Preskas Obgyn Lina (2)

50
PRESENTASI KASUS G4P3A0 Hamil 29 Minggu dengan Diabetes Melitus Pre Gestasional dan Janin IUFD Disusun Oleh : Karlina Lestari 1102010142 Pembimbing : dr. Nandi Nurhandi, SpOG

description

jn

Transcript of Preskas Obgyn Lina (2)

Page 1: Preskas Obgyn Lina (2)

PRESENTASI KASUS

G4P3A0 Hamil 29 Minggu dengan Diabetes Melitus Pre Gestasional dan Janin IUFD

Disusun Oleh :

Karlina Lestari

1102010142

Pembimbing :

dr. Nandi Nurhandi, SpOG

KEPANITERAAN KLINIK OBSGYN

RSUD KABUPATEN BEKASI

Page 2: Preskas Obgyn Lina (2)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya

yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyusun Presentasi Kasus G4P3A0

HAMIL 29 MINGGU DENGAN DIABETES MELITUS PRE GESTASIONAL DAN JANIN IUFD

Penyusunan tugas ini masih jauh dari sempurna baik isi maupun penyajiannya sehingga

diharapkan saran dan kritik yang membangun dari berbagai pihak agar dikesempatan yang akan

datang penulis dapat membuat yang lebih baik lagi.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya kepada dr. Nandi

Nurhandi Sp.OG sebagai pembimbing yang telah membantu menyempurnakan presentasi kasus ini.

Semoga tugas ini dapat bermanfaat untuk kita semua.

2

Page 3: Preskas Obgyn Lina (2)

BAB I

PENDAHULUAN

Diabetes Melitus adalah salah satu penyakit kronis serius yang menyerang masyarakat Indonesia

saat ini. Berdasarkan data yang dipublikasikan oleh WHO, Indonesia menempati urutan keempat

jumlah penderita Diabetes Mellitus setelah India, China, dan Amerika Serikat. Diabetes Melitus

adalah gangguan kesehatan berupa kumpulan gejala yang disebabkan oleh peningkatan kadar glukosa

atau akibat kekurangan maupun resistensi insulin.

Diabetes kini diklasifikasikan berdasarkan proses patogenik yang berperan. Defisiensi insulin

absolut menandai Diabetes Mellitus tipe I sementara defek sekresi insulin atau resistensi insulin

menandai Diabetes Melitus tipe II,

Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu penyulit medik yang sering terjadi saat kehamilan.

Angka kejadiannya 3-5% dari semua kehamilan. Kehamilan dengan DM terdiri dari Diabetes Gestasi

(DMG) atau intoleransi karbohidrat yang ditemukan pertamakali saat hamil, yang terjadi pada hampir

90% kasus, sedangkan yang 10% lainnya adalah Diabetes Pragestasi (DMpG) yang meliputi DM tipe

1 dan tipe 2. Peningkatan angka kematian dan angka kesakitan perinatal pada kehamilan dengan DM

berkorelasi langsung dengan kondisi hiperglikemia ibu.

Diabetes mellitus juga menyumbang angka kematian bayi atau IUFD, berdasarkan penelitian

WHO diseluruh dunia, terdapat kematian bayi sebesar 10.000.000 jiwa per tahun. Indonesia, diantara

Negara ASEAN merupakan Negara dengan angka kematian perinatal tertinggi,yang berarti

kemampuan untuk memberikan pelayanan kesehatan masih memerlukan perbaikan yang bersifat

menyeluruh dan lebih bermutu. Dengan perkiraan persalinan di Indonesia setiap tahunnya sekitar

5.000.000 jiwa dapat dijabarkan bahwa kematian bayi terjadi setiap 25-26 menit sekali. Berdasarkan

Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) pada tahun 2012 angka kematian bayi mencapai

32/1000 kelahiran hidup. Target Millenium Development Goals (MDG’s) tahun 2015 kematian bayi

menurun menjadi 23/100.000 kelahiran hidup (Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia, 2012).

Kejadian kematian janin intrauterine pada kasus-kasus kehamilan dengan DM juga dikaitkan dengan

kondisi hiperglikemia yang berakhir dengan keadaan lactic acidosis.

3

Page 4: Preskas Obgyn Lina (2)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

DIABETES MELITUS PADA KEHAMILAN

Definisi

Definisi Diabetes mellitus secara umum menurut American Diabetes Association, adalah penyakit

metabolic yang dikarakteristikan dengan hiperglikemia akibat gangguan sekresi insulin, gangguan

metabolisme insulin atau keduanya. Hiperglikemia kronik menyebabkan kerusakan, disfungsi serta

kegagalan organ. (American Diabetes Association, 2014)

Diabetes mellitus (DM) dalam kehamilan diklasifikasikan dalam dua bentuk, yaitu DM yang

mendahului kehamilan, yaitu DM pragestasional dan DM yang terjadi saat kehamilan, yaitu DM

gestasional. Dampak terbesar pada kondisi ini, meningkatnya morbiditas dan mortalitas baik ibu

maupun janin.(Williams Obstetric and Gynecologic, 23rd Edition)

Diabetes Melitus Pragestasional (DMpG)

Definisi

Diabetes pragestasi (DMpG) terjadi sebelum terjadinya kehamilan (DM Tipe 1 dan 2) Terminologi

lain adalah Overt atau Preexisting DM. Angka kejadian sekitar 0,5%

(Panduan Penatalaksanaan Kasus Obstetri, 2013)

Diagnosis

Pada anamnesa ada riwayat DM Tipe 1 atau Tipe 2, pemakaian obat anti-diabetes Insulin atau

OAD dan diet DM sebelum terjadinya kehamilan.

Resiko

Resiko maternal dan perinatal akan meningkat dengan adanya:

1. Vaskulopati, misalnya adanya retinopati, nefropati

dan hipertensi

2. Regulasi glukosa yang jelek

3. Faktor prognostik yang jelek seperti ketoasidosis, pielonefritis, hipertensi dalam kehamilan

(HDK) dan perawatan antenatal yang jelek.

Perawatan Sebelum Kehamilan

Tujuan.

1. Regulasi glukosa untuk menurunkan risiko terjadinya kelainan bawaan janin dan keguguran.

Waspada terjadinya hipoglikemi.

2. Menentukan adanya vaskulopati dengan evaluasi opthalmologi, penyakit jantung koroner,

fungsi ginjal, fungsi tiroid.

3. Penyuluhan pasien dan suami tentang rencana perawatan pada kasus kehamilan dengan DM.

4

Page 5: Preskas Obgyn Lina (2)

4. Pemberian asam folat untuk pencegahan risiko terjadinya defek pada susunan syaraf janin.

5. Konseling kontrasepsi.

Deteksi dan Evaluasi Kelainan Bawaan Janin

1. Pemeriksaan HbA1C ibu pada trimester 1 untuk mengetahui regulasi glukosa darah 3 bulan

terakhir.

2. Pemeriksaan AFP pada UK 16 minggu untuk memperkirakan kemungkinan adanya kelainan

bawaan janin.

3. USG pada UK 13-14 minggu untuk mendeteksi anensefalus.

4. USG pada UK 18-20 minggu untuk pemeriksaan struktur jantung janin termasuk pembuluh

darah besar untuk mendeteksi kemungkinan kelainan jantung bawaan.

Perawatan Antenatal

A. Regulasi gula darah.Yang paling penting selama perawatan kehamilan adalah regulasi glukosa darah.

Kadar glukosa yang diharapkan selama hamil :

5

B. Terapi Insulin.

- Multiple Insulin Injection. - Continuous-subcutaneous insulin infusion (insulin pump). - Insulin reguler lispro, diberikan secara continuous basal rate dan bolus pada pasien dengan kepatuhan tinggi.

Kadar rata-rata 100 mg/dL

Sebelum makan pagi < 95 mg/dL

Sebelum makan siang,

makan malam, sebelum tidur

< 100 mg/dL

1 jam setelah makan <140 mg/dL

2 jam setelah makan <120mg/dL

Page 6: Preskas Obgyn Lina (2)

Rencana Persalinan

Saat persalinan.Pengelompokan risiko kehamilan dengan DM ini ditujukan ke arah risiko terjadinya kematian janin dalam rahim.1. Risiko rendah.

- Regulasi baik- Tidak ada vaskulopati- Pertumbuhan janin normal- Pemantauan kesejahteraan janin antepartum baik- Tidak pernah melahirkan mati (stillbirth)Persalinan diperbolehkan sampai UK 40 minggu.

2. Risiko tinggi.- Regulasi jelek- Ada komplikasi vaskulopati- Pertumbuhan janin abnormal (makrosomia/PJT)- Polihidramnion- Pernah lahir mati (stillbirth)Pertimbangkan untuk terminasi kehamilan pada UK 38 minggu (bila test maturasi paru janin positif).

Cara persalinan

1. Pada kasus-kasus risiko rendah diperbolehkan melahirkan ekspektatif spontan pervaginam sampai dengan usia hamil aterm

6

C. Diet yang dianjurkan.

- Rencana : 3 kali makan dan 3 kali snack - Kalori : 30-35 kcal/kg berat badan normal Total 2000-2400 kcal/hari

- Komposisi : Karbohidrat 40-50%, kompleks dan tinggi serat, Protein 20%, Lemak 30-40% (asam lemak jenuh < 10%).

- Pertambahan berat badan ibu 10-11 kg.

D. Pedoman penggunaan insulin dan asupan karbohidrat.

- 1 unit rapid-acting insulin akan menurunkan glukosa darah 30 mg/dL.

- 10 g karbohidrat akan meningkatkan glukosa darah 30 mg/dL (1 unit insulin rapid acting diberikan pada pemberian karbohidrat 10g)

E. Pemantauan janin.

Dilakukan pemantauan kesejahteraan janin antenatal untuk mencegah kematian janin 1. Profil Biofisik Janin. 2. Pemeriksaan USG untuk memantau pertumbuhan janin (makrosomia/PJT)

3. Amniosentesis bila diperlukan, untuk memperkirakan maturasi paru janin bila direncanakan sectio saecaria

Page 7: Preskas Obgyn Lina (2)

2. Pada kasus-kasus risiko tinggi direncanakan terminasi pada UK 38 minggu dengan

pemberian kortikosteroid untuk pematangan paru janin. Cara persalinan tergantung indikasi

obstetri.

3. Pada kasus-kasus dengan makrosomia, berat janin ≥4500 g dapat dipertimbangkan untuk SC elektif.

Regulasi glukosa intrapartum

1. Periksa kadar glukosa darah (kapiler) setiap jam dan pertahankan selalu dibawah 110 mg/dL.2. Kontrol glukosa selama proses persalinan.

Diabetes mellitus gestasional (GDM)

Didefinisikan sebagai derajat apapun intoleransi glukosa dengan onset atau

pengakuan pertama selama kehamilan. (WHO-World Health Organisation

2011). Hal ni berlaku baik insulin atau modifikasi diet hanya digunakan untuk

pengobatan dan apakah atau tidak kondisi tersebut terus berlangsung setelah

kehamilan. Ini tidak mengesampingkan kemungkinan bahwa intoleransi

glukosa yang belum diakui mungkin telah dimulai bersamaan dengan

kehamilan.

Etiologi

1. Selama kehamilan, peningkatan kadar hormon tertentu dibuat dalam plasenta

(organ yang menghubungkan bayi dengan tali pusat ke rahim) nutrisi membantu

pergeseran dari ibu ke janin. Hormon lain yang diproduksi oleh plasenta untuk

membantu mencegah ibu dari mengembangkan gula darah rendah

2. Selama kehamilan, hormon ini menyebabkan terganggunya intoleransi glukosa

progresif (kadar gula darah yang lebih tinggi). Untuk mencoba menurunkan kadar

gula darah, tubuh membuat insulin lebih banyak supaya sel mendapat glukosa

bagi memproduksi sumber energi

3. Biasanya pankreas ibu mampu memproduksi insulin lebih (sekitar tiga kali jumlah

normal) untuk mengatasi efek hormon kehamilan pada tingkat gula darah. Namun,

jika pankreas tidak dapat memproduksi insulin yang cukup untuk mengatasi efek

dari peningkatan hormon selama kehamilan, kadar gula darah akan naik,

mengakibatkan GDM.

Faktor Risiko

Faktor-faktor berikut meningkatkan risiko terkena GDM selama kehamilan:

· Kelebihan berat badan sebelum hamil (lebih 20% dari berat badan ideal).· Merupakan anggota kelompok etnis risiko tinggi (Hispanik, Black,

penduduk asli Amerika, atau Asia).

7

Page 8: Preskas Obgyn Lina (2)

· Gangguan toleransi glukosa atau glukosa puasa terganggu (kadar gula darah yang tinggi, tetapi tidak cukup tinggi untuk menjadi diabetes).

· Riwayat keluarga diabetes (jika orang tua atau saudara kandung memiliki diabetes).

· Sebelumnya melahirkan bayi lebih dari 4kg.· Sebelumnya melahirkan bayi lahir mati.· Mendapat diabetes kehamilan dengan kehamilan sebelumnya.· Memiliki terlalu banyak cairan ketuban (suatu kondisi yang disebut

polihidramnion).

Banyak wanita yang mengalami GDM tidak memiliki faktor risiko

yang diketahui.

Patogenesis

Kehamilan adalah suatu kondisi diabetogenic ditandai dengan resistensi insulin

dengan peningkatan kompensasi sebagai respon β-sel dan hyperinsulinemia.

Resistensi insulin biasanya dimulai pada trimester kedua dan memaju ke seluruh

sisa dari kehamilan. Plasenta sekresi hormon seperti progesteron, kortisol

laktogen, plasenta, prolaktin, dan hormon pertumbuhan, merupakan penyumbang

utama kepada resistensi insulin yang terlihat dalam kehamilan. Resistensi pada

insulin mungkin berperan dalam memastikan bahwa janin memiliki tenaga yang

cukup dari glukosa dengan mengubah metabolisme energi ibu dari karbohidrat ke

lemak.

Wanita dengan GDM memiliki keparahan yang lebih besar dari resistensi insulin

dibandingkan dengan resistensi insulin terlihat pada kehamilan normal. Mereka

juga memiliki penurunan dari peningkatan kompensasi dalam sekresi insulin

khususnya pada fase pertama sekresi insulin. Penurunan pada insulin fase pertama

mungkin menandakan kerusakan fungsi sel β.

Gejala Klinis

Diabetes mellitus gestasional adalah bentuk sementara (dalam banyak kasus)

diabetes dimana tubuh tidak memproduksi insulin dalam jumlah yang cukup

untuk menangani gula selama kehamilan. Hal ini juga bisa disebut intoleransi

glukosa atau intoleransi karbohidrat. Tanda dan gejala dapat termasuk:

- Gula dalam urin

- Sentiasa rasa haus

- Sering buang air kecil

- Kelelahan

- Mual

8

Page 9: Preskas Obgyn Lina (2)

- Sering infeksi kandung kemih, vagina dan kulit

- Penglihatan kabur

Pemeriksaan

- Tes Tolenrasi Glukosa Oral (TTGO) adalah rutin untuk semua wanita hamil.

Tes ini juga dapat diindikasikan untuk diabetes pada kehamilan (diabetes

gestasional). Banyak di antara ibu-ibu yang sebelum hamil tidak menunjukkan

gejala, tetapi menderita gangguan metabolisme glukosa pada waktu hamil.

Prosedur pemeriksaan bagi Tes Tolenrasi Glukosa Oral (TTGO)

Selama 3 hari sebelum tes dilakukan penderita harus mengkonsumsi sekitar

150 gram karbohidrat setiap hari. Terapi obat yang dapat mempengaruhi hasil

laboratorium harus dihentikan hingga tes dilaksanakan. Beberapa jenis obat

yang dapat mempengaruhi hasil laboratorium adalah insulin, kortikosteroid

(kortison), kontrasepsi oral, estrogen, anticonvulsant, diuretik, tiazid, salisilat,

asam askorbat. Selain itu penderita juga tidak boleh minum alkohol.

- Protokol urutan pengambilan darah berbeda-beda; kebanyakan pengambilan

darah setelah puasa, dan setelah 1 dan 2 jam. Ada beberapa yang mengambil

darah jam ke-3, sedangkan yang lainnya lagi mengambil darah pada ½ jam

dan 1½ jam setelah pemberian glukosa. Yang akan diuraikan di sini adalah

pengambilan darah pada waktu ½ jam, 1 jam, 1½ jam, dan 2 jam

- Sebelum dilakukan tes, penderita harus berpuasa selama 12 jam. Pengambilan

sampel darah dilakukan sebagai berikut :

1. Pagi hari setelah puasa, penderita diambil darah vena 3-5 ml untuk uji

glukosa darah puasa. Penderita mengosongkan kandung kemihnya dan

mengumpulkan sampel urinenya.

2. Penderita diberikan minum glukosa 75 gram yang dilarutkan dalam

segelas air (250ml). Lebih baik jika diberi dengan perasa.

3. Pada waktu ½ jam, 1 jam, 1½ jam, dan 2 jam, penderita diambil darah

untuk pemeriksaan glukosa. Pada waktu 1 jam dan 2 jam penderita

mengosongkan kandung kemihnya dan mengumpulkan sampel urinenya

secara terpisah.

Intepretasi hasil Lab TTGO bagi GDM

- Puasa: 95 mg / dL atau lebih tinggi

- Jam Pertama: 180 mg / dL atau lebih tinggi

9

Page 10: Preskas Obgyn Lina (2)

- Jam Kedua: 155 mg / dL atau lebih

- Jam Ketiga: 140 mg / dL atau lebih

Diagnosis

Semua ibu hamil dianjurkan untuk menjalani pemeriksaan untuk melihat adanya diabetes

melitus gestasional, namun waktu dan jenis pemeriksaannya bergantung pada faktor

risiko yang dimiliki ibu.

Faktor risiko diabetes melitus gestasional meliputi: obesitas, adanya riwayat diabetes

melitus gestasional sebelumya, glukosuria, adanya riwayat keluarga dengan diabetes,

abortus berulang, adanya riwayat melahirkan dengan cacat bawaan atau bayi >4000 gram,

dan adanya riwayat preeklampsia.

Pasien dengan faktor risiko tersebut perlu diperiksa lebih lanjut sesuai standar diagnosis

diabetes melitus di kunjungan antenatal pertama. Diagnosis diabetes melitus ditegakkan

bila kadar glukosa darah sewaktu >200 mg/dl (disertai gejala klasik hiperglikemia)

ATAU kadar glukosa darah puasa >126 mg/dl ATAU kadar glukosa 2 jam setelah

TTGO >200 mg/dl ATAU kadar HbA1C >6,5%. Hasil yang lebih rendah

perlu dikonfirmasi dengan melakukan pemeriksaan TTGO di usia kehamilan antara 24-28

minggu.

Pemeriksaan konfirmasi dan pemeriksaan untuk ibu hamil tanpa faktor risiko dilakukan

pada usia kehamilan 24-28 minggu, dengan cara sebagai berikut:

Minta ibu untuk makan makanan yang cukup karbohidrat selama 3 hari, kemudian

berpuasa selama 8-12 jam sebelum dilakukan pemeriksaan.

Periksa kadar glukosa darah puasa dari darah vena di pagi hari, kemudian diikuti

pemberian beban glukosa 75 gram dalam 200 ml air, dan pemeriksaan kadar glukosa

darah 1 jam lalu 2 jam kemudian.

Diagnosis diabetes melitus gestasional ditegakkan apabila ditemukan:

o Kadar gula darah puasa > 92 mg/dl, ATAU

o Kadar gula darah setelah 1 jam > 180 mg/dl, ATAU

o Kadar gula darah setelah 2 jam > 153 mg/dl

10

Page 11: Preskas Obgyn Lina (2)

Penatalaksanaan

Manajemen Farmakalogi

Insulin adalah terapi farmakologis yang paling konsisten yang telah ditunjukkan

untuk mengurangi morbiditas janin ketika ditambahkan dengan evaluasi Terapi

Nutrisi Medis (MNT). Pemilihan kehamilan untuk terapi insulin dapat

didasarkan pada ukuran glikemia ibu dengan atau tanpa penilaian karakteristik

pertumbuhan janin. Ketika kadar glukosa ibu digunakan, terapi insulin

dianjurkan ketika MNT gagal untuk mempertahankan glukosa dipantau

berdasarkan kadar glukosa berikut:

o Glukosa darah puasa seluruh : ≤ 95 mg / dl (5,3 mmol / l)

o Glukosa plasma puasa : ≤ 105 mg / dl (5,8 mmol / l) atau

o Glukosa darah postprandial 1-jam keseluruhan : ≤ 140 mg/

dl (7,8 mmol / l)

o Glukosa 1-jam postprandial plasma : ≤ 155 mg / dl (8,6 mmol / l) atau

11

Page 12: Preskas Obgyn Lina (2)

o Glukosa darah postprandial 2-jam keseluruhan: ≤ 120 mg / dl (6,7 mmol

/ l)

o Glukosa postprandial plasma 2-jam : ≤ 130 mg / dl (7,2 mmol / l)

Insulin harus digunakan bila insulin yang diresepkan, dan Pemantauan Glukosa Darah Mandiri Harian (SMBG) harus dibimbing dan waktu dosis regimen insulin. Penggunaan insulin analog belum cukup teruji di GDM.

Pengukuran lingkar perut janin awal pada trimester ketiga dapat

mengidentifikasi sebagian besar bayi tanpa risiko kelebihan makrosomia dengan

tidak adanya terapi insulin ibu. Pendekatan ini telah diuji terutama pada

kehamilan dengan ibu kadar glukosa serum puasa <105 mg / dl (5,8 mmol / l).

Agen penurun glukosa oral secara umum tidak dianjurkan selama kehamilan.

Namun, dalam satu percobaan klinis yang membandingkan penggunaan insulin

dan glyburide pada wanita dengan GDM menunjukkan idak mampu memenuhi

tujuan glikemik pada MNT .

Manajemen Non-Farmakalogi

Semua wanita dengan GDM harus mendapat konseling gizi, oleh seorang ahli

diet terdaftar bila mungkin, sesuai dengan rekomendasi oleh American Diabetes

Association. Individualisasi terapi nutrisi medis (MNT) tergantung pada berat

badan ibu dan tinggi dianjurkan. MNT harus mencakup penyediaan kalori dan

nutrisi yang memadai untuk memenuhi kebutuhan kehamilan dan harus

konsisten dengan tujuan glukosa darah ibu yang telah ditetapkan. Diet kurang

kalori dapat digunakan bagi tahap sedang.

Untuk wanita gemuk (BMI> 30 kg / m 2). Pembatasan kalori 30-33% (25 kkal / kg berat aktual per hari) telah terbuktikan dapat mengurangi hiperglikemia

dan kadar plasma trigliserida menunjukkan peningkatan menunjukkan peningkatan pada ketonuria. Pembatasan karbohidrat untuk 35-40% dari kalori telah terbukti menurunkan kadar glukosa ibu dan membaikan kondisi ibu dan janin

Program latihan fisik yang sedang telah terbukti dapat menurunkan konsentrasi

glukosa ibu pada wanita dengan GDM. Meskipun dampak latihan komplikasi

neonatal menunggu uji klinis yang ketat, efek penurun glukosa menguntungkan

menjamin rekomendasi bahwa perempuan tanpa kontraindikasi medis atau

obstetri didorong untuk memulai atau melanjutkan program latihan sederhana

sebagai bagian dari pengobatan untuk GDM.

Intra Uterine Fetal Death (IUFD)

12

Page 13: Preskas Obgyn Lina (2)

Definisi

IUFD (Intra Uterine Fetal Death) merupakan kematian janin yang terjadi tanpa sebab

yang jelas, yang mengakibatkan kehamilan tidak sempurna (Uncomplicated Pregnancy).

Kematian janin terjadi kira-kira pada 1% kehamilan dan dianggap sebagai kematian janin jika

terjadi pada janin yang telah berusia 20 minggu atau lebih, dan bila terjadi pada usia di bawah

usia 20 minggu disebut abortus. Sedangkan WHO menyebutkan bahwa yang dinamakan

kematian janin adalah kematian yang terjadi bila usia janin 20 minggu dan berat janin waktu

lahir diatas 1000 gram.

Pada dasarnya untuk membedakan IUFD dengan aborsi spontan, WHO dan American

College of Obstetricians and Gynaecologists telah merekomendasikan bahwa statistik untuk

IUFD termasuk di dalamnya hanya kematian janin intra uterine dimana berat janin 500 gr

atau lebih, dengan usia kehamilan 20 minggu atau lebih Tapi tidak semua negara

menggunakan pengertian ini, masing-masing negara berhak menetapkan batasan dari

pengertian IUFD.

Etiologi

Penyebab dari kematian janin intra uteri yang tidak dapat diketahui sekitar 25-60%,

insiden meningkat seiring dengan peningkatan usia kehamilan. Pada beberapa kasus yang

penyebabnya teridentifikasi dengan jelas, dapat dibedakan berdasarkan penyebab dari faktor

janin, maternal dan patologi dari plasenta.

a. Faktor Ibu

1) Ketidakcocokan Rh darah Ibu dengan janin

Akan timbul masalah bila ibu memiliki Rh negatif, sementara ayah Rh positif,

sehingga janin akan mengikuti yang lebih dominan yaitu Rh positif, yang berakibat antara ibu

dan janin akan mengalami ketidakcocokan rhesus. Ketidakcocokan ini akan mempengaruhi

kondisi janin tersebut. Misalnya dapat terjadi kondisi hidropsfetalis, yaitu suatu reaksi

imunologis yang menimbulkan gambaran klinis pada janin antara lain berupa pembengkakan

pada perut akibat terbentuknya cairan yang berlebihan pada rongga perut (asites),

pembengkakan kulit janin dan penumpukan cairan di rongga dada atau rongga jantung.

Akibat dari penimbunan cairan-cairanyang berlebihan tersebut, tubuh janin akan

membengkak yang dapat mengakibatkan darah bercampur dengan air. Jika kondisi demikian

terjadi dapat menyebabkan kematian janin.IUFD akibat ketidakcocokan Rh darah ibu dan

janin terjadi sekitar 2,7%3.

2) Ketidakcocokan golongan darah Ibu dengan janin

13

Page 14: Preskas Obgyn Lina (2)

Terutama pada golongan darah A, B, dan O yang sering terjadi adalah antara

golongan darah anak A atau B dengan ibu bergolongan darah O atau sebaliknya. Hal ini

disebabkan karena pada saat masih dalam kandungan, darah janin tidak cocok dengan darah

ibunya, sehingga ibu akan membentuk zat antibodi.IUFD akibat ketidakcocokan golongan

darah ibu dengan janin terjadi sekitar 3%.

3) Berbagai penyakit pada ibu hamil

Penyakit-penyakit yang terjadi pada ibu hamil sehingga mengakibatkan kematian janin dapat

disebabkan oleh 2 faktor, yaitu :

1. Kelainan Metabolik

a. Diabetes Gestasional

Kadar glukosa yang tinggi pada ibu dapat menyebabkan terjadinya IUFD

sekitar 16,2%. Hiperinsulinemia yang terjadi pada janin akan meningkatkan

kecepatan metabolisme dan keperluan oksigen untuk menghadapi keadaan seperti

hiperglikemia dan keto-asidosis.

2. Kelainan Vaskular

a. Hipertensi Gestasional

Hipertensi dapat menyebabkan suplai O2 pada janin berkurang yang

disebabkan oleh berkurangnya suplai darah dari ibu ke plasenta yang disebabkan oleh

spasme dan kadang-kadang trombosis dari pembuluh darah ibu. IUFD akibat

hipertensi gestasional terjadi sekitar 21,6%.

b. Pre-eklamsi

Preeklampsia merupakan komplikasi kehamilan yang ditandai dengan

peningkatan tekanan darah disertai proteinuria pada wanita hamil yang sebelumnya

tidak mengalami hipertensi. Komplikasi pada ibu berupa sindroma HELLP

(Hemolysis, Elevated Liver Enzyme, Low Platelet), edema paru, gangguan ginjal,

perdarahan, solusio plasenta bahkan kematian ibu. Komplikasi pada bayi dapat

berupa kelahiran premature, gawat janin, berat badan lahir rendah atau intra uterine

fetal death (IUFD).2 IUFD akibat hipertensi gestasional terjadi sekitar 10,6%.

4) Trauma saat hamil

Trauma bisa mengakibatkan terjadinya solusio plasenta.Trauma terjadi misalnya

karena benturan pada perut, baik karena kecelakaan atau pemukulan. Trauma bisa saja

mengenai pembuluh darah di plasenta, sehingga menyebabkan solusio plasenta dan atau

ablasio plasenta, yang pada akhirnya aliran darah ke janin pun terhambat sehingga dapat

menyebabkan kematian janin. IUFD akibat trauma saat hamil dilaporkan terjadi sekitar 8%

5) Infeksi pada ibu hamil

14

Page 15: Preskas Obgyn Lina (2)

a. Toxoplasma

Infeksi toxoplasma pada kehamilan dapat menyebabkan abortus spontan (4%),

kematian janin dalam kandungan (3%), janin hidup dengan kelainan tertentu (7%),

toksoplasmosis bawaan (5%). Secara keseluruhan, kurang dari ¼ bayi yang mengalami

toksoplasmosis kongenital menampakkan gejala klinis pada saat lahir. Sebagian besar baru

akan memperlihatkan gejala kemudian hari. Toksoplasma menyerang otak janin dan dapat

menyebabkan berat badan janin rendah, hepatosplenomegali, ikterus dan anemia. Gejala

defisit neurologis seperti kejang-kejang, kalsifikasi intrakranial, retardasi mental dan

hidrosefalus atau mikrosefalus. Pada kedua kelompok biasanya terjadi korioretinitis. 7,8

b. Rubella

Rubella telah dibuktikan dapat menyebabkan abortus (2%), kematian janin dalam

kandungan (3%), dan kelainan kongenital yang berat.8Infeksi rubella pada janin dapat

menghambat pertumbuhan intra uterin, kelainan hematologi, hepatosplenomegali, ikterus, dan

kelainan kromosom sehingga dapat mengganggu kesejahteraan janin dalam kandungan yang

berdampak pada kematian janin

c. Cytomegalovirus

Cytomegalovirus merupakan penyebab tersering infeksi perinatal, dengan insidens

mencapai 0,5-2% neonatus. Infeksi cytomegalovirus pada janin dapat menghambat

pertumbuhan intra uterin, kelainan hematologi, hepatosplenomegali, hidrosefalus,

mikrosefalus, ikterus, dan hidrofetalus sehingga mengganggu kesejahteraan janin dalam

kandungan yang berdampak pada kematian janin

d. Herpes Simplex Virus

Fetus seringkali terinfeksi oleh virus ini melalui serviks atau jalan lahir. Virus

kemudian dapat menginvasi uterus apabila terjadi ketuban pecah. Hampir separuh dari

neonatus yang terinfeksi adalah preterm dan resiko infeksi mereka tersebut berhubungan

dengan jenis infeksi maternal primer atau rekuren. Dari 50% infeksi neonatal pada infeksi

maternal primer namun hanya 4-5% yang terjadi pada infeksi rekurens.Dari suatu penelitian

dilaporkan bahwa tidak ada dari 34 neonatus yang terpajan terhadap virus rekurens pada saat

persalinan yang terinfeksi. Hal ini diduga terjadi karna inocuum virus yang lebih kecil dan

terdapat antibodi yang ditransfer lewat plasenta yang menurunkan insidens dan beratnya

penyakit pada neonatal. Infeksi yang terlokalisir biasanya memiliki luaran yang baik.

e. Malaria

Malaria juga terkenal dapat memicu IUFD. Kematian janin intra uteri dapat terjadi

akibat hiperpireksi, anemi berat, penimbunan parasit di dalam plasenta yang menyebabkan

gangguan sirkulasi ataupun akibat infeksi trans-plasental. Kematian janin intra uteri akibat

malaria dilaporkan terjadi sebanyak 4%.

f. TBC

15

Page 16: Preskas Obgyn Lina (2)

Tuberkolusis paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkanoleh

basilMikobacterium tuberkolusis. Karena kehamilan belum terbukti meningkatkan risiko TB,

epidemiologi TB pada kehamilan adalah refleksi dari kejadian umum kasus TB.Indonesia

merupakan negara ketiga di dunia dalam urutan jumlah penderita TBC setelah India (30%)

dan China (15%) dengan presentase sebanyak 10% dari total penderita TBC di

dunia.Patogenesis infeksi tuberkulosis pada wanita hamil sama dengan pada wanita tidak

hamil. Namun, gejala tuberkulosis pada ibu hamil dapat hadir secara diam-diam, karena

gejala malaise dan kelelahan yang terjadi lebih dianggap gejala akibat kehamilan daripada

penyakit. Selain itu, selama kehamilan menjadi sulit untuk mengenali penurunan berat badan.

Komplikasi kebidanan telah dilaporkan dapat mengakibatkan aborsi spontan, kehamilan

dengan rahim kecil, dan berat badan sub-optimal pada kehamilan. Lainnya termasuk

persalinan prematur, berat lahir rendah dan peningkatan mortalitas neonatal. Keterlambatan

diagnosis merupakan faktor independen, yang dapat meningkatkan morbiditas obstetri sekitar

empat kali lipat, sementara risiko persalinan prematur mungkin meningkat sembilan kali lipat.

6) Prolonged Pregnancy (kehamilan diatas 42 minggu)

Kehamilan lebih dari 42 minggu dapat menyebabkan kematian janin sekitar 5% 2,3 Jika

kehamilan telah lewat waktu, plasenta akan mengalami penuaan sehingga fungsinya akan

berkurang. Janin akan kekurangan asupan nutrisi dan oksigen. Cairan ketuban bisa berubah

menjadi sangat kental dan hijau, akibatnya cairan dapat terhisap masuk kedalam paru-paru

janin. Hal ini bisa dievaluasi melalui USG dengan color Doppler sehingga bisa dilihat arus

arteri umbilikalis jantung ke janin. Jika demikian kehamilan harus segera dihentikan dengan

cara induksi. Itulah perlunya taksiran kehamilan pada awal dan akhir kehamilan.

7) Hamil pada usia lanjut

Peningkatan usia maternal juga akan meningkatkan risiko IUFD. Wanita diatas usia 35

tahun memiliki risiko 40-50% lebih tinggi akan terjadinya IUFD dibandingkan dengan wanita

pada usia 20-29 tahun. Risiko terkait usia ini cenderung lebih beratpada pasien primipara

dibanding multipara. Alasan yang mungkin dapat menjelaskan sebagian risiko terkait usia ini

adalah insiden yang lebih tinggi akan terjadinya kehamilan multiple, diabetes gestasional,

hipertensi, dan malformasi fetal pada wanita yang lebih tua.

8) Kematian Ibu

Jika terjadi kematian ibu, sudah jelas janin juga akan mengalami kematian dikarenakan

fungsi tubuh yang seharusnya menopang pertumbuhan janin tidak lagi ada. Insidensi

terjadinya IUFD karena kematian ibu adalah 50%.

9) Ruptur uteri

16

Page 17: Preskas Obgyn Lina (2)

Ruptur uteri pada kehamilan merupakan komplikasi yang jarang tetapi memiliki

insiden yang tinggi terhadap morbiditas janin dan ibu. Berdasarkan penelitian dari tahun

1976-2012, menggambarkan kejadian pecahnya rahim, dilaporkan 2.084 kasus di antara

2.951.297 wanita hamil, menghasilkan tingkat ruptur uteri keseluruhan dari 1 di 1.146

kehamilan (0,07%). Luka rahim dari operasi caesar sebelumnya merupakan faktor risiko yang

paling umum. Bentuk lain dari operasi rahim yang menghasilkan sayatan ketebalan penuh

(seperti miomektomi), persalinan disfungsional, augmentasi persalinan dengan oksitosin atau

prostaglandin, turut menjadi faktor resiko pecahnya rahim.

b. Faktor Janin

1) Gerakan Sangat Berlebihan

Gerakan bayi dalam rahim yang sangat berlebihan, terutama jika terjadi gerakan satu arah saja

dapat membahayakan kondisi janin. Hal ini dikarenakan gerakan yang berlebihan ini akan

menyebabkan tali pusar terpelintir. Jika tali pusar terpelintir, maka pembuluh darah yang

mengalirkan darah dari ibu ke janin akan tersumbatsehingga dapat menyebabkan iskemik,

hipoksia dan kematian janin dalam kandungan (10,8%).Gerakan janin yang sangat aktif

menandakan bahwa kebutuhan janin tidak terpenuhi.

2) Kelainan kromosom

Kelainan kromosom meningkatkan risiko terjadinya IUFD. Kuleshov dkk melaporkan

bahwa sekitar 14% IUFD terjadi akibat kelainan kariotipe. Kematian janin akibat kelainan

genetik biasanya baru terdeteksi pada saat kematian sudah terjadi, yaitu dari hasil otopsi janin.

Hal inidisebabkan karena pemeriksaan kromosom saat janin masih dalam kandungan beresiko

tinggi dan memakan biaya banyak.

3) Kelainan bawaan bayi

Yang bisa mengakibatkan kematian janin adalah hidropsfetalus, yakni akumulasi

cairan dalam tubuh janin. Jika akumulasi cairan terjadi dalam rongga dada bisa menyebabkan

hambatan nafas bayi. Kerja jantung menjadi sangat berat akibat dari banyaknya cairan dalam

jantung sehingga tubuh bayi mengalami pembengkakan atau terjadi kelainan pada paru-

parunya.Kematian janin akibat kelainan bawaan terjadi sekitar 1,6%

4) Malformasi janin

Pada janin yang mengalami malformasi, berarti pembentukan organ janin tidak

berlangsung dengan sempurna. Karena ketidaksempurnaan inilah suplai yang dibutuhkan

janin tidak terpenuhi, sehingga kesejahteraan janin menjadi buruk dan bahkan akan

menyebabkan kematian pada janin.1,3 Kematian janin akibat malformasi janin terjadi sekitar

1,3%.

5) Kehamilan multiple

17

Page 18: Preskas Obgyn Lina (2)

Pada kehamilan multiple ini resiko kematian maternal maupun perinatal meningkat.

Berat badan janin lebih rendah dibanding janin pada kehamilan tunggal pada usia kehamilan

yang sama (bahkan perbedaannya bisa sampai 1000-1500gr ). Hal ini bisa disebabkan

regangan uterus yang berlebihan sehingga sirkulasi plasenta juga tidak lancar. Jika

ketidaklancaran ini berlangsung hingga keadaan yang parah, suplai janin tidak terpenuhi dan

pada akhirnya akan menyebabkan kematian janin sekitar 18%

6) Intra Uterine Growth Restriction

Janin IUFD rata-rata memiliki berat badan yang kurang dibanding janin normal pada

tingkat usia gestasional yang sama. Hal ini disebabkan karena proses restriksi pertumbuhan

yang mungkin berbagi penyebab yang sama dengan insufisiensi plasenta.IUGR adalah

penyebab penting IUFD. IUGR diketahui berhubungan dengan kehamilan multipel,

malformasi kongenital, kelainan kromosom fetal dan preeklampsia. Dalam studi Gardosi dkk,

dilaporkan bahwa 41% kasus IUFD adalah janin yang kecil untuk usia gestasional dan

kelompok ini juga sangat berisiko memicu terjadinya persalinan prematur.

7) Infeksi (parvovirus B19, CMV, listeria)

Infeksi ini terjadi dikarenakan oleh virus, dan jika virus ini telah menyerang maka

akan menyebabkan janin mengalami gangguan seperti, pembesaran hati, kuning, pengapuran

otak, ketulian, retardasi mental, dan lain-lain. Dan gangguan ini akan membuat kesejahteraan

janin memburuk dan jika dibiarkan terus-menerus janin akan mati. Dilaporkan bahwa

kematian janin akibat infeksi terjadi sekitar 6-15% dari seluruh kasus IUFD

c. Faktor Plasenta

Sejumlah kelainan plasenta berhubungan dengan IUFD misalnya inflamasi membran,

kompresi tali pusat, lesi akibat insufisiensi vaskular uteroplasental yang tampak sebagai

infark, dan solusio plasenta yang dilaporkan sebanyak 12 % menyebabkan IUFD. Kompresi

tali pusat juga dilaporkan memicu IUFD secara langsung. Kompresi tali pusat dapat

menghambat aliran darah dan oksigen ke janin, sehingga dapat menyebabkan iskemik,

hipoksia dan kematian. Secara keseluruhan faktor plasenta dapat menyebabkan kematian

janin sebanyak 25-30%

3. Patologi Anatomi

Janin yang meninggal intra uterin biasanya lahir dalam kondisi maserasi. Kulitnya

mengelupas dan terdapat bintik-bintik merah kecoklatan oleh karena absorbsi pigmen darah.

Seluruh tubuhnya lemah atau lunak dan tidak bertekstur. Tulang kranialnya sudah longgar dan

dapat digerakkan dengan sangat mudah satu dengan yang lainnya. Cairan amnion dan cairan

18

Page 19: Preskas Obgyn Lina (2)

yang ada dalam rongga mengandung pigmen darah. Maserasi dapat terjadi cepat dan

meningkat dalam waktu 24 jam dari kematian janin. Dengan kata lain, patologi yang terjadi

pada IUFD dapat terjadi perubahan-perubahan sebagai berikut1

a) Rigor mortis (tegang mati)

Berlangsung 2 ½ jam setelah mati, kemudian janin menjadi lemas sekali.

b) Stadium maserasi I

Timbul lepuh-lepuh pada kulit. Lepuh-lepuh ini mula-mula berisi cairan jernih kemudian menjadi

merah. Berlangsung sampai 48 jam setelah janin mati.

c) Stadium maserasi II

Lepuh-lepuh pecah dan mewarnai air ketuban menjadi merah coklat. Terjadi setelah 48 jam janin

mati.

d) Stadium maserasi III

Terjadi kira-kira 2 minggu setelah janin mati. Badan janin sangat lemas dan hubungan antar

tulang sangat longgar. Terdapat edema di bawah kulit.

4. Tanda dan Gejala

Pada wanita yang diketahui mengalami kematian janin intra uterine (IUFD), pada

beberpa hari berikutnya mengalami penurunan ukuran payudara.1 Tanda-tanda lain yang juga

dapat ditemukan adalah sebagai berikut:

1) Tidak ada gerakan janin. Pada umumnya, ibu merasakan gerakan janin pertama pada usia

kehamilan 18 minggu (pada multipara) atau 20 minggu (pada primipara). Gerakan janin

normalnya minimal 10 kali sehari.

2) Gerakan janin yang sangat hebat atau sebaliknya, gerakan janin yng semakin pelan atau

melemah.

3) Ukuran abdomen menjadi lebih kecil dibandingkan dengan ukuran pada saat kehamilan

normal dan tinggi fundus uteri menurun atau kehamilan yang tidak kunjung besar, dicurigai

bila pertumbuhan kehamilan tidak sesuai bulan.

4) Bunyi jantung anak tidak terdengar

5) Palpasi janin menjadi tidak jelas

6) Pergerakan janin tidak teraba oleh tangan pemeriksa

7) Pada foto rontgen dapat terlihat:

Tulang-tulang cranial saling menutupi (tanda spalding)

Tulang punggung janin sangat melengkung (tanda naujokes)

Ada gelembung-gelembung gas pada badan janin

5. Penatalaksanaan Kematian Janin Intrauterin

19

Page 20: Preskas Obgyn Lina (2)

Kelahiran harus segera diinduksi secepatnya setelah diagnosa dapat ditegakkan. Pada

satu penelitian, penundaan kelahiran lebih dari 24 jam setelah terdiagnosis dihubungkan

dengan peningkatan terjadinya masa anxietas dibandingkan dengan wanita yang kelahirannya

diinduksi dalam waktu 6 jam.

Ketika janin berada di dalam uterus selama 3-4 minggu, level fibrinogen bisa turun

yang dapat menyebabkan koagulopati. Hal ini sangat jarang terjadi pada kehamilan tunggal

karena penegakan diagnosa dan induksi yang dilakukan lebih awal. Pada beberapa kasus

kehamilan kembar, tergantung dari tipe plasentasi, induksi setelah kematian kedua janin

mungkin dapat menghambat perkembangan janin menjadi matur. Pada kasus ini beberapa

spesialis anak tidak merekomendasikan untuk memeriksakan koagulasi darah. Secara umum,

resiko berkembangnya disseminated intravascular coagulopathy sangat jarang.

Kematian janin awal dapat ditangani dengan pemberian laminaria diikuti oleh dilatasi

dan ekstraksi. Pada wanita dengan kematian janin sebelum usia kehamilan kurang dari 28

minggu, induksi dapat dilakukan dengan menggunakan prostaglandin E2 vaginal suppositoria

(10-20 mg tiap 4-6 jam), misoprostol pervaginal atau per oral (400 mcg tiap 4-6 jam),

dan/atau oxytocin (terutama bagi wanita dengan sectio caessaria). Pada wanita dengan

kematian janin pada usia kehamilan setelah 28 minggu, harus menggunakan dosis yang lebih

rendah. The American College of Obstetricians and Gynaecologists mengatakan bahwa untuk

induksi kelahiran prostaglandin E2 dan misoprostol hendaknya tidak digunakan pada wanita

denga riwayat sectio caessaria karena resiko terjadinya ruptur uteri.

Penanganan rasa nyeri pada pasien dengan induksi kelahiran untuk kasus kematian

janin lebih mudah ditangani dibandingkan dengan pasien dengan janin yang masih hidup.

Narkotik dengan dosis yang lebih tinggi bermanfaat untuk pasien, dan pemberian morfin

biasanya cukup efektif untuk pengendalian rasa nyeri.

Berikut tahapan-tahapan penanganan pada ibu yang didiagnosa mengalami IUFD:

1. Jika kematian janin intra uterine telah jelas ditemukan, pasien harus diberitahukan secara berhati-

hati dan dihibur. Pertimbangkan untuk menunda prosedur evakuasi janin untuk membiarkan

pasien menyesuaikan secara psikologis terhadap kematian janin tersebut. Penundaan tersebut juga

mempunyai keuntungan tambahan dengan memberikan kesempatan pada serviks untuk lebih

siap. Jika persalinan tidak terjadi segera setelah kematian janin, terutama pada kehamilan lanjut,

koagulopati maternal dapat terjadi, walaupun keadaan ini jarang terjadi sebelum 4-6 minggu

setelah kematian janin. Setelah 3 minggu, lakukan pemeriksaan koagulasi yang termasuk hitung

trombosit, kadar fibrinogen, waktu protrombin, partial tromboplastin time (PTT), dan analisis

produk degradasi fibrinogenserta lakukan secara serial. Berikan immunoglobulin rhesus pada

semua gravida rhesus negatif kacuali ayah janin diketahui pasti dengan rhesus negatif. Berikan

dosis kecil (30μg) pada trimester I dan dosis penuh pada kehamilan akhir.

20

Page 21: Preskas Obgyn Lina (2)

2. Penggunaan USG pada kehamilan dini telah menunjukkan bahwa kematian janin terjadi pada

gestasi kembar lebih sering daripada yang diperkirakan sebelumnya. Keadaan ini biasanya

asimtomatik, walaupun mungkin terjadi bercak pada vagina. Tidak diperlukan intervensi, dan

dapat diharapkan terjadinya resorpsi pada janin yang mati. Hipofibrinogenemia maternal adalah

komplikasi yang jarang dan harus diamati pada kasus tersebut. Koagulopati konsumtif juga dapat

timbul pada janin yang hidup. Keadaan ini mengarahkan pada perlunya persalinan segera jika

kematian salah satu janin terjadi pada kehamilan yang lanjut dan maturitas janin yang lainnya

telah diyakini dengan pemeriksaan unsur-unsur pulmonal dalam cairan amnion.

3. Prostaglandin E2 dalam bentuk supositoria vagina (20 mg tiap tiga sampai lima jam) adalah

efektif untuk evakuasi janin yang telah mati pada midtrimester.1,3 Walaupun insidensi

keberhasilan adalah tinggi, terjadinya retensi plasenta memerlukan kuretase. Dokter dapat

menggunakan dosis 15-methylprostaglandin F2 intramuskuler (250 μg pada interval satu dan satu

sampai satu setengah dan seengah jam) jika selaput amnion telah pecah. Sesuaikan jadwal dosis

untuk menghindari stimulasi yang berlebihan. Adanya kegagalan mengarahkan pada anomali

rahim. Persiapkan aminophylline dan terbuTaline untuk menghindari bronkospasme jika

prostaglandin diberikan pada pasien asmatik. Penggunaan oksitosin secara bersamaan harus

dihindari karena resiko rupture uterin.

4. Jika janin telah mati dalam waktu yang cukup lama, ukuran rahim menurun cukup banyak untuk

memungkinkan evakuasi dengan penyedotan dapat dilakukan dengan aman. Pemeriksaan

keadaan koagulasi, seperti yang telah disebutkan, harus dilakukan. Jika keadaan tersebut

ditemukan, atasilah koagulopati dan lanjutkan dengan evakuasi. Kira-kira 80% akan memasuki

persalinan dalam dua atau tiga minggu. Jika timbul koagulopati, heparin dapat dipakai untuk

memperbaikinya sebelum melakukan evakuasi rahim, tetapi penggunaan heparin pada keadaan

tersebut tidak sepenuhnya bebas dari bahaya. Histerotomi hampir tidak pernah diindikasikan

kecuali terdapat persalinan dengan seksio secaria sebelumnya atau operasi miomektomi.

Evakuasi instrumental transervikal dan kehamilan trimester ketiga yang telah lanjut memerlukan

keahlian dan pengalaman khusus untuk menghindari perforasi dan perdarahan. Laminaria

mungkin berguna dalam kasus tersebut.

5. Semua gravida dengan rhesus negatif harus diberikan immunoglobulin rhesus. Jika diperkirakan

terdapat interval lebih dari 72 jam antara kematian janin dan persalinan, berikan dosis

immunoglobulin yang sesuai dengan segera. Penjelasan pasca persalinan adalah bagian yang

penting dalam perawatan total pasien. Tiap usaha harus dilakukan untuk mendapatkan ijin otopsi

janin, karyotiping dan pemeriksaan lain yang dindikasikan.

21

Amati absorpsi janin yang telah

mati.Amati koagulopati maternal

Pertimbangkan untuk menunda intervensi

dengan alasan psikologis untuk

Ditemukan kehamilan ganda dengan

satu janin masih hidup

Ditemukan janin tunggal

Tentukan usia kehamilan dan cari adanya

kehamilan ganda

Page 22: Preskas Obgyn Lina (2)

Penanganan Khusus

22

Tentukan apakah Rhesus negatif dan lakukan desensitisasi.

Berikan immunoglobulin rhesus daam dosis yang tepat sesuai dengan usia kehamilan.

Jika terjadi pada kehamilan

akhir, pertimbangkan

intervensi dengan induksi

persalinan atau seksio sesaria

untuk mencegah koagulopati

Amati absorpsi janin yang telah

mati.Amati koagulopati maternal

Pertimbangkan untuk menunda intervensi

dengan alasan psikologis untuk

Lakukan dilatasi dan evakuasi vakum

atau berikan regimen prostaglandin

intramuskular / intravaginal

Page 23: Preskas Obgyn Lina (2)

Kematian janin dapat terjadi akibat gangguan pertumbuhan janin, gawat janin, atau

kelainan bawaan atau akibat infeksi yang tidak terdiagnosis sebelumnya sehingga tidak

diobati.

Jika pemeriksaan radiologik tersedia, konfirmasi kematian janin setelah 5 hari. Tanda-tandanya

berupa overlapping tulang tengkorak, hiperfleksi kolumna vertebralis, gelembung udara di dalam

jantung dan edema scalp.

USG: merupakan sarana penunjang diagnostik yang baik untuk memastikan kematian janin di

mana gambarannya menunjukkan janin tanpa tanda kehidupan: tidak ada denyut jantung janin,

ukuran kepala janin, dan cairan ketuban berkurang.

Pilihlah cara persalinan dapat secara aktif dengan induksi maupun ekspektatif, perlu dibicarakan

dengan pasien dan keluarganya sebelum keputusan diambil.

Bila pilihan penanganan adalah ekspektatif:

- tunggu persalinan spontan hingga 2 minggu;

- yakinkan bahwa 90% persalinan spontan akan terjadi tanpa komplikasi.

Jika trombosit dalam 2 minggu menurun tanpa persalinan spontan, lakukan penanganan aktif.

Jika penanganan aktif akan dilakukan, nilai serviks:

- jika serviks matang, lakukan induksi persalinan dengan oksitosin atau prosaglandin.

- jika serviks belum matang, lakukan pematangan serviks dengan prostaglandin atau

kateter foley.

Catatan: Jangan lakukan amniotomi karena beriiko infeksi.

- persalinan dengan seksio sesarea merupakan alternatif terakhir.

Jika persalinan spontan tidak terjadi dalam 2 minggu, trombosit menurun, dan serviks belum

matang, matangkan serviks dengan misoprostol:

- tempatkan misoprostol 25 mcg di puncak vagina; dapat diulangi sesudah 6 jam.

- jika tidak ada respon sesudah 2 x 25 mcg misoprostol, naikkan dosis menjadi 50 mcg

setiap 6 jam.

Catatan: Jangan berikan lebih dari 50 mcg setiap kali dan jangan melebih 4 dosis.

Jika ada tanda infeksi, berikan antibiotika untuk metritis.

Jika tes pembekuan sederhana lebih dari 7 menit atau bekuan mudah pecah, waspada koagulopati.

Berikan kesempatan kepada ibu dan keluarganya untuk melihat dan melakukan berbagai kegiatan

ritual bagi janin yang meninggal tersebut.

Pemeriksaan patologi plasenta adalah untuk mengungkapkan adanya patologi plasenta dan

infeksi.

23Hitung trombosit

Kadar fibrinogen

Waktu protrombin (PT)

Partial Thromboplastin Time

Hilangnya pergerakan janin

Tidak terdapat pertumbuhan janin

Tidak terdapat denyut jantungj

DUGAAN KEMATIAN JANIN

Page 24: Preskas Obgyn Lina (2)

6. Komplikasi yang mungkin Terjadi

Komplikasi yang mungkin terjadi pada ibu hamil dengan IUFD dapat terjadi bila

janin yang sudah meninggal tidak segera dilahirkan lebih dari 2 minggu. Akan tetapi, kasus

janin yang meninggal dan tetap berada di rahim ibu lebih dari 2 minggu sangat jarang terjadi.

Hal ini dikarenakan biasanya tubuh ibu sendiri akan melakukan penolakan bila janin mati,

sehingga timbulah proses persalinan. Adapun komplikasi yang mungkin terjadi adalah

sebagai berikut:

1) Disseminated Intravascular Coagulation (DIC), yaitu adanya perubahan pada proses

pembekuan darah yang dapat menyebabkan perdarahan atau internal bleeding.

2) Infeksi

3) Koagulopati maternal dapat terjadi walaupun ini jarang terjadi sebelum 4-6 minggu setelah

kematian janin.

Oleh karena adanya komplikasi akibat IUFD, maka janin yang telah meninggal harus

segera dilahirkan. Proses kelahiran harus segera dilkukan secara normal, karena bila melalui

operasi akan terlalu merugikan ibu. Operasi hanya dilakukan jika ada halangan untuk

melahirkan normal. Misalnya janin meninggal dalam posisi melintang atau karena ibu

mengalami preeklampsia

BAB III

LAPORAN KASUS

24

Hitung trombosit

Kadar fibrinogen

Waktu protrombin (PT)

Partial Thromboplastin Time

Hilangnya pergerakan janin

Tidak terdapat pertumbuhan janin

Tidak terdapat denyut jantungj

Page 25: Preskas Obgyn Lina (2)

A. IDENTITAS PASIEN

Istri Suami

Nama : Ny. S

Umur : 39 th

Pendidikan : SMEA

Pekerjaan : Wirausaha

Agama : Islam

Alamat : Kp. Jati, Cibitung

Tanggal Masuk : 21 Oktober 2014

Nama : Tn. R

Umur : 30 th

Pendidikan : SMP

Pekerjaan : Karyawan

Agama : Islam

B. ANAMNESIS

Dilakukan Autoanamnesis pada pasien tanggal 21 Oktober 2014 jam 14.00

Keluhan Utama :

Pasien ingin kontrol kehamilan.

Keluhan Tambahan :

(-)

Riwayat penyakit sekarang :

Pasien datang ke Poli RSUD Kab. Bekasi, atas rujukkan bidan dikarenakan hasil laboratorium

gula darah sewaktu (GDS) pasien mencapai 600mg/dl, pasien mengatakan bahwa memang memiliki

penyakit diabetes mellitus yang terkontrol sejak 1 tahun lalu, pasien rutin mengkonsumsi

Glibenklamid dan suntik insulin sendiri. Pasien juga mengeluhkan tidak merasakan pergerakan janin

sejak kemarin sore (20 Oktober 2014) serta mengeluarkan keputihan yang cukup banyak berwarna

kuning keruh dan sedikit berbau sejak awal kehamilan namun pasien tidak memeriksakan penyebab

keputihan, keluhan lain yang dirasakan pasien adalah pada kehamilan ini pasien mudah lelah

dibandingkan dengan kehamilan sebelumnya.

Dokter kemudian mendiagnosis pasien mengalami diabetes mellitus tipe II,IUFD. Pasien

mengatakan sedang hamil 7 bulan dan ini merupakan kehamilan yang keempat dan belum pernah

keguguran.

Riwayat penyakit dahulu :

Penyakit darah tinggi,jantung, paru, ginjal dan alergi disangkal.

25

Page 26: Preskas Obgyn Lina (2)

Riwayat penyakit keluarga :

Nenek pasien menderita diabetes melitus

Riwayat menstruasi :

Menarche : 15 tahun

Siklus : Teratur, tiap 1 bulan sekali

Lama : 5 hari

Riwayat KB :

2011-2012 memakai KB suntik tiap 3 bulan

Riwayat Obstetri:

Paritas : G4P3A0

HPHT : 12 Maret 2014

TP : 19 November 2014

Usia kehamilan : 29 minggu

Riwayat Persalinan

No Jenis Kelamin Umur

Kehamilan

Jenis

Persalinan

Penolong Umur Anak BBL

1 Perempuan Aterm Pervaginam Bidan 21th 3200gr

2 Perempuan Aterm Pervaginam Bidan 14th 3000gr

3 Laki-laki Aterm Pervaginam Bidan 7th 3400gr

4 Hamil ini

Catatan penting selama asuhan antenatal :

ANC di bidan teratur.

C. PEMERIKSAAN FISIK

1. Status generalis

Keadaan umum : Baik

Kesadaran : Composmentis

Tekanan darah : 120/80 mmHg

Nadi : 88 x/menit

26

Page 27: Preskas Obgyn Lina (2)

Suhu : 36,7 oC

Pernafasan : 18 x/menit

Mata : Konjungtiva anemis (-), Sklera ikterik (-)

Paru : Suara nafas vesikuler di seluruh lapang paru, suara tambahan (-)

Jantung : Bunyi Jantung I/Bunyi Jantung II reguler murni, suara BJ tambahan

(-)

Abdomen : Pembesaran perut (+) simetris, bising usus (+), striae gravidarum (+)

Ekstremitas : Akral hangat, edema (-)

2. Status obstetri

a. Pemeriksaan luar

TFU : 26 cm

TBJ klinis : (26 – 13) x 155 = 2.015 gram

Leopold I : Teraba bagian lunak, tidak melenting, asimetris, kesan bokong

Leopold II : Teraba bagian keras memanjang di sebelah kanan, kesan punggung di

kanan dan bagian kecil-kecil menonjol di sebelah kiri, kesan ekstremitas

Leopold III : Teraba bagian keras, bulat, simetris, kesan kepala

Leopold IV : Bagian terbawah janin belum memasuki PAP

Gerakan Janin : Tidak ada

His : (-)

DJJ : (-)

b. Pemeriksaan Laboratorium (21 Oktober 2014)

Pemeriksaan Hematologi

Hemoglobin : 13.5 g/dl Glukosa Sewaktu : 648 mg/dL

Leukosit : 8.000/mm

Eritrosit : 4,3 jt/mm3

Hematokrit : 37,4

Trombosit : 170 ribu/mm3

c. Pemeriksaan Penunjang

USG (hasil tidak dilampirkan)

Hasil : - DJJ –

27

Page 28: Preskas Obgyn Lina (2)

- Gerakan janin –

- BPD, AC dan FL sesuai dengan usia 29 minggu,

- Plasenta berada di fundus uteri

- Cairan ketuban Cukup

- Spalding sign +

D. DIAGNOSIS KERJA

Ibu : G4P3A0 hamil 29 minggu dengan diabetes mellitus tipe II

Janin : Janin tunggal, IUFD, intra uterin, presentasi kepala, DJJ : -.

E. RENCANA PENATALAKSANAAN

- Infus RL 20 tts/mnt

- Misoprostol 200µg ½ tab setiap 6 jam

- Observasi TTV

- Konsultasi Penyakit Dalam

FOLLOW UP

28

Page 29: Preskas Obgyn Lina (2)

Ruang VK

Tanggal,

Jam PemeriksaanTemuan Klinis dan Penatalaksanaan

21-10-2014

15.30

S : pasien mengatakan tidak ada keluhan

O : KU baik Kesadaran : Composmentis

TD : 120/80 Nadi : 88x/menit RR : 18x/menit Suhu : 36,7⁰C

TFU : 26 cm His : (-) DJJ : (-)

Pemeriksaan dalam tidak dilakukan

Lab : GDS : 684mg/dl

A : G4P3A0 hamil 29 minggu dengan DM tipe II dan IUFD

P : - Misoprostol 200µg ½ tab

- Insulin 20U

- Mengobservasi kondisi ibu dan DJJ

- Konsultasi Penyakit Dalam

21-10-2014

jam 21.30

S : Pasien mengatakan mulas-mulas

O : KU baik Kesadaran : composmentis

TD : 120/80 mmHg R : 22x/menit N : 80x/menit S :

36,3⁰C

His : (-) DJJ : 130 dpm

Lab : GDS : 413 mg/dl

A : G4P3A0 hamil preterm dengan DM tipe II dan IUFD

P : - Misoprostol 200µg ½ tab

- Insulin 20U IM

- Mengobservasi kondisi ibu dan DJJ

jam 00.50Kala I

Pembukaan lengkap

Kala II

Pasien melahirkan pervaginam, bayi berjenis kelamin laki-laki dengan berat

2400 kg dan panjang 42 cm, tidak tampak tanda-tanda maserasi

29

Page 30: Preskas Obgyn Lina (2)

Kala III

Tali pusat memanjang, semburan darah tiba-tiba, darah berwarna hitam

Kala IV

Laserasi perineum derajat I

jam 01.20

S: Pasien mengatakan luka jahitan mulai terasa nyeri namun lega telah

melahirkan.

O: KU: nampak sakit ringan Kesadaran : Composmentis

TD : 110/70 Nadi : 80 x/menit RR : 18 x/menit Suhu : 36,7⁰C

A: P4A0

P: - Infus RL + 2 amp syntosinon 20 tts/menit

- Asam Mefenamat tab 500mg- Cefadroxil tab 500mg

jam 03.30 GDS : 358 mg/dl

Ruang Rawat lantai III Penyakit Dalam

Tanggal,

Jam PemeriksaanTemuan Klinis dan Penatalaksanaan

24-10-2014

14.00

S: Nyeri pasca persalinan (-)

O: KU: baik Kesadaran : Composmentis

TD : 120/70 mmHg Nadi : 80 x/menit RR : 20 x/menit Suhu :

36,5 ⁰C

Kontraksi uterus baik, perdarahan normal, TFU 2 jari dibawah pusat.

A : P5A0 post persalinan pervaginam dengan DM tipe II dan IUFD

Lab GDS : 06.00 : 328mg/dl

12.00 : 470mg/dl

P : - infus RL

- Cefadroxil 500mg 3x1

30

Page 31: Preskas Obgyn Lina (2)

- Asam Mefenamat 500mg 3x1

- Sulfous ferrous 500mg 2x1

- Lynoral tab 3x1

- Insulin

Prognosis :

Ibu : dubia ad bonam

31

Page 32: Preskas Obgyn Lina (2)

BAB IV

ANALISA KASUS

Pasien berumur 39 tahun, dengan diagnosis G4P3A0 hamil preterm dengan DiabetesMelitus Pre Gestasional dan Janin IUFD

1. Apakah penegakkan diagnosis pada pasien ini sudah sesuai dengan teori ?

A. Dasar diagnosis Diabetes Melitus :· Anamnesa : Terdapat riwayat diabetes mellitus pada keluarga pasien.

Menurut literatur, diabetes mellitus dapat diturunkan secara genetik

· Pemeriksaan laboratorium : GDS 648 mg/dl

Menurut literatur dari Fourth International Workshop Conference on Gestasional Diaberes Melitus gula darah sebelum makan adalah <95mg/dl dan <140 – 120mg/dl satu atau dua jam setelah makan

· Faktor risiko diabetes mellitus yang ditemukan pada kasus ini adalah riwayat keluarga pasien

dengan diabetes melitus.

Menurut literatur, diabetes mellitus dapat diturunkan secara genetic.

B. Dasar diagnosis IUFD :· Anamnesis : Pasien tidak merasakan gerakan janin satu hari sebelum masuk Rumah Sakit

Menurut literatur, diabetes mellitus adalah factor resiko terjadinya IUFD. Untuk menegakkan

diagnosis IUFD adalah tidak dirasakan gerak janin.

- Pemeriksaan Leopold : Tidak dirasakan adanya gerak janin.- Pemeriksaan USG : Ditemukan adanya spalding sign.

Faktor risiko IUFD pada pasien ini adalah diabetes melitus pada ibu, karena diabetes melitus

menyebabkan hiperglikemi pada janin sehingga kebuthuna oksigen pada janin meningkat dan

menyebabkan janin hipoksia.

2 Apakah terjadinya IUFD pada kasus ini dapat dihindari?

Ya, dengan rutin cek kadar gula darah saat ANC di Rumah Sakit. Sangat dianjurkan untuk

para ibu hamil dengan riwayat diabetes melitus untuk ANC di Rumah Sakit.

Pada fase parturien, diharapkan untuk mengkonsulkan penyakit diabetes melitus ibu ke dokter

spesialis pnyakit dalam

3. Apakah penanganan kasus pasien ini sudah sesuai dengan prosedur ?

32

Page 33: Preskas Obgyn Lina (2)

Menurut penulis, penanganan kasus ini belum sesuai prosedur karena yang mengelola adalah

dokter spesialis penyakit dalam, karena penanganan pada kasus ini adalah untuk menurunkan

kadar gula darah pasien.

4. Penyebab IUFD pada janin adalah akibat kadar gula darah yang tidak dikontrol setiap ANC dan pasien tidak di edukasi tentang resiko kehamilan pada ibu dengan diabetes mellitus.

33

Page 34: Preskas Obgyn Lina (2)

BAB V

PENUTUP

Kesimpulan

- Penegakkan diagnosis pada pasien ini yang meliputi anamnesa, pemeriksaan fisik dan USG

penunjang sudah sesuai dengan teori.

- Penanganan kasus pasien ini sudah sesuai dengan prosedur

- Penyebab IUFD pada pasien ini adalah akibat diabetes melitus

Saran

- Konseling terhadap kasus ini adalah memberitahu kepada pasien agar menggunakan KB.

- Konseling kepada semua ibu hamil untuk mendeteksi dini kadar gula darah pada saat ANC, fase

premarital dan parturien

- Untuk sarana kesehatan primer agar segera merujuk ibu hamil dengan diabetes mellitus agar

komplikasi tidak timbul, khususnya pada kasus ini adalah IUFD.

34

Page 35: Preskas Obgyn Lina (2)

DAFTAR PUSTAKA

1. Association, A. and others, (2013). Diagnosis and classification of diabetes mellitus. Diabetes

care, 36(Supplement 1), pp.67--74.

2.. Cuningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap III LC, Hauth JC,Wenstrom KD. Williams

Obstetrics 23rd Ed. New York : McGraw-Hill 2001

3. Hermanto, A. (2008). Keberhasilan Penanganan DM Pragestasional dengan Komplikasi

Berat. FK UNAIR/RSU Dr. Soetomo Surabaya

4. Harkins, V. (2011). GP desk top guidelines for the management of pre-gestational and

gestational diabetes mellitus from pre-conception to the postnatal period. Irish College of General

Practitioners (ICGP).

5.  Karkata, M. (2012). Panduan Penatalaksanaan Kasus Obstetri. HIMPUNAN KEDOKTERAN

FETOMATERNAL PERKUMPULAN OBSTETRI GINEKOLOGI INDONESIA, p.24.

6. Mathiesen, E., Ringholm, L. and Damm, P. (2011). Stillbirth in diabetic pregnancies. Best

Practice \& Research Clinical Obstetrics \& Gynaecology, 25(1), pp.105--111.

7.www.kesehatan.kebumenkab.go.id%2Findex.php%2Fauto-generate-from-title%3Fdownload

%3D2%3Akatapengantar&ei=WVFWVKbXJ4aNuAS2nYGgAQ&usg=AFQjCNEsl2X2q7ur6w5

GyfTNKlhRiFIfg&sig2=Dz2xTJ32zXBrhMaQoG5QTw&bvm=bv.78677474,d.c2E

35