102393494 Menilai Hubungan Antara Faktor Pertumbuhan Plansenta Serum Dan Plasenta Pada Preeklamsia
-
Upload
anton-arifin -
Category
Documents
-
view
81 -
download
4
description
Transcript of 102393494 Menilai Hubungan Antara Faktor Pertumbuhan Plansenta Serum Dan Plasenta Pada Preeklamsia
1
Menilai Hubungan antara Faktor Pertumbuhan
Plansenta Serum dan Plasenta pada Preeklamsia
Samantha Weed, MD; Jamie A. Bastek, MD, MSCE; Lauren Anton, PhD; Michal A. Elovitz, MD;
Samuel Parry, MD; Sindhu K. Srinivas, MD, MSCE
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------
TUJUAN: Penurunan kadar faktor pertumbuhan plasenta serum atau serum placenta growth
factor (PlGF) berhubungan dengan preeklamsia. Kami berusaha untuk menentukan apakah
kadar PlGF pada serum dan plasenta (sPIGF dan pPlGF) berhubungan dengan preeklamsia
dan apakah terdapat hubungan antara kadar PlGF serum dan plasenta.
METODE PENELITIAN: Analisis ini merupakan bagian dari penelitian kasus-kontrol
prospektif yang lebih besar. Kelompok kasus merupakan wanita dengan preeklampsia.
Kelompok kontrol merupakan wanita tanpa preeklampsia yang melahirkan cukup bulan.
Analisis meliputi uji non parametrik untuk membandingkan median, regresi logistik untuk
memperkirakan peluang, dan perhitungan koefisien korelasi.
HASIL: Dua puluh kasus (10 preterm, 14 cukup bulan) dibandingkan dengan 14 kontrol.
Rata-rata kadar PlGF secara signifikan lebih rendah pada kasus daripada kontrol (pPlGF:
232.6 vs 363.4 pg/mL, P = .02; sPlGF: 85.5 vs 274.4 pg/mL, P < .001). PlGF serum dan
plasenta berhubungan (secara keseluruhan: 39%, P = .006; kasus dengan preeklampsia
preterm dan hambatan pertumbuhan: 87%, P = .02).
KESIMPULAN: PlGF serum dan plasenta masing-masing berhubungan dengan
preeklampsia dan keduanya saling berhubungan satu sama lain.
Kata kunci: biomarker, faktor pertumbuhan plasenta pada plasenta, preeklampsia, faktor
pertumbuhan plasenta pada serum.
Kutip artikel ini sebagai: Weed S, Bastek JA, Anton L, et al. Examining the correlation between placental and serum
placenta growth factor in preeclampsia. Am J Obstet Gynecol 2012;207:xx-xx.
reeklampsia merupakan suatu
penyakit hipertensi yang menjadi
komplikasi pada 3-8% dari seluruh
kehamilan.1-3
Preeklampsia menyumbang
sekitar 20% angka kematian ibu di Amerika
Serikat 4,5
dan merupakan penyebab utama
kelahiran preterm yang diindikasikan
secara medis.1,6,7
Meskipun telah dilakukan
penelitian selama beberapa dekade, etiologi
preeklampsia masih sulit dipahami. Namun,
perubahan pada angiogenesis yang
mengakibatkan plasentasi yang abnormal
dan disusul oleh disfungsi endotel sistemik
diperkirakan berkontribusi dalam proses
penyakit ini.7-9
Faktor pertumbuhan plasenta atau
placenta growth factor (PlGF) merupakan
suatu protein proangiogenik dan anggota
dari keluarga faktor pertumbuhan endotel
vaskular atau vascular endothelial growth
P
2
factor (VEGF) yang dihasilkan oleh
sinsitiotrofoblas yang berbentuk vili
(villous syncytiotrophoblasts) di
plasenta.8,10
Beberapa penelitian
sebelumnya telah menunjukkan bahwa
kadar PlGF yang beredar di serum pasien
dengan preeklampsia secara signifikan
menurun dibandingkan dengan kontrol
yang normotensif.11-20
Hubungan ini telah
dibuktikan selama kehamilan dan bahkan
pada awal trimester pertama,21-29
saat
angiogenesis merupakan hal yang penting
untuk invasi plasenta. Selain itu, PlGF telah
diidentifikasi sebagai suatu petanda
keparahan penyakit, dengan kadar yang
lebih rendah dihubungkan dengan tekanan
darah yang meningkat,12,30,31
preeklampsia
awitan dini vs awitan lanjut,13,30,32,33
preeklampsia berat vs ringan,14
bayi kecil
untuk masa kehamilan22,24,32
dan bukti
laboratorium sindrom HELLP (hemolisis,
peningkatan enzim hati (elevated liver
enzymes), dan jumlah platelet yang rendah
(low platelet count)).32
Berdasarkan temuan
kolektif penelitian ini dan lainnya, PlGF
serum telah dikemukakan sebagai
biomarker yang menjanjikan untuk
preeklampsia.
Secara biologis, jika preeklampsia
muncul karena perubahan faktor
angiogenik kunci pada tingkat plasenta,
seperti PlGF, maka perubahan kadar faktor
angiogenik ini seharusnya jelas pada
tingkat plasenta. Selanjutnya, karena
preeklampsia merupakan suatu penyakit
sistemik, adalah hal yang logis bahwa
perubahan kadar faktor angiogenik ini juga
akan terjadi di serum. Gagasan ini
sebelumnya telah diteliti pada plasenta
manusia dan serum ibu dengan reseptor
VEGF yang dikenal sebagai soluble fms-
like tyrosin kinase-1.34
Tidak ada penelitian
sampai saat ini yang telah meneliti
hubungan antara kadar PlGF serum dan
plasenta dengan preeklampsia. Hubungan
antara kadar PlGF serum dan plasenta akan
memberikan dasar biologis tambahan untuk
menggunakan PlGF sebagai suatu
biomarker preeklampsia.
Tujuan dari penelitian kami adalah
untuk menentukan apakah kadar PlGF
serum dan plasenta masing-masing
berhubungan dengan preeklampsia dan
untuk menilai apakah terdapat hubungan
antara kadar PlGF pada plasenta dan serum.
BAHAN DAN METODE
Suatu penelitian kasus-kontrol
prospektif, Preeklampsia: Mekanisme dan
Konsekuensi II, dilakukan pada suatu pusat
perawatan tertier kota antara Januari dan
Oktober 2009. Badan lembaga tinjauan di
Universitas Pennsylvania (Philadelphia,
PA) menyetujui penelitian ini.
Para wanita (sampel) diklasifikasikan
sebagai kelompok kasus dan kontrol
berdasarkan pada peneliti yang sebelumnya
telah mengembangkan definisi apriori dari
3
gangguan hipertensi pada kehamilan11
dan
bukan berdasarkan pada diagnosis dokter
masing-masing. Secara khusus, kelompok
kasus diidentifikasi berdasarkan pada
kriteria ibu yang telah ditentukan untuk
preeklampsia sesuai dengan panduan
American Congress of Obstetricians and
Gynecologists2 dan mencakup peningkatan
tekanan darah (≥ 140/90 mm Hg pada 2
pengukuran yang terpisah selama ≥ 6 jam)
dengan proteinuria 1+ atau lebih, yang
sebagian besarnya menggunakan kateter
steril. Pasien dengan hipertensi gestasional
(GHTN), yang didefinisikan sebagai
peningkatan tekanan darah (≥ 140/90 mm
Hg pada 2 pengukuran yang terpisah
selama ≥ 6 jam) tanpa proteinuria atau
abnormalitas laboratorium atau sindrom
HELLP, yang didefinisikan sebagai
preeklampsia dengan abnormalitas
laboratorium lainnya yang tidak dapat
dijelaskan (termasuk peningkatan enzim
hati aspartat aminotransferase > 45 U/L,
aminotransferase > 60 U/L, dan/atau
penurunan platelet < 100.000/μL) juga
dimasukkan sebagai kelompok kasus.
Kelompok kontrol berasal dari wanita yang
melahirkan cukup bulan (≥ 37 minggu)
baik suatu induksi persalinan yang
dijadwalkan, suatu sectio sesaria yang
dijadwalkan, pecah ketuban spontan,
ataupun persalinan cukup bulan.
Kriteria inklusi mencakup kelainan
janin dan aneuploidi. Selain itu, pasien
yang darahnya tidak diambil sebelum
melahirkan dan pasien yang tidak memiliki
spesimen PlGF serum dan plasental juga
dieksklusikan dari penelitian ini.
Preeklampsia preterm didefinisikan sebagai
persalinan yang terjadi pada usia kehamilan
kurang dari 37 minggu. Diagnosis kecil
untuk masa kehamilan atau small for
gestasional age (SGA) dibuat berdasarkan
berat badan lahir yang kurang dari 10%
untuk suatu masa kehamilan tertentu
menurut kurva pertumbuhan Alexander.35
Pasien yang memenuhi syarat-syarat
tersebut didaftarkan dalam penelitian ini
oleh koordinator penelitian klinis terlatih
yang memperoleh informed concent pada
saat pendaftaran. Sekali seorang pasien
terdaftar dalam penelitian ini, semua
keputusan penatalaksanaan dibuat oleh
dokter yang merawat menurut standar
perawatan di institusi kami.
Penatalaksanaan khususnya meliputi
persalinan untuk setiap wanita yang
didiagnosis dengan gangguan hipertensi
pada kehamilan cukup bulan, dan untuk
preeklampsia berat dan HELLP pada usia
kehamilan 34 minggu atau lebih. Pasien
yang usia kehamilannya kurang dari 34
minggu dengan preeklampsia berat dan
HELLP ditatalaksana menurut panduan
yang direkomendasikan.36,37
Pada saat
pendaftaran, pasien diwawancarai untuk
memperoleh informasi demografis yang
dilaporkan sendiri (self-reported) (termasuk
4
usia, tinggi badan, dan ras) dan informasi
klinis yang bersangkutan (termasuk riwayat
preeklampsia sebelumnya, hipertensi,
dan/atau riwayat hipertensi pada keluarga).
Seluruh riwayat medis dan obstetrik
lainnya, seperti penyakit ginjal dan diabetes
melitus, serta informasi persalinan,
diperoleh melalui abstraksi kartu catatan
medis.
Dalam 24 jam pertama keikutsertaan
dalam penelitian ini, sebelum persalinan,
sampel darah perifer dikumpulkan dari
seluruh pasien hamil. Setelah didiamkan
dalam suhu ruangan selama 30-60 menit,
sampel darah tersebut disentrifugasi dengan
menggunakan SERO-FUGE 2001 (Becton
Dickinson, Franklin Lakes, NJ) pada
kecepatan 3100-3500 rpm selama 20 menit.
Serum diekstraksi dari whole blood dan
diletakkan dalam tabung kriovial (cryovial
tube) yang secepatnya ditempatkan dalam
nitrogen cair dan disimpan pada suhu –
80○C sampai analisis biomarker dilakukan.
Segera setelah persalinan (waktu rata-
rata: 20.35 ± 8.69 menit), 4 sampel biopsi
plasenta diambil secara acak: 1 dari setiap
kuadran plasenta. Sekali 4 sampel biopsi
plasenta tersebut dikumpulkan, lempeng
korionik, termasuk amnion dan korion,
diangkat. Selain itu, setiap sisa jaringan
desidual yang ditemukan pada plasenta di
bagian ibu juga diangkat. Sisa jaringan
plasenta tersebut, yang sebagian besarnya
terdiri atas trofoblas dan pembuluh darah
janin, dicuci 4 kali dengan larutan salin
berpenyangga fosfat (phosphate-buffered
saline) untuk menghapus semua sisa darah.
Sampel-sampel ini kemudian dibekukan
dalam nitrogen cair dan disimpan pada
suhu –80○C.
38
Untuk mengekstrak protein dari jaringan
plasenta, 50 mg jaringan tersebut
dihomogenkan di atas es dalam 2 mL
penyangga ekstraksi jaringan T-Per
(Thermo Scientific, Rockford, IL) yang
ditambahkan dengan inhibitor protease
(complete protease inhibitor cocktail
tables; Roche Diagnostics, Indianapolis,
IN). Homogenat disentrifugasi pada
kecepatan 10,000 x g selama 10 menit dan
supernatannya disimpan pada suhu –80○C
sampai dilakukan analisis biomarker. Kadar
PlGF serum dan plasenta ditentukan
dengan menggunakan ligand-specific
enzyme-linked immunosorbent assay
(ELISA) yang tersedia di pasaran (Sistem
R&D, Minneapolis, MN). Sensitivitas uji
ELISA PlGF adalah 7.0 pg/mL. Koefisien
variasi (coefficient of variation (CV)) intra-
assay untuk PlGF adalah 3.6% dan CV
inter-assay adalah 11.0%. Uji PlGF
mengenali PlGF manusia alami dan
rekombinan.
Analisis statistik dilakukan dengan
menggunakan STATA versi 10.1 (Stata
Corp, College Station, TX). Uji χ2
digunakan untuk menentukan hubungan
antara variabel demografik kategoris dan
5
status kasus. Uji rank-sum dilakukan untuk
membandingkan distribusi data
nonparametrik sampel. Regresi logistik
digunakan untuk memperkirakan peluang
status kasus sebagai fungsi dari kadar
PlGF. Analisis penerima-operator
dilakukan untuk menentukan area di bawah
kurva (area under the curve (AUC)) untuk
setiap model logistik. Terakhir, koefisien
korelasi Kendall rank dihitung untuk
mengukur hubungan antara PlGF serum
(sPlGF) dan PlGF plasenta (pPlGF).
HASIL
Enam puluh dua kasus dan 32 kontrol
diikutsertakan. Kami menganalisis data dari
24 kasus (10 preterm, 14 cukup bulan) dan
14 kontrol yang memenuhi kriteria inklusi
dan memiliki sampel serum yang telah
diambil sebelum persalinan serta jaringan
plasenta yang tersedia untuk analisis.
Karakteristik demografik yang
membandingkan antara kasus dan kontrol
terdapat pada Tabel 1. Seluruh pasien yang
tergabung dalam analisis ini menerima
asuhan prenatal, memiliki asuransi, dan
hamil janin tunggal (tidak kembar). Tidak
terdapat perbedaan yang berarti secara
statistik sehubungan dengan waktu sejak
pengumpulan serum hingga persalinan
antara kasus dan kontrol (10.85 vs 7.54
jam, P = .28). Kelompok kasus cenderung
memiliki riwayat kehamilan sebelumnya
yang dipengaruhi dengan preeklampsia (P
= .09) dan riwayat hipertensi pada keluarga
(P = .04). Usia kehamilan saat persalinan
secara signifikan lebih rendah pada
kelompok kasus dibandingkan dengan
kontrol (P = .002).
Secara keseluruhan, kadar rata-rata
sPlGF secara signifikan lebih rendah pada
kelompok kasus dibandingkan dengan
kontrol (85.5 vs 274.4 pg/mL, P < .001)
(Gambar 1). Untuk setiap peningkatan
sPlGF sebesar 50 U, terdapat pengurangan
peluang preeklampsia sebesar 34.6%
(interval kepercayaan atau confidence
interval (CI) 95%, 0.47–0.91). PlGF serum
menggambarkan kemampuan diskriminatif
yang baik antara kasus dan kontrol pada
saat manifestasi penyakit (AUC 0.83).
Sama halnya dengan sPlGF, kadar rata-rata
pPlGF juga secara signifikan lebih rendah
pada kasus dibandingkan dengan kontrol
(232.6 vs 363.4 pg/mL, P = .02) (Gambar
2). Untuk setiap peningkatan pPlGF sebesar
50 U, terdapat pengurangan peluang
preeklampsia sebesar 23.3% (CI 95%,
0.61–0.97). PlGF plasenta juga
menggambarkan kemampuan yang baik
untuk membedakan status kasus pada saat
manifestasi penyakit (AUC = 0.72).
Hubungan antara sPlGF (odds ratio [OR],
0.68; CI 95%, 0.48 – 0.94) dan pPlGF (OR,
0.78; CI 95%, 0.61–0.99) dengan
preeklampsia tetap konsisten setelah
pengontrolan SGA.
6
Untuk menjelaskan dampak dari
perbedaan usia kehamilan antara kasus dan
kontrol, kami kemudian membatasi analisis
kami hanya untuk pasien dengan usia
kehamilan cukup bulan (14 kasus dan 14
kontrol). Perbedaan kadar sPlGF antara
kasus dan kontrol tetap berarti (97.91 vs
274.41 pg/mL, P < .001) sehingga untuk
setiap peningkatan sPlGF sebesar 50 U,
terdapat pengurangan peluang
preeklampsia sebesar 62.7% (CI 95%,
0.17–0.83). Sama halnya dengan sPlGF,
kadar pPlGF secara signifikan juga tetap
lebih rendah pada kasus dibandingkan
dengan kontrol (245.96 vs 363.35 pg/mL, P
= .04) sehingga untuk setiap peningkatan
pPlGF sebesar 50 U, terdapat pengurangan
peluang preeklampsia sebesar 27.2% (CI
95%, 0.53– 0.99).
Kami kemudian mengevaluasi
hubungan antara sPlGF dan pPlGF dengan
keparahan penyakit pada kelompok kasus.
Terdapat penurunan yang tidak berarti pada
kadar rata-rata sPlGF yang berhubungan
dengan penyakit yang semakin memburuk
(GHTN: 129.63 pg/mL, preeklampsia:
97.91 pg/mL, HELLP: 57.54 pg/mL P =
.62) dan usia kehamilan cukup bulan vs
preterm pada saat diagnosis (97.91 vs 80.38
pg/mL, P = .77). Sama halnya dengan
sPlGF, terdapat juga penurunan yang tidak
berarti pada kadar rata-rata pPlGF yang
berhubungan dengan progresivitas penyakit
dari GHTN menjadi preeklampsia (291.67
vs 211.15 pg/mL, P = .60) dan usia
kehamilan cukup bulan vs preterm pada
saat diagnosis (245.96 vs 232.57 pg/mL, P
= .86). Sebaliknya, pasien dengan
preeklampsia memiliki kadar rata-rata
pPlGF yang hampir sama dengan pasien
HELLP (preeklampsia: 211.15 pg/mL,
HELLP: 211.60 pg/mL; P = .63).
Terakhir, koefisien korelasi antara
sPlGF dan pPlGF dihitung. Di antara
seluruh pasien, terdapat hubungan sebesar
39% (P = .006) antara kasus dan kontrol
(Gambar 3). Kekuatan dari hubungan ini
meningkat seiring dengan semakin
parahnya fenotip preeklampsia (Tabel 2).
Sub kelompok dengan preekalmpsia
preterm dan hambatan pertumbuhan
menunjukkan hubungan yang paling tinggi
antara sPlGF dan pPlGF (koefisien korelasi
0.87, P = .02).
ULASAN
Untuk diketahui, penelitian kami
merupakan penelitian pertama yang
mengevaluasi dan menghubungkan kadar
PlGF serum dan plasenta antara pasien
dengan penyakit hipertensi pada kehamilan
dan kontrol yang normotensi. Serupa
dengan penelitian sebelumnya, kami
menemukan bahwa kadar PlGF menurun
pada serum pasien dengan preeklampsia
dibandingkan dengan pasien tanpa
preeklampsia. Mendukung hipotesis bahwa
preeklampsia disebabkan oleh perubahan
7
faktor angiogenik di tingkat plasenta, kami
menemukan bahwa kadar PlGF juga
menurun pada jaringan plasenta pasien
dengan preeklampsia dibandingkan dengan
pasien tanpa preeklampsia. Selain itu, hasil
penelitian kami menunjukkan bahwa kadar
PlGF serum dan plasenta saling
berhubungan, dengan hubungan yang
paling kuat terdapat pada pasien dengan
fenotip penyakit yang paling parah.
Temuan ini memberikan kredibilitas
biologis dan mekanistik untuk
menggunakan PlGF sebagai biomarker
preeklampsia.
Beberapa penelitian telah
mengevaluasi ekspresi PlGF plasenta pada
pasien dengan preeklampsia dibandingkan
dengan pasien normotensi.10,39
Serupa
dengan temuan kami, Shen et al10
juga
menemukan bahwa kadar PlGF plasenta
pada pasien dengan gangguan hipertensi
pada kehamilan secara signifikan lebih
rendah daripada kadar PlGF plasenta pada
kontrol yang sehat dengan usia kehamilan
disesuaikan. Bersinger et al39
menemukan
tidak adanya perbedaan antara kadar PlGF
plasenta pada pasien preeklampsia dan
pasien sehat yang sama-sama hamil cukup
bulan. Hasil penelitian kami mungkin
berbeda dengan hasil penelitian Bersinger
et al39
karena fakta bahwa mereka meneliti
populasi pasien ras Eropa yang berusia
lebih muda dan tidak termasuk bayi dengan
hambatan pertumbuhan. Selain itu,
walaupun sampel jaringan diperoleh
dengan metode yang sama, uji ELISA yang
digunakan oleh laboratorium kami berbeda
dengan uji yang dilakukan pada penelitian
Bersinger et al.39
Penelitian kami memiliki sejumlah
kekuatan. Seperti yang telah disebutkan
sebelumnya, pemeriksaan PlGF serum dan
plasenta yang kami lakukan merupakan
penelitian yang sama sekali baru. Selain itu,
populasi penelitian kami diperoleh dari
suatu penelitian prospektif dengan
mengketatkan definisi kasus apriori, yang
akan membatasi kemungkinan terjadinya
bias kesalahan klasifikasi. Kami juga
mengumpulkan data secara prospektif,
yang memungkinkan kami untuk
mengevaluasi hubungan antara sPlGF dan
pPlGF melalui keparahan penyakit.
Penelitian kami tidaklah tanpa
keterbatasan. Pertama, besar sampel kami
kecil. Kedua, walaupun hubungan secara
keseluruhan yang kami temukan lumayan
(39%), kami mengamati bahwa kekuatan
hubungan tersebut berkembang seiring
dengan fenotip penyakit yang semakin
buruk, dengan hubungan yang paling baik
pada kasus preterm dengan hambatan
pertumbuhan intrauterin.
Keterbatasan lainnya adalah kami
tidak memiliki pasien kontrol yang hamil
preterm. Namun, kami melakukan analisis
yang terbatas pada pasien yang hamil
cukup bulan saja dan hasil temuannya
8
sama. Oleh karena itu, perbedaan antara
kasus dan kontrol tidak dapat dikaitkan
dengan usia kehamilan. Selain itu, darah
ibu tidak dikumpulkan sampai setelah
pasien didiagnosis preeklampsia dan telah
ditentukan sebagai kasus atau kontrol.
Walaupun hal ini membatasi kesalahan
klasifikasi dan memungkinkan
keikutsertaan pasien dengan preeklampsia
secara efisien, hasil kami tidak dapat
diekstrapolasi menjadi kemampuan
prediktif biomarker ini dalam
mengidentifikasi wanita dengan risiko
preeklampsia sebelum manifestasi klinis
penyakitnya.
Penelitian kami berfokus pada 1
faktor angiogenik ketimbang sejumlah
biomarker penyakit hipertensi yang
potensial. Biomarker lainnya telah
diperiksa sebelumnya pada pasien-pasien
ini, termasuk soluble fms-like tyrosine
kinase 1, endoglin, PlGF,11
adiponektin dan
leptin,40
dan N-terminal pro-brain
natriuretic peptide.41
Karena penelitian
kami sebelumnya11
telah menunjukkan
bahwa PlGF merupakan prediktor
independen preeklampsia yang paling kuat,
kami kemudian memutuskan untuk
berfokus pada kadar plasenta dan serum
biomarker ini saja.
Suatu biomarker yang terlibat dalam
patogenesis suatu penyakit akan
menambahkan kelogisan dan validitas
penggunaannya dalam prediksi yang akurat
dan stratifikasi risiko penyakit ini. Temuan
kami menunjukkan bahwa penelitian lebih
jauh terhadap PlGF dapat membantu
menggambarkan etiologi penyakit
hipertensi pada kehamilan serta membantu
diagnosis dan strategi terapi.