3. ISI

23
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan sistem dan cara meningkatkan kualitas hidup manusia dalam segala aspek kehidupan manusia. Dalam sejarah umat manusia, hampir tidak ada kelompok manusia yang tidak menggunakan pendidikan sebagai alat pembudayaan dan meningkatkan kualitasnya, sekalipun dalam masyarakat yang masih terbelakang. Sejalan dengan perkembangan ilmu pendidikan, pendidikan memiliki nuansa berbeda antara daerah yang satu dengan daerah yang lain, sehingga banyak bernunculan pemikiran-pemikiran yang dianggap sebagai penyesuaian proses pendidikan dengan kebutuhan yang diperlukan. Karenanya, banyak teori yang di kemukakan para pemikir yang bermuara pada munculnya berbagai aliran-aliran filsafat atau gerakan-gerakan pendidikan. Aliran-aliran filsafat atau gerakan-gerakan pendidikan muncul sebagai reaksi terhadap konsep dan parktik pendidikan yang mendahuluinya, yang menawarkan solusi demi pemecahan masalah yang telah timbul. Tiap aliran mempunyai pandangan yang berbeda-beda mengenai pendidikan dalam kaitannya dengan masyarakat dan kebudayaannya. Pengkajian filosofis terhadap pendidikan mutlak diperlukan, karena kajian seperti ini akan 1

description

gerakan-gerakan pendidikan

Transcript of 3. ISI

Page 1: 3. ISI

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pendidikan merupakan sistem dan cara meningkatkan kualitas hidup

manusia dalam segala aspek kehidupan manusia. Dalam sejarah umat manusia,

hampir tidak ada kelompok manusia yang tidak menggunakan pendidikan sebagai

alat pembudayaan dan meningkatkan kualitasnya, sekalipun dalam masyarakat

yang masih terbelakang. Sejalan dengan perkembangan ilmu pendidikan,

pendidikan memiliki nuansa berbeda antara daerah yang satu dengan daerah yang

lain, sehingga banyak bernunculan pemikiran-pemikiran yang dianggap sebagai

penyesuaian proses pendidikan dengan kebutuhan yang diperlukan. Karenanya,

banyak teori yang di kemukakan para pemikir yang bermuara pada munculnya

berbagai aliran-aliran filsafat atau gerakan-gerakan pendidikan.

Aliran-aliran filsafat atau gerakan-gerakan pendidikan muncul sebagai

reaksi terhadap konsep dan parktik pendidikan yang mendahuluinya, yang

menawarkan solusi demi pemecahan masalah yang telah timbul. Tiap aliran

mempunyai pandangan yang berbeda-beda mengenai pendidikan dalam kaitannya

dengan masyarakat dan kebudayaannya. Pengkajian filosofis terhadap pendidikan

mutlak diperlukan, karena kajian seperti ini akan melihat pendidikan dalam suatu

realitas yang komperhensip.

Oleh karena itu, dalam makalah ini akan dibahas tentang kajian filosofis

yang berkaitan tentang gerakan-gerakan pembaharuan pendidikan atau aliran-

aliran filsafat yang di dalamnya akan memuat gerakan-gerakan Progresivisme,

Essensialisme, Perenialisme dan Konstruktivisme. Bagaimana pemikiran mereka

dan siapa saja tokoh-tokohnya.

1

Page 2: 3. ISI

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam

makalah ini adalah sebagai berikut:

1.2.1 Bagaimanakah pemikiran dari gerakan Progresivisme dan siapa saja

tokohnya?

1.2.2 Bagaimanakah pemikiran dari gerakan Essensialisme dan siapa saja

tokohnya?

1.2.3 Bagaimanakah pemikiran dari gerakan Perenialisme dan siapa saja

tokohnya?

1.2.4 Bagaimanakah pemikiran dari gerakan Konstruktivisme dan siapa saja

tokohnya?

1.3 Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dalam makalah ini

adalah sebagai berikut:

1.3.1 Memahami pemikiran dari gerakan Progresivisme dan tokoh-tokohnya

1.3.2 Memahami pemikiran dari gerakan Essensialisme dan tokoh-tokohnya

1.3.3 Memahami pemikiran dari gerakan Perenialisme dan tokoh-tokohnya

1.3.4 Memahami pemikiran dari gerakan Konstruktivisme dan tokoh-tokohnya

2

Page 3: 3. ISI

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Gerakan-gerakan Pendidikan

2.1.1 Progresivisme dan Essensialisme

2.1.1.1 Progresivisme

Progresivisme adalah gerakan pendidikan yang dilakukan oleh suatu

perkumpulan yang dilandasi konsep-konsep filsafat tertentu, dan sangat

berpengaruh dalam pendidikan bangsa Amerika pada permulaan abad kedua

puluh. Perkumpulan Pendidikan Progresivisme didirikan pada tahun 1918.

Progresivisme anti terhadap otoritarianisme dan absolutisme dalam

berbagai bidang kehidupan, terutama dalam bidang kehidupan agama, moral,

sosial, politik, dan ilmu pengetahuan. Progresivisme melancarkan suatu gerakan

untuk perubahan sosial dan budaya dengan penekanan pada perkembangan

individual dan mencakup cita-cita seperti, cooperation yaitu kerja sama dalam

berbagai aspek kehidupan, sharing yaitu berbagi peran dan turut ambil bagian

dalam berbagai kegiatan, dan adjustment yaitu fleksibel untuk dapat

menyesuaikan diri dengan berbagai perubahan yang terjadi.

1.  Filsafat Pendukung yang Melandasi

Progresivisme didukung atau dilandasi oleh filsafat pragmatisme dari

John Dewey. Perubahan masyarakat yang dilontarkan Dewey adalah perubahan

secara evolusi, sedangkan kaum progresif mengharapkan perubahan yang

sangat cepat, agar lebih cepat mencapai tujuan.

2. Pandangan Ontologi

a. Ontologinya bersifat evolusionistis dan pluralistis.

3

Page 4: 3. ISI

b. Progresivisme memandang manusia sebagai subyek yang bebas dan

memiliki potensi intelegensi (akal dan kecerdasan) sebagai instrumen untuk

mampu menghadapi dan memecahkan berbagai masalah.

c. Menurut Dewey, “pengalaman adalah kunci pengertian manusia atas segala

sesuatu.....”. Pengalaman adalah suatu realita yang telah meresap dan

membina pribadi, ciri dinamika hidup, dan perjuangan. Pengalaman

manusia mempunyai empat karakteristik:

Spatial adalah pengalaman selalu terjadi di suatu tempat tertentu dalam

lingkungan hidup manusia.

Temporal adalah pengalaman mengalami perkembangan dan perubahan

dari waktu ke waktu.

Dinamis adalah pengalaman menuntut adaptasi dan readaptasi dalam

semua variasi perubahan yang terjadi terus-menerus.

Pluralitas adalah pengalaman yang terjadi seluas adanya hubungan antar

aksi individu yang terlibat.

d. Progresivisme memandang pengalaman merupakan bagian perjuangan

untuk hidup, untuk itu pengalaman harus diolah oleh pikiran.

3. Pandangan Epistemologi

a. Progresivisme mengajarkan bahwa pengetahuan diperoleh melalui

pengalaman dan cara-cara ilmiah yang mengaplikasikan logika deduktif dan

induktif.

b. Pengetahuan dikatakan benar apabila dapat diverifikasi dan diaplikasikan

atau diimplementasikan dalam kehidupan.

c. Pengetahuan diperoleh melalui pengalaman yang bersifat relatif dan

berubah.

4. Pandangan Aksiologi

a. Progresivisme menafsirkan hakikat nilai (etika) secara empiris, yaitu

berdasarkan pengalaman atau kondisi riil manusia.

b. Sifat nilai berada dalam proses, relatif, kondisional, dan dinamis. Nilai

memiliki kualitas sosial dan individual.

4

Page 5: 3. ISI

c. Sesuatu dikatakan baik apabila berguna dalam praktik hidup dan kehidupan.

d. Progresivisme memandang demokrasi sebagai nilai ideal yang wajib

dilaksanakan dalam semua bidang kehidupan. Demokrasi adalah nilai

individual sekaligus nilai sosial.

5. Pandangan tentang Pendidikan

a. Menurut Progresivisme pendidikan selalu dalam proses perkembangan yang

merekontruksi pengalaman yang terus menerus. Progresivisme menekankan

6 prinsip mengenai pendidikan dan atau belajar, yakni:

1. Pendidikan seharusnya adalah hidup itu sendiri bukan persiapan untuk

kehidupan

2. Belajar harus langsung berhubungan dengan minat anak

3. Belajar melalui pemecahan masalah lebih diutamakan daripada

pemberian bahan pelajaran

4. Guru berperan sebagai pemberi nasehat bukan untuk mengarahkan

5. Sekolah harus menggerakkan kerjasama adri pada kompetisi

6. Demokrasilah satu-satunya yang memberi tempat dan menggerakkan

pribadi-pribadi saling tukar-menukar ide secara bebas

b. Pendidikan bertujuan agar peserta didik (individu) memiliki kemampuan

memecahkan berbagai masalah baru dalam kehidupan pribadi maupun

kehidupan sosial.

c. Sekolah yang baik adalah masyarakat yang baik dalam bentuk kecil,

sedangkan pendidikan yang mencerminkan keadaan dan kebutuhan

masyarakat perlu dilakukan secara teratur sebagaimana halnya dalam

lingkungan sekolah.

d. Kurikulum tidak ada yang universal, melainkan berbeda-beda sesuai kondisi

yang ada.

e. Peranan guru adalah membimbing siswa dalam kegiatan pemecahan

masalah. Guru menolong siswa dalam menentukan dan memilih masalah-

masalah yang bermakna, menemukan sumber-sumber data yang relevan,

menafsirkan dan menilai akurasi data, serta merumuskan kesimpulan. Guru

5

Page 6: 3. ISI

dituntut untuk lebih sabar, fleksibel, berpikir interdisipliner, kreatif dan

cerdas. Sedang peserta didik berperan sebagai organisme yang memiliki

kemampuan luar biasa untuk tumbuh.

6. Tokoh Progresif

George Axtelle, William O. Stanley, Ernest Bayley adalah sebagian tokoh

progresif.

2.1.1.2 Essensialisme

Gerakan essensialisme muncul pada awal tahun 1930. Tokoh aliran ini

adalah william C. Bayley, Thomas Briggs, Frederick Breed, dan Isac L, Kandell.

Esensialisme mengadakan protes terhadap progresivisme, namun dalam protes

tersebut tidak menentang secara keseluruhan pada progresivisme seperti yang

dilakukan perenialisme. Essensialisme berusaha mencari dan mempertahankan

hal-hal yang esensial, yaitu sesuatu yang bersifat inti atau hakikat fundamental

atau unsur mutlak yang menentukan keberadaan sesuatu.

1. Filsafat Pendukung

Essensialisme didukung atau dilandasi oleh filsafat Idealisme dan

realisme.

2. Pandangan Ontologi

a. Ontologi Idealisme: realitas yang hakiki adalah dunia ideal, sedangkan

realitas material hanyalah copy dari realitas ideal. Manusia adalah

mikrokosmos. Segala yang ada dan akan terjadi di dunia adalah menurut

tata tertentu yang bersumber dari yang absolut.

b. Ontologi Realisme: realitas bersifat eksternal dan objektif, di dalam realitas

alam terdapat hukum-hukum objektif (kausalitas). Manusia dan masyarakat

tunduk pada hukum-hukum tersebut. Manusia mempunyai intelegensi

sebagai alat untuk menyesuaikan diri (beradaptasi) terhadap lingkungan.

6

Page 7: 3. ISI

3. Pandangan Epistemologi

a. Epistemologi Idealisme: sumber pengetahuan adalah “dari dalam” diri

karena manusia mempunyai ide bawaan. Pengetahuan diperoleh melalui

berpikir, intuisi atau introspeksi. Uji kebenaran pengetahuan melalui teori

uji koherensi dan konsistensi.

b. Epistemologi Realisme: menurut realisme obyektif sumber pengetahuan

adalah dunia luar subyek, pengetahuan diperoleh melalui pengalaman atau

pengamatan. Kebenaran pengetahuan diuji melalui teori uji korespondensi.

4. Pandangan Aksiologi

a. Aksiologi Idealisme: nilai bersumber dari realitas Absolut, nilai bersifat

abadi/tidak berubah.

b. Aksiologi Realisme: nilai bersumber dari hukum alam dan adat istiadat

masyarakat.

5. Pandangan tentang Pendidikan

a. Pendidikan

Bagi penganut Essensialisme percaya bahwa pendidikan harus berdasarkan

kepada nilai-nilai kebudayaan yang telah ada sejak awal peradapan manusia.

b. Tujuan Pendidikan

Tujuan pendidikan adalah alat untuk meneruskan warisan budaya dan

warisan sejarah melalui pengetahuan inti yang terakumulasi dan telah

bertahan dalam kurun waktu yang lama.Pendidikan bertujuan

mentransmisikan kebudayaan untuk menjamin solidaritas sosial dan

kesejahteraan umum.

c. Sekolah

Fungsi utama sekolah adalah memelihara nilai-nilai yang telah turun-

temurun, dan menjadi penuntun penyesuaian orang (individu) kepada

masyarakat. Sekolah yang baik adalah sekolah yang berpusat pada

masyarakat yaitu sekolah yang mengutamakan kebutuhan dan minat

masyarakat.

7

Page 8: 3. ISI

d. Kurikulum

Kurikulum (isi pendidikan) direncanakan dan diorganisasi orang dewasa

atau guru sebagai wakil masyarakat (society centered). Kurikulum terdiri

atas berbagai mata pelajaran yang berisi ilmu pengetahuan, agama dan seni

yang dipandang esensial.

e. Metode

Metode pendidikan essensialisme menyarankan agar sekolah-sekolah

mempertahankan metode-metode tradisional yang berhubungan dengan

disiplin mental.

f.  Peranan guru dan peserta didik.

Guru atau pendidik berperan sebagai mediator atau jembatan antara dunia

masyarakat atau orang dewasa dengan dunia anak.

g. Prinsip – prinsip Pendidikan

1) Pendidikan harus dilakukan melalui usaha keras, tidak begitu saja timbul

dari dalam siswa.

2) Inisiatif pendidikan ditekankan pada guru bukan pada siswa.

3) Inti proses pendidikan adalah asimilasi dari mata pelajaran yang telah

ditentukan.

4) Sekolah harus mempertahankan metode – metode tradisional yang

bertautan dengan disiplin mental.

5) Tujuan akhir pendidikan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

umum.

8

Page 9: 3. ISI

2.1.2 Perenialisme dan Konstruktivisme

2.1.2.1 Perenialisme

Perenialisme merupakan suatu aliran dalam pendidikan yang lahir pada

abad ke-20. Perenialisme berasal dari kata perennial yang berarti abadi, kekal,

selalu, perenialisme lahir sebagai suatu reaksi terhadap pendidikan progresif.

Menurut pandangan perenialisme, tugas utama pendidikan adalah mempersiapkan

anak didik kearah kematangan.

Perenialisme adalah  gerakan pendidikan  yang memprotes terhadap

gerakan pendidikan  progresivisme dan berpendapat bahwa pendidikan 

hendaknya merupakan suatu pencarian dan penanaman kebenaran  - kebenaran

dan nilai - nilai  tersebut.

Perenialisme percaya mengenai adanya nilai-nilai, norma-norma yang

bersifat abadi dalam kehidupan ini.  Perenialisme mempunyai kesamaan dengan

Essensialisme dalam hal menentang Progrevisme yang membedakan adalah

prinsip perenialist yang relegius. Dikatakan demkian, sebab sekalipun

adaperenialist yang sekuler, namun mereka merupakan minoritas dalam

Perenialisme.

1. Filsafat Pendukung

Gagasan-gagasan perenialisme merupakan integritas antara asas-asas

filosofis Yunani klasik dengan asas-asas religius Kristen yang berkembang

pada abad pertengahan. Tokohnya adalah Plato dan Aristoteles. Pada abad

kedua puluhan perenialisme dipengaruhi dan didukung oleh filsafat

Humanisme Rasional dan Supernaturalisme yang tokoh-tokohnya adalah :

Robert M. Hutchins dan Mortimer J. Adler, yang mempunyai reputasi

internasional sebagai perenialist.

Mohammad Noor Syam mengemukakan pandangan perenialis, bahwa

pendidikan harus lebih banyak mengarahkan pusat perhatiannya pada

kebudayaan ideal yang telah teruji dan tangguh. Perenialisme memandang

pendidikan sebagai jalan kembali atau proses mengembalikan keadaan manusia

sekarang seperti dalam kebudayaan ideal.

9

Page 10: 3. ISI

2. Pandangan Ontologis

Menurut Perenialisme manusia membutuhkan jaminan bahwa realitas

bersifat universal-realitas itu ada dimanapun dan sama di setiap waktu. Realitas

bersumber dan bertujuan akhir kepada realitas Supernatural/Tuhan (asas

Supernatural).

3. Pandangan Epistemologi

Manusia sebagai makhluk berpikir akan dapat memperoleh pengetahuan

tentang diri kita dan dunia sebagaimana adanya. Memang Perenialisme

mengakui bahwa impresi atau kesan melalui pengamatan tentang individual

thing adalah pangkal pengertian tentang kebenaran. Prinsip self-evidence

( bukti diri ) amat penting dalam perenialisme yang merupakan asas bagi suatu

kebenaran dan untuk membuktikan kebenaran. Berpikir dalam rangka

memperoleh pengetahuan yang benar hanya mungkin atas dasar hukum-hukum

berpikir secara deduktif (syllogisme). Perenialisme mengakui adanya hubungan

antara science dan filsafat, namun science memiliki kedudukan lebih tinggi.

4. Pandangan Aksiologi

Pandangan tentang hakikat nilai menurut Perenialisme adalah pandangan

mengenai hal-hal yang bersifat spiritual atau Absolut atau Ideal (Tuhan) adalah

sumber nilai dan oleh karena itu nilai selalu bersifat teologis. (Imam Barnadib,

1984).

Secara teologis, manusia perlu mencapai kebaikan tertinggi, yaitu nilai

yang merupakan suatu kesatuan dengan Tuhan. Menurut Aristoteles, kebajikan

dapat dibedakan: yaitu yang moral dan yang intelektual.

5. Pandangan tentang Pendidikan

Perenialisme memandang education as culture regression, pendidikan

sebagai jalan kembali atau proses mengembalikan keadaan manusia sekarang

seperti dalam kebudayaan masa lampau yang dianggap sebagai kebudayaan

ideal.  Robert M. Hutchins mengemukakan “pendidikan mengimplikasikan

pengajaran – pengajaran mengimplikasikan pengetahuan – pengetahuan

10

Page 11: 3. ISI

mengimplikasikan kebenaran – kebenaran dimanapun dan kapanpun adalah

sama. Karena itu dimanapun dan kapanpun pendidikan adalah sama”.

Teori atau konsep pendidikan perenialisme dilatarbelakangi oleh filsafat

“ filsafat Plato sebagai Bapak Idealisme Klasik, filsafat Aristoteles sebagai

Bapak Realisme Klasik, dan filsafat Thomas Aquina yang mencoba

memadukan antara filsafat Aristoteles dengan ajaran Gereja Katolik yang

tumbuh pada zamannya1. Tujuan utama pendidikan adalah membina pemimpin

yang sadar akan asas normative dan melaksanakannya dalam semua aspek

kehidupan.

Beberapa pandangan tokoh perenialisme terhadap pendidikan:

1. Menurut Plato “Program pendidikan yang ideal harus didasarkan atas paham

adanya nafsu, kemauandan akal”

2. Menurut Aristoteles “Perkemhangan budi merupakan titik pusat perhatian

pendidikan dengan filsafat sebagai alat untuk mencapainya”

3. Menurut Thomas Aquina “Pendidikan adalah menuntun kemampuan-

kemampuan yang masih tidur agar menjadi aktif atau nyata”

Menurut Perenialisme tujuan pendidikan adalah membantu peserta didik

menyingkapkan dan menginternalisasikan nilai-nilai kebenaran yang abadi

agar mencapai kebijakan dan kebaikan dalam hidup.

Sekolah bagi perenialisme merupakan peraturan-peraturan yang artificial

dimana peserta didik berkenalan dengan hasil yang paling baik dari warisan

sosial-budaya.

Kurikulum pendidikan bersifat subyect centered berpusat pada materi

pelajaran yang bersifat uniform, universal, dan abadi. Perenialisme

menggunakan metode membaca dan diskusi.

Peranan guru bukan sebagai perantara antara dunia dengan jiwa anak,

melainkan guru juga sebagai “murid” yang mengalami proses belajar

sementara mengajar.

11

Page 12: 3. ISI

2.1.2.2 Konstruktivisme

1. Latar Belakang

Konstruktivime adalah aliran filsafat yang tema utamanya berkenaan

dengan hakikat pengetahuan. Konstruktivisme berimplikasi terhadap

pendidikan, khususnya dalam bidang pendidikan sains dan matematika. Ada 3

jenis konstruktivisme, yaitu :

a. Konstruktivisme Psikologis  Personal, yang menekankan bahwa pribadi

(subyek) sendirilah yang mengonstruksikan pengetahuan.

b. Konstruktivisme Sosiologis, yang lebih menekankan masyarakat sebagai

pembentuk pengetahuan.

c. Sosiokulturalisme, yang mengakui baik peranan aktif personal maupun

masyarakat dan lingkungan dalam pembentukan pengetahuan.

Aliran-aliran terdahulu seperti idealisme, rasionalisme, empirisme atau

Obyektivisme sebagai paradigma lama mulai diragukan kebenarannya.

Contohnya paradigma lama yang menyatakan bahwa pengetahuan itu sudah

ada sebagai suatu fakta atau kenyataan, atau bahwa pengetahuan dapat

ditransfer dari guru kepada peserta didik, sekarang mulai diragukan banyak

orang dalam bidang epistemologi dan pendidikan. Sebaliknya, mereka mulai

menerima paradigma Konstruktivisme yang menyatakan bahwa pengetahuan

seseorang adalah konstruksi (bentukan) orang yang bersangkutan karena itu

transfer pengetahuan dari guru kepada peserta didik tidaklah mungkin.

2. Filsafat Pendukung

Giambatista Vico yang merupakan cikal bakal konstruktivisme

mengungkapkan filsafatnya dengan berkata, “Tuhan adalah pencipta alam

semesta dan manusia adalah tuan dari ciptaan”. “Mengetahui” berarti

“mengetahui bagaimana membuat sesuatu”. Artinya, seseorang dipandang

mengetahui jika ia dapat menjelaskan unsur-unsur yang membangun sesuatu

itu serta bagaimana membuatnya. Berbeda dengan empirisme yang

menyatakan bahwa pengetahuan itu harus menunjuk kepada kenyataan luar

(objektif), Vico berpendapat bahwa pengetahuan tidak lepas dari orang

12

Page 13: 3. ISI

(subjek) yang tahu. Pengetahuan merupakan struktur konsep dari pengamat

yang berlaku. Atas dasar gagasan “mengetahui sesuatu” dengan “membuat

sesuatu” sebagaimana dikemukakan diatas, vico membedakan tingkatan

pengetahuan.

3. Pandangan Ontologi

Konstruktivisme menolak beberapa pandangan seperti pandangan

Obyektivisme (Empirisme) yang menyatakan bahwa realitas itu ada terlepas

dari pengamat dan dapat diketahui melalui pengalaman, dan juga pandangan

Idealisme yan menyatakan misalnya bahwa pikiran dan kostruksi subjek adalah

satu-satunya realitas.

Menurut konstruktivisme, manusia tidak pernah dapat mengerti realitas

yang sesungguhnya secara ontologis tapi hanya dapat mengarti tentang struktur

kostruksi manusia akan suatu objek. Konstruktivisme memandang manusia

bukan sebagai tabula rasa, tapi manusia dituntut aktif membangun sendiri

pengetahuannya.

4. Pandangan Epistemologi

Bagi penganut Empirisme sumber pengetahuan adalah “dunia luar”

seperti pengalaman atau observasi terhadap alam, sedangkan bagi penganut

Nativisme sumber pengetahuan adalah “dari dalam” artinya berasal dari

individu tersebut.

Bagi Konstruktivisme sumber pengetahuan itu berasal dari dunia luar

tetapi dikonstruksikan dari dalam diri individu, artinya pengetahuan itu

merupakan proses adaptasi intelektual antara ide baru dan pengalaman atau

kegiatan yang telah dialami individu dengan pengetahuan yang dimilikinya

sehingga nantinya akan terbentuk pemahaman baru. Kebenaran pengetahuan

diletakkan pada viabilitas (kemungkinan untuk dapat hidup). Pengetahuan

memiliki sifat-sifat:

a. Subyektif, pengetahuan lebih menunjuk kepada pengalaman seseorang akan

dunia daripada dunia itu sendiri.

13

Page 14: 3. ISI

b. Pengetahuan tidak dapat ditransfer begitu saja dari seseorang kepada orang

lain.

c. Pengetahuan bukan barang mati yang sekaligus jadi, melainkan suatu

proses yang terus berkembang.

d. Pengetahuan bersifat relatif, sebab itu nilai bagi konstruktivis juga

bersifat relatif.

5. Pandangan tentang Pendidikan

Konstrktivisme memandang pendidikan (mengajar) bukan sebagai

kegiatan menyampaikan atau menstransfer pengetahuan, melainkan membantu

peserta didik berpikir secara benar sehingga dapat membangun sendiri

pengetahuannya. Dalam konstruktivisme, tujuan pendidikan lebih

mengutamakan perkembangan konsep dan pengetahuan yang mendalam

sebagai hasil konstruksi aktif peserta didik. Kurikulumnya merupakan program

aktivitas dimana pengetahuan dan ketrampilan bisa dikonstruksi. Metode yang

dipertimbangkan untuk dipilih dan digunakan haruslah berbagai macam

metode, sebab setiap anak mempunyai caranya sendiri untuk mengerti dan

memahami sesuatu.

Peran guru adalah sebagai mediator dan fasilitator yang membantu

peserta didik dalam belajar. Sedangkan peserta didik, dituntut untuk aktif

belajar dalam rangka mengunstruksikan pengetahuannya. Sehingga guru dan

peserta didik, dapat dikatakan lebih sebagai mitra yang bersama-sama

membangun pengetahuannya.

14

Page 15: 3. ISI

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

3.1.1 Progresivisme berkembang dan melakukan gerakan dalam rangka perubahan

sosial dan budaya dengan menekankan pentingnya perkembangan individual.

Perkumpulan Pendidikan Progresivisme didirikan pada tahun 1918. Progresivisme

anti terhadap otoritarianisme dan absolutisme dalam berbagai bidang kehidupan.

George Axtelle, William O. Stanley, Ernest Bayley adalah sebagian tokoh

progresif.

3.1.2 Gerakan essensialisme muncul pada awal tahun 1930. Tokoh aliran ini

adalah william C. Bayley, Thomas Briggs, Frederick Breed, dan Isac L, Kandell.

Esensialisme mengadakan protes terhadap progresivisme, namun dalam protes

tersebut tidak menentang secara keseluruhan pada progresivisme seperti yang

dilakukan perenialisme. Essensialisme berusaha mencari dan mempertahankan

hal-hal yang esensial, yaitu sesuatu yang bersifat inti atau hakikat fundamental

atau unsur mutlak yang menentukan keberadaan sesuatu. Essensialisme didukung

atau dilandasi oleh filsafat Idealisme dan realisme.

3.1.3 Perenialisme merupakan suatu aliran dalam pendidikan yang lahir pada abad

ke-20. Perenialisme adalah  gerakan pendidikan  yang memprotes terhadap

gerakan pendidikan  progresivisme dan berpendapat bahwa pendidikan 

hendaknya merupakan suatu pencarian dan penanaman kebenaran  - kebenaran

dan nilai - nilai  tersebut. yang tokoh-tokohnya adalah : Robert M. Hutchins dan

Mortimer J. Adler, yang mempunyai reputasi internasional sebagai perenialist.

3.1.4. Konstruktivisme merupakan aliran pendidikan yang menegaskan bahwa

pengetahuan mutlak diperoleh dari hasil konstruksi kognitif dalam diri seseorang,

melalui pengalamannya yang diterima lewat panca indra. Aliran ini menolak

adanya transfer pengetahuan yang dilakukan seseorang ke orang lain. Tokohnya

adalah Giambatista Vico dan Jean Piaget.

15