1. Latar Belakang -...

18
2 1. Latar Belakang Informasi cuaca merupakan kebutuhan utama untuk mendukung kegiatan di berbagai sektor. Informasi tersebut dapat berupa prakiraan curah hujan. Curah hujan di Indonesia sangat dipengaruhi oleh anomali iklim El-Nino dan La Nina. Anomali tersebut sangat sering terjadi dengan ditandainya kondisi iklim dan cuaca yang sangat ekstrim dan dengan durasi kejadian yang semakin panjang sehingga menimbulkan dampak yang cukup signifikan terhadap berbagai sektor[1]. Daerah tropis seperti di Indonesia, memiliki musim penghujan pada bulan November Februari dan musim kemarau pada bulan MaretOktober, Anomali El-Nino dan La-Lina sangat mempengaruhi terhadap pergeseran pola curah hujan, perubahan besaran curah hujan, intensitas curah hujan dan pengaruhnya terhadap perubahan suhu udara. Akibat lebih lanjut berdampak pada musim kemarau yang berkepanjangan, kekeringan yang dapat menimbulkan kebakaran hutan, banjir, pengaturan drainase dan pengaruhnya terhadap tanaman seperti hama dan penyakit tanaman[2]. Kedua anomali tersebut juga berdampak pada peningkatan curah hujan pada saat musim kemarau serta menyebabkan majunya awal musim hujan [3]. Dampak yang sangat berpengaruh terhadap berbagai sektor tersebut diperlukan antisipasi yang mungkin dapat mengurangi atau miminimalkan dampak yang mungkin terjadi. Salah satu antisipasinya dapat berupa peramalan atau prediksi pola curah hujan yang akan datang, sehingga hasil yang didapatkan dapat digunakan sebagai acuan untuk meminimalkan dampak yang mungkin terjadi di masa mendatang. Menanggapi dampak tersebut maka dibutuhkan penyusunan metode dalam bentuk simulasi komputer untuk identifikasi pola spasial prediksi curah hujan, dalam hal ini prediksi atau peramalan curah hujan menggunakan pendekatan metode Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA) dan pola spasial menggunakan data spasial dalam bentuk Choropleth untuk visualisasi pembagian klasifikasi zona iklim menurut Oldeman. ARIMA sering juga disebut metode runtun waktu Box-Jenkins. ARIMA sangat baik ketepatannya untuk peramalan jangka pendek karena menggunakan nilai standard error estimate yang paling kecil, sedangkan untuk peramalan jangka panjang ketepatan peramalannya kurang baik. Biasanya akan cenderung flat (mendatar/konstan) untuk periode yang cukup panjang. Model Autoregresif Integrated Moving Average (ARIMA) adalah model yang secara penuh mengabaikan independen variabel dalam membuat peramalan. ARIMA menggunakan nilai masa lalu dan sekarang dari variabel dependen untuk menghasilkan peramalan jangka pendek yang akurat. ARIMA cocok jika observasi dari deret waktu (time series) secara statistik berhubungan satu sama lain [4]. Data spasial dapat didefinisikan sebagai data yang memiliki referensi keruangan (geografi). Setiap bagian dari data tersebut selain memberikan gambaran tentang suatu fenomena, juga selalu dapat memberikan informasi mengenai lokasi dan juga persebaran dari fenomena tersebut dalam suatu ruang (wilayah). Apabila dikaitkan dengan cara penyajian data, maka peta merupakan bentuk atau cara penyajian data spasial yang paling tepat[5]. Pada penelitian ini akan dilakukan pemodelan spasial prediksi curah hujan di 118 kecamatan di wilayah Laboratorium Penelitian Hama dan Penyakit Tanaman (LPHP) Surakarta menggunakan metode ARIMA (Autoregresif Integrated Moving Average) dan ditampilkan dalam bentuk spasial. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data curah hujan bulanan tingkat kecamatan di wilayah LPHP Surakarta periode 2001-2010. Hasil prediksi curah hujan digunakan sebagai acuan dalam pemodelan spasial klasifikasi zona iklim di wilayah LPHP Surakarta berdasarkan klasifikasi iklim menurut Oldeman.

Transcript of 1. Latar Belakang -...

Page 1: 1. Latar Belakang - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1072/2/T1_672005037_Full... · El-Nino. dan . La-Lina. ... kekeringan yang dapat menimbulkan kebakaran

2

1. Latar Belakang

Informasi cuaca merupakan kebutuhan utama untuk mendukung kegiatan di berbagai sektor.

Informasi tersebut dapat berupa prakiraan curah hujan. Curah hujan di Indonesia sangat dipengaruhi

oleh anomali iklim El-Nino dan La Nina. Anomali tersebut sangat sering terjadi dengan ditandainya

kondisi iklim dan cuaca yang sangat ekstrim dan dengan durasi kejadian yang semakin panjang sehingga

menimbulkan dampak yang cukup signifikan terhadap berbagai sektor[1].

Daerah tropis seperti di Indonesia, memiliki musim penghujan pada bulan November – Februari

dan musim kemarau pada bulan Maret–Oktober, Anomali El-Nino dan La-Lina sangat mempengaruhi

terhadap pergeseran pola curah hujan, perubahan besaran curah hujan, intensitas curah hujan dan

pengaruhnya terhadap perubahan suhu udara. Akibat lebih lanjut berdampak pada musim kemarau yang

berkepanjangan, kekeringan yang dapat menimbulkan kebakaran hutan, banjir, pengaturan drainase dan

pengaruhnya terhadap tanaman seperti hama dan penyakit tanaman[2]. Kedua anomali tersebut juga

berdampak pada peningkatan curah hujan pada saat musim kemarau serta menyebabkan majunya awal

musim hujan [3].

Dampak yang sangat berpengaruh terhadap berbagai sektor tersebut diperlukan antisipasi yang

mungkin dapat mengurangi atau miminimalkan dampak yang mungkin terjadi. Salah satu antisipasinya

dapat berupa peramalan atau prediksi pola curah hujan yang akan datang, sehingga hasil yang

didapatkan dapat digunakan sebagai acuan untuk meminimalkan dampak yang mungkin terjadi di masa

mendatang.

Menanggapi dampak tersebut maka dibutuhkan penyusunan metode dalam bentuk simulasi

komputer untuk identifikasi pola spasial prediksi curah hujan, dalam hal ini prediksi atau peramalan

curah hujan menggunakan pendekatan metode Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA) dan

pola spasial menggunakan data spasial dalam bentuk Choropleth untuk visualisasi pembagian klasifikasi

zona iklim menurut Oldeman.

ARIMA sering juga disebut metode runtun waktu Box-Jenkins. ARIMA sangat baik ketepatannya

untuk peramalan jangka pendek karena menggunakan nilai standard error estimate yang paling kecil,

sedangkan untuk peramalan jangka panjang ketepatan peramalannya kurang baik. Biasanya akan

cenderung flat (mendatar/konstan) untuk periode yang cukup panjang. Model Autoregresif Integrated

Moving Average (ARIMA) adalah model yang secara penuh mengabaikan independen variabel dalam

membuat peramalan. ARIMA menggunakan nilai masa lalu dan sekarang dari variabel dependen untuk

menghasilkan peramalan jangka pendek yang akurat. ARIMA cocok jika observasi dari deret waktu (time

series) secara statistik berhubungan satu sama lain [4].

Data spasial dapat didefinisikan sebagai data yang memiliki referensi keruangan (geografi). Setiap

bagian dari data tersebut selain memberikan gambaran tentang suatu fenomena, juga selalu dapat

memberikan informasi mengenai lokasi dan juga persebaran dari fenomena tersebut dalam suatu ruang

(wilayah). Apabila dikaitkan dengan cara penyajian data, maka peta merupakan bentuk atau cara

penyajian data spasial yang paling tepat[5].

Pada penelitian ini akan dilakukan pemodelan spasial prediksi curah hujan di 118 kecamatan di

wilayah Laboratorium Penelitian Hama dan Penyakit Tanaman (LPHP) Surakarta menggunakan metode

ARIMA (Autoregresif Integrated Moving Average) dan ditampilkan dalam bentuk spasial. Data yang

digunakan dalam penelitian ini adalah data curah hujan bulanan tingkat kecamatan di wilayah LPHP

Surakarta periode 2001-2010.

Hasil prediksi curah hujan digunakan sebagai acuan dalam pemodelan spasial klasifikasi zona

iklim di wilayah LPHP Surakarta berdasarkan klasifikasi iklim menurut Oldeman.

Page 2: 1. Latar Belakang - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1072/2/T1_672005037_Full... · El-Nino. dan . La-Lina. ... kekeringan yang dapat menimbulkan kebakaran

3

2. Kajian Pustaka

Konsep Arima (Autoregresif Integrated Moving Average) pertama kali dikembangkan oleh George

Box dan Gwilym Jenkins untuk pemodelan analisis deret waktu. ARIMA mewakili tiga pemodelan yaitu

dari autoregressive model (AR), moving average(MA), dan autoregressive dan moving average model

(ARMA)[6]. Prinsip dasar model ARIMA adalah mengubah data runtun waktu non stasioner menjadi data

stasioner dengan melakukan diferensiasi [7].

Secara umum model ARIMA dirumuskan dengan notasi sebagai berikut. ARIMA (p,d,q)(P,D,Q)S

dengan, p menunjukkan orde atau derajat autoregressive (AR) d menunjukkan orde atau derajat

differencing (pembedaan) dan q menunjukkan orde atau derajat moving average (MA). Notasi (p,d,q)

menunjukkan bagian yang tidak musiman dari model, notasi (P,D,Q) menunjukkan bagian yang

musiman dari model, dan S menunjukkan jumlah periode per musim.

Runtun waktu adalah serangkaian pengamatan terhadap suatu peristiwa, kejadian, gejala atau

variabel yang diambil dari waktu ke waktu, dicatat secara teliti menurut urut-urutan waktu terjadinya

dan kemudian disusun sebagai data statistik [8].

Langkah–langkah penerapan metode ARIMA secara berturut–turut adalah : (1) Identifikasi Model,

(2) Estimasi Model, (3) Diagnostic checking (4) Peramalan [9], berikut akan disajikan tahapan dalam

bentuk flowchart seperti pada Gambar 1.

Gambar 1 Tahapan Metode ARIMA

Metode ARIMA hanya dapat diterapkan, menjelaskan, atau mewakili series yang stasioner atau

telah dijadikan stasioner melalui proses differencing. Stasioneritas berarti bahwa tidak terdapat

pertumbuhan atau penurunan pada data. Data secara kasarnya harus horisontal sepanjang sumbu waktu.

[10]. Pada tahap identifikasi, penentuan apakah suatu data runtun waktu dimodelkan dengan AR, MA

atau ARIMA tergantung pada pola autocorrelation function (ACF) dan Partial autocorrelation function

(PACF). ACF merupakan suatu hubungan linear pada data time series yang dipisahkan oleh waktu k,

dalam ACF ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi model time series dan melihat kestasioneran

data dalam mean. PACF mengukur korelasi antar pengamatan dengan jeda k (waktu) dan dengan

mengontrol korelasi antar dua pengamatan dengan jeda kurang dari k (waktu). k disebut juga koefisien

regresi parsial. Model AR digunakan jika plot ACFnya dies down sementara PACF-nya cut off. Model

MA digunakan jika plot ACF-nya cut off dan plot ACF-nya dies down. Model ARIMA digunakan jika

kedua plot ACF dan PACF sama-sama dies down [11]. Model sementara untuk suatu runtun waktu

sudah diidentifikasikan, langkah selanjutnya adalah mencari estimasi terbaik untuk parameter-parameter

dalam model sementara tersebut dengan cara membandingkan nilai AIC, dan nilai likelihood [12]. Model

dengan nilai likelihood yang tinggi dan nilai AIC yang rendah digunakan sebagai model peramalan.

Uji stasioneritas

data

Identifikasi

Model Dugaan

Estimasi Parameter

Model

Diagnostic checking

Apakah model sesuai ?

Penggunaan

Model untuk

Peramalan

Page 3: 1. Latar Belakang - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1072/2/T1_672005037_Full... · El-Nino. dan . La-Lina. ... kekeringan yang dapat menimbulkan kebakaran

4

Model ARIMA yang telah ditafsirkan nilai-nilai parameter perlu dilakukan pemeriksaan untuk

membuktikan bahwa model tersebut baik untuk melakukan peramalan. Diagnosis model dilakukan

untuk mendeteksi adanya korelasi dan kenormalan antar residual. Dalam runtun waktu ada asumsi

bahwa residual mengikuti proses white noise yang berarti residual harus independen (tidak berkorelasi)

dan berdistribusi normal dengan rata-rata mendekati 0 (μ = 0) dan standar deviasi (σ) tertentu [13]. Jika

metode peramalan sudah ditetapkan, maka model ARIMA dapat diterapkan pada data, dan dapat

dilakukan perkiraan pada data tersebut untuk beberapa periode ke depan.

Choropleth adalah peta tematik dimana area-area dalam peta diberi warna sesuai dengan besaran data

statistik yang ditampilkan dalam peta tersebut [14]. data spasial yang biasa digunakan adalah data

spasial dalam format ArcView Shapefile (*.shp). Peta choropleth umumnya digunakan untuk

menampilkan 1) Identifikasi pola dalam pengamatan spasial dari kewilayahan seperti kecamatan dan

kabupaten. 2) Menghasilkan luaran dalam bentuk spasial statistik [15]. Data spasial merupakan data

yang menunjukkan posisi geografi dimana setiap karakteristik memiliki satu lokasi yang harus

ditentukan dengan cara yang unik. Untuk menentukan posisi secara absolut berdasar sistem koordinat

pada area kecil, sistem koordinat yang paling sederhana berupa grid segiempat teratur. Area yang lebih

besar, berdasarkan pada proyeksi kartografi yang umum digunakan [16].

Klasifikasi Zona Iklim Oldeman didasarkan kepada jumlah kebutuhan air oleh tanaman, terutama pada

tanaman padi dan palawija. Penyusunan tipe iklimnya berdasarkan jumlah bulan basah yang berlangsung

secara berturut-turut. Oldeman, L.R (1980) mengungkapkan bahwa kebutuhan air untuk tanaman padi

adalah 150 mm per bulan sedangkan untuk tanaman palawija adalah 70 mm/bulan, dengan asumsi

bahwa peluang terjadinya hujan yang sama adalah 75% maka untuk mencukupi kebutuhan air tanaman

padi 150 mm/bulan diperlukan curah hujan sebesar 220 mm/bulan, sedangkan untuk mencukupi

kebutuhan air untuk tanaman palawija diperlukan curah hujan sebesar 120 mm/bulan, sehingga menurut

Oldeman suatu bulan dikatakan bulan basah apabila mempunyai curah hujan bulanan lebih besar dari

200 mm dan dikatakan bulan kering apabila curah hujan bulanan lebih kecil dari 100 mm. Lamanya

periode pertumbuhan padi terutama ditentukan oleh jenis/varietas yang digunakan, sehingga periode 5

bulan basah berurutan dalan satu tahun dipandang optimal untuk satu kali tanam, jika lebih dari 9 bulan

basah maka petani dapat melakukan 2 kali masa tanam. Jika kurang dari 3 bulan basah secara berurutan,

tidak dapat membudidayakan padi tanpa irigasi tambahan [17]. Oldeman membagi lima zona iklim dan

lima sub zona iklim. Zona iklim merupakan pembagian dari banyaknya jumlah bulan basah berturut-

turut yang terjadi dalam setahun. Sedangkan sub zona iklim merupakan banyaknya jumlah bulan kering

berturut-turut dalam setahun. Pemberian nama Zona iklim berdasarkan huruf yaitu zona A, zona B, zona

C, zona D dan zona E sedangkan pemberian nama sub zona berdasarkan angka yaitu sub 1, sub 2, sub 3

sub 4 dan sub 5. Kriteria klasifikasi subzona iklim menurut Oldeman sebagaimana disajikan pada Tabel

1.

Page 4: 1. Latar Belakang - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1072/2/T1_672005037_Full... · El-Nino. dan . La-Lina. ... kekeringan yang dapat menimbulkan kebakaran

5

Tabel 1 Kriteria Klasifikasi Zona Iklim Oldeman

Zona Klasifikasi Bulan

Basah

Bulan

Kering

A A1 10-12 0-1

A2 10-12 2

B B1 7-9 0-1

B2 7-9 2-3

B3 7-8 4-5

C C1 5-6 0-1

C2 5-6 2-3

C3 5-6 4-6

C4 5 7

D D1 3-4 0-1

D2 3-4 2-3

D3 3-4 4-6

D4 3-4 7-9

E E1 0-2 0-1

E2 0-2 2-3

E3 0-2 4-6

E4 0-2 7-9

E5 0-2 10-12

Zona A dapat ditanami padi terus menerus sepanjang tahun. Zona B hanya dapat ditanami padi 2

periode dalam setahun. Zona C, dapat ditanami padi 2 kali panen dalam setahun, dimana penanaman

padi yang jatuh saat curah hujan di bawah 200 mm per bulan dilakukan dengan sistem gogo rancah.

Zona D, hanya dapat ditanami padi satu kali masa tanam. Zona E, penanaman padi tidak dianjurkan

tanpa adanya irigasi yang baik [18].

3. Metode Penelitian

Tahapan penelitian ini dibagi dalam tiga tahap, yaitu :

1. Tahap penyusunan data awal,

2. Desain dan arsitektural simulasi,

3. Pemodelan dan visualisasi.

Tahap penyusunan data bertujuan untuk menentukan data, lokasi dan studi pustaka yang

digunakan dalam proses penelitian. Tahap penyusunan data awal terdiri dari:

1. Pengumpulan data dengan melakukan survei di Laboratorium Penelitian Hama dan Penyakit (LPHP)

Surakarta,

2. Pengumpulan data dengan survei di Dinas Pertanian Kabupaten Boyolali.

Tahap desain dan arsitektural simulasi terdiri dari proses input data, peramalan curah hujan

menggunakan metode Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA). Adapun data dan variabel

yang digunakan dalam penelitian meliputi : 1) Data Curah Hujan tingkat kecamatan di wilayah

Laboratorium PHP Surakarta Provinsi Jawa Tengah periode 2001-2010 yang terdiri dari Kabupaten

Karanganyar, Sukoharjo, Sragen, Wonogiri, Boyolali, dan Kabupaten Klaten. 2) Data spasial wilayah

Laboratorium PHP Surakarta Provinsi Jawa Tengah.

Page 5: 1. Latar Belakang - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1072/2/T1_672005037_Full... · El-Nino. dan . La-Lina. ... kekeringan yang dapat menimbulkan kebakaran

6

Gambar 2 Wilayah LPHP Surakarta Jawa Tengah

(Laboratorium PHP Surakarta Jawa Tengah)

Sumber data model secara umum dikelompokkan dalam 2 kategori, yaitu (1) informasi data curah

hujan bulanan kecamatan dan (2) data spasial dalam bentuk peta vektor dengan format shapes files.

Pemrosesan data menggunakan tool R dari http://cran-r.project menggunakan package akima, coda,

deldir, DBI, e1071, forecast, maptools, RColorBrewer, Rcpp, TSA, tseries.

Gambar 3 Desain Arsitektural Model

Gambar 3 menunjukkan desain arsitektural model yang dijelaskan sebagai berikut. Pada bagian

Data Layer, terdiri dari data curah hujan tingkat kecamatan di wilayah Laboratorium PHP Surakarta

Provinsi Jawa Tengah periode 2001-2010 yang terdiri dari Kabupaten Karanganyar, Sukoharjo, Sragen,

Wonogiri, Boyolali, dan Kabupaten Klaten dan data spasial wilayah Laboratorium PHP Surakarta

Provinsi Jawa Tengah. Kedua data tersebut sebagai data inputan pada proses Application Layer. Pada

bagian Application Layer, dilakukan proses peramalan curah hujan menggunakan metode ARIMA,

dengan pemrosesan data menggunakan tool R untuk mendapatkan hasil peramalan curah hujan periode

Page 6: 1. Latar Belakang - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1072/2/T1_672005037_Full... · El-Nino. dan . La-Lina. ... kekeringan yang dapat menimbulkan kebakaran

7

tahun ke 3. Data hasil peramalan curah hujan dianalisa untuk mendapatkan klasifikasi zona iklim per

kecamatan di Surakarta. Hasil analisa berupa data klasifikasi zona iklim di Surakarta merupakan data

spasial sebagai acuan untuk melakukan visualisasi. Pada bagian Vizualization Layer data spasial berupa

klasifikasi zona iklim di Surakarta divisualisasikan dalam bentuk peta berupa peta choropleth. Tahap terakhir pada penelitian adalah tahap pemodelan dan visualisasi. Tahap ini terdiri dari

proses visualisasi dalam bentuk choropleth, yaitu hasil pembagian zona iklim divisualisasikan ke dalam

bentuk peta berupa choropleth.

4. Hasil Penelitian dan Pembahasan

Perubahan iklim dan cuaca di Indonesia yang sangat ekstrim, dipengaruhi oleh anomali iklim El-

Nino dan La-Nina. Metode antisipasi perubahan cuaca yang masih menggunakan data non-spasial perlu

dijadikan suatu acuan dalam penelitian ini. Informasi keruangan atau wilayah sangat diperlukan dalam

penyampaian informasi atau fenomena yang akan disampaikan, dalam hal ini informasi mengenai curah

hujan. Salah satu teknik visualisasi yang digunakan adalah pemetaan menggunakan metode choropleth.

Peta choropleth dihasilkan dari data hasil observasi spasial yang dikelompokkan dalam kelas dan

masing-masing kelas kemudian diberi simbol tertentu yang mempresentasikan kondisi suatu wilayah.

Klasifikasi dapat dilakukan dengan berbagai cara dan kriteria tertentu seperti interval data. Interval data

disusun berdasarkan pada nilai jumlah kejadian setiap wilayah, model interval ini umumnya disebut

sebagai “equal”[19].

Pada penelitian ini data awal yang akan diolah adalah data curah hujan tingkat kecamatan yang

terdiri dari Kabupaten Karanganyar, Sukoharjo, Sragen, Wonogiri, Boyolali, dan Klaten yang secara

keseluruhan terdiri dari 118 kecamatan tahun 2001 sampai 2010. Data awal tersebut diolah untuk

mencari rata-rata bulanan curah hujan Surakarta tahun 2001-2010. Data tersebut kemudian dikalikan

dengan prosentase stasiun pengamatan (kecamatan) terhadap seluruh wilayah pengamatan (LPHP

Surakarta), untuk mengetahui hubungan curah hujan dengan wilayah sebarannya atau dengan pengaruh

luas wilayah terhadap sebaran curah hujannya. Data inilah yang akan diproses untuk mengetahui

prediksi curah hujan di wilayah LPHP Surakarta, sebagaimana visualisasi dalam bentuk grafik atau plot

disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4 Plot Data Curah Hujan Bulanan LPHP Surakarta 2001-2010

Page 7: 1. Latar Belakang - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1072/2/T1_672005037_Full... · El-Nino. dan . La-Lina. ... kekeringan yang dapat menimbulkan kebakaran

8

Gambar 4 merupakan grafik dari data runtun waktu rata-rata curah hujan bulanan wilayah LPHP

Surakarta tahun 2001-2010. Plot tersebut menunjukkan besaran curah hujan dari bulan Januari 2001

sampai bulan Desember 2010. Besaran curah hujan dalam bentuk grafik tersebut menunjukkan bahwa

data membentuk pola garis secara acak yang disebut bersifat stasioner atau tidak membentuk pola naik

atau turun secara teratur (bersifat trend).

Metode ARIMA terdiri dari beberapa tahapan yaitu : tahap Identifikasi, tahap Estimasi, tahap

Diagnostic Check, dan tahap Forecasting. Sebelum memasuki tahap identifikasi terlebih dahulu

menentukan postulasi kelas umum model yang akan digunakan yaitu dengan menentukan orde p, orde d

dan orde q. Penentuan orde tersebut diperlukan untuk identifikasi plot Autocorrelation Function (ACF)

dan plot Partial Autocorrelation Function (PACF) dari data curah hujan yang sudah stasioner. Bentuk

plot ACF dan PACF yang sudah didifferencing (pembedaan deret data) disajikan pada Gambar 5 dan

Gambar 6.

Gambar 5 Plot ACF dari Data Curah Hujan LPHP Surakarta

Gambar 6 Plot PACF dari Data Curah Hujan LPHP Surakarta

Gambar 5 dan Gambar 6 menunjukkan bahwa pada pola ACF (lag 1 dan 2) berada di luar batas

signifikansi (standart error) dan cenderung dies down (lag 1 ke 2 mengalami penurunan mengikuti

bentuk eksponensial atau gelombang sinus. Orde p yang mungkin adalah 1 dan 2. Pola PACF pada

gambar pada lag 0, 1, dan 2, garis berada di luar batas signifikansi (standart error). Orde q yang

mungkin adalah 0,1 dan 2. Orde d adalah 1 karena pola ACF dan PACF mengalami proses pembedaan

data (differencing) selama 1 kali.

Berdasarkan penentuan orde pada pola ACF dan PACF didefinisikan bahwa data runtun waktu

dimodelkan dengan ARIMA. Penentuan parameter pada model ARIMA dilakukan dengan cara trial and

error (mencoba-coba). Diidentifikasi bahwa model yang sesuai untuk data curah hujan bulanan LPHP

Surakarta diduga ada 3 model yaitu : 1) ARIMA (1,1,1)(1,1,0)12

. 2) ARIMA (2,1,1)(1,1,1)12

. 3) ARIMA

(2,1,0)(0,1,1)12

.

Page 8: 1. Latar Belakang - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1072/2/T1_672005037_Full... · El-Nino. dan . La-Lina. ... kekeringan yang dapat menimbulkan kebakaran

9

Pada tahap estimasi, ketiga model dugaan tersebut kemudian dibandingkan berdasarkan

perbandingan kriteria nilai (Akaike Information Criteria) AIC dan nilai likelihoodnya. Model ramalan

yang baik adalah jika nilai likelihood yang lebih besar dan nilai AIC yang lebih kecil. AIC dan Log

Likelihood adalah indikator untuk memutuskan lag yang digunakan.

Pada tahap estimasi ini model dugaan yang baik adalah model ARIMA (2,1,1)(1,1,1)12

, karena

memiliki nilai AIC yang lebih kecil dan nilai likelihood yang lebih besar, adapun hasil perbandingan

estimasi disampaikan pada Gambar 7.

Gambar 7 Tahap Estimasi Model Dugaan

Gambar 7 menunjukkan bahwa nilai estimasi terbaik adalah model ARIMA (2,1,1)(1,1,1)12

jika

dibandingan dengan nilai estimasi dari model ARIMA(1,1,1)(1,1,0)12

dan ARIMA (2,1,0)(0,1,1)12

,

dengan nilai AIC terkecil yaitu 1163,17 dan nilai Likelihood terbesar yaitu -575,59.

Tahap selanjutnya, untuk mengetahui apakah model ARIMA (2,1,1)(1,1,1)12

merupakan model

yang baik untuk melakukan peramalan harus dilakukan pemeriksaan diagnosa (diagnostics check), yakni

dengan menguji distribusi estimasi residualnya yaitu menggunakan uji statistik Ljung-Box. Jika estimasi

residual terdistribusi secara random, maka model ARIMA yang dihasilkan baik digunakan untuk

melakukan peramalan (white noise). Tahap diagnostics check disampaikan pada Gambar 8.

Page 9: 1. Latar Belakang - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1072/2/T1_672005037_Full... · El-Nino. dan . La-Lina. ... kekeringan yang dapat menimbulkan kebakaran

10

Gambar 8 Plot ACF Residual dan p-value dari Uji Statistik Ljung-Box

Hasil diagnostics check yang digambarkan pada Gambar 8 dapat disimpulkan bahwa residual

model ARIMA (2,1,1)(1,1,1)12

telah terdistribusi secara random (white noise), hal ini ditunjukkan oleh p-

value dari uji Ljung-Box yang semuanya lebih besar dari 5% atau 0,05 (alpha atau tingkat signifikansi

pengujian). Karena model ARIMA (2,1,1)(1,1,1)12

memiliki estimasi residual yang terdistribusi secara

random, maka model tersebut sudah baik digunakan untuk meramalkan nilai data.

Pada tahap peramalan dalam hal ini menggunakan model ARIMA (2,1,1)(1,1,1)12

dilakukan

peramalan data selama 3 tahun ke depan. Visualisasi hasil peramalan curah hujan di Wilayah LPHP

Surakarta disampaikan dalam bentuk plot (grafik) seperti pada Gambar 9.

Gambar 9 Plot Peramalan Curah Hujan Data Curah Hujan LPHP Surakarta

Page 10: 1. Latar Belakang - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1072/2/T1_672005037_Full... · El-Nino. dan . La-Lina. ... kekeringan yang dapat menimbulkan kebakaran

11

Gambar 9 adalah grafik hasil prediksi curah hujan selama 3 tahun. Garis hitam menunjukkan pola

curah hujan tahun 2001-2010. Garis merah adalah hasil peramalan selama 3 tahun. Garis hijau

menunjukkan batas atas atau nilai maksimum peramalan, sedangkan garis orange menunjukkan batas

minimun peramalan. Hasil prediksi untuk tahun ke 3 disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Hasil Prediksi Curah Hujan Tahun ke 3

Bulan Curah Hujan

Minimum Prediksi

Curah Hujan

Maximum

Jan 128.22 225.38 322.54

Feb -6.39 93.38 193.15

Mar -5.03 97.06 199.14

Apr 99.79 204.13 308.47

May 123.34 232.28 341.23

Jun -9.59 102.08 213.75

Jul -12.58 101.73 216.03

Aug 93.64 210.49 327.34

Sep 118.61 239.64 360.67

Oct -14.35 109.51 233.37

Nov -17.61 109.00 235.61

Dec 88.57 217.83 347.09

Data prediksi curah hujan yang didapat diperlukan pengembalian fungsi sesuai dengan pengolahan

data awal, yaitu masing-masing data prediksi curah hujan bulanan dikalikan dengan jumlah seluruh

kecamatan yaitu 118 kecamatan, kemudian dikalikan dengan prosentase kewilayahan masing-masing

kecamatan terhadap wilayah total LPHP Surakarta. Proses ini dilakukan untuk mendapatkan data

prediksi curah hujan bulanan masing-masing kecamatan di wilayah LPHP Surakarta.

Page 11: 1. Latar Belakang - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1072/2/T1_672005037_Full... · El-Nino. dan . La-Lina. ... kekeringan yang dapat menimbulkan kebakaran

12

Gambar 10 Choropleth Prediksi Curah Hujan Tahun Ke 3 Bulan Januari-Juni Wilayah LPHP Surakarta

Tahapan akhir dari penelitian ini adalah pemodelan spasial atau visualisasi data curah hujan

menggunakan metode grafis choropleth, yaitu pemodelan spasial hubungan kewilayahan yaitu wilayah

LPHP Surakarta terhadap hasil fenomena yang diperoleh yaitu data prediksi curah hujan bulanan selama

3 tahun wilayah LPHP Surakarta. Visualisasi ini tersedia pada package maptools dan RColorBrewer.

Adapun peta choropleth sebagaimana disajikan pada Gambar 10 dan Gambar 11.

Page 12: 1. Latar Belakang - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1072/2/T1_672005037_Full... · El-Nino. dan . La-Lina. ... kekeringan yang dapat menimbulkan kebakaran

13

Gambar 11 Choropleth Prediksi Curah Hujan Tahun Ke 3 Bulan Juli-Desember Wilayah LPHP Surakarta

Pembagian warna dalam peta choropleth seperti yang disajikan pada Gambar 10 dan Gambar 11

berdasarkan pada interval pembagian kelas yang disajikan pada Gambar 12.

Gambar 12 Legend Map (equel interval)

Page 13: 1. Latar Belakang - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1072/2/T1_672005037_Full... · El-Nino. dan . La-Lina. ... kekeringan yang dapat menimbulkan kebakaran

14

Besaran curah hujan di wilayah LPHP Surakarta pada prediksi curah hujan tahun ke tiga

perubahannya dapat terlihat dari bulan ke bulan. Besaran curah hujan selama satu tahun yaitu pada

prediksi tahun ketiga dapat dikelompokkan dalam zona iklim menurut besaran curah hujannya.

Pembagian zona iklim di wilayah LPHP Surakarta pada prediksi curah hujan tahun ketiga,

pembagiannya berdasarkan pada klasifikasi zona iklim menurut Oldeman. Hasil klasifikasi zona iklim

wilayah LPHP Surakarta disajikan pada Gambar 13.

Gambar 13 Klasifikasi Zona Iklim Wilayah LPHP Surakarta Prediksi Tahun Ke 3

Berdasarkan pada Gambar 13 yaitu klasifikasi zona iklim wilayah LPHP Surakarta prediksi tahun

ketiga secara rinci wilayah pembagian disajikan sebagaimana pada Tabel 3.

Tabel 3 Klasifikasi Zona Iklim Wilayah LPHP Surakarta Prediksi Tahun Ke 3

Zona Iklim Kecamatan

No Data (84)jatiyoso, (120)Laweyan, (121)Serengan, (122)Pasar-Kliwon,

(123)Jebres, (124)Banjarsari

Zona A (2)Ampel, (17)Kemusu, (18)Wonosegoro, (62)Giriwoyo, (65)Tirtomoyo,

(67)Baturetno, (68)Eromoko, (73)Ngadirojo.

Zona B (4)Musuk, (19)Juwangi, (58)Wonogiri, (60)Paranggupito, (64)Karang

Tengah, (66)Nguntoronadi, (69)Wuryantoro, (70)Manyaran,

(76)Kismantoro, (79)Slogohimo, (95)Gondangrejo, (114)Sb.Lawang,

Page 14: 1. Latar Belakang - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1072/2/T1_672005037_Full... · El-Nino. dan . La-Lina. ... kekeringan yang dapat menimbulkan kebakaran

15

(119)Jenar

Zona C (1)Selo, (3)Cepogo, (12)Nogosari, (15)Klego, (16)Andong, (42)Kemalang,

(50)Nguter, (52)Polokarto, (61)Giritontro, (63)Batuwarno, (71)Selogiri,

(74)Sidoharjo, (75)Jatiroto, (77)Purwantoro, (81)Jatipurno, (82)Girimarto,

(85)Jumapolo, (86)Jumantono, (88)Tawangmangu, (89)Ngargoyoso,

(97)Mojogedang, (99)Jenawi, (103)Kedawung, (111)Tanon, (113)Miri,

(118)Tangen.

Zona D (5)Boyolali, (6)Mojosongo, (10)Sambi, (13)Simo, (14)Karanggede,

(23)Bayat, (46)Weru, (47)Bulu, (48)Tawangsari, (49)Sukoharjo,

(51)Bendosari, (78)Bulukerto, (80)Jatisrono, (83)Jatipuro, (91)Karanganyar,

(98)Kerjo, (100)Kalijambe, (101)Plupuh, (102)Masaran, (104)Sambirejo,

(105)Gondang, (108)Karangmalang, (110)Sidoharjo, (112)Gemolong,

(115)Mondokan, (116)Sukodono, (117)Gesi.

Zona E (7)Teras, (8)Sawit, (9)Banyudono, (11)Ngemplak, (20)Prambanan,

(21)Gantiwarno, (22)Wedi, (24)Cawas, (25)Trucuk, (26)Kalikotes,

(27)Kebonarum, (28)Jogonalan, (29)Manisrenggo, (30)Karangnongko,

(31)Ngawen, (32)Ceper, (33)Pedan, (34)Karangdowo, (35)Juwiring,

(36)Wonosari, (37)Delanggu, (38)Polanharjo, (39)Karanganom, (40)Tulung,

(41)Jatinom, (43)Klaten Selatan, (44)Klaten Tengah, (45)Klaten Utara,

(53)Mojolaban, (54)Grogol, (55)Baki, (56)Gatak, (57)Kartasura,

(59)Pracimantoro, (72)Puh Pelem, (87)Matesih, (90)Karangpandan,

(92)Tasikmadu, (93)Jaten, (94)Colomadu, (96)Kebakramat, (106)Sb.Macan,

(107)Ngrampal, (109)Sragen.

Berdasarkan pada Tabel 3, dapat diketahui bahwa wilayah yang termasuk dalam Zona A dapat

ditanami padi terus-menerus sepanjang tahun. Wilayah yang termasuk dalam Zona B hanya dapat

ditanami padi 2 periode dalam setahun. Wilayah yang termasuk dalam Zona C dapat ditanami padi 2 kali

panen dalam setahun, dimana penanaman padi yang jatuh saat curah hujan di bawah 200 mm per bulan

dilakukan dengan sistem gogo rancah. Wilayah yang termasuk dalam Zona D dapat ditanami padi 1 kali

masa tanam. Wilayah yang termasuk dalam Zona E penanaman padi tidak dianjurkan tanpa adanya

irigasi yang baik.

Pembagian zona iklim terbagi lagi menjadi subzona iklim yang didasarkan dari jumlah bulan

basah secara berturut-turut dalam setahun dan jumlah bulan kering secara berturut-turut dalam setahun.

Visualisasi spasial klasifikasi sub zona iklim disajikan sebagaimana pada Gambar 14.

Page 15: 1. Latar Belakang - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1072/2/T1_672005037_Full... · El-Nino. dan . La-Lina. ... kekeringan yang dapat menimbulkan kebakaran

16

Gambar 14 Klasifikasi Subzona Iklim Wilayah LPHP Surakarta

Klasifikasi Subzona iklim menurut Oldeman seperti yang disajikan pada Tabel 1 berdasarkan pada

jumlah bulan hujan secara berturut-turut dan jumlah bulan kering secara berturut-turut dalam satu tahun.

Klasifikasi Subzona iklim di wilayah LPHP Surakarta secara rinci dengan wilayah pembagian

sebagaimana disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Klasifikasi Subzona Iklim Wilayah LPHP Surakarta Prediksi Tahun Ke 3

Zona Sub

Zona Kecamatan

A A1 (17)Kemusu, (18)Wonosegoro, (62)Giriwoyo, (65)Tirtomoyo, (67)Baturetno,

(68)Eromoko, (73)Ngadirojo

A2 (2)Ampel

B B1 (19)Juwangi, (58)Wonogiri, (60)Paranggupito, (64)Karang Tengah,

(66)Nguntoronadi, (69)Wuryantoro, (70)Manyaran, (76)Kismantoro,

(79)Slogohimo, (95)Gondangrejo, (114)Sb. Lawang, (119)Jenar.

B2 -

B3 (4)Musuk

C C1 (12)Nogosari, (15)Klego, (16)Andong, (42)Kemalang, (50)Nguter, (52)Polokarto,

(61)Giritontro, (63)Batuwarno, (71)Selogiri, (74)Sidoharjo, , (75)Jatiroto,

(77)Purwantoro, (81)Jatipurno, (82)Girimarto, (85)Jumapolo, (86)Jumantono,

(88)Tawangmangu, (89)Ngargoyoso, (97)Mojogedang, (99)Jenawi,

(103)Kedawung, (111)Tanon, (113)Miri, (118)Tangen.

C2 -

Page 16: 1. Latar Belakang - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1072/2/T1_672005037_Full... · El-Nino. dan . La-Lina. ... kekeringan yang dapat menimbulkan kebakaran

17

C3 (1)Selo

C4 (3)Cepogo

D D1 (13)Simo, (47)Bulu, (51)Bendosari, (98)Kerjo, (100)Kalijambe, (101)Plupuh,

(104)Sambirejo, (115)Mondokan.

D2 (6)Mojosongo, (10)Sambi, (46)Weru, (49)Sukoharjo, (91)Karanganyar,

(102)Masaran, (108)Karangmalang, (110)Sidoharjo, (116)Sukodono.

D3 (14)Karanggede, (23)Bayat, (48)Tawangsari, (78)Bulukerto, (80)Jatisrono,

(83)Jatipuro, (105)Gondang, (112)Gemolong, (117)Gesi.

D4 (5)Boyolali

E E1 (8)Sawit

E2 -

E3 (7)Teras, (11)Ngemplak, (24)Cawas, (25)Trucuk, (34)Karangdowo, (35)Juwiring,

(36)Wonosari, (40)Tulung, (41)Jatinom, (53)Mojolaban, (54)Grogol, (72)Puh

Pelem, (90)Karangpandan, (96)Kebakramat, (106)Sb.Macan, (107)Ngrampal.

E4 (9)Banyudono, (20)Prambanan, (21)Gantiwarno, (22)Wedi, (28)Jogonalan,

(29)Manisrenggo, (30)Karangnongko, (32)Ceper, (38)Polanharjo,

(39)Karanganom, (55)Baki, (56)Gatak, (57)Kartasura, (87)Matesih,

(92)Tasikmadu, (93)Jaten, (109)Sragen.

E5 (26)Kalikotes, (27)Kebonarum, (31)Ngawen, (33)Pedan, (37)Delanggu, (43)Klaten

Selatan, (44)Klaten Tengah, (45)Klaten Utara, (59)Pracimantoro, (94)Colomadu.

5. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan bahwa dengan

menggunakan peta choropleth dapat diketahui kesamaan besaran curah hujan antar wilayah kecamatan.

Peta choropleth yang berisi informasi prediksi curah hujan wilayah LPHP Surakarta dapat

diklasifikasikan menjadi zona-zona iklim menurut kebutuhan air oleh tanaman terutama padi dan

palawija. Wilayah LPHP Surakarta terbagi menjadi 5 zona iklim yaitu Zona A dapat ditanami padi terus-

menerus sepanjang tahun. Wilayah yang termasuk dalam Zona B hanya dapat ditanami padi 2 periode

dalam setahun. Wilayah yang termasuk dalam Zona C dapat ditanami padi 2 kali panen dalam setahun,

dimana penanaman padi yang jatuh saat curah hujan di bawah 200 mm per bulan dilakukan dengan

sistem gogo rancah. Wilayah yang termasuk dalam Zona D dapat ditanami padi 1 kali masa tanam.

Wilayah yang termasuk dalam Zona E penanaman padi tidak dianjurkan tanpa adanya irigasi yang baik.

Pembagian klasifikasi zona iklim tersebut dapat divisualisasikan dengan menggunakan visualisasi

spasial dalam bentuk peta choropleth.

6. Daftar Pustaka

[1] As-syakur, A.R., 2007. Identifikasi Hubungan Fluktuasi Nilai SOI Terhadap Curah Hujan

Bulanan Di Kawasan Batukaru-Bedugul, Bali. Jurnal Bumi Lestari, 7(2), pp. 123-129.

http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/identifikasi.pdf. Diakses tanggal 10 Februari 2012.

[2] Irawan, Bambang, 2006, Fenomena Anomali Iklim El NINO dan LA NINA: Kecenderungan

Jangka Panjang dan Pengaruhnya terhadap Produksi Pangan, Bogor, Pusat Analisis Sosial

Ekonomi dan Kebijakan Pertanian.

http://pse.litbang.deptan.go.id/ind/pdffiles/FAE24-1c.pdf. Diakses tanggal 12 Februari 2012.

Page 17: 1. Latar Belakang - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1072/2/T1_672005037_Full... · El-Nino. dan . La-Lina. ... kekeringan yang dapat menimbulkan kebakaran

18

[3] Hilmanto, Rudi. Indikator Ekologi Pada Waktu Tanam Sebagai Inovasi Masyarakat Lokal Dalam

Menghadapi Dampak Negatif Perubahan Iklim. Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas

Lampung. Bandar Lampung.

http://ejurnal.bppt.go.id/ejurnal/index.php/JSI/article/download/11/3. Diakses tanggal 8 Februari

2012.

[4] ARIMA (Autoregressive Integrated Moving Average).

http://daps.bps.go.id/file_artikel/77/arima.pdf. Diakses tanggal 19 Februari 2012.

[5] Penyajian Data Spasial. Kementrian Kehutanan Republik Indonesia.

http://www.dephut.go.id/INFORMASI/RRL/RLPS/sk_dirjenRLPS/l6_167_04.pdf. Diakses tanggal

22 Februari 2012.

[6] Wijaya, Arif. 2008. Memprediksi Temperature Udara Per bulan di Jakarta Dengan Menggunakan

Metode ARIMA. Jurusan Ganda Teknik Informatika Statistika Universitas Bina Nusantara.

[7] Soesetijo, Sis., Febrianto Budimulyono, Lukas Hadi Purnama, Welly Wellandow Santoso, Hendrik

Setiawan,2011. Perbandingan Model Arima pada Data Spasial Trafik Internet Agregat. Jurusan

Teknik Elektro Universitas Surabaya, Surabaya.

http://repository.upnyk.ac.id/638/1/C-8.pdf. Diakses tanggal 14 Februari 2012.

[8] Istiqomah , 2006. Aplikasi Model Arima untuk Forecasting Produksi Gula Pada PT. Perkebunan

Nusantara IX (Persero) . Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri

Semarang. Semarang.

http://jihadi.staff.umm.ac.id/files/2010/04/ARIMA.PDF. Diakses tanggal 27 Februari 2012.

[9] Sadeq, Ahmad. 2008. Analisis Prediksi Indeks Harga Saham Gabungan dengan Metode ARIMA.

Program Studi Magister Manajemen Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro. Semarang.

http://eprints.undip.ac.id/16307/1/AHMAD_SADEQ.pdf. Diakses tanggal 26 Februari 2012.

[10] Mulyono, Sri, 2000, “Peramalan Harga Saham dan Nilai Tukar : Teknik Box- Jenkins”, Ekonomi

dan Keuangan Indonesia, Vol. XLVIII No.2

[11] Arista, Linda. 2010. Aplikasi Metode Arima Untuk Perkiraan Jumlah Wisatawan Asing Di Pulau

Samosir Sumatera Utara Tahun 2011-2013 Berdasarkan Data Tahun 2005-2009. Departemen

Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Medan.

http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/23541. Diakses tanggal 18 Februari 2012.

[12] Arsyad, L. 1995. Peramalan Bisnis. Jakarta: Ghalia Indonesia

[13] Iriawan, N. 2006. Mengolah Data Statistik dengan Mudah Menggunakan Minitab 14. Yogyakarta:

Andi Offset .

[14] Nugroho, Budi Haryo. 2011. Urban Risk Analysis Based On Earthquake Hazard Vulnerability

Area In Bantul Regency. Bogor

Page 18: 1. Latar Belakang - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1072/2/T1_672005037_Full... · El-Nino. dan . La-Lina. ... kekeringan yang dapat menimbulkan kebakaran

19

http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/46517/2011bhn.pdf?sequence=1. Diakses

tanggal 21 Februari 2012.

[15] Yulianto, J.P, Sri , Sri Hartati. Pemodelan Spasial Luas Tambah Serangan Wereng Batang Coklat

pada Komoditas Padi Tahun 2010 di Wilayah PHP Surakarta Menggunakan Kombinasi Teknik

Moran’s I dan Geary’s C. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Gadjah

Mada Yogyakarta: Yogyakarta.

[16] Tuman, 2001,” Overview of GIS”,

http://www.gisdevelopment.net/tutorials/tuman006.htm. Diakses tanggal 17 Februari 2012.

[17] As-syakur , A.R. , I W. Nuarsa , I N. Sunarta.2002. Pemutakhiran peta agroklimat klasifikasi

Oldeman di Pulau Lombok dengan Aplikasi Sistem Informasi Geografi. Pusat Penelitian

Lingkungan Hidup (PPLH), Jurusan Agroekoteknologi Fakultas Pertanian, Universitas Udayana,

Bali

http://pplh.unud.ac.id/wpcontent/uploads/2012/02/10_abdrahman1_pmli_b1_2010.pdf. Diakses

tanggal 15 Februari 2012.

[18] Oldeman, L.R. 1980. The Agroclimatie Classification of Rice Growing Enviroiment in Indonesia.

IRRI Phillipine

[19] Trisetyo, Ade. 2009. Deteksi Spatial Outlier pada Data Hasil Pilkada Kota Bogor berdasarkan

Tempat Pemungutan Suara. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian

Bogor. Bogor

http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/12121/Metode%20Penelitian%20%20G09

atr.pdf?sequence=12. Diakses tanggal 25 Februari 2012.