2408962-Belajar-Tuntas

40
KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA) PEDOMAN PEMBELAJARAN TUNTAS (Mastery Learning)

Transcript of 2408962-Belajar-Tuntas

Page 1: 2408962-Belajar-Tuntas

KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSISEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA)

PEDOMANPEMBELAJARAN TUNTAS

(Mastery Learning)

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONALDIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH

DIREKTORAT PENDIDIKAN MENENGAH UMUM2003 - 2004

Page 2: 2408962-Belajar-Tuntas

Rev. Akhir

KATA PENGANTAR

Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Peraturan pemerintah

Nomor 25 tahun 2000 tentang otonomi daerah telah mengatur pembagian

kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah dalam penyelenggaraan

pemerintahan, termasuk di dalamnya bidang pendidikan. Sesuai dengan

kewenangan yang ada dan dalam rangka membantu keterlaksanaan KBK

(Kurikulum Berbasis Kompetensi), Direktorat Pendidikan Menengah Umum

(PMU) Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah perlu

menerbitkan buku tentang Pedoman Pembelajaran Tuntas. Pedoman

Pembelajaran Tuntas ini berisi tentang rambu-rambu untuk mengembangkan

pelaksanaan KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi) di Sekolah Menengah

Umum (SMU). Penyusunan Pedoman ini termasuk langkah awal dalam

rangka pelaksanaan KBK yang Insya Allah akan diluncurkan secara nasional

pada tahun 2004.

Pedoman ini telah divalidasi oleh guru dan pihak-pihak terkait di

sejumlah propinsi di Indonesia guna mengetahui tingkat keterbacaan dan

keterlaksanaan penggunaannya. Direktorat PMU menyadari bahwa pedoman

ini masih dalam taraf pengembangan. Karena itu sangat terbuka untuk

perbaikan dan penyempurnaan. Untuk itu kritik dan saran dari manapun

asalnya akan sangat diharapkan. Pedoman ini dapat terwujud berkat

kerjasama yang baik antara Direktorat pendidikan Menengah Umum dan

Program Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta (UNY).

Akhirnya kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dalam

penyusunan pedoman ini disampaikan terima kasih yang tak terhingga.

Jakarta, Oktober 2003 Penyusun

Pedoman Pembelajaran Tuntas (Mastery Learning) ii

Page 3: 2408962-Belajar-Tuntas

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................ i

KATA PENGANTAR ............................................................................. ii

DAFTAR ISI .......................................................................................... iii

I. LATAR BELAKANG .................................................................. 1

II. BELAJAR DAN MENGAJAR ..................................................... 3

A. Belajar ................................................................................... 3

B. Mengajar ............................................................................... 6

III. PEMBELAJARAN DALAM KBK ................................................ 6

A. Pengertian Pembelajaran ..................................................... 6

B. Prinsip-prinsip Umum Pembelajaran ..................................... 7

C. Ciri Kurikulum Berbasis Kompetensi ..................................... 10

IV. PEMBELAJARAN TUNTAS (MASTERY LEARNING) DALAM KBK 12

A. Asumsi Dasar ........................................................................ 12

B. Perbedaan antara Pembelajaran Tuntas dengan Pembelajaran Konvensional ......................................................................... 14

C. Indikator Guru Melaksanakan Pembelajaran Tuntas ............ 171. Metode Pembelajaran ........................................................ 172. Peran Guru ........................................................................ 183. Peran Siswa ....................................................................... 194. Evaluasi ............................................................................. 19

V. PELAKSANAAN PROGRAM REMEDIAL, PENGAYAAN DAN PERCEPATAN ........................................................................ 20A. Pelaksanaan Program Remedial ........................................... 21B. Pelaksanaan Program Pengayaan ........................................ 22C. Pelaksanaan Program Percepatan ....................................... 22

VI. PENUTUP .................................................................................... 24

DAFTAR ACUAN ................................................................................ 25

Pedoman Pembelajaran Tuntas (Mastery Learning) iii

Page 4: 2408962-Belajar-Tuntas

I. LATAR BELAKANG

Salah satu di antara masalah besar dalam bidang pendidikan di Indonesia

yang banyak diperbincangkan adalah rendahnya mutu pendidikan yang

tercermin dari rendahnya rata-rata prestasi belajar, khususnya siswa Sekolah

Menengah Atas (SMA). Masalah lain dalam bidang pendidikan di Indonesia yang

juga banyak diperbincangkan adalah bahwa pendekatan dalam pembelajaran

masih terlalu didominasi peran guru (teacher centered). Guru lebih banyak

menempatkan siswa sebagai objek dan bukan sebagai subjek didik. Pendidikan

kita kurang memberikan kesempatan kepada siswa dalam berbagai

matapelajaran, untuk mengembangkan kemampuan berpikir holistik

(menyeluruh), kreatif, objektif, dan logis, belum memanfaatkan quantum learning

sebagai salah satu paradigma menarik dalam pembelajaran, serta kurang

memperhatikan ketuntasan belajar secara individual.

Demikian juga proses pendidikan dalam sistem persekolahan kita,

umumnya belum menerapkan pembelajaran sampai anak menguasai materi

pembelajaran secara tuntas. Akibatnya, tidak aneh bila banyak siswa yang tidak

menguasai materi pembelajaran meskipun sudah dinyatakan tamat dari sekolah.

Tidak heran pula kalau mutu pendidikan secara nasional masih rendah. Sistem

persekolahan yang tidak memberikan pembelajaran sampai tuntas ini telah

menyebabkan pemborosan anggaran pendidikan.

Ada beberapa alasan mengapa Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)

menjadi pilihan dalam upaya perbaikan kondisi pendidikan di tanah air ini, di

antaranya:

(1) potensi siswa berbeda-beda, dan potensi tersebut akan berkembang

jika stimulusnya tepat;

(2) mutu hasil pendidikan yang masih rendah serta mengabaikan aspek-

aspek moral, akhlak, budi pekerti, seni & olah raga, serta life skill;

(3) persaingan global sehingga menyebabkan siswa/anak yang mampu

akan berhasil/eksis, dan yang kurang mampu akan gagal;

(4) persaingan pada kemampuan SDM (Sumberdaya Manusia) produk

lembaga pendidikan, serta

Pedoman Pembelajaran Tuntas (Mastery Learning) 1

Page 5: 2408962-Belajar-Tuntas

(5) persaingan terjadi pada lembaga pendidikan, sehingga perlu rumusan

yang jelas mengenai standar kompetensi lulusan, yang selanjutnya

standar kompetensi matapelajaran perlu dijabarkan menjadi sejumlah

kompetensi dasar.

Upaya-upaya dalam rangka perbaikan dan pengembangan kurikulum

menuju Kurikulum Berbasis Kompetensi(KBK) meliputi: kewenangan

pengembangan, pendekatan pembelajaran, penataan isi/konten, serta model

sosialisasi, yang lebih disesuaikan dengan perkembangan situasi dan kondisi

serta era yang terjadi saat ini. Upaya perbaikan dan pengembangan kurikulum

tersebut berlangsung secara bertahap dan terus-menerus, yang mengarah pada

terwujudnya azas keluwesan dalam isi kurikulum dan pengelolaan proses belajar

mengajar dalam rangka pengembangan kegiatan intrakurikuler, kokurikuler, dan

ekstrakurikuler. Pendekatan pembelajaran dalam KBK diarahkan pada upaya

mengembangkan kemampuan siswa dalam mengelola perolehan belajar

(kompetensi) yang paling sesuai dengan kondisi masing-masing. Dengan

demikian proses belajar lebih mengacu kepada bagaimana siswa belajar dan

bukan lagi pada apa yang dipelajari.

Sesuai dengan cita-cita dan harapan dari tujuan pendidikan nasional, guru

perlu memiliki beberapa prinsip mengajar yang mengacu pada peningkatan

kemampuan internal siswa di dalam merangsang strategi pembelajaran ataupun

melaksanakan pembelajaran. Peningkatan potensi internal itu misalnya dengan

menerapkan jenis-jenis strategi pembelajaran yang memungkinkan siswa

mampu mencapai kompetensi secara penuh, utuh dan kontekstual. Karena itu

bila kita berbicara tentang rendahnya daya serap atau prestasi belajar, atau

belum terwujudnya keterampilan proses dan pembelajaran yang menekankan

pada peran aktif siswa, maka sebenarnya inti persoalannya adalah pada

masalah "ketuntasan belajar" yakni pencapaian taraf penguasaan minimal yang

ditetapkan bagi setiap kompetensi atau unit bahan ajaran secara perorangan.

Masalah ketuntasan dalam belajar merupakan masalah yang penting,

sebab menyangkut masa depan siswa, lebih-lebih bagi mereka yang mengalami

kesulitan belajar. Pendekatan pembelajaran tuntas adalah salah satu usaha

Pedoman Pembelajaran Tuntas (Mastery Learning) 2

Page 6: 2408962-Belajar-Tuntas

dalam pendidikan yang bertujuan untuk memotivasi siswa mencapai penguasaan

(mastery level) terhadap kompetensi tertentu. Dengan menempatkan

pembelajaran tuntas sebagai salah satu prinsip utama dalam mendukung

pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), maka berarti pembelajaran

tuntas ini merupakan sesuatu yang harus dipahami dan dilaksanakan dengan

sebaik-baiknya oleh seluruh warga sekolah. Pada kenyataannya pembelajaran

tuntas ini belum banyak dilaksanakan di sekolah, dan masih banyak sekolah

yang melaksanakan pembelajarannya secara konvensional. Untuk itu perlu

adanya pedoman yang memberikan arah serta petunjuk bagi guru dan warga

sekolah tentang bagaimana pembelajaran tuntas (mastery learning) seharusnya

dilaksanakan.

II. BELAJAR DAN MENGAJAR

A. Belajar

Belajar pada hakikatnya adalah suatu aktivitas yang mengharapkan

perubahan tingkah laku (behavioral change) pada individu yang belajar.

Perubahan tingkah laku tersebut terjadi karena usaha individu yang

bersangkutan. Belajar dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti: bahan yang

dipelajari, faktor instrumental, lingkungan, dan kondisi individual si pelajar.

Faktor-faktor tersebut diatur sedemikian rupa, agar mempunyai pengaruh

yang membantu tercapainya kompetensi secara optimal.

Proses belajar yang dimaksudkan untuk mencapai tujuan pendidikan

dan pembelajaran merupakan proses yang komplek dan senantiasa

berlangsung dalam berbagai situasi dan kondisi. Percival dan Ellington (1984)

menggambarkan model sistem pendidikan dalam proses belajar yang

berbentuk kotak hitam (black box). Masukan (input) untuk sistem pendidikan

atau sistem belajar terdiri dari orang, informasi, dan sumber lainnya. Keluaran

(output) terdiri dari orang/siswa dengan penampilan yang lebih maju dalam

berbagai aspek. Sedangkan di antara masukan dan keluaran terdapat “black

box" yang berupa proses belajar atau pendidikan.

Pedoman Pembelajaran Tuntas (Mastery Learning) 3

Page 7: 2408962-Belajar-Tuntas

Pada  dasarnya,  belajar merupakan masalah  bagi setiap  orang.

Dengan belajar  maka  pengetahuan,  keterampilan,  kebiasaan, nilai, sikap,

tingkah laku dan semua perbuatan manusia terbentuk, disesuaikan dan

dikembangkan. Dari berbagai pandangan para  ahli yang  mencoba

memberikan definisi belajar dapat diambil kesimpulan  bahwa belajar selalu

melibatkan  tiga  hal  pokok yaitu: adanya perubahan tingkah laku, sifat

perubahannya relatif  permanen serta perubahan tersebut disebabkan oleh

interaksi  dengan lingkungan, bukan  oleh  proses kedewasaan ataupun

perubahan-perubahan kondisi fisik yang temporer sifatnya. Oleh  karena itu

pada prinsipnya belajar adalah  proses perubahan tingkah laku sebagai

akibat dari  interaksi  antara siswa dengan sumber-sumber atau objek belajar,

baik yang  secara sengaja dirancang (by design) maupun  yang tidak secara

sengaja dirancang namun dimanfaatkan (by utilization). Proses belajar tidak

hanya  terjadi karena adanya interaksi antara siswa dengan guru. Hasil  bela-

jar yang maksimal dapat pula diperoleh lewat interaksi  antara siswa dengan

sumber-sumber belajar lainnya.

Perolehan belajar,  di  samping penguasaan materi pembelajaran itu

sendiri, dapat juga berupa kemampuan-kemampuan lain. Dari pengalaman

belajar  yang dialami, seseorang dapat belajar bagaimana  caranya belajar.

Aktivitas belajar sangat berkaitan dengan fungsi otak  manusia.

Sebagai organisme hidup, manusia merupakan suatu organisasi biologik

yang dalam ujud strukturalnya terjadi  secara genetik. Namun dalam

perkembangan dan  cara  berfungsinya, otak manusia sangat dipengaruhi

oleh hasil interaksinya dengan objek belajar atau lingkungan.

Konsekuensi dari berfungsinya organisasi biologik itu adalah  inteligensi

(kecerdasan) yang bersumber dari otak manusia. Meskipun  pada waktu anak

manusia dilahirkan ia tidak  memiliki  ide atau konsep,  namun konstitusinya

memungkinkan untuk bereaksi terhadap lingkungan melalui saluran

pengalaman yang  dibawa sejak lahir (uncoscious awareness) (Conny

Semiawan,  1988). Pada tahap awal perkembangan otak siswa, reaksi-reaksi

Pedoman Pembelajaran Tuntas (Mastery Learning) 4

Page 8: 2408962-Belajar-Tuntas

berjalan secara refleks, namun selanjutnya akan menjadi suatu organisasi

mental yang semakin mantap dan terstruktur.

Belahan otak manusia terbagi menjadi dua, kiri dan kanan. Tugas,

fungsi dan ciri setiap belahan otak adalah khusus  dan membuat reaksi

secara  berbeda terhadap berbagai  jenis pengalaman belajar. Keterlibatan

otak sebelah kanan lebih tertuju  pada variabel keseluruhan, holistik (utuh),

imaginatif, sedangkan  belahan otak sebelah kiri lebih berfungsi untuk

mengembangkan berfikir rasional,  linear dan teratur. Emosi, terletak  dalam

ke  dua belahan otak  dan memberi warna  tertentu  terhadap kejadian belajar

yang dialami oleh seseorang. Bila keseimbangan berfungsinya kondisi  otak

terjaga, dengan melibatkan  emosi,  maka terjadilah belajar kreatif.

Untuk memberikan landasan akademik/filosofis terhadap pelaksanaan

pembelajaran khususnya pada jenjang SMU, maka perlu dikemukakan

sejumlah pandangan dari para ahli pendidikan serta pembelajaran. Ada tiga

pakar pendidikan yang teori serta pandangannya bisa digunakan sebagai

acuan dalam mengembangkan dan mengimplementasikan Kurikulum

Berbasis Kompetensi (KBK), yaitu John Dewey, Vygotsky, dan Ausubel.

Menurut Dewey (2001), tugas sekolah adalah memberi pengalaman belajar

yang tepat bagi siswa. Selanjutnya ditegaskan bahwa tugas guru adalah

membantu siswa menjalin pengalaman belajar yang satu dengan yang lain,

termasuk yang baru dengan yang lama. Pengalaman belajar baru melalui

pengalaman belajar yang lama akan melekat pada struktur kognitif siswa dan

menjadi pengetahuan baru bagi siswa.

Menurut Vygotsky (2001), terdapat hubungan yang erat antara

pengalaman sehari-hari dengan konsep keilmuan (scientific), tetapi ada

perbedaan secara kualitatif antara berpikir kompleks dan berpikir konseptual.

Berpikir kompleks didasarkan atas kategorisasi objek berdasarkan suatu

situasi, sedangkan berpikir konseptual berbasis pada pengertian yang lebih

abstrak. Ia menegaskan bahwa pengembangan kemampuan menganalisis,

membuat hipotesis, dan menguji pengalaman sehari-hari pada dasarnya

terpisah dari pengalaman sehari-hari. Kemampuan ini tidak ditentukan oleh

Pedoman Pembelajaran Tuntas (Mastery Learning) 5

Page 9: 2408962-Belajar-Tuntas

pengalaman sehari-hari saja, tetapi lebih tergantung pada tipe spesifik

interaksi sosial.

Menurut Ausubel (1969), pengalaman belajar baru akan masuk ke

dalam memori jangka panjang dan akan menjadi pengetahuan baru apabila

memiliki makna. Pengalaman belajar adalah interakasi antara subjek belajar

dengan objek belajar, misalnya siswa mengerjakan tugas membaca,

melakukan pemecahan masalah, mengamati suatu gejala, peristiwa,

percobaan, dan sejenisnya. Agar pengalaman belajar yang baru menjadi

pengetahuan baru, semua konsep dalam matapelajaran diusahakan

memiliki nilai terapan di lapangan.

B. Mengajar

Joyce, Weil & Showers (1992) menyatakan bahwa mengajar (teaching)

pada hakikatnya adalah membantu siswa memperoleh informasi, ide,

keterampilan, nilai, cara berfikir, sarana untuk mengekspresikan dirinya, dan

cara-cara belajar bagaimana belajar. Hasil akhir atau hasil jangka panjang

dari proses mengajar adalah kemampuan siswa yang tinggi untuk dapat

belajar dengan mudah dan efektif di masa mendatang. Tujuan utama dari

kegiatan mengajar adalah pada siswa yang belajar. Dengan demikian hakikat

mengajar adalah memfasilitasi siswa agar mereka mendapatkan kemudahan

dalam belajar

III. PEMBELAJARAN DALAM KBK

A. Pengertian Pembelajaran

Istilah  pembelajaran merupakan padanan dari  kata   dalam bahasa

Inggris instruction, yang berarti  proses  membuat orang  belajar. Tujuannya

ialah membantu orang  belajar,  atau memanipulasi (merekayasa) lingkungan

sehingga memberi kemudahan bagi  orang yang belajar. Gagne dan Briggs

(1979) mendefinisikan  pembelajaran sebagai suatu rangkaian events

(kejadian, peristiwa, kondisi, dsb.) yang secara sengaja dirancang untuk

Pedoman Pembelajaran Tuntas (Mastery Learning) 6

Page 10: 2408962-Belajar-Tuntas

mempengaruhi siswa (pembelajar),  sehingga proses  belajarnya  dapat

berlangsung dengan mudah. Pembelajaran bukan hanya terbatas pada

kejadian yang dilakukan oleh guru saja, melainkan mencakup  semua

kejadian maupun kegiatan yang mungkin mempunyai pengaruh langsung

pada proses  belajar manusia. Pembelajaran mencakup pula kejadian-

kejadian yang dimuat dalam bahan-bahan cetak, gambar, program radio,

televisi, film,  slide,  maupun kombinasi  dari  bahan-bahan  tersebut. Bahkan

saat ini pemanfaatan berbagai perangkat elektronik, yang berupa program-

program komputer untuk pembelajaran, atau dikenal dengan e-learning

(electronic-learning) seperti: CAI (Computer Assisted Instruction) atau CAL

(Computer Assisted Learning), belajar lewat internet, SIG (Sistem Informasi

Geografis) pendidikan, web-site sekolah, dll., sudah banyak digunakan dalam

pembelajaran. Dengan  demikian, sesuai dengan perkembangan di bidang

Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), fungsi pembelajaran bukan hanya

fungsi  guru, melainkan juga fungsi pemanfaatan sumber-sumber  belajar  lain

yang digunakan oleh pembelajar untuk belajar sendiri.

Pada umumnya orang berpendapat bahwa kegiatan pembelajaran

adalah penerapan prinsip serta teori belajar.  Oleh karena itu bila seseorang

telah tahu bagaimana sebenarnya orang belajar,  maka pembelajaran akan

berusaha merumuskan cara-cara yang terbaik untuk membuat orang belajar.

B. Prinsip-Prinsip Umum Pembelajaran

Teknologi pembelajaran dibangun atas dasar prinsip-prinsip yang diambil

dari teori psikologi, terutama teori belajar dan hasil-hasil penelitian dalam

kegiatan pembelajaran. Atwi Suparman (1997) yang mengutip pendapat

Filbeck mengelompokkan prinsip-prinsip yang digunakan dalam pembelajaran

menjadi 12 macam, yaitu:

1. Prinsip: Respon yang berakibat menyenangkan pembelajar

Implikasi:

Perlunya umpan balik positif dengan segera

Pedoman Pembelajaran Tuntas (Mastery Learning) 7

Page 11: 2408962-Belajar-Tuntas

keharusan pembelajar untuk aktif membuat respons

perlunya pemberian latihan (exercise) dan tes

2. Prinsip: Kondisi atau tanda untuk menciptakan perilaku tertentu

Implikasi:

perlunya kejelasan mengenai standar kompetensi maupun kompetensi

dasar.

penggunaan variasi metode dan media

3. Prinsip: Pemberian akibat yang menyenangkan

Implikasi:

pemberian isi/materi pokok yang berguna

imbalan dan penghargaan terhadap keberhasilan pembelajar

seringnya pemberian latihan dan tes

4. Prinsip: Transfer pada situasi lain

Implikasi:

pemberian kegiatan belajar yang mirip dengan kondisi dunia nyata

pemberian contoh-contoh riil/nyata

penggunaan variasi metode dan media

5. Prinsip: Generalisasi dan pembedaan sebagai dasar untuk belajar sesuatu yang kompleksImplikasi:

perlunya keseimbangan dalam memberikan contoh (baik-buruk, positif-

negatif, ganjil-genap, konkrit-abstrak, dsb.)

6. Prinsip: Pengaruh status mental terhadap perhatian dan ketekunan

Implikasi:

perlunya menarik/memusatkan perhatian pembelajar

7. Prinsip: Membagi kegiatan ke dalam langkah-langkah kecil

Implikasi:

Pedoman Pembelajaran Tuntas (Mastery Learning) 8

Page 12: 2408962-Belajar-Tuntas

Penggunaan buku teks terprogram (programmed texts atau

programmed instructions)

Pemenggalan kegiatan menjadi kecil-kecil, disertai latihan dan umpan

balik

8. Prinsip: Pemodelan bagi materi yang kompleks

Implikasi:

penggunaan metode dan media yang dapat menggambarkan model

(simplifikasi) dari benda/kegiatan nyata.

9. Prinsip: Keterampilan tingkat tinggi terbentuk dari keterampilan-keterampilan dasarImplikasi:

Standar kompetensi maupun kompetensi dasar hendaknya dirumuskan

seoperasional mungkin dan diturunkan/dijabarkan melalui analisis

instruksional

10. Prinsip: Pemberian informasi tentang perkembangan kemampuan pembelajarImplikasi:

urutan pembelajaran dimulai dari yang sederhana bertahap menuju ke

yang makin kompleks (the widening horizons or expanding community)

kemajuan harus diinformasikan

11. Prinsip: Variasi dalam kecepatan belajar

Implikasi:

pentingnya penguasaan materi prasyarat

kesempatan untuk maju menurut kecepatan masing-masing

12. Prinsip: Persiapan/kesiapan

Implikasi:

pemberian kebebasan kepada pembelajar untuk memilih waktu, cara

dan sumber belajar lain.

Pedoman Pembelajaran Tuntas (Mastery Learning) 9

Page 13: 2408962-Belajar-Tuntas

C. Ciri Kurikulum Berbasis Kompetensi

Sebagai sebuah konsep, sekaligus sebagai sebuah program, Kurikulum

Berbasis Kompetensi menurut Siskandar (2003) memiliki ciri-ciri:

1. menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual

maupun klasikal;

2. berorientasi pada hasil dan keberagaman;

3. penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan

metode yang bervariasi;

4. sumber belajar bukan hanya guru tetapi sumber belajar lainnya yang

memenuhi unsur edukatif;

5. penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya

penguasaan suatu kompetensi.

Salah satu pendekatan dalam pembelajaran yang berbasis kompetensi

adalah menempatkan siswa sebagai subjek didik, yakni lebih banyak

mengikutsertakan siswa dalam proses pembelajaran. Pendekatan ini bertolak

dari anggapan bahwa siswa memiliki potensi untuk berpikir sendiri, dan

potensi tersebut hanya dapat diwujudkan apabila mereka diberi banyak

kesempatan untuk berpikir sendiri. Oleh karena itu maka guru tidak boleh lagi

dipandang sebagai "orang yang paling tahu segalanya”, melainkan lebih

berperan sebagai fasilitator terjadinya proses belajar pada individu siswa, dan

siswa tentunya juga harus secara terus menerus berusaha menyempurnakan

diri sehingga dari waktu ke waktu makin meningkat kemampuannya. Oleh

karena itu pemilihan metode pembelajaran yang memberi peluang kepada

peserta didik untuk aktif dan kreatif di dalam kegiatan pembelajaran,

merupakan langkah awal yang utama menuju keberhasilan mencapai

kompetensi yang telah ditentukan. Di samping itu mengingat bahwa penilaian

dalam KBK menekankan baik proses maupun hasil belajar, maka

keterampilan proses perlu betul-betul digiatkan penerapannya dalam kegiatan

pembelajaran di sekolah.

Pedoman Pembelajaran Tuntas (Mastery Learning) 10

Page 14: 2408962-Belajar-Tuntas

Kemampuan-kemampuan atau keterampilan-keterampilan proses

yang mendasar untuk pembelajaran dalam KBK ini antara lain adalah

kemampuan atau keterampilan dalam:

1. mengobservasi/mengadakan pengamatan

2. menghitung

3. mengukur

4. mengklasifikasi

5. mencari hubungan ruang/waktu

6. membuat hipotesis

7. merencanakan penelitian/eksperimen

8. mengendalikan variabel

9. menginterpretasi atau menafsirkan data

10. menyusun kesimpulan sementara (inferensi)

11. meramalkan (memprediksi)

12. menerapkan (mengaplikasi)

13. mengkomunikasikan

Dengan mengembangkan keterampilan-keterampilan memproses

perolehan, anak akan mampu menemukan dan mengembangkan sendiri

fakta dan konsep serta menumbuhkan dan mengembangkan sikap dan nilai

yang dituju. Seluruh irama, gerak atau tindakan dalam pembelajaran seperti

ini akan menciptakan kondisi belajar yang mampu mengaktifkan siswa secara

optimal.

Berdasarkan uraian di atas maka pendekatan dalam pengembangan KBK

harus dicirikan oleh hal-hal sebagai berikut:

a. Orientasi pada pencapaian hasil dan dampaknya (outcome oriented)

b. Bertolak dari Kompetensi Tamatan/Lulusan

c. Berbasis pada Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar

d. Pengembangan kurikulum yang menghargai perbedeaan-perbedaan

(berdiferensiasi)

e. Utuh dan menyeluruh (holistik)

f. Menerapkan prinsip ketuntasan belajar (mastery learning)

Pedoman Pembelajaran Tuntas (Mastery Learning) 11

Page 15: 2408962-Belajar-Tuntas

IV. PEMBELAJARAN TUNTAS (MASTERY-LEARNING) DALAM KBK

A. Asumsi Dasar

Metode pembelajaran adalah cara untuk mempermudah anak didik

mencapai kompetensi tertentu. Hal ini berlaku baik bagi guru (yakni dalam

pemilihan metode mengajar) maupun bagi siswa (dalam memilih strategi

belajar). Dengan demikian makin baik metode, akan makin efektif pula

pencapaian tujuan belajar (Winarno Surahmad, 1982). Metode pembelajaran

merupakan penjabaran dari pendekatan, dan diimplementasikan oleh teknik

pembelajaran. Langkah metode pembelajaran yang dipilih memainkan

peranan utama, yang berakhir pada semakin meningkatnya prestasi belajar

siswa. Pembelajaran tuntas (mastery learning) dalam KBK dimaksudkan

adalah pendekatan dalam pembelajaran yang mempersyaratkan siswa

menguasai secara tuntas seluruh standar kompetensi maupun kompetensi

dasar matapelajaran tertentu.

Dalam model yang paling sederhana, Carroll mengemukakan bahwa

jika setiap siswa diberikan waktu sesuai dengan yang diperlukan untuk

mencapai suatu tingkat penguasaan, dan jika dia menghabiskan waktu yang

diperlukan, maka besar kemungkinan siswa akan mencapai tingkat

penguasaan kompetensi. Tetapi jika siswa tidak diberi cukup waktu atau dia

tidak dapat menggunakan waktu yang diperlukan secara penuh, maka tingkat

penguasaan kompetensi siswa tersebut oleh Block (1971) dapat dinyatakan

sebagai berikut :

time actually spent

Degree of learning = f -----------------------

time needed

Model ini menggambarkan bahwa tingkat penguasaan kompetensi

(degree of learning) ditentukan oleh seberapa banyak waktu yang benar-

benar digunakan (time actually spent) untuk belajar dibagi dengan waktu

yang diperlukan (time needed) untuk menguasai kompetensi tertentu.

Pedoman Pembelajaran Tuntas (Mastery Learning) 12

Page 16: 2408962-Belajar-Tuntas

Dalam pembelajaran konvensional, di mana bakat (aptitude) siswa

tersebar secara normal, dan kepada mereka diberikan pembelajaran yang

sama dalam jumlah pembelajaran dan waktu yang tersedia untuk belajar,

maka hasil belajar yang dicapai akan tersebar secara normal pula. Dalam hal

ini dapat dikatakan bahwa hubungan antara bakat dan tingkat penguasaan

adalah tinggi. Secara skematis konsep tentang prestasi belajar sebagai

dampak pembelajaran dengan pendekatan konvensional dapat digambarkan

sebagai berikut :

Pembelajaran Konvensional

normal normal ---------------------------------- ----------------------------------

bakat prestasi

Sebaliknya apabila siswa-siswa sehubungan dengan bakatnya

tersebar secara normal, dan kepada mereka diberi kesempatan belajar yang

sama untuk setiap siswa, tetapi diberikan perlakuan yang berbeda dalam

kualitas pembelajarannya, maka besar kemungkinan bahwa siswa yang

dapat mencapai penguasaan akan bertambah banyak. Dalam hal ini

hubungan antara bakat dengan keberhasilan akan menjadi semakin kecil.

Secara skematis konsep prestasi belajar sebagai dampak pembelajaran

dengan pendekatan pembelajaran tuntas, dapat digambarkan sebagai berikut

:

Pembelajaran Tuntas

normal condong

----------------------------------- -------------------------------

bakat prestasi

Pedoman Pembelajaran Tuntas (Mastery Learning) 13

Page 17: 2408962-Belajar-Tuntas

Dari konsep-konsep di atas, kiranya cukup jelas bahwa harapan dari

proses pembelajaran dengan pendekatan belajar tuntas tidak lain adalah

untuk mempertinggi rata-rata prestasi siswa dalam belajar dengan

memberikan kualitas pembelajaran yang lebih sesuai, bantuan, serta

perhatian khusus bagi siswa-siswa yang lambat agar menguasai standar

kompetensi atau kompetensi dasar. Dari konsep tersebut, maka dapat

dikemukakan prinsip-prinsip utama pembelalaran tuntas adalah :

1. Kompetensi yang harus dicapai siswa dirumuskan dengan urutan

yang hierarkhis,

2. Evaluasi yang digunakan adalah penilaian acuan patokan, dan

setiap kompetensi harus diberikan feedback,

3. Pemberian pembelajaran remedial serta bimbingan di mana

diperlukan,

4. Pemberian program pengayaan bagi siswa yang mencapai

ketuntasan belajar lebih awal. (Gentile & Lalley: 2003)

B. Perbedaan antara Pembelajaran Tuntas dengan Pembelajaran Konvensional

Pembelajaran tuntas yang dimaksudkan dalam pelaksanaan KBK adalah

pola pembelajaran yang menggunakan prinsip ketuntasan secara individual.

Dalam hal pemberian kebebasan belajar, serta untuk mengurangi kegagalan

siswa dalam belajar, strategi belajar tuntas menganut pendekatan individual,

dalam arti meskipun kegiatan belajar ditujukan kepada sekelompok siswa

(kelas), tetapi mengakui dan melayani perbedaan-perbedaan perorangan

siswa sedemikiah rupa, sehingga dengan penerapan pembelajaran tuntas

memungkinkan berkembangnya potensi masing-masing siswa secara

optimal. Dasar pemikiran dari belajar tuntas dengan pendekatan individual

ialah adanya pengakuan terhadap perbedaan individual masing-masing

siswa.

Pedoman Pembelajaran Tuntas (Mastery Learning) 14

Page 18: 2408962-Belajar-Tuntas

Untuk merealisasikan pengakuan dan pelayanan terhadap perbedaan

individu, maka pembelajaran harus menggunakan strategi pembelajaran yang

berasaskan maju berkelanjutan (continuous progress). Untuk itu pendekatan

sistem, yang merupakan salah satu prinsip dasar dalam teknologi

pembelajaran, harus benar-benar dapat diimplementasikan. Salah satu

caranya adalah, standar kompetensi dan kompetensi dasar harus dinyatakan

secara jelas, dan pembelajaran dipecah-pecah ke dalam satuan-satuan

(cremental units), di mana siswa belajar selangkah demi selangkah dan baru

boleh beranjak mempelajari kompetensi dasar berikutnya setelah menguasai

suatu/sejumlah kompetensi dasar yang ditetapkan menurut kriteria tertentu.

Dalam pola ini ditentukan bahwa seorang siswa yang mempelajari unit satuan

pembelajaran tertentu dapat berpindah ke unit satuan pembelajaran

berikutnya jika siswa yang bersangkutan misalnya telah menguasai

sekurang-kurangnya 75 % dari kompetensi dasar yang ditetapkan.

Sedangkan pembelajaran konvensional dalam kaitan ini diartikan

sebagai pembelajaran dalam konteks klasikal yang sudah terbiasa dilakukan,

sifatnya berpusat pada guru, sehingga pelaksanaannya kurang

memperhatikan keseluruhan situasi belajar (non belajar tuntas).

Dengan memperhatikan uraian di atas dapat dikemukakan bahwa

perbedaan antara pembelajaran tuntas dengan pembelajaran konvensional

adalah bahwa pembelajaran tuntas dilakukan melalui azas-azas ketuntasan

belajar, sedangkan pembelajaran konvensional pada umumnya tidak/kurang

memperhatikan ketuntasan belajar khususnya ketuntasan siswa secara

individual.

Secara kualitatif perbandingan ke dua pola tersebut dapat dicermati

pada Tabel di halaman berikut:

Pedoman Pembelajaran Tuntas (Mastery Learning) 15

Page 19: 2408962-Belajar-Tuntas

Perbandingan Kualitatif Antara Pembelajaran Tuntas Dengan Pembelajaran Konvensional

Langkah Aspek Pembeda Pembelajaran TuntasPembelajaran Konvensional

A. Persiapan 1. Tingkat ketuntasan Diukur dari performance siswa dalam setiap unit (satuan kompetensi atau kemampuan dasar. Setiap siswa harus mencapai nilai 75

Diukur dari performance siswa yang dilakukan secara acak

2. Satuan Acara Pembelajaran

Dibuat untuk satu minggu pembelajaran, dan dipakai sebagai pedoman guru serta diberikan kepada siswa

Dibuat untuk satu minggu pembelajaran, dan hanya dipakai sebagai pedoman guru

3. Pandangan terhadap kemampuan siswa saat memasuki satuan pembelajaran tertentu

Kemampuan hampir sama, namun tetap ada variasi

Kemampuan siswa dianggap sama

B. Pelaksanaan pembelajaran

4. Bentuk pembelajaran dalam satu unit kompetensi atau kemampuan dasar

Dilaksanakan melalui pendekatan klasikal, kelompok dan individual

Dilaksanakan sepenuhnya melalui pendekatan klasikal

5. Cara pembelajaran dalam setiap standar kompetensi atau kompetensi dasar

Pembelajaran dilakukan melalui penjelasan guru (lecture), membaca secara mandiri dan terkontrol, berdiskusi, dan belajar secara individual

Dilakukan melalui mendengarkan (lecture), tanya jawab, dan membaca (tidak terkontrol)

6. Orientasi pembelajaran

Pada terminal performance siswa (kompetensi atau kemampuan dasar) secara individual

Pada bahan pembelajaran

7. Peranan guru Sebagai pengelola pembelajaran untuk memenuhi kebutuhan siswa secara individual

Sebagai pengelola pembelajaran untuk memenuhi kebutuhan seluruh siswa dalam kelas

Pedoman Pembelajaran Tuntas (Mastery Learning) 16

Page 20: 2408962-Belajar-Tuntas

Langkah Aspek Pembeda Pembelajaran TuntasPembelajaran Konvensional

8. Fokus kegiatan pembelajaran

Ditujukan kepada masing-masing siswa secara individual

Ditujukan kepada siswa dengan kemampuan menengah

9. Penentuan keputusan mengenai satuan pembelajaran

Ditentukan oleh siswa dengan bantuan guru

Ditentukan sepenuhnya oleh guru

C. Umpan Balik 10. Instrumen umpan balik

Menggunakan berbagai jenis serta bentuk tagihan secara berkelanjutan

Lebih mengandalkan pada penggunaan tes objektif untuk penggalan waktu tertentu

11. Cara membantu siswa

Menggunakan sistem tutor dalam diskusi kelompok (small-group learning activities) dan tutor yang dilakukan secara individual

Dilakukan oleh guru dalam bentuk tanya jawab secara klasikal

C. Indikator guru melaksanakan Pembelajaran Tuntas

1. Metode Pembelajaran

Pembelajaran tuntas dilakukan dengan pendekatan diagnostik/ preskriptif.

Strategi pembelajaran tuntas sebenarnya menganut pendekatan individual,

dalam arti meskipun kegiatan belajar ditujukan kepada sekelompok siswa

(kelas), tetapi juga mengakui dan memberikan layanan sesuai dengan

perbedaan-perbedaan individual siswa sedemikian rupa, sehingga

pembelajaran memungkinkan berkembangnya potensi masing-masing siswa

secara optimal.

Adapun langkah-langkah besarnya adalah :

a. mengidentifikasi prasarat (prerequisit),

b. membuat tes untuk mengukur perkembangan dan pencapaian

kompetensi,

c. mengukur pencapaian kompetensi siswa

Pedoman Pembelajaran Tuntas (Mastery Learning) 17

Page 21: 2408962-Belajar-Tuntas

Metode pembelajaran yang sangat ditekankan dalam pembelajaran tuntas

adalah pembelajaran individual, pembelajaran dengan teman atau sejawat

(peer instruction), dan bekerja dalam kelompok kecil. Berbagai jenis metode

(multi metode) pembelajaran harus digunakan untuk kelas atau kelompok.

Pendekatan-pendekatan alternatif tambahan harus digunakan untuk

mengakomodasi perbedaan gaya belajar siswa.

Pembelajaran tuntas sangat mengandalkan pada pendekatan

tutorial dengan sesion-sesion kelompok kecil, tutorial orang perorang,

pembelajaran terprogram, buku-buku kerja, permainan dan pembelajaran

berbasis komputer (Kindsvatter, 1996)

2. Peran Guru

Strategi pembelajaran tuntas menekankan pada peran atau tanggung

jawab guru dalam mendorong keberhasilan siswa secara individual.

Pendekatan yang digunakan mendekati model Personalized System of

Instruction (PSI) seperti dikembangkan oleh Keller, yang lebih menekankan

pada interaksi antara siswa dengan materi/objek belajar.

Peran guru harus intensif dalan hal-hal berikut:

a. Menjabarkan/memecah KD (Kompetensi Dasar) ke dalam satuan-

satuan (unit-unit) yang lebih kecil dengan memperhatikan pengetahuan

prasyaratnya.

b. Menata indikator berdasarkan cakupan serta urutan unit

c. Menyajikan materi dalam bentuk yang bervariasi

d. Memonitor seluruh pekerjaan siswa

e. Menilai perkembangan siswa dalam pencapaian kompetensi (kognitif,

psikomotor, dan afektif)

f. Menggunakan teknik diagnostik

g. Menyediakan sejumlah alternatif strategi pembelajaran bagi siswa yang

mengalami kesulitan

Pedoman Pembelajaran Tuntas (Mastery Learning) 18

Page 22: 2408962-Belajar-Tuntas

3. Peran Siswa

KBK sangat menjunjung tinggi dan menempatkan peran siswa sebagai

subjek didik. Fokus program sekolah bukan pada `Guru dan yang akan

dikerjakannya’ melainkan pada `Siswa dan yang akan dikerjakannya’. Oleh

karena itu dalam KBK yang menganut pendekatan pembelajaran tuntas,

siswa lebih leluasa dalam menentukan jumlah waktu belajar yang diperlukan.

Artinya siswa diberikan kebebasan dalam menetapkan kecepatan

pencapaian kompetensi. Kemajuan siswa sangat tertumpu pada usaha serta

ketekunan siswa secara individual.

4. Evaluasi

Penting untuk dicatat bahwa ketuntasan belajar dalam KBK ditetapkan

dengan penilaian acuan patokan (criterion referenced) pada setiap

kompetensi dasar dan tidak ditetapkan berdasarkan norma (norm

referenced). Dalam hal ini batas ketuntasan belajar harus ditetapkan oleg

guru, misalnya apakah siswa harus mencapai nilai 75, 65, 55, atau sampai

nilai berapa seseorang siswa dinyatakatan mencapai ketuntasan dalam

belajar.

Asumsi dasarnya adalah:

a. bahwa semua orang bisa belajar apa saja, hanya waktu

yang diperlukan berbeda,

b. standar harus ditetapkan terlebih dahulu, dan hasil evaluasi

tersebut adalah lulus dan tidak lulus. (Gentile & Lalley: 2003)

Sedangkan sistem evaluasinya menggunakan ujian berkelanjutan, yang

ciri-cirinya adalah:

a. Ujian dengan sistem blok (kesatuan KD)

b. Tiap blok terdiri dari satu atau lebih Kompetensi Dasar (KD)

c. Hasil ujian dianalisis dan ditindaklanjuti melalui program remedial,

program pengayaan, dan program percepatan.

d. Ujian mencakup aspek kognitif dan psikomotor

e. Aspek afektif diukur melalui kegiatan inventori afektif seperti:

pengamatan, kuesioner, dsb.

Pedoman Pembelajaran Tuntas (Mastery Learning) 19

Page 23: 2408962-Belajar-Tuntas

Sistem penilaian dalam KBK mencakup: jenis tagihan serta bentuk

instrumen / soal. Dalam pembelajaran tuntas tes-tes diusahakan disusun

dalam sub-sub KD sebagai alat diagnosis terhadap program pembelajaran.

Dengan menggunakan tes-tes diagnostik yang dirancang secara baik, siswa

dimungkinkan dapat menilai sendiri hasil tes-nya, termasuk mengenali di

mana ia mengalami kesulitan dengan segera. Sedangkan penentuan batas

pencapaian ketuntasan belajar, meskipun umumnya disepakati pada

skor/nilai 75 (75-persen) namun batas ketuntasan yang paling realistik atau

paling sesuai adalah ditetapkan oleh sekolah atau daerah, sehingga

memungkinkan adanya perbedaan dalam penentuan batas ketuntasan untuk

setiap KD maupun pada setiap sekolah maupun daerah.

V. PELAKSANAAN PROGRAM REMEDIAL, PENGAYAAN DAN PERCEPATAN

Apabila KBK ini sudah dapat berjalan dengan baik dan sesuai dengan

konsepnya, maka masing-masing siswa akan berpacu atau berkompetisi

dalam menyelesaikan kompetensi-kompetensi dasar yang ada menurut

kecepatan masing-masing secara alami. Mengingat kecepatan tiap-tiap siswa

dalam pencapaian KD mungkin saja tidak sama, maka dalam pembelajaran,

mungkin sekali terjadi perbedaan kecepatan belajar antara siswa yang sangat

pandai dan pandai, dengan yang kurang pandai dalam pencapaian

kompetensi. Sementara itu KBK mengharuskan pencapaian ketuntasan

dalam pencapaian kompetensi untuk seluruh kompetensi dasar secara

perorangan. Dengan kata lain, KBK harus menerapkan prinsip ketuntasan

belajar. Implikasi dari prinsip tersebut adalah bahwa dalam KBK juga

mengharuskan dilaksanakannya program-program remedial, pengayaan dan

percepatan sebagai bagian tak terpisahkan dari penerapan sistem

pembelajaran tuntas.

Pedoman Pembelajaran Tuntas (Mastery Learning) 20

Page 24: 2408962-Belajar-Tuntas

A. Pelaksanaan Program Remedial

1. Cara yang dapat ditempuh

Masalah pertama yang akan selalu timbul dalam pelaksanaan

pembelajaran tuntas adalah “bagaimana guru menangani siswa-siswa

yang lamban atau mengalami kesulitan dalam menguasai KD tertentu”.

Ada 2 cara yang dapat ditempuh yaitu:

a. Pemberian bimbingan secara khusus dan perorangan bagi siswa yang

belum atau mengalami kesulitan dalam penguasaan KD tertentu. Cara

ini merupakan cara yang mudah dan sederhana untuk dilakukan

karena merupakan implikasi dari peran guru sebagai “tutor”

b. Pemberian tugas-tugas atau perlakuan (treatment) secara khusus,

yang sifatnya penyederhanaan dari pelaksanaan pembelajaran regular.

Adapun bentuk penyedernahaan itu dapat dilakukan guru antara lain

melalui:

1). Penyederhanaan isi/materi pembelajaran untuk KD tertentu

2). Penyederhanaan cara penyajian (misalnya: menggunakan gambar,

model, skema, grafik, memberikan rangkuman yang sederhana,

dll.)

3). Penyederhanaan soal/pertanyaan yang diberikan.

2. Materi dan waktu pelaksanaan program remedial:

a. Program remedial diberikan hanya pada KD-KD yang belum dikuasai

b. Program remedial dilaksanakan pada:

1). Setelah mengikuti tes/ujian KD tertentu

2). Setelah mengikuti tes/ujian Blok atau sejumlah KD dalam satu

kesatuan

3). Setelah mengikuti tes/ujian KD atau blok terakhir. Khusus untuk

remedi terakhir ini hanya diberlakukan untuk KD atau blok terakhir

dari KD atau blok-blok yang ada pada semester tertentu.

Pedoman Pembelajaran Tuntas (Mastery Learning) 21

Page 25: 2408962-Belajar-Tuntas

B. Pelaksanaan Program Pengayaan

1. Cara yang ditempuh

Kondisi yang sebaliknya dari program remedial, dalam kelas yang

menerapkan pembelajaran tuntas adalah akan selalu ada siswa-siswa

yang lebih cepat menguasai kompetensi yang ditetapkan. Siswa-siswa

inipun tidak boleh diterlantarkan. Mereka perlu mendapatkan tambahan

pengetahuan maupun keterampilan sesuai dengan kapasitasnya, melalui

program pengayaan.

Adapun cara yang dapat ditempuh di antaranya adalah:

a. Pemberian bacaan tambahan atau berdiskusi yang bertujuan

memperluas wawasan bagi KD tertentu

b. Pemberian tugas untuk melakukan analisis gambar, model,

grafik, bacaan/paragraf, dll.

c. Memberikan soal-soal latihan tambahan yang bersifat pengayaan

d. Membantu guru membimbing teman-temannya yang belum

mencapai ketuntasan.

2. Materi dan waktu pelaksanaan program pengayaan

a. Program pengayaan diberikan sesuai dengan KD-KD yang dipelajari

b. Waktu pelaksanaan program pengayaan adalah:

1). Setelah mengikuti tes/ujian KD tertentu

2). Setelah mengikuti tes/ujian blok atau kesatuan KD tertentu

3). Setelah mengikuti tes/ujian KD atau blok terakhir pada semester

tertentu. Khusus untuk program pengayaan yang dilaksanakan

pada akhir semester ini materinya juga hanya yang berkaitan

dengan KD-KD yang terkait dengan blok terakhir dari blok-blok

yang ada pada semester tertentu.

C. Pelaksanaan Program Percepatan

Pedoman Pembelajaran Tuntas (Mastery Learning) 22

Page 26: 2408962-Belajar-Tuntas

Dalam kelas yang menerapkan pembelajaran tuntas juga memungkinkan

adanya siswa-siswa yang luar biasa cerdas dan mampu menyelesaikan KD-

KD jauh lebih cepat dengan nilai yang amat baik pula (>85). Siswa-siswa

dengan kecerdasan luar biasa ini memiliki karakteristik khusus yaitu tidak

banyak memerlukan bantuan berupa program-program remedial maupun

pengayaan, sebab mungkin justru akan mengganggu optimalisasi belajarnya.

Bentuk layanan terbaik yang seharusnya diberikan adalah berupa program

percepatan (akselerasi) secara alami dan bukan dalam bentuk kelas

akselerasi. Siswa-siswa yang dapat menguasai kompetensi dasar tertentu

atau mencapai ketuntasan secara cepat dengan nilai >85 sebaiknya tidak

perlu diberikan pengayaan, tetapi langsung dipersilahkan untuk mempelajari

KD berikutnya. Dengan cara seperti itu mereka mungkin akan menyelesaikan

belajarnya lebih cepat dari teman-temannya. Agar supaya program

percepatan secara alami dapat terlaksana dengan baik, maka program-

program pembelajaran perlu dikemas dalam satuan-satuan, dan disiapkan

dengan cermat serta rinci, dalam bentuk modul-modul atau paket-paket

pembelajaran. Tanpa modul atau paket-paket pembelajaran yang terprogram

dengan baik, program percepatan tentu sulit untuk dilakukan.

Secara skematis ke tiga bentuk layanan tersebut (remedial, pengayaan

dan percepatan) dapat digambarkan sebagai berikut:

Pedoman Pembelajaran Tuntas (Mastery Learning)

KD1 Tes KD1

Mencapai Ketuntasan

Belum Mencapai Ketuntasan

75-85 Pengayaan

>85

Remedi

KD2

KD3

Mencapai Ketuntasan

Dst

Percepatan

23

Page 27: 2408962-Belajar-Tuntas

VI. PENUTUP

Secara alami manusia memang diciptakan dalam keberagaman

(variabilitas). Masing-masing siswa memiliki keterbatasan-keterbatasan

sehubungan dengan kemampuan yang dimiliki, termasuk kemampuan akademik

maupun minatnya. Guru hendaknya memahami bahwa perbedaan dalam

kemampuan tersebut memerlukan bentuk-bentuk perlakuan yanag berbeda

dalam belajar, di samping perlakuan-perlakuan yang kolektif sifatnya. Jika guru

menginginkan pembelajarannya berhasil membawa siswa-siswanya menuju

ketuntasan pencapaian kompetensi secara optimal, maka kiranya upaya-upaya

memfasilitasi siswa dengan aneka ragam cara baik remedi, pengayaan maupun

percepatan mutlak harus dilakukan.

Memang berat rasanya tugas guru untuk dapat melaksanakan

pembelajaran tuntas ini dengan sempurna. Namun dengan menyadari bahwa

tugas seorang guru adalah tugas nan mulia, Insya Allah semua dapat

dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Awal dari sebuah pembaharuan memang

terasa sulit, namun harus dimulai. Dan pada saatnya jika tugas yang dirasa berat

itu sudah biasa dilakukan, tentu akan terasa ringan.

Pedoman Pembelajaran Tuntas (Mastery Learning) 24

Page 28: 2408962-Belajar-Tuntas

DAFTAR ACUAN

Atwi Suparman (2001). Desain instruksional: Program pengembangan ketrampilan dasar teknik instruksional (PEKERTI) untuk dosen muda. Jakarta: UT, PPAI-PAU.

Block, James H. (1971) Mastery learning : Theory and practice. New York : Holt, Rinehart and Winston, Inc.

Conny Semiawan . dkk. (1985). Pendekatan keterampilan proses, Jakarta:PT Gramedia

Gagne, Robert M. and Leslie J. Briggs. (1979). Principles of instructional design. New York : Rinehart and' Winston

Gentile, J.Ronald & James P. Lalley (2003). Standard and mastery learning. Thousand Oaks, California: Corwin Press, Inc.

Joyce, Bruce, Marsha Weil, and Beverly Showers (1992). Models of teaching. Boston: Allyn and Bacon

Kindsvatter, Richard, William Wilen & Margaret Ishler (1996). Dynamics of effective teaching. New York: Longman Publishers USA

Siskandar (2003). Teknologi pembelajaran dalam kurikulum berbasis kompetensi. Makalah disajikan pada seminar nasional teknologi pembelajaran pada tanggal 22 – 23 Agustus 2003, di Yogyakarta.

Winarno Surakhmad. (1982). Pengantar interaksi mengajar belajar: dasar dan teknik metodologi pengajaran, Bandung : Penerbit Tarsito

Pedoman Pembelajaran Tuntas (Mastery Learning) 25