tangan yang repetitif. Istirahatkan tangan secara periodik. Kurangi kecepatan dan kekuatan tangan agar pergelangan tangan memiliki waktu untuk beristirahat. Latih otot-otot tangan dan lengan bawah dengan melakukan peregangan secara teratur. Di samping itu perlu pula diperhatikan beberapa penyakit yang sering mendasari terjadinya CTS seperti 1: trauma akut maupun kronik pada pergelangan tangan dan daerah sekitarnya, gagal ginjal, penderita yang sering dihemodialisa,myxedema akibat hipotiroidi, akromegali akibat tumor hipofise, kehamilan atau penggunaan pil kontrasepsi, penyakit kolagen vaskular, artritis, tenosinovitis, infeksi pergelangan tangan, obesitas dan penyakit lain yang dapat menyebabkan retensi cairan atau menyebabkan bertambahnya isi terowongan karpal. 2.10. PrognosisPada kasus CTS ringan, dengan terapi konservatif pacta umumnya prognosa baik 1,17. Secara umum prognosa operasi juga baik, tetapi karena operasi hanya melakukan pada penderita yang sudah lama menderita CTS penyembuhan post ratifnya bertahap. Perbaikan yang paling cepat dirasakan adalah hilangnya rasa nyeri yang kemudian diikuti perbaikan sensorik. Biasanya perbaikan motorik dan otot- otot yang mengalami atrofi baru diperoleh kemudian. Keseluruhan proses perbaikan CTS setelah operasi ada yang sampai memakan waktu 18 bulan 1. Bila setelah dilakukan tindakan operasi, tidak juga diperoleh perbaikan maka dipertimbangkan kembali kemungkinan berikut ini 1,8 : 1. Kesalahan menegakkan diagnosa, mungkin jebakan/tekanan terhadap nervus medianus terletak di tempat yang lebih proksimal. 2. Telah terjadi kerusakan total pada nervus medianus. 3. Terjadi CTS yang baru sebagai akibat komplikasi operasi seperti akibat edema, perlengketan, infeksi, hematoma atau jaringan parut hipertrofik. Komplikasi yang dapat dijumpai adalah kelemahan dan hilangnya sensibilitas yang persisten di daerah distribusi nervus medianus. Komplikasi yang paling berat adalah reflek sympathetic dystrophy yang ditandai dengan nyeri hebat, hiperalgesia, disestesia dan ganggaun trofik 17. Sekalipun prognosa CTS dengan terapi konservatif maupun operatif cukup baik ,tetapi resiko untuk kambuh kembali masih tetap ada. Bila terjadi kekambuhan, prosedur terapi baik konservatif atau operatif dapat diulangi kembali.

BAB IIIKESIMPULAN

Carpal Tunnel Syndrome (CTS) adalah neuropati jebakan yang sering ditemukan, lebih banyak mengenai wanita dan sering ditemukan pada usia pertengahan. Sindroma ini bisa unilateral maupun bilateral. Sebagian kasus CTS tidak diketahui penyebabnya sedangkan pada kasus yang diketahui, penyebabnya sangat bervariasi. Kebanyakan penulis berpendapat bahwa CTS mempunyai hubungan yang erat dengan penggunaan tangan secara repetitif dan berlebihan. Gejala awal CTS umumnya hanya berupa gangguan sensorik seperti rasa nyeri, parestesia, rasa tebal dan tingling pada daerah yang diinnervasi nervusmus. Gejala-gejala ini umumnya bertambah berat pada malam hari dan berkurang bila pergelangan tangan digerak-gerakkan atau dipijat. Gejala motorik hanya dijumpai pada penderita CTS yang sudah berlangsung lama, demikian pula adanya atrofi otot-otot thenar. Penegakan diagnosa CTS didasarkan atas gejala klinis dan pemeriksaan fisik yang meliputi berbagai macam tes. Pemeriksaan penunjang lainnya seperti pemeriksaan radiologis, laboratoris dan terutama pemeriksaan neurofisiologi dapat membantu usaha menegakkan diagnosa. Penatalaksanaan CTS dikelompokkan atas 2 dengan sasaran yang berbeda. Terapi yang langsung ditujukan terhadap CTS harus selalu disertai terapi terhadap keadaan atau penyakit yang mendasari terjadinya CTS. Terapi terhadap CTS dikelompokkan lagi atas terapi konservatif dan terapi operatif ( operasi terbuka atau endoskopik). Sekalipun prognosanya baik, kemungkinan kambuh masih tetap ada.

DAFTAR PUSTAKA

1. Moeliono F. Etiologi, Diagnosis dan Terapi Sindroma Terowongan Karpal (S.T.K.) atau (Carpal Tunnel Syndrome/CTS). Neurona. 1993; 10 : 16-27.2. DeJong RN. The Neurologic Examination revised by AF.Haerer, 5th ed, JB Lippincott, Philadelphia, 1992; 557-559.3. Krames Communication (booklet). Carpal Tunnel Syndrome. San Bruno (CA) : Krames Comm ; 1994: 1-7.4. Salter RB. Textbook of Disorders and Injuries of the Musculoskeletal System. 2nd ed. Baltimore: Williams&Wilkins Co; 1983.p.274-275.5. Adams RD, Victor M, Ropper AH. Principles of Neurology. 6th ed. New York:McGraw-Hill ; 1997.p.1358-1359.6. Weimer LH. Nerve and Muscle Disease. In : Marshall RS, Mayer SA, editors. on Call Neurology. Philadelphia: WB Saunders Co; 1997 .p.254-256.7. Walshe III TM. Diseases of Nerve and Muscle. In: Samuels MA, editor. Manual of Neurologic Therapeutics. 5th ed. Boston : Little, Brown and Co; 1995.p.381-382. 8. Greenberg MS. Handbook of Neurosurgery. 3rd ed. Lakeland (Florida) : Greenberg Graphics; 1994.p.414-419. 9. Devinsky o, Feldman E, Weinreb HJ, Wilterdink JL. The Resident's Neurology Book. Philadelphia: F.A. Davis Co;1997.p.173-174.10. Rosenbaum R. Occupational and Use Mononeuropathies. In:Evans RW, editor. Neurology and Trauma. Philadelphia: WB Saunders Co; 1996.p.403-405. 11. Lindsay KW, Bone I .Neurology and Neurosurgery Illustrated. 3rd ed. New York : Churchill Livingstone ;1997.p.435. 12. Gilroy J. Basic Neurology. 3rd ed. New York: McGraw-Hill ; 2000.p.599-601. 13. Gunderson CH. Quick Reference to Clinical Neurology. Philadelphia: JB Lippincott Co; 1982.p.370-371. 14. Rosenbaum R. Carpal Tunnel Syndrome. In : Johnson RT, Griffin JW, editors. Current Therapy in Neurologic Disease. 5th ed. St.Louis :Mosby ;1997.p.374-379.

11