18_K5.doc

4
Konsep Diin Oleh : Ihsan Adzillah Konsep Diin berbeda dengan konsep lainnya. Agama dalam bahasa sansekerta terdiri dari kata A-gama yang artinya tidak kacau, atau pun a-gam-a yang berarti jalan kehidupan. Dalam bahasa Inggris dikenal sebagai Religion yang berarti mengikat /tobind / to tie. Kata ad-din mengandung makna agama, kepercayaan, tauhid, hari pembalasan, tunduk, dan patuh. Debtor atau creditor (da-in) memiliki kewajiban (dayn), berkaitan dengan pnghakiman (daynunah) dan pemberian hukuman (idananah), yang mungkin terjadi dalam aktivitas perdagangan (mudun atau mada-in) dalam sebuah kota (madinah) dengan hakim, penguasa, atay pemerintah (dayyan), dalam proses membangun atau membina kota, membangun peradaban, memurnikan, memanusiakan (madddana), sehingga lahirlah peradaban dan perbaikan dalam budaya sosial (tamaddun). Keseluruhan makna dengan akar kata DYN ,memiliki hubungan secara konseptual, kesatuan makna yang tidak terpisahkan, dan semua ini terkait dengan upaya menghambakan diri (dana nafsahu) yang bermuara kepada Ad-Dayyan yang merupakan sifat Allah bermakna Yang Maha Kuasa (Al-Qahhar), Hakim (Al-Qadhi). Menurut M. Naquib al- Attas konsep diin terbagi menjadi 4 bagian; 1) Keadaan Berhutang, Penyerahan Diri, Kuasa Peradilan, dan Kecenderungan Alami. Manusia sebagai makhluk ciptaan-Nya sesungguhnya telah berhutang kepada Allah Swt, bahkan hakikat dirinya adalah hutang yang harus dikembalikan kepada-Nya. Hutang tersebut

Transcript of 18_K5.doc

Konsep DiinOleh : Ihsan Adzillah

Konsep Diin berbeda dengan konsep lainnya. Agama dalam bahasa sansekerta terdiri dari kata A-gama yang artinya tidak kacau, atau pun a-gam-a yang berarti jalan kehidupan. Dalam bahasa Inggris dikenal sebagai Religion yang berarti mengikat /tobind / to tie. Kata ad-din mengandung makna agama, kepercayaan, tauhid, hari pembalasan, tunduk, dan patuh. Debtor atau creditor (da-in) memiliki kewajiban (dayn), berkaitan dengan pnghakiman (daynunah) dan pemberian hukuman (idananah), yang mungkin terjadi dalam aktivitas perdagangan (mudun atau mada-in) dalam sebuah kota (madinah) dengan hakim, penguasa, atay pemerintah (dayyan), dalam proses membangun atau membina kota, membangun peradaban, memurnikan, memanusiakan (madddana), sehingga lahirlah peradaban dan perbaikan dalam budaya sosial (tamaddun). Keseluruhan makna dengan akar kata DYN ,memiliki hubungan secara konseptual, kesatuan makna yang tidak terpisahkan, dan semua ini terkait dengan upaya menghambakan diri (dana nafsahu) yang bermuara kepada Ad-Dayyan yang merupakan sifat Allah bermakna Yang Maha Kuasa (Al-Qahhar), Hakim (Al-Qadhi).

Menurut M. Naquib al- Attas konsep diin terbagi menjadi 4 bagian; 1) Keadaan Berhutang, Penyerahan Diri, Kuasa Peradilan, dan Kecenderungan Alami.

Manusia sebagai makhluk ciptaan-Nya sesungguhnya telah berhutang kepada Allah Swt, bahkan hakikat dirinya adalah hutang yang harus dikembalikan kepada-Nya. Hutang tersebut senantiasa bertambah sepanjang hidupnya. Bahkan, Allah akan menambah nikmatnya apabila manusia mau bersyukur sehingga dengan otomatis juga menambah hutangnya. Orang yang merasa berhutang pada Tuhan akan menghayati keberadaan-Nya.

Keadaan berhutang ini, perlu di maknai sedemikian rupa agar tidak ada peleburan makna secara konseptual dan dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga, orang yang berada dalam keadaan berhutang akan malu kepada Allah Swt dan apabila seseorang tidak ada rasa malu terhadap Allah Swt maka dia akan melakukan segala hal dalam kehidupan dengan mengikuti syahwat ( Idza lam tastahi fashna ma syitaa ).

Yang kedua, yaitu penyerahan diri. Penghambaan total merupakan makna satu-satunya hal yang bisa dilakukan manusia. Manusia tidak akan mampu membayar hutang kepada Allah Swt, sebab apapun yang dapat ia usahakan adalah atas rahmat-Nya. Agama Islam mengajarkan adab, yaitu menempatkan diri dihadapan Allah Swt. Taqwa adalah tujuannya dengan sikap kehati-hatiannya, Ihsan adalah cara kerjanya dan malu adalah benteng terakhir.

Sikap penghambaan total dan dilakukan sepanjang masa dan sepanjang usia adalah kewajiban bagi umat muslim bagaimanapun dan kapanpun Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingay Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumu (seraya berkata): Ya Tuhan kami, tiadalah engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suici Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.

Yang ketiga yaitu Kuasa peradilan. Penyerahan diri kepada Allah Swt juga berarti mengakui apa yang datang dari-Nya sebagai kebenaran dan keadilan. Agama tidak hanya mewajibkan pengakuan, melainkan juga ketundukan sebagaimana konsekuensinya. Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu. Dan seseungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.

Kuasa Peradilan merupakan ciri khas umat muslim bagaimana digambarkannya dunia yang kekal yaitu akhirat. Surga bagi orang yang beriman dan beramal shaleh dan neraka bagi yang berbuat kekufuran, kedzaliman, dan kefasikan kecuali iya bertobat dengan benar-benar bertobat.Yang keempat, yaitu kecenderungan alami. Islam itu fitrah bukan fitrah itu Islam. Meyakini bahwa Allah Swt tidak mendzalimi manusia dan apa yang diperintahkannua itulah yang baik dan normal bagi manusia. Apa yang dibenarkan oleh agama, itulah yang sesuai dengan fitrah manusia. Bukan sebaliknya, mengoreksi Allah Swt bahkan menghujat Allah Swt. Seseorang dengan kecenderungan alaminya akan merasakan ketentraman sebagimana konsep Beriman maka akan Aman.Islam merupakan agama yang secara konseptual kukuh dan jelas serta tegas dalam mendeskripsikan hubungan anatara manusia dan Tuhan-Nya da juga konsekuensi-konsekuensi yang ditimbulkannya.

Islam bermakna munundukan wajah (islamul wajhi), berserah diri (al-istislam), suci bersih, (as-salamah), selamat sejahtera (as-salam), dan perdamaian (as-silm). Islam adalah akidah dan ibadah, tanah air dan kewarganegaraan, agama dan negara, spritualisme dan amal, mushaf dan pedang. Di dalam kitab sucinya, akan ditemukan Islam dalam pemerintahan, hukum, politik, hutang, perdagangan, jihad, peperangan, disamping perhatiannya yang sangat kepada seluruh peri kehidupan manusia.

Islam adalah agama yang sudah sempurna ketika Islam menjadi sebuah agama. Oleh karena itu, konsep evolusi, perkembangan, pembangunan, dan pertumbuhan sebagaimana pengalaman kebudayaan Barat tidak tepat diadopsi dalam agama Islam. Hal ini tidak berarti Islam bahwa Islam menafikannya, dan tidak berarti bahwa kaum muslimin tidak boleh berubah dalam cara hidup mereka. Namun, sikap, serta pandangan hidup, dan amalan, serta tujuan hidup, kepercayaan, serta anutan tidak harus berubah, berkembang, dan membangun. Kalaupun terjadi selalu merujuk pada pemulihan ajaran murni agama. Wallahu Alam bishawab. Ali-Imron : 190-191

Ash-Syams: 7-10