1. LP CA Nasofaring

20
1 Laporan Pendahuluan Carsinoma Nasofaring A. Pengertian Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher yang terbanyak ditemukan di Indonesia. Nasofaring tersembunyi di belakang tabir langit-langit dan terletak di bawah dasar tengkorak serta berhubungann dengan banyak daerah penting di dalam tengkorak dan ke lateral maupun ke posterior leher, Soepardi (2000). Tumor ganas adalah gangguan dalam pertumbuhan sel normal dimana sel abnormal timbul dari sel normal, berkembang dengan cepat dan menginfiltrasi jaringan, limfe dan pembuluh darah, Soepardi (2000). B. Etiologi 1. Ras mongoloid merupakan faktor dominan timbulnya kanker nasofaring

description

laporan pendahuluan Ca nasofaring

Transcript of 1. LP CA Nasofaring

Page 1: 1. LP CA Nasofaring

1

Laporan Pendahuluan

Carsinoma Nasofaring

A. Pengertian

Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas daerah

kepala dan leher yang terbanyak ditemukan di Indonesia.

Nasofaring tersembunyi di belakang tabir langit-langit

dan terletak di bawah dasar tengkorak serta berhubungann

dengan banyak daerah penting di dalam tengkorak dan ke

lateral maupun ke posterior leher, Soepardi (2000).

Tumor ganas adalah gangguan dalam pertumbuhan sel

normal dimana sel abnormal timbul dari sel normal,

berkembang dengan cepat dan menginfiltrasi jaringan,

limfe dan pembuluh darah, Soepardi (2000).

B. Etiologi

1. Ras mongoloid merupakan faktor dominan timbulnya

kanker nasofaring

2. Virus Epstein-Barr, karena pada semua penderita

nasofaring di dapat titer anti virus Epstein-Barr

yang cukup tinggi

3. Letak geografis

4. Rasial 1

Page 2: 1. LP CA Nasofaring

2

5. Jenis kelamin : laki-laki lebih sering dari wanita

(70% laki-laki : 30% wanita)

6. Genetik

7. Kebiasaan hidup

8. Pekerjaan

9. Lingkungan : iritasi bahan kimia, asap kayu bakar,

kebiasaan masak dengan bumbu masak tertentu,

kebiasaan makan makanan terlalu panas

10. Kebudayaan

11. Sosial ekonomi

12. Infeksi kuman atau parasit

C. Patofisiologi

Jaringan yang normal terdiri dari sel-sel yang

dewasa yang beraneka ragam besar dan bentuknya. Tiap sel

mempunyai nukleus yang besarnya sama. Di dalam tiap

nukleus terdapat kromosom yang mempunyai jumlah tertentu

untuk tiap tempat dan pada tiap kromosom terdapat

deoxyribonuclei acid (DNA). Bila ovum dan sperma

menyatu, DNA dan RNA di dalam kromosom dari masing-

masing akan menentukan perjalanan selanjutnya dari

trilyunan sel yang akhirnya membentuk organ-organ orang

dewasa dalam perkembangan berbagai macam organ tubuh dan

bagian-bagian tubuh sel mengalami diferensiasi dalam

Page 3: 1. LP CA Nasofaring

3

ukuran besar. Penampakan dan susunan sehingga histologi

dapat dilihat pada bahan jaringan melalui mikroskop dan

dapat diketahui dari bagian tubuh yang mana jaringan

berasal.

Perubahan pertumbuhan sel yang abnormal adalah

pertumbuhan malignan. Pertumbuhan sel yang lain adalah

benigna. Neoplasma yang jinak memperlihatkan bentuk sel

dewasa bertumbuh lamban dalam cara yang teratur di dalam

kapsul. Tumor jinak tetap berada pada suatu tempat,

tidak menimbulkan anak sebar atau metastase. Sel-sel

yang maligna diyakini bahwa adanya gangguan proses yang

terletak pada pengaturan fungsi DNA.

Page 4: 1. LP CA Nasofaring

4

1. Klinikal Pathway

Infeksi virus( Virus SV –4)

Mutasi gen pengendali

pertumbuhan

Berfungsinya onkogen

( Carsinogenic Agent)

Gangguan mekanisme pengendalian

pertumbuhan normal

Perubahan epitel siliadan mukosa / ulserasi bronchusTumor Paru ( Bronkogenik)

Jinak (Epidermoid, sel besar, adeno carsinoma )- Kohesif- Tumbuh lambat- Pola teratur- Berkapsul

Ganas/kanker (Sel kecil/oat cell)- Kurang kohesif- Pertumbuhan cepat- Pola tidak teratur- Tidak berkapsul

MetastaseHematogen/Limfogen/Langsung

Multiorgan failureSepsis

Kompetisi Pemakaian

Nutrisi, rangsangan organ

viseral melalui transmitor H1,

serotonin (5 HT3), Host Cytokine

Penekanan reseptor Pada lobus paru,

prostalagnin, serotonin, bradikinin,

norefinefrin, ion hidrogen, ion kalium dan subtance P

Ketakutan(Kecemasan)

Syok Sepsis

Ggn NutrisiNyeri

Kelemahan /Intoleransi aktivitas

Resiko infeksi

Peningkatan suhu

Lumen distal

Brokiektasis

Ggn pertukaran gas

A. Proksim

al

Sumbatan partial/total

Pola nafas tidak efektif

Page 5: 1. LP CA Nasofaring

5

D. Tanda dan Gejala

a. Gejala nasofaring sendiri

Epistaksis ringan atau sumbatan hidung

b. Gejala telinga

Tinitus, rasa tidak nyaman di telinga sampai rasa

nyeri di telinga (otalgia)

c. Gejala mata dan saraf

- Diplopia

- Neuralgia trigeminal

d. Metastasis atau gejala di leher

Benjolan di leher

E. Klasifikasi Ca. Nasofaring

1. Menurut Histopatologi:

a. Well differentiated epidermoid carcinoma.

- Keratinizing

- Non Keratinizing.

b. Undiffeentiated epidermoid carcinoma = anaplastic

carcinoma

- Transitional

- Lymphoepithelioma.

c. Adenocystic carcinoma

2. Menurut bentuk dan cara tumbuh

a. Ulseratif

Page 6: 1. LP CA Nasofaring

6

b. Eksofilik: Tumbuh keluar seperti polip.

c. Endofilik: Tumbuh di bawah mukosa, agar sedikit

lebih tinggi dari jaringan sekitar

(creeping tumor)

3. Klasifikasi Histopatologi menurut WHO (1982)

Tipe WHO 1:

a. Karsinoma sel skuamosa (KSS)

b. Deferensiasi baik sampai sedang.

c. Sering eksofilik (tumbuh dipermukaan).

Tipe WHO 2:

a. Karsinoma non keratinisasi (KNK).

b. Paling banyak pariasinya.

c. Menyerupai karsinoma transisional

Tipe WHO 3:

a. Karsinoma tanpa diferensiasi (KTD).

b. Seperti antara lain limfoepitelioma, Karsinoma

anaplastik, “Clear Cell Carsinoma”, varian sel

spindel.

c. Lebih radiosensitif, prognosis lebih baik.

Indonesia Cina

Tipe WHO 1 29% 35%

2 14% 23%

3 57% 42%

Page 7: 1. LP CA Nasofaring

7

4. Klasifikasi TNM

Menurut UICC (1987) pembagian TNM adalah sebagai

berikut:

T1 = Tumor terbatas pada satu sisi nasofaring.

T2 = Tumor terdapat lebih dari satu bagian nasofaring.

T3 = Tumor menyebar ke rongga hidung atau orofaring.

T4 = Tumor menyebar ke endokranium atau mengenai

syaraf otak.

N1 = Metastasis ke kelenjar getah bening pada sisi

yang sama, mobil, soliter dan berukuran

kurang/sama dengan 3 cm.

N2 = Metastasis pada satu kelenjar pada sisi yang sama

dengan ukuran lebih dari 3 cm tetapi kurang dari

6 cm, atau multipel dengan ukuran besar kurang

dari 6 cm, atau bilateral/kontralateral dengan

ukuran terbesar kurang dari 6 cm.

N3 = Metastasis ke kelenjar getah bening ukuran lebih

besar dari 6 cm.

M0 = Tidak ada metastasis jauh.

M1 = Didapatkan metastasis jauh.

Penentuan Stadium

Stadium I T1 N0 M0Stadium II T2 N0 M0Stadium III T3 N0 M0

T1 – 3 N1 M0

Page 8: 1. LP CA Nasofaring

8

Stadium IV T4 N0 – 1 M0Semua T N0 – 3 M0Semua T Semua N M1

Lokasi:

1 Fossa Rosenmulleri.

2 Sekitar tuba Eustachius.

3 Dinding belakang nasofaring.

4 Atap nasofaring.

F. Pemeriksaan diagnostik

1. Pemeriksaan CT Scan daerah kepala dan leher

2. Pemeriksaan serologi Ig A anti EA dan IgA anti VCA

untuk virus Epstein Barr

3. Biopsi nasofaring dari hidung atau dari mulut

G. Penatalaksanaan Medis

1. Radiotherapi

2. Diseksi leher

3. Pembesaran terasiklin

4. Faktor transfer

5. Interfiran

6. Kemotherapi

7. Serotherapi

8. Vaksin

9. Antivirus

Page 9: 1. LP CA Nasofaring

9

H. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul

1. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan Ca.

Nasofaring

2. Ganguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada

kepala.

3. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan

tentang penyakitnya.

4. Ketergantungan pemenuhan kebutuhan sehari-hari

berhubungan dengan keadaan umum lemah ditandai

5. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet,

perawatan dan pengobatan berhubungan dengan kurangnya

informasi.

I. Penatalaksanaan Keperawatan

1.Ganguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada

kepala.

Tujuan: Gangguan pola tidur pasien akan teratasi.

Kriteria hasil:

o Pasien mudah tidur dalam waktu 30 – 40 menit.

o Pasien tenang dan wajah segar.

o Pasien mengungkapkan dapat beristirahat dengan

cukup.

Page 10: 1. LP CA Nasofaring

10

Rencana tindakan:

1) Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang.

Rasional: Lingkungan yang nyaman dapat membantu

meningkatkan tidur/istirahat.

2) Kaji tentang kebiasaan tidur pasien di rumah.

Rasional: Mengetahui perubahan dari hal-hal yang

merupakan kebiasaan pasien ketika

tidur akan mempengaruhi pola tidur

pasien.

3) Kaji adanya faktor penyebab gangguan pola tidur

yang lain seperti cemas, efek obat-obatan dan

suasana ramai.

Rasional : Mengetahui faktor penyebab gangguan

pola tidur yang lain dialami dan

dirasakan pasien.

4) Anjurkan pasien untuk menggunakan pengantar tidur

dan teknik relaksasi .

Rasional : Pengantar tidur akan memudahkan pasien

dalam jatuh dalam tidur, teknik

relaksasi akan mengurangi ketegangan

dan rasa nyeri.

5) Kaji tanda-tanda kurangnya pemenuhan kebutuhan

tidur pasien.

Page 11: 1. LP CA Nasofaring

11

Rasional : Untuk mengetahui terpenuhi atau

tidaknya kebutuhan tidur pasien akibat

gangguan pola tidur sehingga dapat

diambil tindakan yang tepat.

2.Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan

tentang penyakitnya.

Tujuan: rasa cemas berkurang/hilang.

Kriteria Hasil:

o Pasien dapat mengidentifikasikan sebab kecemasan.

o Emosi stabil, pasien tenang.

o Istirahat cukup.

Rencana tindakan :

1) Kaji tingkat kecemasan yang dialami oleh pasien.

Rasional : Untuk menentukan tingkat kecemasan

yang dialami pasien sehingga perawat

bisa memberikan intervensi yang cepat

dan tepat.

2) Beri kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan

rasa cemasnya.

Rasional: Dapat meringankan beban pikiran pasien.

3) Gunakan komunikasi terapeutik.

Rasional: Agar terbina rasa saling percaya antar

perawat-pasien sehingga pasien

kooperatif dalam tindakan keperawatan.

Page 12: 1. LP CA Nasofaring

12

4) Beri informasi yang akurat tentang proses

penyakit dan anjurkan pasien untuk ikut serta

dalam tindakan keperawatan.

Rasional: Informasi yang akurat tentang

penyakitnya dan keikutsertaan pasien

dalam melakukan tindakan dapat

mengurangi beban pikiran pasien.

5) Berikan keyakinan pada pasien bahwa perawat,

dokter, dan tim kesehatan lain selalu berusaha

memberikan pertolongan yang terbaik dan seoptimal

mungkin.

Rasional: Sikap positif dari timkesehatan akan

membantu menurunkan kecemasan yang

dirasakan pasien.

6) Berikan kesempatan pada keluarga untuk

mendampingi pasien secara bergantian.

Rasional : Pasien akan merasa lebih tenang bila

ada anggota keluarga yang menunggu.

7) Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman.

Rasional: Lingkung yang tenang dan nyaman dapat

membantu mengurangi rasa cemas pasien.

3.Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan

Page 13: 1. LP CA Nasofaring

13

tubuh berhubungan dengan intake makanan yang kurang.

Tujuan:

Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi

Kriteria hasil:

o Berat badan dan tinggi badan ideal.

o Pasien mematuhi dietnya.

o Kadar gula darah dalam batas normal.

o Tidak ada tanda-tanda hiperglikemia/hipoglikemia.

Rencana Tindakan:

1) Kaji status nutrisi dan kebiasaan makan.

Rasional: Untuk mengetahui tentang keadaan dan

kebutuhan nutrisi pasien sehingga

dapat diberikan tindakan dan

pengaturan diet yang adekuat.

2) Anjurkan pasien untuk mematuhi diet yang telah

diprogramkan.

Rasional : Kepatuhan terhadap diet dapat mencegah

komplikasi terjadinya hipoglikemia /

hiperglikemia.

3) Timbang berat badan setiap seminggu sekali.

Rasional: Mengetahui perkembangan berat badan

pasien (berat badan merupakan salah

satu indikasi untuk menentukan diet).

4) Identifikasi perubahan pola makan.

Page 14: 1. LP CA Nasofaring

14

Rasional: Mengetahui apakah pasien telah

melaksanakan program diet yang

ditetapkan.

5) Kerja sama dengan tim kesehatan lain untuk

pemberian insulin dan diet diabetik.

Rasional: Pemberian insulin akan meningkatkan

pemasukan glukosa ke dalam jaringan

sehingga gula darah menurun,pemberian

diet yang sesuai dapat mempercepat

penurunan gula darah dan mencegah

komplikasi.

4.Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet,

perawatan dan pengobatan berhubungan dengan

kurangnya informasi.

Tujuan:

o Pasien memperoleh informasi yang jelas dan benar

tentang penyakitnya.

Kriteria Hasil:

o Pasien mengetahui tentang proses penyakit, diet,

perawatan dan pengobatannya dan dapat menjelaskan

kembali bila ditanya.

o Pasien dapat melakukan perawatan diri sendiri

berdasarkan pengetahuan yang diperoleh.

Page 15: 1. LP CA Nasofaring

15

Rencana Tindakan :

1) Kaji tingkat pengetahuan pasien/keluarga tentang

penyakit DM dan Ca. Nasofaring

Rasional: Untuk memberikan informasi pada

pasien/keluarga, perawat perlu

mengetahui sejauh mana informasi

atau pengetahuan yang diketahui

pasien/keluarga.

2) Kaji latar belakang pendidikan pasien.

Rasional : Agar perawat dapat memberikan

penjelasan dengan menggunakan kata-

kata dan kalimat yang dapat dimengerti

pasien sesuai tingkat pendidikan

pasien.

3) Jelaskan tentang proses penyakit, diet, perawatan

dan pengobatan pada pasien dengan bahasa dan

kata-kata yang mudah dimengerti.

Rasional: Agar informasi dapat diterima dengan

mudah dan tepat sehingga tidak

menimbulkan kesalahpahaman.

4) Jelasakan prosedur yang kan dilakukan, manfaatnya

bagi pasien dan libatkan pasien didalamnya.

Page 16: 1. LP CA Nasofaring

16

Rasional: Dengan penjelasdan yang ada dan ikut

secra langsung dalam tindakan yang

dilakukan, pasien akan lebih

kooperatif dan cemasnya berkurang.

5) Gunakan gambar-gambar dalam memberikan penjelasan

(jika ada / memungkinkan).

Rasional: Gambar-gambar dapat membantu mengingat

penjelasan yang telah diberikan.

Page 17: 1. LP CA Nasofaring

17

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. (2001). Buku Saku Diagnosa

Keperawatan. Edisi 8. EGC. Jakarta.

Doenges, M. G. (2002). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3

EGC. Jakarta.

Lab. UPF Ilmu Penyakit THT FK Unair. (1994). Pedoman

Diagnosis Dan Terapi Lab/UPF Ilmu Penyakit THT.

Rumah Sakit Umum Daerah Dr Soetom Fakultas

Kedokteran Universitas Airlangga. Surabaya.

Rothrock, C. J. (2000). Perencanaan Asuhan Keperawatan

Perioperatif. EGC : Jakarta.

Soepardi, Efiaty Arsyad & Nurbaiti Iskandar. (2000). Buku

Ajar Ilmu Kesehatan THT. Edisi kekempat. FKUI :

Jakarta.

Sri Herawati. (2000). Anatomi Fisiologi Cara Pemeriksaan

Telinga, Hidung, Tenggorokan. Laboratorium Ilmu

Penyakit THT Fakultas Kedokteran Universitas

Airlangga Surabaya.