1. Periodontitis kronis

19
PERIODONTITIS KRONIS DiSUSUN OLEH : 1. Qudus Silman ( 04091004001 ) 2. Ira Dwita ( 04091004002 ) 3. Fitriyah Wahyunu ( 04091004003 ) 4. Lisa Triwardhani ( 04091004004 ) 5. Sonya Annisa Ilma ( 04091004005 ) 6. Dwi Woro Pancarwati ( 04091004006 ) 7. Eko Irya Windu ( 04091004007 ) 8. Endang Lestari ( 04091004008 ) 9. Saur Boni Tua M ( 04091004009 )

Transcript of 1. Periodontitis kronis

PERIODONTITIS KRONIS

DiSUSUN OLEH :

1. Qudus Silman ( 04091004001 )

2. Ira Dwita ( 04091004002 )

3. Fitriyah Wahyunu ( 04091004003 )

4. Lisa Triwardhani ( 04091004004 )

5. Sonya Annisa Ilma ( 04091004005 )

6. Dwi Woro Pancarwati ( 04091004006 )

7. Eko Irya Windu ( 04091004007 )

8. Endang Lestari ( 04091004008 )

9. Saur Boni Tua M ( 04091004009 )

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN GIGIFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS SRIWIJAYA

Periodontitis kronis

Periodontitis kronis adalah periodontitis yang paling umum terjadi. Biasanya terjadi pada orang dewasa, namun dapat pula ditemukan pada anak-anak. Tipe ini adalah tipe periodontitis yang berjalan lambat, terjadi pada 35 tahun keatas. Periodontitis kronis disebabkan oleh akumulasi plak dan kalkulus dan kebanyakan peerkembangan penyakitnya tergolong lamban, namun dapat pula ditemukan dengan perkembangan cepat. Kecepatan perkembangan penyakit dapat disebabkan oleh faktor local, sistemik dan faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi interaksi host-bakteri.

Faktor local dapat mempengaruhi akumulasi plak. Faktor sistemik missal Diabetes Mellitus dan HIV dapat mempengaruhi kemampuan pertahanan host, faktor lingkungan missal kebiasaan merokok dan stress dapat juga mempengaruhi respon host terhadap akumulasi plak.Kehilangan tulang berkembang lambat dan didominansi oleh bentuk horizontal.

Faktor etiologi utama adalah faktor lokal terutama bakteri gram negatif. Tidak ditemukan kelainan sel darah dan disertai kehilangan tulang.

Karakteristik periodontitis kronis :

1. Terjadi pada orang dewasa namun dapat pula terjadi pada anak-anak.2. Kalkulus subgingival sering ditemukan3. Disebabkan oleh bermacam bentuk mikroba.4. Kecepatan perkembangan penyakit tergolong lamban hingga sedang dan ada kemungkinan menjadi cepat.5. Dapat dipengaruhi oleh faktor local, sistemik, dan faktor lingkungan.

ETIOLOGI

Faktor etiologi utama disebabkan karena plak yang menempel pada gigi dan gingiva.

Faktor predisposisi yang berkontribusi dalam peningkatan resiko terjadinya penyakit :

1.) Riwayat Periodontitis sebelumnya

Seorang pasien yang pernah menderita periodontitis kronis cenderung beresiko bagi terjadinya kembali kehilangan perlekatan dan kehilangan tulang apabila terjadi kembali penumpukan plak.

2.) Faktor lokal a. Akumulasi plak yang lama kelamaan menjadi kalkulus pada dentogingival junction

merupakan awal inisiasi agen pada etiologi periodontitis Kronis. b. Bakteri - Phorporymonas gingivalis, Tannerella forsytha, treponema denticola.

memberi efek lokal pada sel dan jaringan sehingga menyebabkan terjadinya inflamasi.

c. Tepi restorasi yang mengemper (overhanging)d. Lesi karies yang meluas ke subgingivale. Furkasi akar yang tersingkap karena kehilangan perlekatan dan tulangf. Gigi berjejal (crowded)

3.) Faktor Sistemik Kebanyakan periodontitis kronis terjadi pada pasien yang memiliki penyakit sistemik

yang dapat mempengaruhi keefektivan respon host. Diabetes merupakan contoh penyakit penyakit yang dapat meningkatkan keganasan penyakit ini.

4.) Faktor Lingkungan dan perilaku

a. Kebiasaan merokok – diduga mempengaruhi respon pejamu danmikroflora subgingiva, mengakibatkan :

· Laju destruksi periodontal meningkat·Kehilangan perlekatan dan tulang, lesi furkasi, pembentukan kalkulus supragingival lebih banyak.· Pembentukan kalkulus subgingival dan perdarahan probing lebih sedikit.· Saku periodontal lebih dalam.

b. Stress – diduga dapat mempengaruhi perluasan dan keparahan karena menekan fungsi imunitas

5.) Faktor Genetik Biasanya kerusakan periodontal sering terjadi di dalam satu keluarga, hal ini

kemungkinan menunjukkan adanya faktor genetik yang mempengaruhi periodontitis kronis ini.

Klasifikasi kronis periodontitis dibagi menjadi 2 macam :

1. Klasifikasi berdasarkan distribusi penyakit

a. Periodontitis Kronis Lokalisata

Dikatakan periodontitis kronis lokalisata apabila jumlah gigi yang terkena kurang dari

30% atau kurang dari 30% dari seluruh sisi di mulut yang terlibat.

b. Periodontitis Kronis Generalisata

Apabila lebih dari 30% dari seluruh sisi mulut yang terlibat.

2. Klasifikasi berdasarkan keparahan penyakit

a. Taraf Ringan

Taraf ringan ini ditandai oleh adanya kehilangan perlekatan yang hanya berkisar 1-2 mm.

b. Taraf Sedang

Taraf sedang ditandai oleh adanya kehilangan perlekatan sebesar 3-4 mm.

c. Taraf Parah

Ditandai dengan hilangnya perlekatan 5 mm atau lebih.

Gambaran Klinis :

Akumulasi plak supra dan subgingiva

Keradangan gingival

Terbentuknya poket

Hilangnya perlekatan periodontal

Hilangnya tulang alveolar

Stippling gingival (-)

Perubahan topografi permukaan

Kadang ; supurasi

Adapun gambarannya :

Keparahan Penyakit

Usia bertambah hilangnya attachment / perlekatan dan tulang

Jenis Keganasan Penyakit Lost Attachment

Slight (mild) 1-2 mm

Moderate 3-4 mm

Severe 5 mm atau lebih

Pemeriksaan Klinis

1. Plak dan Kalkulus

Pemeriksaan jumlah plak dan kalkulus dapat dilakukan melalui berbagai macam metode.

Pemeriksaan plak dapat menggunakan plak indeks. Jaringan yang mengelilingi gigi dibagi menjadi

4 bagian, yaitu papilla distofasial, margin fasial, papilla mesiofasial, dan bagian lingual (Carranza,

1990). Visualisasi plak dapat dilakukan dengan mengeringkan gigi dengan udara. Plak adalah

bagian yang tidak memiliki stain (Rateitschakdkk, 1985)

Adanya kalkulus supragingiva dapat terlihat melalui observasi langsung, dan jumlahnya

dapat diukur denganp ro b e yang terkalibrasi. Untuk mendeteksi kalkulus subgingiva, setiap

permukaan gigi diperiksa hingga batas perlekatan gingiva dengan menggunakan eksplorer no.17

atau no.3A. Udara yang hangat dapat digunakan untuk sedikit membuka gingiva sehingga

visualisasi terhadap kalkulus lebih jelas (Carranza, 1990).

- Sulcus bleeding index (Muhlemann dan Son)

Indeks ini berguna untuk mendeteksi perubahan awal inflamasi dan adanya lesi inflamasi pada

dasar poket peridontal, sebuah area yang tidak terjangkau dengan pemeriksaan visual (Carranza,

1990). Sulcus bleeding index mempertimbangkan perdarahan dari sulkus setelah probing, seperti

pada erythema, pembengkakan, dan edema. Penilaian dilakukan terpisah pada bagian papilla dan

margin gingiva (Rateitschakdkk, 1985).

2. Poket Periodontal

Pemeriksaan poket periodontal harus mempertimbangkan: keberadaan dan distribusi pada

semua permukaan gigi, kedalaman poket, batas perlekatan pada akar gigi, dan tipe poket

(supraboni atau infaboni; simple,compound atau kompleks). Metode satu-satunya yang paling

akurat untuk mendeteksi poket peridontal adalah eksplorasi menggunakan probe peridontal. Poket

tidak terdeteksi oleh pemeriksaan radiografi. Periodontal poket adalah perubahan jaringan lunak.

Radiografi menunjukkan area yang kehilangan tulang dimana dicurigai adanya poket. Radiografi

tidak menunjukkan kedalaman poket sehingga radiografi tidak menunjukkan perbedaan antara

sebelum dan sesudah penyisihan poket kecuali kalau tulangnya suda diperbaiki.

Ujung gutta percha atau ujung perak yang terkalibrasi dapat digunakan dengan radiografi

untuk menentukan tingkat perlekatan poket peridontal.

Menurut Carranza (1990), kedalaman poket dibedakan menjadi dua jenis, antara lain:

1. Kedalaman biologis

Kedalaman biologis adalah jarak antara margin gingiva dengan dasar poket (ujung koronal

dari junctional epithelium).

2. Kedalaman klinis atau kedalaman probing

Kedalaman klinis adalah jarak dimana sebuah instrumen ad hoc (probe) masuk kedalam

poket. Kedalaman penetrasi probe tergantung pada ukurang probe, gaya yang diberikan, arah

penetrasi, resistansi jaringan, dan kecembungan mahkota.

Kedalaman penetrasi probe dari apeks jaringan ikat kejunctional epithelium

adalah ± 0.3 mm. Gaya tekan pada probe yang dapat ditoleransi dan akurat adalah 0.75 N.

Teknik probing yang benar adalah probe dimasukkan pararel dengan aksis vertikal gigi dan

“berjalan” secara sirkum ferensial mengelilingi permukaan setiap gigi untuk mendeteksi daerah

dengan penetrasi terdalam (Carranza, 1990). Jika terdapat banyak kalkulus, biasanya sulit untuk

mengukur kedalaman poket karena kalkulus menghalangi masuknya probe. Maka, dilakukan

pembuangan kalkulus terlebih dahulu secara kasar (gross scaling) sebelum dilakukan pengukuran

poket (Fedidkk, 2004).

Untuk mendeteksi adanya interdental craters, maka probe diletakkan secara oblique baik

dari permukaan fasial dan lingual sehingga dapat mengekplorasi titik terdalam pada poket yang

terletak dibawah titik kontak (Carranza, 1990).

Pada gigi berakar jamak harus diperiksa dengan teliti adanya keterlibatan furkasi.

Probe dengan desain khusus (Nabers probe) memudahkan dan lebih akurat untuk mengekplorasi

komponen horizontal pada lesi furkasi (Carranza, 1990).

Selain kedalaman poket, hal lain yang penting dalam diagnostik adalah penentuan tingkat

perlekatan (level of attachment). Kedalaman poket adalah jarak antara dasar poket dan margin

gingiva. Kedalaman poket dapat berubah dari waktu ke waktu walaupun pada kasus yang tidak

dirawat sehingga posisi margin gingiva pun berubah. Poket yang dangkal pada 1/3 apikal akar

memiliki kerusakan yang lebih parah dibandingkan dengan poket dalam yang melekat pada 1/3

koronal akar. Cara untuk menentukan tingkat perlekatan adalah pada saat margin gingiva berada

pada mahkota anatomis, tingkat perlekatan ditentukan dengan mengurangi kedalaman poket

dengan jarak antara margin gingiva hingga cemento-enamel junction (Carranza, 1990).

Insersi probe pada dasar poket akan mengeluarkan darah apabila gingiva mengalami

inflamasi dan epithelium poket atrofi atau terulserasi. Untuk mengecek perdarahan setelah probing,

probe perlahan-lahan dumasukkan ke dasar poket dan dengan berpindah sepanjang dinding poket.

Perdarahan seringkali muncul segera setelah penarikan probe, namun perdarahan juga sering

tertunda hingga 30-60 detik setelah probing (Carranza, 1990).

3. Mobility Gigi

Kegoyahan gigi terjadi dalam dua tahapan:

i. Inisial atau tahap intrasoket, yakni pergerakan gigi yang masih dalam batas

ligamen periodontal. Hal ini berbungan dengan distorsi viskoelastisitas ligamen

periodonta dan redistribusi cairan peridontal, isi interbundle, dan fiber. Pergerakan inisial ini

terjadi dengan tekanan sekitar 100 pon dan pergerakan yang terjadi sebesar 0.05 sampai 0.1 mm

(50 hingga 100 mikro)

ii. Tahapan kedua, terjadi secara bertahap dan memerlukan deformasi elastik tulang alveolar

sebagai respon terhadap meningkatnya tekanan horizontal. Ketika mahkota diberi tekanan sebesar

500 pon maka pemindahan yang terjadi sebesar 100-200 mikro untuk incisivus, 50-90 mikro untuk

caninus, 8-10 mikro untuk premolar dan 40-80 mikro untuk molar.

Kegoyahan gigi dapat diperiksa secara klinis dengan cara: gigi dipegang dengan kuat

diantara dua instrumen atau dengan satu instrumen dan satu jari, dan diberikan sebuah usaha

untuk menggerakkannya ke segala arah (Carranza, 1990). Pada gambar dibawah ini, peningkatan

kegoyangan gigi ditentukan dengan memberikan gaya 500 g pada permukaan labiolingual dengan

menggunakan dua instrumen dental.

Gambar 1. Pemeriksaan Kegoyangan Gigi

Menurut Fedidkk (2004), kegoyahan gigi dibedakan menjadi :

i. Derajat 1 – kegoyangan gigi yang sedikit lebih besar dari normal

ii. Derajat 2 – kegoyangan gigi sekitar 1 mm

iii. Derajat 3 – kegoyangan gigi lebih dari 1 mm pada segala arah atau gigi dapat ditekan

ke arah apikal.

Kegoyangan gigi yang patologis terutama disebabkan oleh :

(1) Infamasi gingiva dan jaringan periodontal

(2) Kebiasaan parafungsi oklusal

(3) Oklusi premature

(4) Kehilangan tulang pendukung

(5) Gaya torsi yang menyebabkan trauma pada gigi yang dijadikan pegangan cengkraman gigi

(6) Terapi periodontal, terapi endodontik, dan trauma dapat menyebabkan kegoyahan gigi sementara (Fedidkk, 2004).

GAMBARAN RADIOGRAFI

Pada gambaran radografis diatas, gambar mengalami periodontitis kronis dengan kerusakan tulang

horizontal 1/3tengah. Terlihat pada gambaran radiografi diatas berkurangnya tinggi tulang alveolar pada

bagian mesial dan distal gigi 11, margin tulang berbentuk horizontal dan sedikit agak miring dan batasnya

belum melewati furkasi sampai dengan ujung apikal.

Prognosis periodontitis kronis :

Periodontitis kronis termasuk penyakit yang bermkembang lambat dan berhubungan dengan faktor

lokal setempat. Periodontitis kronis dapat berbentuk sebagai localized dan generalaized periodontitis.

Dalam kasus dimana attachment ginggiva hilang dan juga kerusakan tulang, prognosis biasanya masih baik,

adanya inflamsai masih bisa dikontrol melalui oral hygiene yang baik dan pengendalian plak. Pada pasien

dengan penyakit yang parah sebagai tanda dari adanya keterlibatan furkasi dan mobility atau pada pasien

yang oral hygiene yang tidak baik, prognosisnya turun menjadi sedang atau buruk.

Rencana Perawatan Periodontitis Kronis

Tujuan perawatan periodontal adalah sebagai berikut:

1. Resolusi proses penyakit

2. Membentuk kondisi yang mencegah rekurensi penyakit

3.

Menurut J.D. Manson dalam buku ajar periodonti, metode perawatan untuk periodontitis kronis, terbagi 2:

Perawatan kondisi akut

Perawatan kondisi kronis

Perawatan Kondisi Akut

Kondisi akut yang mempunyai hubungan dengan periodontitis kronis harus dirawat

sesegera mungkin.

Pasien mungkin mengeluh tentang simtom lokal pada daerah ini seperti rasa tidak enak,

gatal atau perdarahan gingival dan biasanya menunjukkan tanda-tanda inflamasi akut dengan

kemerahan, bengkak, dan perdarahan pada waktu probing.

Daerah-daerah ini harus dirawat dengan skaling subgingiva segera dan hati-hati serta root

planing dengan anestesi lokal. Poket dapat dibersihkan dengan irigasi subgingiva menggunakan

larutan klorheksidin 0,2% atau gel memakai jarum tumpul dan suntikan 5 ml.

Perawatan Kondisi Kronis

Skaling: - Supragingiva - Subgingiva

Root planingSemua pasien, selain yang menderita masalah akut, harus dirawat pertama-tama dengan

skaling supragingiva untuk mengurangi gingivitis dan perubahan. Harus dibuat catatan tentang

poket sebelum melakukan skaling subgingiva.

Skaling subgingiva adalah metode paling konservatif dari reduksi poket dan bila poket

dangkal, merupakan satu-satunya perawatan yangn perlu dilakukan. Meskipun demikian,

bila kedalaman poket 4 mm atau lebih, diperlukan perawatan tambahan. Yang paling sering adalah

root planing dengan atau tanpa kuretase subgingiva.

Tujuan root planing adalah untuk membersihkan sementum nekrosis dan kalkulus serta

menghaluskan permukaan akar. Juga berhubungan dengan membersihkan sementum yang

terinfiltrasi oleh bahan toksik bakteri seperti endotoksin (LPS).

Tujuan skaling dan root planing adalah untuk mendapat permukaan akar yang halus,

bebas deposit dengan sesedikit mungkin menghilangkan sementum.

Kuretase subgingiva yang berhubungan dengan pembersihan permukaan dalam dinding

jaringan lunak poket yang terdiri dari epithelium dan jaringan ikat yang terinflamasi.

Penyusutan jaringan yang terjadi setelah prosedur ini menyebabkan poket berkurang

kedalamannya.

Ketiga komponen pembersihan subgingiva - skaling, root planing dari kuretase,

biasanya dilakukan bersamaan karena selama skaling subgingiva sulit untuk mencegah tidak

terjadinya kuretase jaringan lunak.

Skaling subgingiva dan root planing dapat merubah komposisi bakterial dari poket.

Laju rekolonisasi dipengaruhi oleh standar kebersihan mulut karena untuk pertumbuhan ulang plak

supragingiva diperlukan rekolonisasi dari poket (Magnusson dkk., 1984).

Waktu yang diperlukan untuk skaling dan root planing berkisar antara 5-8 jam dan pasien

perlu dipanggil kembali untukn perawatan pengkontrolan setiap 2-4 bulan sekali.

Relaps dapat terjadi pada beberapa pasien walaupun upaya ini dilakukan dengan akurat.

REFERENSI :

Michael G. Newman., Henry H. Takei., Fermin A. Carranza. (2002 ). Clinical

periodontolgy.9th edition,P:389-501

Color Atlas of periodontololgy,KH & edith.M.Pateitschak,Herbert F.wolf,Thomas

m.Hassel Georg Theime vertag sttutlgart,New York

F.Fedi.Peterl.2005 Silabus Periodonti.edisi 4:Jakarta.EGC

J.D Manson. Buku Ajar Periodonti;Jakarta