10 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Personal Hygiene 2.1.1. Definisi Personal hygiene berasal
Transcript of 10 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Personal Hygiene 2.1.1. Definisi Personal hygiene berasal
10
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Personal Hygiene
2.1.1. Definisi
Personal hygiene berasal dari bahasa Yunani, personal artinya perorangan
dan hygiene berarti sehat. Dari pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa kebersihan
perorangan atau personal hygiene adalah suatu tindakan untuk memelihara
kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan, baik fisik maupun psikisnya
(Laily, 2012).
Personal hygiene menjadi penting karena personal hygiene yang baik akan
meminimalkan pintu masuk (port de entry) mikroorganisme yang ada dimana-mana
dan pada akhirnya mencegah seseorang terkena penyakit. Personal hygiene
merupakan perawatan diri, dimana seseorang merawat fungsi-fungsi tertentu seperti
mandi, toileting, kebersihan tubuh secara umum. Personal hygiene atau kebersihan
diri ini diperlukan untuk kenyamanan, keamanan dan kesehatan seseorang.
Kebersihan diri merupakan langkah awal mewujudkan kesehatan diri. Dengan tubuh
yang bersih meminimalkan resiko seseorang terhadap kemungkinan terjangkitnya
suatu penyakit, terutama penyakit yang berhubungan dengan kebersihan diri yang
buruk. Personal hygiene yang tidak baik akan mempermudah tubuh terserang
berbagai penyakit, seperti penyakit kulit, penyakit infeksi, penyakit mulut, dan
Universitas Sumatera Utara
11
penyakit saluran cerna atau bahkan dapat menghilangkan fungsi bagian tubuh tertentu
sepertinya halnya kulit (Soedarto dalam Saryono, 2011).
2.1.1.1 Faktor- faktor yang Memengaruhi Personal Hygiene
Menurut Wartonah (2003), faktor- faktor yang mempengaruhui personal hygiene
adalah :
1. Body image, yaitu gambaran individu terhadap dirinya yang mempengaruhui
kebersihan diri misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga individu tidak
peduli dengan kebersihan dirinya.
2. Praktik sosial, yaitu pada anak-anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka
kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal hygiene.
3. Status sosial ekonomi, yaitu personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti
sabun, pasta gigi, sikat gigi, sampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang
untuk menyediakannya.
4. Pengetahuan, yaitu pengetahuan mengenai personal hygiene sangat penting
karena pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan.
5. Budaya, yaitu pada sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh
mandi.
6. Kebiasaan seseorang, yaitu ada kebiasaan orang yang menggunakan produk
tertentu dalam perawatan diri seperti penggunaan sabun, sampo dan lain-lain.
7. Kondisi fisik atau psikis, yaitu pada keadaan tertentu atau sakit kemampuan untuk
merawat diri berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya.
Universitas Sumatera Utara
12
2.1.1.2. Jenis-jenis Personal Hygiene
Pemeliharaan personal hygiene (kebersihan perorangan) diperlukan untuk
keamanan dan kenyamanan. Personal hygiene meliputi :
1. Kebersihan Kulit
Kulit merupakan salah satu aspek vital yang perlu diperhatikan dalam higiene
perorangan. Kulit merupakan pembungkus yang elastik, yang melindungi tubuh
dari pengaruh lingkungan, dan bersambungan dengan selaput lendir yang melapisi
rongga-rongga dan lubang-lubang masuk kulit. Begitu vitalnya kulit, maka setiap
ada gangguan dalam kulit, dapat menimbulkan berbagai masalah yang serius
dalam kesehatan. Sebagai organ yang berfungsi sebagai proteksi, kulit memegang
peranan penting dalam meminimalkan setiap gangguan dan ancaman yang akan
masuk melewati kulit. Kulit sebagai organ terberat dalam tubuh memiliki peranan
yang sangat sentral dalam menjaga keutuhan badan (Wartonah,2003).
Kulit memiliki fungsi yang beragam yang membantu dan menjalankan sistem
kerja tubuh. Kulit merupakan lapisan terluar dari tubuh dan bertugas melindungi
jaringan tubuh di bawahnya dan organ-organ yang lainnya terhadap luka, dan
masuknya berbagai macam mikroorganisme ke dalam tubuh. Untuk itu diperlukan
perawatan terhadap kesehatan dan kebersihan kulit. Menjaga kebersihan kulit dan
perawatan kulit ini bertujuan untuk menjaga kulit tetap terawat dan terjaga
sehingga bisa meminimalkan setiap ancaman dan gangguan yang akan masuk
melewati kulit. Perawat sebagai tenaga kesehatan penting untuk
menginformasikan kepada klien di pelayanan kesehatan untuk pentingnya
Universitas Sumatera Utara
13
menjaga kebersihan dan perawatan kulit. Setiap kondisi yang mengenai pada kulit
(misalnya : kelembaban, kerusakan lapisan epidermis, penekanan yang terlalu
lama pada kulit, dan sebagainya) sudah cukup untuk mengganggu fungsional kulit
sebagai organ proteksi. Peranan kulit dalam menjaga keutuhan tubuh tidak
selamanya mudah. Sebagai organ proteksi peranan kulit tidak luput dari berbagai
masalah-masalah yang bisa membahayakan kulit itu sendiri (Laily, 2012).
Untuk selalu memelihara kebersihan kulit kebiasaan-kebiasaan yang sehat
harus selalu memperhatikan seperti:
a. Menggunakan barang-barang keperluan sehari-hari milik sendiri
b. Mandi minimal 2x sehari
c. Mandi memakai sabun
d. Menjaga kebersihan pakaian
e. Menjaga kebersihan lingkungan
2. Kebersihan Rambut
Menurut Perry (2005) rambut yang terpelihara dengan baik akan membuat
bersih dan indah sehingga akan menimbulkan kesan bersih dan tidak berbau.
Dengan selalu memelihara kebersihan rambut dan kulit kepala, maka perlu
memperhatikan kebersihan rambut dengan mencuci rambut sekurang-kurangnya 2
kali seminggu, mencuci rambut memakai sampo/bahan pencuci rambut lainnya,
dan sebaiknya menggunakan alat–alat pemeliharaan rambut sendiri.
Universitas Sumatera Utara
14
3. Kebersihan Tangan, Kaki, dan Kuku
Menurut Laily (2012) kaki, tangan dan kuku membutuhkan perhatian
khusus dalam praktik hygiene seseorang, karena semuanya rentan terhadap
berbagai macam infeksi. Cidera di kulit (misalnya kaki) dapat menimbulkan
sensasi nyeri serta sangat mengganggu kemampuan untuk bergerak, berjalan dan
menyangga beban tubuh, sedangkan tangan lebih bersifat manipulatif daripada
suportif. Munurut Perry (2005) seperti halnya kulit, tangan, kaki dan kuku harus
dipelihara dengan baik dan ini tidak terlepas dari kebersihan lingkungan sekitar
dan kebiasaan sehari-hari.
Untuk menghindari hal tersebut maka perlu diperhatikan sebagai berikut:
a. Membersihkan tangan sebelum makan
b. Memotong kuku secara teratur
c. Mencuci kaki sebelum tidur
4. Kebersihan Pakaian
Menurut Irianto (2007) pakaian yang kotor akan menghalangi seseorang
untuk sehat dan segar walaupun seluruh tubuh sudah bersih. Pakaian banyak
menyerap keringat, lemak dan kotoran yang dikeluarkan oleh badan. Dalam
sehari saja, pakaian berkeringat dan berlemak ini akan berbau dan mengganggu.
Untuk itu perlu mengganti pakaian setiap hari. Saat tidur hendaknya memakai
pakaian yang khusus untuk tidur dan tidak memakai pakaian yang sudah kotor.
Universitas Sumatera Utara
15
5. Kebersihan Handuk
Menurut Soejadi (2005) handuk merupakan kain yang digunakan untuk
mengeringkan tubuh setelah mandi. Handuk yang bersih harus dicuci dengan
deterjen, dikeringkan, disetrika dan disimpan ditempat yang bersih. Apabila
digunakan, setiap hari harus dijemur dibawah sinar matahari. Penggantian harus
dilakukan sekali seminggu dan tidak boleh dipakai oleh orang lain atau digunakan
bergantian.
6. Kebersihan Tempat Tidur
Tempat tidur merupakan tempat yang digunakan sebagai tempat tidur atau
beristirahat. Menjaga kebersihan tempat tidur selain memberi kenyamanan juga
menghindarkan dari adanya tungau Sarcoptes scabei yang dapat hidup pada kasur
dan bantal yang tidak dijemur. Tempat tidur sebaiknya dijaga dalam keadaan
bersih juga kebersihan kamar tidur lebih diperhatikan dan dibersihkan setiap hari
agar kuman tidak dapat berkembang biak. Kasur sebaiknya dijemur secara teratur
seminggu sekali. Mengganti sprei, sarung bantal dan selimut dicuci setiap
seminggu sekali (Laily, 2012).
2.1.2. Penyediaan Air Bersih
Air merupakan kebutuhan utama bagi proses kehidupan di bumi, sehingga
tidak ada kehidupan seandainya di bumi tidak ada air. Namun demikian, air dapat
menjadi malapetaka bilamana tidak tersedia dalam kondisi yang benar, baik kualitas
maupun kuantitasnya. Air yang relatif bersih sangat didambakan oleh manusia, baik
untuk keperluan hidup sehari-hari, untuk keperluan industri, untuk kebersihan sanitasi
Universitas Sumatera Utara
16
kota, maupun untuk keperluan pertanian dan lain sebagainya. Dewasa ini, air menjadi
masalah yang perlu mendapat perhatian yang serius. Untuk mendapat air yang baik
sesuai dengan standar tertentu, saat ini menjadi barang yang mahal, karena air sudah
banyak tercemar oleh bermacam-macam limbah dari berbagai hasil kegiatan manusia.
Sehingga secara kualitas, sumberdaya air telah mengalami penurunan. Demikian pula
secara kuantitas, yang sudah tidak mampu memenuhi kebutuhan yang terus
meningkat (Warlina, 2004).
Air rumah tangga harus memenuhi persyaratan sebagai berikut
(Entjang, 2000):
1. Syarat fisik yaitu: jernih, tak berwarna, tak berasa dan tak berbau.
2. Syarat khemis (syarat kimiawi) yaitu tidak mengandung zat-zat yang berbahaya
untuk kesehatan seperti zat-zat racun, dan tidak mengandung mineral-mineral
serta zat-zat organik lebih tinggi dari jumlah yang telah ditentukan.
3. Syarat bakteriologis yaitu air tidak boleh mengandung suatu bibit penyakit.
Penyakit yang sering menular dengan perantaraan air adalah penyakit yang
tergolong kedalam golongan “water borne diseases”. Air rumah tangga dikatakan
memenuhi syarat bakteriologis bila: tidak mengandung suatu bibit penyakit, tidak
mengandung bakteri escherichia coli dan bakteri saprophyt tidak lebih dari
100/ml air.
Menurut Timmreck (2004) Ada dua cara umum penularan penyakit, yaitu :
1. Penularan langsung atau juga dikenal sebagai penularan dari orang ke orang,
adalah perpindahan patogen atau agen secara langsung dan segera dari
Universitas Sumatera Utara
17
pejamu/reservoir ke pejamu yang rentan. Penularan langsung dapat terjadi melalui
kontak fisik atau kontak langsung orang per orang, seperti bersentuhan dengan
tangan yang terkontaminasi, sentuhan kulit dengan kulit, berciuman, atau
hubungan seksual.
2. Penularan tidak langsung terjadi ketika patogen atau agen berpindah atau terbawa
melalui beberapa item, organisme, benda, atau proses perantara menuju pejamu
yang rentan sehingga menimbulkan penyakit. Penularan tidak langsung dilakukan
melalui beberapa cara penularan berikut:
a. Penularan airborne terjadi ketika droplet atau partikel debu membawa patogen
ke pejamu dan menginfeksinya.
b. Penularan waterborne terjadi ketika patogen terbawa dalam air minum, kolam
renang, sungai, atau danau yang digunakan untuk berenang.
c. Penularan vehicleborne berhubungan dengan fomite (barang/benda), misalnya
peralatan makan, pakaian, peralatan cuci, sisir, botol air minum, dan
sebagainya.
Secara tradisional empat penggolongan penyakit yang berkaitan dengan air
adalah (Achmadi, 2008):
1. Water borne diseases, adalah penyakit yang ditularkan langsung melalui air
minum, di mana air yang diminum mengandung kuman pathogen sehingga
menyebabkan yang bersangkutan menjadi sakit. Penyakit-penyakit yang
tergolong water borne diseases adalah: kolera, typhus, desentri, dll.
Universitas Sumatera Utara
18
2. Water washed diseases, merupakan penyakit yang berkaitan dengan kekurangan
air higiene perorangan. Penyakit yang tergolong di sini adalah: skabies, infeksi
kulit, dan selaput lendir, trakhoma, lepra, dll.
3. Water Related Vectors, adalah penyakit yang ditularkan oleh vektor penyakit
yang sebagian atau seluruhnya perindukannya berada di air. Penyakit yang
tergolong di sini adalah malaria, demam berdarah dengue, filariasis dan
sebagainya.
Peran air sebagai pembawa penyakit menular bermacam-macam antara lain:
1) air sebagai media untuk hidup mikroba pathogen, 2) air sebagai sarang insekta
penyebar penyakit, 3) jumlah air yang tersedia tak cukup, sehingga manusia
bersangkutan tak dapat membersihkan diri dan 4) air sebagai media untuk hidup
vector penyakit. Ada beberapa penyakit yang masuk dalam katagori water-borne
diseases, atau penyakit-penyakit yang dibawa oleh air, yang masih banyak terdapat di
daerah-daerah. Penyakit-penyakit ini dapat menyebar bila mikroba penyebabnya
dapat masuk ke dalam sumber air yang dipakai masyarakat untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari. Sedangkan jenis mikroba yang dapat menyebar lewat air
antara lain, bakteri, protozoa dan metazoa (Warlina, 2004).
Kualitas fisik air dapat dilihat dari indikator bau, rasa, kekeruhan, suhu, warna
dan jumlah zat padat terlarut. Jumlah zat padat terlarut biasanya terdiri atas zat
organik, garam an-organik, dan gas terlarut. Bila jumlah zat padat terlarut bertambah,
maka kesadahan air akan naik, dan akhirnya berdampak terhadap kesehatan.
Kekeruhan air disebabkan oleh zat padat yang tersuspensi, baik yang bersifat organik,
Universitas Sumatera Utara
19
maupun an-organik. Zat an-organik biasanya berasal dari lapukan tanaman atau
hewan, dan buangan industri juga berdampak terhadap kekeruhan air, sedangkan zat
organik dapat menjadi makanan bakteri, sehingga mendukung pembiakannya, dan
dapat tersuspensi dan menambah kekeruhan air. Air yang keruh sulit didisinfeksi,
karena mikroba terlindung oleh zat tersuspensi tersebut, sehingga berdampak
terhadap kesehatan, bila mikroba terlindung menjadi patogen Warna dapat
disebabkan adanya tanin dan asam humat atau zat organik, sehingga bila terbentuk
bersama klor dapat membentuk senyawa kloroform yang beracun, sehingga
berdampak terhadap kesehatan pengguna air (Soemirat, 2001).
Kualitas kimia air dapat bersifat kimia organik dan an-organik. Kedua jenis
kimia ini dapat berdampak terhadap kesehatan pengguna air. Salah satu kimia organik
yang lazim terdapat dalam air dan berhubungan dengan terjadinya penyakit pada
pengguna air adalah kromium. Dalam bidang industri kimia Cr digunakan sebagai
bahan dasar pembuatan pigmen cat/warna karena Cr mengandung komponen merah,
kuning, orange dan hijau. Kontak dengan kulit melalui debu, kotoran, dan air yang
mengandung Cr. Kulit yang alergi terhadap Cr akan cepat bereaksi dengan adanya
paparan Cr meskipun dalam dosis rendah. Cr bisa menyebabkan kulit gatal dan luka
yang tidak lekas sembuh. Senyawa Cr bisa menyebabkan iritasi mata, luka pada mata,
iritasi kulit dan membran mukosa (Widowati, 2008). pH adalah merupakan istilah
yang digunakan untuk menyatakan intensitas keadaan asam atau basa sesuatu larutan
(Sutrisno, 2004). Skala pH diukur dengan pH meter atau lakmus. Air murni
mempunyai pH 7. Apabila pH air dibawah 7 berarti air bersifat asam, sedangkan bila
Universitas Sumatera Utara
20
diatas 7 bersifat basa (rasanya pahit. pH terlalu tinggi > 12 atau terlalu rendah < 3
dapat menimbulkan gejala iritasi segera setelah terpapar, sedangkan pH yang sedikit
lebih tinggi > 7 atau sedikit lebih rendah < 7 memerlukan paparan ulang untuk
mampu timbulkan gejala (Kusnaedi, 2004).
2.2. Rumah Sehat
2.2.1. Definisi Rumah Sehat
Menurut Wicaksono (2009) rumah adalah sebuah tempat tujuan akhir dari
manusia. Rumah menjadi tempat berlindung dari cuaca dan kondisi lingkungan
sekitar, menyatukan sebuah keluarga, meningkatkan tumbuh kembang kehidupan
setiap manusia, dan menjadi bagian dari gaya hidup manusia. Lingkungan rumah juga
seharusnya terhindar dari faktor-faktor yang merugikan kesehatan (Hindarto,2007).
Rumah adalah struktur fisik atau bangunan sebagai tempat berlindung, dimana
lingkungan dari struktur tersebut berguna untuk kesehatan jasmani dan rohani serta
keadaan sosialnya baik untuk kesehatan keluarga dan individu (WHO dalam Keman,
2005). Rumah sehat merupakan bangunan tempat tinggal yang memenuhi syarat
kesehatan yaitu rumah yang memiliki jamban yang sehat, sarana air bersih, tempat
pembuangan sampah, sarana pembuangan air limbah, ventilasi yang baik, kepadatan
hunian rumah yang sesuai dan lantai rumah yang tidak terbuat dari tanah (Depkes RI,
2003).
Universitas Sumatera Utara
21
Dapat dikatakan bahwa rumah sehat adalah bangunan tempat berlindung dan
beristirahat yang menumbuhkan kehidupan sehat secara fisik, mental dan sosial,
sehingga seluruh anggota keluarga dapat memperoleh derajat kesehatan yang optimal.
2.2.2. Parameter dan Indikator Penilaian Rumah Sehat
Parameter yang dipergunakan untuk menentukan rumah sehat adalah
sebagaimana yang tercantum dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
829/Menkes/SK/VII/1999 tentang Persyaratan kesehatan perumahan. meliputi 3
lingkup kelompok komponen penilaian, yaitu :
1. Kelompok komponen rumah, meliputi langit-langit, dinding, lantai, ventilasi,
sarana pembuangan asap dapur dan pencahayaan.
2. Kelompok sarana sanitasi, meliputi sarana air bersih, pembuangan kotoran,
pembuangan air limbah, sarana tempat pembuangan sampah.
3. Kelompok perilaku penghuni, meliputi membuka jendela ruangan dirumah,
membersihkan rumah dan halaman, membuang tinja ke jamban, membuang
sampah pada tempat sampah
2.2.3. Kondisi Fisik Rumah
Kondis fisik rumah yang harus dimiliki tiap rumah adalah memiliki syarat-
syarat sebagai berikut :
1. Langit-langit
Adapun persayaratan untuk langit-langit yang baik adalah dapat menahan debu
dan kotoran lain yang jatuh dari atap, harus menutup rata kerangka atap serta
mudah dibersihkan.
Universitas Sumatera Utara
22
2. Dinding
Dinding harus tegak lurus agar dapat memikul berat dinding sendiri, beban
tekanan angin dan bila sebagai dinding pemikul harus dapat memikul beban
diatasnya, dinding harus terpisah dari pondasi oleh lapisan kedap air agar air
tanah tidak meresap naik sehingga dinding terhindar dari basah, lembab dan
tampak bersih tidak berlumut.
3. Lantai
Secara hipotesis jenis tanah memiliki peran terhadap proses kejadian kusta,
melalui kelembaban dalam ruangan. Lantai tanah cenderung menimbulkan
kelembaban, dengan demikian viabilitas kuman leprae di lingkungan juga sangat
dipengaruhi. Lantai merupakan dinding penutup ruangan bagian bawah, kontruksi
lantai rumah harus rapat air dan selalu kering agar mudah dibersihkan dari
kotoran dan debu. Selain itu dapat menyebabkan meningkatnya kelembaban
dalam ruangan. Untuk mencegah masuknya air ke dalam rumah, maka lantai
rumah sebaiknya dinaikan 20 cm dari permukaan tanah. Keadaan lantai rumah
perlu dibuat dari bahan yang kedap terhadap air sehingga lantai tidak menjadi
lembab dan selalu basah seperti tegel, semen, keramik (Pertiwi, 2004)
4. Pembagian ruangan / tata ruang
Setiap rumah harus mempunyai bagian ruangan yang sesuai dengan fungsinya.
Adapun syarat pembagian ruangan yang baik adalah :
Universitas Sumatera Utara
23
a. Ruang untuk istirahat/tidur
Adanya pemisah yang baik antara ruangan kamar tidur orang tua dengan
kamar tidur anak, terutama anak usia dewasa. Tersedianya jumlah kamar yang
cukup dengan luas ruangan sekurangnya 8 m2
b. Ruang dapur
dan dianjurkan tidak untuk
lebih dari 2 orang agar dapat memenuhi kebutuhan penghuninya untuk
melakukan kegiatan.
Dapur harus mempunyai ruangan tersendiri, karena asap dari hasil
pembakaran dapat membawa dampak negatif terhadap kesehatan. Ruang
dapur harus memiliki ventilasi yang baik agar udara/asap dari dapur dapat
teralirkan keluar.
c. Kamar mandi dan jamban keluarga
Setiap kamar mandi dan jamban paling sedikit memiliki satu lubang ventilasi
untuk berhubungan dengan udara luar.
5. Ventilasi
Ventilasi ialah proses penyediaan udara segar ke dalam suatu ruangan dan
pengeluaran udara kotor suatu ruangan baik alamiah maupun secara buatan.
Ventilasi harus lancar diperlukan untuk menghindari pengaruh buruk yang dapat
merugikan kesehatan. Menurut Chandra (2006) Ventilasi adalah sarana untuk
memelihara kondisi atmosfer yang menyenagkan dan menyehatkan bagi manusia.
Suatu ruangan yang terlalu padat penghuninya dapat memberikan dampak buruk
Universitas Sumatera Utara
24
tehadap kesehatan pada penghuni tersebut, untuk itu pengaturan sirkulasi udara
sangat diperlukan.
Ventilasi yang baik dalam ruangan harus mempunyai syarat-syarat,
diantaranya:
a. Luas lubang ventilasi tetap, minimum 5% dari luas lantai ruangan. Sedangkan
luas lubang ventilasi insidentil (dapat dibuka dan ditutup) minimum 5%.
Jumlah keduanya menjadi 10% kali luas lantai ruangan.
b. Udara yang masuk harus udara bersih, tidak dicemari oleh asap kendaraan,
dari pabrik, sampah, debu dan lainnya.
c. Aliran udara diusahakan Cross Ventilation dengan menempatkan dua lubang
jendela berhadapan antara dua dinding ruangan sehingga proses aliran udara
lebih lancar.
6. Pencahayaan
Salah satu syarat rumah sehat adalah tersedianya cahaya yang cukup, karena suatu
rumah yang tidak mempunyai cahaya selain dapat menimbulkan perasaan kurang
nyaman, juga dapat menimbulkan penyakit (Prabu, 2009). Cahaya yang cukup
kuat untuk penerangan di dalam rumah merupakan kebutuhan manusia.
Penerangan ini dapat diperoleh dengan pengaturan cahaya alami dan cahaya
buatan. Yang perlu diperhatikan, pencahayaan jangan sampai menimbulkan
kesilauan.
Universitas Sumatera Utara
25
a. Pencahayaan alamiah
Penerangan alami diperoleh dengan masuknya sinar matahari ke dalam
ruangan melalui jendela, celah maupun bagian lain dari rumah yang terbuka,
selain untuk penerangan, sinar ini juga mengurangi kelembaban ruangan,
mengusir nyamuk atau serangga lainnya dan membunuh kuman penyebab
penyakit tertentu. Suatu cara sederhana menilai baik tidaknya penerangan
alam yang terdapat dalam sebuah rumah adalah: baik, bila jelas membaca
dengan huruf kecil, cukup; bila samar-samar bila membaca huruf kecil,
kurang; bila hanya huruf besar yang terbaca, buruk; bila sukar membaca huruf
besar. Menurut pemerintah indonesia melalui Departemen Pekerjaan Umum
(DPU) telah menetapkan bahwa untuk kesehatan ruangan, sinar matahari pagi
harus masuk ke dalam ruangan minimal 1 jam sehari dan jika buatan minimal
8 jam (Pertiwi, 2004)
b. Pencahayaan buatan
Penerangan dengan menggunakan sumber cahaya buatan, seperti lampu
minyak tanah, listrik dan sebagainya. Cahaya buatan harus mampu menerangi
seluruh ruangan minimsl intensitasnya 60 lux dan tidak terlalu menyilaukan
(Prabu,2009).
7. Luas Bangunan Rumah
Luas bangunan rumah sehat harus cukup untuk penghuni di dalamnya, artinya
luas bangunan harus disesuaikan dengan jumlah penghuninya. Luas bangunan
yang tidak sebanding dengan jumlah penghuninya akan menyebabkan kepadatan
Universitas Sumatera Utara
26
penghuni (overcrowded). Kepadatan hunian sangat berpengaruh terhadap jumlah
bakteri penyebab penyakit menular. Selain itu kepadatan hunian dapat
mempengaruhi kualitas udara didalam rumah. Dimana semakin banyak jumlah
penghuni maka akan semakin cepat udara dalam rumah mengalami pencemaran
oleh karena CO2 dalam rumah akan cepat meningkat dan akan menurunkan kadar
O2 yang diudara (Sukini, 1989). Hal ini tidak sehat, disamping menyebabkan
kurangnya konsumsi oksigen, bila salah satu anggota keluarga terkena penyakit
infeksi akan mudah menular kepada anggota keluarga yang lain. Sesuai kriteria
Permenkes tentang rumah sehat, dikatakan memenuhi syarat jika ≥ 8 m2
8. Kelembaban Ruangan
/ orang.
Kelembaban rumah yang tinggi dapat mempengaruhi penurunanan daya
tahan tubuh seseorang dan meningkatkan kerentanan tubuh terhadap penyakit
terutama penyakit infeksi. Kelembaban juga dapat meningkatkan daya tahan
hidup bakteri. Menurut Kemenkes No. 829/Menkes/SK/VII/1999 kelembaban
dianggap baik jika memenuhi 40-70% dan buruk jika kurang dari 40% atau
lebih dari 70%. Kelembaban berkaitan erat dengan ventilasi karena sirkulasi
udara yang tidak lancar akan mempengaruhi suhu udara dalam rumah menjadi
rendah sehingga kelembaban udaranya tinggi. Sebuah rumah yang memiliki
kelembaban udara tinggi memungkinkan adanya tikus, kecoa dan jamur yang
semuanya memiliki peran besar dalam patogenesis penyakit pernafasan
(Krienger, 2002).
Universitas Sumatera Utara
27
2.3. Keluhan Kesehatan Akibat Penggunaan Air
2.3.1. Kulit Gatal-Gatal, Merah dan Panas
Proses toksikan diserap melalui kulit, zat kimia tersebut harus menembus sel-
sel epidermis, sel-sel kelenjar keringat, atau kelenjar-kelenjar, atau masuk melalui
follikel-follikel rambut. Meskipun jalan follikel bisa membolehkan masuknya
sejumlah kecil toksikan dengan segera, kebanyakan zat kimia menembus sel-sel
epidermis, yang menyusun daerah permukaan yang besar dari kulit. Kelenjar-kelenjar
keringat dan folikel-folikel rambut tersebar diseluruh kulit dalam jumlah yang
beragam tetapi secara perbandingan berupa jarang luas penampang lintang total
mereka adalah mungkin diantara 0,1 dan 1,0 % dari luas kulit (Mansur, 2002). Kulit
gatal, panas dan merah merupakan gejala dermatitis dan merupakan respon kulit
terhadap agen-agen yang beraneka ragam. Respons tersebut biasanya berhubungan
dengan alergi (Djuanda, 2007). Dermatitis kontak adalah dermatitis (peradangan
kulit) yang disertai dengan adanya edema interseluler pada epiderrmis karena kulit
berinteraksi dengan bahan-bahan kimia yang berkontak atau terpajan kulit. Bahan-
bahan tersebut dapat bersifat toksik ataupun alergik (Harahap, 2000).
2.3.2. Mata Merah, Gatal dan Panas
Penyakit mata akan memberikan keluhan berupa mata merah, mata terasa
gatal, mata kotor atau belek, mata terasa sakit dan banyak air mata. Bila terdapat
salah satu gejala tersebut maka diperlukan pemeriksaan mata dan perawatan khusus.
Mata terlihat merah akibat melebarnya pembuluh darah konjungtiva yang terjadi pada
Universitas Sumatera Utara
28
peradangan mata akut misalnya konjungtivitis. Bila terjadi pelebaran pembuluh darah
arteri konjungtiva posterior dan arteri siliar anterior maka akan terjadi mata merah.
Melebarnya pembuluh darah konungtiva atau injeksi konjungtival dapat terjadi akibat
pengaruh mekanis, alergi, mata kering (dry eyes), kurang tidur, iritasi akbat klorida,
asap dan benda asing, ataupun injeksi pada jaringan konjungtiva. Gejala umum pada
konjungtivitis adalah mata merah, sekret atau mata kotor, dan pedas seperti kelilipan.
Konjungtivitis akan mengenai kedua mata akibat mengenai mata yang sebelahnya.
Bila hanya terdapat pada satu mata maka ini biasanya hanya disebabkan alergi atau
moloskum kontagiosum. Konjungtivitis alergi merupakan bentuk radang konjungtiva
akibat reaksi alergi terhadap non infeksi, dapat berupa reaksi cepat seperti alergi biasa
dan reaksi lambat sesudah beberapa hari kontak seperti reaksi terhadap obat, reaksi,
dan toksik. Reaksi alergik dari hipersensitif pada konjungtiva akan memberikan
keluhan berupa mata gatal, panas, berair dan matamerah. Umumnya konjungtivitis
alergi disebabkan oleh bahan kimia. Pengobatan diutamakan dengan cara
menghindarkan penyebab dengan pencetus penyakit dan memberikan astringen
kemudian disusul dengan kompres dingin untuk menghilangkan edemanya (Ilyas,
2008).
2.4. Kualitas Air dengan Gangguan Kesehatan Masyarakat
Air yang tercemar oleh organisme patogen seperti bakteri atau virus dapat
secara langsung mempengaruhi kesehatan tubuh manusia. Tipe pencemaran yang
Universitas Sumatera Utara
29
disebabkan zat racun yang dapat mempengaruhi kesehatan manusia dapat diamati
melalui (Sunu, 2001) :
1. Pengaruh zat racun pada benda hidup, seharusnya diuji dari dua aspek:
a. Kemungkinan hidup organisme tertentu dalam air yang mengandung zat racun
tertentu dan batas konsentrasinya
b. Proses konsentrasi zat racun oleh berbagai organisme bagian dari ekosistem
umum melalui rantai makanan.
2. Pengaruh zat racun pada kesehatan manusia
a. Pengaruh keracunan akibat meminum air yang tercemar secara langsung
b. Pengaruh keracunan akibat makan ikan atau produksi laut yang lain dimana
zat racun sudah diakumulasi.
c. Pengaruh akibat makan produksi pertanian yang zat racunnya telah
diakumulasi dengan cara air irigasi atau tanah tercemar.
Kualitas air baik fisik, kimia dan biologis berdampak terhadap kesehatan
masyarakat. Penggunaan air yang tidak memenuhi syarat kesehatan berimplikasi
terhadap keluhan penyakit bagi penggunanya. Berikut ini dapat dijelaskan beberapa
dampak kualitas air terhadap keluhan kesehatan, yaitu sebagai berikut:
1. Kualitas Fisik Air dengan Gangguan Kesehatan Masyarakat
Kualitas fisik air dapat dilihat dari indikator bau, rasa, kekeruhan, suhu,
warna dan jumlah zat padat terlarut. Jumlah zat padat terlarut biasanya terdiri atas
zat organik, garam an-organik, dan gas terlarut. Bila jumlah zat padat terlarut
bertambah, maka kesadahan air akan naik, dan akhirnya berdampak terhadap
Universitas Sumatera Utara
30
kesehatan. Kekeruhan air disebabkan oleh zat padat yang tersuspensi, baik yang
bersifat organik, maupun an-organik. Zat an-organik biasanya berasal dari
lapukan tanaman atau hewan, dan buangan industri juga berdampak terhadap
kekeruhan air, sedangkan zat organik dapat menjadi makanan bakteri, sehingga
mendukung pembiakannya, dan dapat tersuspensi dan menambah kekeruhan air.
Air yang keruh sulit didisinfeksi, karena mikroba terlindung oleh zat tersuspensi
tersebut, sehingga berdampak terhadap kesehatan, bila mikroba terlindung
menjadi patogen (Soemirat, 2001). Berdasarkan aspek suhu air, diketahui bahwa
suhu air yang tidak sejuk atau berlebihan dari suhu air yang normal akan
mempermudah reaksi zat kimia, sehingga secara tidak langsung berimplikasi
terhadap keadaan kesehatan pengguna air (Slamet, 2001). Warna dapat
disebabkan adanya tanin dan asam humat atau zat organik, sehingga bila
terbentuk bersama klor dapat membentuk senyawa kloroform yang beracun,
sehingga berdampak terhadap kesehatan pengguna air (Slamet, 2001).
2. Kualitas Kimia Air dengan Gangguan Kesehatan Masyarakat
Kualitas kimia air dapat bersifat kimia organik dan an-organik. Kedua
jenis kimia ini dapat berdampak terhadap kesehatan pengguna air. Berikut ini
beberapa jenis kimia organik yang lazim terdapat dalam air dan berhubungan
dengan terjadinya penyakit pada pengguna air, yaitu:
a. Hg (Air Raksa)
Air raksa atau mercury adalah unsur logam yang termasuk logam berat yang
bersifat racun terhadap tubuh manusia. Biasanya secara alami ada dalam air
Universitas Sumatera Utara
31
dengan konsentrasi yang sangat kecil. Pencemaran air atau sumber air oleh
merkuri umumnya akibat limbah yang berasal dari industri (Soemirat, 2001).
Adsorpsi metil merkuri ditubuh mencapai 95%, kontaminasi Hg pada manusia
bisa terjadi melalui makanan, minuman, dan pernafasan, serta kontak kulit.
Paparan jalur kulit biasanya berupa senyawa HgCl2 atau K2HgI4. Toksisitas
HgCl2
b. Aluminium (Al)
atau garam merkuri yang larut bisa menyebabkan kerusakan membran
alat pencernaan, eksantema pada kulit, dekomposisi eritrosit dan menurunkan
tekanan darah. (Widowati, 2008)
Aluminium (Al) adalah metal yang dapat dibentuk, dan karenanya banyak
digunakan, sehingga terdapat banyak di lingkungan. Sumber alamiah Al
adalah bauxit dan cryolit. Industri pengguna Al antara lain industri kilang
minyak, peleburan metal, serta lain-lain. Al juga dapat meyebabkan iritasi
kulit, selaput lendir, dan saluran pernapasan (Soemirat, 2001)
c. Arsen (As)
Arsen (As) adalah logam yang mudah patah, berwarna keperakan dan sangat
toxik. As elemental didapat di alam dalam jumlah tinggi sangat terbatas;
terdapat bersama-sama Cu, sehingga didapatkan produk sampingan pabrik
peleburan Cu. Secara kronis keracunan arsen dapat menimbulkan anorexia,
kolk, mual, diare atau konstipasi, pendarahan pada ginjal, dan kanker kulit.
Arsen (As) dapat menimbulkan iritasi, alergi, dan cacat bawaan. Dimasa
lampau, Arsen (As) dalam dosis kecil digunakan sebagai campuran tonikum,
Universitas Sumatera Utara
32
tetapi kemudian ternyata bahwa Arsen (As) ini dapat menimbulkan kanker
kulit pada peminumnya (Soemirat, 2001).
Paparan As an-organik melalui kulit dapat menyebabkan kulit membengkak
dan kemerahan. Senyawa arsenik yang mengenai kulit akan diekskresikan
melalui deskuamasi kulit dan melalui keringat. As dikulit akan mengakibatkan
terjadinya Mee’s line (perubahan pita putih melintang pada kuku jari) yang
akan muncul setelah kurang lebih 6 minggu terpapar As (Widowati, 2008).
d. Berilium (Be)
Berilium (Be) adalah logam berwarna abu-abu, berbentuk padat pada suhu
kamar, kuat, ringan dan mudah pecah. Be. Banyak digunakan dari berbagai
jenis industri karena memiliki sifat titik lebur tinggi, sangat kuat, dan bisa
menjadi konduktor listrik yang baik. Berbagai jenis industri menggunakan Be,
diantaranya sebagai pelapis panas (thermal cating), brake system, tabung x-
ray, dental plate, stamping and cutting (alat stempel dan pemotong), dan
handling/assembly, industri peralatan olahraga, industri keramik (Widowati,
2008).
Pencemaran Be berasal dari industri logam non ferrous, industri logam
aluminium, pemrosesan Be, penyulingan petroleum, dan akhirnya mencemari
tanah, air dan udara. Absorpsi Be lewat kulit dipengaruhi oleh bentuk dan
senyawa Be (Widowati, 2008). Paparan Be larut air melalui kulit akan
mengakibatkan reaksi alergi pada kulit atau lesi papulovesikuler pada kulit.
Membran kelopak mata bisa mengalami peradangan bila kulit wajah
Universitas Sumatera Utara
33
mengalami dermatitis karena paparan Be. Jika mata terpercik larutan Be, mata
bisa terbakar atau menunjukkan tanda kemerahan di sekitar mata. Be dapat
menyebabkan iritasi, edema, dan peradangan pada jaringan tempat kontak Be
(Widowati, 2008).
e. Kesadahan
Kandungan ion Mg dan Ca dalam air akan menyebabkan air bersifat sadah.
Kesadahan air yang tinggi dapat merugikan karena dapat merusak peralatan
yang terbuat dari besi melalui proses pengkaratan (korosi), juga dapat
menimbulkan endapan atau kerak pada peralatan. Kesadahan yang tinggi di
sebabkan sebagian besar oleh calcium, magnesium, strontium, dan ferrum.
Masalah yang timbul adalah sulitnya sabun membusa, sehingga masyarakat
tidak suka memanfaatkan penyediaan air bersih tersebut.
f. Klorida
Klorida adalah senyawa hologen Klor (Cl). Toksisitasnya tergantung pada
gugus senyawanya. Misalnya NaCL sangat tidak beracun, tetapi karboksil
klorida sangat beracun. Di Indonesia, Klor digunakan sebagai desinfektan
dalam penyediaan air minum. Dalam jumlah banyak, klorida akan
menimbulkan rasa asin, korosif pada pipa sistem penyediaan air panas.
Clorida sebagai desinfektan, sisa klor didalam penyediaan air sengaja
dipertahankan dengan konsentrasi sekitar 0,1 mg/l untuk mencegah terjadinya
rekontaminasi oleh mikroorganisme patogen, tetapi klor ini dapat terikat
senyawa organik berbentuk hologenhidrokarbon (Cl-HC) banyak diantaranya
Universitas Sumatera Utara
34
dikenal sebagai senyawa karsinogenik. Oleh karena itu, di berbagai negara
maju sekarang ini, klorinisasi sebagai proses desinfektan tidak lagi digunakan.
Cl dapat mengakibatkan reaksi terhadap mata menjadi merah bila terjadi
kontak dengan air yang mengadung Cl.
g. Mangan (Mn)
Mangan (Mn) adalah metal abu-abu-kemerahan. Keracunan seringkali bersifat
kronis sebagai akibat inhalasi debu dan uap logam. Didalam penyediaan air,
seperti halnya Fe (besi), Mn (mangan) juga menimbulkan masalah warna,
hanya warnanya ungu/hitam. Paparan Mn dalam kulit bisa mengakibatkan
tremor, kegagalan koordinasi, dan dapat mengakibatkan munculnya tumor.
h. Selenium (Se)
Selenium adalah logam berat yang berbau bawang putih. Selenium juga
didapat antara lain pada industri gelas, kimia, plastik, dan semikonduktor.
Selenium dalam air dengan konsentrasi yang agak tinggi biasanya terdapat di
daerah seleniferous. Absorpsi Se organik melebihi 50% karena lebih mudah di
absorpsi oleh alat pecernaan, sedangkan absorpsi lewat kulit sangat rendah
dan terbatas. Parparan lewat kulit bisa menyebabkan kulit terbakar, bercak
merah, serta pembengkakan. (Widowati, 2008)
i. Nikel (Ni)
Nikel adalah logam berwarna putih perak. Ni merupakan logam yang resisten
terhadap korosi dan oksidasi pada temperatur tnggi sehingga bisa
dipergunakan untuk memproduksi stainless steel. Berbagai macam industri
Universitas Sumatera Utara
35
menggunakan bahan baku Ni atau garam nikel antara lain industri kimia,
industri elektronik, serta industri logam. Paparan Ni lewat kulit secara kronis
bisa menimbulkan gejala antara lain dermatitis nikel berupa eksema (kulit
kemerahan, gatal) pada jari-jari tangan, pergelangan tangan, lengan dan alergi
kulit. Sebesar 4-9% orang yang terpapar Ni akan menunjukkan dermatitis
alergi (Widowati, 2008).
j. Cobalt (Co)
Cobalt adalah logam yang berwarna abu-abu perak dan terdapat dialam
melalui sumber alam dan aktivitas manusia. Logam ini juga dipergunakan
pada industri plastik serta iradiasi pada industri pangan untuk membunuh
mikroorganisme dan mengawetkan pangan sebagai desinfektan berbagai
macam buah dan biji-bijian, untuk menunda pemasakan buah,
mempertahankan kesegaran produk pertanian, serta menunda pertunasan pada
kentang dan bawang. Paparan Co bisa tejadi melalui inhalasi, kontak kulit,
mata ataupun per oral. Paparan lewat kulit berupa kulit kering, bengkak dan
dermatitis. Paparan lewat mata bisa menyebaban mata kemerahan. Kontak
dengan Co bisa menimbulkan alergi pada penderita gagal rotesis sehingga
mengakibatkan dislokasi, lepas dan tulang fraktur. Hal tersebut terjadi karena
iritasi dan dermatitis yang meluas (Widowati, 2008).
k. Kromium (Cr)
Dalam bidang industri kimia Cr digunakan sebagai bahan dasar pembuatan
pigmen cat/warna karena Cr mengandung komponen merah, kuning, orange
Universitas Sumatera Utara
36
dan hijau. Kontak dengan kulit melalui debu, kotoran, dan air yang
mengandung Cr. Kulit yang alergi terhadap Cr akan cepat bereaksi dengan
adanya paparan Cr meskipun dalam dosis rendah. Cr bisa menyebabkan kulit
gatal dan luka yang tidak lekas sembuh. Senyawa Cr bisa menyebabkan iritasi
mata, luka pada mata, iritasi kulit dan membran mukosa (Widowati, 2008).
3. Hubungan Kualitas Biologis Air dengan Gangguan Kesehatan Masyarakat
Berdasarkan aspek parameter biologis, diketahui parameter yang
mempunyai dampak langsung terhadap kesehatan adalah adanya kandungan
bakteri dan mikroba. Kelompok protozoa dalam air seperti cacing dan tungau
merupakan jenis kuman parasitik yang berdampak terhadap kesehatan seperti
kecacingan, skabies, sedangkan air yang terkontaminasi dengan bakteri dan virus
juga dapat menyebabkan masalah kesehatan bagi penggunanya. Bakteri penyebab
bawaan air terbanyak adalah salmonella thypi/parathypi, Shigella, dan vebrio
cholera, sedangkan penyakit bersumber virus seperti Rotavirus, virus Hepatitis A,
poliomyelitis, dan virus trachoma. Eschericia coli adalah salah satu bakteri
patogen yang tergolong Coliform dan hidup secara normal di dalam kotoran
manusia maupun hewan sehingga eschericia coli digunakan sebagai bakteri
indikator pencemaran air yang berasal dari kotoran hewan berdarah panas
(Fardiaz, 1992).
Menurut Achmadi (2008) perilaku pemajanan (behavioural exposure) adalah
hubungan interaktif antara komponen lingkungan dengan penduduknya berikut
perilakunya. Perilaku pemajanan adalah jumlah kontak antara manusia dengan
Universitas Sumatera Utara
37
komponen lingkungan yang mengandung potensi bahaya penyakit (agent penyakit).
Berdasarkan pendapat Achmadi tersebut, penggunaan air sungai yang tercemar bahan
kimia berpotensi menyebabkan keluhan kesehatan. Semakin sering frekuensi kontak
serta semakin lama durasi (waktu) setiap kali kontak dengan potensi bahaya penyakit
(air sungai yang tercemar) menyebabkan peluang terjadinya gangguan kesehatan
semakin besar.
2.4.1. Lama Menggunakan Air Sungai
Budaya atau kebiasaan masyarakat mempengaruhi dosis pemajanan terhadap
potensi bahaya penyakit (Achmadi, 2009), misalnya perilaku penggunaan air sungai
untuk kebutuhan sehari-hari untuk mandi dan cuci. Semakin lama masyarakat
menggunakan air sungai maka semakin tinggi pula dosis pemajanan zat-zat kimia
yang mencemari air sungai terhadap kulit. Menurut Rahmayani (2014) dalam
penelitiannya menyatakan adanya faktor kebiasaan dalam mengunakan air sungai.
Sebagian penduduk menggunakan air sungai lebih nyaman karena dapat bertemu
dengan teman-teman sehinga bisa saling tukar pikiran dan ada yang melakukannya
secara turun menurun.
Berdasarkan penelitian Alprida (2012) masyarakat di desa Batunadua julu dan
jae yaitu rata-rata memanfaatkan air sungai Batang Ayumi adalah selama 20 tahun,
yaitu 26 orang (26,8%) sedangkan yang paling lama memanfaatkan air sungai Batang
Ayumi adalah selama 60 tahun yaitu 1 orang (0,1%) dan paling sebentar adalah 2
tahun, yaitu 1 orang (1,0%).
Universitas Sumatera Utara
38
2.4.2. Frekuensi Menggunakan Air Sungai
Menurut Achmadi (2009), sistem komunitas dengan kejadian penyakit
terdapat aspek yang disebut faktor risiko kependudukan terhadap penyakit yaitu ada
atribut manusia yang menentukan risiko penyakit. Atribut tersebut merupakan hal-hal
yang menyertai kehidupan seseorang atau kelompok.
Budaya atau kebiasaan masyarakat mempengaruhi dosis pemajanan terhadap
potensi bahaya penyakit (Achmadi, 2009), misalnya perilaku penggunaan air sungai
untuk kebutuhan sehari-hari untuk mandi dan cuci. Semakin sering masyarakat
menggunakan air sungai maka semakin tinggi pula dosis pemajanan zat-zat kimia
yang mencemari air sungai terhadap kulit. Proses hubungan interaktif antara
komunitas dengan kuman penyebab penyakit (mikroorganisme, misalnya virus atau
bakteri) menggambarkan bahwa sistem kekebalan tubuh manusia diantaranya adalah
kekebalan tubuh tidak spesifik, yakni ditujukan untuk menangkal masuknya segala
macam zat dari luar yang asing bagi tubuh dan dapat menimbulkan penyakit, seperti
zat-zat berbahaya bagi tubuh. Sistem kekebalan yang tidak spesifik berupa pertahanan
fisik, kimiawi, mekanik dan fagositosis. Pertahanan fisik berupa kulit dan selaput
lendir sedangkan kimiawi berupa enzim dan keasaman lambung. Pertahan mekanik
adalah gerakan usus, rambut getar dan selaput lendir. Pertahanan fagositosis adalah
penelanan kuman atau zat asing oleh sel darah putih dan zat komplemen yang
berfungsi pada berbagai proses pemusnahan kuman atau zat asing. Kerusakan pada
sistem pertahanan ini akan memudahkan masuknya kuman atau zat asing ke dalam
tubuh. Misalnya, kulit luka, gangguan keasaman lambung, gangguan gerakan usus
Universitas Sumatera Utara
39
atau proses penelanan kuman atau zat asing oleh sel darah putih (sel leukosit). Salah
satu contoh kekebalan alami adalahmekanisme memusnahkan bakteri atau
mikroorganisme lain yang mungkin terbawa masuk saat kita makan atau minum,
contohnya pada kasus penyakit Diare, yakni makanan dan minuman yang
mengandung bakteri coli. HCl yang ada pada lambung akan mengganggu kerja
enzim-enzim penting dalam mikroorganisme. Lisozim merupakan enzim yang
sanggup mencerna dinding sel bakteri sehingga bakteri akan kehilangan
kemampuannya menimbulkan penyakit dalam tubuh kita. Hilangnya dinding sel ini
menyebabkan sel bakteri akan mati. Selain itu juga terdapat senyawa kimia yang
dinamakan interferon yang dihasilkan oleh sel sebagai respon adanya serangan virus
yang masuk tubuh. Interferon bekerja menghancurkan virus dengan menghambat
perbanyakan virus dalam sel tubuh.
2.4.3. Manfaat Penggunaan Air Sungai
Faktor paling dominan menurut Blume adalah faktor lingkungan manusia itu
sendiri. Berdasarkan penelitian Cahyaning (2009) Masyarakat Pekanbaru yang berada
di bantaran sungai Siak sebagian besar termasuk wilayah kecamatan Rumbai Pesisir,
terutama kelurhan Meranti Pandak sebagian besar masih menggunakan air untuk
keperluan mandi, cuci dan kakus (MCK). Beberapa penyakit infeksi seperti penyakit
kulit masih merupakan masalah kesehatan yang perlu ditangani di Kecamatan
Rumbai Pesisir (Profil Kesehatan Puskesmas Rumbai Pesisir, 2005).
Berdasarkan data profil Puskesmas Rumbai, pada tahun 2005 terjadi
peningktan penyakit kulit dari tahun 2005 dibandingkan 2004, dari 4.366 kasus
Universitas Sumatera Utara
40
(13,04%) menjadi 4.796 (13,64%) dan meningkat lagi ditahun 2006 menjadi 8.131
kasus (16,57%).
Menurut penelitian Cahyaning (2009) orang yang melakukan kontak langsung
dengan air sungai Siak akan lebih beresiko untuk sakit kulit, tidak terdapat hubungan
yang bermakna antara pemanfaatan air sungai Siak untuk keperluan mandi dengan
peningkatan kasus penyakit kulit (p=0,102), tetapi dari hasil analisis Odds Ration
(OR>1) yaitu 1,659 berarti bahwa secara klinis resiko masyarakat yang mandi di
sungai Siak mempunyai resiko sebesar 1,659 kali berpenyakit kulit dibandingkan
dengan masyarakat yang tidak mandi di sungai Siak (OR=1,659;IK 95%=0,902-
3,051). Orang yang mencuci di sungai Siak beresiko sebesar 2,032 kali dibandingkan
dengan yang tidak mencuci disungai. Orang yang aktivitas kakus di Sungai Siak lebih
beresiko sakit kulit sebesar 2,217 kali dibandingkan dengan orang yang tidak
melakukan aktivitas kakus di sungai Siak dan menurut ircham dalam cahyaning
(2009) dikarenakan penyebaran berbagai macam penyenyakit dalam air.
Menurut Suryani (2011) dalam penelitiannya menyebutkan jenis kelamin
merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan terjadinya dermatitis kontak.
Terdapat perbedaan antara kulit pria dengan wanita, perbedaan tersebut terlihat dari
jumlah folikel rambut, kelenjar keringat dan hormon. Kulit wanita memproduksi
lebih sedikit minyak untuk melindungi dan menjaga kelembapan kulit sehingga lebih
kering daripada pria, selain itu juga kulit wanita lebih tipis daripada kulit pria
sehingga lebih rentan untuk menderita penyakit dermatitis.
Universitas Sumatera Utara
41
2.5. Penyakit Dermatitis
2.5.1. Definisi
Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respons
terhadap pengaruh faktor eksogen dan atau faktor endogen, menimbulkan kelainan
klinis berupa efloresensi polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel, skuama,
likenifikasi) dan keluhan gatal. Tanda polimorfik tidak selalu timbul bersamaan,
bahkan mungkin hanya beberapa (oligomorfik). Dermatitis cenderung residif dan
menjadi kronis (Djuanda, 2007).
Hingga kini belum ada kesepakatan internasional mengenai tatanama dan
klasifikasi dermatitis, tidak hanya karena penyebabnya yang multi faktor, tetapi juga
karena seseorang yang dapat menderita lebih dari satu jenis dermatitis pada waktu
bersamaan atau bergantian (Djuanda, 2007).
Klasifikasi dermatitis (ekzema) didasarkan atas kriteria patogenik, walaupun
kebanyakan bentuk penyakit tidak diketahui. Contoh dermatitis endogen adalah
dermatitis atopik, dermatitis seboroik, liken simplek kronis, dermatitis nonspesifik
dan dermatitis karena obat. Sedangkan contoh dermatitis eksogen adalah dermatitis
kontak iritan, dermatitis kontak alergik, dermatitis fotoalergik, dermatitis infektif, dan
dermatofitid (Marwali, 2000).
2.5.2. Dermatitis Atopik
Dermatitis atopik ialah keadaan peradangan kulit kronis dan residif, disertai
gatal, yang umumnya sering terjadi selama bayi dan anak-anak, sering berhubungan
dengan peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat atopi pada keluarga atau
Universitas Sumatera Utara
42
penderita (D.A, rinitis alergik, dan atau asma bronkial). Kelainan kulit berupa papul
gatal, yang kemudian mengalami ekskoriasi dan likenifikasi, distribusinya di lipatan
(Djuanda, 2007).
Dermatitis atopik dibedakan dari ekzema lainnya karena D.A dapat dijumpai
pada bayi yang masih muda. Distribusinya adalah muka dan lipatan kulit, seperti fosa
kubiti dan fosa poplitea dan sering ada riwayat atopi pada dirinya ataupun
keluarganya seperti asma atau rinokonjungtivitis. Beberapa kasus terdapat urtikaria
dan reaksi terhadap makanan. Reaksi ini adalah reaksi diperantarai oleh
imunoglobulin E (hipersensitivitas alergik tipe I) terhadap bahan topikal, bahan
hirupan, ataupun yang dimakan. Alergi terhadap makanan tertentu merupakan gejala
ekzema atopik pada bayi dan anak. Pada anak yang lebih besar dan dewasa, dijumpai
hasil yang positif pada tes kulit prik dan radio alergosorben terhadap alergen sekitar,
seperti tungau debu rumah (Marwali, 2000).
2.5.2.1. Etiologi dan Patogenesis
Berbagai faktor ikut berinteraksi dalam patogenesis Dermatis Atopik misalnya
faktor genetik, lingkungan, sawar kulit, farmakologik dan imunologik. Konsep dasar
terjadinya Dermatis Atopik adalah melalui reaksi imunologik yang diperantarai oleh
sel-sel yang berasal dari sumsum tulang. Kadar IgE dalam serum penderita D.A. dan
jumlah eosinofil dalam darah perifer umumnya meningkat. Terbukti bahwa ada
hubungan secara sistemik antara Dermatitis Atopik dan alergi saluran napas karena
80 % anak dengan D.A mengalami asma bronkial atau rinitis alergik (Djuanda, 2007).
Universitas Sumatera Utara
43
2.5.3. Dermatitis Kontak
Dermatitis Kontak ialah dermatitis yang disebabkan oleh bahan/substansi
yang menempel pada kulit. Berdasarkan penyebabnya dibagi atas dermatitis kontak
iritan dan dermatitis kontak alergik, keduanya dapat bersifat akut maupun kronis.
Dermatitis iritan merupakan reaksi peradangan kulit nonimunologik, jadi kerusakan
kulit terjadi langsung tanpa didahului proses sensitisasi. Sebaliknya dermatitis kontak
alergik terjadi pada seseorang yang telah mengalami sensitisasi terhadap suatu
alergen (Djuanda, 2007).
2.5.3.1. Etiologi dan Patogenesis
Penyebab munculnya dermatitis jenis ini ialah bahan yang bersifat iritan,
misalnya bahan pelarut, deterjen, minyak pelumas, asam, alkali, dan serbuk kayu.
Kelainan kulit yang terjadi selain ditentukan oleh ukuran molekul, daya larut,
konsentrasi bahan tersebut, dan vehikulum juga dipengaruhi faktor lain. Faktor yang
dimaksud yaitu lama kontak, kekerapan, adanya oklusi menyebabkan kulit lebih
pemeabel, demikian pula gesekan dan trauma fisis. Suhu dan kelembaban lingkungan
juga ikut berperan (Djuanda, 2007).
Faktor individu juga ikut berpengaruh pada dermatitis kontak iritan misalnya
perbedaan ketebalan kulit diberbagai tempat, usia (anak dibawah 8 tahun dan usia
lanjut lebih mudah teriritas), ras (kulit hitam lebih tahan daripada kulit putih), jenis
kelamin (insidens dermatitis kontak iritan lebih banyak pada wanita, penyakit kulit
yang pernah atau sedang dialami (ambang rangsang terhadap bahan iritan), misalnya
dermatitis atopik (Djuanda, 2007).
Universitas Sumatera Utara
44
Kelainan kulit yang terjadi sangat beragam, bergantung pada sifat iritan. Iritan
kuat memberi gejala akut, sedang iritan lemah memberi gejala kronis. Selain itu pada
dermatitis kontak iritan banyak faktor yang mempengaruhi sebagaimana yang telah
disebutkan yaitu faktor individu (misalnya ras, usia, lokasi, atopi, penyakit kulit lain),
faktor lingkungan (misalnya suhu dan kelembaban udara, oklusi). Luka bakar oleh
bahan kimia juga termasuk dermatitis kontak iritan akut. Penyebabnya adalah iritan
kuat, misalnya larutan asam sulfat dan asam hidroklorid atau basa kuat misalnya
natrium dan kalium hidroksida. Gejala klinis baru muncul setelah 8 sampai 24 jam
atau setelah kontak. Faktor fisis seperti gesekan, trauma mikro, kelembaban rendah,
panas atau dingin, juga bahan seperti deterjen, sabun, pelarut , tanah bahkan juga air
(Djuanda, 2007).
Dermatitis Kontak yang lain yaitu dermatitis Kontak Alergi yang
penyebabnya adalah bahan kimia sederhana dengan berat molekul umumnya rendah
(<1000 dalton), merupakan alergen yang belum diproses sehingga mencapai sel
epidermis dibawahnya (sel hidup). Berbagai faktor yang berpengaruh dalam
timbulnya dermatitis kontak akut misalnya potensi sensitisasi alergen, dosis per unit
area, luas daerah yang terkena, lama pajanan, oklusi, suhu dan kelembaban
lingkungan, vehikulum dan PH. Juga faktor individu misalnya keadaan kulit pada
lokasi kontak (keadaan stratum korneum, ketebalan epidermi), status imunologik
(misalnya sedang menderita sakit, terpajan sinar matahari). Pada mekanisme
terjadinya kelainan kulit adalah mengikuti respons imun yang diperantarai oleh sel
cell-mediated immune respons) atau reaksi imunologik tipe IV, suatu hipersensitivitas
Universitas Sumatera Utara
45
tipe lambat. Reaksi ini terjadi melalui dua fase, yaitu fase sensitisasi dan fase elisitasi.
Hanya individu yang telah mengalami sensilitilisasi dapat menderita dermatitis
kontak akut. Fase elisitasi umumnya berlangsung antara 24 – 48 jam (Djuanda,
2007).
2.5.3.2. Tanda dan Gejala Dermatitis
Gejala klasik berupa kulit kering, eritema, skuama, lambat laun kulit tebal
(hiperkeratosis). Bila kontak terus berlangsung akhirnya kulit dapat retak seperti luka
iris. Keluhan penderita umumnya rasa gatal atau nyeri karena kulit retak
(Djuanda, 2007). Penyebabnya adalah kontak berulang-ulang dengan iritan lemah
(faktor fisik misalnya, gesekan, kelembaban rendah, panas atau dingin, deterjen,
sabun, pelarut, tanah bahkan air).
Penyakit kulit menurut Ganong (2008), merupakan peradangan kulit
(epidermis dan dermis) sebagai respons terhadap faktor endogen (alergi) atau eksogen
(bakteri, jamur). Gambarannya polimorfi, dalam artian berbagai macam bentuk, dari
bentol-bentol, bercak-bercak merah, lenting-lenting, basah, keropeng kering,
penebalan kulit disertai lipatan kulit yang semakin jelas, serta gejala utama adalah
gatal. Dermatitis termasuk penyakit kulit yang menyebalkan, karena kekambuhannya,
serta penyebabnya yang sukar untuk dicari dan ditentukan. Sifat dermatitis adalah
residif, dalam artian bisa kambuh-kambuhan, tergantung dari jenisnya dan faktor
pencetusnya, maka kekambuhan bisa dihindari.
Universitas Sumatera Utara
46
2.5.4. Dermatitis Infeksi
Dermatitis infektif adalah suatu ekzema yang disebabkan oleh suatu
mikroorganisme. Dermatitis ini harus dibedakan dengan dermatitis yang mengalami
infeksi sekunder oleh bakteri ataupun jamur karena kulit terluka (Harahap, 2000).
Dermatitis infeksi biasanya dikaitkan dengan dermatitis atopik dimana penderita
sangat merasakan gatal sehingga dapat disertai infeksi bakteri maupun jamur. Hasil
penelitian di Amerika Serikat, Eropa, Jepang dan Australia dermatitis atopik pada
orang dewasa 1 sampai 3 persen. Berbagai faktor lingkungan berpengaruh misalnya
rumah yang berpenghuni banyak sehingga mengalami penularan yang begitu cepat.
Penderita dengan dermatitis atopik mempunyai tendensi untuk disertai infeksi
kulit oleh mikroorganisme umumnya staphylococcus aureus, virus dan jamur.
Staphylococcus dapat ditemukan pada 90% lesi dan jumlah koloni bisa mencapai 107
koloni per cm2
pada bagian lesi tersebut. Akibat infeksi staphylococcus akan
dilepaskan sejumlah toksin yang bekerja sebagai superantigen, mengaktifkan
makrofag dan limfosit T, yang selanjutnya melepaskan histamin (Benedetto, 2009).
2.6. Kulit Manusia
2.6.1. Anatomi Kulit
Kulit merupakan pembungkus yang elastis yang melindungi tubuh dari
pengaruh lingkungan. Kulit juga merupakan alat tubuh yang terberat dan terluas
ukurannya yaitu 15 % dari berat tubuh dan luasnya 1,50 – 1,75 m2, rata-rata tebal
kulit 1-2 mm, paling tebal (6 mm) ada ditelapak tangan dan kaki paling tipis
Universitas Sumatera Utara
47
(0,5 mm) ada di penis. Kulit dibagian atas terdiri dari tiga lapisan pokok yaitu
(Harahap, 2000):
1. Epidermis, terbagi atas empat lapisan yaitu : lapisan basal atau stratum
germinativum, lapisan malpighi atau stratum spinosum, lapisan granular atau
stratum granulosum dan lapisan tanduk atau stratum korneum. Lapisan
malpighi merupakan lapisan epidermis yang paling tebal dan kuat, terdiri dari
sel-sel poligonal yang dilapisan atas menjadi lebih gepeng. Lapisan granular
terdiri dari satu sampai empat baris sel berbentuk intan, berisi butir-butir
(granul) keratobialin yang basofilik.
2. Dermis atau korium merupakan lapisan dibawah epidermis dan diatas jaringan
subkutan. Dermis terdiri dari jaringan ikat yang dilapisan atas terjalin rapat
(pars papillaris), sedangkan dilapisan bawah terjalin lebih longgar (pars
reticularis). Lapisan ini mengandung pembuluh darah, saraf, rambut, kelenjar
keringat dan kelenjar sebaseus.
3. Jaringan Subkutan (subkutis atau hipodermis) merupakan lapisan yang
langsung dibawah dermis, yang berfungsi untuk penyeka panas, bantalan
terhadap trauma dan tempat penumpukan energi.
2.6.2. Fungsi Kulit
Kulit mempunyai fungsi bermacam-macam untuk menyesuaikan tubuh
dengan lingkungan. Fungsi kulit adalah sebagai berikut (Harahap,2000).
Universitas Sumatera Utara
48
1. Pelindung
Jaringan tanduk sel epidermis paling luar membatasi masuknya benda-benda dari
luar dan keluarnya cairan berlebihan dari dalam tubuh. Melanin yang memberi
warna pada kulit dari akibat buruk sinar ultraviolet.
2. Pengatur Suhu
Di waktu suhu dingin peredaran di kulit berkurang guna mempertahankan suhu
badan. Pada waktu suhu panas, peredaran darah di kulit meningkat dan terjadi
penguapan keringat dari kelenjar keringat, sehingga suhu tubuh dapat dijaga tidak
terlalu panas.
3. Penyerapan
Kulit dapat menyerap bahan tertentu seperti gas dan zat larut dalam lemak lebih
mudah masuk ke dalam kulit dan masuk ke peredaran darah, karena dapat
bercampur dengan lemak yang menutupi permukaan kulit masuknya zat-zat
tersebut melalui folikel rambut dan hanya sekali yang melalui muara kelenjar
keringat.
4. Indera Perasa
Indera perasa di kulit karena rangsangan terhadap sensoris dalam kulit. Fungsi
indera perasa yang utama adalah merasakan nyeri, perabaan, panas dan dingin.
Universitas Sumatera Utara
49
2.7. Landasan Teori
Hubungan interaktif manusia personal hygine dan kondisi fisik rumah dengan
komponen lingkungan yang memiliki potensi bahaya penyakit dikenal sebagai proses
kejadian penyakit atau patogenesis penyakit. Dengan mempelajari patogenesis
penyakit, kita dapat menentukan pada simpul mana kita bisa melakukan pencegahan.
Mengacu kepada gambaran skematik dibawah ini, maka patogenesis penyakit dapat
diuraikan ke dalam 5 (lima) simpul, yakni :
1. Simpul 1: Sumber Penyakit
Sumber penyakit adalah titik mengeluarkan agent penyakit. Agent penyakit
adalah komponen lingkungan yang dapat menimbulkan gangguan penyakit melalui
kontak secara langsung atau melalui media perantara (yang juga komponen
lingkungan).
Berbagai agent penyakit yang baru maupun lama dapat dikelompokkan ke
dalam tiga kelompok besar, yaitu:
a. Mikroba, seperti virus, amuba, jamur, bakteri, parasit, dan lain-lain.
b. Kelompok fisik, misalnya kekuatan radiasi, energi kebisingan, kekuatan cahaya.
c. Kelompok bahan kimia toksik, misalnya fosfat, merkuri, cadmium, CO, H2
Sumber penyakit adalah titik yang secara konstan maupun kadang-kadang
mengeluarkan satu atau lebih berbagai komponen lingkungan hidup tersebut di atas.
S dan
lain-lain.
Universitas Sumatera Utara
50
2. Simpul 2: Media Transmisi Penyakit
Ada lima komponen lingkungan yang lazim kita kenal sebagai media
transmisi penyakit, yaitu air, udara, tanah/pangan, binatang/serangga,
manusia/langsung. Media transmisi tidak akan memiliki potensi penyakit jika di
dalamnya tidak mengandung bibit penyakit atau agent penyakit.
3. Simpul 3: Perilaku Pemajanan (behavioural exposure)
Agent penyakit dengan atau tanpa menumpang komponen lingkungan lain,
masuk ke dalam tubuh melalui satu proses yang kita kenal dengan hubungan
interaktif. Hubungan interaktif antara komponen lingkungan dengan penduduk
berikut perilakunya, dapat diukur dalam konsep yang disebut sebagai perilaku
pemajanan atau behavioural exposure. Perilaku pemajanan adalah jumlah kontak
antara manusia dengan komponen lingkungan yang mengandung potensi bahaya
penyakit (agent penyakit). Masing-masing agen penyakit yang masuk ke dalam tubuh
dengan cara-cara yang khas. Ada 3 jalan masuk kedalam tubuh manusia, yaitu sistem
pernafasan, pencernaan, masuk melalui permukaan kulit.
4. Simpul 4: Kejadian Penyakit
Kejadian penyakit merupakan outcome hubungan interaktif penduduk dengan
lingkungan yang memiliki potensi bahaya gangguan kesehatan. Seseorang dikatakan
sakit kalau salah satu maupun bersama mengalami kelainan dibandingkan dengan
rata-rata penduduk lainnya.
Universitas Sumatera Utara
51
Simpul 1 Simpul 2 Simpul 3 Simpul 4
Gambar 2.1. Kerangka Teori Penelitian
Sumber : Achmadi, 2008
Agent Environmental Kejadian Penyakit
Host
Sumber: Faktor endogen
( kimia, fisik,dan mikroorganisme)
Media: Air
Personal Hygiene
Kejadian Penyakit Kulit: Ada Tidak Ada
Universitas Sumatera Utara
52
2.8. Kerangka Konsep
Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian
Personal Higiene 1. Kebersihan Tubuh 2. Kebersihan
Pakaian 3. Kebersihan
Handuk 4. Kebersihan Tempat
Tidur
Kondisi Fisik Rumah 1. Lantai 2. Dinding 3. Kepadatan Hunian 4. Ventilasi 5. Pencahayaan 6. Kelembaban
Kejadian Dermatitis Kontak Iritan dan
Infeksi
Penggunaan Air Sungai
1. Lama menggunakan
2. Frekuensi
menggunakan
3. Pemanfaatan air
Universitas Sumatera Utara