ethics and marketing management

40
Ethics And Marketing Management Konsumen dan Produsen Konsumen Konsumen merupakan stakeholder yang paling penting dalam bisnis. Konsumen harus diperlakukan dengan baik secara moral, tidak saja merupakan tuntutan etika, melainkan syarat mutlak untuk mencapai keberhasilan dalam bisnis. Walaupun konsumen sering dinyatakan sebagai raja, dalam kenyataan sebenarnya kekuasaannya sangat terbatas. Pengetahuan konsumen tentang barang atau jasa yang ada di pasar seringkali tidak mencukupi untuk mengambil keputusan pembelian dengan tepat. Konsumen pada umumnya tidak memiliki keahlian ataupun waktu untuk secara seksama meneliti kualitas dan harga dari berbagai produk yang ada di pasar. Konsumen sering berada dalam posisi yang lebih lemah terhadap produsen, dan lebih mudah menjadi korban manipulasi produsen. Konsumen seharusnya memiliki hak-hak sebagai konsumen, yaitu hak atas keamanan, hak atas informasi, hak untuk memilih, dan hak untuk didengarkan (Bertens 2000). Setiap produk mengandung resiko tertentu bagi

Transcript of ethics and marketing management

Page 1: ethics and marketing management

Ethics And Marketing Management

Konsumen dan Produsen

Konsumen

Konsumen merupakan stakeholder yang paling penting dalam

bisnis. Konsumen harus diperlakukan dengan baik secara moral, tidak

saja merupakan tuntutan etika, melainkan syarat mutlak untuk

mencapai keberhasilan dalam bisnis.

Walaupun konsumen sering dinyatakan sebagai raja, dalam

kenyataan sebenarnya kekuasaannya sangat terbatas.

Pengetahuan konsumen tentang barang atau jasa yang ada di

pasar seringkali tidak mencukupi untuk mengambil keputusan pembelian

dengan tepat. Konsumen pada umumnya tidak memiliki keahlian

ataupun waktu untuk secara seksama meneliti kualitas dan harga dari

berbagai produk yang ada di pasar. Konsumen sering berada dalam

posisi yang lebih lemah terhadap produsen, dan lebih mudah menjadi

korban manipulasi produsen.

Konsumen seharusnya memiliki hak-hak sebagai konsumen, yaitu

hak atas keamanan, hak atas informasi, hak untuk memilih, dan hak

untuk didengarkan (Bertens 2000). Setiap produk mengandung resiko

tertentu bagi konsumen, khususnya resiko kesehatan dan keselamatan.

Pestisida dapat berbahaya bagi kesehatan petani yang

menggunakannya bila terus menerus menghirup bahan kimia tersebut.

Selain itu, konsumen yang membeli sayur mayur yang masih

mengandung pestisida menghadapi resiko keracunan. Obat pada

umumnya mempunyai efek samping yang tidak dikenal atau dipahami

oleh konsumen sehingga dapat menimbulkan sakit yang lain dan yang

ingin diobati. Makanan banyak yang mengandung zat pengawet atau

zat pewarna yang berbahaya bagi kesehatan, dengan misalnya

mengakibatkan penyakit kanker. Mainan untuk anak-anak dengan

Page 2: ethics and marketing management

mudah dapat melukai mereka karena anak-anak mungkin belum mampu

untuk berhati-hati terhadap bagian-bagiannya yang tajam misalnya.

Merupakan hal yang wajar bila konsumen berhak untuk memperoleh

produk yang aman, yaitu produk yang tidak membahayakan kesehatan

ataupun kehidupannya.

Selanjutnya konsumen berhak untuk mengetahui seluruh informasi

yang relevan mengenai produk yang dibelinya, tentang produk itu sendiri,

tentang cam memakainya, termasuk juga tentang resiko yang dapat

timbul dan pemakaian produk tersebut. Berbagai cara harus

digunakan untuk meyakinkan bahwa konsumen memperoleh informasi

tersebut dengan benar. Informasi tersebut dapat dicantumkan pada label

dari produk, yang berisi lengkap tentang isinya, beratnya, tanggal

kedaluwarsanya, komponen dan produk tersebut. Untuk produk yang

bergaransi, maka informasi dapat disampaikan dalam keterangan yang

lengkap dalam kartu garansi tentang syarat dan konsekuensi dari

garansi tersebut.

Konsumen berhak untuk memilih produk sesuai dengan yang

diinginkannya. Oleh karena itu, maka monopoli ataupun oligopoli

melanggar hak konsumen untuk memilih. Dalam sistem ekonomi pasar

bebas, maka kompetisi merupakan unsur yang mutlak harus ada.

Konsumen berhak untuk membandingkan Berbagai kualitas dan harga

produk sebelum mengambil keputusan untuk membeli.

Selanjutnya, oleh karena konsumen adalah pemakai dari produk,

maka konsumen berhak untuk didengarkan komentarnya tentang suatu

produk ataupun keluhannya Bila suatu peraturan atau undang-undang

yang menyangkut suatu produk disiapkan, maka seharusnya pandangan

konsumen diakomodasi.

Hubungan Produsen dengan Konsumen

Interaksi antara produsen dengan konsumen memang tidak pernah

secara langsung menghadapkan antara produsen dan konsumen,

Page 3: ethics and marketing management

melainkan melalui perangkat komunikasi modem. Walaupun demikian,

hubungan dan interaksi itu tetap merupakan interaksi sosial. Karena itu,

sebagaimana halnya semua interaksi sosial lainnya, interaksi bisnis antara

produsen dan konsumen pun tetap mengenal adanya hak dan kewajiban

antara satu pihak dan pihak lainnya. Hak dan kewajiban ini didasarkan pada

kenyataan bahwa interaksi bisnis antar produsen dengan konsumen adalah

interaksi sosial.

Teori-teori yang bersangkutan dengan kewajiban moral produsen

telah dikembangkan, masing-masing mencari keseimbangan yang

berbeda dari hak dan kewajiban moral konsumen pada dirinya sendiri,

dengan hak dan kewajiban moral produsen pada dirinya sendiri. Teori-

teori tersebut adalah teori kontrak, teori due care, dan teori biaya sosial

(Velasquez 1998).

Teori Kontrak

Menurut teori ini maka hubungan antar produsen dengan

konsumen dapat dinyatakan sebagai hubungan kontrak, dan

kewajiban moral dari produsen pada konsumennya pada intinya adalah

apa yang dinyatakan dalam kontrak tersebut. Ketika konsumen

membeli suatu produk, maka konsumen dengan sukarela membuat

"kontrak penjualan" dengan perusahaan. Perusahaan dengan

bebas dan sadar setuju untuk memberikan kepada konsumen produk

dengan karakteristik tertentu dan konsumen sebaliknya dengan bebas

dan penuh kesadaran setuju membayar sejumlah uang kepada

perusahaan untuk produk tersebut. Perusahaan memiliki kewajiban

moral untuk memberikan produk dengan karakteristik yang dimaksud, dan

konsumen memiliki hak untuk memperoleh produk dengan karakteristik

yang dimaksud tersebut.

Berdasarkan teori ini, maka hubungan kontraktual yang baik

dan adil adalah yang memenuhi batasan-batasan :

Page 4: ethics and marketing management

a. Kedua belah pihak mengetahui sepenuhnya tentang apa yang

disetujui dan kondisi persetujuan yang disepakati. Kedua belah

pihak harus mengetahui hak dan kewajibannya, konsekuensi dari

kontrak, jangka waktu dan lingkup kontrak, dan segala sesuatu

tentang kontrak tersebut.

b. Tiap pihak tidak boleh dengan sengaja memberikan fakta yang

salah atau memalsukan fakta tentang kondisi dan syarat-syarat

kontrak kepada pihak yang lain. Semua informasi yang diperlukan

untuk d1ketahui oleh pihak lain hares diberikan sejelas mungkin dan

tidak boleh diberikan sedemikian rupa sehingga mengaburkan arti

sebenarnya, dan dapat menimbulkan perbedaan penafsiran atau

penafsiran ganda. Tiap pihak seharusnya aktif meminta informasi

dan penjelasan terperinci tentang berbagai hal yang menyangkut

persetujuan atau kontrak tersebut.

c. Tiap pihak tidak boleh memaksa pihak lain untuk melakukan kontrak

atau persetujuan itu. Kontrak atau persetujuan yang dilakukan dalam

keadaan terpaksa dan dipaksa tidak dapat dianggap sah.

Sebagai konsekuensi dari teori kontrak, maka bisnis memiliki

kewajiban moral kepada konsumen. Kewajiban moral dasar tersebut

adalah: (1) mematuhi syarat-syarat dan kondisi dalam kontrak, (2)

menginformasikan segala hal tentang produk yang dijualnya, (3)

menghindari kesalah pahaman (4) menghindari usaha mempengaruhi

atau memaksa konsumen. Dengan melaksanakan kewajiban moral

tersebut, maka bisnis menghargai hak konsumen untuk diperlakukan

sebagai orang yang bebas dan sama derajatnya.

Keberatan terhadap teori kontrak memfokuskan pada pandangan

bahwa teori ini didasarkan pada asumsi yang tidak rill. Pertama, teori

mengasumsikan bahwa produsen berhubungan langsung dengan

konsumen. Dalam kenyataan, hal ini jarang terjadi. Untuk banyak produk

konsumsi maka terdapat banyak perantara diantara produsen dan

Page 5: ethics and marketing management

konsumen akhir. Jadi produsen tidak pernah berhubungan langsung

dengan konsumen. Pandangan ini dibantah dengan argumentasi bahwa

produsen dapat saja melakukan perjanjian kontrak tidak langsung

dengan konsumen. Produsen mempromosikan produknya. Promosi ini

memberikan janji yang membuat konsumen membeli produk tersebut

dari pengecer yang berfungsi sebagai pembawa produk. Melalui

promosi tersebut maka produsen membuat kontrak tidak langsung

dengan pihak-pihak yang membeli produk tersebut, baik perantara

maupun konsumen akhir.

Keberatan kedua pada teori kontrak adalah bahwa suatu

kontrak memberikan kebebasan kepada konsumen untuk menyetujui

kontrak dengan membeli atau tidak membeli. Oleh karena itu

kebebasan dari kontrak sebetulnya membebaskan produsen dari

kewajiban yang bersangkutan dengan produknya. Argumentasi ini

mengandalkan bahwa konsumen memiliki pengetahuan dan waktu untuk

mempelajari dengan seksama tiap produk yang ingin dikonsumsinya.

Hal yang pada umumnya tidak dapat diharapkan dari konsumen umum.

Keberatan ketiga mengkritik asumsi bahwa produsen dan

konsumen sama derajatnya, dalam arti sama akhirnya dalam menilai

kualitas produk sehingga dalam membeli, konsumen telah meIindungi

kepentingannya dengan cukup. Dalam kenyataannya maka konsumen

dan produsen tidak sama. Konsumen membeli ratusan produk yang

berbeda, dan tentunya tidak dapat diharapkan memiliki kemampuan

yang sama seperti produsen dalam menilai suatu produk. Konsumen

tidak memiliki ketrampilan maupun waktu untuk mencari dan

memproses informasi agar sampai pada kesimpulan untuk membeli

atau tidak. Dengan demikian sebagai konsekuensinya, konsumen harus

mengandalkan produsen dalam keputusan pembeliannya.

Page 6: ethics and marketing management

Teori Due Care

Teori yang lain dari kewajiban moral produsen pada konsumen

didasarkan pada idea bahwa konsumen dan produsen tidak sederajat

dan bahwa kepentingan konsumen khususnya dapat dirugikan oleh

produsen yang memiliki pengetahuan dan keahlian yang tidak dimiliki oleh

konsumen Karen; produsen pada posisi yang lebih, maka mereka memiliki

kewajiban untuk melakukan perhatian khusus untuk meyakinkan bahwa

kepentingan konsumen tidak dirugikan oleh produk yang mereka

tawarkan.

Teori ini berpendapat bahwa karena konsumen harus

tergantung pada keahlian produsen, maka produsen tidak hanya

mempunyai kewajiban untuk memberikan produk yang sesuai dengan

apa yang ditawarkan baik secara implisit maupun yang eksplisit.

Produsen juga memiliki kewajiban tambahan untuk dengan penuh

perhatian mencegah konsumen dirugikan oleh produk tersebut.

Kewajiban ini tetap ada walaupun produsen secara eksplisit telah

menyatakan bebas dari tanggung jawab dan bahwa pembeli telah

menyetujuinya dengan membeli produk tersebut. Due care (perhatian

yang semestinya) haruslah dilakukan dalam rancangan produk, dalam

proses produksi untuk menghasilkan produk tersebut, dalam kontrol

kualitas yang digunakan untuk menguji dan monitor produksi, dan

dalam setiap label, instruksi dan penjelasan yang dinyatakan dalam

produk. Dalam setiap hal tersebut, maka produsen dengan keahlian

dan pengetahuannya yang lebih dari konsumen, mempunyai kewajiban

positif untuk meyakinkan bahwa produk akhirnya aman.

Pandangan ini didasarkan pada prinsip bahwa produsen

mempunyai kewajiban moral untuk tidak merugikan atau melukai pihak

yang lain, dan bahwa kewajiban ini khususnya sangat penting bila

pihak konsumen tergantung pada penilaian dari produsen. Prinsip ini

mengikuti teori cure yang berpendapat bahwa orang harus memberi

perhatian pada kesejahteraan mereka yang memiliki hubungan khusus

Page 7: ethics and marketing management

dengannya, khususnya hubungan ketergantungan. Dalam hal ini maka

produsen dan konsumen mempunyai hubungan ketergantungan tersebut.

Permasalahan dalam "due care" adalah tidak adanya metode yang

jelas untuk menentukan apakah telah dilakukan "due care" yang cukup.

Beberapa produk jelas mengandung resiko. Bila produsen berusaha

menghilangkan seluruh resiko tersebut, bahkan resiko yang sangat

rendah, maka diperkirakan bahwa harga produk tersebut akan diluar

jangkauan kebanyakan konsumen. Kesulitan yang lain adalah bahwa hal

ini mengandaikan produsen dapat menentukan resiko yang

bersangkutan dengan penggunaan suatu produk, van, mungkin tidak

diketahui akan membawa dampak yang merugikan konsumen sampai

lama sekali. Hanya setelah banyak orang menderita karena penggunaan

asbestos, orang dapat menyimpulkan hubungan antara asbestos

dengan kanker. Kesulitan selanjutnya adalah bahwa teori ini cenderung

untuk sangat paternalistik. Teori ini mengandaikan bahwa produsen

yang harus memperhatikan konsumen, paling tidak dalam level resiko

yang harus diambilnya. Banyak yang berpendapat bahwa keputusan

tersebut seharusnya diserahkan pada pilihan bebas dari konsumen, yang

dapat menentukan untuk mereka sendiri level resiko yang ingin

diambilnya.

Teori Biaya Sosial

Teori ini memperluas kewajiban produsen diluar yang ditentukan

oleh hubungan kontraktual dan diluar yang diminta oleh kewajiban untuk

melakukan due care. Teori ini berpendapat bahwa suatu produsen

seharusnya membayar biaya yang timbul dari setiap kerusakan yang

ditimbulkan karena kesalahan produk, bahkan bila produsen telah

melakukan seluruh due care dalam rancangan dan produksi produk, dan

telah mengambil seluruh langkah-langkah untuk memperingatkan

pemakai akan kemungkinan bahaya yang timbul.

Page 8: ethics and marketing management

Teori ini didasarkan pada argumentasi utilitarian. Argumentasinya

adalah bahwa biaya "eksternal" dari kerusakan yang timbul dari

cacatnya produk yang tidak dapat dihindari merupakan bagian dari biaya

yang harus dibayar masyarakat untuk menghasilkan dan menggunakan

produk tersebut. Den menuntut produsen untuk menanggung seluruh

biaya eksternal tersebut se biaya internal dari rancangan produksi

tersebut, maka seluruh biaya internal dan merupakan bagian dart harga

suatu produk. Dengan internal seluruh biaya seperti ini akan

menimbulkan penggunaan yang lebih efisien dari sumber daya

masyarakat.

Argumentasi dari konsep ini didasarkan pada berbagai

pandangan. Pertama, karena harga merefleksikan seluruh biaya

produksi dan penggunaan produk, kekuatan pasar akan meyakinkan

bahwa produk tidak diproduksi berlebihan, dan sumber daya masyarakat

tidak disia-siakan. Kedua, karena produsen harus membayar seluruh

biaya kerusakan, maka mereka akan termotivasi untuk melakukan

lebih besar perhatian dan karena itu mengurangi jumlah kecelakaan.

Produsen dengan demikian berusaha mengurangi biaya sosial dari

kerusakan, dan ini berarti perhatian yang lebih efisien pada sumber daya

manusia. Untuk menghasilkan manfaat yang maksimum dari sumber

daya yang terbatas, maka biaya sosial dari kecelakaan yang timbul

karena produk yang cacat seharusnya diinternalisasi dengan

membebankan semuanya pada produsen. Ketiga, internalisasi biaya

kecelakaan dengan cara ini memungkinkan produsen mendistribusikan

kerugian diantara semua pemakai produk, daripada membiarkan kerugian

jatuh seluruhnya pada individu yang mungkin tidak sanggup

menanggung seluruh kerugian.

Dibalik teori kewajiban produsen ini adalah asumsi standard

utilitarian tentang nilai efisiensi. Teori ini mengasumsikan bahwa

penggunaan yang efisien dari sumber daya demikian pentingnya

untuk masyarakat sehingga biaya sosial harus dialokasikan sedemikian

Page 9: ethics and marketing management

rupa untuk membuat penggunaan yang lebih efisien dan perhatian pada

sumber daya kita. Dengan dasar ini, maka teori ini berargumentasi

bahwa produsen harus menanggung seluruh biaya sosial yang timbul

karena kerusakan yang disebabkan oleh cacatnya produk, walaupun tidak

ada kelalaian yang dilakukan dan tidak ada hubungan kontraktual antara

produsen dengan konsumen.

Kritik terhadap pandangan ini adalah bahwa konsep yang

diajukan pada prinsipnya tidak adil. Tidak adil karena melanggar

dasar pengertian compensatory justice. Keadilan kompensatori

mengimplikasikan bahwa seorang dapat dipaksa untuk memberikan

kompensasi pada suatu pihak yang terluka hanya bila orang tersebut

dapat mengetahui dan mencegah kecelakaan tersebut. Dengan

memaksa produsen untuk membayar kerugian yang mereka tidak dapat

meramalkan atau mencegahnya, maka teori biaya sosial ini tidak adil

terhadap produsen. Selain itu juga, karena teori ini menyarankan agar

membebankan seluruh biaya tersebut pada seluruh konsumen (dalam

bentuk harga yang lebih tinggi), maka konsumen juga tidak diperlakukan

dengan adil. Kritik yang lain adalah pada asumsi bahwa membebankan

seluruh biaya kecelakaan para produsen akan mengurangi jumlah

kecelakaan. Ada pendapat bahwa dengan membebaskan konsumen dari

tanggung jawab untuk membayar sendiri kerugian mereka, maka

konsumen justru makin tidak bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri.

Kritik selanjutnya memfokuskan pada beban keuangan terhadap produsen

dan perusahaan asuransi. Besarnya biaya sosial tersebut dapat

menghancurkan banyak perusahaan karena tidak akan sanggup

menanggung biaya tersebut. Kompetisi

Persaingan bisnis yang makin ketat menimbulkan kemungkinan

perusahaan melakukan praktek-praktek pemasaran yang meragukan

dalam aspek moralnya, khususnya yang menyangkut kompetisi.

Kompetisi seharusnya menimbulkan efisiensi pada pasar dan memberikan

manfaat bagi konsumen, karena akan makin banyak jenis produk yang

Page 10: ethics and marketing management

tersedia di pasar pada harga terbaik. Akan tetapi, pasar yang kompetitif

hanya menguntungkan konsumen bila proses kompetisinya itu sendiri

adil. Permasalahannya kemudian terletak pada bagaimana

pengaturannya agar terjadi kompetisi yang add. Walaupun pemerintah

memegang peranan penting untuk meyakinkan kompetisi yang adil, akan

tetapi pengaturan oleh pemerintah sering tidak cukup. Hanya bila mereka

yang terlibat dalam proses kompetisi melakukannya dengan adil dan jujur,

maka sistem itu sendiri akan berfungsi dengan adil. Standard moral

diharapkan memiliki peranan disini, akan tetapi godaan untuk melanggar

standard kompetisi yang jujur dan adil untuk keuntungan diri sendiri

memang sering terlalu kuat.

Salah satu cara untuk unggul dalam kompetisi adalah dengan

mengusahakan monopoli. Bila suatu perusahaan dapat mengusahakan

dan menjaga monopoli di suatu bidang, maka tidak akan ada batasan

kompetisi pada harga yang ditentukannya. Perusahaan dapat

menentukan harga semuanya sendiri, sejauh ada pasar yang memerlukan

produknya pada harga yang ditentukan tersebut. Bagaimana suatu

perusahaan dapat memonopoli? Salah satu cara adalah dengan

mengeliminasi kompetitor. Keinginan ini sendiri sudah merupakan dilema

moral, karena tindakan ini cenderung untuk mengurangi makna dari

sistem persaingan bebas itu sendiri. Kalau ini diperoleh dengan cara-cara

mengusahakan agar perusahaan sendiri lebih efisien, lebih produktif,

maka proses itu sendiri adil. Hal in] merupakan bagian dari sistem kompetisi

dan menghasilkan efisiensi yang dituju oleh sistem persaingan bebas itu

sendiri. Akan tetapi lazimnya eliminasi kompetitor dilakukan dengan

sengaja, dan cara-cara yang digunakan adalah cara-cara yang tidak

dapat diterima oleh standard moral.

Cara lain untuk mengendalikan kompetisi adalah bila dalam suatu

industri yang terjadi adalah oligopoli, dimana hanya beberapa produsen

menguasai pasar. Kondisi oligopoli memungkinkan terjadinya kolusi untuk

menghindari persaingan. Para produsen mungkin setuju untuk tidak

Page 11: ethics and marketing management

berkompetisi di suatu daerah, dengan membagi pasar menurut segmen

daerah atau segmen yang lain. Atau dengan persetujuan penetapan harga

(price fixing), yaitu sepakat akan harga yang akan diterapkan pada

konsumen. Kolusi seperti ini merupakan tindakan yang tidak bermoral

karena menyalahi sistem persaingan bebas dan merugikan konsumen.

Persaingan biayanya mahal, dan ini sering berakibat pada

runtuhnya perusahaan-perusahaan kecil, sehingga akhirnya yang

tersisa adalah perusahaan-perusahaan besar. Perusahaan besar mampu

untuk memperoleh produk dengan harga lebih murah, sehingga

memungkinkannya untuk menawarkan produk lebih murah dari perusahaan

kecil yang menjual produk yang sama. Akhirnya persaingan tersisa antar

perusahaan-perusahaan besar.

Dalam hal ini mungkin tidak ada keinginan perusahaan besar untuk

mematikan perusahaan kecil, hanya saja perusahaan kecil itu sendiri yang

kalah bersaing. Sementara itu konsumen tidak dirugikan, bahkan

diuntungkan karena persaingan tetap berlaku antar perusahaan-

perusahaan besar tersebut.

Konsumen tetap diuntungkan, karena perusahaan-perusahaan besar

tersebut akan tetap berusaha untuk makin efisien dan menjual dengan

harga lebih murah. Dengan demikian dalam kasus ini dapat dikatakan

bahwa tidak ada yang tidak bermoral dalam kasus tersebut.

Walaupun demikian, seperti telah dibahas dalam bab sebelumnya,

banyak orang mempertanyakan moralitas dari sistem ekonomi itu sendiri,

yang memperbolehkan kompetisi akhirnya hanya antar orang kaya saja,

atau akhirnya yang boleh usaha hanya orang kaya saja, atau

perusahaan perusahaan besar saja. Argumentasi yang lain berpendapat

bahwa sistemnya sendiri tetap bermoral, karena masyarakat luas tetap

merasakan manfaat dari sistem tersebut. Selain itu, sesungguhnya

dalam realitas bisnis yang terjadi tidaklah seperti yang dikemukakan,

yaitu yang menyatakan bahwa akhirnya peserta kompetisi dalam pasar

hanyalah perusahaan-perusahaan besar saja. Dalam realitas bisnis,

Page 12: ethics and marketing management

selalu ada perusahaan-perusahaan kecil yang bertahan dan mengisi

ceruk-ceruk pasar, bahkan segmentasi pasar selalu memungkinkan

perusahaan dalam berbagai ukuran untuk terus bertahan, sehingga

persaingan dalam pasar dilsi oleh berbagai jenis ukuran perusahaan.

Keputusan Produk

Alasan mengapa masyarakat mengijinkan perusahaan ada adalah

karena masyarakat memperoleh manfaat dengan adanya perusahaan.

Perusahaan menghasilkan barang dan jasa yang diperlukan oleh

masyarakat, dan perusahaan menyediakan lapangan kerja bagi

anggota masyarakat. Perusahaan memang memperoleh keuntungan

dengan menghasilkan barang dan jasa tersebut. Akan tetapi perusahaan

seharusnya dicegah secara legal dan moral untuk mencapai keuntungan

dengan merugikan stakeholder yang lain.

Oleh karena fungsi utama dari perusahaan selain membuat

keuntungan, adalah menghasilkan barang dan jasa, maka analisa moral

perlu dilakukan terhadap apa yang dihasilkan. Jelas tidak bermoral

untuk menawarkan jasa membunuh orang. Oleh karena membunuh orang

juga tidak legal. Maka tidak legal juga menawarkan jasa membunuh orang.

Karena itu, jasa atau barang yang dihasilkan atau akan dihasilkan dapat

dinilai dart aspek moral dan aspek legalnya. Produk pada umumnya legal

akan tetapi perlu ditanyakan bermoral atau tidaknya. Sebagai contoh,

produksi dan distribusi minuman keras, rokok atau pelacuran di lokalisasi

pelacuran. Dibanyak negara, maka produksi dari distribusi senjata apt,

pelacuran, serta judi juga legal.

Hukum memang diharapkan merupakan perwujudan dari norma

moral akan tetapi dengan segala kelemahan dari suatu sistem hukum, maka

tidaklah aneh bahwa sesuatu yang legal belum tentu bermoral, sedangkan

sesuatu yang tidak legal belum tentu juga tidak bermoral. Juga tidak semua

yang tidak bermoral hares dinyatakan tidak legal ataupun bahkan dapat

dinyatakaa tidak legal.

Page 13: ethics and marketing management

Sebagian orang akan berpendapat bahwa pembuatan ranjau darat,

boa atom, dan lain-lainnya tidak bermoral. Sebagian lagi berpendapat

bahwa bukan produk itu sendiri yang tidak bermoral, akan tetapi

penggunaannya. Misalnya dalam kasus minuman keras dan alkohol,

seharusnya yang lebih penting adalah dibatasi penggunaannya dan juga

kepada siapa dijualnya.

Kritik yang sampai sekarang masih banyak dinyatakan adalah

bahwa sebenarnya produsen yang menentukan apa kebutuhan dan

keinginan konsumen, bukan keinginan dan kebutuhan konsumen yang

menjadi dasar produsen untuk menghasilkan produk tertentu. Sulit untuk

dibayangkan bahwa konsumenlah yang memerlukan sikat gigi listrik,

mungkin lebih tepat adalah bahwa produsen yang memutuskan untuk

membuat sikat gigi listrik dan kemudian mempromosikannya agar

konsumen membeli produk tersebut. Demikian pula apakah konsumen

sebenarnya memerlukan minuman ringan? Banyak yang berpendapat

bahwa minuman ringan tidak memberikan nutrisi apapun bagi yang

meminumnya, dan produk tersebut dibeli oleh konsumen karena promosi

yang dilakukan oleh produsen. Sebetulnya hal yang sia-sia untuk

memproduksi dan mengkonsumsi minuman ringan karena tidak ada

manfaat yang berguna bagi masyarakat.

Pendekatan utilitarian berpendapat bahwa produk dan

penggunaannya seharusnya tidak dapat dikatakan bermoral, tetapi

pertimbangan manfaat yang perlu digunakan untuk menentukan apakah

bermoral atau tidaknya. Dilain pihak, sebenarnya pendekatan

deontological atas dasar hak, kewajiban, keadilan, dan perhatian dapat

pula digunakan untuk menilai apakah suatu produk dan penggunaannya

bermoral atau tidak. Pada umumnya dapat disimpulkan bahwa sebagian

barang dan jasa jelas seharusnya tidak dibuat atau dijual, sebagian masih

dapat diperdebatkan, sebagian lain dapat diterima walaupun distribusi

seharusnya dibatasi, dan kebanyakan jelas secara moral diijinkan,

walaupun mungkin dapat salah dipakai atau merugikan manusia.

Page 14: ethics and marketing management

Keamanan Produk

Makin kompleksnya ekonomi dan makin meningkatnya

ketergantungan konsumen pada bisnis untuk kebutuhan mereka makin

meningkatkan tanggung jawab produsen pada konsumen, khususnya dalam

masalah keamanan produk (product safety). Konsumen tidak dalam posisi

untuk menilai keamanan produk, maka mereka harus bersandar terutama

pada kesadaran bisnis untuk meyakinkan keamanan bagi mereka.

Produk yang ditawarkan ke konsumen seharusnya aman bagi

mereka. Permasalahannya seberapa aman dan dengan biaya berapa? Dart

pandangan etika, maka terdapat tiga langkah berbeda dalam penilaian

keamanan suatu produk (DeGeorge 1999). Pertama, menentukan seberapa

banyak keamanan 'tercapai dan caranya. Ini merupakan pengetahuan

teknis yang seharusnya dimiliki oleh produsen. Kedua, menentukan

seberapa banyak keamanan dituntut untuk suatu produk. lni merupakan

permasalahan resiko yang dapat diterima oleh konsumen (acceptable

risk). Hal ini bukan suatu permasalahan tehnis, tetapi pertanyaan tentang

nilai dan perbandingan nilai. Permasalahan ini sebaiknva dijawab oleh

mereka yang akan mengalami resiko tersebut, yaitu pemakai akhir,

masyarakat umum, atau pemerintah yang mewakili masyarakat umum.

Ketiga, meyakinkan apakah pada suatu saat tertentu suatu produk atau

aktivitas memenuhi standard yang ditentukan oleh masyarakat.

Masyarakat mengetahui bahwa mereka mengambil resiko bila

mengendarai mobil, akan tetapi tentunya tidak mengharapkan bahwa

rem akan macet, mobil tiba-tiba terbakar, stir tidak bisa menggerakkan

roda, dan sebagainya. Hal-hal tersebut merupakan keamanan produk

yang tidak diharapkan terjadi. Masyarakat mengharap tidak ada resiko

apapun untuk masuk ke hotel, ataupun bangunan tingkat tinggi lainnya,

berkendaraan di jalan layang, lewat jembatan, clan sebagainya. Mereka

mengharapkan bahwa bangunan ataupun jembatan tidak ambruk saat

mereka menggunakannya, kecuali bila ada gempa bumi yang sangat

Page 15: ethics and marketing management

kuat. Bahkan dalam hal ini masyarakat mengharapkan level margin

keamanan yang sangat besar.

Agar orang dapat secara rasional menentukan resiko, beberapa

kondisi harus dipenuhi. Pertama, orang harus tahu bahwa mereka

dalam keadaan beresiko. Perusahaan harus memberitahu konsumen

tentang resiko yang dapat terjadi dengan menggunakan produk

mereka. Kedua, orang juga perlu mengetahui tentang sifat dan sumber

resiko tersebut. Bila resiko datang dari suatu produk, mereka harus

tahu dalam kondisi apa resiko dapat terjadi. Tanpa pengetahuan mi,

mereka tidak dapat mengetahui bagaimana menilai resiko dan apakah

mereka mau mengambil resiko tersebut. Bila resiko itu suatu yang tetap

yang timbul dart penggunaan biasa dart suatu produk, misalnya

penggunaan gergaji listrik, maka pemakainya mengetahui bahwa

mereka harus hati-hati bila memakainya. Bila bahaya hanya timbul

dalam kondisi tertentu, atau bila salah memakai produknya, konsumen

berhak tahu untuk memutuskan apakah akan menghindari resiko

dengan tidak menggunakan produk tersebut atau mengambil resiko

dengan mengetahui bahaya yang mungkin timbul. Ketiga, untuk menilai

resiko maka konsumen hares mengetahui seberapa besar resiko

tersebut dan bagaimana menanganinya. misalnya dengan

menghindari atau meminimalkan resiko tersebut. Bila kita membeli ban

mobil yang mempunyai spesifikasi untuk kecepatan maksimum 150 km

per jam, maka prang dapat menghindari keceIakaan dengan

mengendarai mobil pada kecepatan kurang dari 150 km per jam.

Dengan mengetahui resikonya dan bagaimana menanganinya (misal

dengan mengendarai mobil pada kecepatan dibawah I50 km per jam),

orang layak untuk membeli ban mobil tersebut Keempat, untuk dapat

menilai resiko secara rasional, orang harus tahu alternatif yang lain bila

ada. Mereka yang ingin menghindari resiko terbang mengetahui bahwa

ada alternatif menggunakan kereta api, mobil, sepeda, jalan kaki,

dan sebagainya. Resiko dalam membeli mobil yang tidak aman

Page 16: ethics and marketing management

dapat diminimumkan dengan membeli mobil lain yang mungkin lebih

aman. Akan tetapi resiko tersebut selalu ada, dan untuk menghindari

resiko tersebut alternatifnya mungkin adalah tidak mengendarai

mobil.

Level resiko yang dapat diterima untuk suatu produk dapat

ditentukan secara tidak resmi dengan konsep state of the art

(pengetahuan dan kemampuan secara umum untuk menghasilkan

suatu produk) dart tipe produk yang bersangkutan. atau ditentukan

oleh masyarakat, yang disampaikan melalui berbagai jalur misalnya

lembaga swadaya masyarakat, badan sane didirikan oleh masyarakat

atau oleh pemerintah. bevel keamanan produk biasanya lebih tinggi untuk

produk yang pemakaiannya dapat menimbulkan resiko yang fatal,

misalnya kematian atau cacat tubuh dan juga bila menimbulkan resiko

bagi banyak orang. Level keamanan bagi pesawat terbang komersial jauh

lebih tinggi dibandingkan dengan mobil, atau helikopter, karena pesawat

terbang komersial dapat menimbulkan kecelakaan yang lebih fatal

dibandingkan dengan mobil, dan mempengaruhi lebih banyak orang

dibandingkan dengan helikopter.

Tanggung jawab akan produk bukanlah masalah moral yang dapat

dengan mudah diselesaikan. Produsen pada umumnya berkewajiban secara

moral untuk menghasilkan produk yang cukup aman dan memenuhi

standard yang dapat diharapkan oleh masyarakat dalam level state of the art

untuk produksinya. Produsen secara moral bertanggung jawab bila

produknya membahayakan konsumen walaupun tidak mengetahui hal itu

sebelumnya. Produsen juga secara moral bertanggung jawab untuk

memberitahu konsumen kemungkinan kerugian yang dapat timbul dengan

penggunaan produk tersebut, atau dengan penggunaan yang salah dari

produk tersebut. Kasus-kasus yang meliputi kelalaian yang seharusnya

diketahui, misalnya perusahaan penerbanganyagn tidak melakukan

pengisian tabung oksigen secara rutin sesuai dengan petunjuk seharusnya.

Atau bila perusahaan memproduksi barang yang berbahaya, misalnya

Page 17: ethics and marketing management

membuat kembang api dengan campuran bahan peledak. Kasus-kasus ini

bukan merupakan dilema moral, akan tetapi kasus tindakan yang tidak

bermoral dari perusahaan.

Beberapa pedoman yang dapat membantu produsen untuk

bertingkah lake bermoral dalam kaitannya dengan keamanan produk

dapat dinyatakan. Pertama, produsen seharusnya memprioritaskan

keamanan dari produk. Produsen sering hanya mempertimbangkan

biaya sebagai dasar rancangan keamanan produknya. Biaya memang

tidak dapat diabaikan, akan tetapi keamanan produk seharusnya

memperoleh prioritas utama. Kedua, produsen seharusnya

meninggalkan pemikiran bahwa kecelakaan terjadi hanya karena

penggunaan produk yang salah, karena itu bukan tanggung jawab

produsen. Dalam hal ini produsen seharusnya berbagi tanggung jawab

keamanan produk dengan konsumen. Produsen harus memberitahukan

secara terperinci tentang bagaimana produk seharusnya digunakan

dengan aman. Ketiga, produsen harus monitor seluruh proses produksi

dengan menilai kondisi kerja dan kompetensi dari pekerja, serta

meyakinkan bahwa rancangan, proses, ataupun material yang digunakan

harus aman. Keempat, bila produk siap untuk dipasarkan, perusahaan

seharusnya memeriksa semua program pemasaran, untuk meyakinkan

tidak adanya masalah keamanan. Kelima, bila produk sudah dipasarkan,

perusahaan harus memberikan informasi tentang kinerja produk dalam

keamanannya. Keenam, produsen harus meneliti setiap keluhan

konsumen.

Keputusan Harga

Kecuali perusahaan memegang monopoli, maka penentuan harga

adalah bagian dan pemasaran, dan sukses perusahaan tergantung

antara lain pada mengetahui kondisi pasar untuk menentukan harga

yang tepat dapat diterima oleh pasar. Permasalahan moral dalam

harga adalah overpricing dan markup atau markdown harga.

Page 18: ethics and marketing management

Overpricing berarti memberi harga produk lebih dari nilai

sesungguhnya Overpricing tidak akan dapat terjadi dalam sistem

kompetitif sempurna. Ada yang berpendapat bahwa sebetulnya tidak

ada overpricing, karena tidak ada yang dapat membatasi keuntungan

yang benar. Pemikiran ini mengandaikan bahwa harga terjadi dalam

sistem yang kompetitif. akan tetap dalam kenyataannya tidak ada sistem

persaingan sempurna.

Selain dalam kondisi monopoli dan oligopoly dimana overpricing

dapat terjadi, maka ada berbagai kondisi dimana overpricing dapat terjadi.

Dalam setiap kasus, maka lazimnya overpricing terjadi disebabkan

karena terciptanya kondisi monopoli, atau kebutuhan yang terpaksa,

atau karena konsumen yang tidak merasa perlu untuk memperhatikan

harga.

Contoh kasus pertama, misalnya convenience store, toko dalam

lingkungan perumahan, dimana harga barang yang dijual lazimnya jauh

lebih tinggi dari harga di pasar swalayan, apakah penetapan harga

tersebut bermoral? Konsumen membeli di toko ini karena mereka

memerlukan barang pada saat itu juga pada saat mereka sangat

membutuhkan, misalnya membeli sabun mandi, atau minuman ringan,

dan sebagainya. Toko jenis MI dengan demikian berada pada posisi

untuk menetapkan harga yang lebih tinggi dari seharusnya, yang

merugikan konsumen. Pengusaha convenience store mengakui

bahwa harm yang ditetapkannya lazimnya jauh lebih tinggi dari harga

di pasar swalayan, akan tetapi mereka berpendapat bahwa

konsumen tidak keberatan, karena adanya toko tersebut untuk

memudahkan mereka. Juga karena harga yang ditetapkan bukan untuk

mengambil keuntungan sebesar-besarnya, akan tetapi sesuai dengan

biaya usaha mereka; Nan, bersangkutan dengan skala usaha mereka.

Keberlangsungan hidup usaha seperti itu menunjukkan bahwa

konsumen memang memerlukan adanya convenience store, dan

berpendapat bahwa harga yang ditentukan adalah harga yang wajar

Page 19: ethics and marketing management

bagi konsumen pada saat mereka memerlukan. Konsumen yang

memerlukan rokok pada saat tertentu akan mengeluarkan biaya yang

jauh lebih mahal bila harus ke pasar swalayan khusus untuk membeli

rokok saja, dan memerlukan waktu padahal kebutuhannya adalah

saat itu juga.

Kasus yang kedua dimana harga terlalu tinggi dapat terjadi,

misalnya dilakukan oleh para rentenir uang. Mereka melayani orang

yang tidak dapat meminjam uang melalui jalur yang lazimnya tersedia,

misalnya tidak dapat meminjam ke teman, atau saudara, atau bank baik

bank komersial biasa maupun bank perkreditan rakyat. Para rentenir

berargumentasi bahwa mereka melayani orang yang membutuhkan,

dan mengenai bunga yang tinggi sekali, hal ini karena resiko yang

tinggi, sebab mereka tidak meminta jaminan harta apapun, serta

konsumennya mau. Dalam kenyataannya usaha ini mengambil

keuntungan dari kebutuhan orang lain yang terpaksa dan transaksi

tidak berlangsung dengan adil karena tidak ada alternatif lain yang

tersedia bagi konsumen, sehingga dapat dikatakan bahwa dalam kasus

ini yang terjadi adalah penetapan harga yang tidak bermoral.

Selain kebutuhan yang terpaksa dan tidak adanya pemasok

yang lain maka ketidak pedulian konsumen sering memberikan peluang

untuk overpricing. Berbagai tehnik overpricing dapat dipraktekkan, antara

laic dengan menaikkan harga yang sangat tinggi dengan harapan bila

ditawarpun masih memberikan margin yang sangat besar, ataupun harga

yang sangat tinggi dengan harapan konsumen akan berpendapat bahwa

barang bermutu tinggi karena harganya tinggi. Dalam kasus kasus

tersebut, penjual memperhitungkan ketidak tahuan pembeli. Dengan

melakukan hal tersebut, maka penjual menipu pembeli, karena itu secara

moral tidak dapat diterima. Dalam jangka panjang, praktek tersebut akan

merusak pasar, menimbulkan ketidak percayakan konsumen akan produk

dan harga, dan gagal untuk memuaskan kebutuhan konsumen yang

diperlukan untuk suatu sistem bisnis yang berkelanjutan.

Page 20: ethics and marketing management

Markup adalah penentuan harga dengan menentukan margin

keuntungan yang diperlukan diatas semua biaya yang diperlukan untuk

pengadaan barang tersebut. Banyak cara markup secara moral tidak

bermasalah. Yang sering terjadi adalah melakukan markup kemudian

memberikan tawaran discount, sehingga seolah-olah discount terhadap

harga yang wajar dengan mengurangi keuntungan penjual, akan tetapi

pada kenyataannya karena telah dilakukan markup. maka sebetulnya

bukan discount. Ini merupakan usaha menipu konsumen, karena itu dalam

hal ini markup merupakan tindakan yang tidak bermoral.

Penentuan Harga dalam Tender

Tender merupakan praktek yang lazim digunakan oleh penjual misal

dalam lelang, untuk mendapat harga tertinggi bagi produknya, akan tetapi

lebih Bering oleh pembeli untuk memperoleh harga terendah. Cara ini lazim

digunakan dalam proyek-proyek konstruksi oleh pemerintah dan

perusahaan besar dalam mencari pasokan barang dalam jumlah besar,

dan oleh perusahaan kontraktor yang mencari subkontraktor dan pemasok.

Prosedur tender secara moral dapat dipertanggung jawabkan, akan tetapi

dalarn praktek sulit untuk menjaga agar proses itu adil (DeGeorge 1999).

Proses tender dapat dilakukan terbuka atatr tertutup. Dalam lelang

biasanya proses dilakukan terbuka, dan ini lazimnya lebih

menguntungkan penjual, dan jugs secara moral lebih dapat

dipertanggung jawabkan. Akan tetapi tender tertutup lebih sering

digunakan, karena cenderung memberikan penawaran harga yang lebih

adil dan harga yang lebih rendah bagi pembeli. Misal pada tender untuk

pengadaan barang, maka bila proses tender terbuka, suatu perusahaan

akan menawarkan harga sedikit lebih rendah dari kompetitornya yang

telah memberikan penawaran terlebih dahulu. Layanan tersebut dapat jauh

lebih tinggi dari harga terendah yang mungkin akar ditawarkannya bila tidak

diketahui siapa kompetitornya dan berapa harga yang ditawarkan

kompetitor. Selain itu bila proses tender terbuka, maka perusahaan-

Page 21: ethics and marketing management

perusahaan pemasok akan saling menunggu untuk memberikan

penawaran. Proses tender tertutup yang benar-benar rahasia

biasanya lebih dapat dipertanggung jawabkan secara moral.

Akan tetapi dalam pelaksanaannya, proses tender tertutup rawan

terhadap usaha-usaha penyogokan untuk mengetahui penawaran harga

oleh perusahaan kompetitor. Cara yang lain yang lazim digunakan untuk

memenangkan tender adalah menggunakan material yang kurang

berkualitas dibandingkan spesifikasi yang diminta, sehingga

memungkinkan harga yang memenangkan tender.

Proses tender yang dilakukan oleh pemerintah khususnya untuk

proyek-proyek yang bernilai besar paling tidak terhadap tindakan-tindakan

tidak bermoral, baik dari pejabat-pejabat pemerintah maupun dari

perusahaan peserta tender. Seeing terjadi apa yang disebut arisan tender,

yaw para peserta tender sepakat untuk bekerja sama dengan mencntukan

siapa yang akan memenangkan tender saat ini. dan siapa yang akan

memenangkan yang kemudian, serta siapa yang akan menjadi

subkontraktor atau yang memperoleh imbalan untuk tidak menang ataupun

untuk puns menjadi subkontraktor. Dalam kasus dimana tidak banyak

perusahaan yang mampu untuk melaksanakan proyek, maka seeing

perusahaan menawarkan dengan harga yang sangat rendah, dan

kemudian setelah pelaksanaan sebagian proyek maka perusahaan

meminta tambahan biaya dengan berbagai alasan (cost overruns) agar

perusahaan dapat menyelesaikan proyek tersebut. Pemerintah sering

terpaksa hares memenuhi praktek yang tidak bermoral tersebut.

Cara untuk memaksa konsumen tidak hanya dapat dilakukan

terhadap pemerintah, tetapi juga dapat terhadap konsumen umum.

Praktek yang dilakukan oleh perusahaan mobil adalah yang menjual mobil

baru dengan harga rendah, serta kemudian menjual suku cadang dengan

harga yang sangat tinggi. Konsumen tidak punya pilihan selain membeli

suku cadang dengan harga tersebut, karena tidak mungkin menggunakan

suku cadang mobil merek yang lain. Perusahaan itu sendiri berargumentasi

Page 22: ethics and marketing management

bahwa ini bukan merupakan praktek yang tidak bermoral, akan tetapi hanya

taktik dagang biasa. Mungkin benar, kalau keuntungan tambahan. yang

diperoleh dari penjualan suku cadang sama dengan kehilangan keuntungan

yang timbul karena menjual mobil dengan harga yang rendah. Dalam

banyak kasus, ternyata tidak demikian, jadi perusahaan bukan hanya

melakukan taktik dagang biasa, akan tetapi dengan penuh kesadaran ingin

menipu konsumen.

Praktek yang lain adalah dalam spesifikasi tehnis dari produk atau

pekerjaan vane akan ditenderkan. Spesifikasi dapat dinyatakan demikian

rupa Sang hanya bisa mengarah pada satu merek produk yang sesuai atau

yang dapat dipenuhi hanya oleh satu perusahaan. Praktek ini dengan demikian

menghilangkan essensi dari tender itu sendiri.

Hubungan dengan Saluran Distribusi

Pada umumnya produsen memerlukan perantara pemasaran untuk

membawa produknya sampai pada konsumen akhir. Ada berbagai tips

perantara pemasaran dan ada berbagai cara rancangan sistem distribusi

yang dapat digunakan oleh produsen. Produsen memiliki kebebasan

untuk mengembangkan sistem distribusi yang paling sesuai. Hubungan

produser dengan saluran distribusinya bersangkutan dengan hak- dan

kewajiban bersama sang disepakati.

Permasalahan dalam hal ini antara lain menyangkut hak eksklusif,

baik exclusive distribution, yaitu strategi produsen untuk menentukan

hanya perantara tertentu yang dapat memasarkan produknya, atau

exclusive dealing, bila produsen menuntut perantara untuk hanya

memasarkan produknya dan tidak produk yang lain. Kedua pihak

memperoleh manfaat dari perjanjian eksklusif tersebut Produsen

memperoleh loyalitas dari distributor yang sebaliknya memperoleh keyakinan

sumber pasokan dan dukungan yang lebih besar dari produsen. Perjanjian ini

berarti menghambat produsen lain untuk menjual ke perusahaan perantara

tersebut. Walaupun demikian, hal ini tidak, merupakan masalah moral

Page 23: ethics and marketing management

sejauh perjanjian tersebut tidak mengurangi kompetisi dalam pasar yang

dapat mengarah ke monopoli, serta sejauh kedua belah pihak dengan bebas

dan kesadaran mengikat perjanjian tersebut.

Permasalahan yang lain menyangkut eksklusivitas teritori.

Produsen sering mengikat persetujuan dengan perantaranya untuk tidak

menjual ke perantara yang lain dalam satu teritori, dan demikian pula

perantara tersebut setuju untuk hanya menjual produk dari produsen hanya

dalam teritori yang telah ditentukan. Persetujuan untuk tidak menjual ke

perantara lain dalam satu teritori merupakan suatu cara untuk meningkatkan

motivasi dan komitmer dari perantara. Demikian pula persetujuan agar

perantara tidak menjual teritori yang lain berguna untuk tidak menimbulkan

konflik horisontal dengan perantara yang lain. Permasalahan moral terjadi

bila konsumen dari teritori lain membeli produk dari perantara yang

mungkin tidak mengetahui apakah pembeli tersebut dari teritorinya atau

tidak, dan juga banyak konsumen khususnya konsumen bisnis yang juga

memiliki kantor di banyak teritori. Adalah tidak bermoral bila perantara

tetap menjual produk ke konsumen diluar teritorinya, walaupun secara

legal ia tidak bersalah karena pembelian dilakukan di teritorinya,

sedangkan ia mengetahui bahwa konsumsi produk tersebut akan

dilakukan di teritori yang lain.

Permasalahan moral yang lain adalah pada saat produsen

yang memproduksi berbagai produk berusaha untuk meminta perantaranya

untuk juga menjualkan tipe produk yang lain dalam bauran produknya. Hal ini

sering dilakukan oleh produsen yang memasarkan produk barunya.

Sejauh tidak dilakukan paksaan, maka tindakan produsen tersebut Iayak

secara moral, akan tetapi yang sering terjadi adalah permintaan tersebut

diikuti dengan paksaan yang menyangkut produk utama, dan dalam hal ini

produsen telah melakukan tindakan tidak bermoral.

Permasalahan yang paling mendasar dalam hubungan produsen

dengan perantara adalah hak untuk memutuskan hubungan tersebut.

Berdasarkan persetujuan distribusi, pada umumnya tiap pihak

Page 24: ethics and marketing management

memiliki hak untuk memutuskan hubungan kerjasama tersebut, tentunya

dengan syarat-syarat tertentu. Dalam kenyataannya, maka hubungan

produsen dengan perantara adalah hubungan yang tidak sederajat.

Produsen pada umumnya lebih memiliki kekuatan dalam memaksakan

kondisi dan persyaratan kerjasama, termasuk dalam pemutusan

hubungan. Pembahasan masalah moral disini hanya dapat dilakukan

kasus demi kasus, karena penilaian moral akan tergantung pada

motivasi awal dari produsen untuk menggunakan perantara, pada

pelaksanaan kerjasama tersebut, dari kinerja perantara, dan berbagai

faktor lainnya. Dibeberapa negara yang maju, maka sering dirumuskan

hokum yang memaksa produsen untuk memberikan kompensasi bilamana

produsen berniat memutuskan hubungan dengan perantaranya.

Promosi dan Praktek Pemasaran

Promosi diperlukan untuk mengenalkan produk pada konsumen.

Transaksi penjualan akan adil bila kedua belah pihak memperoleh informasi

yang cukup dan sesuai tentang produk yang ditawarkan, dan bila mereka

melakukan transaksi dengan keinginan sendiri dan tanpa paksaan. Dari

pandangan moral, maka promosi membantu tercapainya tujuan dari penjual

dan pembeli dengan memberikan informasi yang diperlukan untuk

transaksi tersebut, sehingga merupakan kegiatan yang bermoral,

sepanjang promosi tersebut tidak memberikan informasi yang salah,

menyesatkan, atau memaksa.

Ada beberapa keberatan terhadap kegiatan promosi (DeGeorge

1999). Pertama, yang mendasarkan diri pada konsep bahas a promosi tidak

diperlukan dalam sistem ekonomi sosialis, dan hanya merupakan bagian

yang tidak bermoral dari sistem kapitalis. Argumentasi ini tentunya tidak

berdasar, karena tidak tergantung pada sistem ekonomi manapun, mesti

ada cara untuk membuat konsumen mengetahui tentang suatu produk. Tiap

produsen harus membuat produknya dikenal oleh konsumen sebelum

mereka dapat membelinya. Kedua, sering promosi dilakukan dengan cita

Page 25: ethics and marketing management

rasa yang buruk. .Akan tetapi promosi dengan cita rasa buruk bukan berarti

tidak bermoral, ada bedanya antara cita rasa buruk dengan yang tidak

bermoral. Ketiga, keberatan bahwa promosi mengambil keuntungan dari

orang dengan secara psikologis memanipulasi orang agar membeli apa

yang sebetulnya tidak mereka perlukan. Ada kebenaran dalam hal ini

karena memang melakukan manipulasi atau paksaan adalah tindakan

yang tidak bermoral, akan tetapi tentunya pada promosi yang melakukan

manipulasi dan paksaan, sedangkan promosi itu sendiri tidaklah salah.

Ada berbagai alat promosi yang dapat digunakan untuk

mempromosikan produk, yaitu periklanan, promosi penjualan, publisitas

dan hubungan masyarakat, personnel selling, dan direct marketing.

Berbagai alat promosi tersebut memiliki karakteristik sendiri-sendiri yang

berbeda dalam kualitas dan biaya.

Promosi penjualan (kupon, kontes, hadiah yang diberikan dalam

pembelian) digunakan perusahaan untuk memperoleh reaksi yang cepat

dan kuat. Promosi penjualan dapat digunakan untuk memperkuat tawaran

produk dan untuk meningkatkan penjualan. Alat promosi ini membawa

permasalahan moral, terutama adalah bahwa alat promosi ini sering

memanfaatkan keinginan konsumen untuk memperoleh hadiah atau tawaran

lain dari promosi penjualan agar terjadi pembelian, dan bukan memberikan

informasi yang lengkap agar konsumen dapat memutuskan sendiri akan

membeli produk atau tidak.

Personal selling merupakan alat yang efektif dalam membangun

pre1erensi konsumen dan merealisasikan pembelian. Di lain pihak hal ini

menyebabkan sulit untuk menjaga personal selling tetap pada tindakan

bermoral. Sering terjadi bahwa pelaksanaan personal selling itu

menggunakan cara-cara yang menipu, membatasi kebebasan konsumen,

dan manipulasi pembelian.

Publisitas dan hubungan masyarakat merupakan alat promosi yang

sangat efektif karena terutama pada kualitasnya yang membedakan

dengan alat promosi lainnya. Sejauh semua yang digunakan adalah

Page 26: ethics and marketing management

kebenaran, maka tidak ada permasalahan moral disini, hanya saja Sering

terjadi informasi yang diberikan adalah yang tidak lengkap atau tidak benar.

Ada berbagai bentuk direct marketing : direct mail, telemarketing,

electronic marketing, dan sebagainya. Permasalahan yang terjadi disini

adalah konsumen tidak memiliki kebebasan untuk tidak menerima promosi

melalui alat ini. Adalah tindakan tidak bermoral untuk melakukan direct

marketing tanpa memberikan kebebasan bagi konsumen untuk menerima

atau menolaknya. Direct mail mungkin masih dapat diselesaikan dengan

membuang setiap surat promosi seperti itu. Telemarketing lebih

menjengkelkan karena konsumen paling tidak mengangkat telpon dulu,

sebelum memutuskan untuk menerima promosi itu atau tidak Yang paling

dipermasalahkan adalah electronic marketing dengan pengiriman ke email

konsumen. Konsumen sering harus menyelesaikan banjir email yang

membuat kesulitan dalam pengoperasian komputer atau internetnya.

Permasalahan moral disini adalah penggunaan alat promosi ini dengan

tetap memberikan kebebasan kepada konsumen untuk menerima alat

promosi ini atau tidak. Permasalahan juga terjadi tentang bagaimana

pengusaha dapat memperoleh nama dan alamat konsumen, atau nomor

telponnya, atau alamat emailnya?

Beberapa Kasus Moral Praktek-Praktek Pemasaran

Suatu cara pemasaran yang makin populer adalah pembayaran

dengan kredit. Sering penjual tidak menjelaskan sebetulnya berapa

harga yang sesungguhnya dibayar oleh konsumen, syarat-syarat kredit,

atau berapa sebenarnya tingkat bunga yang sebenarnya dikenakan pada

konsumen sehingga konsumen melakukan kontrak pembelian vane

mengikat tanpa pengetahuan yang cukup tentang apa yang disetujuinya.

Sebagian konsumen baru menyadari kemudian bahwa mereka sebenarnya

membayar dua sampai tiga kali harga biasanya karena bunga dan biaya

lain yang dikenakan, atau bahwa keterlambatan membayar dapat

menyebabkan denda yang sangat tinggi bahkan sampai penyitaan barang

Page 27: ethics and marketing management

oleh penjual. Praktek ini Bering legal, akan tetapi tidak bermoral, karena

untuk suatu transaksi yang adil haruslah konsumen memperoleh semua

informasi dengan sejelas jelasnya.

Untuk banyak produk konsumsi, maka agar transaksi adil,

diperlukan adanya label yang menjelaskan sebetulnya apa yang dibeli

oleh konsumen. Misalnya produk pakaian, maka perlu penjelasan

apakah dibuat dari katun, atau sintetik jenis apa, atau campuran, dan

berapa prosentasenya masing-masing. Supaya transaksi adil maka perlu

informasi selengkapnya tentang produk yang akan dibeli, sehingga

tuntutan adanya label adalah tuntutan akan tindakan yang bermoral dari

produsen Demikian juga untuk produk-produk makanan, perlu dinyatakan

dengan jelas bahan apa yang digunakan dan prosentasenya agar

konsumen mengetahui apa yang dibelinya. Untuk produk yang terbatas

kelayakannya untuk dimakan terhadap waktu, maka perlu pencantuman

tanggal kadaluwarsa sehingga konsumen mengetahui seberapa baik

produk tersebut dan berapa lama dapat disimpannya.