3. ISI
-
Upload
aisyah-fathirin-nuril-jannah -
Category
Documents
-
view
216 -
download
0
description
Transcript of 3. ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pendidikan merupakan sistem dan cara meningkatkan kualitas hidup
manusia dalam segala aspek kehidupan manusia. Dalam sejarah umat manusia,
hampir tidak ada kelompok manusia yang tidak menggunakan pendidikan sebagai
alat pembudayaan dan meningkatkan kualitasnya, sekalipun dalam masyarakat
yang masih terbelakang. Sejalan dengan perkembangan ilmu pendidikan,
pendidikan memiliki nuansa berbeda antara daerah yang satu dengan daerah yang
lain, sehingga banyak bernunculan pemikiran-pemikiran yang dianggap sebagai
penyesuaian proses pendidikan dengan kebutuhan yang diperlukan. Karenanya,
banyak teori yang di kemukakan para pemikir yang bermuara pada munculnya
berbagai aliran-aliran filsafat atau gerakan-gerakan pendidikan.
Aliran-aliran filsafat atau gerakan-gerakan pendidikan muncul sebagai
reaksi terhadap konsep dan parktik pendidikan yang mendahuluinya, yang
menawarkan solusi demi pemecahan masalah yang telah timbul. Tiap aliran
mempunyai pandangan yang berbeda-beda mengenai pendidikan dalam kaitannya
dengan masyarakat dan kebudayaannya. Pengkajian filosofis terhadap pendidikan
mutlak diperlukan, karena kajian seperti ini akan melihat pendidikan dalam suatu
realitas yang komperhensip.
Oleh karena itu, dalam makalah ini akan dibahas tentang kajian filosofis
yang berkaitan tentang gerakan-gerakan pembaharuan pendidikan atau aliran-
aliran filsafat yang di dalamnya akan memuat gerakan-gerakan Progresivisme,
Essensialisme, Perenialisme dan Konstruktivisme. Bagaimana pemikiran mereka
dan siapa saja tokoh-tokohnya.
1
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam
makalah ini adalah sebagai berikut:
1.2.1 Bagaimanakah pemikiran dari gerakan Progresivisme dan siapa saja
tokohnya?
1.2.2 Bagaimanakah pemikiran dari gerakan Essensialisme dan siapa saja
tokohnya?
1.2.3 Bagaimanakah pemikiran dari gerakan Perenialisme dan siapa saja
tokohnya?
1.2.4 Bagaimanakah pemikiran dari gerakan Konstruktivisme dan siapa saja
tokohnya?
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dalam makalah ini
adalah sebagai berikut:
1.3.1 Memahami pemikiran dari gerakan Progresivisme dan tokoh-tokohnya
1.3.2 Memahami pemikiran dari gerakan Essensialisme dan tokoh-tokohnya
1.3.3 Memahami pemikiran dari gerakan Perenialisme dan tokoh-tokohnya
1.3.4 Memahami pemikiran dari gerakan Konstruktivisme dan tokoh-tokohnya
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Gerakan-gerakan Pendidikan
2.1.1 Progresivisme dan Essensialisme
2.1.1.1 Progresivisme
Progresivisme adalah gerakan pendidikan yang dilakukan oleh suatu
perkumpulan yang dilandasi konsep-konsep filsafat tertentu, dan sangat
berpengaruh dalam pendidikan bangsa Amerika pada permulaan abad kedua
puluh. Perkumpulan Pendidikan Progresivisme didirikan pada tahun 1918.
Progresivisme anti terhadap otoritarianisme dan absolutisme dalam
berbagai bidang kehidupan, terutama dalam bidang kehidupan agama, moral,
sosial, politik, dan ilmu pengetahuan. Progresivisme melancarkan suatu gerakan
untuk perubahan sosial dan budaya dengan penekanan pada perkembangan
individual dan mencakup cita-cita seperti, cooperation yaitu kerja sama dalam
berbagai aspek kehidupan, sharing yaitu berbagi peran dan turut ambil bagian
dalam berbagai kegiatan, dan adjustment yaitu fleksibel untuk dapat
menyesuaikan diri dengan berbagai perubahan yang terjadi.
1. Filsafat Pendukung yang Melandasi
Progresivisme didukung atau dilandasi oleh filsafat pragmatisme dari
John Dewey. Perubahan masyarakat yang dilontarkan Dewey adalah perubahan
secara evolusi, sedangkan kaum progresif mengharapkan perubahan yang
sangat cepat, agar lebih cepat mencapai tujuan.
2. Pandangan Ontologi
a. Ontologinya bersifat evolusionistis dan pluralistis.
3
b. Progresivisme memandang manusia sebagai subyek yang bebas dan
memiliki potensi intelegensi (akal dan kecerdasan) sebagai instrumen untuk
mampu menghadapi dan memecahkan berbagai masalah.
c. Menurut Dewey, “pengalaman adalah kunci pengertian manusia atas segala
sesuatu.....”. Pengalaman adalah suatu realita yang telah meresap dan
membina pribadi, ciri dinamika hidup, dan perjuangan. Pengalaman
manusia mempunyai empat karakteristik:
Spatial adalah pengalaman selalu terjadi di suatu tempat tertentu dalam
lingkungan hidup manusia.
Temporal adalah pengalaman mengalami perkembangan dan perubahan
dari waktu ke waktu.
Dinamis adalah pengalaman menuntut adaptasi dan readaptasi dalam
semua variasi perubahan yang terjadi terus-menerus.
Pluralitas adalah pengalaman yang terjadi seluas adanya hubungan antar
aksi individu yang terlibat.
d. Progresivisme memandang pengalaman merupakan bagian perjuangan
untuk hidup, untuk itu pengalaman harus diolah oleh pikiran.
3. Pandangan Epistemologi
a. Progresivisme mengajarkan bahwa pengetahuan diperoleh melalui
pengalaman dan cara-cara ilmiah yang mengaplikasikan logika deduktif dan
induktif.
b. Pengetahuan dikatakan benar apabila dapat diverifikasi dan diaplikasikan
atau diimplementasikan dalam kehidupan.
c. Pengetahuan diperoleh melalui pengalaman yang bersifat relatif dan
berubah.
4. Pandangan Aksiologi
a. Progresivisme menafsirkan hakikat nilai (etika) secara empiris, yaitu
berdasarkan pengalaman atau kondisi riil manusia.
b. Sifat nilai berada dalam proses, relatif, kondisional, dan dinamis. Nilai
memiliki kualitas sosial dan individual.
4
c. Sesuatu dikatakan baik apabila berguna dalam praktik hidup dan kehidupan.
d. Progresivisme memandang demokrasi sebagai nilai ideal yang wajib
dilaksanakan dalam semua bidang kehidupan. Demokrasi adalah nilai
individual sekaligus nilai sosial.
5. Pandangan tentang Pendidikan
a. Menurut Progresivisme pendidikan selalu dalam proses perkembangan yang
merekontruksi pengalaman yang terus menerus. Progresivisme menekankan
6 prinsip mengenai pendidikan dan atau belajar, yakni:
1. Pendidikan seharusnya adalah hidup itu sendiri bukan persiapan untuk
kehidupan
2. Belajar harus langsung berhubungan dengan minat anak
3. Belajar melalui pemecahan masalah lebih diutamakan daripada
pemberian bahan pelajaran
4. Guru berperan sebagai pemberi nasehat bukan untuk mengarahkan
5. Sekolah harus menggerakkan kerjasama adri pada kompetisi
6. Demokrasilah satu-satunya yang memberi tempat dan menggerakkan
pribadi-pribadi saling tukar-menukar ide secara bebas
b. Pendidikan bertujuan agar peserta didik (individu) memiliki kemampuan
memecahkan berbagai masalah baru dalam kehidupan pribadi maupun
kehidupan sosial.
c. Sekolah yang baik adalah masyarakat yang baik dalam bentuk kecil,
sedangkan pendidikan yang mencerminkan keadaan dan kebutuhan
masyarakat perlu dilakukan secara teratur sebagaimana halnya dalam
lingkungan sekolah.
d. Kurikulum tidak ada yang universal, melainkan berbeda-beda sesuai kondisi
yang ada.
e. Peranan guru adalah membimbing siswa dalam kegiatan pemecahan
masalah. Guru menolong siswa dalam menentukan dan memilih masalah-
masalah yang bermakna, menemukan sumber-sumber data yang relevan,
menafsirkan dan menilai akurasi data, serta merumuskan kesimpulan. Guru
5
dituntut untuk lebih sabar, fleksibel, berpikir interdisipliner, kreatif dan
cerdas. Sedang peserta didik berperan sebagai organisme yang memiliki
kemampuan luar biasa untuk tumbuh.
6. Tokoh Progresif
George Axtelle, William O. Stanley, Ernest Bayley adalah sebagian tokoh
progresif.
2.1.1.2 Essensialisme
Gerakan essensialisme muncul pada awal tahun 1930. Tokoh aliran ini
adalah william C. Bayley, Thomas Briggs, Frederick Breed, dan Isac L, Kandell.
Esensialisme mengadakan protes terhadap progresivisme, namun dalam protes
tersebut tidak menentang secara keseluruhan pada progresivisme seperti yang
dilakukan perenialisme. Essensialisme berusaha mencari dan mempertahankan
hal-hal yang esensial, yaitu sesuatu yang bersifat inti atau hakikat fundamental
atau unsur mutlak yang menentukan keberadaan sesuatu.
1. Filsafat Pendukung
Essensialisme didukung atau dilandasi oleh filsafat Idealisme dan
realisme.
2. Pandangan Ontologi
a. Ontologi Idealisme: realitas yang hakiki adalah dunia ideal, sedangkan
realitas material hanyalah copy dari realitas ideal. Manusia adalah
mikrokosmos. Segala yang ada dan akan terjadi di dunia adalah menurut
tata tertentu yang bersumber dari yang absolut.
b. Ontologi Realisme: realitas bersifat eksternal dan objektif, di dalam realitas
alam terdapat hukum-hukum objektif (kausalitas). Manusia dan masyarakat
tunduk pada hukum-hukum tersebut. Manusia mempunyai intelegensi
sebagai alat untuk menyesuaikan diri (beradaptasi) terhadap lingkungan.
6
3. Pandangan Epistemologi
a. Epistemologi Idealisme: sumber pengetahuan adalah “dari dalam” diri
karena manusia mempunyai ide bawaan. Pengetahuan diperoleh melalui
berpikir, intuisi atau introspeksi. Uji kebenaran pengetahuan melalui teori
uji koherensi dan konsistensi.
b. Epistemologi Realisme: menurut realisme obyektif sumber pengetahuan
adalah dunia luar subyek, pengetahuan diperoleh melalui pengalaman atau
pengamatan. Kebenaran pengetahuan diuji melalui teori uji korespondensi.
4. Pandangan Aksiologi
a. Aksiologi Idealisme: nilai bersumber dari realitas Absolut, nilai bersifat
abadi/tidak berubah.
b. Aksiologi Realisme: nilai bersumber dari hukum alam dan adat istiadat
masyarakat.
5. Pandangan tentang Pendidikan
a. Pendidikan
Bagi penganut Essensialisme percaya bahwa pendidikan harus berdasarkan
kepada nilai-nilai kebudayaan yang telah ada sejak awal peradapan manusia.
b. Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan adalah alat untuk meneruskan warisan budaya dan
warisan sejarah melalui pengetahuan inti yang terakumulasi dan telah
bertahan dalam kurun waktu yang lama.Pendidikan bertujuan
mentransmisikan kebudayaan untuk menjamin solidaritas sosial dan
kesejahteraan umum.
c. Sekolah
Fungsi utama sekolah adalah memelihara nilai-nilai yang telah turun-
temurun, dan menjadi penuntun penyesuaian orang (individu) kepada
masyarakat. Sekolah yang baik adalah sekolah yang berpusat pada
masyarakat yaitu sekolah yang mengutamakan kebutuhan dan minat
masyarakat.
7
d. Kurikulum
Kurikulum (isi pendidikan) direncanakan dan diorganisasi orang dewasa
atau guru sebagai wakil masyarakat (society centered). Kurikulum terdiri
atas berbagai mata pelajaran yang berisi ilmu pengetahuan, agama dan seni
yang dipandang esensial.
e. Metode
Metode pendidikan essensialisme menyarankan agar sekolah-sekolah
mempertahankan metode-metode tradisional yang berhubungan dengan
disiplin mental.
f. Peranan guru dan peserta didik.
Guru atau pendidik berperan sebagai mediator atau jembatan antara dunia
masyarakat atau orang dewasa dengan dunia anak.
g. Prinsip – prinsip Pendidikan
1) Pendidikan harus dilakukan melalui usaha keras, tidak begitu saja timbul
dari dalam siswa.
2) Inisiatif pendidikan ditekankan pada guru bukan pada siswa.
3) Inti proses pendidikan adalah asimilasi dari mata pelajaran yang telah
ditentukan.
4) Sekolah harus mempertahankan metode – metode tradisional yang
bertautan dengan disiplin mental.
5) Tujuan akhir pendidikan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan
umum.
8
2.1.2 Perenialisme dan Konstruktivisme
2.1.2.1 Perenialisme
Perenialisme merupakan suatu aliran dalam pendidikan yang lahir pada
abad ke-20. Perenialisme berasal dari kata perennial yang berarti abadi, kekal,
selalu, perenialisme lahir sebagai suatu reaksi terhadap pendidikan progresif.
Menurut pandangan perenialisme, tugas utama pendidikan adalah mempersiapkan
anak didik kearah kematangan.
Perenialisme adalah gerakan pendidikan yang memprotes terhadap
gerakan pendidikan progresivisme dan berpendapat bahwa pendidikan
hendaknya merupakan suatu pencarian dan penanaman kebenaran - kebenaran
dan nilai - nilai tersebut.
Perenialisme percaya mengenai adanya nilai-nilai, norma-norma yang
bersifat abadi dalam kehidupan ini. Perenialisme mempunyai kesamaan dengan
Essensialisme dalam hal menentang Progrevisme yang membedakan adalah
prinsip perenialist yang relegius. Dikatakan demkian, sebab sekalipun
adaperenialist yang sekuler, namun mereka merupakan minoritas dalam
Perenialisme.
1. Filsafat Pendukung
Gagasan-gagasan perenialisme merupakan integritas antara asas-asas
filosofis Yunani klasik dengan asas-asas religius Kristen yang berkembang
pada abad pertengahan. Tokohnya adalah Plato dan Aristoteles. Pada abad
kedua puluhan perenialisme dipengaruhi dan didukung oleh filsafat
Humanisme Rasional dan Supernaturalisme yang tokoh-tokohnya adalah :
Robert M. Hutchins dan Mortimer J. Adler, yang mempunyai reputasi
internasional sebagai perenialist.
Mohammad Noor Syam mengemukakan pandangan perenialis, bahwa
pendidikan harus lebih banyak mengarahkan pusat perhatiannya pada
kebudayaan ideal yang telah teruji dan tangguh. Perenialisme memandang
pendidikan sebagai jalan kembali atau proses mengembalikan keadaan manusia
sekarang seperti dalam kebudayaan ideal.
9
2. Pandangan Ontologis
Menurut Perenialisme manusia membutuhkan jaminan bahwa realitas
bersifat universal-realitas itu ada dimanapun dan sama di setiap waktu. Realitas
bersumber dan bertujuan akhir kepada realitas Supernatural/Tuhan (asas
Supernatural).
3. Pandangan Epistemologi
Manusia sebagai makhluk berpikir akan dapat memperoleh pengetahuan
tentang diri kita dan dunia sebagaimana adanya. Memang Perenialisme
mengakui bahwa impresi atau kesan melalui pengamatan tentang individual
thing adalah pangkal pengertian tentang kebenaran. Prinsip self-evidence
( bukti diri ) amat penting dalam perenialisme yang merupakan asas bagi suatu
kebenaran dan untuk membuktikan kebenaran. Berpikir dalam rangka
memperoleh pengetahuan yang benar hanya mungkin atas dasar hukum-hukum
berpikir secara deduktif (syllogisme). Perenialisme mengakui adanya hubungan
antara science dan filsafat, namun science memiliki kedudukan lebih tinggi.
4. Pandangan Aksiologi
Pandangan tentang hakikat nilai menurut Perenialisme adalah pandangan
mengenai hal-hal yang bersifat spiritual atau Absolut atau Ideal (Tuhan) adalah
sumber nilai dan oleh karena itu nilai selalu bersifat teologis. (Imam Barnadib,
1984).
Secara teologis, manusia perlu mencapai kebaikan tertinggi, yaitu nilai
yang merupakan suatu kesatuan dengan Tuhan. Menurut Aristoteles, kebajikan
dapat dibedakan: yaitu yang moral dan yang intelektual.
5. Pandangan tentang Pendidikan
Perenialisme memandang education as culture regression, pendidikan
sebagai jalan kembali atau proses mengembalikan keadaan manusia sekarang
seperti dalam kebudayaan masa lampau yang dianggap sebagai kebudayaan
ideal. Robert M. Hutchins mengemukakan “pendidikan mengimplikasikan
pengajaran – pengajaran mengimplikasikan pengetahuan – pengetahuan
10
mengimplikasikan kebenaran – kebenaran dimanapun dan kapanpun adalah
sama. Karena itu dimanapun dan kapanpun pendidikan adalah sama”.
Teori atau konsep pendidikan perenialisme dilatarbelakangi oleh filsafat
“ filsafat Plato sebagai Bapak Idealisme Klasik, filsafat Aristoteles sebagai
Bapak Realisme Klasik, dan filsafat Thomas Aquina yang mencoba
memadukan antara filsafat Aristoteles dengan ajaran Gereja Katolik yang
tumbuh pada zamannya1. Tujuan utama pendidikan adalah membina pemimpin
yang sadar akan asas normative dan melaksanakannya dalam semua aspek
kehidupan.
Beberapa pandangan tokoh perenialisme terhadap pendidikan:
1. Menurut Plato “Program pendidikan yang ideal harus didasarkan atas paham
adanya nafsu, kemauandan akal”
2. Menurut Aristoteles “Perkemhangan budi merupakan titik pusat perhatian
pendidikan dengan filsafat sebagai alat untuk mencapainya”
3. Menurut Thomas Aquina “Pendidikan adalah menuntun kemampuan-
kemampuan yang masih tidur agar menjadi aktif atau nyata”
Menurut Perenialisme tujuan pendidikan adalah membantu peserta didik
menyingkapkan dan menginternalisasikan nilai-nilai kebenaran yang abadi
agar mencapai kebijakan dan kebaikan dalam hidup.
Sekolah bagi perenialisme merupakan peraturan-peraturan yang artificial
dimana peserta didik berkenalan dengan hasil yang paling baik dari warisan
sosial-budaya.
Kurikulum pendidikan bersifat subyect centered berpusat pada materi
pelajaran yang bersifat uniform, universal, dan abadi. Perenialisme
menggunakan metode membaca dan diskusi.
Peranan guru bukan sebagai perantara antara dunia dengan jiwa anak,
melainkan guru juga sebagai “murid” yang mengalami proses belajar
sementara mengajar.
11
2.1.2.2 Konstruktivisme
1. Latar Belakang
Konstruktivime adalah aliran filsafat yang tema utamanya berkenaan
dengan hakikat pengetahuan. Konstruktivisme berimplikasi terhadap
pendidikan, khususnya dalam bidang pendidikan sains dan matematika. Ada 3
jenis konstruktivisme, yaitu :
a. Konstruktivisme Psikologis Personal, yang menekankan bahwa pribadi
(subyek) sendirilah yang mengonstruksikan pengetahuan.
b. Konstruktivisme Sosiologis, yang lebih menekankan masyarakat sebagai
pembentuk pengetahuan.
c. Sosiokulturalisme, yang mengakui baik peranan aktif personal maupun
masyarakat dan lingkungan dalam pembentukan pengetahuan.
Aliran-aliran terdahulu seperti idealisme, rasionalisme, empirisme atau
Obyektivisme sebagai paradigma lama mulai diragukan kebenarannya.
Contohnya paradigma lama yang menyatakan bahwa pengetahuan itu sudah
ada sebagai suatu fakta atau kenyataan, atau bahwa pengetahuan dapat
ditransfer dari guru kepada peserta didik, sekarang mulai diragukan banyak
orang dalam bidang epistemologi dan pendidikan. Sebaliknya, mereka mulai
menerima paradigma Konstruktivisme yang menyatakan bahwa pengetahuan
seseorang adalah konstruksi (bentukan) orang yang bersangkutan karena itu
transfer pengetahuan dari guru kepada peserta didik tidaklah mungkin.
2. Filsafat Pendukung
Giambatista Vico yang merupakan cikal bakal konstruktivisme
mengungkapkan filsafatnya dengan berkata, “Tuhan adalah pencipta alam
semesta dan manusia adalah tuan dari ciptaan”. “Mengetahui” berarti
“mengetahui bagaimana membuat sesuatu”. Artinya, seseorang dipandang
mengetahui jika ia dapat menjelaskan unsur-unsur yang membangun sesuatu
itu serta bagaimana membuatnya. Berbeda dengan empirisme yang
menyatakan bahwa pengetahuan itu harus menunjuk kepada kenyataan luar
(objektif), Vico berpendapat bahwa pengetahuan tidak lepas dari orang
12
(subjek) yang tahu. Pengetahuan merupakan struktur konsep dari pengamat
yang berlaku. Atas dasar gagasan “mengetahui sesuatu” dengan “membuat
sesuatu” sebagaimana dikemukakan diatas, vico membedakan tingkatan
pengetahuan.
3. Pandangan Ontologi
Konstruktivisme menolak beberapa pandangan seperti pandangan
Obyektivisme (Empirisme) yang menyatakan bahwa realitas itu ada terlepas
dari pengamat dan dapat diketahui melalui pengalaman, dan juga pandangan
Idealisme yan menyatakan misalnya bahwa pikiran dan kostruksi subjek adalah
satu-satunya realitas.
Menurut konstruktivisme, manusia tidak pernah dapat mengerti realitas
yang sesungguhnya secara ontologis tapi hanya dapat mengarti tentang struktur
kostruksi manusia akan suatu objek. Konstruktivisme memandang manusia
bukan sebagai tabula rasa, tapi manusia dituntut aktif membangun sendiri
pengetahuannya.
4. Pandangan Epistemologi
Bagi penganut Empirisme sumber pengetahuan adalah “dunia luar”
seperti pengalaman atau observasi terhadap alam, sedangkan bagi penganut
Nativisme sumber pengetahuan adalah “dari dalam” artinya berasal dari
individu tersebut.
Bagi Konstruktivisme sumber pengetahuan itu berasal dari dunia luar
tetapi dikonstruksikan dari dalam diri individu, artinya pengetahuan itu
merupakan proses adaptasi intelektual antara ide baru dan pengalaman atau
kegiatan yang telah dialami individu dengan pengetahuan yang dimilikinya
sehingga nantinya akan terbentuk pemahaman baru. Kebenaran pengetahuan
diletakkan pada viabilitas (kemungkinan untuk dapat hidup). Pengetahuan
memiliki sifat-sifat:
a. Subyektif, pengetahuan lebih menunjuk kepada pengalaman seseorang akan
dunia daripada dunia itu sendiri.
13
b. Pengetahuan tidak dapat ditransfer begitu saja dari seseorang kepada orang
lain.
c. Pengetahuan bukan barang mati yang sekaligus jadi, melainkan suatu
proses yang terus berkembang.
d. Pengetahuan bersifat relatif, sebab itu nilai bagi konstruktivis juga
bersifat relatif.
5. Pandangan tentang Pendidikan
Konstrktivisme memandang pendidikan (mengajar) bukan sebagai
kegiatan menyampaikan atau menstransfer pengetahuan, melainkan membantu
peserta didik berpikir secara benar sehingga dapat membangun sendiri
pengetahuannya. Dalam konstruktivisme, tujuan pendidikan lebih
mengutamakan perkembangan konsep dan pengetahuan yang mendalam
sebagai hasil konstruksi aktif peserta didik. Kurikulumnya merupakan program
aktivitas dimana pengetahuan dan ketrampilan bisa dikonstruksi. Metode yang
dipertimbangkan untuk dipilih dan digunakan haruslah berbagai macam
metode, sebab setiap anak mempunyai caranya sendiri untuk mengerti dan
memahami sesuatu.
Peran guru adalah sebagai mediator dan fasilitator yang membantu
peserta didik dalam belajar. Sedangkan peserta didik, dituntut untuk aktif
belajar dalam rangka mengunstruksikan pengetahuannya. Sehingga guru dan
peserta didik, dapat dikatakan lebih sebagai mitra yang bersama-sama
membangun pengetahuannya.
14
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.1.1 Progresivisme berkembang dan melakukan gerakan dalam rangka perubahan
sosial dan budaya dengan menekankan pentingnya perkembangan individual.
Perkumpulan Pendidikan Progresivisme didirikan pada tahun 1918. Progresivisme
anti terhadap otoritarianisme dan absolutisme dalam berbagai bidang kehidupan.
George Axtelle, William O. Stanley, Ernest Bayley adalah sebagian tokoh
progresif.
3.1.2 Gerakan essensialisme muncul pada awal tahun 1930. Tokoh aliran ini
adalah william C. Bayley, Thomas Briggs, Frederick Breed, dan Isac L, Kandell.
Esensialisme mengadakan protes terhadap progresivisme, namun dalam protes
tersebut tidak menentang secara keseluruhan pada progresivisme seperti yang
dilakukan perenialisme. Essensialisme berusaha mencari dan mempertahankan
hal-hal yang esensial, yaitu sesuatu yang bersifat inti atau hakikat fundamental
atau unsur mutlak yang menentukan keberadaan sesuatu. Essensialisme didukung
atau dilandasi oleh filsafat Idealisme dan realisme.
3.1.3 Perenialisme merupakan suatu aliran dalam pendidikan yang lahir pada abad
ke-20. Perenialisme adalah gerakan pendidikan yang memprotes terhadap
gerakan pendidikan progresivisme dan berpendapat bahwa pendidikan
hendaknya merupakan suatu pencarian dan penanaman kebenaran - kebenaran
dan nilai - nilai tersebut. yang tokoh-tokohnya adalah : Robert M. Hutchins dan
Mortimer J. Adler, yang mempunyai reputasi internasional sebagai perenialist.
3.1.4. Konstruktivisme merupakan aliran pendidikan yang menegaskan bahwa
pengetahuan mutlak diperoleh dari hasil konstruksi kognitif dalam diri seseorang,
melalui pengalamannya yang diterima lewat panca indra. Aliran ini menolak
adanya transfer pengetahuan yang dilakukan seseorang ke orang lain. Tokohnya
adalah Giambatista Vico dan Jean Piaget.
15