123756750-delirium

54
BAB I PENDAHULUAN Sindrom delirium adalah kondisi yang sering dijumpai pada pasien geriatri di rumah sakit. Sindrom ini sering tidak terdiagnosis dengan baik saat pasien berada di rumah (akibat kurangnya kewaspadaan keluarga) maupun saat pasien sudah berada di unit gawat darurat atau unit rawat jalan. Gejala dan tanda yang tidak khas merupakan salah satu penyebabnya. Setidaknya 32% - 67% dari sindrom ini tidak terdiagnosis oleh dokter, padahal kondisi ini dapat dicegah. Literature lain menyebutkan bahwa 70% dari kasus sindrom delirium tidak terdiagnosis atau salah terapi oleh dokter. Sindrom delirium sering muncul sebagai keluhan utama atau tak jarang justru terjadi pada hari pertama pasien dirawat dan menunjukkan gejala yang berfluktuasi. Keadaan yang terakhir ini tentu –jika tidak ada keterangan yang memadai dari dokter- dokter- dapat disalah-artikan keluarga pasien sebagai kesalahan pengelolaan di rumah sakit. Prevalensi sindrom delirium di ruang rawat akut geriatric RSCM adalah 23% (tahun 2004) sedangkan insidensnya mencapai 17% pada pasien yang sedang dirawat inap (2004). Sindrom delirium mempunyai dampak buruk, tidak saja karena meningkatkan resiko kematian sampai 10 kali lipat namun juga karena memperpanjang 1

description

awaaw

Transcript of 123756750-delirium

Page 1: 123756750-delirium

BAB I

PENDAHULUAN

Sindrom delirium adalah kondisi yang sering dijumpai pada pasien geriatri di rumah

sakit. Sindrom ini sering tidak terdiagnosis dengan baik saat pasien berada di rumah (akibat

kurangnya kewaspadaan keluarga) maupun saat pasien sudah berada di unit gawat darurat atau

unit rawat jalan. Gejala dan tanda yang tidak khas merupakan salah satu penyebabnya.

Setidaknya 32% - 67% dari sindrom ini tidak terdiagnosis oleh dokter, padahal kondisi ini dapat

dicegah. Literature lain menyebutkan bahwa 70% dari kasus sindrom delirium tidak terdiagnosis

atau salah terapi oleh dokter. Sindrom delirium sering muncul sebagai keluhan utama atau tak

jarang justru terjadi pada hari pertama pasien dirawat dan menunjukkan gejala yang berfluktuasi.

Keadaan yang terakhir ini tentu –jika tidak ada keterangan yang memadai dari dokter-dokter-

dapat disalah-artikan keluarga pasien sebagai kesalahan pengelolaan di rumah sakit.

Prevalensi sindrom delirium di ruang rawat akut geriatric RSCM adalah 23% (tahun

2004) sedangkan insidensnya mencapai 17% pada pasien yang sedang dirawat inap (2004).

Sindrom delirium mempunyai dampak buruk, tidak saja karena meningkatkan resiko kematian

sampai 10 kali lipat namun juga karena memperpanjang masa rawat serta meningkatkan

kebutuhan perawatan (bantuan ADL) dari petugas kesehatan dan pelaku rawat.

Sindrom delirium memiliki banyak nama, beberapa literature menggunakan istilah seperti

acute mental status change, altered mental status, reversible dementia, toxic/metabolic

encephalopathy, organic brain sybdrome, dysergasticreaction dan acute confusional state. Untuk

keseragaman istilah agar terjamin standardisasi identifikasi gejala dan tanda maka makalah ini

menggunakan istilah sindrom delirium.

1

Page 2: 123756750-delirium

1.1 LATAR BELAKANG

Salah satu gangguan yang berkaitan dengan penurunan daya konsentrasi/masalah pemusatan

perhatian adalah delirium. Apa itu delirium?. Delirium adalah keadaan dimana penderita

mengalami penurunan kemampuan dalam memusatkan perhatiannya dan menjadi linglung,

mengalami disorientasi dan tidak mampu berfikir secara jernih. Gangguan delirium ini biasanya

bersifat sementara dan biasanya terjadi secara mendadak.

Delirium merupakan suatu keadaan mental yang abnormal dan bukan merupakan suatu

penyakit. Gangguan ini dapat terlihat dengan ditemukannya sejumlah gejala yang menunjukkan

penurunan fungsi mental. Mengapa delirium bisa terjadi dan apa penyebabnya?. Berbagai

keadaan atau penyakit (mulai dari dehidrasi ringan sampai keracunan obat atau infeksi yang bisa

berakibat fatal), bisa menyebabkan delirium.

Gangguan delirium ini sendiri paling sering terjadi pada usia lanjut dan penderita yang

otaknya telah mengalami gangguan, termasuk di sini adalah orang yang sakit berat, orang yang

mengkonsumsi obat yang menyebabkan perubahan pikiran atau perilaku dan orang yang

mengalami demensia.

Melihat dari pengertian di atas, mungkin dapat dikatakan bahwa perbedaan antara delirium

dengan beberapa penyakit/gangguan yang berkaitan dengan masalah penurunan konsentrasi

adalah bahwa delirium ini bersifat sementara dan bukan merupakan suatu penyakit. Harapannya

delirium ini akan hilang dengan sendiri manakala penyakit berat, ataupun efek dari obat-obatan

yang menjadi sebab dari timbulnya delirium ini sudah hilang.

Meskipun delirium ini paling sering terjadi pada orang dewasa (terutama yang berusia

lanjut), tentu bukan berarti bahwa orang yang berusia muda akan luput dari gangguan ini. Untuk

itu berhati-hatilah dalam mengkonsumsi suatu makanan/minuman/obat-obatan. Jika anda merasa

menemukan gejala-gejala seperti di atas, alangkah baiknya untuk segera mengkonsultasikannya

kepada ahlinya.

2

Page 3: 123756750-delirium

1.2 TUJUAN

1.2.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari pembuatan karya tulis ilmiah ini adalah diperolehnya gambaran secara

nyata dalam merawat pasien dengan sindrom delirium.

1.2.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari pembuatan karya tulis ilmiah ini :

a. Mampu melakukan pengkajian secara menyeluruh pada pasien dengan sindrom

delirium.

b. Mampu mengidentifikasi masalah keperawatan yang muncul pada pasien dengan

sindrom delirium.

c. Mampu membuat rencana tindakan keperawatan pada pasien dengan sindrom

delirium.

d. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada pasien dengan sindrom delirium.

e. Mampu melakukan evaluasi atas tindakan yang telah dilakukan.

f. Mampu mendokumentasikan asuhan keperawatn pasien dengan sindrom delirium.

1.3 MANFAAT

Untuk lebih memahami dan mengerti serta dapat menangani pasien dengan sindrom delirium.

3

Page 4: 123756750-delirium

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 ANAMNESA

riwayat keluarga yaitu mengenai gangguan organik dengan komponen genetik

riwayat pribadi misalnya cedera saat lahir, infeksi masa kanak-kanak

riwayat medik sebelumnya yaitu gangguan fisik, pembedahan dan pengobatan

( interaksi, efek samping dan toksisitas, mis., psikosis steroid)

riwayat obat-obatan yaitu alkohol ( mis., sindrom korsakov), tembakau ( mis.,

karsinoma bronkus dengan metastasis ke otak), obat terlarang ( mis., psikosis

amphetamine)

kepribadian pra-morbid yaitu perubahan kepribadian, mis., pada sindrom lobus

frontalis

2.2 DEFENISI

Delirium berasal dari bahasa latin delirare yang artinya menjadi gila atau menjadi kacau.

Suatu frasa yang biasa digunakan untuk menggambarkan keadaan delirium adalah ”clouding of

consciousness” yang berarti orang yang menderita delirium memiliki kekurangan dalam hal

kewaspadaan terhadap sekelilingnya.

Delirium adalah suatu sindrom dengan gejala pokok adanya gangguan kesadaran yang

biasanya tampak dalam bentuk hambatan pada fungsi kognitif. Kognitif adalah : Kemampuan

berpikir dan memberikan rasional, termasuk proses mengingat, menilai, orientasi, persepsi dan

memperhatikan. Gangguan kognitif erat kaitannya dengan fungsi otak, karenakemampuan pasien

untuk berpikir akan dipengaruhi oleh keadaan otak .

4

Page 5: 123756750-delirium

Delirium merupakan sindrom klinis akut dan sejenak dengan ciri penurunan taraf kesadaran,

gangguan kognitif, gangguan persepsi, termasuk halusinasi & ilusi, khas adalah visual juga di

pancaindera lain, dan gangguan perilaku, seperti agitasi. Gangguan ini berlangsung pendek dan

ber-jam hingga berhari, taraf hebatnya berfluktuasi, hebat di malam hari, kegelapan membuat

halusinasi visual dan gangguan perilaku meningkat. Biasanya reversibel. Penyebabnya termasuk

penyakit fisik, intoxikasi obat (zat). Diagnosis biasanya klinis, dengan laboratorium dan

pemeriksaanpencitraan (imaging) untuk menemukan penyebabnya. Terapinya ialah

memperbaikipenyebabnya dan tindakan suportif.

 

Delirium bisa timbul pada segala umur, tetapi sering pada usia lanjut. Sedikitnya 10%

daripasien lanjut usia yang dirawat inap menderita delirium; 15-50% mengalami delirium

sesaatpada masa perawatan rumah sakit. Delirium juga sering dijumpai pada panti asuhan. Bila

delirium terjadi pada orang muda biasanya karena penggunaan obat atau penyakit yang

berbahaya mengancam jiwanya.

2.3 EPIDEMIOLOGI

Delirium terdapat 14-56% pasien rawat dengan 30% darinya mengalami'sindroma parsial'

(memenuhi gambaran delirium tanpa memenuhi criteria diagnosis DSM-IV). Rata-rata pasien

mengalami delirium pada umur 75 tahun,dengan sebagian sedang memerlukan perawatan rumah

sakit dan timbul banyak tanda(sign) lagi setelah tiga hari atau lebih perawatan atau pembedahan.

Levkoff dkk. pada studi 325 usila di RS melaporkan hanya 10 % delirium dengan 31% nya

timbul selama perawatan. Juga pada studi 225 pasien rawat di unit geriatri akut dilaporkan oleh

O'Keeffe dan Lavan 18% delirium selama perawatan dengan 29%terjadi kemudian. Lama rata-

rata gejala , yang memenuhi kriteria DSM-III adalah 7 hari, meskipun 5% menetap lebih dari 4

minggu setelah didiagnosis. 38% nya dengan perburukan yang baru dari orientasi dan daya ingat

yang masih tetap buruk selama sebulan, pada saat 32% mengalami perbaikan gejala.

5

Page 6: 123756750-delirium

2.4 ETIOLOGI

Delirium mempunyai berbagai macam penyebab. Semuanya mempunyai pola gejala

serupa yang berhubungan dengan tingkat kesadaran dan kognitif pasien. Penyebab utama adalah

berasal dari penyakit susunan saraf pusat (seperti epilepsy), penyakit sistemik (seperti gagal

jantung), dan intoksikasi atau reaksi putus obat maupun zat toksik. Penyebab delirium terbanyak

terletak diluar sistem saraf pusat, misalnya gagal ginjal dan hati.

Neurotransmiter yang dianggap berperan adalah asetilkolin, serotonin, serta glutamat.

Area yang terutama terkena adalah formasio retikularis.

Faktor predisposisi terjadinya delirium, antara lain:

Usia

Kerusakan otak

Riwayat delirium

Ketergantungan alkohol

Diabetes

Kanker

Gangguan panca indera

Malnutrisi

Alkohol, obat-obatan dan bahan beracun

Efek toksik dari pengobatan

Kadar elektrolit, garam dan mineral (misalnya kalsium, natrium atau magnesium)

yang tidak normal akibat pengobatan, dehidrasi atau penyakit tertentu

Infeksi Akut disertai demam

Hidrosefalus bertekanan normal, yaitu suatu keadaan dimana cairan yang

membantali otak tidak diserap sebagaimana mestinya dan menekan otak

Hematoma subdural, yaitu pengumpulan darah di bawah tengkorak yang dapat

menekan otak.

Meningitis, ensefalitis, sifilis (penyakit infeksi yang menyerang otak)

Kekurangan tiamin dan vitamin B12

6

Page 7: 123756750-delirium

Hipotiroidisme maupun hipotiroidisme

Tumor otak (beberapa diantaranya kadang menyebabkan linglung dan gangguan

ingatan)

Patah tulang panggul dan tulang-tulang panjang

Fungsi jantung atau paru-paru yang buruk dan menyebabkan rendahnya kadar

oksigen atau tingginya kadar karbon dioksida di dalam darah

Stroke.

2.5 KLASIFIKASI

Klasifikasi sindrok delirium berdasarkan aktifitas psikomotor (tingkat/kondisi kesadaran,

aktifitas perilaku) yakni:

1) Hiperaktif

Delirium hiperaktif merupakan delirium yang paling sering terjadi. Pada pasien terjadi

agitasi, psikosis, labilitas mood, penolakan untuk terapi medis, dan tindakan dispruptif

lainnya. Kadang diperlukan pengawas karena pasien mungkin mencabut selang infus atau

kathether, atau mencoba pergi dari tempat tidur. Pasien delirium karena intoksikasi, obat

antikolinergik, dan alkohol withdrawal biasanya menunjukkan perilaku tersebut.

2) Hipoaktif

Adalah bentuk delirium yang paling sering, tapi sedikit dikenali oleh para klinisi. Pasien

tampak bingung, lethargia, dan malas. Hal itu mungkin sulit dibedakan dengan keadaan

fatigue dan somnolen, bedanya pasien akan dengan mudah dibangunkan dan dalam

berada dalam tingkat kesadaran yang normal. Rangsang yang kuat diperlukan untuk

membangunkan , biasanya bangun tidak komplet dan transient. Penyakit yang mendasari

adalah metabolit dan enchepalopati.

Pasien yang hiperaktif paling mudah dikenali di ruang rawat karena sangat menyita

perhatian. Pasien bisa berteriak-teriak, jalan mondar-mandir, atau mengomel sepanjang hari.

Dibandingkan dengan tipe lain, pasien yang hiperaktif mempunyai prognosis lebih baik.

7

Page 8: 123756750-delirium

2.6 PATOFISOLOGI

Defisiensi neurotransmitter asetilkolin sering dihubungkan dengan sindrom delirium.

Penyebabnya antara lain gangguan metabolisme oksidatif di otak yang dikaitkan dengan hipoksia

dan hipoglikemia. Faktor lain yang berperab antara lain meningkatnya sitokin otak pada

penyakit akut. Gangguan atau defisiensi asetilkolin atau neurot ransmitter lain maupun

peningkatan sitokin akan menganggu tranduksi sinyal neurotransmitter serta second messenger

system. Pada gilirannya, kondis tadi akan memunculkan gejala-gejala serebral dan aktivitas

psikomotor yang terdapat pada sindrom delirium

2.7 GEJALA KLINIS

Gambaran dapat bervariasi tergantung pada masing-masing individu. Mood, persepsi, dan

tingkah-laku yang abnormal merupakan gejala-gejala psikiatrik umum; tremor, asteriksis,

nistagmus inkoordinasi, inkontinensia urin, dan disfasia merupakan gejala-gejala neurologik

umum.

Gejala yang dapat ditemui antara lain gangguan kognitif global berupa gangguan memori

(recent memory= memori jangka pendek), gangguan persepsi (halusinasi, ilusi), atau gangguan

proses piker (disorientasi waktu, tempat,orang). Gejala yang mudah diamati namun justru

terlewatkan adalah bila terdapat komunikasi yang tidak relevan, atau autonamnesis yang sulit

dipahami; kadang-kadang pasien terlihat seperti mengomel terus atu terdapat ide-ide

pembicaraan yang melompat-lompat. Gejala lain meliputi perubahan aktifitas psikomotor baik

hipoaktif(25%), hiperaktif (25%) maupun campuran keduanya (35%); sebagian pasien (15%)

menunjukkan aktivitas psikomotor normal; gangguan siklus tidur (siang hari tertidur sedangkan

malam hari terjaga). Rudolph dan marcantonio (2003) memasukkan gejala perubahan aktifitas

psikomotor ke dala klelompok perubahan kesadaran, yakni setiap kondisi kesadaran selain

compos mentis, termasuk didalamnya keadaan hipoaktivitas dan hiperaktivitas.

8

Page 9: 123756750-delirium

2.8 DIAGNOSA DAN DIAGNOSIS BANDING

> DIAGNOSA

Kriteria diagnostik untuk delirium yaitu :

A. Kemampuan terbatas untuk mempertahankan daya perhatian terhadap rangsang dari

luar ( contoh, pertanyaan harus diulang, karena daya perhatian melantur) dan secara

wajar dapat mengalihkan perhatian ke arah rangsang eksternal yang baru ( contoh,

jawaban yang preseveratif terhadap pertanyaan yang sebelum ini diajukan)

B. Alam pikiran yang kacau, yang ditujukan oleh cara bicara yang ngawur dan tak jelas

( asal bersuara), soalnya tidak relevan, atau daya bicara inkoheren.

C. Sedikitnya dua dari yang tercantum dibawah ini :

1) Kesadaran yang menurun (contoh : sulit mempertahankan kesadaran saat

pemeriksaan)

2) Gangguan persepsi: misinterpretasi, ilusi, atau halusinasi

3) Gangguan siklus tidur dengan insomnia atau mengantuk di siang hari

4) Kegiatan psikomotor meningkat atau menurun

5) Disorientasi terhadap waktu, tempat atau orang

6) Gangguan daya ingat (contoh : tak mampu belajar materi baru, seperti nama

beraneka ragam benda yang tak terkait setelah 5 menit, atau untuk mengingat

peristiwa yang telah lalu, seperti riwayat dari episode gangguan sekarang)

D. Gambaran klinis yang timbul yang berkembang dalam waktu yang singkat ( biasanya

dalam jam atau hari) dan cenderung untuk naik turun dalam alunan sehari.

E. Salah satu dari (1) atau (2) :

1) Terbukti dari riwayat, pemeriksan fisik, atau uji laboratorik tenatang satu atau

beberapa faktor organik yang khas yang dapat diduga sebagai penyebab yang

terkait dengan gangguan itu.

2) Dengan tiadanya bukti ini, satu faktor penyebab organik dapat diduga bila

gangguannya tidak dapat diperkirakan disebabkan oleh gangguan mental non

9

Page 10: 123756750-delirium

organik (contoh : episode manik yang merupakan sebab untuk menjadi agitatif

dan gangguan tidur)

DIAGNOSA BANDING

1. Demensia

Banyak gejala yang menyerupai delirium. Demensia dan depresi sering menunjukkan gejala

yang mirip delirium; bahkan kedua penyakit / kondisi tersebut acapkali terdapat bersamaan

dengan sindrom delirium. Pada keadaan tersebut maka informasi dari keluarga dan pelaku rawat

menjadi sangat berarti pada saat anamnesis.

Demensia dan delirium juga sering terdapat bersamaan; gangguan yang acap kali tumpang

tindih antara lain gangguan orientasi, memori dan komunikasi. Demensia sendiri merupakan

factor risiko untuk terjadinya sindrom delirium terutama jika terdapat factor pencetus penyakit

akut.

Beberapa jenis demensia seperti demensia Lewy body dan demensia lobus frontalis

menunjukkan perubahan perilaku dan gangguan kognitif yang sulit dibedakan dari sindrom

delirium. Sindrom delirium dengan gejala psikomotor yang hiperaktif sering keliru dianggap

sebagai pasien yang cemas (anxietas), sedangkan hipoaktif keliru dianggap sebagai depresi.

Keduanya dapat dibedakan dengan pengamatan yang cermat. Pada depresi terdapat perubahan

yang bertahap dalam beberapa hari atau minggu sedangkan pada sindrom delirium biasanya

gejala berkembang dalam beberapa jam. Tingkat kesadaran pada depresi biasanya compos

mentis, proses berfikirnya utuh. Pada depresi juga biasanya terdapat kehilangan minat, depressed

mood seta faal sensorium yang normal. Berbagai gejala dan tanda pada sindrom delirium akan

berfluktuasi dari waktu ke waktu, sementara pada depresi dan demensia lebih menetap.

Pasien dengan sindrom delirium bias muncul dengan gejala seperti psikosis yakni terdapat

delusi, halusinasi serta pola piker yang tidak terorganisasi. Pada kondisi seperti ini maka

sebaiknya berkonsultasi dengan psikiater.

10

Page 11: 123756750-delirium

Tabel I. Perbedaan klinis delirium dan Demensia

Gambaran Delirium Demensia

Riwayat Penyakit akut Penyakit kronik

Awal Cepat Lambat laun

Sebab Terdapat penyakit lain (infeksi,

dehidrasi, guna/putus obat

Biasanya penyakit otak kronik (spt

Alzheimer, demensia vaskular)

Lamanya Ber-hari/-minggu Ber-bulan/-tahun

Perjalanan sakit Naik turun Kronik progresif

Taraf kesadaran Naik turun Normal

Orientasi  Terganggu, periodik Intak pada awalnya

Afek Cemas dan iritabel Labil tapi tak cemas

Alam pikiran Sering terganggu Turun jumlahnya

Bahasa Lamban, inkoheren, inadekuat Sulit menemukan istilah tepat

Daya ingat Jangka pendek terganggu nyata Jangka pendek & panjang terganggu

Persepsi Halusinasi (visual) Halusinasi jarang kecuali sundowning

Psikomotor Retardasi, agitasi, campuran Normal

Tidur Terganggu siklusnya Sedikit terganggu siklus tidurnya

Atensi & kesadaran Amat terganggu Sedikit terganggu

Reversibilitas Sering reversibel Umumnya tak reversible

Penanganan Segera Perlu tapi tak segera

Catatan: pasien dengan demensia amat rentan terhadap delirium, dan delirium yang bertumpang

tindih dengan demensia adalah umum

2. Gangguan Kognitif Pasca –operasi (GKPO)

11

Page 12: 123756750-delirium

GKPO (Post Operative Cognitive Dysfunction =POCD) agak berbeda dari sindrom delirium

namun mempunyai implikasi klinik yang mirip. Secara klinis GKPO jarang disertai penurunan

tingkat kesadaran dan perjalanannya tidak berfluktuasi. Sampai dua minggu pasca-operasi

jantung insidensnya mencapai 30-70% (Savageau, dikutip oleh Rasmuessen, 2003). Pada minggu

ketiga hingga bulan keenam, insidensnya turun sampai 10-40% . pada operasi non-jantung

insidensnya lebih rendah yakni sekitar 10-25% segera setelah operasi dan menurun hingga 5-

15% pada beberapa bulan pasca-operasi.

3. Depresi

Depresi bisa terjadi mimic hypoactive deliriumdengan penolakan yang jelas, retardasi

psikomotor, melambatnya pembicaraan, apatis, dan pseudodemensia. Depresi tidak

mempengaruhi derajat kesadaran.

4. Psikosis

Psikosis bisa terjadi mimic hyperactive delirium. Psikosis fungsoinal berbeda karena

halusinasi suara. Lebih banyak khayalan, dan lebih sedikit fluktuatif.

2.9 PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik lengkap harus dilaksanakan secara rutin pada saat pasien psikatri

didaftarkan untuk rawat inap.

a) Gangguan otak organik

Uji status kognitif lebih lanjut dilakukan pada pasien yang diduga mengidap

gangguan organik pada otak, seperti demensia dan delirium. Pemeriksaanya yaitu :

Tingkat kesadaran

Pasien yang menderita delirium biasanya tampak bingung, mengalami disorientasi dan

gelisah. Mungkin terdapat rasa takut dan halusinasi. Jenisnya meliputi:

12

Page 13: 123756750-delirium

Status oneirid yaitu keadaan mirip mimpi pada pasien yang tidak sedang tertidur.

Twilight state yaitu status oneroid yang panjang suatu gangguan kesadarn, disertai

halusinasi.

Torpor yaitu pasien mengantuk dan mudah tertidur

Kemampuan berbahasa

Disartria yaitu kesulitan untuk mengucapkan kata-kata. Defek lain aspek motorik

bicara yang perlu diperiksa meliputi parafasia, yaitu kata yang diucapkan hanya nyaris

tepat, neologisme dan bicara telegrafik, yaitu kalimat disingkat dengan menghilangkan

beberapa kata. Pada afasiaa jargon, pasien mengucapkan embicaran neologistik yang tak

berarti dan inkoheren. Afasia tak lancar dari Broca ialah satu kesulitan untuk

mengungkapkan isi pikiran dalam kata-kata.

Jenis afasia intermediat ( intermediate aphasia) meliputi afasia sentral atau

sintaktis, yaitu adnay kesulitan menyusun kata-kata dalam urutan yang benar,dan afasia

nomina, yaitu adanya kesulitan dalam menyebutkan nama benda. Afasia nomina bisa

diuji dengan meminta pasien menyebutkan benda atau warna yang ditunjuk.

Afasia reseptif atau sensorik yaitu kesulitan memahami makna kata dan

mencakup jenis berikut :

Aleksia agnosik yaitu kata dapat dilihat tapi tidak dapat dibaca

Tuli kata murni yaitu kata yang didengar tidak dapat didengar

Asimbolia visual yaitu pasien bisa menyalin tetapi tidak bisa membaca

Afasia reseptif atau sensorik bisa diuji dengan meminta pasien membaca satu bait

kalimat, menjelaskannya, dan berespons terhadapperintah.

Afasia global merujuk kepada situasi adnya afasia reseptif dan ekspresif

sekaligus.

13

Page 14: 123756750-delirium

Kidal dan kinan

Bila ditemukan disfungsi kemampuan bahasa, tangan mana yang cenderung lebih sering

digunakan pasien perlu ditentukan. Hemisfer serebri yang terkait ekspresi bahasa dikenal sebagai

hemisfer dominan.

Dalam menentukan kidal atau kinan, kita tidak cukup hanya menanyakan tangan mana

yang digunakan untuk menulis,gambaran yang lebih akurat didapat dengan menanyakan

kuesioner kidal dan kinan dari anett

14

Page 15: 123756750-delirium

Memori

Selain uji memori verbal( fungsi hemisfer dominan) yang dilakukan secara rutin dalam

pemeriksaan pskiatri, uji memori non verbal ( fungsi hemisfer non dominan) perlu dilaksanakan

juga.

15

Page 16: 123756750-delirium

Satu rancangan yang diperlihatkan harus digambar dan pasien diminta menggmbarnya

kembali secepatnya (registrasi dan pengingatan kembali segera) lau kemudian sekali lagi setelah

5 menit ( memori non verbal jangka pendek).

Apraksia

Apraksi adalah ketidakmampuan untuk melakuakn tindakan memutuskan dan bertujuan,

buakan akibat gangguan paresis, inkoordianasi, hilangnya sensorik atau gerakan involunter.

Apraksia dan agnosia diuji dengan meminta pasien membentuk satu bintang atau bentuk

lain( seperti rumah) menggunakan batang korek api, atau dengan menggambarkannya. Pasien

jugan diminta untuk meniru, seketika dan berdasarkan pengingatan kembali segera,

serangkaian gambar garis yang semakin lama semakin sulit, seperti ditunjukkan pada

Gambar 5.12

16

Page 17: 123756750-delirium

Apraksia berpakaian( dressing apraxia) diuji dengan meminta pasien mengenakan

seperangkat pakaian.

Aparaksia ideomotor diuji dengan meminta pasien melakukan tugas yang semakin lama

semakin berat, misalnya menyentuh bagian wajah dengan jari tertentu.

Apraksia ideasional diuji dengan meminta pasien melakukan gerakan yang berurutan dan

terkoodinasi, seperti menggunakan gunting dan kemudian melipat salah satu potongan dan

memasukkannya ke dalam amplop.

Agnosia dan gangguan citra tubuh

Agnosia adalah ketidakmampuam menginterpretasikan dan mengenali pentingnya

informasi, kemunduran mental, gangguan kesadaran dan atensi atau, dalam hal objek, kurang

akrab dengan objek tersebut.

17

Page 18: 123756750-delirium

Pada agnosia visual (objek), objek familiar, yamg terlihat tetapi tidak dikenali oleh

penglihatan, dapat dikenali dengan indera lainnya seperti peraba atau pendengar.

Prosopagnosia ialah ketidakmampuan mengenali wajah. Pada keadaan ekstrim, bisa

terjadi ketidak mampuan mengenali bayangan wajah sendiri di cermin. Contohnya, pada

penyakit Alzheimer stadium lanjut, pasien bisa salah mengenali bayangan wajahnya sendiri

di cermin, suatu fenomena yang dikenal dengan tanda cermin.

Pada agnosia warna, pasien tidak dapat mengenali warna dengan baik, walawpun sensasi

warna masi ada.

Pada simultanagnosia, asien tidak dapat mengenali arti satu gambar secara menyeluruh,

tetapi princian tiap komponenya dapat dimengerti.

Agrafognosia atau agrafaestasia terjadi bila pasien tidak mengenali, dengan mata

dipejamkan, angka dan huruf yang digoreskan di atas telapak tangan.

N

Pada ansognosia terdapat kehilangan kesadaran terhadap penyakit, terutama hemiplegia

( sering sekali setelah lesi parietal kanan).

18

Page 19: 123756750-delirium

Autopagnosia ialah ketidakmampuan untuk menamai, mengenali, menunjuk bagian

tubuhnya bila diperintahkan. Keadaan ini bisa diuji dengan memerintahkan pasien

mengerakkan bagian tubuh tertentu dan menunjukkan bagian tubuh tadi yang ada ada dirinya

dan pada pemeriksa. Pasien juga bisa ditanyakan nama-nama bagian tubuh.

Fungsi korteks lainnya

Fungsi angka bisa dinilai dengan meminta pasien membaca nyaring atau menuliskan

angka yang lebig besar dari 100, menghitung objek dan mengerjakan aritmatika.

Disorientasi kanan dan kiri diuji dengan meminta pasien memindahkan tangan, lengan

dan kaki kanan dan atau kiri, dan meminta pasien menunjukkan objek yang ada di kanan atau

kirinya.

Kelancaran verbal 9 suatu uji fungsi eksekutif frontal) bisa diuji dengan meminta pasien

mengingat kembali sebanyak dan secepat mungkn, kata yang berawalan dengan huruf F dalm

2 menit. Pasien diminta tidak menyebutkan kata benda yamg mirip, juga variasi angka atau

kata. Jumlah kata yang disebutkan dicatat dan uji dapat diulangi menggunakn huruf lain.

Dalam uji kelancaran verbal selanjutnya, pasien diminta menyebutkan sebanyak mungkin

hewan berkaki 4 dalam 1 menit.

Abstraksi dapat dilakukan dengan meminta pasien mengartiakn peribahasa seperti “ Tong

kosong nyaring bunyinya”.

Kesamaan dapat diuji dengan meminta pasien menyebutkan persamaan dari kata dibawah

ini( Hodges 1994) :

Apel dan pisang

Jas dan kemeja

Meja dan kursi

Syair dan patung

Pujian dan hukuman

19

Page 20: 123756750-delirium

Rangakaian berselang-seling dilakukan denan meminta pasien menyalin rangkaian

berselang –selingpada gambar 5.15 dan melanjutkan pola tersebut.

Motorik berurutan yang mungkin dilakuakn dengan uji Luria. Disini, urutan gerakan

tangan yang berselang-seling pada gambar 5.16 ( terdiri dari mengepal, menyamping, membalik

telapak ke samping, secara berurutan dan berulang-ulang) diperagakan kepada pasien tanpa

isyarat verbal sebanyak 4-5 kali dan pasien diminta untuk mengulang urutan ini, juga tanpa

diberi isyarat verbal. Orang normal bisa melaksanakan urutan gerak ini sedikitnya 4 kali dalm 10

detik. Bila pasien tidak dapat melaksanakan itu, isyarat verbal 9 tinju, sisi dan telapak) boleh

diberikan ( tetapi kali ini tanpa diberi contoh gerakan terlebih dahulu).

2.10 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Uji darah

Tujuannya untuk memeriksa adanya gangguan organik, memeriksa komplikasi fisik

akibat gangguan pskiatri untuk menemukan gangguan metabolik. Uji darah serologis,

biokimia, endokrin dan hematologis yang harus dilakukan termasuk :

Pemeriksaan darah lengkap

Urea dan elektrolit

Uji fungsi tiroid

20

Page 21: 123756750-delirium

Uji fungsi hati

Kadar vitamin b12 dan asam folat

Serologi sifilis

Uji urin

Skrining obat terlarang dalam urine perlu dilaksanakn untuk memeriksa penyalahgunaan

zat psikoaktif yang samar.

Elektroensefalografi

Uji neuropsikologis

Pencitraan saraf

Pencitraan saraf yang terstruktur merupakan pemeriksaan penunjang lini kedua yang

berguna bila terdapt kecurigaann gangguan otak organik.

Penggolongan antigen leukosit manusia

Uji genetik

Penggolonga kariotipe merupakan pemeriksaan penunjang lini kedua yang bisa

memastikan adanya gangguan akibat kelainan kromosom. Uji ini terutama berguna untuk

menyelidiki orang dengan disabilitas belajar (retardasi mental).

2.11 PENATALAKSANAAN (rockwood, 2003; Samuels, 2003)

Tujuan utama pengobatan adalah menentukan dan mengatasi pencetus serta factor

predisposisi. Keselamatan pasien dan keluarga harus diperhatikan. Comprehensive geriatric

assessment (pengkajian geriatric paripurna) sangat bermanfaat karena akan memberikan

gambaran lebih jelas tentang beberapa factor resiko yang dimiliki pasien.

Pemeriksaan tak hanya terhadap factor fisik, namun juga psikiatrik, status fungsional,

riwayat penggunaan obat, dan riwayat perawatan/penyakit/operasi terdahulu serta asupan nutrisi

21

Page 22: 123756750-delirium

dan cairan sebelum sakit. Pemeriksaan tanda vital (kesadaran, tanda rangsang meningeal,

tekanan darah, frekuensi napas dan denyut jantung serta suhu rectal) sangat penting, selain untuk

diagnosis namun juga bermanfaat dalam evaluasi hasil pengobatan.

Pemeriksaan penunjang dasar seperti darah perifer lengkap, elektrolit, analisis gas darah,

gula darah, ureum, kreatinin, SGOT dan SGPT, urin lengkap, EKG, foto toraks dan kultur darah

harus segera dilaksanakan.

Obat-obatan yang tidak esensial untuk sementara dihentikan. Jika terdapat kecurigaan

terhadap putus obat (biasanya obat sedativum atau hipnotikum) maka riwayat tersebut bias

diperoleh dari keluarga atau pelaku rawat.

Pengobatan/penanganan yang diberikan tidak saja menyangkut aspek fisik, namun juga

psikologik/psikiatrik, kognitif, lingkungan, serta pemberian obat. Untuk mencegah agar pasien

tidak membahayakan dirinya sendiri atau orang lain (pasien yang hiperaktif, gaduh, gelisah bias

menendang-nendang, sangat agitatif, agresif, bias terjatuh dari tempat tidur atau bias menciderai

diri sendiri) maka sebaiknya pasien ditemani pedamping atau yang biasa mendampingi pasien.

Mengikat pasien ke tepian tempat tidur bukanlah tanpa resiko, misalnya trauma atau thrombosis.

Data empiris manfaat obat untuk mengatasi gejala sindrom delirium masih terbatas.

Beberapa obat antipsikotik mempunyai efek yang mampu menekan berbagai gejala hiperaktif

dan hipoaktif dari sindrom delirium; menjadi obat pilihan utama pada fase akut (agitasi hebat,

perilaku agresif, hostility, halusinasi, atau gejala lain yang membahayakan dirinya). Untuk

kondisi di atas haloperiol masih merupakan pilihan utama. Dosis juga dapat ditingkatkan sesuai

tanggapan pasien. Dibandingkan dengan obat lain seperti chlorpromazine dan droperidol,

haloperidol meiliki metabolic dan efek antikolinergik, sedasi serta efek hipotensi yang lebih kecil

sehingga lebih aman. Dosis obat per oral pada umumnya dapat diterima dengan baik, namun jika

pasien tak mampu menelan maka dapat diberikan intramuscular maupun intravena. Olanzapin

dapat Beberapa laporan kasus menunjukkan manfaat antipsikotik generasi kedua seperti

risperidon dan penghambat asetilkolin-esterase; masih diperlukan penelitian intervensional lebih

lanjut. Perlu dicatat bahwa penggunaan antipsikotik harus dimulai dengan dosis rendah dan

ditingkatkan secara bertahap jika diperlukan. Walau resiko efek samping yang mungkin muncul

22

Page 23: 123756750-delirium

rendah namun beberapa efek serius seperti perpanjangan PT dan torsades de pointes, gejala

ekstrapiramidal dan diskinesia putus obat dapat terjadi. Oleh karena itu penggunaan antipsikotik

harus dikonsultasikan ke psikiater geriatric.

Secara umum penanganan yang bersifat suportif amat penting dalam pengelolaan pasien

dengan sindrom delirium, baik untuk pengobatan maupun dalam konteks pencegahan. Asupan

nutrisi, keseimbangan cairan dan elektrolit, kenyamanan pasien harus diupayakan seoptimal

mungkin. Keberadaan anggota keluarga atau yang selama ini biasanya merawat akan sangat

berperan dalam memulihkan orientasi. Sedapat mungkin ruangan pasien haruslah tenang dan

cukup penerangan. Masih dalam konteks orientasi, dokter dan perawat harus mengetahui apakah

sehari-hari pasien mengenakan kacamata untuk melihat atau alat bantu dengar untuk

berkomunikasi dan mengusahakan agar pasien dapat mengenakan manakala diperlukan setiap

saat.

Hal umum lain yang perlu diperhatikan adalah : perawat harus waspada bahwa pasien

sangat mungkin tidak mampu menelan dengan baik sehingga asupan per oral tidak boleh

diberikan selama belum terdapat kepastian mengenai kemampuan menelan. Dokter yang

merawat harus menilai kesadarannya dan dokter ahli rehabilitasi medic harus menilai

kemampuan otot menelan jika pasien sadar. Setelah yakin bahwa kesadaran pasien compos

mentis dan tidak terdapat kelumpuhan otot menelan barulah perawat diizinkan memberikan

asupan per oral. Selama perawatan, tanda vital harus lebih sering dievaluasi, setidaknya setiap

empat jam, jika diperlukan dapat dinilai setiap dua atau bahkansetiap satu jam tergantung kondisi

pasien. Penilaian yang lebih sering dengan kewaspadaan yang tinggi ini diperlukan karena gejala

dan tanda klinik yang sangat berfluktuatif. Selain tanda vital, jumlah produksi urin dan cairan

yang masuk harus diukur dengan cermat setiap empat jam dan dilaporkan kepada dokter yang

merawat agar perubahan instruksi yang diperlukan dapat segera dilaksanakan tanpa menunggu

laporan keesokan harinya (akan terlambat).

Sehubungan dengan hal diatas, maka keluarga pasien atau pelaku rawat yang menunggu

harus diberi informasi tentang bahaya aspirasi jika memberikan makanan atau minuman dalam

keadaan kondisi yang tidak compos mentis atau terdapat kelumpuhan otot menelan.

23

Page 24: 123756750-delirium

Diberitahukan pula perlunya kerja sama yang baik antara perawat dengan penunggu pasien

terutama perihal pemantauan urin dan asupan cairan.

Perlu dicatat bahwa pasien sindrom delirium sering merasa apa yang baru dialami saat

delirium sebagai mimpi. Pada saat kondisi pasien membaik maka dokter atau perawat harus

menjelaskan/mendidik pasien tentang keadaan yang baru dialaminya untuk mengantisipasi atau

mencegah episode cemas.

Penatalaksanaan spesifik ditujukan untuk mengidentifikasi pencetus dan predisposisi.

Segera setelah factor pencetus diketahui maka dapat dilakukan tindakan yang lebih definitive

sesuai factor pencetusnya. Memperbaiki factor predisposisi harus dikerjakan tanpa menunggu

selesainya masalah terkait factor pencetus.

Penatalaksanaan :

1. Pengobatan etiologik harus sedini mungkin dan di samping faal otak dibantu agar tidak

terjadi kerusakan otak yang menetap.

2. Peredaran darah harus diperhatikan (nadi, jantung dan tekanan darah), bila perlu diberi

stimulansia.

3. Pemberian cairan harus cukup, sebab tidak jarang terjadi dehidrasi. Hati-hati dengan

sedativa dan narkotika (barbiturat, morfin) sebab kadang-kadang tidak menolong, tetapi

dapat menimbulkan efek paradoksal, yaitu klien tidak menjadi tenang, tetapi bertambah

gelisah.

4. Klien harus dijaga terus, lebih-lebih bila ia sangat gelisah, sebab berbahaya untuk dirinya

sendiri (jatuh, lari dan loncat keluar dari jendela dan sebagainya) ataupun untuk orang

lain.

5. Dicoba menenangkan klien dengan kata-kata (biarpun kesadarannya menurun) atau

dengan kompres es. Klien mungkin lebih tenang bila ia dapat melihat orang atau barang

yang ia kenal dari rumah. Sebaiknya kamar jangan terlalu gelap , klien tidak tahan terlalu

diisolasi.

24

Page 25: 123756750-delirium

6. Terdapat gejala psikiatrik bila sangat mengganggu dapat diberikan neroleptika, terutama

yang mempunyai dosis efektif tinggi.

2.12 PROGNOSIS

Walaupun gejala dan tanda sindrom delirium bersifat akut namun ternyata dilaporkan

adanya beberapa kasus dengan gejala dan tanda yang menetap bahkan sampai bulan ke 12.

Beberapa penelitian melaporkan hasil pengamatan tentang prognosis sindrom delirium yang

berhubungan dengan mortalitas, gangguan kognitif pasca-delirim, status fungsional serta gejala

sisa yang ada.

Prognosis yang berhubungan dengan mortalitas dilaporkan oleh Rockwood (1999) dalam

pengamatan selama tiga tahun. Pasien dengan sindrom delirium mempunyai resiko 1,71 kali

lebih tinggi untuk meninggal dalam tiga tahun kedepan dibandingkan mereka yang tidak (95%

CI 1,02 ; 2,87). Sementara McCusker (2002) dan Kakuma (2003) masing-masing melaporkan

peningkatan resiko tersebut sebesar 2,11 (1,18 ; 3,77) dan 7,24 (1,62 ; 32,35). Perlu disampaikan

bahwa peningkatan resiko tersebut tetap ada walaupun sudah dilakukan pengendalian terhadap

factor-faktor lain yang turut berperan terhadap kematian seperti beratnya kondisi komorbid,

demensia, gangguan status fungsional, domisili (tinggal di panti atau tidak) serta factor pemicu

yang lain.

2.13 PENCEGAHAN

Berbagai literature menyebutkan bahwa pengobatan sindrom delirium sering tuntas, 96%

pasien yang dirawat karena delirium pulang dengan gejala sisa. Hanya 20% dari kasus-kasus

tersebut yang tuntas dalam enam bulan setelah pulang. Hal tersebut menunjukkan bahwa

sebenarnya prevalensi sindrom delirium di masyarakat lebih tinggi dari pada yang diduga

sebelumnya. Pemeriksaan penapisan oleh dokter umum atau dokter keluarga di masyarakat

menjadi penting dalam rangka menunjukkan kasus dini dan mencegah penyulit yang fatal.

25

Page 26: 123756750-delirium

Rudolph (2003) melaporkan bahwa separuh dari kasus yang diamatinya mengalami

delirium pada saat sedang dirawat di rumah sakit. Berarti ada karakteristik pasien tertentu dan

suasana/situasi rumah sakit sedemikian rupa yang dapat mencetuskan delirium. Beberapa obat

juga dapat mencetuskan delirium, terutama yang mempunyai efek antikolinergik dan gangguan

faal kognitif. Beberapa obat yang diketahui meningkatkan resiko delirium antara lain :

benzodiazepine, kodein, amitriptilin (antidepresan), difenhidramin, ranitidine, tioridazin,

digoksin, amiodaron, metildopa, procainamid, levodopa, fenitoin, siprofloksasin. Beberapa

tindakan sederhana yang dapat dilakukan di rumah sakit (di ruang rawat akut geriatric) terbukti

cukup efektif mampu mencegah delirium. Inouye et al (1999) menyarankan beberapa tindakan

yang terbukti dapat mencegah delirium seperti yang tertera pada Table 2.

Tabel 2. Pencegahan Delirium

Panduan

Intervensi

Tindakan Keluaran p

Reorientasi Pasang jan dinding

Kalender

Memulihkan orientasi 0,04

Memulihkan

siklus tidur

Padamkan lampu

Minum susu hangat atau the herbal

Music yang tenang

Pemijatan (massage) punggung

Tidur tanpa obat 0,001

Mobilisasi Latihan lingkup gerak sendi

Mobilisasi bertahap

Batasi penggunaan restraint

Pulihnya mobilitas 0,06

Penglihatan Kenakan kacamata

Menyediakan bacaan dengan huruf

berukuran besar

Meningkatkan

kemampuan penglihatan

0,27

Pendengaran Bersihkan cerumen prop Meningkatkan 0,10

26

Page 27: 123756750-delirium

Alat bantu dengar kemampuan pendengaran

Rehidrasi Diagnosis dini dehidrasi

Tingkatkan asupan cairan oral

Kalau perlu per infus

BUN/Cr < 18 0,04

27

Page 28: 123756750-delirium

BAB III

DISKUSI / PEMBAHASAN

Delirium merupakan suatu kondisi medis yang memiliki ciri disorientasi dan kebingungan

umum, yang diikuti dengan kerusakan kognitif, pergantian mood, peningkatan kewaspadaan diri,

serta ketidakmampuan untuk mengikuti (ketidakmampuan untuk fokus dan memusatkan

perhatian. Perubahan biasa terjadi dalam suatu periode yang singkat (beberapa jam menjadi

beberapa hari) dan gangguan ketidaksadaran mengalami fluktuasi sepanjang hari.

Delirium terdapat 14-56% pasien rawat dengan 30% darinya mengalami'sindroma parsial'

(memenuhi gambaran delirium tanpa memenuhi criteria diagnosis DSM-IV). Rata-rata pasien

mengalami delirium pada umur 75 tahun,dengan sebagian sedang memerlukan perawatan rumah

sakit dan timbul banyak tanda(sign) lagi setelah tiga hari atau lebih perawatan atau pembedahan.

Levkoff dkk. pada studi 325 usila di RS melaporkan hanya 10 % delirium dengan 31% nya

timbul selama perawatan. Juga pada studi 225 pasien rawat di unit geriatri akut dilaporkan oleh

O'Keeffe dan Lavan 18% delirium selama perawatan dengan 29%terjadi kemudian. Lama rata-

rata gejala , yang memenuhi kriteria DSM-III adalah 7 hari, meskipun 5% menetap lebih dari 4

minggu setelah didiagnosis. 38% nya dengan perburukan yang baru dari orientasi dan daya ingat

yang masih tetap buruk selama sebulan, pada saat 32% mengalami perbaikan gejala.

Penyebab utama adalah berasal dari penyakit susunan saraf pusat (seperti epilepsy), penyakit

sistemik (seperti gagal jantung), dan intoksikasi atau reaksi putus obat maupun zat toksik.

Namun penyebab delirium terbanyak terletak diluar sistem saraf pusat, misalnya gagal ginjal

dan hati. Neurotransmiter yang dianggap berperan adalah asetilkolin, serotonin, serta glutamat.

Area yang terutama terkena adalah formasio retikularis.

Defisiensi neurotransmitter asetilkolin sering dihubungkan dengan sindrom delirium.

Penyebabnya antara lain gangguan metabolisme oksidatif di otak yang dikaitkan dengan hipoksia

dan hipoglikemia. Faktor lain yang berperab antara lain meningkatnya sitokin otak pada

penyakit akut. Gangguan atau defisiensi asetilkolin atau neurot ransmitter lain maupun

peningkatan sitokin akan menganggu tranduksi sinyal neurotransmitter serta second messenger

28

Page 29: 123756750-delirium

system. Pada gilirannya, kondis tadi akan memunculkan gejala-gejala serebral dan aktivitas

psikomotor yang terdapat pada sindrom delirium.

Faktor predisposisi terjadinya delirium, antara lain:

• Usia

• Kerusakan otak

• Malnutrisi

• Alkohol, obat-obatan dan bahan beracun

• Stroke

Klasifikasi sindrok delirium berdasarkan aktifitas psikomotor (tingkat/kondisi kesadaran,

aktifitas perilaku) yakni:

1. Hipoaktif

Pasien tampak bingung, lethargia, dan malas.

2. Hiperaktif

Pasien yang hiperaktif paling mudah dikenali di ruang rawat karena sangat menyita

perhatian. Pasien bisa berteriak-teriak, jalan mondar-mandir, atau mengomel sepanjang hari.

Gambaran dapat bervariasi tergantung pada masing-masing individu. Mood, persepsi, dan

tingkah-laku yang abnormal merupakan gejala-gejala psikiatrik umum; tremor, asteriksis,

nistagmus inkoordinasi, inkontinensia urin, dan disfasia merupakan gejala-gejala neurologik

umum. Gambaran utama adalah gangguan kesadaran berupa kesadaran yang berkabut dengan

penurunan kemampuan untuk memusatkan, mencantumkan, dan mengalihkan perhatian.

Keadaan ini berlangsung beberapa hari dengan berkembangnya ansietas, mengantuk, insomnia,

halusinasi yang transien, mimpi buruk, dan kegelisahan. Pasien delirium yang berhubungan

29

Page 30: 123756750-delirium

dengan sindrom putus zat merupakan jenis hiperaktif yang dapat dikaitkan dengan tanda-tanda

otonom, seperti flushing, berkeringat, takikardi, dilatasi pupil, nausea, muntah, dan hipertermia.

Orientasi waktu seringkali hilang, sedangkan orientasi tempat dan orang mungkin terganggu

pada kasus yang berat. Pasien seringkali mengalami abnormalitas dalam berbahasa, seperti

pembicaraan yang bertele-tele, tidak relevan, dan inkoheren. Fungsi kognitif lain yang mungkin

terganggu adalah daya ingat dan fungsi kognitif umum. Pasien mungkin tidak mampu

membedakan rangsang sensorik dan mengintegrasikannya sehingga sering merasa terganggu

dengan rangsang yang tidak sesuai atau timbul agitasi. Gejala yang sering nampak adalah marah,

mengamuk, dan ketakutan yang tidak beralasan. Pasien selalu mengalami gangguan tidur

sehingga sering tampak mengantuk sepanjang hari dan tertidur di mana saja.

Kriteria diagnostik untuk delirium yaitu :

A. Kemampuan terbatas untuk mempertahankan daya perhatian terhadap rangsang dari luar

( contoh, pertanyaan harus diulang, karena daya perhatian melantur) dan secara wajar dapat

mengalihkan perhatian ke arah rangsang eksternal yang baru (contoh, jawaban yang preseveratif

terhadap pertanyaan yang sebelum ini diajukan)

B. Alam pikiran yang kacau, yang ditujukan oleh cara bicara yang ngawur dan tak jelas (asal

bersuara), soalnya tidak relevan, atau daya bicara inkoheren.

C. Sedikitnya dua dari yang tercantum dibawah ini :

1. Kesadaran yang menurun (contoh : sulit mempertahankan kesadaran saat pemeriksaan)

2. Gangguan persepsi: misinterpretasi, ilusi, atau halusinasi

3. Gangguan siklus tidur dengan insomnia atau mengantuk di siang hari

4. Kegiatan psikomotor meningkat atau menurun

5. Disorientasi terhadap waktu, tempat atau orang

30

Page 31: 123756750-delirium

6. Gangguan daya ingat (contoh : tak mampu belajar materi baru, seperti nama beraneka

ragam benda yang tak terkait setelah 5 menit, atau untuk mengingat peristiwa yang telah lalu,

seperti riwayat dari episode gangguan sekarang)

D. Gambaran klinis yang timbul yang berkembang dalam waktu yang singkat ( biasanya dalam

jam atau hari) dan cenderung untuk naik turun dalam alunan sehari.

E. Salah satu dari (1) atau (2) :

1. Terbukti dari riwayat, pemeriksan fisik, atau uji laboratorik tenatang satu atau

beberapa faktor organik yang khas yang dapat diduga sebagai penyebab yang terkait dengan

gangguan itu.

2. Dengan tiadanya bukti ini, satu faktor penyebab organik dapat diduga bila

gangguannya tidak dapat diperkirakan disebabkan oleh gangguan mental non organik (contoh :

episode manik yang merupakan sebab untuk menjadi agitatif dan gangguan tidur)

Adapun diagnose banding delirium :

a. Demensia

b. Gangguan Kognitif Pasca –operasi (GKPO)

c. Depresi

d. Psikosis

Pemeriksaan fisik lengkap harus dilaksanakan secara rutin pada saat pasien psikatri didaftarkan

untuk rawat inap.

a. Gangguan otak organik

Uji status kognitif lebih lanjut dilakukan pada pasien yang diduga mengidap gangguan

organik pada otak, seperti demensia dan delirium. Pemeriksaanya yaitu :

• Tingkat kesadaran

• Kemampuan berbahasa

31

Page 32: 123756750-delirium

• Memori

• Apraksia

• Agnosia dan gangguan citra tubuh

Pemeriksaan penunjang berupa :

1. Uji darah

2. Uji urin

3. Elektroensefalografi

4. Uji neuropsikologis

5. Pencitraan saraf

6. Penggolongan antigen leukosit manusia

7. Uji genetik

Tujuan utama pengobatan adalah menentukan dan mengatasi pencetus serta factor

predisposisi.Data empiris manfaat obat untuk mengatasi gejala sindrom delirium masih terbatas.

Beberapa obat antipsikotik mempunyai efek yang mampu menekan berbagai gejala hiperaktif

dan hipoaktif dari sindrom delirium; menjadi obat pilihan utama pada fase akut (agitasi hebat,

perilaku agresif, hostility, halusinasi, atau gejala lain yang membahayakan dirinya). Untuk

kondisi di atas haloperiol masih merupakan pilihan utama. Dosis juga dapat ditingkatkan sesuai

tanggapan pasien. Dibandingkan dengan obat lain seperti chlorpromazine dan droperidol,

haloperidol meiliki metabolic dan efek antikolinergik, sedasi serta efek hipotensi yang lebih kecil

sehingga lebih aman. Dosis obat per oral pada umumnya dapat diterima dengan baik, namun jika

pasien tak mampu menelan maka dapat diberikan intramuscular maupun intravena.

Secara umum penanganan yang bersifat suportif amat penting dalam pengelolaan pasien

dengan sindrom delirium, baik untuk pengobatan maupun dalam konteks pencegahan. Asupan

nutrisi, keseimbangan cairan dan elektrolit, kenyamanan pasien harus diupayakan seoptimal

mungkin. Keberadaan anggota keluarga atau yang selama ini biasanya merawat akan sangat

berperan dalam memulihkan orientasi. Sedapat mungkin ruangan pasien haruslah tenang dan

32

Page 33: 123756750-delirium

cukup penerangan. Masih dalam konteks orientasi, dokter dan perawat harus mengetahui apakah

sehari-hari pasien mengenakan kacamata untuk melihat atau alat bantu dengar untuk

berkomunikasi dan mengusahakan agar pasien dapat mengenakan manakala diperlukan setiap

saat.

Hal umum lain yang perlu diperhatikan adalah : perawat harus waspada bahwa pasien sangat

mungkin tidak mampu menelan dengan baik sehingga asupan per oral tidak boleh diberikan

selama belum terdapat kepastian mengenai kemampuan menelan. Dokter yang merawat harus

menilai kesadarannya dan dokter ahli rehabilitasi medic harus menilai kemampuan otot menelan

jika pasien sadar. Setelah yakin bahwa kesadaran pasien compos mentis dan tidak terdapat

kelumpuhan otot menelan barulah perawat diizinkan memberikan asupan per oral. Selama

perawatan, tanda vital harus lebih sering dievaluasi, setidaknya setiap empat jam, jika diperlukan

dapat dinilai setiap dua atau bahkansetiap satu jam tergantung kondisi pasien. Penilaian yang

lebih sering dengan kewaspadaan yang tinggi ini diperlukan karena gejala dan tanda klinik yang

sangat berfluktuatif. Selain tanda vital, jumlah produksi urin dan cairan yang masuk harus diukur

dengan cermat setiap empat jam dan dilaporkan kepada dokter yang merawat agar perubahan

instruksi yang diperlukan dapat segera dilaksanakan tanpa menunggu laporan keesokan harinya

(akan terlambat).

Sehubungan dengan hal diatas, maka keluarga pasien atau pelaku rawat yang menunggu

harus diberi informasi tentang bahaya aspirasi jika memberikan makanan atau minuman dalam

keadaan kondisi yang tidak compos mentis atau terdapat kelumpuhan otot menelan.

Diberitahukan pula perlunya kerja sama yang baik antara perawat dengan penunggu pasien

terutama perihal pemantauan urin dan asupan cairan.

Jika diagnosis yang cepat dan pengobatan delirium terjadi, kondisi ini sering reversibel.

Namun, jika kondisi berjalan atau terlambat diobati, ada insiden tinggi kematian atau kerusakan

otak permanen yang terkait dengan itu. Penyakit yang mendasari dapat merespon dengan cepat

ke pengobatan, tetapi perbaikan dalam fungsi mental mungkin tertinggal, terutama pada orang

tua. Selain itu, satu penelitian mengungkapkan bahwa satu kelompok yang selamat lansia

delirium, pada tiga tahun setelah dikeluarkan dari rumah sakit, memiliki tingkat 33% kematian

yang lebih tinggi dibandingkan pasien lain. Sebagai catatan akhir, delirium adalah darurat medis,

33

Page 34: 123756750-delirium

membutuhkan perhatian yang cepat untuk menghindari potensi kerusakan otak permanen atau

bahkan kematian.

34

Page 35: 123756750-delirium

BAB IV

KESIMPULAN

Delirium merupakan suatu kondisi neuropsikiatrik yang seringkali dialami oleh pasien

geriatri. Gejala klinis yang utama adalah penurunan kesadaran yang disertai dengan adanya suatu

tanda fungsi kognitif yang akut dan fluktuatif. Tanda bersifat menyeluruh,

mempengaruhi kesadaran, perhatian, memori dan kemampuan perencanaan dan

organisasi. Penanganan delirium melibatkan peran berbagai factor termasuk pada deteksi dini

risiko delirium, penanganan kondisi delirium, dan pencegahan berulangnya delirium. Hal ini

melibatkan peranan psikiater dan konsultan geriatri yang bekerja secara interdisplin pada pasien

yang mengalami delirium.

35

Page 36: 123756750-delirium

BAB V

SARAN

Tim penulis menerima setiap kritik dan saran yang membangun dari para pembaca demi

kesempurnaan karya tulis ilmiah tentang pembahasan sindrom delirium ini.

36

Page 37: 123756750-delirium

DAFTAR PUSTAKA

Sudoyo. Aru W. dkk. 2006. Ilmu Penyakit Dalam Jili I Edisi IV. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia : Jakarta

Kaplan dan Sadock. 2010. Buku Ajar Psikiatri Klinis Edisi 2. EGC : Jakarta

American Psychiatric Association Diagnostik dan Statistik Manual of Mental Disorders.. Edisi 4, teks direvisi. Washington, DC: American Psychiatric Association, 2000.

Kaplan, Harold dan Benyamin Sadock Sinopsis Psikiatri edisi 8... New York: Lippincott, Williams dan Wilkins, 1997.

Merck Manual. Edisi 17. Whitehouse Station, NJ: Merck Research Laboratories, 1999.

Macdonald, Alastair; Lindesay, Yakobus;. Rockwood, Kenneth (2002) Delirium di usia tua. Oxford [Oxfordshire]:. Oxford University Press

Chan, Daniel. "Delirium: Membuat diagnosis, memperbaiki prognosis." Geriartrik 54 (1999): 28-42.

Curyto, Kim J., Jerry Johnson, Thomas TenHave, Jana Mossey, Kathryn Knott, dan Ira R. Katz. "Survival Pasien Lansia Rawat Dengan Delirium: Sebuah Studi Calon." American Journal of Geriatric Psychiatry 9 (2001): 141-147.

Katz, Ira R., J. Kim Curyto, Thomas TenHave, Jana Mossey, Laura Sands, dan Michael Kallan. "Memvalidasi Diagnosis Delirium dan Mengevaluasi Asosiasi nya Dengan Penurunan Selama Periode Satu Tahun." American Journal of Geriatric Psychiatry 9 (2001): 148-159.

Trzepacz, Paula T. "Skala Penilaian Delirium: Gunakan Its dalam Konsultasi-Penghubung Penelitian." Psychosomatics 40 (1999): 193-204.

Trzepacz, Paula T., Dinesh Mittal, Rafael Torres, Kim Kanary, John Norton, dan Nita Jimerson. "Validasi Delirium Rating Skala-Revisi-98: Perbandingan dengan skala penilaian delirium dan tes kognitif untuk delirium." Journal of Neuroscience Neuropsychiatry dan Klinis 13 (2001): 229-242.

Webster, Robert dan Suzanne Holroyd. ". Prevalensi Gejala psikotik di Delirium" Psychosomatics 41 (2000): 519-522.

Jack H. Booth, Psy.D.

Delirium , Pedoman Klinis NICE (Juli 2010); Delirium: diagnosis, pencegahan dan manajemen

J muda,Inouye SK; Delirium pada orang tua. BMJ 2007; 334:842-846

37

Page 38: 123756750-delirium

Meagher DJ ; Delirium: mengoptimalkan manajemen. BMJ. 20 Januari 2001; 322 (7279) :144-9.

Gleason OC; Delirium. Am Fam Dokter. 1 Maret 2003; 67 (5) :1027-34. [Abstrak]

Sebuah luka bakar, Gallagley A, J Byrne; Delirium. J Neurol Neurosurg Psikiatri. 2004 Mar; 75 (3) :362-7. [Abstrak]

Brown TM, Boyle MF; Delirium. BMJ. 21 September 2002; 325 (7365) :644-7.

Agnoletti V, Ansaloni L, deret F, et al ; Delirium pascaoperasi setelah operasi elektif dan darurat: memeriksa analisis dan faktor risiko. Sebuah protokol penelitian. BMC Surg. 2005 Mei 28; 05:12. [Abstrak]

Kumar, P. dan Clark, M. (2005) Klinis Kedokteran, Edisi 6, Elsevier Terbatas

Korevaar JC, van Munster SM, de Rooij SE; Faktor risiko untuk delirium pada pasien usia lanjut akut mengakui: studi kohort prospektif. BMC Geriatr. 13 April 2005; 05:06. [Abstrak]

Boon, NA, Colledge, NR dan Walker, BR (2006) Prinsip dan Praktek Davidscon Edition Kedokteran 20, Elsevier Terbatas

Delirium ; Diagnostik dan Statistik Manual Mental Disorders

Alagiakrishnan K, Wiens CA ; Sebuah pendekatan untuk delirium diinduksi obat pada orang tua. Pascasarjana J. Med Juli 2004; 80 (945) :388-93. [Abstrak]

Redelmeier DA, Thiruchelvam D, Daneman N; Delirium setelah operasi elektif di antara pasien lanjut usia mengambil statin. CMAJ. 23 September 2008; 179 (7) :645-52. [Abstrak]

McCusker J, Cole M, Dendukuri N, et al ; Perjalanan delirium pada pasien rawat inap medis yang lebih tua: suatu studi prospektif. J Gen Intern Med. September 2003; 18 (9) :696-704. [Abstrak]

Ganai S, KF Lee, Merrill A, et al; hasil samping dari pasien geriatri yang menjalani operasi perut yang berisiko tinggi untuk delirium. Arch Surg. 2007 November; 142 (11) :1072-8. [Abstrak]

Rockwood K; Perlu kita melakukannya buruk dalam mengelola delirium pada pasien usia lanjut? Umur Penuaan. September 2003; 32 (5) :473-4.

Muda LJ, George J; pedoman Apakah meningkatkan proses dan hasil perawatan di delirium? Umur Penuaan. September 2003; 32 (5) :525-8. [Abstrak]

38