25785531-Teaching-Health-Ethics-HIV-Patient.doc

34
TEACHING HEALTH ETHICS The 20-year-old Widow With HIV and Her New Husband KASUS : Seorang janda berumur 20 tahun yang mengidap HIV dan suami barunya DOKTER : Berikut tentang seorang wanita muda berumur 22 tahun yang kehilangan suaminya karena AIDS. Setelah 3 tahun, mertuanya mengajak wanita tersebut kepada kami, karena ibu mertua ingin sekali menikahkannya dengan putra keduanya. Wanita tersebut telah menderita HIV positive. Mertua wanita tersebut mendorong putra mereka ke arah yang buruk. Mereka mungkin menginginkan hidup yang lebih baik bagi si wanita. Kami menyuruh mereka untuk meneruskannya tanpa memberi informasi pada mereka mengenai status HIV-nya. Akhirnya, kami kehilangan pasien dan putra mereka. Dalam kasus seperti ini seseorang harus bekerja sama dengan keluarga, dan mungkin jika kita mendiskusikan statusnya secara terbuka dengan keluarga, keputusan mereka mungkin akan berbeda. 1

Transcript of 25785531-Teaching-Health-Ethics-HIV-Patient.doc

Page 1: 25785531-Teaching-Health-Ethics-HIV-Patient.doc

TEACHING HEALTH ETHICS

The 20-year-old Widow With HIV

and Her New Husband

KASUS :

Seorang janda berumur 20 tahun yang mengidap HIV dan suami barunya

DOKTER :

Berikut tentang seorang wanita muda berumur 22 tahun yang kehilangan suaminya

karena AIDS. Setelah 3 tahun, mertuanya mengajak wanita tersebut kepada kami,

karena ibu mertua ingin sekali menikahkannya dengan putra keduanya. Wanita

tersebut telah menderita HIV positive. Mertua wanita tersebut mendorong putra

mereka ke arah yang buruk. Mereka mungkin menginginkan hidup yang lebih baik

bagi si wanita. Kami menyuruh mereka untuk meneruskannya tanpa memberi

informasi pada mereka mengenai status HIV-nya. Akhirnya, kami kehilangan pasien

dan putra mereka. Dalam kasus seperti ini seseorang harus bekerja sama dengan

keluarga, dan mungkin jika kita mendiskusikan statusnya secara terbuka dengan

keluarga, keputusan mereka mungkin akan berbeda.

I. WHAT IS THE MORAL PROBLEM ?

Apakah keluarga harus diberitahu tentang penyakit yang diderita oleh wanita

tersebut? Bagaimana sikap keluarganya apabila tahu tentang penyakit yang diderita

oleh anak dan menantunya? Bagaimana kehidupan wanita tersebut selanjutnya ?

Apakah setelah diberitahu penyakit wanita tersebut, mertuanya akan membatalkan

pernikahan dengan putra keduanya dan putra keduanya akan hidup ?

1

Page 2: 25785531-Teaching-Health-Ethics-HIV-Patient.doc

PENDAHULUAN

Etika kedokteran yang dalam istilah Inggrisnya dikenal dengan “Medical Ethics”

sebenarnya telah lama dikenal, dalam bentuk Sumpah Kedokteran Hippocrates/

Sumpah Hippocrates yang ditulis pada abad ke-5 Sebelum Masehi. Hippocrates

dikenal sebagai Bapak Pengobatan, beliau dilahirkan di Yunani pada 460 SM. Etika

adalah cabang filsafat yang mengenakan refleksi dan metode pada tugas manusia

untuk menemukan nilai-nilai moral atau menerjemahkan nilai-nilai itu kedalam

norma-norma etika (etika dasar) dan menerapkannya pada situasi kehidupan konkret

(etika terapan).

Sejak masa Hippocrates ilmu kedokteran sudah menjadi keilmuan yang sangat

dihormati dimana pada masa itu profesi kedokteran sudah diatur dengan sejumlah

peraturan, yang menjabarkan bagaimana seharusnya sikap dan perilaku seorang

dokter. Sebagai seorang dokter merupakan profesi yang seumur hidup akan melekat

pada diri kita untuk kepentingan dan kesejahteraan manusia. Setiap perilaku dan sikap

seorang dokter harus berpedoman pada kode etik dan sumpah dokter.

Bioetika merupakan istilah yang masih asing bagi kebanyakan orang, bioetika

pertama kali tahun 1971 oleh ahli kanker Amerika, Van Rensselaer Potter, dalam

bukunya Bioethics : Bridge to the Future. Bioetika bersifat interdisipliner yang ingin

membuka dialog antara berbagai disiplin pada masalah-masalah yang biasa kita

hadapi baik masalah biologi ataupun cabang ilmu kedokteran yang sangat

berkepentingan dalam dialog tersebut, baik pada skala mikro maupun skala makro,

dan dampak yang diakibatkan pada masyarakat luas serta sistem nilainya, baik pada

kini maupun masa akan datang. Empat prinsip bioetika yang mendasar ialah :

1. Respect to autonomy : respect for the individual and their ability to make

decisions with regard to their own health and future. Actions that enhance

autonomy are thought of as desirable and actions that 'dwarf' an individual and

their autonomy are undesirable

2. Non-maleficence: actions intended not to harm or bring harm to the patient and

others

3. Beneficence: actions intended to benefit the patient or others

2

Page 3: 25785531-Teaching-Health-Ethics-HIV-Patient.doc

4. Justice : being fair or just to the wider community in terms of the consequences

of an action

Etika bisa didasarkan atau bersumber pada salah satu dari tiga sudut pandang di

bawah ini, atau merupakan gabungan dari ketiga-tiganya, yakni : Sudut pandang

filosofis yang didasarkan pada akal budi; Sudut pandang teologis yang didasarkan

pada iman; Sudut pandang sosio-budaya yang didasarkan pada adat kebiasaan dan

tradisi. Dengan begitu, hubungan dokter-pasien yang didasarkan pada sumber-sumber

pokok moralitas tersebut bisa bersifat sebagai berikut :

1. Muncul dari dirinya sendiri, tentu dipengaruhi oleh faktor-faktor biologis,

neurologis dan genetis, dan dengan begitu bersifat eksistensialistis dan disertai

oleh perasaan-perasaan moral;

2. Semata-mata merupakan hasil dari akal budi manusia (yang kerap kali disebut

”humanisme sekuler”);

3. Ditentukan oleh situasi sejarah dan didasarkan pada faktor-faktor sosio-budaya,

yaitu adat kebiasaan atau tradisi.

4. Berpusat pada iman dan didasarkan pada prinsip-prinsip religius yang

diwahyukan secara ilahi atau pada interpretasi akal budi manusia tentang wahyu

ilahi itu.

Hubungan dokter-pasien dapat dianggap sebagai suatu hubungan sui generis,

karena ditandai oleh adanya penyakit dan penyembuhannya. Hubungan semacam ini

menuntut sikap berbuat baik, tidak mencari diri sendiri, dan keandalan dalam

menghadapi penyakit sebagai kenyataan. Aturan-aturan yang tercantum dalam

sumpah Hippokrates adalah : Tidak melakukan tindakan yang merugikan pasien;

Memperlakukan pasien menurut tingkat kemampuan dan penilaian dokter yang

terbaik; Tidak pernah meracuni pasien; Tidak pernah melakukan abortus; Tidak

pernah melakukan pembedahan yang tidak termasuk kompetensinya; Tidak pernah

melukai pasien secara pribadi atau melakukan kesalahan seksual terhadap pasien dan

keluarganya; Tidak pernah membocorkan rahasia tentang diri pasien.

Dengan demikian sumpah ini mengandung berbagai prinsip yang mengatur

hubungan dokter-pasien. Prinsip-prinsip tersebut adalah : tidak merugikan, berbuat

baik, konfidensialitas, tidak mencari diri-sendiri, berperilaku jujur, kesetiaan pada

3

Page 4: 25785531-Teaching-Health-Ethics-HIV-Patient.doc

kepercayaan yang telah diberikan. Prinsip-prinsip etis utama yang terlibat dalam

hubungan dokter-pasien adalah :

1. Berbuat baik, yaitu tidak melakukan sesuatu yang merugikan, berbuat baik

meskipun berakibat kesusahan bagi sang dokter dan meskipun sang dokter harus

berkorban;

2. Keadilan (yang oleh orang Roma kuno didefinisikan sebagai suum cuique:

memberi haknya kepada setiap orang), yaitu perlakuan yang sama untuk orang

yang sama dalam situasi-situasi yang sama, artinya menekankan persamaan dan

kebutuhan, bukannya jasa, kekayaan, posisi sosial atau kemampuan untuk

membayar.

3. Otonomi, menghindari paternalisme yang kuat, dan otonomi di dalam batas-

batas, yaitu ”berbuat baik” dalam kepercayaan dan tanpa batas, kecuali kerugian

untuk orang lain. Otonomi merupakan prinsip yang mengakui hak setiap pribadi

untuk memutuskan sendiri mengenai masalah kesehatannya, kehidupan serta

kematiannya. Otonomi dapat dikatakan merupakan hak atas perlindungan

privacy.

Prinsip-prinsip etis sekunder dalam hubungan dokter pasien adalah : menepati

janji, mengatakan yang benar, konfidensialitas, dan kesetiaan kepada

kepercayaan yang telah diberikan.

Prinsip-prinsip yang menjadi landasan disusunnya Deklarasi Universal

mengenai bioetika dan hak-hak asasi manusia. Pasal-pasal dalam deklarasi pada

Oktober 2005 tersebut yang berkaitan dengan kasus di atas adalah :

1. Pasal 3. Martabat manusia dan hak-hak asasi manusia.

Martabat manusia, hak-hak asasi manusia dan kebebasan mendasar harus

sepenuhnya dihormati. Kepentingan dan kesejahteraan perorangan seharusnya

diberi prioritas di atas kepentingan satu-satunya dari ilmu pengetahuan dan

masyarakat

2. Pasal 5. Otonomi dan tanggung jawab perorangan.

Otonomi orang untuk mengambil keputusan, sementara mengambil tanggung

jawab untuk keputusan-keputusan tersebut dan menghormati otonomi orang

lain, harus dihormati. Untuk orang yang tidak mampu menjalankan otonomi,

perlakuan khusus harus diambil untuk melindungi hak-hak dan kepentingan

mereka.

4

Page 5: 25785531-Teaching-Health-Ethics-HIV-Patient.doc

3. Pasal 6. Kesepakatan. Intervensi kedokteran preventif, diagnostik dan terapeutik

yang mana saja hanya untuk dilaksanakan dengan kesepakatan berinformasi dan

bebas, yang terdahulu dari orang yang berkenaan, didasarkan pada informasi

yang cukup. Kesepakatan seharusnya, di mana sesuai, cepat dan dapat ditarik

kembali oleh orang yang berkenaan pada waktu yang bilamana saja dengan

alasan apapun tanpa kerugian atau rasa menyalahi.

4. Pasal 10. Kesamaan mendasar semua manusia dalam martabat dan hak untuk

dihormati sehingga mereka diberlakukan adil dan merata

5

Page 6: 25785531-Teaching-Health-Ethics-HIV-Patient.doc

II. FACTS

Medical dimension

AIDS atau Acquired Immune Deficiency Syndrome adalah menurunnya daya tahan

tubuh terhadap berbagai penyakit karena adanya infeksi virus HIV (Human

Immunodeficiency Virus). Seseorang yang terinfeksi HIV dengan mudah dapat

terserang berbagai penyakit lain karena rendahnya daya imunitas tubuh, dan dapat

mengakibatkan kematian.

AIDS dapat didefinisikan sebagai suatu sindrom atau kumpulan gejala penyakit

dengan karakteristik defisiensi imun yang berat, dan merupakan manifestasi stadium

akhir infeksi HIV. Antibody HIV positif tidak identik dengan AIDS, karena AIDS

harus menunjukan adanya satu atau lebih gejala penyakit akibat defisiensi system

imun selular.

Untuk Negara-negara yang mempunyai fasilitas diagnostic yang cukup, definisi

AIDS adalah sebagai berikut:

1. Suatu penyakit yang menunjukan adanya defisiensi imun selular, misalnya

sarkoma Kaposi, atau satu atau lebih infeksi oportunistik yang didiagnostik

dengan cara yang dapat dipercaya.

2. Tidak adanya sebab-sebab lain Imunodefisiensi selular yang diketahui berkaitan

dengan penyakit tersebut

Untuk Negara-negara yang tidak mempunyai fasilitas diagnostic yang cukup,

telah disusun suatu ketentuan klinik sebagai berikut (hasil workshop di Bangui, Afrika

Tengah, bulan Oktober 1985).

1. Dicurigai AIDS pada orang dewasa bila ada paling sedikit dua gejala mayor dan

satu gejala minor dan tidak ada sebab-sebab imunosupresi yang lain seperti

kanker, malnutrisi berat, atau pemakaian kortikosteroid yang lama.

Gejala mayor :

a. Penurunan berat badan lebih dari 10 %

b. Diare kronik lebih dari 1 bulan

c. Demam lebih dari satu bulan (kontinyu atau intermiten)

Gejala minor :

a. Batuk lebih dari 1 bulan

6

Page 7: 25785531-Teaching-Health-Ethics-HIV-Patient.doc

b. Dermatitis prunik umum

c. Herpes zoster recurrens

d. Kandidiasis oro-faring

e. Limfadenopati generalisata

f. Herpes simpleks diseminata yang kronik progresif

2. Dicurigai AIDS pada anak, bila terdapat paling sedikit dua gejala mayor dan dua

gejala minor, dan tidak terdapat sebab-sebab imunosupresi yang lain seperti

kanker, malnutrisi berat, pemakaian kortikosteroid yang lama atau etiologi lain.

Gejala mayor:

a. Penurunan berat badan atau pertumbuhan yang lambat dan abnormal

b. Diare kronik lebih dari satu bulan

c. Demam lebih dari satu bulan

Gejala minor:

a. Limfadenopati generalisata

b. Kandidiasis oro-faring

c. Infeksi umum yang berulang

d. Batuk persisten

e. Dermatitis generalisata

f. Infeksi HIV pada ibunya

Kriteria tersebut khusus untuk Negara-negara Afrika yang mempunyai

prevalensi AIDS tinggi, dan belum tentu sesuai untuk digunakan di Indonesia. Di

Indonesia untuk keperluan survailan, dipergunakan pedoman definisi WHO/CDC

yang telah direvisi tahun 1987.

Pertama kali kasus AIDS dilaporkan oleh Center For Disease Control (CDC) di

Amerika Serikat pada sekelompok kaum homoseks di California dan New York City

pada tahun 1981, di mana ditemukan adanya sarcoma Kaposi dan pneumonia

Pneumocystis carinii dan beberapa gejala klinis yang tidak biasa. Kemudian gejala

penyakit tersebut semakin jelas diketahui sebagai akibat adanya kegagalan system

imun, dan karena itu disebut AIDS. Kasus-kasus serupa dengan cepat sekali juga

dilaporkan dari belahan dunia lainya seperti Eropa Barat, Australia, Amerika Latin,

Afrika, dan Asia. Teori tentang adanya factor infeksi sebagai penyebab, baru dapat

dikonfirmasikan pada tahun 1983 dengan dapat di isolasinya virus penyebab AIDS

7

Page 8: 25785531-Teaching-Health-Ethics-HIV-Patient.doc

yang sekarang disebut Human Immunodeiciency Virus (HIV), dan tes serologi

pertama kali dapat dilakukan pada tahun 1984.

Dewasa ini dunia tengah mengalami suatu pandemic virus HIV. Pandemi ini

tidak hanya menimbulkan dampak negatif di bidang medis, tetapi juga di bidang

social, ekonomi dan politik. AIDS merupakan masalah global yang penting, dan

merupakan masalah yang sangat kompleks. Masalah pandemic ini terbagi atas tida

aspek epidemic yang timbul secara berkelanjutan di belahan dunia ini, sebagai

berikut:

Epidemic pertama adalah epidemic HIV itu sendiri, yang secara diam-diam

tanpa disadari, dan tanpa diketahui terjadi di masyarakat. Epidemic ini disebut silent

epidemic. Dari peneitian seroarkeologi, ternyata HIV telah ada pada darah beku dari

afrika yang tersimpan sejak tahun 1959. Karena itu silent epidemic diperkirakan telah

terjadi pada akhir enam puluhan atau awal tujuh puluhan.

Epidemic kedua adalah munculnya kasus-kasus AIDS yang terjadi beberapa

tahun kemudian. Hal ini terjadi karena diperlukan waktu beberapa tahun sebelum

seseorang dengan infeksi HIV akan berkembang dan menunjukan gejala-gejala AIDS

yang nyata. Hal ini berkembang cepat pada awal delapan puluhan. Perkembangannya

akan terus berlajut dalam decade mendatang, walaupun seandainya tidak terjadi lagi

penularan baru, karena sejumlah besar HIV akan menjadi sakit dan menunjukan

gejala AIDS.

Epidemic ketiga adalah epidemic reaksi masyarakat terhadap masalah HIV dan

kasus AIDS, sebagai akibat adanya kedua epidemic sebelumnya. Hal ini mulai

nampak sekitar pertengahan tahun delapan puluhan, berupa dampak social, ekonomi,

psikologi, dan bahkan dampak politik. Aspek ketiga epidemic ini akan tergantung dari

kemampuan masyarakat menanggulangi masalah social ini, sehingga dapat mencegah

timbulnya kecurigaan dan diskriminasi, yang berarti terdapat respons positif untuk

pencegahan penularan dan perawatan pada pengidap HIV/AIDS.

HIV terdapat dalam darah dan cairan tubuh seseorang yang telah tertular,

walaupun orang tersebut belum menunjukan keluhan atau gejala penyakit. HIV hanya

dapat ditularkan bila terjadi kontak langsung dengan cairan tubuh atau darah. Dosis

virus memegang peranan penting. Makin besar jumlah virusnya makin besar

kemungkinan ineksinya. Jumlah virus yang banyak ada dalam darah, sperma, cairan

8

Page 9: 25785531-Teaching-Health-Ethics-HIV-Patient.doc

vagina dan serviks dan cairan otak. Dalam saliva, air mata, urin, keringat dan air susu

hanya ditemukan sedikit sekali.

Tiga Cara Penularan HIV :

1. Hubungan seksual, baik secara vaginal, oral ataupun anal dengan seorang

pengidap. Ini adalah cara yang paling umum terjadi, meliputi 80-90 % dari total

kasus sedunia. Lebih mudah terjadi penularan bila terdapat lesi penyakit kelamin

dengan ulkus atau peradangan jaringan seperti herpes genetalis, sifilis, gonorea,

klamidia, kankroid dan trikomoniasis. Risiko pada seks anal lebih besar

disbanding seks vaginal, dan risiko juga lebih besar pada yang insertive. Diketahui

juga bahwa epitel silindris pada mukosa rectum, mukosa uretra laki-laki dan

kanalis servikalis ternyata mempunyai reseptor CD4 yang merupakan target utama

HIV.

2. Kontak langsung dengan darah/produk darah/jarum suntik:

a. tranfusi darah/produk darah yang tercemar HIV, resikonya sangat tinggi,

sampai lebih dari 90 %. Ditemukan sekitar 3-5 % dari total kasus sedunia

b. pemakaian jarum tidak steril/pemakaian bersama jarum suntik dan sempritnya

pada para pecandu narkotik suntik. Risikonya sekitar 0,5-1 %, dan telah

terdapat 5-10 % dari total kasus sedunia.

c. Penularan lewat kecelakaan tertusuk jarum pada petugas kesehatan risikonya

sekitar kurang dari 0,5 % dan telah terdapat kurang dari 1 % dari total kasus

sedunia.

3. Secara vertical dari ibu hamil pengidap HIV kepada bayinya, baik selama hamil,

saat melahirkan ataupun setelah melahirkan. Risiko sekitar 25-40 %, terdapat <

0,1 % dari total kasus sedunia.

Luc Montagnier dkk tahun 1983 telah menemukan LAV (Lymphadenopathy

Associated Virus) dari seseorang dengan pembengkakan kelenjar limfe (PGL). Pada

tahun 1984 sejenis virus yang disebut HTVL 3 (Human T cell Lymphotropic Virus

type 3) ditemukan dari pasien AIDS di Amerika oleh Robert Gallo dkk. Kemudian

ternyata bahwa kedua virus tersebut sama, dan oleh Committee Taxonomy

International pada tahun 1985 disebut sebagai HIV (Human Immuno-deficiency

Virus). Sampai tahun 1994 diketahui ada dua subtype yaitu HIV 1 dan HIV 2.

HIV 1 dan HIV 2 merupakan suatu virus RNA yang termasuk retrovirus dan

lentivirus. HIV 1 penyebarannya lebih luas di hampir seluruh dunia, sedangkan HIV 2

9

Page 10: 25785531-Teaching-Health-Ethics-HIV-Patient.doc

ditemukan pada pasien-pasien dari Afrika Barat dan Portugal. HIV 2 lebih mirip

dengan Monkey Virus yang disebut SIV (simian Immunodeficiency Virus). Antara

HIV 1 dan 2 intinya mirip, tetapi selubung luarnya sangat berbeda.

HIV mempunyai target sel utama yaitu sel limfosit T4, yang mempunyai

reseptor CD4. Beberapa sel lain yang juga mempunyai reseptor CD4 adalah: sel

monosit, sel makrofag, sel folikular dendritik, sel retina, sel leher rahim, dan sel

langerhans. Penelitian terakir juga menunjukan HIV dapat menginfeksi sel astroglia

otak dan sel endotel saluran cerna walaupun sel tersebut tidak mempunyai reseptor

CD4.

Masa inkubasi adalah waktu dari terjadinya infeksi sampai munculnya gejala

yang pertama pada pasien. Pada infeksi HIV hal ini sulit diketahui. Dari penelitian

pada sebagian besar kasus dikatakan masa inkubasi rata-rata 5-10 tahun, dan

bervariasi sangat lebar, yaitu antara 6 bulan sampai lebih dari 10 tahun. Walaupun

belum ada gejala, tapi yang bersangkutan telah dapat menjadi sumber penularan.

I. Infeksi Akut

Sekitar 30-50 % dari mereka yang terinfeksi HIV akan memberikan gejala infeksi

akut yang mirip dengan gejala infeksi mononucleosis, yaitu demam, sakit

tenggorokan, letargi, batuk, mialgia, keringat malam, dan keluhan GIT berupa nyeri

menelan, mual, muntah, dan diare. Mungkin bias didapatkan adanya pembesaran

kelenjar limfe leher, faringitis, macular rash dan aseptic meningitis yang akan sembuh

dalam waktu 6 minggu. Patogenesis simtom ini tidak jelas diketahui, tapi sangat

mungkin akibat adanya reaksi imun yang aktif terhadap masuknya HIV dalam darah.

Saat ini mungkin pemeriksaan antibody HIV masih negative, tapi pemeriksaan Ag

p24 sudah positif. Pada saat ini dikatakan pasien ini sangat infeksius.

II. Infeksi Kronik Asimtomatik

Fase akut akan diikuti fase kronik asimtomatik yang lamanya bias bertahun-tahun.

Walaupun tidak ada gejala, kita tetap dapat mengisolasi virus dari darah pasien dan ini

berarti bahwa selama fase ini pasien juga infeksius. Tidak diketahui secara pasti apa

yang terjadi pada HIV pada fase ini. Mungkin terjadi replikasi lambat pada sel-sel

tertentu dan laten pada sel-sel lainnya. Tapi jelas bahwa aktivitas HIV tetap terjadi

dan ini dibuktikan dengan menurunnya fungsi system imun dari waktu ke waktu.

Mungkin sampai jumlah virus tertentu tubuh masih dapat mengantisipasi system imun

dalam kompensasi.

10

Page 11: 25785531-Teaching-Health-Ethics-HIV-Patient.doc

III. PGL (Pembengkakan Kelenjar Limfe)

Pada kebanyakan kasus, gejala pertama yang muncul adalah PGL. Ini menunjukan

adanya hiperaktivitas sel limfosit B dalam kelenjar limfe, dapat persisten selama

bertahun-tahun, dan pasien tetap merasa sehat. Terjadi progresi bertahap dari adanya

hyperplasia folikel dalam kelenjar limfe sampai timbulnya involusi dengan adanya

invasi sel limfosit T8. ini merupakan reaksi tubuh untuk menghancurkan sel dendritik

folikel yang terinfeksi HIV. Di samping itu infeksi pada otak juga sering terjadi.

Walaupun dikatakan konsentrasi HIV paling banyak dalam likuor serebrospinal,

umumnya sulit mendeteksi kelainan psikoneurologi pada fase ini.

Dengan menurunnya sel limfosit T4, makin jelas nampak gejala klinis yang

dapat dibedakan menjadi beberapa keadaan. Gejala ini dapat dibagi atas:

a. Gejala dan keluhan yang disebabkan oleh hal-hal tidak langsung berhubungan

dengan HIV, seperti: diare, demam lebih satu bulan, keringat malam, rasa lelah

berlebihan,batuk kronik lebih dari satu bulan, dan penurunan berat badan 10 %

atau lebih. Apabila yang mencolok adalah penurunan berat badan, maka ini

merupakan salah satu penyakit indicator AIDS dan disebut slim disease, gejala

ini yang paling banyak terdapat di Afrika.

b. Gejala yang langsung akibat HIV, misalnya: mielopati, neuropati perifer, dan

penyakit susunan saraf otak. Hampir 30 % pasien dalam stadium akhir akan

menderita AIDS dementia kompleks. Yaitu menurun sampai hilangnya daya

ingat, gangguan fungsi motorik dan fungsi kognitif, sehingga pasien sulit

berkomunikasi dan tidak bias jalan

c. Infeksi oportunistik dan neoplasma. Pada stadium kronik simtomatik ini sangat

sedikit keluhan dan gejala yang benar-benar langsung akibat HIV. Sebagian

besar adalah akibat menurunnya sel limfosit T4, sehingga dengan terganggunya

sentral system imun selular ini, maka infeksi oportunistik yang sering dialami

adalah infeksi virus, parasit dan mikobakterium. Neoplasma yang dikenal

sebagai penyakit indicator AIDS adalah sarcoma Kaposi dan limfoma sel B

yang terisolasi di otak dan non Hodgkin limfoma.

Diagnosis AIDS dapat dibuat bila terdapat satu atau lebih gejala penyakit yang

termasuk indicator AIDS dan pemeriksaan laboratorium sebagai bukti adanya infeksi

HIV (seperti yang tercantum dalam lampiran definisi kasus menurut CDC,USA).

11

Page 12: 25785531-Teaching-Health-Ethics-HIV-Patient.doc

AIDS diperiksa sesuai dengan metode diagnostic penyakitnya masing-masing,

misalnya: pemeriksaan mikroskopis untuk kandidiasis, PCP, TBC paru, dsb. Kadang-

kadang perlu pemeriksaan penunjang lain, seperti laboratorium rutin, serologis,

radiologist, USG, CT scan, bronkoskopi, pembiakan, hispatologis dan sebagainya.

Penatalaksanaan HIV/AIDS terdiri dari: pengobatan, perawatan/rehabilitasi dan

edukasi. Pengobatan pada pengidap HIV/ penderita AIDS ditujukan terhadap:Virus

HIV, infeksi oportunistik, kanker sekunder, status kekebalan tubuh, simtomatis dan

suportif, obat Antiretrovirus, Obat-obat untuk Infeksi Oportunistik, Terapi profilaktik,

Obat untuk Kanker Sekunder, Immune Restoring Agents, Pengobatan Simtomatis dan

Suportif.

Perjalanan alamiah penyakit AIDS belum diketahui dengan pasti. Factor-faktor

yang memegang peran untuk timbulnya AIDS pada seorang HIV positif belum

diketahui dengan jelas. Diperkirakan bahwa infeksi HIV yang berulang dan

pemajanan terhadap infeksi-infeksi lain, seperti virus herpes simpleks, CMV, dan

EBV mengakibatkan progresivitas penyakit. Median survival pasien AIDS adalah

antara 1-2 tahun untuk Negara maju dan kurang dari 1 tahun untuk Negara yang

sedang berkembang.

Perawatan dilakukan dengan mengingat prinsip-prinsip isolasi protektif dan

isolasi preventif. Rehabilitasi ditujukan pada pengidap atau pasien AIDS dan keluarga

atau orang terdekat dengan melakukan konseling yang bertujuan untuk:

1. memberikan dukungan mental-psikologis

2. membantu mereka untuk bisa mengubah perilaku risiko tinggi menjadi perilaku

yang tidak beresiko atau kurang beresiko

3. mengingatkan kembali tentang cara hidup sehat, sehingga bisa mempertahankan

kondisi tubuh yang baik

4. membantu mereka untuk menemukan solusi permasalahan yang berkaitan denan

penyakitnya, antara lain bagaimana mengutarakan masalah-masalah pribadi dan

sensitive kepada keluarga dan orang terdekat.

Edukasi pada masalah HIV/AIDS bertujuan untuk mendidik pasien dan

keluarganya tentang bagaimana menghadapi kenyataan hidup bersama AIDS,

kemungkinan diskriminasi dari masyarakat sekitar, bagaimana tanggung jawab

12

Page 13: 25785531-Teaching-Health-Ethics-HIV-Patient.doc

keluarga, teman dekat, atau masyarakat lain. Pendidikan juga diberikan tentang cara

hidup sehat, mengatur diet, menghindari kebiasaan yang dapat merugikan kesehatan,

seperti : rokok, minuman keras, narkotik, dsb.

Sepanjang sejarah penelitian kedokteran, virus HIV merupakan satu-satunya

virus yang diteliti sedemikian luas, namun penelitian itu belum dapat menemukan

obat yang paten, ataupun vaksinnya. Karena itu yang sangat khusus dari HIV/AIDS

ialah tidak ada pilihan lain selain dengan cara pencegahan melalui edukasi atau

pendidikan kesehatan yang bertujuan untuk mengubah perilaku berisiko tinggi

menjadi perilaku yang kurang berisiko atau tidak berisiko untuk penularan.

Pasien Values and Social Dimension

Pasien adalah manusia yang memiliki hak yang sama dengan manusia lainnya.

Seberat apapun penyakit dari pasien tetap pasien memiliki hak untuk penghidupan

yang layak dengan kita. Berat ringannya suatu penyakit, menular atau tidaknya suatu

penyakit tidak membuat kita menjadi seseorang paranoid untuk menghindari orang

tersebut karena suatu penyakit yang tidak semua orang tahu bagaimana sebenarnya

penularan dari penyakit tersebut. Hal itu sangatlah tidak adil bagi pasien yang

mengidap penyakit itu, apalagi dia tidak sengaja sampai tertular penyakit itu, apakah

kita sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang paling mulia sudah bersikap adil ?

Pasien dengan penyakit menular seperti kasus diatas seringkali menderita

secara mental maupun fisiknya. Pasien tersebut memerlukan perhatian dan motivasi

dari keluarganya melebihi orang-orang yang tidak menderita suatu penyakit.

Bukankah kita diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa untuk saling menghargai dan

menghargai sesama, si miskin atau si kaya, si sehat ataupun si sakit semuanya sama

di hadapan Tuhan. Jadi kenapa kita harus membuat suatu diskriminasi kepada orang

lain. Apakah bijaksana kita sebagai manusia yang beradab menghukum seseorang

atas suatu penyakit yang bukan dengan sengaja ia terima. Sebagai seorang dokter

yang memiliki kewajiban melindungi kehidupan dari masa pembuahan sampai

kematian. Sebagai seorang dokter dalam pengambilan keputusan merupakan hal

yang sangat sulit, namun hal itu meerupakan konsekuensi dalam profesi kita.

13

Page 14: 25785531-Teaching-Health-Ethics-HIV-Patient.doc

Merupakan hal yang sangat sulit bagi seorang dokter dalam memberikan

keputusan mengenai penyakit yang diderita oleh pasien. Seperti pada kasus diatas

sangatlah sulit apakah seorang dokter harus menceritakan penyakit dari pasien

ataukah menyimpan kerahasiaan penyakit pasien seperti yang diminta oleh pasien.

Seorang pasien memiliki hak atas perlindungan privacy, jadi dia berhak meminta

kerahasiaan penyakitnya dari dokter dan dokter juga memiliki kewajiban untuk

menjaga kerahasiaan dari pasien. Untuk itu sangat diperlukan komunikasi yang baik

antara dokter, keluarga pasien dan pasien. Namun dengan menjaga kerahasiaan dari

penyakit pasien menyebabkan kematian bagi orang lain yang tidak tahu tentang

penyakitnya apakah itu dapat dianggap sebagai suatu keadilan? Kembali lagi pada

hubungan ataupun komunikasi antara dokter dan pasien tersebut, diperlukan

pengetahuan yang lebih pada pasien tentang penyakit dan penularannya, dan

dikembalikan lagi pada hati nurani dari pasien tersebut, apakah setelah dijelaskan

cara penularan dari HIV AIDS dia akan mengantisipasi penularan pada orang lain.

Disini sangat diperlukan komunikasi dari dokter dan pasien. Sangatlah sulit menjadi

orang yang baik dan bijaksana tanpa melukai perasaan orang lain.

Komunikasi dan interaksi yang baik dengan pasien sangatlah diperlukan,

seperti pada model IFS yang membantu menganalisis konsekuensi dari aksi pada

tingkat yang beragam dan berbagai daerah. Adanya komunikasi baik searah antara

dokter dengan pasien, pasien dengan keluarga, dan pasien dengan lingkungan.

14

Page 15: 25785531-Teaching-Health-Ethics-HIV-Patient.doc

Ethics Tools: The Ethical Grid

Deklarasi Lisabon 1981 menjelaskan secara lebih lengkap tentang hak-hak pasien

yaitu :

1. Pasien berhak atas privacy yang harus dilindungi, ia pun berhak atas

kerahasiaan data-data mediknya

2. Pasien berhak mati secara bermartabat dan terhormat

Organizational Dimension

Dalam Deklarasi Genewa yang terdapat dalam International Code of Medical Ethics

tahun 1947. Sebenarnya, ini adalah semacam pernyataan kembali dari ”Hippocratic

Oath”, dan lebih dikenal sebagai Declaration of Geneva. Selanjutnya, deklarasi ini

telah diamandemenkan di Sydney pada tahun 1968 dan di Venice, Italia pada tahun

1983. Berikut adalah teks lengkap deklarasi ini :

Deklarasi Genewa

Dengan hikmat saya berjanji untuk mendarma baktikan hidup saya untuk

melayani kemanusiaan.

Saya akan menjalankan profesi saya dengan penuh kesadaran dan kehormatan.

Kesehatan pasien saya adalah pertimbangan utama saya.

15

Page 16: 25785531-Teaching-Health-Ethics-HIV-Patient.doc

Saya akan menghormati rahasia-rahasia yang dipercayakan kepada saya,

bahkan sampai setelah pasien meninggal.

Saya akan menjaga setinggi-tingginya kehidupan manusia sejak permulaan,

walaupun dalam keadaan terancam, dan saya tidak akan menggunakan pengetahuan

kedokteran saya berlawanan dengan hukum-hukum kemanusiaan.

Seorang dokter harus menghormati hak-hak pasien teman sejawat, dan pekerja

kesehatan lainnya, dan harus menjaga kepercayaan pasien

Seorang dokter harus bertindak hanya untuk kepentingan pasiennya bila

memberikan perawatan medis yang dapat menimbulkan efek pelemahan kondisi fisik

dan mental pasien.

Seorang dokter harus selalu mengingat kewajiban untuk menjaga kehidupan

manusia.

Seorang dokter harus menjaga kerahasiaan secara mutlak mengenai segala hal

yang ia ketahui tentang pasiennya, bahkan sampai pasien tersebut telah meninggal.

Seorang dokter harus memberikan pertolongan darurat sebagai tugas kemanusiaan,

kecuali dia mengetahui bahwa ada pihak lain yang mau dan mampu memberikan

tindakan yang dimaksud.

Menurut Medical Secrecy (Rahasia Kedokteran) ini disahkan pada tahun 1973

oleh World Medial Association (WMA). Kita, sebagai dokter di Indonesia, sangat

memerlukan referensi Rahasia Kedokteran ini. Hal ini sangat penting untuk bahan

pertimbangan dan antisipasi, mengingat cukup banyak peristiwa yang dialami para

dokter dalam praktek maupun hal lainnya yang memerlukan rujukan yang benar dan

memadai.

Dengan memperhatikan bahwa privasi individu sangat dijunjung tinggi dalam

berbagai masyarakat dan diakui sebagai hak warga-negara; dan

Dengan memperhatikan bahwa sifat kerahasiaan hubungan pasien-dokter

dipandang sangat penting oleh para dokter dan disetujui oleh pasien.

Dengan memperhatikan bahwa ada peningkatan kecendrungan pelanggaran

terhadap kerahasiaan kedokteran;

Dalam kesepakatan WMA (Perhimpunan Dokter Dunia) yang ke-27

menegaskan pentingnya menjaga kerahasiaan medis, bukan sebagai keistimewaan

dokter, tetapi untuk melindungi privasi individu sebagai dasar dari hubungan antara

16

Page 17: 25785531-Teaching-Health-Ethics-HIV-Patient.doc

pasien dan dokter, dan meminta Persatuan Bangsa-bangsa (PBB) sebagai wakil dari

penduduk dunia, untuk memberikan bantuan yang dibutuhkan profesi kedokteran dan

untuk menunjukan cara untuk melindungi hak azasi setiap manusia.

Saja akan merahasiakan segala sesuatu yang saja ketahui karena pekerdjaan

saja dan karena keilmuan saja sebagai dokter;

Saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan perikemanusiaan

Saya akan menjalankan tugas saya dengan cara yang terhormat dan bersusila

sesuai dengan martabat pekerjaan saya sebagai dokter.

Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang akan saya ketahui kepada orang

lain karena pekerjaan saya dan karena keilmuan saya sebagai dokter.

Dalam KODEKI atau Kode Etik Kedokteran Indonesia mengatur hubungan

antar manusia yang mencakup kewajiban secara umum seorang dokter, hubungan

dokter dengan pasiennya, kewajiban dokter terhadap sejawatnya dan kewajiban dokter

terhadap diri sendiri. Menurut KODEKI kewajiban dokter terhadap pasien tecantum

dalam pasal 10, 12, 13 yang berbunyi :

Pasal 10, setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajibannya

melindungi hidup mahluk insani.

Pasal 12, setiap dokter harus memberi kesempatan kapada pasien agar

senantiasa dapat berhubungan dengan keluarga dan penasihatnya dalam

beribadat dan atau dalam masalah lain.

Pasal 13, setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahui

tentang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal.

17

Page 18: 25785531-Teaching-Health-Ethics-HIV-Patient.doc

III. ASSESSMENT

Wellbeing of the Patient

Pasien yang menderita HIV AIDS mengalami gangguan psikis dan fisik yang lebih,

oleh karena itu dukungan dan motivasi dari keluarga dan lingkungan sekitar sangat

diperlukan. Perlunya pendidikan mengenai HIV AIDS bagi keluarga dan lingkungan

masyarakat mengenai penularan HIV AIDS sangat diperlukan. Hal itu nantinya dapat

mengubah perilaku masyarakat untuk tidak mendiskriminasi penderita HIV AIDS.

Ada berbagai macam cara penularan HIV AIDS, baik melalui hubungan seksual

hetero maupun homoseksual, melalui jarum suntik yang pemakaiannya secara

bergantian, melalui donor darah orang dengan HIV AIDS (ODHA) ataupun melalui

ibu yang menderita HIV AIDS kepada janin yang dikandungnya.

HIV AIDS merupakan suatu penyakit yang meyerang kekebalan tubuh manusia

melalui cara penularan di atas. Ada berbagai macam tanda dan gejala orang-orang

yang mengidap HIV AIDS seperti : diare, demam lebih satu bulan, keringat malam,

rasa lelah berlebihan,batuk kronik lebih dari satu bulan, dan penurunan berat badan

10 % atau lebih. Apabila yang mencolok adalah penurunan berat badan, maka ini

merupakan salah satu penyakit indikator AIDS dan disebut slim disease. Gejala yang

langsung akibat HIV, misalnya: mielopati, neuropati perifer, dan penyakit susunan

saraf otak. Hampir 30 % pasien dalam stadium akhir akan menderita AIDS dementia

kompleks. Yaitu menurun sampai hilangnya daya ingat, gangguan fungsi motorik dan

fungsi kognitif, sehingga pasien sulit berkomunikasi dan tidak bisa jalan.

Pada stadium kronik simtomatik ini sangat sedikit keluhan dan gejala yang

benar-benar langsung akibat HIV. Sebagian besar adalah akibat menurunnya sel

limfosit T4, sehingga dengan terganggunya sentral system imun selular ini, maka

infeksi oportunistik yang sering dialami adalah infeksi virus, parasit dan

mikobakterium.

Gejala-gejala diatas biasanya muncul setelah 6 bulan sampai 10 tahun setelah

terinfeksi dengan HIV, namun waktu kemunculannya tergantung pada imunitas dari

orang tersebut. Dalam keadaan sehari-hari penderita HIV AIDS biasanya dapat

beraktivitas seperti orang-orang tanpa HIV AIDS jadi mereka dapat kembali

melanjutkan kehidupannya seperti orang normal, namun mereka memiliki batasan-

batasan dalam bertingkah laku agar tidak menularkan virus tersebut kepada orang

lain.

18

Page 19: 25785531-Teaching-Health-Ethics-HIV-Patient.doc

Autonomy of the Patient

Otonomi adalah bentuk kebebasan bertindak dari seseorang dalam mengambil

keputusan sesuai dengan rencana yang ditentukannya sendiri. Otonomi dapat pula

diartikan sebagai hak atas perlindungan privacy. Dalam hubungan dokter dengan

pasien ada otonomi klinis atau kebebasan profesional dari dokter dan kebebasan

terapeutik atau kebebasan diagnostik dari pasien. Kebebasan profesional adalah hak

dokter untuk menyarankan tindakan terbaik bagi pasien menyangkut penyakitnya,

berdasarkan ilmu, ketrampilan dan pengalaman dokter tersebut

Responsibility of the Health Care Professionals

Profesi kedokteran merupakan profesi yang disertai dengan moralitas yang tinggi,

seorang dokter memiliki tanggung jawab yang cukup besar. Sebagai seorang dokter

harus siap apabila ada pasien yang memerlukan dalam keadaan apapun dan

dimanapun serta menjadikan manusia yang sakit menjadi sehat. Hal itu merupakan

suatu nilai kemanusiaan yang tiada ternilai harganya.

Setiap sikap dan keputusan yang dilakukan oleh seorang dokter harus dilandasi

oleh pengetahuan yang dilandasi oleh nilai etik dalam pandangan pada penderitaan

manusia sebagai obyek medik. Karena apabila pengetahuan yang tidak dilandasi nilai

etik akan menilai manusia sebagai obyek medik yang menyebabkan

terputusnya/melemahnya hubungan antara dokter dan pasien. Seorang dokter yang

melayani pasiennya disamping mengobati masalah fisik yang dialami pasien jugga

mengobati masalah psikis yang dialami pasien, keluarga serta lingkungan masyarakat.

19

Page 20: 25785531-Teaching-Health-Ethics-HIV-Patient.doc

IV. DECISION MAKING

Recapitulation Of the Moral Problems

Pada kasus tersebut sangatlah sulit pada posisi sebagai seorang dokter, dokter harus

tetap merahasiakan penyakit yang diderita oleh pasien baik itu dari keluarganya

sekalipun, sehingga dengan merahasiakan penyakit dari pasien tersebut kelanjutan

kedepan bagi kehidupan si pasien dan orang yang akan menjadi pendamping

hidupnya kelak, namun disatu sisi lain tidak adil juga bagi keluarga lain yang tidak

tahu apa sebenarnya penyakit si pasien, sehingga keinginan berbuat baik dan ingin

melihat si pasien bahagia akhirnya malah mengakibatkan orang lain yang tidak tahu

menjadi sakit bahkan sampai kehilangan nyawanya. Alangkah baiknya kalau terjadi

hubungan yang baik pada masing-masing keluarga dan keluarga mau saling

memotivasi setiap suka maupun duka yang terjadi pada masing-masing keluarga.

Seorang dokter tidak boleh memberitahu apapun penyakit yang diderita oleh

pasien, oleh karena itu pada kasus diatas dokter tidak memberitahu keluarga pasien

tentang penyakit yang diderita pasien, namun dokter dapat memberi tahu pasien

tentang bagaimana penyakit yang diderita oleh pasien, cara penularannya dan

bagaimana mengantisipasi terjadinya penularan penyakit tersebut.

Sdokter pasti memiliki cara pandang dan sikap yang berbeda dalam

menghadapai suatu permasalahan namun bagaimanapun caranya menyikapi suatu

permasalahan mereka memiliki tujuan yang sama yaitu berusaha menyelamatkan

kehidupan setiap insani, pasien yang menderita HIV AIDS merupakan kasus yang

sangat rumit dan sensitif untuk dibicarakan.

Arguments

Pasien memiliki hak privacy yang harus dihormati oleh seorang dokter dan dokter

juga memiliki kewajiban untuk menjaga segala hal yang ia tahu tentang pasiennya

sampai pasien itu meninggal.

Pada kasus diatas, dokter sudah tentu telah melakukan tindakan yang sesuai

dengan prosedur dan dalam hal ini seorang dokter telah melakukan prinsip berbuat

baik dan melindungi privacy dari pasien, dokter tidak mungkin memberitahu kepada

keluarga pasien tentang penyakit si pasien apabila pasien memang tidak

menginginkan keluarganya tahu tentang penyakitnya, disinilah diperlukan suatu

20

Page 21: 25785531-Teaching-Health-Ethics-HIV-Patient.doc

komunikasi yang baik antara dokter dan pasien agar dokter tidak menyakiti hati si

pasien dan si pasien juga tidak menyakiti dan merugikan oranglain. Pada kasus

diatas kita tidak dapat menyalahkan siapapun tentang apa yang telah terjadi pada si

pasien dan suami barunya yang merupakan adik iparnya, karena apabila dokter

memberitahu keluarganya tentang penyakit si pasien, itu akan melanggar kode etik

kedokteran, tetapi apabila si pasien mau berkomunikasi dengan keluarganya tentang

apa penyakitnya mungkin saja keputusan ibu mertuanya untuk menikahkannya

dengan adik iparnya akan difikirkan lagi, hal itu sebenarnya tergantung dari hati

nurani dari si pasien dan keikhlasan keluarganya dalam menerima apapun keadaan

dari si pasien.

Decision

Menurut saya keputusan yang telah dilakukan oleh dokter pada kasus diatas sudah

tepat, sebagai seorang dokter kita tidak boleh memberitahu apapun tentang segala

sesuatu yang berhubungan dengan pasien meskipun sampai pasien tersebut

meninggal karena hal tersebut melanggar kode etik dan sumpah kedokteran serta hal

tersebut dapat mengganggu kehidupan sosial dari pasien, apabila kita dengan

seenaknya memberi tahu kepada oranglain tentang penyakit yang diderita oleh si

pasien apalagi pasien tersebut seperti kasus di atas, sudah barang tentu hal tersebut

akan lebih menyakiti psikis dan fisik dari pasien itu, bisa saja ia akan dikucilkan dari

masyarakat dan akan kehilangan pekerjaannya. Yang paling utama yang harus kita

lakukan kepada pasien adalah memberikan edukasi yang baik kepada si pasien

tentang penyakitnya, bagaimana cara penularan ddan mengantisipasi terjadinya

penularan. Komunikasi kepada keluarga sangat diharapkan tidak oleh dokter tapi

oleh pasien sendiri, dan apabila ia ingin menikah lagi alangkah baiknya apabila ia

mau terbuka dan jujur kepada suaminya tentang penyakitnya. Apalagi kita tahu

penularan HIV AIDS dapat melalui hubungan seksual, sekarang tergantung dari hati

nurani pasien apakah dia mau terbuka dan jujur pada suaminya sehingga dia tidak

menjerumuskan orang yang dicintainya ke suatu jurang yang nantinya dapat

mengakibatkan kematian, apalagi kalau sampai hasil buah cinta mereka sehingga

melahirkan seorang anak, lalu bagaimana dengan si anak? Bukankah sudah pasti si

anak akan tertular, dengan demikian apakah si pasien tidak saja menghilangkan satu

21

Page 22: 25785531-Teaching-Health-Ethics-HIV-Patient.doc

kehidupan, tetapi dua kehidupan sekaligus. Apakah itu mulia ? Apabila si pasien

tetap tidak mau untuk memberitahu keluarganya ia harus bersiap menanggung semua

risiko yang dapat terjadi kepadanya dan pendamping hidupnya yang baru.

Evaluation

Dilema Medical Ethics yang masih sulit dipecahkan di Indonesia adalah masalah

HIV/AIDS. Seperti yang telah kita ketahui masalah HIV sangat sensitif di telinga kita.

Banyak pro dan kontra terjadi di masyarakat tentang kehidupan sosial dari orang

dengan HIV AIDS hal tersebut tidak dapat kita pungkiri. Setiap orang yang

mendengar kata HIV AIDS pasti langsung memandang sebelah mata, meskipun

banyak kampanye tentang HIV AIDS telah dilakukan terutama mengenai cara

penularan yang berdampak nantinya masyarakat tidak mendiskriminasikan orang.

Disinilah seorang dokter dituntut untuk selalu mengadakan suatu komunikasi

yang sangat baik kepada pasien, seorang dokter juga harus menjamin penghormatan

terhadap martabat manusia, perlindungan hak-hak asasi manusia dan kebebasan

dasar, serta seorang dokter juga harus menghormati otonomi pasien, melakukan

perbuatan baik kepada pasien dengan mengusahakan yang terbaik tanpa merugikan

pasien, pada kasus diatas tugas seorang dokter terutama pemberian edukasi tentang

apa penyakit si pasien, bagaimana cara penularannya dan cara mengantisipasi agar

tidak terjadi penularan. Dokter tidak berhak memberitahu tentang penyakit yang

diderita oleh pasien kepada keluarganya, tetapi pasienlah yang seharusnya memberi

tahu apa yang dia derita kepada keluarganya, apabila telah dilakukan kembali lagi

pada peran dokter dalam berkomunikasi dengan keluarga pasien mengantisipasi

terjadinya diskriminasi pada pasien.

Adanya kesamaan mendasar semua manusia dalam hak dan martabat untuk

dihormati oleh setiap insani yang ada di dunia, sehingga dapat diperlakukan adil dan

merata dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat dan bernegara.

DAFTAR PUSTAKA

22

Page 23: 25785531-Teaching-Health-Ethics-HIV-Patient.doc

1. Maertens, dkk. Bioetika Refleksi atas Masalah Etika Biomedis. Gramedia Jakarta. 1995

2. Nazif Amrul Hidayat. Bioetika dan hak-hak Azasi Manusia. Komisi Bioetika nasional. 2007

3. Wiradarma Danny. Etika Profesi Medis. Universitas Tri Sakti. 1999

4. Taher. Medical Ethics. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta 2003

5. Majelis Kehormatan Etika Kedokteran Indonesia. KODEKI dan Pedoman Penatalaksanaan KODEKI Indonesia. Ikatan Dokter Indonesia. 2002

6. Steinkamp Nobert. Clinical Ethics Consultation First International Assessment Summit April. University Medical Centre Nijmegen. 2003

7. Green Ben. Medical ethics. http://www.priory.com/pme.htm. Version 2.0 Published July 2001

8. Rafei Muchtar Uton. Reproductive Health and HIV/AIDS http://www.searo.who.int/en/Section1081/Section1090.htm. Last update 16 November 2006.

9. HIV AIDS http://www.searo.who.int/en/Section1081/Section1090.htm. Last update 26 April 2006.

10. Guidance on Ethics and Equitable Access to HIV Treatment and Care http://www.who.int/ethics/en/ethics equity_HIV e.pdf . Last Update 2006

23