2007-3-00449-TI Bab 2

59
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kepemimpinan 2.1.1 Pengertian Kepemimpinan Kepemimpinan merupakan suatu kemampuan yang melekat pada diri seseorang yang memimpin, yang tergantung dari macam-macam faktor, baik faktor-faktor intern maupun faktor-faktor ekstern (Winardi, h.47). Menurut George R. Terry, ”Kepemimpinan adalah aktivitas mempengaruhi orang-orang untuk berusaha mencapai tujuan kelompok secara sukarela (Hersey & Blanchard, h.98).” Dari definisi tersebut dapat kita menyimpulkan bahwa (Winardi, h.56): - aktivitas memimpin pada hakikatnya meliputi suatu hubungan; - adanya satu orang yang mempengaruhi orang-orang lain agar mereka mau bekerja ke arah pencapaian sasaran tertentu. Robert Tannenbaum, Irving R. Weschler, dan Fred Messarik mendefinisikan kepemimpinan sebagai ”pengaruh antarpribadi yang dilakukan dalam suatu situasi dan diarahkan, melalui proses komunikasi, pada pencapaian tujuan atau tujuan-tujuan tertentu.” Harold Koontz dan Cyril O’Donnel mengemukakan bahwa ”kepemimpinan adalah upaya mempengaruhi orang-orang untuk ikut dalam pencapaian tujuan bersama.”

Transcript of 2007-3-00449-TI Bab 2

Page 1: 2007-3-00449-TI Bab 2

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Kepemimpinan

2.1.1 Pengertian Kepemimpinan

Kepemimpinan merupakan suatu kemampuan yang melekat pada diri

seseorang yang memimpin, yang tergantung dari macam-macam faktor, baik

faktor-faktor intern maupun faktor-faktor ekstern (Winardi, h.47).

Menurut George R. Terry, ”Kepemimpinan adalah aktivitas

mempengaruhi orang-orang untuk berusaha mencapai tujuan kelompok secara

sukarela (Hersey & Blanchard, h.98).”

Dari definisi tersebut dapat kita menyimpulkan bahwa (Winardi, h.56):

- aktivitas memimpin pada hakikatnya meliputi suatu hubungan;

- adanya satu orang yang mempengaruhi orang-orang lain agar mereka mau

bekerja ke arah pencapaian sasaran tertentu.

Robert Tannenbaum, Irving R. Weschler, dan Fred Messarik

mendefinisikan kepemimpinan sebagai ”pengaruh antarpribadi yang

dilakukan dalam suatu situasi dan diarahkan, melalui proses komunikasi, pada

pencapaian tujuan atau tujuan-tujuan tertentu.” Harold Koontz dan Cyril

O’Donnel mengemukakan bahwa ”kepemimpinan adalah upaya

mempengaruhi orang-orang untuk ikut dalam pencapaian tujuan bersama.”

Page 2: 2007-3-00449-TI Bab 2

31

Hasil tinjauan terhadap penulis-penulis lain mengungkapkan bahwa para

penulis manajemen umumnya sepakat bahwa kepemimpinan adalah proses

mempengaruhi aktivitas seseorang atau sekelompok orang untuk mencapai

tujuan dalam situasi tertentu (Hersey & Blanchard, h.99).

2.1.2 Gaya Kepemimpinan

Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan oleh

seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang

lain seperti yang ia lihat (Thoha, h.49). Adapun sebagian besar teori

kepemimpinan memfokuskan pada gaya kepemimpinan. Variabel ini sangat

penting karena gaya kepemimpinan mencerminkan apa yang dilakukan oleh

pemimpin dalam mempengaruhi pengikutnya untuk merealisasi visinya.

Gaya kepemimpinan adalah pola menyeluruh dari tindakan seorang

pemimpin, baik gaya yang tampak maupun yang tidak tampak oleh

bawahannya. Gaya kepemimpinan menggambarkan kombinasi yang konsisten

dari falsafah, keterampilan, sifat dan sikap yang mendasari perilaku

seseorang. Gaya kepemimpinan yang menunjukkan, secara langsung maupun

tidak langsung, tentang keyakinan seorang pimpinan terhadap kemampuan

bawahannya. Artinya, gaya kepemimpinan adalah perilaku dan strategi,

sebagai hasil kombinasi dari falsafah, keterampilan, sifat, sikap yang sering

diterapkan seorang pemimpin ketika ia mencoba mempengaruhi kinerja

bawahannya (Veithzal Rivai, h.64).

Page 3: 2007-3-00449-TI Bab 2

32

2.1.3 Fungsi Kepemimpinan

Secara operasional dapat dibedakan dalam lima fungsi pokok

kepemimpinan, yaitu (Veithzal Rivai, h.53):

a. Fungsi instruksi

Fungsi ini bersifat komunikasi satu arah. Pemimpin sebagai komunikator

merupakan pihak yang menentukan apa, bagaimana, bilamana, dan di

mana perintah itu dikerjakan agar keputusan dapat dilaksanakan secara

efektif. Kepemimpinan yang efektif memerlukan kemampuan untuk

menggerakkan dan memotivasi orang lain agar mau melaksanakan

perintah.

b. Fungsi konsultasi

Fungsi ini bersifat komunikasi dua arah. Pada tahap pertama dalam usaha

menetapkan keputusan, pemimpin kerapkali memerlukan bahan

pertimbangan, yang mengharuskannya berkonsultasi dengan orang-orang

yang dipimpinnya yang dinilai mempunyai berbagai bahan informasi yang

diperlukan dalam menetapkan keputusan. Tahap berikutnya konsultasi

dari pimpinan pada orang-orang yang dipimpin dapat dilakukan setelah

keputusan ditetapkan dan sedang dalam pelaksanaan. Konsultasi itu

dimaksudkan untuk memperoleh masukan berupa umpan balik (feed back)

untuk memperbaiki dan menyempurnakan keputusan-keputusan yang

telah ditetapkan dan dilaksanakan. Dengan menjalankan fungsi konsultatif

dapat diharapkan keputusan-keputusan pimpinan, akan mendapat

Page 4: 2007-3-00449-TI Bab 2

33

dukungan dan lebih mudah menginstruksikannya, sehingga kepemimpinan

berlangsung efektif.

c. Fungsi partisipatif

Dalam menjalankan fungsi ini pemimpin berusaha mengaktifkan orang-

orang yang dipimpinnya, baik dalam keikutsertaan mengambil keputusan

maupun dalam melaksanakannya. Partisipasi tidak berarti bebas berbuat

semaunya, tetapi dilakukan secara terkendali dan terarah berupa kerjasama

dengan tidak mencampuri atau mengambil tugas pokok orang lain.

Keikutsertaan pemimpin harus tetap dalam fungsi sebagai pemimpin dan

bukan pelaksana.

d. Fungsi delegasi

Fungsi ini dilaksanakan dengan memberikan pelimpahan wewenang

membuat atau menetapkan keputusan, baik melalui persetujuan maupun

tanpa persetujuan dari pimpinan. Fungsi delegasi pada dasarnya berarti

kepercayaan. Orang-orang penerima delegasi itu harus diyakini

merupakan pembantu pemimpin yang memiliki kesamaan prinsip,

persepsi dan aspirasi.

e. Fungsi pengendalian

Fungsi pengendalian bermaksud bahwa kepemimpinan yang sukses atau

efektif mampu mengatur aktivitas anggotanya secara terarah dan dalam

koordinasi yang efektif, sehingga memungkinkan tercapainya tujuan

Page 5: 2007-3-00449-TI Bab 2

34

bersama secara maksimal. Fungsi pengendalian dapat diwujudkan melalui

kegiatan bimbingan, pengarahan, koordinasi dan pengawasan.

2.1.4 Teori-teori Gaya Kepemimpinan

2.1.4.1 Studi Kepemimpinan Universitas Ohio

Studi-studi kepemimpinan yang diawali pada tahun 1945 oleh Bureau of

Business Research di Universitas Negeri Ohio berusaha mengidentifikasi

berbagai dimensi perilaku pemimpin. Staf peneliti di biro itu, yang

mendefinisikan kepemimpinan sebagai perilaku seseorang pada saat

mengarahkan aktivitas kelompok pada pencapaian tujuan akhirnya

mempersempit uraian perilaku pemimpin dalam dua dimensi: struktur inisiasi

dan konsiderasi (initiating structure and consideration). Struktur inisiasi

mengacu pada ”perilaku pemimpin dalam menggambarkan hubungan antara

dirinya sendiri dengan anggota kelompok kerja dan dalam upaya membentuk

pola organisasi, saluran komunikasi dan metode atau prosedur yang

ditetapkan dengan baik”. Sebaliknya, konsiderasi mengacu pada ”perilaku

yang menunjukkan persahabatan, kepercayaan timbal balik, rasa hormat dan

kehangatan dalam hubungan antara pemimpin dengan anggota stafnya”.

Dalam mempelajari perilaku pemimpin, staf Universitas Ohio menemukan

bahwa struktur inisiasi dan konsiderasi merupakan dimensi-dimensi yang

terpisah dan berbeda. Perilaku pemimpin dapat dilukiskan sebagai gabungan

kedua dimensi tersebut. Dengan demikian, selama berlangsungnya studi-studi

Page 6: 2007-3-00449-TI Bab 2

35

itulah perilaku pemimpin pertama sekali diplotkan pada dua poros yang

terpisah dan tidak pada satu kontinum saja. Selanjutnya dibentuk empat

kuadran untuk menunjukkan variasi kombinasi struktur inisiasi (perilaku

tugas) dan konsiderasi (perilaku hubungan) (Hersey & Blanchard, h.104).

2.1.4.2 Studi Kepemimpinan Universitas Michigan

Penelitian kepemimpinan yang dilakukan di Pusat Penelitian dan Survei

Universitas Michigan pada waktu yang kurang lebih bersamaan dengan

penelitian yang dilakukan di Ohio, mempunyai sasaran penelitian serupa:

mencari karakteristik perilaku pemimpin yang tampak terkait dengan ukuran

efektivitas kinerja.

Kelompok Michigan juga menghasilkan dimensi perilaku kepemimpinan

yang mereka sebut berorientasi-karyawan dan berorientasi-produksi.

Pemimpin yang berorientasi karyawan dideskripsikan sebagai menekankan

pada hubungan antarpribadi; mereka secara pribadi berminat pada kebutuhan

bawahan mereka dan menerima perbedaan individual di antara anggota-

anggota. Sebaliknya pemimpin yang berorientasi-produksi, cenderung

menekankan pada aspek teknis atau tugas atas pekerjaan tertentu, perhatian

utama mereka adalah pada penyelesaian tugas kelompok mereka, dan

anggota-anggota kelompok merupakan alat untuk mencapai hasil akhir itu.

Kesimpulan yang didapatkan oleh para peneliti Michigan sangat

menitikberatkan kepada pemimpin dengan perilaku berorientasi-karyawan.

Page 7: 2007-3-00449-TI Bab 2

36

Pemimpin yang berorientasi-karyawan dikaitkan dengan peningkatan

produktivitas kelompok dan kepuasan kerja. Pemimpin yang berorientasi-

produksi cenderung dikaitkan dengan penurunan produktivitas kelompok dan

kepuasan kerja (Stephen P. Robbins, h.436).

2.1.4.3 Teori Kepemimpinan Kisi-kisi Majerial

Penggambaran grafis atas pandangan dua-dimensi gaya kepemimpinan

dikembangkan oleh Blake dan Mouton. Mereka mengemukakan kisi-kisi

manajerial (managerial grid) (sering kali juga dikenal sebagai kisi-kisi

kepemimpinan) berdasarkan pada gaya ”kepedulian dan orang” dan

”kepedulian akan produksi”, yang pada hakikatnya mewakili dimensi

pertimbangan dan struktur prakarsa dari Ohio atau dimensi berorientasi-

karyawan dan berorientasi-produksi dari Michigan (Stephen P. Robbins,

h.437).

Robert R. Blake dan Jane S. Mouton telah mempopulerkan kedua konsep

itu (menekankan pada penyelesaian tugas dan pengembangan hubungan

pribadi) dalam geradi manajemen mereka dan telah menggunakan geradi itu

secara ekstensif dalam program-program pengembangan organisasi dan

manajemen (Hersey & Blanchard, h.106).

Page 8: 2007-3-00449-TI Bab 2

37

2.1.4.4 Teori Kontinjensi

a. Teori Kontinum Perilaku Pemimpin

Tannenbaum dan Schmidt (1958) (Wirawan, h.97) mengemukakan teori

kontinum perilaku pemimpin. Menurut teori ini perilaku pemimpin

ditentukan oleh kontinum antara 4 faktor:

1. Perilaku berorientasi tugas (task oriented) yaitu berapa besar

pemimpin memusatkan perhatiannya kepada tugas yang harus

diselesaikan dan menghasilkan produksi yang ditargetkan.

2. Perilaku berorientasi hubungan (relationship oriented) yaitu

berapa besar pemimpin memperhatikan hubungannya dengan para

pengikutnya.

3. Jumlah otoritas yang dipergunakan pemimpin dalam

mempengaruhi pengikutnya.

4. Jumlah kebebasan yang dimiliki pengikut dalam melaksanakan

tugasnya.

b. Teori Gaya Kepemimpinan Berbagi Kekuasaan

Teori ini mengambil pola pikir Tannenbaum dan Schmidt dan

mengembangkan model gaya kepemimpinan berbagi kebebasan

menggunakan kekuasaan. Model ini disusun dengan asumsi bahwa

kepemimpinan merupakan proses interaksi kekuasaan antara pemimpin

dan para pengikutnya. Hubungan tersebut didasarkan pada dua dimensi

yaitu tinggi rendahnya kebebasan penggunaan kekuasaan oleh pemimpin

Page 9: 2007-3-00449-TI Bab 2

38

dan tinggi rendahnya kebebasan pengikut untuk menggunakan

kekuasaannya dalam interaksi kepemimpinan (Wirawan, h.98).

Dari dua dimensi tersebut gaya kepemimpinan dapat dikelompokkan

menjadi lima jenis gaya kepemimpinan. Lima gaya kepemimpinan

tersebut adalah (Wirawan, h.100):

1. Gaya kepemimpinan otokratik.

2. Gaya kepemimpinan paternalistik.

3. Gaya kepemimpinan partisipatif.

4. Gaya kepemimpinan demokratif.

5. Gaya kepemimpinan pemimpin terima beres (free rein atau laissez

faire).

c. Teori Konsep Kecocokan Pemimpin (Leadership Match Concept)

Teori model kontinjensi keefektifan kepemimpinan dari Fiedler kemudian

dikembangkan menjadi Leader Match Concept oleh Fiedler dan Chemers

(1984). Teori Leadership Match ditentukan oleh 2 faktor:

1. Gaya kepemimpinan

Menurut Fiedler dan Chemers gaya kepemimpinan adalah derajat

hubungan antara seseorang dengan teman sekerjanya dengan siapa

ia paling tidak ingin bekerja atau Least Preffered Coworker (LPC).

Derajat hubungan tersebut diukur dengan suatu test yang disebut

LPC scale atau Skala Teman Sekerja Paling Kurang Disukai.

Page 10: 2007-3-00449-TI Bab 2

39

Berdasarkan hasil test tersebut pemimpin dapat dikelompokkan

menjadi tiga, yaitu (Wirawan, h.104):

a. Pemimpin Termotivasi Hubungan (Relationship Motivated

Leaders)

b. Pemimpin Sosio-independen (Sosio-independent Leaders)

c. Pemimpin Termotivasi Tugas (Task-motivated Leaders)

2. Situasi Kepemimpinan

Ada tiga komponen yang menentukan kontrol dan pengaruh dalam

suatu situasi (Wirawan, h.106) yaitu:

a. Hubungan pemimpin dan pengikut (Leader-member relation)

yaitu sampai seberapa besar pengikut atau kelompok

mendukung dan loyal kepada pemimpin.

b. Struktur tugas (Task Structure). Sampai seberapa rinci tugas

menyatakan tujuan, prosedur dan pedoman khusus untuk

melaksanakan tugas.

c. Kekuasaan possional (Position Power). Sampai seberapa besar

posisi atau jabatan memberikan otoritas atau wewenang kepada

pemimpin untuk memberi imbalan dan menghukum pengikut.

3. Mencocokan Gaya Kepemimpinan dengan Situasi Kepemimpinan

Tidak semua gaya kepemimpinan cocok dengan semua situasi

kepemimpinan. Dengan kata lain pemimpin harus mencocokannya

Page 11: 2007-3-00449-TI Bab 2

40

dengan situasi kontrol kepemimpinan yang dihadapinya (Wirawan,

h.109).

2.1.4.5 Teori Kepemimpinan Situasional Hersey dan Blanchard

Kepemimpinan situasional didasarkan atas hubungan antara (2) kadar

bimbingan dan arahan (perilaku tugas) yang diberikan pemimpin; (2) kadar

dukungan sosio-emosional (perilaku hubungan) yang disediakan pemimpin;

dan (3) level kesiapan (“kematangan”) yang diperlihatkan pengikut dalam

pelaksanaan tugas, fungsi, atau tujuan tertentu (Hersey & Blanchard, h.178).

Gaya kepemimpinan seseorang adalah pola perilaku yang diperlihatkan

orang itu pada saat mempengaruhi aktivitas orang lain seperti yang

dipersepsikan orang lain. Gaya kepemimpinan seseorang terdiri dari

kombinasi dari perilaku tugas dan perilaku hubungan. Kedua jenis perilaku

itu, tugas dan hubungan, yang merupakan inti konsep gaya kepemimpinan,

didefinisikan sebagai berikut (Hersey & Blanchard, h.114):

- Perilaku tugas adalah kadar upaya pemimpin mengorganisasi dan

menetapkan peranan anggota kelompok (pengikut); menjelaskan aktivitas

setiap anggota serta kapan, di mana, dan bagaimana cara

menyelesaikannya; dicirikan dengan upaya untuk menetapkan pola

organisasi, saluran komunikasi, dan cara penyelesaian pekerjaan secara

rinci dan jelas.

Page 12: 2007-3-00449-TI Bab 2

41

Pendapat tersebut jelas bahwa perilaku tugas dapat menentukan apa yang

dikerjakan, bagaimana cara mengerjakan, kapan dikerjakan, untuk apa,

jumlah biaya, darimana dan dengan siapa mengerjakannya dan

kesemuanya ini disampaikan kepada karyawan.

Adapun instrumen untuk mengukur perilaku tugas menurut Hersey,

Blanchard dan Hembleton yang didasarkan dalam lima dimensi perilaku

sebagai berikut (Hersey & Blanchard, h.191):

Tabel 2.1 Instrumen untuk Mengukur Perilaku Tugas Pemimpin

DIMENSI

PERILAKU TUGAS INDIKATOR PERILAKU

Sejauh mana pemimpin …

Penyusunan tujuan Menetapkan tujuan yang perlu dicapai orang-orang.

Pengorganisasian Mengorganisasi situasi kerja bagi orang-orangnya.

Menetapkan batas waktu Menetapkan batas waktu bagi orang-orangnya.

Pengarahan Memberikan arahan spesifik.

Pengendalian

Menetapkan dan mensyaratkan adanya laporan

regular tentang kemajuan pelaksanaan pekerjaan.

- Perilaku hubungan adalah kadar upaya pemimpin membina hubungan

pribadi di antara mereka sendiri dan dengan para anggota kelompok

mereka (pengikut) dengan membuka lebar saluran komunikasi,

Page 13: 2007-3-00449-TI Bab 2

42

menyediakan dukungan sosio-emosional, ”sambaran-sambaran

psikologis”, dan pemudahan perilaku.

Adapun instrumen untuk mengukur perilaku hubungan menurut Hersey,

Blanchard dan Hembleton yang didasarkan dalam lima dimensi perilaku

sebagai berikut (Hersey & Blanchard, h.191):

Tabel 2.2 Instrumen untuk Mengukur Perilaku Hubungan Pemimpin

DIMENSI

PERILAKU HUBUNGAN INDIKATOR PERILAKU

Sejauh mana pemimpin …

Memberikan dukungan Memberikan dukungan dan dorongan.

Mengkomunikasikan

Melibatkan orang-orang dalam diskusi yang

bersifat "memberi dan menerima" tentang

aktivitas kerja.

Memudahkan interaksi Memudahkan interaksi di antara orang-orangnya.

Aktif menyimak

Berusaha mencari dan menyimak pendapat dan

kerisauan orang-orangnya.

Memberikan balikan

Memberikan balikan tentang prestasi orang-

orangnya.

Page 14: 2007-3-00449-TI Bab 2

43

Dua hal yang biasa dilakukan oleh pemimpin terhadap bawahan atau

pengikutnya adalah: Perilaku Tugas dan Perilaku Hubungan (Thoha, h.77).

Perilaku tugas ialah suatu perilaku seorang pemimpin untuk mengatur dan

merumuskan peranan-peranan dari anggota-anggota kelompok atau para

pengikut; menerangkan kegiatan yang harus dikerjakan oleh masing-masing

anggota, kapan dilakukan, di mana melaksanakannya, dan bagaimana tugas-

tugas itu harus dicapai. Selanjutnya disifati oleh usaha-usaha untuk

menciptakan pola organisasi yang mantap, jalur komunikasi yang jelas, dan

cara-cara melakukan jenis pekerjaan yang harus dicapai.

Perilaku hubungan ialah suatu perilaku seorang pemimpin yang ingin

memelihara hubungan-hubungan antarpribadi di antara dirinya dengan

anggota-anggota kelompok atau para pengikut dengan cara membuka lebar-

lebar jalur komunikasi, mendelegasikan tanggungjawab, dan memberikan

kesempatan pada para bawahan untuk menggunakan potensinya. Hal

semacam ini disifati oleh dukungan sosio-emosional, kesetiakawanan, dan

kepercayaan bersama.

Pengenalan kedua perilaku di atas sebagai suatu dimensi penting dari

perilaku pemimpin, telah dikenal sebagai suatu bagian yang penting dari kerja

keras ahli-ahli manajemen beberapa dasawarsa terakhir ini.

Page 15: 2007-3-00449-TI Bab 2

44

Gambar 2.1 Empat Gaya Dasar Kepemimpinan

Empat gaya dasar kepemimpinan yaitu (Thoha, h.67):

1. Gaya 1 (G1): Instruksi (memberitahukan)

Ini ditunjukkan oleh perilaku pemimpin yang tinggi pengarahan dan

rendah dukungan.

Gaya ini dicirikan dengan komunikasi satu arah. Pemimpin memberikan

batasan peranan pengikutnya dan memberitahu mereka tentang apa,

bagaimana, bilamana, dan di mana melaksanakan berbagai tugas. Inisiatif

Page 16: 2007-3-00449-TI Bab 2

45

pemecahan masalah dan pembuatan keputusan semata-mata dilakukan

oleh pemimpin. Pemecahan masalah dan keputusan diumumkan dan

pelaksanaannya diawasi secara ketat oleh pemimpin.

2. Gaya 2 (G2): Konsultasi (menjajakan)

Ini ditunjukkan oleh perilaku pemimpin yang tinggi pengarahan dan tinggi

dukungan.

Dalam menggunakan gaya ini, pemimpin masih banyak memberikan

pengarahan dan masih membuat hampir sama dengan keputusan, tetapi hal

ini diikuti dengan meningkatkan komunikasi dua arah dan perilaku

mendukung, dengan berusaha mendengar perasaan pengikut tentang

keputusan yang dibuat, serta ide-ide dan saran-saran mereka. Meskipun

dukungan ditingkatkan, pengendalian (control) atas pengambilan

keputusan tetap pada pemimpin.

3. Gaya 3 (G3): Partisipasi (mengikutsertakan)

Ini ditunjukkan oleh perilaku pemimpin yang tinggi dukungan dan rendah

pengarahan.

Posisi kontrol atas pemecahan masalah dan pembuatan keputusan

dipegang secara bergantian. Dengan penggunaan gaya 3 ini, pemimpin

dan pengikut saling tukar-menukar ide dalam pemecahan masalah dan

pembuat keputusan. Komunikasi dua arah ditingkatkan, dan peranan

pemimpin adalah secara aktif mendengar. Tanggung jawab pemecahan

masalah dan pembuatan keputusan sebagian besar berada pada pihak

Page 17: 2007-3-00449-TI Bab 2

46

pengikut. Hal ini sudah sewajarnya karena pengikut memiliki kemampuan

untuk melaksanakan tugas.

4. Gaya 4 (G4): Delegasi (mendelegasikan)

Ini ditunjukkan oleh perilaku pemimpin yang rendah dukungan dan

rendah pengarahan.

Pemimpin mendiskusikan masalah bersama-sama dengan bawahan

sehingga tercapai kesepakatan mengenai definisi masalah yang kemudian

proses pembuatan keputusan didelegasikan secara keseluruhan kepada

bawahan. Sekarang bawahanlah yang memiliki kontrol untuk memutuskan

tentang bagaimana cara pelaksanaan tugas. Pemimpin memberikan

kesempatan yang luas bagi bawahan untuk melaksanakan pertunjukkan

mereka sendiri karena mereka memiliki kemampuan dan keyakinan untuk

memikul tanggungjawab dalam pengarahan perilaku mereka sendiri.

2.2 Kematangan/ Kesiapan Pengikut atau Kelompok

Kematangan (maturity) didefinisikan sebagai kemampuan dan kemauan

(ability and willingness) orang-orang untuk memikul tanggungjawab untuk

mengarahkan perilaku mereka sendiri. Variabel-variabel kematangan itu

hendaknya hanya dipertimbangkan dalam kaitannya dengan tugas tertentu yang

perlu dilaksanakan. Artinya, seseorang atau suatu kelompok tidak dapat dikatakan

matang atau tidak matang dalam arti menyeluruh. Semua orang cenderung lebih

atau kurang matang dalam hubungannya dengan tugas, fungsi, atau sasaran

Page 18: 2007-3-00449-TI Bab 2

47

spesifik yang diupayakan pemimpin untuk diselesaikan melalui upaya mereka

(Hersey & Blanchard, h.179).

Kesiapan pengikut terdiri dari dua komponen yaitu:

a. Kemampuan atau ability pengikut.

Adalah pengetahuan, pengalaman dan keterampilan yang dibawa oleh

individual atau kelompok pengikut untuk melaksanakan tugas atau aktifitas

tertentu.

b. Kemauan atau wilingness.

Yaitu sampai seberapa besar individu atau kelompok pengikut mempunyai

kepercayaan diri, komitmen dan motivasi untuk melakukan suatu tugas

tertentu.

Berdasarkan kemampuan dan kemauan, kesiapan atau readiness pengikut

dapat dikelompokkan menjadi empat level kesiapan, seperti tertera pada tabel di

bawah ini:

Tabel 2.3 Kontinum Tingkat Kematangan Pengikut

Page 19: 2007-3-00449-TI Bab 2

48

Indikator dari kesiapan setiap level tersebut adalah sebagai berikut:

1. Dalam Kesiapan Level 1 (M1), pengikut tidak mampu dan kurang komitmen

dan motivasi untuk melaksanakan tugasnya atau dapat juga pengikut tidak

mampu dan merasa tidak percaya diri untuk melaksanakan tugasnya. Indikator

R1 atau tak mampu dan tidak mau antara lain adalah:

a. Tidak melakukan tugas pada level yang dapat diterima.

b. Terintimidasi oleh tugasnya.

c. Tidak jelas mengenai arah tugas.

d. Penundaan pelaksanaan tugas.

e. Mengajukan sejumlah pertanyaan mengenai tugas.

f. Menghindari tugas.

g. Menjadi defensif atau tidak enak untuk melaksanakan tugas.

2. Dalam Kesiapan Level 2 (M2), pengikut tidak mampu akan tetapi mempunyai

kemauan untuk melaksanakan tugas. Pemimpin kurang kemampuannya akan

tetapi termotivasi untuk berupaya melaksanakan tugasnya. Atau pengikut

tidak mampu tapi punya percaya diri untuk melaksanakan tugasnya sepanjang

pemimpin berada di dekatnya untuk memberikan panduan. Indikatornya

adalah sebagai berikut:

a. Punya keinginan dan senang.

b. Tertarik dan responsif.

c. Menunjukkan kemampuan sedang.

d. Mau menerima masukan.

Page 20: 2007-3-00449-TI Bab 2

49

e. Penuh perhatian.

f. Antusiastik.

g. Mau melaksanakan tugas baru tanpa pengalaman.

3. Dalam Kesiapan Level 3 (M3), pengikut mempunyai kemampuan akan tetapi

tidak mempunyai kemauan untuk mempergunakan kemampuannya untuk

melaksanakan tugas. Dapat juga pengikut mempunyai kemampuan akan tetapi

tidak mempunyai percaya diri untuk melaksanakan tugasnya. Indikator

kesiapan ini adalah sebagai berikut:

a. Telah menunjukkan pengetahuan dan kemampuan.

b. Tampak ragu-ragu untuk menyelesaikan atau mengambil langkah

berikutnya dalam melaksanakan tugas.

c. Kelihatannya takut, kaget dan bingung.

d. Tampak masa bodo untuk melaksanakan tugas sendiri.

e. Sering meminta balikan.

4. Dalam Kesiapan Level 4 (M4), pengikut mempunyai kemampuan dan

kemauan untuk melaksanakan tugas. Atau mungkin juga pengikut mempunyai

kemampuan dan mempunyai percaya diri untuk melaksanakan tugasnya.

Indikator dari kesiapan ini adalah:

a. Membuat atasan selalu terinformasi tentang kemajuan pelaksanaan

tugas.

b. Mempergunakan sumber secara efisien.

c. Bertanggungjawab dan berorientasi pada hasil.

Page 21: 2007-3-00449-TI Bab 2

50

d. Dapat melaksanakan tugas secara independent.

e. Berbagi berita baik dan buruk.

f. Membuat keputusan yang efektif mengenai tugas.

g. Melaksanakan standar tinggi.

h. Berbagi ide kreatif.

i. Menyelesaikan tugas tepat waktu atau lebih cepat.

2.3 Komponen Kematangan

Konsep kematangan terdiri dari dua dimensi yaitu (Hersey & Blanchard,

h.187):

1. Kematangan pekerjaan

Dikaitkan dengan kemampuan untuk melakukan sesuatu. Hal ini berkaitan

dengan pengetahuan dan keterampilan. Orang-orang yang memiliki

kematangan pekerjaan yang tinggi dalam bidang tertentu memiliki

pengetahuan, kemampuan, dan pengalaman untuk melaksanakan tugas-tugas

tertentu tanpa arahan dari orang lain. Seseorang yang tinggi kematangan

kerjanya boleh jadi akan mengatakan: ”Saya benar-benar berbakat dalam

bagian pekerjaan saya yang ini. Saya dapat bekerja sendiri dalam bidang itu

tanpa memerlukan banyak bantuan dari pimpinan saya.”

Untuk mengukur kematangan pekerjaan menurut Hersey, Blanchard dan

Hembleton digunakan skala kematangan sebagai berikut (Hersey &

Blanchard, h.189):

Page 22: 2007-3-00449-TI Bab 2

51

Tabel 2.4 Format Pengharkatan Skala Kematangan Pekerjaan oleh Manajer

2. Kematangan Psikologis

Dikaitkan dengan kemauan atau motivasi untuk melakukan sesuatu. Hal ini

erat kaitannya dengan rasa yakin dan keikatan. Orang-orang yang sangat

matang secara psikologis dalam bidang atau tanggungjawab tertentu merasa

bahwa tanggungjawab merupakan hal yang penting serta memiliki rasa yakin

terhadap diri sendiri dan merasa dirinya mampu dalam aspek pekerjaan

tertentu. Mereka tidak membutuhkan dorongan ekstensif untuk mau

melakukan hal-hal dalam bidang tersebut. Komentar orang yang sangat

matang secara psikologis kemungkinan besar adalah: ”Saya sangat

menyenangi aspek pekerjaan saya yang ini. Atasan saya tidak perlu

mengawasi saya dengan ketat atau mendorong saya untuk melakukan

pekerjaan dalam bidang itu.”

Untuk mengukur kematangan psikologis menurut Hersey, Blanchard dan

Hembleton digunakan skala kematangan sebagai berikut (Hersey &

Blanchard, h.189):

Page 23: 2007-3-00449-TI Bab 2

52

Tabel 2.5 Format Pengharkatan Skala Kematangan Psikologis oleh Manajer

2.4 Gaya Pemimpin Versus Kematangan Pengikut

Gaya kepemimpinan yang sesuai (gaya pemimpin) bagi level kematangan

tertentu dari pengikut digambarkan dengan kurva preskriptif yang bergerak

melalui keempat kuadran kepemimpinan. Kurva berbentuk lonceng itu disebut

kurva preskriptif karena hal itu menunjukkan gaya kepemimpinan yang sesuai

langsung di atas level kematangan yang berkaitan.

Page 24: 2007-3-00449-TI Bab 2

53

Hubungan gaya kepemimpinan dengan tingkat kematangan dilukiskan dalam

gambar berikut ini (Thoha, h.70):

Gambar 2.2 Model Kepemimpinan Situasional

Gambar di atas berusaha menggambarkan hubungan antara tingkat

kematangan para pengikut atau bawahan dengan gaya kepemimpinan yang sesuai

untuk diterapkan ketika para pengikut bergerak dari kematangan yang sedang ke

kematangan yang telah berkembang (dari M1 sampai dengan M4). Hubungan

tersebut dapat diikuti uraian penjelasannya sebagai berikut (Thoha, h.71):

1. G1 (Instruksi), diberikan untuk pengikut yang rendah kematangannya. Orang

yang tidak mampu dan mau (percaya diri) (M1) memiliki tanggungjawab

Page 25: 2007-3-00449-TI Bab 2

54

untuk melaksanakan sesuatu adalah tidak kompeten atau tidak memiliki

keyakinan. Dalam banyak kasus ketidakinginan mereka merupakan akibat dari

ketidakyakinannya atau kurangnya pengalaman dan pengetahuannya

berkenaan dengan suatu tugas. Dengan demikian, gaya pengarahan (G1)

memberikan pengarahan yang jelas dan spesifik.

2. G2 (Konsultasi), adalah untuk tingkat kematangan rendah ke sedang. Orang

yang tidak mampu tetapi berkeinginan (M2) untuk memikul tanggungjawab

memiliki keyakinan tetapi kurang memiliki keterampilan. Dengan demikian,

gaya konsultasi (G2) yang memberikan perilaku mengarahkan, karena mereka

kurang mampu, juga memberikan perilaku mendukung untuk memperkuat

kemampuan dan antusias, tampaknya merupakan gaya yang sesuai digunakan

bagi individu pada tingkat kematangan seperti ini.

3. G3 (Partisipasi), adalah bagi tingkat kematangan dari sedang ke tinggi. Orang-

orang pada tingkat perkembangan ini memiliki kemampuan tetapi tidak

berkeinginan (M3) untuk melakukan suatu tugas yang diberikan.

Ketidakinginan mereka itu seringkali disebabkan karena kurangnya

keyakinan. Namun bila mereka yakin atas kemampuannya tetapi tidak mau,

maka keengganan mereka untuk melaksanakan tugas tersebut lebih

merupakan persoalan motivasi dibandingkan persoalan keamanan. Dengan

demikian, gaya yang mendukung, tanpa mengarahkan, partisipasi (G3)

mempunyai tingkat keberhasilan yang tinggi untuk diterapkan bagi individu

dengan tingkat kematangan seperti ini.

Page 26: 2007-3-00449-TI Bab 2

55

4. G4 (Delegasi), adalah bagi tingkat kematangan yang tinggi. Orang-orang

dengan tingkat kematangan seperti ini adalah mampu dan mau, atau

mempunyai keyakinan untuk memikul tanggungjawab (M4). Dengan

demikian, gaya delegasi yang berprofil rendah (G4) memberikan sedikit

pengarahan atau dukungan memiliki tingkat kemungkinan efektif yang paling

tinggi dengan individu-individu dalam tingkat kematangan seperti ini.

Adapun gaya kepemimpinan yang sesuai dalam kaitannya dengan berbagai

level kematangan dapat dilihat pada tabel berikut ini (Hersey & Blanchard,

h.183):

Tabel 2.6 Gaya Kepemimpinan yang Sesuai dengan Berbagai Level

Kematangan

LEVEL KEMATANGAN GAYA YANG SESUAI

M1

M2

M3

G1

G2

G3

RendahTidak mampu dan tidak mau

atau tidak yakin

Rendah ke sedangTidak mampu tetapi mau

atau yakin

Sedang ke tinggiMampu tetapi tidak mau

atau tidak yakin

MengikutsertakanPerilaku tinggi hubungan

dan rendah tugas

MenjajakanPerilaku tinggi tugasdan tinggi hubungan

MemberitahukanPerilaku tinggi tugasdan rendah hubungan

M4Tinggi

Mampu/ kompeten danmau/ yakin

G4Mendelegasikan

Perilaku rendah hubungandan rendah tugas

Page 27: 2007-3-00449-TI Bab 2

56

2.5 Kinerja Karyawan

2.5.1 Definisi Kinerja Karyawan

Kinerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara

keseluruhan selama periode tertentu di dalam melaksanakan tugas

dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja, target

atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah

disepakati bersama. Jika dilihat dari asal katanya, kata kinerja adalah

terjemahan dari kata performance, yang menurut The Scribner-Bantam

English Dictionary, terbitan Amerika Serikat dan Kanada (1979), berasal dari

akar kata ”to perform” dengan beberapa ”entries” yaitu: (1) melakukan,

menjalankan, melaksanakan (to do or carry out, execute); (2) memenuhi atau

melaksanakan kewajiban suatu niat atau nazar (to discharge of fulfill; as vow);

(3) melaksanakan atau menyempurnakan tanggungjawab (to execute or

complete an understaking); dan (4) melakukan sesuatu yang diharapkan oleh

seseorang atau mesin (to do what is expected of a person machine). Beberapa

pengertian berikut ini akan memperkaya wawasan kita tentang kinerja (Rivai,

h.14).

1. Kinerja merupakan seperangkat hasil yang dicapai dan merujuk pada

tindakan pencapaian serta pelaksanaan sesuatu pekerjaan yang diminta

(Stolovitch and Keeps: 1992).

2. Kinerja merupakan salah satu kumpulan total dari kerja yang ada pada

diri pekerja (Griffin: 1987).

Page 28: 2007-3-00449-TI Bab 2

57

3. Kinerja dipengaruhi oleh tujuan (Mondy and Premeaux: 1993).

4. Kinerja merupakan suatu fungsi dari motivasi dan kemampuan. Untuk

menyelesaikan tugas atau pekerjaan, seseorang harus memiliki derajat

kesediaan dan tingkat kemampuan tertentu. Kesediaan dan keterampilan

seseorang tidaklah cukup efektif untuk mengerjakan sesuatu tanpa

pemahaman yang jelas tentang apa yang akan dikerjakan dan bagaimana

mengerjakannya (Hersey and Blanchard: 1993).

5. Kinerja merujuk kepada pencapaian tujuan karyawan atas tugas yang

diberikan (Casio: 1992).

6. Kinerja merujuk kepada tingkat keberhasilan dalam melaksanakan tugas

serta kemampuan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kinerja

dinyatakan baik dan sukses jika tujuan yang diinginkan dapat tercapai

dengan baik (Donnely, Gibson and Ivancevich: 1994).

7. Pencapaian tujuan yang telah ditetapkan merupakan salah satu tolak

ukur kinerja individu. Ada tiga kriteria dalam melakukan penilaian

kinerja individu, yakni: (a) tugas individu: (b) perilaku individu: dan (c)

ciri individu (Robbin: 1996).

8. Kinerja sebagai kualitas dan kuantitas dari pencapaian tugas-tugas, baik

yang dilakukan oleh individu, kelompok maupun perusahaan

(Schermerhorn, Hunt an Osborn: 1991).

9. Kinerja sebagai fungsi interaksi antara kemampuan atau ability (A),

motivasi atau motivation (M) dan kesempatan atau opportunity (O),

Page 29: 2007-3-00449-TI Bab 2

58

yaitu kinerja = ( )f A M O× × . Artinya: kinerja merupakan fungsi dari

kemampuan, motivasi dan kesempatan (Robbins: 1996). Dengan

demikian, kinerja ditentukan oleh faktor-faktor kemampuan, motivasi

dan kesempatan. Kesempatan kinerja adalah tingkat-tingkat kinerja yang

tinggi yang sebagian merupakan fungsi dari tiadanya rintangan-

rintangan yang mengendalakan karyawan itu. Meskipun seorang

individu mungkin bersedia dan mampu, bisa saja ada rintangan yang

menjadi penghambat.

Dengan demikian, kinerja adalah kesediaan seseorang atau kelompok

orang untuk melakukan sesuatu kegiatan dan menyempurnakannya sesuai

dengan tanggungjawabnya dengan hasil seperti yang diharapkan. Jika

dikaitkan dengan performance atau kinerja adalah hasil kerja yang dapat

dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu perusahaan sesuai

dengan wewenang dan tanggungjawab masing-masing dalam upaya

pencapaian tujuan perusahaan secara legal, tidak melanggar hukum dan tidak

bertentangan dengan moral atau etika.

Page 30: 2007-3-00449-TI Bab 2

59

2.5.2 Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja adalah suatu sistem yang digunakan untuk menilai dan

mengetahui apakah seorang karyawan telah melaksanakan pekerjaannya

masing-masing secara keseluruhan.

Manfaat penilaian kinerja bagi semua pihak adalah agar mereka

mengetahui manfaat yang dapat mereka harapkan. Pihak-pihak yang

berkepentingan dalam manfaat penilaian kinerja adalah (Rivai, h.55):

1. Manfaat bagi karyawan yang dinilai

Bagi karyawan yang dinilai, keuntungan pelaksanaan penilaian kinerja

adalah antara lain:

- Meningkatkan motivasi;

- Meningkatkan kepuasan kerja;

- Adanya kejelasan standar hasil yang diharapkan mereka;

- Umpan balik dari kinerja lalu yang akurat dan konstruktif;

- Pengetahuan tentang kekuatan dan kelemahan menjadi besar;

- Pengembangan perencanaan untuk meningkatkan kinerja dengan

membangun kekuatan dan mengurangi kelemahan semaksimal

mungkin;

- Adanya kesempatan untuk berkomunikasi ke atas.

2. Manfaat bagi penilai (Supervisor)

- Kesempatan untuk mengukur dan mengidentifikasikan kecenderungan

kinerja karyawan untuk perbaikan manajemen selanjutnya;

Page 31: 2007-3-00449-TI Bab 2

60

- Kesempatan untuk mengembangkan suatu pandangan umum tentang

pekerjaan individu dan departemen yang lengkap;

- Memberikan peluang untuk mengembangkan sistem pengawasan baik

untuk pekerjaan manajer sendiri, maupun pekerjaan dari bawahannya;

- Identifikasi gagasan untuk peningkatan tentang nilai pribadi;

- Peningkatan kepuasan kerja;

- Pemahaman yang lebih baik terhadap karyawan, tentang rasa takut,

rasa grogi, harapan dan aspirasi mereka;

- Meningkatkan kepuasan kerja, baik dari para supervisor maupun dari

para karyawan.

3. Manfaat bagi perusahaan

Bagi perusahaan, manfaat penilaian adalah antara lain:

- Perbaikan seluruh simpul unit-unit yang ada dalam perusahaan, karena:

a) Komunikasi menjadi lebih efektif mengenai tujuan perusahaan dan

nilai budaya perusahaan

b) Peningkatan rasa kebersamaan dan loyalitas

c) Peningkatan kemampuan dan kemauan manajer untuk

menggunakan keterampilan atau keahlian memimpinnya untuk

memotivasi karyawan dan mengembangkan kemauan dan

keterampilan karyawan

- Meningkatkan pandangan secara luas menyangkut tugas yang dilakukan

oleh masing-masing karyawan;

Page 32: 2007-3-00449-TI Bab 2

61

- Meningkatkan kualitas komunikasi;

- Meningkatkan motivasi karyawan secara keseluruhan;

- Meningkatkan keharmonisan hubungan dalam pencapaian tujuan

perusahaan;

- Peningkatan segi pengawasan melekat dari setiap kegiatan yang dilakukan

oleh karyawan;

- Harapan dan pandangan jangka panjang dapat dikembangkan.

2.6 Identifikasi Variabel Penelitian

Menurut hubungan antara satu variabel dengan variabel yang lain maka

macam-macam variabel dalam penelitian dapat dibedakan menjadi (Sugiyono,

h.33):

a. Variabel Independen

Variabel ini sering disebut sebagai variabel stimulus, prediktor, antecedent.

Dalam bahasa Indonesia sering disebut sebagai variabel bebas. Variabel bebas

adalah merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab

perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat).

b. Variabel Dependen

Sering disebut sebagai variabel output, kriteria, konsekuen. Dalam bahasa

Indonesia sering disebut sebagai variabel terikat. Variabel terikat merupakan

variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel

bebas.

Page 33: 2007-3-00449-TI Bab 2

62

c. Variabel Moderator

Adalah variabel yang mempengaruhi (memperkuat dan memperlemah)

hubungan antara variabel independen dengan dependen. Variabel disebut juga

sebagai variabel independen kedua.

d. Variabel Intervening

Adalah variabel yang secara teoritis mempengaruhi (memperlemah dan

memperkuat) hubungan antara variabel independen dengan dependen, tetapi

tidak dapat diamati dan diukur.

e. Variabel Kontrol

Adalah variabel yang dikendalikan atau dibuat konstan sehingga pengaruh

variabel independen terhadap dependen tidak dipengaruhi oleh faktor luar

yang tidak diteliti. Variabel kontrol sering digunakan oleh peneliti, bila akan

melakukan penelitian yang bersifat membandingkan.

2.7 Penentuan Pengelompokkan Data

Data diperlukan dalam penelitian sebagai bahan acuan untuk membuat

analisa. Ada berbagai sumber data yang bisa dikumpulkan atau diakses oleh

periset untuk menghasilkan informasi. Dilihat dari asal atau sumbernya data dapat

dikelompokkan menjadi dua kelompok besar yaitu (Istijanto, h.26):

1. Data Sekunder

Data sekunder dapat didefinisikan sebagai data yang telah dikumpulkan pihak

lain, bukan oleh periset sendiri, untuk tujuan lain. Artinya, periset adalah

Page 34: 2007-3-00449-TI Bab 2

63

”tangan kedua” yang sekadar mencatat, mengakses, atau meminta data

tersebut (yang kadang sudah berwujud informasi) ke pihak lain yang telah

mengumpulkannya di lapangan (Istijanto, h.27).

2. Data Primer

Data Primer adalah data asli yang dikumpulkan sendiri oleh periset untuk

menjawab masalah risetnya secara khusus (Istijanto, h.32).

2.8 Metode Pengumpulan Data

Untuk mengumpulkan data dari sampel penelitian, dilakukan dengan metode

tertentu sesuai dengan tujuannya. Ada berbagai metode yang telah kita kenal

antara lain wawancara, pengamatan (observasi), kuesioner (angket) dan

dokumenter.

a. Observasi

Metode observasi dijalankan dengan mengamati dan mancatat pola perilaku

orang, objek, atau kejadian-kejadian melalui cara yang sistematis (Malhotra,

1996). Observasi adalah metode pengumpulan data dimana peneliti mencatat

informasi sebagaimana yang mereka saksikan selama penelitian. Penyaksian

terhadap peristiwa-peristiwa itu bisa dengan melihat, mendengarkan,

merasakan, yang kemudian dicatat seobjektif mungkin.

Proses pengamatan terdiri atas:

- Persiapan termasuk latihan (training)

- Memasuki lingkungan penelitian

Page 35: 2007-3-00449-TI Bab 2

64

- Memulai interaksi

- Pengamatan dan pencatatan

- Menyelesaikan tugas lapangan

b. Wawancara

Wawancara adalah metode yang digunakan untuk memperoleh informasi

secara langsung, mendalam, tidak terstruktur, dan individual, ketika seorang

responden ditanyai pewawancara guna mengungkapkan perasaan, motivasi,

sikap, atau keyakinannya terhadap suatu topik SDM (diadaptasi dari

Malhotra, 2004).

Menurut Muhammad Ali, keunggulan wawancara sebagai alat penelitian

adalah:

- Wawancara dapat dilaksanakan kepada setiap individu tanpa dibatasi oleh

faktor usia maupun kemampuan membaca.

- Data yang diperoleh dapat langsung diketahui objektifitasnya karena

dilaksanakan secara tatap muka.

- Wawancara dapat dilaksanakan langsung kepada responden yang diduga

sebagai sumber data (dibandingkan dengan angket yang mempunyai

kemungkinan diisi oleh orang lain).

- Wawancara dapat dilaksanakan dengan tujuan untuk memperbaiki hasil

yang diperoleh baik melalui observasi terhadap objek manusia maupun

bukan manusia; juga hasil yang diperoleh melalui angket.

Page 36: 2007-3-00449-TI Bab 2

65

- Pelaksanaan wawancara dapat lebih fleksibel dan dinamis karena

dilaksanakan dengan hubungan langsung, sehingga memungkinkan

diberikannya penjelasan kepada responden bila suatu pertanyaan kurang

dapat dimengerti.

Meskipun wawancara mempunyai banyak manfaat, namun terdapat pula

beberapa kelemahan antara lain:

- Oleh karena wawancara biasanya dilakukan secara perseorangan, maka

pelaksanaannya menuntut banyak waktu, tenaga, dan biaya, terutama bila

ukuran sampel cukup besar.

- Faktor bahasa baik dari pewawancara maupun responden, sangat

mempengaruhi hasil atau data yang diperoleh.

- Sering terjadi wawancara yang dilakukan secara bertele-tele.

- Wawancara menuntut penyesuaian diri secara emosional atau mental-

psikis antara pewawancara dan responden.

- Hasil wawancara banyak tergantung pada kemampuan pewawancara

dalam menggali, mencatat, dan menafsirkan setiap jawaban.

Wawancara dilihat dari bentuk pertanyaan dapat dibagi dalam tiga bentuk,

yaitu:

a. Wawancara berstruktur, dimana pertanyaan-pertanyaan mengarahkan

jawaban dalam pola pertanyaan yang dikemukakan.

b. Wawancara tak berstruktur, dimana pertanyaan-pertanyaan dapat dijawab

secara bebas oleh responden tanpa terikat pada pola-pola tertentu.

Page 37: 2007-3-00449-TI Bab 2

66

c. Wawancara campuran, dimana bentuk ini merupakan campuran antara

wawancara berstruktur dan tak berstruktur.

c. Kuesioner

Kuesioner merupakan daftar pertanyaan yang digunakan periset untuk

memperoleh data secara langsung dari sumber melalui proses komunikasi atau

dengan mengajukan pertanyaan. Apabila metode pengamatan dan wawancara

menempatkan peneliti dalam hubungan langsung dengan responden, maka

hubungan itu dilakukan melalui media, yaitu daftar pertanyaan yang dikirim

kepada responden.

Keunggulan kuesioner antara lain:

- Dapat digunakan untuk mengumpulkan data dari sejumlah besar

responden yang menjadi sampel.

- Dalam menjawab pertanyaan, responden dapat lebih leluasa karena tidak

dipengaruhi oleh sikap mental hubungan antara peneliti dan responden.

- Setiap jawaban dapat dipikirkan masak-masak terlebih dahulu, karena

tidak terikat oleh cepatnya waktu yang diberikan kepada responden untuk

menjawab pertanyaan sebagaimana dalam wawancara.

- Data yang dikumpulkan dapat lebih mudah dianalisis, karena pertanyaan

yang diajukan kepada setiap responden adalah sama.

Page 38: 2007-3-00449-TI Bab 2

67

Kelemahannya antara lain:

- Pemakaian kuesioner terbatas pada pengumpulan pendapat atau fakta yang

diketahui responden, yang tidak dapat diperoleh dengan jalan lain.

- Sering terjadi, kuesioner diisi oleh orang lain (bukan responden yang

sebenarnya), karena dilakukan tidak secara langsung berhadapan muka

antara peneliti dan responden.

- Kuesioner diberikan terbatas kepada orang yang tidak buta huruf.

d. Metode dokumenter

Dokumen adalah catatan tertulis tentang berbagai kegiatan atau peristiwa pada

waktu yang lalu. Jurnal dalam bidang keilmuan tertentu termasuk dokumen

penting yang merupakan acuan bagi peneliti dalam memahami objek

penelitiannya. Bahkan, literatur-literatur yang relevan dimasukkan pula dalam

kategori dokumen yang mendukung penelitian.

2.9 Penetapan Skala Kuesioner

Skala pengukuran merupakan kesepakatan yang digunakan sebagai acuan

untuk menentukan panjang pendeknya interval yang ada dalam alat ukur,

sehingga alat ukur tersebut bila digunakan dalam pengukuran akan menghasilkan

data kuantitatif (Sugiyono, h.84).

Skala likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi

seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Dengan skala likert,

maka variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel. Kemudian

Page 39: 2007-3-00449-TI Bab 2

68

indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item-item

instrumen yang dapat berupa pernyataan atau pertanyaan.

Jawaban setiap instrumen yang menggunakan skala likert mempunyai gradasi

dari sangat positif (+) sampai sangat negatif (-) yang dapat berupa kata-kata,

antara lain (Sugiyono, h.86):

1. Sangat setuju

2. Setuju

3. Ragu-ragu

4. Tidak setuju

5. Sangat tidak setuju

2.10 Pretest Kuesioner

Pretest merupakan pengumpulan data pendahuluan yang boleh dikatakan

sebagai suatu gladi bersih untuk turun ke lapangan yang sebenarnya. Tempat

untuk pretest harus dipilih sedemikian rupa sehingga hampir bersamaan atau

sama dengan lapangan yang sebenarnya.

Hasil dari pretest ini dapat dilihat kelemahan-kelemahan dari suatu

kuesioner. Mungkin ada beberapa pertanyaan yang tidak relevan, atau range

(jangka) dari pendapatan tidak cukup banyak, ataupun desain dari penelitian

yang kurang sesuai. Hasil dari analisa tersebut akan dijadikan bahan untuk

mengadakan perubahan ataupun penyesuaian dalam membuat daftar

pertanyaan yang baru.

Page 40: 2007-3-00449-TI Bab 2

69

Beberapa hal perlu mendapat perhatian dalam mengadakan analisa

terhadap pretest, yaitu:

- Jawaban yang diperoleh memperlihatkan ketidakadaan atau kekurangan

dalam hal distribusi ataupun urutan, ataupun tidak memperlihatkan suatu

pola tertentu. Hal ini mungkin disebabkan oleh item dalam pertanyaan

kurang baik dibuat.

- Terlalu banyak jawaban yang sama untuk semua responden, ataupun

terlalu banyak jawaban mengiyakan. Hal ini menunjukkan ada kelemahan

dalam membuat daftar pertanyaan mengenai item tertentu, sehingga

responden memberikan responsi klise.

- Terlalu banyak yang menjawab ”tidak tahu” atau ”tidak mengerti”. Ini

dapat diakibatkan oleh pertanyaan yang terlalu sulit untuk dimengerti.

Pertanyaan yang kurang jelas juga dapat mengakibatkan jawaban ”tidak

tahu”.

- Banyak pertanyaan yang tidak dijawab oleh responden memperlihatkan

bahwa pertanyaan tersebut terlalu pribadi, ataupun jaminan kerahasiaan

penelitian tidak dicantumkan ataupun kurang dipercayai oleh responden.

2.11 Pengolahan Data

2.11.1 Statistika Deskriptif

Definisi statistika deskriptif menurut Wallpole (1995) (Wallpole, h.2)

adalah metode-metode yang berkaitan dengan pengumpulan dan penyajian

Page 41: 2007-3-00449-TI Bab 2

70

suatu gugus data sehingga memberikan informasi yang berguna. Pada

dasarnya statistika deskriptif memberikan informasi mengenai data dan sama

sekali tidak menarik inferensia atau kesimpulan apapun tentang gugus data

induknya yang lebih besar.

Analisis pendahuluan ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik setiap

variabel pada sampel penelitian melalui analisis deskriptif. Alat-alat analisis

yang dipakai pada analisis deskriptif adalah:

- Tabel distribusi frekuensi sederhana

- Diagram statistik

- Perhitungan ukuran tendensi pusat dan ukuran dispersi

- Estimasi parameter.

2.11.2 Uji Validitas

Validitas adalah derajat yang menyatakan suatu test mengukur apa yang

seharusnya diukur. Validitas suatu test tidak begitu saja melekat pada test itu

sendiri, tetapi tergantung penggunaan dan subjeknya. Test yang valid untuk

penggunaan tertentu, yaitu valid untuk tujuan khusus tertentu dan untuk

kelompok tertentu, belum tentu valid untuk penggunaan yang lain atau

kelompok subjek dengan karakteristik yang lain.

Pengujian validitas dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh suatu alat

ukur mengukur apa yang hendak diukur. Pengujian validitas menggunakan

Page 42: 2007-3-00449-TI Bab 2

71

teknik item-item consistency, yaitu dengan menghitung nilai korelasi antara

skor setiap item dengan skor total item.

Suatu item dikatakan valid apabila hasil uji korelasi menunjukkan item

tersebut mempunyai korelasi yang signifikan terhadap skor total. Dalam hal

ini digunakan nilai tabelr berderajat (n-2) dan tingkat signifikansi 0.05 sebagai

nilai pembanding untuk menentukan penolakan atau penerimaan 0H . Uji

validitas dilakukan untuk semua pertanyaan pada kuesioner, adapun syarat

adar dikatakan valid adalah tabelr < hitungr . Data yang diuji adalah 30, oleh

karena itu daperoleh nilai df = (n-2) = 30-2 = 28. Untuk level of significance

0.05 for two-tailed test dan df = 28, maka diperoleh nilai tabelr = 0.374

(lampiran). Namun apabila hitungr < tabelr , maka pertanyaan tersebut

dieleminasi, kemudian dilakukan uji validitas lagi. Hal tersebut terus

dilakukan hingga semua pertanyaan memiliki nilai hitungr > tabelr (Santoso,

h.77).

2.11.3 Uji Reliabilitas

Reliabilitas suatu test adalah seberapa besar derajat test mengukur secara

konsisten sasaran yang diukur. Reliabilitas dinyatakan dalam bentuk angka,

biasanya sebagai koefisien. Koefisien tinggi berarti reliabilitas tinggi.

Page 43: 2007-3-00449-TI Bab 2

72

Uji reliabilitas dilakukan untuk melihat seberapa jauh alat ukur

memberikan hasil yang relatif sama bila dilakukan pengukuran kembali

terhadap gejala yang sama untuk waktu yang berbeda.

Pengujian reliabilitas dilakukan dengan menggunakan metode internal

consistency yaitu dengan menghitung Coefficient Alpha Cronbach (α ), yaitu

interkorelasi antar item-item dalam suatu alat ukur yang sama.

Untuk uji reliabilitas, dari nilai Alpha Cronbach yang diperoleh akan

dibandingkan dengan nilai tabelr berderajat (n-2) dan tingkat signifikansi 0.05.

Dalam banyak penelitian di bidang sosial, suatu alat ukur dikatakan telah

reliabel jika menunjukkan nilai Alpha Cronbach lebih besar dari tabelr .

Pengolahan dengan SPSS 12.00

Langkah-langkah pengolahan dengan SPSS (Santoso, h.204):

1. Masukkan hasil pre-test ke dalam lembar, setiap kolom untuk setiap

pertanyaan.

2. Dari menu Analyze pilih submenu Scale kemudian Reliability Analysis.

3. Pada bagian Model, pilihlah pada Alpha.

4. Abaikan kotak pilihan List Item Model.

5. Klik tombol Statisticts, pada bagian Descriptives for (terletak di kiri atas)

dan untuk keseragaman pilih ketiga pilihan yang ada (Item, Scale, Scale if

Item Deleted).

6. Tekan Ok.

Page 44: 2007-3-00449-TI Bab 2

73

2.11.4 Perhitungan Nilai Rata-rata (mean) Populasi

Definisi populasi adalah (Walpolle, h.7) keseluruhan pengamatan yang

menjadi perhatian kita. Langkah-langkah pengolahan dengan SPSS (Santoso,

h.48):

a. Buka lembaran kerja/ file sesuai kasusnya, atau jika sudah terbukti ikuti

langkah selanjutnya.

b. Dari baris menu Analyze lalu pilih submenu Descriptive Statisticts.

Dari serangkaian pilihan Descriptive, sesuai kasus pilih Frequencies

untuk menampilkan tabel frekuensi.

Frequencies Statisticts

Untuk mendapatkan deskripsi dan rangkuman statistik untuk data

kuantitatif, klik tombol Statisticts pada dialog box Frequencies.

- Dispersion (Sebaran)

• Std. Deviation (standar deviasi)

Merupakan sebuah ukuran dari berapa banyak jumlah pengamatan

menyimpang dari nilai rata-ratanya.

• Minimum

• Maximum

Page 45: 2007-3-00449-TI Bab 2

74

- Central Tendency

• Mean

Merupakan harga rata-rata aritmetik.

c. Tekan Ok jika semua pengisian sudah selesai.

2.11.5 Uji Rataan Dua Populasi

Prosedur statistik Uji Beda Mean dilakukan untuk mengetahui apakah ada

perbedaan hasil dari perlakuan yang berbeda. Teknik statistik yang digunakan

adalah Uji Beda Mean untuk sampel bebas (Independent Samples T-Test).

Yang dimaksud perbedaan perlakuan dalam penelitian ini adalah

pengelompokkan sampel menjadi dua kelompok berbeda yaitu divisi produksi

box dan divisi perakitan panel akhir. Selanjutnya yang dimaksud hasil adalah

gaya kepemimpinan situasional, tingkat kematangan bawahan dan kinerja

karyawan.

Sebelum melakukan Uji Beda Mean dilakukan pengujian varian kedua

sampel penelitian untuk mengetahui apakah keduanya memiliki varian yang

sama atau berbeda. Karena perbedaan varian kedua sampel menyebabkan

berbedanya teknik perhitungan yang digunakan dalam uji rataan ini.

Langkah-langkah pengolahan dengan SPSS (Santoso, h.94):

a. Buka file penelitian

Page 46: 2007-3-00449-TI Bab 2

75

b. Dari menu utama SPSS pilih menu Analyze kemudian pilih submenu

Compare Mean, lalu pilih Independent Sample T-Test.

c. Pada kotak dialog Test Variables, masukkan variabel yang ingin diuji

perbedaannya, yaitu variabel gaya kepemimpinan situasional, tingkat

kematangan bawahan dan kinerja karyawan.

d. Pada Grouping Variable, masukkan variabel yang bertipe kualitatif, yaitu

divisi kerja, lalu klik Define Group. Isikan 1 untuk group 1 dan 2 untuk

group 2.

e. Tekan Continue, dan lanjutkan ke menu sebelumnya.

f. Untuk kolom Options, biarkan tingkat kepercayaan tetap 95%. Klik

Continue.

g. Klik Ok.

2.11.6 Korelasi Pearson

Analisis korelasi dilakukan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara

dua variabel penelitian. Metode statistik yang digunakan adalah dengan

melakukan uji korelasi Pearson. Apabila didapat suatu hubungan antara dua

variabel penelitian, maka akan dihitung nilai koefisien korelasi r untuk

melihat tingkat keeratan yang terjadi antara kedua variabel.

Uji korelasi dilakukan pada taraf interval kepercayaan 95% atau tingkat

signifikansi α (Level of Significance) sebesar 0.05. Pengambilan keputusan

Page 47: 2007-3-00449-TI Bab 2

76

terhadap semua hipotesis dilakukan dengan ketentuan: 0H ditolak jika

signifikansi uji yang diperoleh lebih kecil dari 0.05.

Nilai koefisien korelasi r berkisar antara 0 – 1, dimana semakin mendekati

angka 1, semakin kuat hubungan yang terjadi antara kedua variabel.

Sebaliknya semakin mendekati 0, maka semakin lemah hubungan kedua

veriabel. Koefisien korelasi dapat bertanda positif atau negatif. Jika harga r

bertanda positif, dikatakan memiliki korelasi positif. Artinya semakin

meningkat nilai satu variabel, maka semakin meningkat pula nilai variabel

lainnya. Sebaliknya dengan nilai r bertanda negatif, dikatakan memiliki

korelasi negatif. Artinya semakin tinggi nilai satu variabel, maka semakin

rendah nilai variabel lainnya.

Langkah-langkah pengolahan dengan SPSS (Santoso, h.149):

a. Buka file penelitian

b. Dari menu SPSS, pilih menu Analyze kemudian pilih submenu Correlate,

dan pilih Bivariat.

c. Pada kotak Variables, masukkan nama variabel yang akan diuji.

Misal: masukkan variabel gaya kepemimpinan situasional dan kinerja

karyawan.

d. Pada pilihan Correlation Coefficients, pilih Pearson.

e. Test of Significance, pilih Two-tailed untuk uji dua sisi.

f. Aktifkan Flag Significance Correlations.

Page 48: 2007-3-00449-TI Bab 2

77

g. Klik tombol Options. Pada pilihan Statisticts diabaikan saja dan aktifkan

pilihan Exclude Cases Pairwise.

h. Klik Ok.

2.11.7 Regresi Linear Berganda

Analisis regresi dilakukan untuk melihat pengaruh suatu variabel bebas

(Independent Variable) terhadap variabel terikat (Dependent Variable).

Tujuan lain dilakukannya analisis regresi adalah untuk menaksir besarnya

efek kuantitatif suatu kejadian terhadap kejadian lain.

Analisis regresi dimana hanya terdapat lebih dari satu variabel bebas

disebut sebagai regresi linear berganda (Multiple Regression). Bentuk umum

persamaan regresi linear berganda adalah:

0 1 1 2 2 ... k kY b b x b x b x= + + + +

Keterangan:

Y = variabel terikat (dependent variable)

1 2, ,..., kx x x = variabel bebas (independent variable)

1 2, ,..., kb b b = koefisien regresi

Dalam penelitian ini menggunakan teknik regresi linear berganda

(Multiple Regression). Regresi linear berganda adalah regresi dimana terdapat

lebih dari satu variabel bebas. Dari teknik regresi linear berganda ini akan

Page 49: 2007-3-00449-TI Bab 2

78

diketahui apakah ada pengaruh secara bersama-sama variabel bebas yang ada

terhadap variabel terikat.

Model regresi linear berganda untuk penelitian ini adalah sebagai berikut:

1 1 2 2Y a b x b x= + +

Keterangan:

Y = kinerja karyawan

1x = gaya kepemimpinan situasional

2x = tingkat kematangan bawahan

Langkah-langkah pengolahan dengan SPSS (Santoso, h.164):

a. Buka file data penelitian

b. Dari menu utama SPSS, pilih Analyze kemudian submenu Regression,

lalu pilih Linear.

c. Pada kotak Dependent, masukkan variabel bebas kinerja karyawan.

d. Pada kotak Independent, masukkan variabel gaya kepemimpinan

situasional dan tingkat kematangan bawahan.

e. Pada pilihan Method, pilih Enter.

f. Klik Ok.

Page 50: 2007-3-00449-TI Bab 2

79

2.11.8 Design Of Experiment (DOE)

Tujuan Design Of Experiment

Pada umumnya, percobaan digunakan untuk mempelajari suatu proses

atau sistem. Menurut Douglas Montgomery, sebuah perancangan percobaan

adalah sebuah tes dengan membuat perubahan-perubahan pada variabel

masukan dari sebuah proses supaya kita dapat mengamati dan

mengidentifikasi perubahan yang terjadi pada keluaran dari proses tersebut.

Tujuan dari perancangan percobaan adalah sebagai berikut:

1 Menentukan variabel yang paling mempengaruhi variabel respon, y.

2. Menentukan nilai dari variabel yang berpengaruh supaya variabel respon

mendekati nilai target.

3. Menentukan nilai dari variabel yang berpengaruh supaya variasi variabel

respon kecil.

4. Menentukan nilai dari variabel yang berpengaruh supaya pengaruh dari

faktor gangguan dapat diperkecil.

Perancangan percobaan dapat mempelajari pengaruh dari beberapa faktor

dalam suatu proses pada saat yang bersamaan. Ketika melakukan sebuah

percobaan, memvariasikan level dari faktor-faktor pada saat yang bersamaan

daripada satu persatu lebih efisien baik dari sisi waktu maupun biaya, dan

juga dapat mempelajari interaksi di antara faktor-faktor. Interaksi adalah

faktor penggerak dalam banyak proses. Tanpa penggunaan percobaan

faktorial, faktor interaksi yang penting mungkin tidak akan terdeteksi.

Page 51: 2007-3-00449-TI Bab 2

80

Prinsip Dasar Design Of Experiment (DOE)

Untuk dapat memahami perancangan percobaan lebih lanjut maka perlu

memahami terlebih dahulu tiga prinsip dasar yang biasa digunakan dalam

perancangan percobaan. Prinsip-prinsip tersebut adalah replikasi, randomisasi

atau pengacakan dan kontrol lokal atau blocking.

1. Replikasi

Replikasi adalah pengulangan kembali perlakuan yang sama dalam suatu

percobaan dengan kondisi yang sama untuk memperoleh ketelitian yang

lebih tinggi.

Replikasi diperlukan karena dapat:

- Memberikan taksiran kekeliruan percobaan yang dapat dipakai untuk

menentukan panjang interval konfidensi atau dapat digunakan sebagai

satuan dasar pengukuran untuk penetapan taraf signifikansi dari

perbedaan-perbedaan yang diamati.

- Menghasilkan taksiran yang lebih akurat untuk kekeliruan percobaan.

- Memungkinkan kita untuk memperoleh taksiran yang lebih baik

mengenai efek rata-rata dari suatu faktor.

Selain itu, dikemukakan pula bahwa penambahan replikasi akan

mengurangi tingkat kesalahan percobaan secara bertahap, namun jumlah

replikasi dalam suatu percobaan dibatasi oleh sumber yang ada yaitu

waktu, tenaga, biaya dan fasilitas.

Page 52: 2007-3-00449-TI Bab 2

81

2. Pengacakan atau Randomisasi

Dalam percobaan, selain faktor-faktor yang diselidiki pengaruhnya

terhadap suatu variabel, juga terdapat faktor-faktor lain yang tidak dapat

dikendalikan/ tidak diinginkan seperti kelelahan operator, naik/ turun daya

mesin, dan lain-lain. Hal tersebut dapat mempengaruhi hasil percobaan.

Pengaruh faktor-faktor tersebut diperkecil dengan menyebarkan pengaruh

selama percobaan melalui randomisasi (pengacakan) urutan percobaan.

Secara umum randomisasi dimaksudkan untuk:

- Meratakan pengaruh dari faktor-faktor yang tidak dapat dikendalikan

pada semua unit percobaan.

- Memberikan kesempatan yang sama pada setiap unit percobaan untuk

menerima suatu perlakuan sehingga diharapkan ada kehomogenan

pengaruh dari setiap perlakuan yang sama.

- Mendapatkan hasil pengamatan yang bebas (independen) satu sama

lain.

Dalam perancangan percobaan akan banyak test atau uji signifikansi

dilakukan dan umumnya untuk setiap prosedur pengujian, asumsi-asumsi

tertentu perlu diambil dan dipenuhi agar supaya pengujian yang dilakukan

menjadi berlaku. Salah satu asumsinya adalah pengamatan-pengamatan

(jadi juga kekeliruan-kekeliruan) berdistribusi secara independen. Asumsi

ini sukar untuk dapat dipenuhi, akan tetapi dengan jalan berpedoman

kepada prinsip sampel acak (random sample) yang diambil dari sebuah

Page 53: 2007-3-00449-TI Bab 2

82

populasi atau berpedoman pada perlakuan acak terhadap unit percobaan,

maka pengujian dapat dilakukan seakan-akan asumsi yang telah diambil

benar adanya. Dengan kata lain, pengacakan menyebabkan pengujian

menjadi berlaku yang menyebabkan pula memungkinkannya data

dianalisis, dengan anggapan seolah-olah asumsi tentang independen

dipenuhi. Pengacakan memungkinkan kita untuk melanjutkan langkah-

langkah berikutnya dengan anggapan soal independensi sebagai suatu

kenyataan. Ini berarti bahwa pengacakan tidak menjamin terjadinya

indepedensi, melainkan hanyalah memperkecil adanya korelasi antar

pengamatan (jadi juga antar kekeliruan). Jika replikasi dengan tujuan

untuk memungkinkan dilakukannya test signifikan, maka randomisasi

bertujuan menjadikan test tersebut valid dengan menghilangkan sifat bias.

Randomisasi dapat dilakukan dengan menggunakan tabel bilangan acak,

mengundi, menggunakan mata uang dan sebagainya. Ada beberapa teknik

randomisasi yang dapat dilakukan seperti randomisasi lengkap dengan

blok, pengulangan sederhana, split-plot design, dan lain-lain. Pemilihan

teknik yang digunakan tergantung dari masalah yang diselidiki, hasil yang

diharapkan, data yang didapat, dan penyesuaian yang akan dilakukan

dengan teknik-teknik yang ada.

3. Kontrol lokal atau blocking

Kontrol lokal merupakan sebagian daripada keseluruhan prinsip percobaan

yang harus dilaksanakan. Biasanya merupakan langkah-langkah atau

Page 54: 2007-3-00449-TI Bab 2

83

usaha-usaha yang berbentuk penyeimbangan, pengkotakan atau

pemblokan dan pengelompokkan dari unit-unit percobaan yang digunakan

dalam percobaan. Jika replikasi dan pengacakan pada dasarnya akan

memungkinkan berlakunya uji signifikansi, maka kontrol lokal

menyebabkan percobaan lebih efisien, yaitu menghasilkan prosedur

pengujian dengan kuasa yang lebih tinggi.

Dengan pengelompokkan akan diartikan sebagai penempatan sekumpulan

unit-unit percobaan yang homogen ke dalam kelompok-kelompok agar

supaya kelompok yang berbeda memungkinkan untuk mendapatkan

perlakuan yang berbeda pula.

Pemblokan berarti pengalokasian unit-unit percobaan ke dalam blok

sedemikian sehingga unit-unit dalam blok secara relatif bersifat homogen

sedangkan sebagian besar daripada variasi yang dapat diperkirakan di

antara unit-unit telah baur (confounded) dengan blok. Ini berarti,

berdasarkan pengetahuan si peneliti mengenai sifat atau kelakuan unit-unit

percobaan, maka dapat dibuat perancangan percobaan sedemikian rupa

sehingga kebanyakan dari variasi yang dapat diduga tidak menjadi bagian

dari kekeliruan percobaan. Dengan jalan demikian dapat diperoleh

percobaan yang lebih efisien.

Dengan penyeimbangan diartikan usaha memperoleh unit-unit percobaan,

usaha pengelompokkan, pemblokan, dan penggunaan perlakuan terhadap

Page 55: 2007-3-00449-TI Bab 2

84

unit-unit percobaan sedemikian rupa sehingga dihasilkan suatu

konfigurasi atau formasi yang seimbang.

Untuk percobaan tertentu mungkin proses penyeimbangan ini praktis tidak

dapat dicapai, dalam hal lainnya mungkin dapat menghasilkan

keseimbangan sebagian, hampir terjadi keseimbangan atau keseimbangan

sempurna.

Istilah dalam Design Of Experiment (DOE)

Dalam Design Of Experiment (DOE) terdapat beberapa istilah yang sering

dipakai. Berikut ini adalah penjelasan dari istilah-istilah yang terdapat dalam

Design Of Experiment (DOE):

1. Perlakuan (treatment)

Perlakuan diartikan sekumpulan kondisi eksperimen yang digunakan

terhadap unit eksperimen dalam ruang lingkup yang dipilih. Perlakuan ini

dapat berbentuk tunggal atau bentuk kombinasi.

2. Satuan percobaan

Satuan percobaan adalah unit yang dikenai perlakuan tunggal (dapat

berupa gabungan beberapa faktor) dalam sebuah replikasi eksperimen

dasar.

3. Kekeliruan eksperimen (galat percobaan)

Kekeliruan eksperimen menyatakan kegagalan dari dua unit eksperimen

identik yang dikenai perlakuan untuk memberikan hasil yang sama. Hal

Page 56: 2007-3-00449-TI Bab 2

85

ini dapat terjadi karena, misalnya kekeliruan waktu menjalankan

eksperimen, kekeliruan pengamatan, variasi antara unit eksperimen,

variasi bahan eksperimen, dan pengaruh gabungan semua faktor tambahan

yang mempengaruhi karakteristik yang sedang dipelajari.

4. Satuan amatan

Satuan amatan adalah anak gugus dari unit percobaan tempat dimana

respon perlakuan diukur.

5. Faktor

Faktor adalah suatu peubah bebas yang dicocokan dalam percobaan

sebagai penyusun struktur perlakuan.

6. Taraf (level)

Taraf adalah nilai-nilai peubah bebas (faktor) yang dicobakan dalam

percobaan.

Langkah- langkah perhitungan:

1. 0H 1 : Faktor A tidak signifikan

0H 2 : Faktor B tidak signifikan

0H 3 : Interaksi faktor A dan B tidak signifikan

2. 1H 1 : Faktor A signifikan

1H 2 : Faktor B signifikan

1H 3 : Interaksi faktor A dan B signifikan

Page 57: 2007-3-00449-TI Bab 2

86

3. Pilih suatu taraf nyata α

4. Wilayah kritik:

a. Tolak 0H 1 jika f1 > ]dof,dof[f EAα

b.Tolak 0H 2 jika f2 > ]dof,dof[f EBα

c. Tolak 0H 3 jika f3 > ]dof,dofdof[f EBA ×α

5. Perhitungan:

• Menghitung Total Sum of Squares

TSS = 2

2

1 1 1

a b n

ijki j k

yyabn= = =

−∑ ∑ ∑

• Menghitung Faktor Sum OF Square

ASS = 2 2

1

...ai

i

y ybn abn=

−∑

BSS = 2 2

1

...bi

i

y yan abn=

−∑

A BSS × = 2 2

1 1

...a bij

A Bi j

y y SS SSn abn= =

− − −∑ ∑

• Kesalahan Variansi

ESS = T A B A BSS SS SS SS ×− − −

• Degrees of Freedom masing-masing variabel

Faktor A = a - 1

Faktor B = b - 1

Page 58: 2007-3-00449-TI Bab 2

87

Faktor AxB = ( a – 1)( b -1)

Sehingga, untuk kesalahan variansi adalah

Error = a b (n-1)

Jadi,

Total = Faktor A + Faktor B + Faktor AxB + Error

• Menghitung Mean Square

AMS = 1ASS

a −

BMS = 1BSS

b −

ABMS = ( 1)( 1)

ABSSa b− −

EMS = ( 1)

ESSab n −

• Menghitung Variansi Rasio

AF = A

E

MSMS

BF = B

E

MSMS

ABF = AB

E

MSMS

Page 59: 2007-3-00449-TI Bab 2

88

Tabel 2.7 Tabel Analisa Varian (Analysis of Variance)

Source of variation

Sum of square (SS)

Dof Mean Square (MS)

Fo

A SSA Level A - 1 SSA/ DofA MSA/ MSE B SSB Level B – 1 SSB/ DofB MSB/ MSE

AB SSAB (level A-1) (level B-1) SSAB/ DofAB MSAB/ MSE Error SSE Dof total- DofA- DofB- DofAB SSE/ DofE Total SST Jumlah data – 1

6. Kesimpulan:

a. Terima/ tolak 0H 1 dan simpulkan bahwa ...

b. Terima/ tolak 0H 2 dan simpulkan bahwa ...

c. Terima/ tolak 0H 3 dan simpulkan bahwa ...