digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id
-
Upload
duongduong -
Category
Documents
-
view
246 -
download
1
Transcript of digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
NILAI-NILAI BUDI PEKERTI DI DALAM SERAT
MARGAWIRYA KARYA RMH. JAYADININGRAT I
( Sebuah Tinjauan Bentuk, Fungsi, dan Makna )
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan
guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra Jurusan Sastra Daerah
Fakultas Sastra dan Seni Rupa
Universitas Sebelas Maret
Oleh :
NONIEK WIHARNIY
C0107036
FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
PERNYATAAN
Nama : Noniek Wiharniy
NIM : C0107036
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi berjudul ”Nilai-nilai
Budi Pekerti Di Dalam Serat Margawirya Karya RMH. Jayadiningrat I (Sebuah
Tinjauan Bentuk, Fungsi, dan Makna )” adalah benar-benar karya sendiri bukan
plagiat, dan tidak dibuatkan oleh orang lain. Hal-hal yang bukan karya saya dalam
skripsi ini diberi tanda citasi (kutipan) dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.
Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar, maka saya
bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang
diperoleh dari skripsi tersebut.
Surakarta, Desember 2011
Noniek Wiharniy
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
MOTTO
”Kemarin adalah sejarah. Hari ini adalah anugerah. Kenanglah hari kemarin,
jangan sia-siakan hari ini, untuk hari esok yang lebih baik”
(penulis)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan kepada:
1. Almarhum ayahandaku tercinta, ibundaku
tercinta, dan keluarga besarku.
2. Almamaterku.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
KATA PENGANTAR
Puji Syukur ke-Hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena limpahan rahmat dan
karunia-Nya, sehingga penulis berhasil menyelesaikan skripsi dengan judul
“Nilai-nilai Budi Pekerti di dalam Serat Margawirya karya RMH. Jayadiningrat I
(Sebuah Tinjauan Bentuk, Makna,dan Fungsi )”. Skripsi ini disusun untuk
memenuhi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Sastra Jurusan Sastra Daerah
Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Segala hambatan dalam penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan dengan
baik berkat bimbingan, petunjuk serta bantuan dari semua pihak. Oleh karena itu,
penulis menyampaikan rasa terima kasih yang tulus kepada:
1. Drs. Riyadi Santosa, M.Ed, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni
Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Drs. Supardjo, M.Hum., selaku Ketua Jurusan Sastra Daerah Fakultas
Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah
berkenan memberikan izin penulisan skripsi ini.
3. Dra. Dyah Padmaningsih, M. Hum., selaku Sekretaris Jurusan Sastra
Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa yang telah memberikan semangat
untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini.
4. Dra. Sundari, M.Hum , selaku pembimbing I dengan ketegasannya telah
memberikan bimbingan, saran, dan nasihat demi terwujudnya skripsi ini.
5. Drs. Christiana D.W, M.Hum sebagai Pembimbing II atas ketelitian dan
ketulusannya telah memberi masukan demi penyempurnaan skripsi ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
6. Drs. Yohanes Suwanto, M.Hum, selaku Pembimbing Akademik yang terus
memberikan semangat dan masukan kepada penulis.
7. Bapak Ibu Dosen beserta staf Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas
Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan ilmu dan bimbingannya.
8. Kepada perpustakaan UNS, FSSR dan Reksa Pustaka Istana
Mangkunegaran, terimakasih atas pelayanannya selama penulis
membutuhkan referensi.
9. Ibundaku, kakak-kakakku tersayang, beserta keluargaku yang telah
membantu doa di dalam penyelesaian skripsi ini.
10. Muhammad Fahrur Rozi (Beck Donal), terima kasih untuk segenap rasa
ketulusan, dan kesabaran di dalam menemani, serta memberi semangat,
dukungan, dan doa sehingga aku bisa menyelesaikan skripsi ini.
11. Teman-teman penari yang tergabung di Sanggar Tari Soerya Soemirat
Istana Mangkunegaran dan Tim Besar Matah Ati, terima kasih atas
segenap suka duka yang kalian berikan di setiap langkahku, terimakasih
untuk dukungan moril dan semangatnya dan semoga kalian semua sukses.
12. Teman-teman Sastra Daerah angkatan 2007 terima kasih atas bantuan serta
dukungannya dan semoga sukses.
13. Semua pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya skripsi ini,
semoga mendapat karunia dari Tuhan.
Semoga semua kebaikan yang telah diberikan kepada penulis menjadikan
pahala dan mendapat balasan dari Allah SWT. Dalam penulisan skripsi ini,
penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam berbagai hal. Maka penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
mengharap kritik dan saran guna menyempurnakan skripsi ini. Penulis berharap
semoga skripsi ini bermanfaat bagi diri penulis dan orang lain.
Surakarta, Desember 2011
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..…………………………………....................... I
HALAMAN PERSETUJUAN…………………………………………. ii
HALAMAN PENGESAHAN…………..……………………………… iii
HALAMAN PERNYATAAN…………………………………………. iv
HALAMAN MOTTO………………………………………………….. v
HALAMAN PERSEMBAHAN ……………………………………….. vi
KATA PENGANTAR………………………………………………….. vii
DAFTAR ISI…………………………………………………………… x
DAFTAR SINGKATAN………………………………………………. xiii
ABSTRAK…………………………………………………….……….. xvi
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………… 1
A. Latar Belakang………………………………………………... 1
B. Rumusan Masalah……………………………………............. 7
C. Tujuan Penelitian………………………………………………. 8
D. Manfaat Penelitian……………………………………………... 9
1. Manfaat Teoritis……………………………………………… 9
2. Manfaat Praktis……………………………………………….. 9
BAB II LANDASAN TEORI………………………………………….. 11
A. Pengertian Tembang Macapat……………………………….. 11
B. Pengertian Puisi……………………………………………… 13
C. Pendekatan Etika Moral.…………..…………………………. 17
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
1. Pengertian Etika…………………………………………
2. Pengertian Moral……………………………….………..
3. Pengertian Budi Pekerti……………………………….....
17
18
20
BAB III METODE PENELITIAN……………………………………... 25
A. Lokasi Penelitian……………………………………………… 25
B. Jenis dan Bentuk Penelitian……………………………………
C. Sumber Data dan Data…………………………………………
25
27
D. Teknik Pengumpulan Data……………………………………. 28
1. Teknik Analisis Isi………………………………………….. 28
2. Teknik Analisis Kepustakaan………………………………. 29
E. Teknik Analisis Data…………………………………………...
1. Reduksi Data………………………………………………..
2. Sajian Data………………………………………………….
3. Kesimpulan………………………………………………….
29
30
30
30
BAB IV PEMBAHASAN……………………………………………… 32
A. Nilai Estetika Serat Margawirya……………………………… 32
1. Lapis Bunyi ………………………………………………... 34
2. Lapis Arti…………………………………………………… 39
a. Padan Kata……………………………………………...... 40
b. Tembung Garba………………………………………...... 40
c. Tembung Wancahan……………………………………...
d. Pepindhan………………………………………………...
e. Citra Dengaran…………………………………………..
42
44
44
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
f. Citra Lihat……………….……………………………….
g. Allegori………………………………………………….
h. Candrasengkala………………………………………..…
i. Kata Ganti Petunjuk……………………………………..
3. Lapis Norma………………………………………………..
a. Objek…………………………………………………
b. Latar………………………………………………….
c. Pelaku…………………………………………………
4. Lapis Dunia……………………………………………........
5. Lapis Metafisis……………………………………………..
B. Ajaran Budi Pekerti Yang Terdapat Dalam Serat Margawiya
1. Ajaran Dalam Memilih Pekerjaan………………………..
2. Ajaran Mengabdi Kepada Atasan………………………...
3. Ajaran Orang Tua Dalam Mendidik Anak………………
4. Ajaran Tidak Menjadi Dukun…………………………...
5. Ajaran Menerima Tamu………………………………..
6. Larangan Berjudi…………………………………………
7. Larangan Mengadu Domba………………………………
8. Ajaran Menjadikan Negara Makmur……………………..
C. Relevansi Ajaran Serat Margawirya Dengan Kehidupan
Masa Kini……………………………………………………
45
46
46
47
47
47
48
51
53
54
57
58
61
66
71
77
84
89
93
103
BAB V PENUTUP……………………………………………………... 115
A. Kesimpulan………………………………………………… 115
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
B. Saran……………………………………………………....... 116
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………... 118
LAMPIRAN……………………………………………………………. 120
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
DAFTAR SINGKATAN
BGRay : Bendara Gusti Raden Ayu
FSSR : Fakultas Sastra dan Seni Rupa
PB : Pakoe Boewana
RMH : Raden Mas Harya
SM : Serat Margawirya
UNS : Universitas Sebelas Maret
YME : Yang Maha Esa
KUHP : Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I : Naskah Serat Margawirya
Lampiran II : Terjemahan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvi
ABSTRAK
Noniek Wiharniy. C0107036. 2011. Nilai-nilai Budi Pekerti Di Dalam
Serat Margawirya karya RMH. Jayadiningrat I (Sebuah Tinjauan Bentuk,
Makna,dan Fungsi ). Skripsi: Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni
Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimanakah
struktur yang terdapat di dalam Serat Margawirya karya RMH. Jayadiningrat I
yang merupakan tembang macapat? (2) Ajaran apa sajakah yang terkandung di
dalam Serat Margawirya karya RMH. Jayadiningrat I? (3) Bagaimanakah
relevansi nilai-nilai budi pekerti yang terdapat di dalam Serat Margawirya karya
RMH. Jayadiningrat I dengan kehidupan masyarakat pada masa sekarang ?
Tujuannya penelitian ini yaitu untuk: (1) Mendeskripsikan struktur yang
terdapat di dalam Serat Margawirya karya RMH. Jayadiningrat I yang merupakan
tembang macapat (2) Menemukan ajaran-ajaran yang terkandung di dalam Serat
Margawirya karya RMH. Jayadiningrat I (3) Mendeskripsikan relevansi nilai-nilai
budi pekerti yang terdapat di dalam Serat Margawirya karya RMH. Jayadiningrat
I dengan kehidupan masyarakat pada masa sekarang.
Penelitian ini mengambil lokasi terbagi dua tempat yaitu, (1) lokasi asli
SM terletak di Perpustakaan Reksa Pustaka Istana Mangkunegaran Surakarta, (2)
lokasi hasil penelitian dalam bentuk transiliterasi SM di Perputakaan Fakultas
Sastra Dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian sastra. Jenis penelitian ini adalah
penelitian pustaka atau library research, yaitu pnelitian yang data dan
informasinya ada di dalam perpustakaan. Salah satunya adalah Bentuk penelitian
yaitu penelitian deskriptif kualitatif. Sumber data dalam penelitian dibedakan
menjadi dua, (1) data yang bersumber dari naskah asli SM, (2) data yang
bersumber dari hasil penelitian yang bersumber dari skripsi yang dikaji secara
filologis pada tahun 1986 oleh Faiz. Teknik pengumpulan data menggunakan
teknik content analysis (teknik kajian isi), library research ( teknik kepustakaan).
Kesimpulan yang di dapat dari analysis kandungan SM adalah struktur SM
meliputi, (1) Lapis bunyi, (2) Lapis arti yang terdiri dari padan kata, tembung
garba, tembung wancahan, pepindhan, citra dengaran, citra penglihatan, allegori,
candrasengkala, kata ganti petunjuk, (3) Lapis norma yang terdiri dari objek, latar,
dan pelaku, (4) Lapis dunia, (5) Lapis Metafisis. Ajaran yang di sajikan di dalam
SM adalah mengenai nilai-nilai budi pekerti yang setiap saat berada di tengah-
tengah masyarakat yaitu terdiri dari, (1) ajaran dalam memilih pekerjaan,
memilih pekerjaan harus dimantapkan dalam hati dan jangan ragu-ragu, (2)
Ajaran mengabdi kepada atasan, jadilah abdi yang baik untuk atasanmu sehingga
akan membwa keberkahan, (3) Ajaran orang tua kepada anak-anak, menjadi suri
tauladan yang baik bagi putra putri adalah dambaan setiap orang tua,terdiri dari
wuwur, sembur,nandur, dan pitutur (4) Ajaran tidak menjadi dukun, perbuatan
dosa yang membawa kesengsaraan dan harus dihindari oleh setiap orang, (5)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvii
Ajaran menerima tamu, bersikap yang baik dalam bertamu dan menerima tamu
yang baik adalah cerminan dari pribadi seseorang, (6) Larangan berjudi, perbuatan
haram yang sangat dilarang oleh agama dan sangat meresahkan anggota
masyarakat sehingga harus dihindari, (7) Larangan mengadu domba, sumber dari
segala macam perpecahan di dalam masyarakat , dengan persatuan dan kesatuan
adu domba dapat dihilangkan, (8) Ajaran menjadikan menjadikan negara makmur,
terdapat empat aspek penting yang wajib dimiliki oleh suatu negara yaitu prajurit
sebagai pelindung negara, petani sebagai sumber makan bagi negara, pedagang
berfungsi sebagai pakaian bagi negara, dan pendeta pemberi berkat bagi negara.
Ajaran etika moral yang terkandung dalam SM masih relevan pada
kehidupan sekarang jika masyarakat sadar akan hukum dan perundang-undangan
sehingga tercipta masyarakat bermoral dan berbudi pekerti tinggi. SM dengan
keseluruhan kandungannya tersebut dapat menjelaskan masa lampau, sekarang
dan akan datang membutuhkan sebuah diskusi untuk pemecahannya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xviii
SARI PATHI
Noniek Wiharniy. C 0107036. 2011. Nilai-nilai Budi Pekerti Wonten
Ing Serat Margawirya anggitan RMH. Jayadiningrat I ( Tinjauan Bentuk,
Makna, lan Fungsi ). Skripsi Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra lan Seni
Rupa Pawiyatan Luhur Sebelas Maret Surakarta.
Prêkawis ingkang dipunrêmbag wontên ing panalitèn inggih punika, (1)
Kados pundi Sêrat Margawirya karya RMH Jayadiningrat I dados karya sastra
Jawi ingkang anggadhahi kaèndahan wontên panyeratanipun ? (2) Piwucal punapa
kèmawon ingkang wontên ing salabêting Sêrat Margawirya anggitan RMH.
Jayadiningrat I? (3) Kados pundi sambung rapêting nilai-nilai budi pêkêrti ing
Sêrat Margawirya anggitan RMH. Jayadiningrat I kaliyan panggêsanging
pabrayan ing jaman sapunika ?.
Ancasing panalitèn punika, (1) Ngandharaken gêgambaran kaèndahaan-
kaèndahan panulisan wontên salêbêting Sêrat Margawirya karya RMH.
Jayadingrat I. (2) Hanjlèntrèhakên piwucal-piwucal ing salebêting Sêrat
Margawirya anggitan RMH. Jayadiningrat I. (3) Ngandharaken gêgambaran
sambung rapêting nilai-nilai budi pêkêrti ingkang wontên ing Serat Margawirya
anggitan RMH. Jayadiningrat I kaliyan panggêsangging pabrayan jaman
sapunika.
Panalitèn punika mêndhêt woten ing (1) Perpustakaan Reksa Pustaka Pura
Mangkunêgaran Surakarta, ingkang nyimpên naskah ingkang asli, (2) Panggenan
panalitèn ingkang awujud sulih aksara kasimpen wontên ing kapustakan Fakultas
Sastra Dan Seni Rupa Pawiyatan Luhur Sebelas Maret Surakarta.
Panalitèn punika awujud panalitèn sastra. Jenising panalitèn mawi
panalitèn pustaka utawi library research inggih punika panalitèn ingkang data lan
informasinipun wontên ing kapustakan. Wujud panalitèn inggih punika deskriptif
kwalitatif. Sumber data ing panalitèn punika dipunbedaaken dados kalih, (1) Data
ingkang asumbêr saking naskah asli utawi babon Sêrat Margawirya, (2) Data
ingkang asumbêr saking woh panalitèn ingkang asumbêr saking skripsi ingkang
sampun dipunteliti dêning Faiz kanthi panalitèn Filologis taun 1986. Tata cara
nglêmpakakên data ngginakakên tèknik content analysis (teknik kajian isi), lan
teknik library research ( teknik kepustakaan).
Dudutan wontên ing panalitèn punika : struktur utawi rancangan Serat
Margawirya inggih punika (1) Lapis Swantên, (2) Lapis Arti ingkang inggih
punika wontên dasanama, têmbung garba, têmbung wancahan, pêpindhan, citra
pangrungu, citra handulu, allegori, candrasêngkala, kata ganti petunjuk, (3) Lapis
norma inggih punika objek, papan, lan paraga, (4) Lapis Donya, (5) Lapis
Metafisis.
Ajaran ingkang wontên ing Sêrat Margawirya inggih punika wontênipun
nilai-nilai budi pêkêrti ingkang sabên-sabên wontên ing satêngah-têngahing
pabrayan kadosta, (1) Piwulang milih pakaryan, milih pakaryan kedah
dipunmatakên ing manah lan sampun ngantos gojag-gajêg, (2) Piwulang ngabdi
kaliyan Raja, kadosta ngabdi ingkang saè kagêm raja satêmah badhê ambêkta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xix
kabêrkahan, (3) Piwulang tiyang sêpuh dhumatêng para putra, dados patuladan
ingkang saè kagêm para putra punika dados gêgadhanggan sabên tiyang sêpuh,
kadosta wuwur, sêmbur, nandur lan pitutur, (4) Piwulang botên dados dhukun,
tindak tanduk ingkang damêl dosa ingkang gêdhê ambêkta kasêngsaran lan kêdah
dipunsingkiri dêning sabên tiyang, (5) Piwulang nampi tamu, polah tingkah nalika
mêrtamu lan nampi tamu ingkang saè atêgês punika kaca brênggalaning pribadi
priyantun, (6) Piwulang botên kêparêng (pêpacuk) main, punika tindak tanduk
haram ingkang dados pêpacuking agami lan sagêd nggègèraken pabrayan agung
satêmah kêdah dipun singkiri, (7) Piwulang botên kêparêng pradul utawi adu
domba, sumbêr saking sadaya ingkang nyêbabakên padudon ing pabrayan, kanthi
gêsang rukun adu domba sagêd dipunicali, (8) Piwulang dadosakên negari
makmur, wontên sêkawan inggih punika prajurit minangka pangayom nêgari,
pêtani minangka sumbêr têtêdhan kagêm nêgari, bakul minangka rasukaning
nêgari, pêndhèta minangka maringi bêrkat kagêm nêgari.
Piwulang ètika moral ingkang wontên ing Sêrat Margawirya taksih wontên
guna paèdahipun tumrap panggêsangan ing jaman sakpunika, jêr bêbrayan èmut
ukum lan pranatan-pranatan satêmah sagêd nyipta pabrayan ingkang anggadahi
moral lan budi pêkêrti ingkang saè sangêt. Sêrat Margawirya kanthi sadaya
kandhutanipun kasêbut saged njlèntrèhakên jaman rumiyin, sakpunika lan
ingkang badhê kalampahan betahaken parêmbagan supados sagêd pikantuk cara-
cara ingkang botên buntu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xx
ABSTRACT
Noniek Wiharniy. C0107036. 2011. Budi values Pekerti Margawirya
Inside Fiber RMH works. Jayadiningrat . Thesis:Regional Literature
Department of Literature and Fine Arts Faculty of the Sebelas Maret University
Surakarta.
Problems discussed in this study were (1) How the structure of the fibers
contained in the work Margawirya RMH. Jayadiningrat I which is a song
macapat? (2) what are the teachings contained in the fibers Margawirya RMH
works. Jayadiningrat I? (3) What is the relevance of character values contained in
the fibers Margawirya RMH works. Jayadiningrat I with people's lives today?
The aim of this study are to: (1) Describe the structure of the fibers
contained in the work Margawirya RMH. Jayadiningrat I which is a song macapat
(2) Find the teachings contained in the fibers Margawirya RMH
works. Jayadiningrat I (3) Describe the relevance of character values contained in
the fibers Margawirya RMH works. Jayadiningrat I with community life in the
present.
This study took locations divided into two places, namely, (1) The original
location is located in the Library of BC Mutual Mangkunegaran Surakarta Palace
Library, (2) the location of the research results in the form transiliterasi
Perputakaan BC in the Faculty of Literature and Fine Arts Sebelas Maret
University Surakarta.
This study is a kind of literary research. This type of research is a research
library or library research, namely pnelitian the data and information in the
library. One of them is a form of qualitative research is descriptive
research. Source of data in the study divided into two, (1) data sourced from
original manuscript SM, (2) data derived from research results derived from the
philological thesis examined in 1986 by Faiz. Data collection techniques using
content analysis techniques (engineering studies content), library research (literary
technique).
Conclusions obtained from the analysis is the structure of BC BC content
includes, (1) layer of sound, (2) Lapis meaning of the word match, Tembung
womb, Tembung wancahan, pepindhan, images sounds, visual images, allegori,
candrasengkala, pronouns instructions, (3) Lapis norm consisting of objects,
background, and the perpetrator, (4) Layer the world, (5) Lapis
metaphysical. Doctrine that served in the SM is about the values that each
character while in the midst of society that is composed of, (1) teaching in
choosing a job, choose a job should be established in the liver and do not hesitate,
(2) The doctrine serves to superiors, be a good servant to your boss so that will
combines all blessings, (3) Teaching parents to children, be good role models for
your son or daughter is every parent's dream, consisting of wuwur, sprayed,
nandur, and pitutur (4) The doctrine does not become a shaman, a sin that brought
misery and should be avoided by everyone, (5) Doctrine receive guests, to behave
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xxi
in a visit and receive a good guest is a reflection of one's personal, (6) Prohibition
of gambling, unlawful act which is prohibited by religious and community
members are very disturbing and should be avoided, (7) Prohibition of pitting, the
source of all sorts of divisions within society, with the unity and integrity of
pitting can be removed, (8) Doctrine make make the country prosperous, there are
four important aspects that must be owned by a nation state as the protector of
warriors, farmers as a source of food for the country, serves as a clothing
merchant for the country, and the priest giving a blessing to the country.
Moral ethical teachings contained in the SM is still relevant in the present
life if people are aware of laws and legislation so as to create communities of high
moral and virtuous character. BC with the overall abortion may explain the past,
present and future require a discussion for its solution.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
NILAI-NILAI BUDI PEKERTI DI DALAM SERAT
MARGAWIRYA KARYA RMH. JAYADININGRAT I
(SEBUAH TINJAUAN BENTUK, Makna,dan Fungsi )
Noniek Wiharniy1
Dra. Sundari , M.Hum2 Drs. Christiana D.W, M.Hum
3
ABSTRAK
2011. Nilai-nilai Budi Pekerti Di Dalam Serat Margawirya karya
RMH. Jayadiningrat I (Sebuah Tinjauan Bentuk, Makna,dan
Fungsi ). Skripsi: Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni
Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.Permasalahan yang
dibahas dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimanakah struktur
yang terdapat di dalam Serat Margawirya karya RMH.
Jayadiningrat I yang merupakan tembang macapat? (2) Ajaran apa
sajakah yang terkandung di dalam Serat Margawirya karya RMH.
Jayadiningrat I? (3) Bagaimanakah relevansi nilai-nilai budi
pekerti yang terdapat di dalam Serat Margawirya karya RMH.
Jayadiningrat I dengan kehidupan masyarakat pada masa sekarang
?Tujuannya penelitian ini yaitu untuk: (1) Mendeskripsikan
struktur yang terdapat di dalam Serat Margawirya karya RMH.
Jayadiningrat I yang merupakan tembang macapat (2) Menemukan
ajaran-ajaran yang terkandung di dalam Serat Margawirya karya
RMH. Jayadiningrat I (3) Mendeskripsikan relevansi nilai-nilai
budi pekerti yang terdapat di dalam Serat Margawirya karya RMH.
Jayadiningrat I dengan kehidupan masyarakat pada masa
sekarang.Penelitian ini mengambil lokasi terbagi dua tempat yaitu,
(1) lokasi asli SM terletak di Perpustakaan Reksa Pustaka Istana
Mangkunegaran Surakarta, (2) lokasi hasil penelitian dalam bentuk
transiliterasi SM di Perputakaan Fakultas Sastra Dan Seni Rupa
Universitas Sebelas Maret Surakarta.Penelitian ini merupakan jenis
penelitian sastra. Jenis penelitian ini adalah penelitian pustaka atau
1 Mahasiswa jurusan sasda daerah dengan NIM C0107036
2 Dosen pembibing I
3 Dosen pembibing II
library research, yaitu pnelitian yang data dan informasinya ada di
dalam perpustakaan. Salah satunya adalah Bentuk penelitian yaitu
penelitian deskriptif kualitatif. Sumber data dalam penelitian
dibedakan menjadi dua, (1) data yang bersumber dari naskah asli
SM, (2) data yang bersumber dari hasil penelitian yang bersumber
dari skripsi yang dikaji secara filologis pada tahun 1986 oleh Faiz.
Teknik pengumpulan data menggunakan teknik content analysis
(teknik kajian isi), library research ( teknik
kepustakaan).Kesimpulan yang di dapat dari analysis kandungan
SM adalah struktur SM meliputi, (1) Lapis bunyi, (2) Lapis arti
yang terdiri dari padan kata, tembung garba, tembung wancahan,
pepindhan, citra dengaran, citra penglihatan, allegori,
candrasengkala, kata ganti petunjuk, (3) Lapis norma yang terdiri
dari objek, latar, dan pelaku, (4) Lapis dunia, (5) Lapis Metafisis.
Ajaran yang di sajikan di dalam SM adalah mengenai nilai-nilai
budi pekerti yang setiap saat berada di tengah-tengah masyarakat
yaitu terdiri dari, (1) ajaran dalam memilih pekerjaan, memilih
pekerjaan harus dimantapkan dalam hati dan jangan ragu-ragu, (2)
Ajaran mengabdi kepada atasan, jadilah abdi yang baik untuk
atasanmu sehingga akan membwa keberkahan, (3) Ajaran orang
tua kepada anak-anak, menjadi suri tauladan yang baik bagi putra
putri adalah dambaan setiap orang tua,terdiri dari wuwur,
sembur,nandur, dan pitutur (4) Ajaran tidak menjadi dukun,
perbuatan dosa yang membawa kesengsaraan dan harus dihindari
oleh setiap orang, (5) Ajaran menerima tamu, bersikap yang baik
dalam bertamu dan menerima tamu yang baik adalah cerminan dari
pribadi seseorang, (6) Larangan berjudi, perbuatan haram yang
sangat dilarang oleh agama dan sangat meresahkan anggota
masyarakat sehingga harus dihindari, (7) Larangan mengadu
domba, sumber dari segala macam perpecahan di dalam
masyarakat , dengan persatuan dan kesatuan adu domba dapat
dihilangkan, (8) Ajaran menjadikan menjadikan negara makmur,
terdapat empat aspek penting yang wajib dimiliki oleh suatu negara
yaitu prajurit sebagai pelindung negara, petani sebagai sumber
makan bagi negara, pedagang berfungsi sebagai pakaian bagi
negara, dan pendeta pemberi berkat bagi negara.Ajaran etika moral
yang terkandung dalam SM masih relevan pada kehidupan
sekarang jika masyarakat sadar akan hukum dan perundang-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
undangan sehingga tercipta masyarakat bermoral dan berbudi
pekerti tinggi. SM dengan keseluruhan kandungannya tersebut
dapat menjelaskan masa lampau, sekarang dan akan datang
membutuhkan sebuah diskusi untuk pemecahannya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bangsa Indonesia dikenal mempunyai peradaban yang cukup tinggi,
terbukti dengan kekayaan dan keanekaragaman khasanah budaya. Dalam waktu
yang cukup lama, berkembang dan terpelihara pada setiap generasi hingga saat ini
atau bahkan mungkin sampai waktu yang tidak bisa dibatasi. Rekaman budaya
Indonesia dapat dilihat dari berbagai peninggalan, baik yang berupa bangunan
fisik (candi, bangunan kuna, prasasti), karya seni (naskah), maupun norma-norma
konvensional yang hidup di masyarakat. Semua itu menunjukan identitas diri dan
ciri khas kepribadian bangsa Indonesia yang bernilai luhur.
Dari berbagai peninggalan tersebut, naskahlah yang merupakan wacana
terlengkap dan memuat hampir seluruh segi kehidupan serta mencerminkan situasi
sosial budaya pada saat naskah diciptakan. Di dalamnya terkandung informasi
yang sangat dibutuhkan di kehidupan dahulu hingga sekarang dan digunakan
sebagai sarana refleksi masa mendatang.
Naskah adalah salah satu peninggalan budaya nenek moyang yang
menyimpan berbagai segi kehidupan. Naskah adalah semua bahan tulisan tangan
yang menyimpan bebagai ungkapan pikiran, perasaan, hasil budaya masa lampau.
Naskah mencakup banyak hal, antara lain : naskah-naskah nusantara mengemban
isi yang sangat kaya. Kekayaan itu ditunjukan oleh aneka aspek kehidupan yang
dikemukakan, misalnya masalah politik, sosial, ekonimi, agama, kebudayaan,
1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
bahasa, sastra dan moral. Apabila dilihat dari sifat pengungkapannya dapat
dikatakan bahwa kebanyakan isinya mengacu pada sifat-sifat historis, didaktis,
dan religius.
Naskah memuat banyak segi kehidupan, nilai dan manfaat naskah juga
sangat menguntungkan bagi masyarakat untuk dilestarikan dan menghidupkan
kembali nilai budaya lama yang telah berkembang dan terpelihara di masa lalu.
Nilai-nilai strategis tulisan lama atau kesusastraan lama dapat dijadikan sarana
menjembatani informasi ide, budaya, dan nilai peradaban lainnya dari satu kurun
waktu ke kurun waktu berikutnya. Dengan banyaknya warisan budaya bangsa,
naskah merupakan dokumen yang paling menarik di bandingkan dengan puing-
puing bangunan peninggalan bersejarah dan warisan budaya lainnya.
Kesusastraan lama bermanfaat untuk mengungkapkan kejadian-kejadian
penting yang terjadi pada masyarakat lampau sebagai pelaku-pelaku sejarah
mengetahui sikap, alam pikiran, dan perasaan masyarakat lampau. Hal ini dapat
membantu sumber-sumber sejarah budaya, pembanding perkembangan bahasa,
teknologi, agama, dan sifat-sifat asli masyarakat baik sebelum atau sesudah
adanya pengaruh dari luar. Kebanyakan naskah mengandung informasi yang
berkaitan dengan berbagai hal seperti hukum, adat istiadat, filsafat, ekonomi,
moral, obat-obatan, kehidupan beragama, kehidupan sosial, menurut Jauss, karya
sastra lama merupakan produk masa lampau yang memiliki relevansi dengan
masa sekarang dalam arti ada nilai-nilai tertentu untuk orang yang membacanya
dan sebuah karya sastra akan lebih dipahami secara utuh jika, pemahaman itu
dilandasi pada penyatuan pengalaman masa lampau (diakronis) dan masa kini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
(sinkronis). Melalui pemahaman sinkronis dan dikronis itu makna sebuah karya
sastra dapat diwujudkan secara koheren.
Sejarah sastra akan dapat diketahui dan dibandingkan karya-karya sastra
sejak keberadaannya sampai pada perkembanagn yang terakhir. Pembandingan
tersebut dapat mencakup aspek ciri, idealisme, aliran, gejala yang ada, pengaruh
yang melatar belakangi, gaya, bentuk pengungkapan, dan sebagainya. Dengan
demikian, akan lebih memudahkan seseorang yang akan melakukan
penganalisisan terhadap karya sastra.
Pengkajian terhadap naskah lama mempunyai nilai yang amat penting,
karena naskah merupakan dokumen peninggalan yang dapat memberikan
gambaran mengenai peradaban dan sejarah perkembangan masyarakat. Di dalam
naskah terdapat unsur sastra. Kehadiran sastra di tengah peradaban manusia tidak
dapat ditolak, bahkan kehadiran tersebut diterima sebagai salah satu realitas sosial
budaya. Sastra sampai saat ini dinilai sebagai karya seni yang memiliki budi,
imajinasi, dan emosi serta dianggap sebagai suatu karya kreatif yang
dimanfaatkan sebagai konsumsi intelektual disamping konsumsi emosi. Sastra
terlahir sebagai akibat dorongan dasar manusia untuk mengungkapkan kesejatian
dirinya, realitas masyarakat yang menjadi bagian dari keberadaannya yang
berlangsung sepanjang hari dan sepanjang jaman, sehingga ia mampu dinikmati
dan memberi kepuasan bagi khalayak pembaca ( Atar Semi 1993 : 1).
Jan van Luxemburg menyatakan bahwa sastra (litterature) dengan
pengertian sekarang, baru muncul pada abad ke-18. Namun, sastra sesungguhnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
berakar dari masa pra sejarah dalam wujud sastra lisan dan berbentuk-bentuk
mitos.
Penciptaan karya sastra dengan penurunannya melewati rentangan waktu
panjang untuk sampai pada generasi berikutnya, sehingga menyebabkan
kesukaran dalam mempelajarinya. Upaya mengetahui, mempelajari, dan
memahami naskah diperlukan pengungkapan isi baik yang tersurat maupun yang
tersirat. Naskah sebagai peninggalan masa lampau hanya akan bermanfaat jika apa
yang terkandung di dalamnya dapat terungkap sebagai warisan nenek moyang,
bukanlah perhiasan yang dapat dibanggakan dan dipertotonkan saja, naskah baru
berharga apabila masih dapat dibaca dan dipahami isinya.
Naskah-naskah yang terdapat di pulau Jawa berdasarkan isinya menurut
Girardet dapat digolongkan menjadi beberapa golongan :
1. Kronik, legenda dan mite yang didalamnya terdapat naskah-naskah, babad,
pakem, panji, pustaka raja, dan silsilah.
2. Agama, filsafat, dan etika di dalamnya termasuk naskah-naskah yang
mengandung Hindhuisme, Kejawen, Islam, ramalan, dan sastra wulang.
3. Peristiwa Keraton, hukum risalah, peraturan-peraturan.
4. Buku teks dan penuntun kamus ensiklopedi tentang linguistik, obat-obatan,
pertanian, antropologi, geografi, dan perdagangan (Girardet dalam
Hendrosaputro, 1996 : 30).
Berdasarkan penggolongan di atas, maka Serat Margawirya (SM)
dimasukan kedalam sastra wulang. Sastra wulang berisi ajaran-ajaran atau nasihat
yang penting bagi kehidupan. Dikatakan ajaran atau nasihat karena dapat dilihat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
dari judulnya, kata marga berarti jalan dan wirya berarti keberanian, kebaikan
atau kebahagiaan, merangkum maksud bahwa SM mengetengahkan ajaran-ajaran
hidup menuju kehidupan yang bahagia atau ajaran kebajikan.
SM merupakan karya sastra dalam bentuk tembang. SM kini tersimpan di
dua tempat, (1) Perpustakaan Reksa Pustaka Pura Mangkunegaran Surakarta
dengan nomor katalog A.41 dengan tebal naskah 42 halaman, sebagai naskah asli,
(2) Perpustakaan Fakultas Sastra dan Seni Rupa dalam bentuk transiliterasi dan
telah dikaji oleh Faiz secara Filologis yang menghasilkan deskripsi naskah, kritik
teks dan terjemahan. Kandungan di dalamnya adalah ajaran moral yang antara lain
sebagai berikut Pupuh Dhandhanggula memuat ajaran dalam memilih
pekerjaan, ajaran di dalam mengabdi, tata cara menghadap pimpinan/atasan
(raja), ajaran tata cara memberi kepercayaan kepada orang lain, dan larangan
berjudi dan mabuk-mabukan. Pupuh Sinom memuat tenthang ajaran
menghadap pimpinan atau atasan (raja), ajaran mengenai beberapa hal yang
harus diperhatikan oleh negara, larangan berjudi dan mabuk-mabukan, larangan
tergoda oleh uang dan wanita, dan larangan mengadu domba. Pupuh Megatruh
memuat tentang ajaran dalam memberi nasihat, ajaran menerima tamu yang
baik, ajaran mengenai hal-hal yang perlu diperhatikan oleh orang tua dalam
mendidik, larangan menghindar dari tanggung jawab, dan larangan untuk
mengadu domba. Pupuh Kinanthi memuat tentang ajaran diberi kepercayaan
oleh orang lain dan ajaran mengenai hal-hal yang perlu diperhatikan oleh
orang tua dalam mendidik anak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
Ajaran etika moral dijelaskan apa yang seharusnya dan sebaiknya
dilakukan atau tidak dilakukan dalam hidup bermasyarakat. Ajaran etika moral
memuat pandangan-pandangan tentang nilai-nilai dan norma-norma yang terdapat
di antara sekelompok manusia atau masyarakat. Kalau seseorang mengerti apakah
itu menjadi manusia, dia akan mengerti bagaimana harus berbuat supaya
kelakuannya dilaksanakan menurut kodratnya, derajatnya dan martabatnya. Hal
ini akan mengantarkan manusia untuk weruh ing uripe (tahu akan hakekat
hidupnya) dan tidak menjadi padha lan kebo (sama hidupnya dengan kerbau).
Kehadiran setiap karya sastra mampu dinikmati oleh setiap pembaca, jika
didasarkan kenyataan bahwa karya sastra yang lahir selalu berkembang dan
perkembangannya bergantung sepenuhnya pada pengarang
Di balik kehidupan bahasa suatu karya sastra, akan diambil pula
manfaatnya yang berupa kesenangan-kesenangan tertentu. Kesenangan disini
bukan hanya cerita karya sastranya saja, tetapi juga pesan yang disampaikan baik
yang tersurat maupun yang tersirat.
Ajaran moral dalam sebuah karya sastra merupakan pesan atau amanat
yang ingin disampaikan oleh pengarang kepada pembaca. Karya sastra yang baik
akan mengajak pembaca untuk menjunjung tinggi norma-norma moral. Mengingat
pentingnya ajaran moral dalam karya sastra terhadap SM maka pembaca
diharapkan menangkap, menghayati, dan mengamalkan ajaran moral yang
terkandung didalamnya, dengan cara menerangkan isi ajaranyang terkndung di
dalamnya serta kemudian meresepsi isinya yang dilakukan berdasarkan penilaian
masyarakat terhadap bagaimana SM dapat menjadi salah satu karya yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
didalamnya mengandung ajaran yang mudah dipahami oleh masyarakat sehingga
orang tersebut mempunyai tingkah laku dan budi pekerti yang baik.
Keunggulan di dalam SM yang memiliki nilai lebih di banding naskah-
naskah lain adalah mengenai isi dari naskah SM sendiri, di mana serat ini memuat
banyak sekali ajaran-ajaran budi pekerti yang baik dan mendidik bagi masyarakat
pembaca. Ajaran-ajaran budi pekerti yang terkandung seputar kehidupan
masyarakat, sehinggga diharapkan setelah dilakukan penelitian ini dengan
menggunakan pendekatan Struktural dan Moralitas ini ajaran-ajaran yang telah
ditranskirpsikan dapat merasuk ke dalam sendi-sendi kehidupan masyarakat Jawa.
Selain hal di atas, naskah SM merupakan karya agung dari RMH. Jayadiningrat I,
sehingga serat ini memiliki bobot yang lebih dibanding karya-karya RMH.
Jayadiningrat I yang lain.
Penelitian ini membatasi diri pada tiga pokok kajian, yaitu (1) Persoalan
nilai-nilai estetika SM sebagai karya sastra, (2) Penjabaran ajaran moral di dalam
SM, (3) Relevansi nilai-nilai budi pekerti yang terkandung di dalam SM dengan
masyarakat sekarang.
B. Perumusan Masalah
Perumusan masalah diperlukan agar sebuah penelitian tidak meluas dari
apa yang seharusnya di bahas dan lebih terfokus pada masalah. Permasalahan
tersebut nantinya akan di teliti untuk mencari pemecahan masalah. Perumusan
masalah tersebut adalah :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
1. Bagaimanakah Serat Margawirya karya RMH.Jayadinigrat I sebagai karya
sastra memiliki nilai estetika?
2. Ajaran apa sajakah yang terkandung di dalam Serat Margawirya karya RMH
Jayadiningrat I ?
3. Bagaimanakah relevansi nilai-nilai budi pekerti yang terdapat di dalam Serat
Margawirya karya RMH. Jayadiningrat I dengan kehidupan masyarakat pada
masa sekarang ?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang telah dirumuskan di atas, maka
tujuan penelitian adalah:
1. Mendeskripsikan nilai estetika didalam Serat Margawirya karya RMH.
Jayadingrat I .
2. Menemukan ajaran-ajaran yang terkandung di dalam Serat Margawirya karya
RMH Jayadiningrat I .
3. Mendeskripsikan relevansi nilai-nilai budi pekerti yang termuat di dalam Serat
Margawirya dengan kehidupan masyarakat pada masa sekarang.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun
praktis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
a. Manfaat Teoritis
Penelitian ini di harapkan dapat menambah wawasan kepada pembaca
mengenai fungsi dan manfaat sastra bagi masyarakat, serta menambah
pemahaman terhadap karya sastra jawa dalam bentuk tembang macapat.
b. Manfaat Praktis
Penelitian ini di harapkan dapat digunakan sebagai bahan referensi bagi
masyarakat mengenai ajaran budi pekerti. Selain itu penelitian dapat dijadikan
acuan data bagi penelitian selanjutnya.
E. Sistematika Penulisan
Pemaparan sistematika penulisan diperlukan untuk memperoleh gambaran
secara keseluruhan dari sebuah penelitian. Sistematika penulisan tersebut sebagai
berikut :
Bab I. Bab Pendahuluan yang berisikan tentang latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika
penulisan.
Bab II. Landasan Teori,yang meliputi pengertian tembang macapat, pengertian
puisi , pendekatan moral, dan pendekatan etika.
Bab III. Metode Penelitian yang meliputi lokasi penelitian, metode dan bentuk
penelitian, sumber data dan data, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis
data.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
Bab IV. Bab Pembahasan yang berisikan tentang deskripsi nilai-nilai estetika ,
deskripsi ajaran moral, relevansi aspek budi pekerti Serat Margawirya dengan
kehidupan sekarang .
Bab V. Bab Penutup yang memuat tentang kesimpulan permasalahan yang telah
dibahas serta saran-saran. Sebagai bagian akhir dari laporan ini adalah Daftar
Pustaka.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengertian Tembang Macapat
Bentuk puisi tradisional Jawa yaitu Tembang telah ada sejak jaman kuno.
Puisi tersebut ditembangkan atau dinyanyikan sesuai dengan lagu-lagu tertentu..
pada jaman Jawa Baru muncul bentuk macapat, bentuk ini memiliki aturan yang
mengikat yang disebut metrum.
Macapat mempunyai ciri khas tersendiri, berbeda dengan Tembang Gedhe
atau Tembang Tengahan. Oleh karena itu, macapat dapat diartikan ” lagu
kawengku ing sastra ” yaitu lebih dipentingkan sastranya daripada lagunya.
Macapat berasal dari kata ma + capat yang artinya membaca cepat, ada juga
arti lain yaitu maca + pat yang artinya membaca empat-empat. Pengertian itu
”salah kaparah”, yaitu salah dianggap benar, padahal macapat di sini adalah
”macapat lagu” artinya tembang waosan. Tembang macapat sendiri ada
bermacam jenis yaitu: Sinom, Pangkur, Asmaradana, Kinanthi, Mijil, Pocung,
Maskumbang, Gambuh, Durma dan Dhandhanggula (Subalinata dalam Iwan
Wahyudi 2002 : 9)
Dalam tembang macapat dikenal berbagai istilah antara lain :
Guru Gatra : jumlah baris dalam setiap bait.
Pada : bait yang menyusun tembang
Guru lagu : jatuhnya suara atau dong ding di akhir
baris
11
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
Guru wilangan : jumlah suku kata setiap baris
Pupuh : Kumpulan tembang yang sejenis (jumlah barisnya
banyak)
Sasmita Tembang : Kata yang menunjukan ciri dari suatu keterangan dalam
sebuah tembang yang telah ditetapkan (dapat berupa
nama pengarang, jenis tembang, dan lain-lain)
Serat Margawirya menggunakan empat pupuh yaitu :
1). Sinom yang mempunyai aturan yaitu sebagai berikut :
a. Guru lagunya : baris pertama a, baris kedua i, baris ketiga a, baris keempat i,
baris kelima i, baris keenam u, baris ketujuh a, baris kedelapan i, baris
kesembilan a.
b. Guru wilangan : baris pertama 8, baris kedua 8, baris ketiga 8. Baris keempat 8,
baris kelima 8, baris keenam 8, baris ketujuh 7, baris kedelapan 8, baris
kesembilan 12
2). Dhandhanggula yang mempunyai aturan-aturan yaitu :
a. Guru lagunya : baris pertama i, baris kedua a, baris ketiga e, baris keempat u,
baris kelima i, baris keenam a, baris ketujuh u, baris kedelapan a, baris
kesembilan i, baris kesepuluh a.
b. Guru wilangan : baris pertama 10, baris kedua 10, baris ketiga 8, baris
keempat 7, baris kelima 9, baris ketujuh 7, baris kedelapan 8, baris kesembilan
12, baris kesepuluh.
3). Megatruh yang mana mempunyai aturan-aturan yaitu :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
a. Guru lagunya : baris pertama u, baris kedua i, baris ketiga u, baris keempat i,
baris kelima o.
b. Guru wilangan : baris pertama 12, baris kedua 8, baris ketiga 8, baris keempat 8,
baris kelima 8.
4). Kinanthi yang mempunyai aturan-aturan yaitu :
a. Guru lagunya : baris pertama u, baris kedua i, baris ketiga a, baris keempat i,
baris kelima a, baris keenam i
b. Guru wilangan : baris pertama 8, baris kedua 8, baris ketiga 8, baris keempat 8,
baris kelima 8, baris keenam 8.
Dalam penelitian ini teori yang dipergunakan adalah penggabungan antara
teori puisi tradisional dan teori puisi modern. Penggabungan ini bertujuan untuk
lebih mengekplorasi keindahan nilai-nilai estetika Serat Margawirya baik dari segi
bentuk,gaya bahasa dan hal-hal yang lebih bersifat metafisik, hal ini dikarenakan
Serat Margawirya dapat dinikmati keindahan-keindahan dalam bentuk
penulisannya apabila dapat dikaji lebih mendalam dengan menggunakan
penggabungan dua teori ini sekaligus. Sehingga tampak jelas diman letak
kekhasan penulisan serat ini, khususnya dalam sisi keindahan penulisan.
B. Pengertian Puisi
Puisi adalah bentuk karya sastra yang paling kuat imajinasinya. Sejak
lahirnya, puisi memang sudah menunjukkan ciri-ciri khas yang kita kenal
sekarang, meskipun puisi telah mengalami perkembangan dan perubahan tahun
demi tahun. Bentuk karya puisi memang telah dikonsep oleh penulis atau
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
pengarangnya pada pengkonsentrasian segala kekuatan bahasa dan
pengkonsentrasian gagasannya untuk melahirkan puisi. Dari pernyataan tersebut
terlihat bahwa puisi sebagai karya sastra memiliki kelebihan dibandingkan
dengan dengan karya sastra yang lain yaitu adanya karya kreatif yang terletak
pada bahasa dan unsur interaksi antar unsur tersebut dengan dunia nyata yang
ada di luarnya. Puisi tidaklah mengungkapkan dunia sebagaimana adanya,
melainkan sebagai dunia yang terlihat oleh mata batin. (Agus Prihandoko, 2004
: 3)
Secara etimologi istilah puisi berasal dari bahasa Yunani “Pouma”
yang berarti membuat, dan “Poeisi” yang berarti „pembuatan‟, dan dalam
bahasa Inggris disebut dengan “Poem” atau “poetry”. Puisi diartikan
„membuat‟, dan „pembuatan‟ karena lewat puisi pada dasarnya seseorang telah
menciptakan dunia tersendiri, yang mungkin berisikan pesan atau gambar-
gambar suasana tertentu baik secara fisik maupun batiniah (Aminudin, 1991 :
134).
Berdasarkan aktifitas kejiwaan puisi merupakan ekspresi kreatif yang
didalamnya terkandung detivitas jiwa yang menangkap kesan-kesan lalu
dipadatkan dan dipusatkan (kondensasi). Dalam puisi kata-kata tidaklah keluar
dari simpanan ingatan, kata-kata dalam puisi itu lahir dan dilahirkan kembali
(dibentuk) pada waktu pengucapannya sendiri (Rachmat Djoko Pradopo, 1987 :
12). Dikarenakan itula penciptaan karya puisi sangat menimbang pemakaian
unsur-unsur penyusunnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
Salah satu unsur dalam puisi ialah bunyi. Dibandingkan karya sastra
dalam bentuk lain, bunyi merupakan unsur yang penting dalam penciptaan puisi.
Dalam puisi bunyi bersifat estetik untuk mendapatkan keindahan dan tenaga
ekspresif. Hal ini tentu saja berhubungan dengan selera manusia terhadap lagu
dan melodi. Selain sebagai pembentuk keindahan dan tenaga ekspresif bunyi juga
bisa digunakan untuk memperdalam ucapan, menimbulkan rasa dan membentuk
imajinasi pembacanya atau pendengarnya.
Untuk memanfaatkan potensi bunyi dalam puisi, seorang pengarang
bisa menggunakan sarana-sarana persajakan : awal, tengah, dalam, dan akhir,
kombinasi vokal dan konsonan tertentu; aliterasi dan asonansi; orchestra bunyi:
efoni dan kakofoni; simbol bunyi, anomatope, kiasan suara, lambang rasa.
Kombinasi bunyi-bunyi vokal (asonansi): a, e, i, o, u, bunyi-bunyi konsonan
bersuara (voiced): b, d, g, j, bunyi liguida; r, l, dan bunyi sengau; m, n, ng, ny
menimbulkan bunyi merdu dan berirama (efoni). Bunyi yang merdu dapat
mendukung suasana mesra, kasih sayang, gembira dan bahagia. Sebaliknya
kombinasi bunyi yang tidak merdu, parau, pebuh bunyi k,p,t,s (bunyi
konsonan tak bersuara) disebut kakofoni. Cocok dan dapat untuk memperkuat
suasana yang tidak menyenangkan, kacau balau, serba tak teratur, bahkan
memuakkan (Rachmat Djoko Pradopo, 1987 : 29 -30).
Disamping tugasnya yang pertama sebagai simbol arti dan juga untuk
orchestra, bunyi kata digunakan juga sebagai peniru bunyi. Peniru bunyi atau
onomatope dalam puisi kebanyakan hanya memberikan sarana tentang suara
sebenarnya. Onomatope menimbulkan tanggapan yang jelas dari kata-kata yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
tidak menunjukkan adanya hubungan dengan hal yang ditunjuk. Kiasan suara
merupakan gambaran sesuatu menggunakan bunyi.
Seorang pencipta atau pengarang untuk mendapatkan kepuitisan perlu
memperhatikan beberapa hal aturan atau norma selain yang diatas, Adapun
menurut Roman Ingarden dalam Rachmat DjokoPradopo (1987 : 15-19) aturan
atau normanya adalah sebagai berikut :
1.1 Lapis Bunyi (Sound Stratum). Bila orang membaca puisi, maka yang terdengar
itu ialah rangkaian bunyi yang dibatasi jeda pendek, agak panjang dan
panjang, Tetapi suara itu bukan hanya suara tak berarti. Suara sesuai dengan
konvensi bahasa disusun begitu rupa hingga menimbulkan arti. Dengan adanya
satuan –satuan suara itu orang menangkap artinya.
1.2 Lapis Arti (Unit of Meaning). Berupa rangkaian fonem, suku kata, kata, frase
dan kalimat. Semuanya itu merupakan satuan-satuan arti. Rangkaian kalimat
menjadi bait, bab dan keseluruhan cerita ataupun keseluruhan sajak,
1.3 Lapis norma meliputi objek, latar, dan pelaku yang dikemukakan dan dunia
pengarang yang berupa cerita atau lukisan.
1.4 Lapis dunia, lapis dunia yang dipandang dari titik pandang tertentu yang tak
perlu dinyatakan, tetapi terkandung di dalamnya (implied). Sebuah peristiwa
dalam sastra dapat dikemukakan atau dinyatakan “terdengar” atau “terlihat”
bahkan peristiwa yang sama. Misalnya suara kederan pintu dapat diperlihatkan
aspek “luar” tau “dalam” watak. Misalnya pintu berbunyi halus dapat
memberikan sugesti wanita atau watak dalam si pembuka itu hati-hati.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
Keadaan sebuah kamar yang terlihat dapat memberikan sugesti watak orang
yang tinggal di dalamnya.
1.5 Lapis Metafisis. Lapis ini dapat memberikan suatu renungan bagi pembaca.
Lapis metafisis berupa sifat-sifat metafisis (yang sublime, yang tragis,
mengerikan atau menakutkan dan yang suci) dengan sifat ini seni dapat
memberikan renungan (kontemplasi) kepada pembaca.
C. Pendekatan Etika Moral
1. Pengertian Etika
Kata etika dalam arti yang sebenarnya berarti filsafat mengenai bidang
moral jadi etika merupakan ilmu atau refleksi sistematik mengenai pendapat-
pendapat, norma-norma dan istilah-istilah moral (Magniz Suseno 1993 : 6).
Kata etika secara etimologis berasal dari kata ethos berasal dari bahasa
Yunani yang mempunyai arti ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau
ilmu tentang adat kebiasaan (Bertens, 1997:4)
Menurut Hasbullah Bakri (1996 : 71) mendefinisikan etika sebagai
berikut : Etika adalah ilmu yang menyelidiki mana yang baik dan mana yang
buruk pada amal perbuatan manusia sejauh yang dapat diketahui akal fikiran.
Tujuan dari etika adalah mendapatkan citra yang sama bagi seluruh manusia
mengenai penilaian baik dan buruk, di tempat mana suka dan kapan saja
(Bakri, 1996 : 72)
Etika Jawa mengemukakan tuntunan-tuntunannya berdasarkan dua
angggapan dasar tentang struktur realitas seluruh kehidupan manusia yang erat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
hubungannya satu sama lain. Pertama, kedudukan dan kegiatan setiap manusia
dalam dunia telah ditentukan oleh takdir. Kedua, bahwa manusia dengan segala
kehendak dan tindakannya pada hakekatnya tidak dapat mengubah perjalanan
dunia seisinya yang telah ditakdirkan (Magniz Suseno, 1993:227)
Kajian Serat Margawirya, adalah salah satu bagian dari cara manusia
(Jawa) dalam memberikan sebuah batasan atau lebih tepatnya aturan
berhubungan dengan lingkungannya secara jelas. Oleh karena itu, naskah ini
merupakan bentuk perwujudan dari sistem konstruksi etika moral yang
dibangun secara baik dalam wujud kita (buku) untuk diajarkan kepada anak
cucu.
Kaidah yang menentukan etika dalam masyarakat adalah menuntut agar
individu dalam masyarakat dapat menyesuaikan diri dengan dengan tuntutan-
tuntutan keselarasan, atas dasar suara hati atau tanggung jawab moral dan
jangan sampai membangkang karena akan membahayakan dalam kehidupan
bermasyarakat.
Berdasarkan pada teori-teori yang digunakan di atas, Serat Margawirya
akan lebih jelas dan objektif jika dilihat atau dirinci sejauh mana struktur
bangunan etika moral yang secara logis menjadi bagian (aturan) masyarakat
Jawa di waktu silam. Secara ringkas etika merupakan sebuah refleksi moral yang
erat dengan perilaku manusia baik secara individual maupun secara sosial yang
dapat membatasi tingkah laku manusia antara perbuatan baik dan buruk.
2. Pengertian Moral
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, moral berarti :
1. Ajaran tentang baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan,
sikap, kewajiban dan sebagainya. Akhlak budi pekerti, susila.
2. Ajaran kesusilaan yang dapat ditarik dari suatu cerita. Sedangkan
moralitas adalah sopan santun, segala sesuatu yang berhubungan dengan
etika atau adat sopan santun (KBBI:2001: 592)
Secara etimologi moral berasal dari bahasa Latin mos (jaman : mores)
yang berarti kebiasaan, adat. Sedangkan moralitas dari kata sifat Latin Moralis
yang mempunyai arti suatu perbuatan dalam pengertian sifat moral atau
keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan dengan baik dan buruk.
Sejarah hidup masyarakat seakan-akan terentang dalam suatu jaringan
norma-norma yang berupa ketentuan, kewajiban, larangan dan lain-lain. Jaringan
itu seolah-olah membelenggu masyarakat, mencegah masyarakat dari bertindak
sesuai dengan segala keinginan masyarakat. Mengingat masyarakat untuk
melakukan sesuatu yang sebetulnya masyarakat benci. Maka masyarakat
mengharapkan tunduk terhadap norma-norma itu. Bidang yang mengenai
kewajiban manusia serta tentang yang baik dan buruk itu disebut bidang
moral (Magnis, 1995 : 13)
Menurut Imanuel Kant pengertian moralitas sebagai kesesuaian sikap
dan perbuatan dengan norma atau hukum batiniah yang dipandang sebagai
kewajiban. Moralitas akan tercapai bila mentaati hukum lahiriah bukan lantaran
hak itu membawa akibat yang menguntungkan kita atau lantaran takut pada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
kuasa Sang pemberi hukum, melainkan kita sendiri menyadari bahwa hukum
itu merupakan kewajiban kita.
Tujuan dari ajaran moral adalah mempelajari fakta pengalaman,
bahwa manusia membedakan yang benar dan yang salah, yang baik dan yang
buruk dan manusia mempunyai rasa wajib. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
moral adalah kelakuan yang sesuai dengan ukuran-ukuran (nilai-nilai) msyarakat,
yang timbul dari hati dan bukan paksaan dari luar yang disertai pula oleh rasa
tanggung jawab atas kelakuan atau tindakan tersebut.
3. Pengertian Budi Pekerti
Etiket pergaulan atau sering di sebut sopan santun mempunyai peranan
yang sangat menentukan dalam mewujudkan keserasian hubungan antarsesama
manusia. Etiket berasal dari bahasa Perancis etiquette yang aratinya tata cara
yang baik antara sesama manusia, sedangkan kata etika berasal dari bahasa Latin
ethica yang artinya falsafah moral. Etika merupakan pedoman hidup yang benar
dilihat dari sudut budaya, susila, dan agama yang tujuannya membina watak dan
mental seseorang agar menjadi manusia yang baik. Seseorang akan dihormati
kalau nilai yang ada di dalam dirinya, yakni pribadi yang mempesona, mempunyai
budi pekerti yang luhur, pandangan yang baik, dan sopan santun dalam setiap
pergaulan atau tingkah laku, serta bukan kekayaan atau keelokan wajah yang
dimilikinya. Dalam bergaul dengan masyarakat di mana saja,sopan santun sangat
berperan untuk membentuk pribadi yang mempesona. Jika seseorang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
mengabaikan perilaku sopan santun akan menimbulkan kesalahpahaman dan
keresahan antar sesama manusia.
Seseorang yang membiasakan diri menjalankan etiket secara lahiriah dapat
membentuk moral yang baik sehingga akan memiliki pribadi yang mempesona.
Meskipun demikian, bukan berarti bahwa orang yang telah sopan dan
menjalankan etiket yang baik mempunyai moral yang yang baik pula. Sebaliknya
juga, belum tentu orang yang bermental baik melaksanakan etiket secara baik
dalam kehidupannya sehari-hari. Etiket dimaksudkan sebagai tata cara pergaualan
dalam kehidupan sehari-hari dengan cara berinteraksi dengan masyarakat atau
merupakan sopan santun yang terjadi di dalam pergaualan yang sudah dapat
diterima dan sudah dijadikan kebiasaan hidup antar bangsa. Sopan santun berlaku
untuk semua orang, baik orang tua, anak muda, maupan anak-anak. Sopan santun
harus dibiasakan semenjak masih dini baik dalam lingkunagn keluarga maupun
masyarakat luas ( Sugiharti, 2002 :5 ).
Dasar-dasar sopan santun adalah usaha untuk memberi perhatian terhadap
perasaan orang lain yang berinteraksi dengan sesama anggota masyarakat yang
man antara lain sebagai berikut :
1. Tidak angkuh, tidak sombong, tidak congkak
2. Selalu berusaha membuat hati orang lain menjadi senang dengan car
menghargai, menghormati, atau memberi perhatian yang penuh apabila perlu.
3. Tidak lekas tersinggung, dapat menahan diri, toleran, dan tidak mudah emosi.
4. Jika sedang ada yang berbicara jangan suka menyela, jadilah pendengar yang
baik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
5. Jangan mementingkan diri sendiri, toleran, dan dapat cepat menyesuaikan diri
dengan lingkungan yang ditempati.
6. Selalu berusaha ramah kepada sesama tanpa melihat sttus mereka, berbicara
dengan tutur kata dan bahasa yang baik.
7. Jangan menyalahgunakan kedudukan pendidikan, atau kekayaan.
8. Tidak suka mengejek dan menghina orang lain,
Budi pekerti juga sering disebut dengan ahklaq, dari segi bahasa berasal
dari bahasa Arab berarti perangai, tabi‟at, watak dasar kebiasaan, sopan dan
santun. Secara linguistik (kebahasaan) kata ahklaq merupakan isim jamid atau
isim ghair mustaq, yaitu isim yang tidak mempunyai akar kata, melainkan kata
tersebut memang begitu adanya. Kata ahklaq adalah bentuk jamak dari khilqun
atau khuluq yang artinya adalah sopan santun. Khuluq juga berati budi pekerti,
jadi secar kebahasaan khuluq berarti budi pekerti, adat kebiasaan, perangai,
muru‟ah atau segala sesuatu yang sudah menjadi tabi‟at atau tradisi.
Dalam konsepnya budi pekerti adalah suatu sikap mental yang mendorong
untuk berbuat tanp pikir dan pertimbangan. Keadaan atau sikap jiwa ini terbagi
menjadi dua, yaitu ada yang berasal dari dari watak (temperamen) dan ada yang
berasal dari kebiasaan dan latihan. Dengan demikian tingkah laku manusia dalam
hal budi pekerti terjadi atas dua dasar atau dengan kata lain mengandung dua
unsur yaitu unsur watak naluri dan unsur lewat kebiasaan dan latihan.
Menurut Edy Sedyawati (1999:5) budi pekerti sering diartikan sebagai
moralitas yang mengandung pengertian antara lain adat istiadat, sopan santun, dan
perilaku. Sebagai perilaku budi pekerti meliputi pula sikap yang dicerminkan oleh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
perilaku tersebut, jadi budi pekerti berarti macam-macam tergantung situasinya.
Sikap dan perilaku itu mengandung lima jangkauan sebagai berikut :
1. Sikap dan perilaku dalam hubungan denagn Tuhan
2. Sikap dan perilaku dalam hubungan dengan diri sendiri
3. Sikap dan peilaku dalam hubungan atau dengan keluarga
4. Sikap dan perilaku dalam hubungan dengan masyarakat dan bangsa
5. Sikap dan perilaku dalam hubungan dengan alam sekitar
Budi pekerti dapat juga dianggap sebagai sikap dan perilaku yang
membantu orang dapat hidup lebih baik. Hidup baik tentunya hidup yang baik
bersama orang lain. Budi pekerti juga diartikan sebagai alat batin untuk
menimbang perbuatan baik dan buruk. Sebagai alat batin budi pekerti dianggap
sebagai suatu yang ada di dalam diri seseorang yang terdalam seperti suara hati.
Budi pekerti diartikan sebagai nalar, pikiran, akal. Inilah yang
membedakan antara manusia dan hewan. Budi inilah yang mempersatukan kita
semua denagn manusia, baik mereka dari suku ,golongan, kelompok, atau umur
sekalipun. Sejauh mereka adalah manusia mereka memiliki kesamaan ‟budi‟.
Dengan nalar itulah orang berpekerti, bertindak baik. Maka pelajaran budi pekerti
menjadi pelajaran tentang etika hidup bersama ( bertindak baik ) yang berdasarkan
nalar. Ada unsur kesadaran dan ada unsur melaksanakan kesadran tersebut.
Dari berbagai keterangan di atas, budi pekerti lebih diartikan sebagai nilai
moralitas manusia yang disadari dan dilakukan dalam tindakan nyata. Disini ada
unsur proses pembentukan nilai tersebut dan sikap yang didasari pada
pengetahuan mengapa nilai itu dilakukan. Dan semua nilai moralitas yang disadari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
dan dilakukan itu semua bertujuan untuk membantu manusia untuk menjadi
manusia yang lebih utuh. Nilai itu adalah nilai yang menbantu orang dapat lebih
baik hidup bersama orang lain dan dunianya untuk menuju kesempurnaan seperti
yang diinginkan oleh Yang Ilahi. Dengan demikian menjadi jelas bahwa budi
pekerti diperlukan bahkan diharuskan ada dalam kerangka tujuan hidup manusia.
Dalam penanaman nilai moralitas tersebut unsur kognitif (pikiran, pengetahuan,
kesadaran) dan unsur afektif (perasaan) perlu mendapat tempat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dimaksudkan adalah penentuan wilayah yang akan
dipergunakan dalam penelitian. Adapun penentuan wilayah dalam penelitian ini
adalah mengambil lokasi di wilayah Kota Surakarta. Dipilihnya lokasi tersebut
sebagai lokasi penelitian berdasarkan atas pertimbangan Kota Surakarta
merupakan lokasi tempat naskah Serat Margawirya ditulis dan tersimpan hingga
sekarang, baik ditinjau dari banyaknya pertumbuhan masyarakat reproduktif,
ataupun sarana-sarana tempat penyimpanan naskah- naskah kuna seperti Sana
Pustaka Keraton Surakarta, Radya Pustaka, dan Reksa Pustaka Istana
Mangkunegaran. Dengan adanya sarana dan prasarana yang telah disebutkan ,
maka presentase publik selaku pembaca karya sastra khususnya tembang macapat
lebih besar. Dengan alasan inilah maka penulis menentukan lokasi penelitiannya
di Kota Surakarta.
B. Jenis dan Bentuk Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian kali ini adalah penelitian
sastra. Jenis penelitian sastra adalah usaha pencarian pengetahuan dan pemberi
maknaan dengan hati-hati dan kritis secara terus menerus terhadap masalah sastra.
Dalam pengertian ini, penelitian sastra merupakan suatu disiplin ilmu yang
25
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
mempunyai objek kajian yang jelas, mempunyai pendekatan dan metode yang
jelas. Penelitian sastra pada dasarnya sama dengan kritik sastra, yang
membedakan adalah jangkauannya ( Atar Semi, 1993 : 18)
Penelitian sastra sering kali bercorak eksplorasi dan operasi seperti
mencari teks naskah kuna dan melakukan telaah teks. Sebagai suatu kegiatan
ilmiah penelitian sastra harus dilakukan dengan dukungan teori dan prinsip
keilmuan yang lebih mendalam. Penelitian sastar dapat dipandang sebagai suatu
disiplin ilmu yang seintifik. Karena mempunyai objek yang jelas, memiliki
pendekatan, metode dan kerangka teori.
Penelitian sastra menyangkut penelitian tentang manusia pengarang,
pembaca dan karya sastra yang selalu berkaitan dengan alam pikiran manusia dan
kuatifitas manusia dan seni. Jadi penelitian sastra sangat erat denagn karya yang
dihasilkan oleh manusia yang menjadi media penuang ide dan gagasan pikirannya.
Penelitian sastra merupakan penelitian kualitatif dimana kualitatif
memusatkan perhatian pada deskripsi. Data yang dikumpulkan berupa kata-kata
dalam kalimat atau jumlah. Riset kualitatif cenderung menggunakan anlisis
induktik dan riset kualitatif menganggap makna sebagai perhatian utama.
Dalam usaha untuk mendapatkan data perlu diadakan studi kepustakaan
dengan tujuan memperoleh data dan informasi sebanyak-banyaknya khususnya
yang sesuai dengan objek kajian.
Penelitian kualitatif merupakan sejumlah prosedur kegiatan ilmiah yang
dapat digunakan untuk memecahkan masalah sesuai dengan sudut pandang dan
pendekatan yang dilakukan oleh peneliti ( Aminudin, 1990 : 1)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
Bentuk penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang berusaha
mendeskripsikan dan memberikan gambaran tentang karya sastra yang diteliti,
dalam hal ini adalah Serat Margawirya. Dalam hal ini peneliti menekankan
catatan yang menggambarkan situasi sebenarnya, guna mendukung penyajian
data (H.B Sutopo, 2002 :35)
C. Sumber Data dan Data
Sumber Data :
a. Sumber data Primer
Sumber data yang dipergunakan untuk penelitian adalah edisi teks Serat
Margawirya, karya Faiz mahasiswa Sastra Daerah Universitas Sebelas Maret
tahun 1986. ( Karya skripsi ).
Keterangan tambahan : Serat Margawirya masuk kedalam kelompok
piwulang. Serat ini dikarang oleh RMH. Jayadiningrat I, tetapi apabila pembaca
mencari mengenai nama pengarang maka secara langsung tidak akan diketemukan
nama beliau, namun pembaca akan menemukan nama RM.Bagus Luhur yang
diperintah menyalin oleh BGRay. Kusumadiningrat yang mana beliau adalah adik
dari PB V.
b. Sumber data Sekunder
Sumber data yang dipergunakan adalah buku-buku referensiyang relevan
untuk acuan, yang berupa buku-buku teori .
Data :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
a. Data Primer
Data primer merupakan data pokok, yang berupa ajaran budi pekerti
dalam teks Serat Margawirya, mengacu oleh Faiz, mahasiswa Sastra Daerah
Universitas Sebelas Maret, dalam Skripsinya yang berjudul “ Tinjauan Filologis
Serat Margawirya” pada tahun 1986.
b. Data Sekunder
Data yang berupa keterangan dari buku-buku referensi yang dapat
menunjang penelitian ini.
D. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan beberapa teknik
yaitu sebagai berikut :
1. Teknik Analisis Isi (Content Analysis)
Salah satu teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan
mencatat dokumen. Disebut sebagai content analysis, yang dimaksudkan bahwa
peneliti bukan hanya sekedar mencatat isi penting yang tersurat dalam dokumen
atau arsip, tetapi juga tentang maknanya yang tersirat (H. B. Sutopo, 2002: 70).
Teknik content analysis ini sering juga disebut dengan kajian isi. Holsti (1999)
memberikan definisi, kajian isi adalah teknik apapun yang digunakan untuk
menarik kesimpulan melalui usaha menemukan karakteristik pesan, dan dilakukan
secara objektif dan sistematis (Lexy J. Moleong, 2007: 163). Teknik analisis ini
dilakukan dengan berpegang pada teori-teori yang berkaitan, yaitu kajian
struktural, pendekatan sosiologi sastra dan pendekatan moral.
2. Teknik Kepustakaan ( Library Reseach )
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
Pengumpulan data dalam penelitian ini juga menggunakan teknik study
pustaka (library reseach), yaitu mengumpulkan data-data dengan bantuan pustaka
yang meliputi naskah, buku-buku, skripsi, dan media massa. Study pustaka ini
dimaksudkan untuk memperoleh data-data yang menunjang penelitian. Penelitian
perpustakaan bertujuan untuk mengumpulkan data dan informasi dengan bantuan
macam-macam material yang terdapat di ruang perpustakaan, misalnya berupa
buku-buku, majalah, naskah-naskah, catatan, kisah sejarah, dokumen-dokumen
dan lain-lain. Pada hakekatnya, data yang diperoleh dengan jalan penelitian
perpustakaan tersebut dijadikan pondasi dasar dan alat utama bagi praktek
penelitian di tengah lapangan ( Kartini Kartono, 1996 :33). Dasar dari teknik
kepustakaan ini untuk memudahkan di dalam penelitian ini serta menjadi teknik
terpenting di dalam, mengupas isi dari penelitian ini.
E. Teknik Analisis Data
Data-data yang dibutuhkan setalah terkumpul dengan lengkap, langkah
berikutnya adalah menganalisis data. Pada tahap ini data yang akan dimanfaatkan
sedemikian rupa agar berhasil menyimpulkan kebenaran yang dapat digunakan
untuk menjawab permasalahan-permasalahan dalam penelitian.
Dengan data yang dikumpulkan oleh penulis yaitu berupa tanggapan atau
resepsi sastra dari masyarakat maka untuk menganalisa data-data tersebut penulis
menggunakan analisis kualitatif interaktif. Ada tiga komponen pokok yang
terdapat dalam model analisis interaktif antara lain :
1. Data reduction ( Reduksi Data)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
Merupakan sajian dari analisis yang mempertegas, memperoleh,
memperpendek membuat fokus, membuang hal-hal yang penting dan mengatur
data sedemikian rupa sehingga kesimpulan akhir dapat dilaksanakan.
2. Data Display (Sajian Data)
Merupakan suatu rakitan organisasi informasi yang memungkinkan riset
dapat dilaksanakan. Dengan melihat suatu penyajian data, peneliti akan mengerti
apa yang terjadi dan memungkinkan untuk mengerjakan suatu analisis dan
tindakan lain berdasarkan pada penelitian tersebut.
3. Conclution Drawing (Kesimpulan)
Kesimpulan yang ditarik dari semua hal yang terdapat dalam data
reduction dan data display. Pada dasarnya makna data harus diuji validitasnya
supaya kesimpulan yang diambil lebih kokoh (H.B Sutopo 2002 :96).
Proses analisis yang dilakukan yaitu dengan cara mereduksi data yang
telah terkumpul, artinya menyederhanakan atau membuang hal-hal yang tidak
relevan kemudian mengadakan penyajian data sehingga memungkinkan untuk
ditarik suatu kesimpulan. Apabila kesimpulan yang ditarik dirasa kurang mantap
karena datanya masih kurang, dengan demikian peneliti dapat mengumpulkan
data kembali di lapangan. Setelah data terkumpul dengan lengkap diadakan lagi
penyajian data yang tersusun secara sistematis, sehingga dapat ditarik suatu
kesimpulan akhir.
Adapun skema dari analisi interaktif data tersebut dapat digambarkan
sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
Gb. Model Analisis Interaktif
(H. B. Sutopo, 2002: 96)
Pengumpul
an data
Reduksi
data Sajian data
Penarikan
simpulan/
verifikasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Nilai Estetika Serat Margawirya
Karya sastra merupakan salinan struktur sastra yang berhubungan dengan
kehidupan manusia, sehingga karya sastra dapat dikomunikasikan kepada para
pembaca. Dengan struktur yang melekat karya sastra tidak hanya sekedar bacaan,
melainkan obyek yang menarik bagi peneliti sastra maupun peneliti lain yang
berhubungan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan keberadapan, etika filsafat
maupun agama.
Suatu karya sastra yang baik terkandung di dalamnya sebuah gagasan-
gagasan tentang kebenaran, keindahan dan kebaikan yang mempengaruhi tingkah
laku dalam kehidupan sehari-hari, tingkah laku yang menunjukkan kesederhanaan
tetapi berbudi luhur. Karya sastra merupakan hasil kreatifitas dari pengarang yang
hidupnya terpolakan oleh situasi dan kondisi sosial masyarakat, karena itu sastra
senantiasa dinamis, bergerak seiring dengan perkembangan situasi dan kondisi
suatu masyarakat, bahwa saat yang paling relevan sehubungan dengan kebudayaan
jawa adalah saat budaya itu tercipta, maka hal inipun berlaku pula terhadap naskah
Serat Margawirya sebagai salah satu bentuk arsip budaya.
Untuk memahami sebuah karya sastra terlebih dahulu kita harus mengetahui
struktur yang membangun suatu karya sastra itu sendiri sehingga kita dapat berpijak
32
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
dari struktural yang merupakan tahap awal dalam penelitian suatu karya sastra
untuk lebih jauh dapat mengkaji makna yang terkandung didalamnya.
Penelitian karya sastra adalah untuk mengetahui dan memahami makna dari
suatu karya sastra yang diteliti. Pemahaman tersebut dimaksudkan untuk mencari
wawasan yang mengilhami penciptaan karya sastra, karena karya sastra juga berisi
pemikiran dan kreatifitas pengarang terhadap kehidupan. (Sapardi Djoko Damono,
2000 : 28).
Serat Margawirya adalah salah satu bentuk karya sastra yang menurut
peneliti adalah tercipta dari situasi dan kondisi masyarakat di lingkungan Keraton.
Seperti yang tertulis dalam pupuh Dhandhanggula bait 13 & bait 27.
Kutipan :
Pama surya jenenging narpati/ wadya kuswa dhukul aneng wana/
kataman surya yektine/ mangkana ing umulun/ ngulatana surating
rawi/ aywa enak neng wisma/ pratistha kang aub/ dadya tan kataman
arja/ pasewakan pedhedhean para mantri/ weh marganing kawruhan
// (Dhandhanggula, 13 ).
Terjemahan :
Perumpamaan raja adalah matahari, bala tentara bermacam-macam
rumput di hutan terkena sinar matahari. Demikian pula mengabdi,
carilah matahari, jangan hanya berdiam di rumah saja, bertempat
tinggal di tempat yang teduh, sehingga tidak terkena sinar matahari.
Pertemuan dan persidangan para mantri, memberikan jalan
pengetahuan.
Kutipan :
Yen sewaka ngayunane Gusti/ aywa kuled basa wewangsalan/ karya
ringa tyas liyane/ antuk renguning ulun/ pan wus kocap sajroning
sruti/ ywa lila basa lambang/ balileng umulun/ wangsalan kinarya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
lambang/ kekejepan bebisikan padha ugi/ nglilipi pasewakan //
Dhandhanggula, 27)
Terjemahan :
Jika menghadap pada tuannya (Raja), jangan sering berbicara dengan
bahasa wangsalan, karena membuat curiga hati orang lain, serta akan
menimbulkan amarah raja, sudah dimuat dalam sruti tidak
diperkenankan berbahasa lambang, seperti memejam-mejamkan mata,
berbisik-bisik, hal itu mendurhakai di dalam mengabdi dan merusak
pemandangan dalam pertemuan.
1. Lapis Bunyi
Bunyi mengandung aspek tinggi–rendah atau nada, panjang-pendek dan
lemah-kuat. Pemakaian unsur bunyi lebih intensif digunakan dalam seni musik
namun dalam seni sastra bunyi juga menjadi salah satu unsur pembangun begitu
pula sastrawan Jawa.
RMH Jayadinigrat I sebagai pencipta SM menggunakan satu bentuk
konvensi sastra yang sama dalam satu struktur karya sastra yaitu puisi terikat.
Disebut puisi terikat karena bentuk puisi mengikuti suatu konvensi atau matra
tertentu termasuk konvensi atau matra yang ada di dalam karya sastra Jawa
klasik. Pada umumnya sastrawan Jawa klasik menggunakan puisi terikat sebagai
alat ekspresinya.
Bentuk puisi terikat, konvensi atau matra yang digunakan dalam SM
adalah konvensi tembang macapat, seperti karya sastra zaman Surakarta pada
umumnya. Sebagai bentuk tembang macapat, karya sastra ini terikat oleh konvensi
tembang secara umum. Konvensi atau aturan tersebut meliputi aturan fisik yang
terdiri : (a) guru gatra, yakni banyaknya gatra „gatra‟ alam satu pada „bait‟, (b)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
guru wilangan, yakni banyaknya wanda „suku kata‟ dalam satu pada „bait‟, (c)
guru lagu, yakni ketentuan bunyi vokal pada suku kata terakhir tiap baris. Selain itu
terdapat konvensi atau aturan yaitu, tiap matra memiliki fungsi pemakaian yang
berbeda. Hal ini berhubungan dengan watak masing-masing matra.
Aturan matra dalam tembang macapat, terutama dalam guru lagu,
menunjukkan pentingnya unsur bunyi pada tembang. Dengan kata lain, lapis bunyi
di dalam tembang macapat termuat dalam konvensi guru lagu. Selain guru lagu
adanya asonansi, aliterasi, efoni dan kakofoni juga ikut mempengaruhi dan
menunjang di dalam lapis bunyi.
Secara keseluruhan SM menampilkan 221 bait tembang macapat yang terbagi
di dalam 4 pupuh dan terdapat 4 metrum pula yang digunakan di dalam SM. Ke
empat metrum tersebut adalah Dhangdhanggula, Sinom, Megatruh dan Kinanthi.
Dalam menganalisa lapis bunyi ini akan menampilkan 4 bait sebagai contoh pada
setiap pupuhnya.
a. Pupuh I , Matra Dhangdhanggula bait 40
Pupuh pertama, yakni matra Dhangdhanggula mempunyai 10 baris atau gatra
dalam setiap baitnya. Sedangkan guru wilangan dan guru lagunya sebagai berikut
: 10i, 10a, 8e, 7u, 9i, 7a, 6u, 8a, 12i, 7a. Bait 40 akan dianalisis dalam pupuh ini
menampilkan tembang sebagai berikut :
Kutipan :
Tur tan nyata dhawuhing sang aji / iku aran tingkah ngumandaka /
tur dudu yektine bantheng / suka mulat wong gugup / aglis antuk
arta myang rukmi / iku dudu lelakyan / engeta ing kalbu / iku
nyenyures darajat / marang wahyu akuru angenggik-enggik /
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
darajate sakarat //
Terjemahan :
Padahal sesungguhnya bukan perintah raja, Demikian yang dimaksud
tingkah ngumandaka, padahal bukan banteng sungguhan, senang melihat
orang lain kacau, tergesa-gesa untuk memperolah emas permata. Itu
suatu tindakan yang tidak terpuji, ingatlah hal itu mematikan derajat,
badannya menjadi kurus kering.
Baris pertama, Tur tan nyata dhawuhing sang aji, terdapat asonansi a, i dan
u serta aliterasi h, n dan t. baris kedua, iku aran tingkah ngumandaka terdapat
asonansi a, i dan u, serta aliterasi k dan n. Baris ketiga, tur dudu yektine bantheng,
berasonansikan e dan u, beraliterasi t dan n. Baris keempat, suka mulat wong gugup,
berasonansi a dan u memiliki aliterasi 9. Baris kelima, asonansinya a,u, dan i dan
beraliterasi g, m, r, dan t dari aglis antuk arta myang rukmi. Baris keenam, iku
dudu lelakyan, berasonansi a dan u, beraliterasi d, l, dan k. Baris ketujuh, engeta
ing kalbu, berasonansi a dan e, beraiterasi n dan g. Baris kedelapan iku nyenyures
darajat memiliki asonansi e dan a, beraliterasi n, r dan y. Baris kesembilan marang
wahyu akuru angenggik- enggik, berasonansi a, u, dan I, beraliterasi k, n dan g.
Baris kesepuluh darajate sakarat berasonansi a, beraliterasi r dan t.
b. Pupuh II, Matra Sinom
Pupuh II dengan tembang sinom terdapat 9 baris pada baitnya. Tembang ini
mempunyai guru wilangan dan guru lagu 8a, 8i, 8a, 8i, 7i, 8u,7a, 8i, 12a, pada bait
10 berbunyi :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
Kutipan :
Unggah-unggah ana gyannya / pratistha tan lyan ing puri / prajurit
pamardinira / ngyayah angreneng sireki / panggah aneng sireki / Manawa
ana kang luput / aja dereng deduka / salagyannya rebut pati / mene-mene
tuturen enget tan kena //
Terjemahan
:
Sopan santun ada tempatnya, tempatnya tidak lain di dalam puri, prajurit
dididik jangan sembarangan menyuruh (memerintah), jika ada yang salah
jangan terlalu dimarahi, berperang berebut pati (saling membunuh), besuk
lagi memberitahulah dan ingatlah.
Pupuh II baris pertama, unggah-ungguh ana gyannya, berasonansi a dan u,
beralitearsi n dan g. Baris kedua, pratistha tan lyan ing puri, berasonansi a dan i,
beraliterasi n, g, dan p. Ingyayah angreneng sireki, pada baris ketiga, berasonansi
a, e dan i, beraliterasikan n, g, y dan p. Baris keempat panggah aneng sireki
memiliki asonansi a dan i, memiliki aliterasi n dan g. Baris kelima manawa ana
kang luput, berasonansi a dan u, beraliterasi n aja dereng deduka, pada baris
keenam ini, berasonansi a dan e, beraliterasi d. Baris ketujuh, salagyannya rebut
pati, berasonansi a dan beraliterasi n, y, dan t. Baris kedelapan, mene-mene tuturen
enget tan kena, berasonansi e, a dan u, serta beraliterasi n dan t.
c. Pupuh III, Matra Megatruh
Tembang Megatruh terdiri dari 5 baris atau gatra dalam tiap baitnya 12u,
8i,, 8u, 8o sebagai guru wilangan dan guru lagunya. Bunyi pupuh Megatruh bait
ke 41 adalah sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
Kutipan :
Kanjeng nabi parentah mundhut pang kayu / wreksa ngadeg wus den
ambil / kayu cukilan turipun / kula dede wreksa yekti / dika tingali wak
ingong //
Terjemahan :
Kanjeng nabi memerintah mengambil kayu, batang yang berdiri sudah
diambil, benalu berkata “saya bukan batang sesungguhnya. Lihatlah
badanku.
Pupuh III Megatruh baris pertama, kanjeng nabi parentah mundhut pang
kayu, berasonansi a dan u, serta beraliterasi n dan t. Baris kedua, wreksa ngadeg den
ambil, memiliki asonansi a dan e, serta memiliki aliterasi d, n dan g. Baris ketiga,
kayu cukilan turipun, berasonansi i, a dan u, beraliterasi y, kula dede wreksa yekti,
pada baris kelima ini memiliki asonansi e dan a, dan dileterasi adalah d dan k.
Baris terakhir, dika tingali wak ingong memiliki asonansi a dan I, beraliterasi n,g,
dan k.
d. Pupuh IV Kinanthi
Pupuh IV ini adalah tembang Kinanthi, dalam setiap baitnya terdapat 6
baris atau gatra. Aturan guru lagu dan guru wilangannnya adalah sebagai berikut
8u, 8i, 8a, 8i, 8a, 8i, pada bait ke sepuluh berbunyi :
Kutipan :
Tilamupih tunggalipun / amung kaote sekedhik / mangsa dipun wastanana /
yen punika tilamsari / jer katingal ing supena / tangkis kiwa tilamsari //
Terjemahan :
Tilam upih jenisnya, hanya berbeda sediki, masa itu disebut tilamsari,
lagipula kan hanya dalam mimpi, tilamsari sebagai penangkal kiri.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
Asonansi pada baris pertama adalah a, i dan u, dengan aliterasi t, l, n dan g,
tilamupih tunggalipun. Baris kedua, berasonansikan a dan beraliterasikan k, among
kaote sakedhik. Baris ketiga mangsa dipun wastanana, berasonansi a dan
beraliterasikan n. Baris kelima, jer katingal ing supena berasonansi a, i dan e, dan
beraliterasi n. Baris terakhir tangkis kiwa tilamsari memiliki asonansi a dan i dan
beraliterasi t.
2. Lapis Arti
Arti sebuah karya sastra dibangun melalui arti kata, gabungan kata, dan
susunan kalimat. Sedangkan untuk mempertajam arti seringkali digunakan gaya
bahasa. Lapis arti dalam SM selain didukung oleh arti setiap kata juga diperkuat
dengan beberapa sarana, yakni padan kata, penambahan dan pengurangan unsur
kalimat, serta pepindhan „perumpamaan‟. Tanda yang dianalisis adalah hanya tanda
yang bersifat istimewa, ialah tanda-tanda yang mendukung keutuhan makna teks
karya sastra dan sekaligus harus diinteprestasikan untuk ditangkap maknanya. Arti
kata yang umum akan lebih banyak diterapkan dalam terjemahan teks.
Khusus puisi Jawa macapat, arti juga dibangun melalui matra karena dalam
konvensi macapat setiap matra memiliki watak yang berbeda dan khusus dari
matra lainnya. Selain itu SM merupakan karya sastra tentang ajaran, sehingga arti
setiap kata serasa gamblang tertuang dengan jelas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
a. Padan Kata
Padan kata adalah dua kata atau lebih yang mewakili konsep yang sama.
Pengarang mempergunakan padan kata untuk mengungkapkan arti yang sama.
Dalam SM ini beberapa padan kata yang sering ditemui, yaitu seperti :
Gusti pada ( Pupuh I bait 9 baris 5 ) divariasikan dengan kata Narpati pada
( Pupuh I bait 13 baris 1 ), Ratunira ( Pupuh I bait 36 baris 2), Sang Aji ( Pupuh I
bait 40 baris 2 ). Jeng Sri Naranata pada ( Pupuh I bait 50 baris 6 ). Jeng Sri
Narapati pada ( Pupuh I bait 52 baris 3 ). Kesemuanya itu mengandung arti yang
sama yaitu Raja.
Manungsa pada ( Pupuh I bait 8 baris ke 2 ) divariasikan dengan kata Wong
pada ( Pupuh I bait 8 baris ke 9 ). Kaki pada ( Pupuh I bait 15 baris ke 1 ) dan
Janma pada ( Pupuh II bait 18 baris ke 1 ) yang kesemuanya itu berarti Manusia.
Pawestri pada ( Pupuh I bait 31 baris ke 5 ) divariasikan dengan kata Estri
pada ( Pupuh I bait 21 baris ke 5 ). Artestri pada ( Pupuh I bait 32 baris 1 ), Wanita
pada ( Pupuh IV bait 44 baris 5 ) yang kesemuanya itu berarti wanita atau
perempuaan, Padan kata tersebut digunakan selain sebagai variasi penyebutan juga
untuk menempati konvensi guru wilangan dan guru lagu.
b. Tembung Garba
Tembung Garba adalah gabungan dua kata dimana kata pertama berakhir
vokal terbuka dan kata kedua berawal dengan vokal sehingga menimbulkan bunyi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
baru atau sandi (Antonsuhana, 1993: 45). Beberapa tembung garba yang dapat
dijumpai dalam SM antara lain :
Pada Pupuh I bait 4 baris 8
Tekeng → teka + ing
Pada Pupuh I bait 7 baris 1
Sireng → sira + ing
Pada Pupuh I bait 13 baris 2
Aneng → ana + ing
Pada Pupuh II bait 1 baris 1
Keneng → kena + ing
Pada Pupuh II bait 1 baris 8
Busaneng → busana + ing
Pada Pupuh II bait 8 baris 9
Mring → mara + ing
Pada Pupuh II bait 9 baris 8
Murbeng → murba + ing
Pada Pupuh III bait 55 baris I
Dregameng → dregama + ing
Pada Pupuh IV bait 5 baris 3
Saking → saka + ing
Pada Pupuh IV bait 29 baris 2
Awismeng → a + wisma + ing
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
Tembung garba ini digunakan untuk memenuhi konvensi guru wilangan.
Jadi fungsinya untuk mengurangi jumlah suku kata apabila dalam masing-masing
baris kelebihan suku kata, walaupun tidak menutup kemungkinan terhadap adanya
pertimbangan-pertimbangan lain dari pengarang, seperti kelancaran bunyi.
c. Tembung wancahan
Tembung wancahan juga biasa disebut tembung plutan, adalah kata yang
disingkat (Padmosoekotjo 37). Dalam SM penyingkatan kata dilakukan dengan cara
menghilangkan satu suku kata di depan, penghilangan satu suku kata terakhir, dan
dengan penghapusan bunyi vokal pada satu suku kata tertentu.
1. Penghilangan satu suku kata didepan, misalnya dijumpai kata-kata :
Pupuh I bait 2 baris 1
Jeng → kangjeng
Pupuh I bait 11 baris 3
Glis → aglis
Pupuh I bait 11 baris 7
Nak → anak
Pupuh I bait 13 baris 1
Pama → umpama
Pupuh II bait 1 baris 1
Wong → uwong
Pupuh II bait 2 baris 2
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
Ping → kaping
Pupuh II bait 2 baris 2
Kang → ingkang
Pupuh II bait 31 baris 2
Keh → akeh
Pupuh III bait 16 baris 2
Wruh → weruh
Pupuh III bait 17 baris 3
Tan → datan
Pupuh III bait 28 baris 1
Sring → asring
Pupuh IV bait 4 baris 5
Sun → ingsun
Pupuh IV bait 33 baris 4
Ywa → aywa
Pupuh IV bait 34i baris 4
Woh → uwoh
2. Penghilangan bunyi vokal pada suku kata awal, antara lain :
Pupuh I bait 21 baris 2
Jro → dari kata Jero
Pupuh III bait 2 baris 1
Krana → dari kata karana
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
Pupuh II bait 9 baris 6
Prang → dari kata perang
d. Pepindhan
Pepindhan adalah gaya bahasa perbandingan atau persamaan, yang
berguna untuk mempertimbangkan arti atau penggambaran. Dalam SM ini
pengarang yakni RMH Jayadingrat I menggunakan pepindhan ditandai dengan
kata pama. Kalimat yang menunjukkan gaya bahasa tersebut dapat diihat pada :
Pupuh I bait 13 baris 1 :
Pama Surya jenenging narpati (perumpamaan raja adalah matahari).
Pupuh I bait 39 baris 2 :
Pama kidang amindha andaka (perumpamaan adalah kijang yang menyerupai andaka
(banteng)
Pupuh III bait 46 baris 1 :
Yen manungsa pama cukilan myang pecuk (jika manusia menyerupai atau seperti
buruk pecuk dan benalu)
e. Citra Dengaran / Pendengaran
Citra dengaran ialah suatu benda yang dapat memberi gambaran pada indra
pendengaran (Rahmat Djoko Pradopo, 1987:82).Guna dari indra pendengaran ini bagi
pembaca atau pendengar ialah untuk menangkap situasi dan makna dengan kesan
yang muncul pada indra pendengarandari sutu teks.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
Kata gereng-gereng lir ditya kabranan pada baris ke 46 bait ke 2 pupuh I.
Misal mampu memberi citra dengaran suara gaduh atau teriakan yang keluar dari
dalam mulut seseorang yang mana berirama stabil dan keras sehingga mengeluarkan
bunyi yang ramai seperti teriakan ( lebih ke merasakan hal yang menyakitkan).
f. Citra lihat atau penglihatan
Citra lihat atau penglihatan adalah suatu tanda yang dapat memberi kesan
atau gambaran pada indera penglihatan (Rahmat Djoko Pradopo, 1987 : 81). Di
pupuh I bait 30 baris 1 – 4.
Akekampuh anggering praja di / apaningset adat kang kalampah / astana
mangsane gawe / badhongan watakipun…………….… yang member citra liatan
bahwa sanya untuk menghadap atasan atau raja di dalam lingkungan kerajaan
harus menggunakan pakaian yang sesuai seperti kampuh atau dodot, dan
badhong / penutup kepala ).
Kalimat…………… suka mulat wong gugup / aglis antuk arta myang
rukmi/………… pada pupuh I bait 40 baris 3 dan 4 mencerminkan citra liatan
terhadap orang yang tergesa-gesa atau terburu-buru dalam mengejar harta dan
kekayaan, saking terburu-burunya sehingga tidak memperhatikan keadaan di
sekelilingnya.
Kalimat…………. terkadhang kondhe kang besus / gelung tali siladan /
cundhuk jungkat mung secuwil ……….. terdapat pada Pupuh II bait 20 baris 6 – 8
dapat member citra liat terhadap gaya keindahan berbusana tempo dulu, rambut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
panjang disanggul rapi, apabila kaum lelaki memakai kain pengikat rambut dan
apabila perempuan menggunakan „cundhuk jungkat‟ seperti asesoris rambut yang
berfungsi untuk menahan dan merapikan rambut bagian depan, betapa cantik
dan tampannya gaya orang-orang berdandan tempo dulu.
g. Allegori
Allegori adalah cerita kiasan ataupun lukisan (Rahmat Djoko Pradopo :
2000 :71). Suatu kiasan bila disusun dengan baik bisa memberi keterangan yang
lebih terhadap suatu teks, juga membantu pembaca atau pendengar dalam
menghayati peristiwa yang diungkapkan oleh teks.
Pupuh bait 49 mengandung allegori pada penggambaran segala bentuk
ajaran yang terdapat didalam naskah teks Margawirya untuk kebaikan hidup manusia
bagi yang menghendaki untuk mempelajarinya.
h. Candrasengkala
Candrasengkala ialah suatu sistem penanggalan yang menggunakan kata atau
gambar sebagai simbolnya. Pupuh I bait 1 menuliskan candrasengkala : katrima
kumbul sama dyaning nagri.
Candrasengkala itu berarti menunjukkan tahun 1803 jawa sama dengan 1874
Masehi. Pada naskah SM sebelum dituliskan tahunnya juga terlebih dahulu
bertuliskan hari, tanggal, bulan, musim, wuku, dan tahun perhitungan jawa yaitu
sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
Panitranya ri Respati Manis / lek dwi dasa juga kang candrama / rejeb
katiga mangsane / Galungan punang wuku / nuju warsa alip marengi / windu adi
pernila / antuk sapta tengsu………… yang berarti penulisannya pada hari Kamis
legi tanggal 21 bulan Rajab musimnya katiga wuku galungan, tahun Alip
bertepatan dengan windu Adi pernila (perhitungan tahun Jawa) atau pada tahun
1874. Pada candra sengkala yang terdapat di dalam naskah SM sangat mudah
diketemukan oleh peneliti, oleh karena candrasengkala atau sengkalen tahunnya
terletak di bait dan pupuh terdepan.
i. Kata Ganti Petunjuk
Kata ganti petunjuk adalah kata yang menggantikan dari kata atau
maksud tertentu tanpa mengurangi makna atau maksud dari kata-kata tersebut.
Candrasengkala “katrima kumbul samadyaning nagri” menunjukkan kepada
kejadian dituliskannya SM. Di pupuh II bait 6 baris 7 kata mangsane „musim(nya)‟
yang berekwivalen dengan bermacam-macam jenis musim yang ada di tanah jawa,
yang sesuai dengan karakter dan jenis tanaman atau bibit yang akan ditanam,
yang pada saat itu musim berfungsi sebagai perhitungan di dalam menanam
berbagai jenis tanaman untuk kepentingan keraton.
3. Lapis Norma (Objek, Latar, Pelaku)
a. Objek
Dilihat dari unsur-unsurnya, SM adalah karya sastra wulang tentang ajaran
budi pekerti yang tercermin di dalam kehidupan bermasyarakat pada waktu itu ( pada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
saat naskah ditulis). Ajaran budi pekerti yang terdapat di dalam SM semata-mata
memang diperuntukan untuk para siswa yang ingin benar-benar belajar mengenai
budi pekerti yang sangat bermanfaat bagi kehidupannya kelak. Objek yang
dikemukakan adalah mengenai ajaran yang berisikan nilai-nilai luhur yang harus
diterapkan oleh orang-orang dan ada pula hal-hal yang harus dihindari serta disikapi
secar biasa-biasa saja.
Ajaran terebut sering kali disebut gemi - nastiti - ngati ati. Gemi berarti
hemat atau tidak boros, nastiti berarti selalu memperhitungkan segala tingkah laku
dengan baik dan teliti, ngati-ati berarti selalu berhati-hati. Seperti yang disebutkan
dalam Pupuh I bait 38, sebagai berikut :
Kutipan :
Iku kang ingaran ngati-ati/ iku prayogane ponang clarat/ yen manungsa
panulade/ tan mawa unggah-ungguh/ yen mandhega kurang prayogi/ cupet
piandelira/ yen tan unggah-ungguh/ prayitna aywa tininggal/ tri prakara
ingaran gemi nastiti/ ngati-ati lirira //
Terjemahan :
Itulah namanya berhati-hati, jika manusia menirunya,dengan cara
memperhatikan tata krama saja, kurang baik kurang percaya diri, jika tanpa tata
krama, waspadalah jangan meninggalkan tiga hal, yaitu gemi nastiti dan ngati-
ati.
b. Latar
Pemahaman terhadap struktur cerita latar mendapat prioritas pertama untuk
mengetahui keragaman cerita tersebut. Dalam hubungannya dengan SM diduga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
menunjukan hubungan kesatuan struktur di dalamnya, dengan latar belakang yang
melahirkan cerita inilah yang menjadi latar belakang sosial pengarang.
Latar adalah lingkungan yang melingkupi terjadinya sebuah peristiwa. Latar
atau setting dapat berarti tempat tertentu, daerah tertentu, orang-orang tertentu dengan
watak-watak tertentu yang merupakan akibat dari situasi lingkungan atau jamannya.
Cara hidup tertentu dan cara berpikir tertentu ( Jacob & Saini ;1986 :76).
Aspek latar atau setting meliputi aspek ruang dan waktu, terjadinya peristiwa-
peristiwa. Ruang adalah tempat atau lokasi peristiwa-periatiwa yang diamati baik
yang eksteren maupun interen. Waktu dapat dijelaskan dalam cerita, yaitu seorang
pencerita akan memberikan jaman yang terjadi dalam peristiwa-peristiwa yang
disajikan biasanya secara jelas tertulis atau secara tersirat secara panjang lebar.
Aspek latar dalam SM ditempatkan pada zaman pemerintahan Ingkang
Sinuhun Kanjeng Susuhanan ke V sebelum beliau menjabat menjadi raja sekitar
tahun 1820-1823 M . Dalam bait-bait SM aspek latarnya kebetulan tersaji atau
disajikan oleh pengarang secara jelas tertulis dalam bait-bait pada setiap Pupuhnya.
Adapun bait-bait yang menunjukan latar waktu dan latar tempat terjadinya cerita
dalam SM ini adalah pada Pupuh I bait 47, Pupuh II bait 44 dan 48, Pupuh I bait 4
dalam kutipannya sebagai berikut :
Kutipan :
Pasewakan yen ana panari/ gunem rembag kang sareh saurnya/ agantia
pangarsane/ yogya ulunanipun/ nyaulani umatur dhingin/ yen wus kaprenah
sira/ den trampil umatur/ watona lawan anggeran/ lawan sastra ing kadis
kalawan misil/ aywa matur angawang //
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
Terjemahan :
Dalam persidangan berbicaralah yang baik, dalam menyahut bersabarlah, setelah
dipersilahkan oleh pemimpin untuk menyahuti, berbicaralah dengan terampil,
pakailah dasar aturan yang tertulis atau berdasar khadis dan perumpamaan, dan
janganlah berbicara tanpa dasar.
Kutipan :
Yen sira kongsi mangkana/ binuwang marang wana dri / Lemahbang alas
Lodhaya/ anuli binadhog aglis/ datan kalap semenir/ yen ngayah ngalas
Pringtutul/ yekti kinrubut setan/ dhadhung awuk kobra prapti/ nyokot gulu
amenthungi endhas muncrat //
Terjemahan :
Kalau engkau berbuat demikian,akan dibuang di hutan belantara, tanah angker
hutan Lodhaya dimakan setan hingga tak tersisa, jika dibuang di tengah hutan
Pringtutul, pasti akan dikeroyok setan, Dhadhungawuk segera datang menggigit
leher memukul kepala hingga tersembur darahya//
Kutipan :
Tapane wong neng jro praja/ paseban tapanireki/ sasat wukir guwa-guwa/
tapane kalamun ratri/ aja pegat semadi/ pepuja kang murweng tutuh/ aja
kaselan meda/ langen geng kang memedani/ wong anjodhi lan wong sengseming
wanita //
Terjemahan :
Tempat bertapanya orang di dalam kerajaan adalah ketika ia duduk menghadap
(raja), seolah-olah berda di dalam gunung dan gua-gua, di malam hari tapanya
dengan semedi tidak henti-henti memuja kepada yang Maha Kuasa, dan jangan
sampai diselingi dengan bercanda, kesenangan yang besar dan menakutkan yaitu
gemar berjudi dan tertarik pada wanita.
Kutipan :
Rasa karasa ujaring janmi / Sura Wukir kaping salawe prah / duk kalakyan
makirtya reh / patalaning umulun / alin-alin kang wus kalilin / ri dera andon
praja / nahen lekasipun / awit siji tekeng kathah / nadyan alit tumekeng geng
luhur nenggih / yekti taki-takia //
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
Terjemahan :
Tahun 1766 AJ tanggal 25 bulan Sura(Jumat Legi 20 April 1838 AD) ketika
telah berhasil membuat pelajaran bagi kedudukan sebagai abdi ( pejabat), mulai
dari satu sampai banyak, walau dari yang kecil sampai yang besar, haruslah
bersungguh-sungguh.
Kutipan-kutipan di atas jelaslah bahwa aspek latar atau setting atau tempat
dan waktu terjadinya peristiwa cerita dalam SM tersaji secara jelas dan lengkap yang
disisipkan oleh pengarang dalam bait-bait pada setiap Pupuh yang secara jelas telah
terkutip di atas. Selain itu dalam teks SM juga tertera candrasengkala yang juga dapat
memperkuat latar waktu seperti yang diungkapkan di atas.
c. Pelaku
Pelaku adalah pihak-pihak yang terlibat dalam sebuah peristiwa (Jacob &
Saini :1986 :144). SM menampilkan beberapa pelaku dengan fungsinya masing-
masing. Di dalam teks ini, dikarenakan memuat ajaran sehingga pelaku-pelaku yang
terdapat di dalam cerita adalah tokoh-tokoh yang berfungsi sebagai contoh teladan
hidup.
Tokoh yang bernama Mantri Jawinata adalah salah satu tokoh yang
pencerminan karakternya kurang terpuji. Beliau adalah salah seorang mantan pejabat
keraton yang pada saat masih menjabat beliau senang sekali berfoya-foya dan
menyalahgunakan kekuasaannya. Dari karakternya itulah maka dapat ditarik fungsi
maknawinya yaitu pandai-pandailah dalam memilih pekerjaan supaya tidak mudah
tergoda oleh nikmatnya kekuasan dan kekayaan sehingga akan menyesal di akhir
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
hidupnya. Seperti pada kutipan di bawah ini yaitu pada Pupuh I bait 10 Sebagai
berikut :
Kutipan :
Iku lumrah ing mangsa puniki / ana mantra karan Jawinata / pamejegan
lungsurane / Mantri Gadhing Matarum / sapocoke sajege urip / mung kaul
sasabira / sarupaning kaul / yen kaweleh dadi priman / wit saanggris sajampel
suku satali / sewing seteng tinampan //
Terjemahan :
Hal seperti itu sudah biasa pada jaman sekarang, ada Mantri bernama Jawinata
bekas pemungut pajak, kedudukannya sebagai Mantri Gadhing Mataram,
kebiasaannya selalu bersenang-senang segala kesenangan, setelah dipecat dari
jabatannya, ketahuan beliau peminta-peminta, mulai dari saanggris : 1 ringgit (
2,5 rupiah ), sajampel : setengah real, suku : uang tengahan rupiah, setali : 25
sen,seteng : 5 duit (+ 4 sen) diterima.
Pelaku yang lain adalah Ki Penggung, yang mana merupakan salah satu bekas
pejabat yang juga memiliki peringai yang kurang terpuji, yaitu beliau sering membual
atau berkata-kata dusta kepada siapapun dan dimanapun, sehingga beliau menjadi
tidak terhormat dan sama sekali tidak disegani oleh sesama para pejabat dan para
Adipati serta para Pangeran. Apapun yang keluar dari mulutnya sudah tidak ada yang
percaya, semakin hari semakin menjadilah semua bualannya, seperti dikutip pada
Pupuh I bait 49 di bawah ini :
Kutipan :
Dipun bisa reke simpen wadi / ywa wewurukan sira adol abab / kaya Ki
Penggung ambege / duk sewu pitung atus / patang puluh aran Kiyai / Bei
Ranggasupatra / iku sukanipun / adol omong yen sinetyan / mring wong agung
miwah mring para bupati / tuwin mring pra pangeran //
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
Terjemahan :
Pandai-pandailah engkau menyimpan rahasia, jangan suka membual seperti
layaknya Ki Penggung pada tahun 1740 beliau bernama Kyai Bei Ranggasupatra,
kesenangannya membual apabila dipercaya ( disenangi) oleh para pejabat, para
adipati dan para pangeran.
Tokoh-tokoh teladan lainnya yang juga terdapat di dalam SM antara lain
Bambang Sumantri, Patih Suwanda, Raja Widarba, Arjuna Sasrabahu, Ki Ageng
Sela, Wibisana, Pangeran Karanggayam yang kesemuanya adalah merupakan tokoh-
tokoh tambahan.
4. Lapis Dunia
Lapis dunia merupakan suatu yng tidak perlu dinyatakan tetapi sudah secara
implisit dari gabungan dan jalinan objek-objek yang dikemukakan latar, pelaku, serta
struktur cerita. SM menampilkan sebagai berikut : RMH. Jayadiningrat I menuliskan
mengenai ajaran-ajaran khususnya budi pekerti yang sangat bermanfaat bagi
pendidikan para siswa dan juga untuk kehidupannya kelak. SM menyajikan berbagai
macam bagaimana sebaiknya seseorang bertingkah laku.
Harapan dari pengarang yaitu RMH. Jayadiningrat I kepada para siswa
(termasuk anak dan cucu) adalah SM merupakan salah satu naskah teladan yang
dapat dipergunakan untuk sarana dalam upaya meneladani sebuah arti kehidupan,
yang mana bertujuan supaya memiliki kehidupan yang lebih baik, sejahtera dan
bahagia.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
5. Lapis Metafisis
Lapis kelima ini adalah lapis metafisis yang menyebabkan pembaca atau
pendengar lebih mendalam memehami isi yang disampaikan oleh pengarang. Di
dalam SM lapis ini berupa gambaran ajaran-ajaran sikap hidup manusia untuk dapat
menjadi pribadi yang berbudi pekerti luhur, memiliki pribadi yang menarik dan
mempesona sehingga dapat menjadi pribadi yang luar biasa luar dalam.
Dengan membaca SM diharapkan para siswa dapat memahami betapa
pentingnya pendidikan budi pekerti dalam semua sendi-sendi kehidupan, mulai dari
cara memilih pekerjaan, kemudian cara menghadap atasan, cara bertamu,
menghormati orang tua, dan masih banyak lagi ajaran yang ada di dalam SM.
Apabila para siswa ingin mempelajari nilai-nilai budi pekerti RMH.Jayadingrat I
merekomendasikan Serat Margawiraya untuk dijadikan naskah pembelajaran, seperti
yang di kutip di bawah ini pada Pupuh II bait 49 sebagai berikut :
Kutipan :
Wasitane kang pustaka / aran Margawirya iki / warah ingkang para siswa / kang
kasdu myang mangastuti / nadyan tan arsa kaki / mung aywa kinarya partum /
becike kang manitra / ing Surakarta praja di / nararya truh ulun ing Keparak
Kiwa //
Terjemahan :
Kitab ini bernama Margawirya, member pelajaran yang baik kepada para siswa
yang berkehendak menganutnya, meskipun engkau tidak menghendaki, jangan
hanya sebagai senjata, demikianlah pesan penulisnya, seorang pemuda Keparak
Kiwa di Negara Surakarta .
Secara keseluruhan Serat Margawirya ini memiliki nilai-nilai estetika yang
tersembunyi di balik kekunaan serat ini sendiri. Pengarang yaitu RMH. Jayadiningrat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
I yang pada waktu beliau hidup pada masanya menjabat sebagai pujangga keraton,
sehingga hasil-hasil karya beliau banyak memiliki sisi keindahan, baik dalam segi
penulisan, sampai makna-makna yang terkandung. SM di teliti menggunakan teori
puisi tradisional (macapat) digabung dengan menggunakan teori puisi modern, hal ini
memiliki tujuan agar nilai-nilai estetika yang terkandung di dalam SM dapat
dinikmati dan lebih terungkapkan.
Nilai-nilai estetika yang terkandung di dalam SM antara lain, terdapat di
dalam pemilihan tembang. Dalam SM terdapat empat pupuh yang memiliki watak
tembang sendiri-sendiri. Pengarang menuliskan setiap tembang dengan penuh
ketelitian, baik itu dalam segi guru gatra, guru wilangan, dan guru lagunya.
Pengarang sangat memperhatikan segi keindahan di dalam penulisan serat ini, seperti
di dalam penulisan tanggal penulisan pengarang mempergunakan sengkalan,sehingga
penulisan tanggal tidak terlihat jelas, dan hanya dengan diterjemahkan terlebih dahulu
baru dapat dimengerti kapan dan dimana naskah ini dituliskan untuk pertama kali dan
disalin untuk yang kesekian kalinya. Tembang macapat banyak digunakan untuk
menulis naskah-naskah atau serat-serat Jawa, karya pujangga dan karya para raja. Hal
ini bertujuan untuk menyenangkan pembaca agar tidak bosan dalan menikmati hasil
karya sstra, dapat terlihat jelas di dalam bagian Lapis Arti, antara lain RMH.
Jayadiningrat I mempergunakan sarana yaitu padan kata, sarana ini berfungsi sebagai
sebagai alat untuk menuangkan salah satu sudut keestetikaan dari SM dengan cara
menggunakan banyak kata-kata indah serta memiliki arti yang sama, sekalipun ditulis
dengan tulisan yang berbeda, sebenarnya memiliki arti yang sama. Hal ini bertujuan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
agar pembaca tidak merasa bosan. Selain padan kata, terdapat pula sarana-sarana
yang lain seperti tembung garba, tembung wancahan, pepindhan, citra penglihatan,
citra dengaran, allegori, candrasengkala, dan yang terakhir adalah kata ganti petunjuk.
Semua sarana-sarana itu dipergunakan oleh pengarang di dalam menuangkan
keindahan-keindahan dalam sisi penulisan yang termuat di dalam SM.
RMH. Jayadiningrat I mempergunakan tembang macapat sebagai wadah
utama untuk menuangkan ajaran-ajaran, sekaligus mengajarkan mengenai kebaikan-
kebaikan hidup, yang keseluruhan penulisannya tetap memperhatikan nilai-nilai
estetika. Salah satunya di dalam objek, latar, dan pelaku, pengarang memberikan efek
bantuan tokoh-tokoh teladan hidup yang dapat dilihat dari baik buruknya di dalam
bertingkah laku. Pengarang juga menjelaskan mengenai motto hidup “gemi, nastiti,
ngati-ati”. Pengarang meletakan motto tersebut di dalam bagian SM, yang bertujuan
pembaca memnperhatikan denagn seksama bahwa gemi” hemat”, nastiti “
memperhitungkan segala hal yang akan dilakukan dengan seksama”, nagati-ati”
berhati-hati” sangat penting diperhatikan oleh manusia hidup. Sebagai seorang insan
manusia yang berbudi pekerti luhur yang telah diberikan kesempatan baik dalam
berbicara, bergaul, bertingkah laku, dan berhati-hati dalam segala aspek kehidupan,
agar kelak hidupnya akan tenteram dan sejahtera. Setiap manusia hendaknya selalu “
berhati-hati ”dalam segala tingkah laku atau perbuatan, maka ada pepatah yang
berbunyi “ sak beja-bejane wong urip yaiku wong kang eling lan waspada” yang
artinya “ semujur-mujurnya orang hidup adalah orang yang selalu ingat dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
waspada”, kedua-duanya dapat disatukan sehingga pengarang selalu berpesan
melalui tulisannya agar manusia hidup di dunia haruslah gemi, nastiti, ngati-ati.
Melihat lebih kedalam mengenai pengarang dapat disimpulkan bahwa RMH.
Jayadiningrat I adalah salah satu pujangga keraton yang sangat memperhatikan nilai-
nilai estetika di dalam karya-karya beliau, sehingga selain naskah yang beliau karang
mengandung ajaran-ajaran yang bermanfaat bagi masyarakat, namun juga keindahan-
keindahan di dalam sisi penulisan juga selalu beliau goreskan dalam setiap Pupuh
tembangnya.
B. Ajaran Budi Pekerti Yang Terdapat Dalam Serat Margawirya
Sesuai dengan judulnya Serat Margawirya merupakan serat yang berisikan
tentang ajaran atau piwulang yaitu mengenai ajaran budi pekerti yang diperuntukan
untuk para siswa yang ingin memiliki kepribadian yang baik serta kelak memiliki
kehidupan yang baik sesuai dengan aturan yang berlaku. Dalam SM mengandung
ajaran moral dan etika yang sangat tinggi nilainya. Pada hakekatnya ajaran di dalam
SM yaitu ajaran yang memberikan petunjuk tentang tingkah laku atau sikap yang
baik bagi seseorang dalam mengabdikan dirinya kepada bangsa dan negara. Selain itu
juga mengajarkan bagaimana cara untuk mencapai sukses dalam menjalani suatu
kehidupan.
Ajaran moral yang terdapat di dalam SM menyimpan pesan dan amanat
kepada seluruh pembaca yang bertujuan agar kehidupannya cerah terlebih yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
berhubungan dengan masalah budi pekerti, di bawah ini akan diuraikan tentang ajaran
moral dari unsur-unsur diatas .
1. Ajaran Dalam Memilih Pekerjaan
Dalam suatu negara sudah pasti memiliki bermacam-macam pekerjaan, jenis-
jenis tersebut antara lain adalah sebagai tukang kayu, tukang besi, ahli perang, ahli
hitung, ahli nujum, petani, pedagang, juragan bahkan seorang ahli tari. Pekerjaan-
pekerjaan tersebut terdapat pada masa pemerintahan Pakoe Boewana IV, kesemua
pekerjaan tersebut hendaknya dipilih salah satu, berdasarkan atau sesuai dengan
keahlian yang telah dimiliki dan kegiatan yang digemari, sehingga pekerjaan yang
dikerjakan dapat menghasilakan hasil yang maksimal, tidak setengah-setengah.
Apabila suatu pekerjaan itu dipilih berdasarkan dua hal di atas yaitu sesuai dengan
keterampilan atau kemahiran dan juga sesuai dengan kegemaran yang digeluti maka
akan mudah dalam proses pengerjaannya dan juga telah mendapat kemudahan
terlebih dahulu dari kemahiran dan kegemarannya tersebut. Yang pada intinya adalah
jangan sampai seseorang tersebut keliru dalam menentukan sutau pekerjaannya
karena suatu pekerjaan ialah salah satu hal yang penting dalam masa depan
seseorang, seperti pada kutipan di bawah ini pada Pupuh I bait 5 dan 6 sebagai
berikut :
Kutipan :
Jrah neng praja pakarti mawarni / rening kriya mekaning ulunan/ undhagi
tukang myang pandhe / tukang prang tukang petung / juru dina nujum lan tani /
dagang juru juragan / juru beksa gambuh / mawarna tanpa wilangan / lah ta
reke pilihen salah sawiji / disengsem mantep nandhang //
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
Terjemahan :
Dalam negara banyak bermacam-macam pekerjaan, nama pekerjaan itu adalah
tukang kayu, pandhe besi, ahli perang, ahli berhitung, ahli ilmu pengetahuan,
petani, pedagang tengkulak, ahli tari dan masih banyak lagi tidak terbilang .
Kutipan :
Aywa kongsi luput jroning urip / aneng praja rusak papa nistha / badane kang
mesakake / sangsara sajeg umur / tan liyan dadi kuli sami / piraa lamun mulya /
cinupet kang umur / yen dawa kadawa-dawa / daweg- daweg dawege dadi
cecedhis / marmane ngur cendhaka //
Terjemahan :
Jangan sampai keliru memilih jalan hidup, sehingga mengalami kehinaan dalam
masyarakat, kasihan akan badannya sengsara selama hidupnya, tidak lain
menjadi kuli dan tidak urung akan pendek umurnya, kalau panjang terlalu
panjang dan menjadi orang yang sangat hina, maka lebih baik berumur pendek
saja.
Kutipan-kutipan di atas dapat digunakan sebagai bentuk pembelajaran,
bahwasanya apabila telah berhasil dalam menentukan atau memilih suatu pekerjaan
yang mana dalam hal ini harus sangat berhati-hati dalam setiap kali melangkah
hendaknya segera mengabdi, tetapi apabila sebaliknya jikalau manusia telah keliru
di dalam memilih pekerjaan dirinya akan sengsara dalam hidupnya ibarat makan
tidak enak duduk tidak pantas, berpakaian jelek ( menjadi gelandangan), saudara
tidak memperhatikan, orang lain segan untuk memberikan pertolongan, malahan
hanya menyalahkan saja. Sebagai kesimpulannya dari unsur-unsur di atas ada empat
hal yang menjadi penyebab kesengsaraan hidup manusia, antara lain :
a. Tidak memiliki kekuasaan ( pangkat atau jabatan)
b. Tidak memiliki uang atau harta benda
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
c. Berwatak bohong
d. Berwatak malas
Dari keempat hal diatas apabila terdapat di dalam diri manusia, maka manusia
tersebut akan mengalami kesengsaraan hidup, perumpaannya seperti binatang bahkan
lebih dari seekor anjing, seperti dikutip dalam Pupuh I bait 7 sampai 9 :
Kutipan :
Tan wun anelangsa sireng wuri / nyandhang rusak turu tan kapenak / mangan
yen enaka maneh / lungguh prenah tan patut / sanak liwat tan na ngaruhi /
malah api tan wikan / tobata den ulun / yeka wisaning agesang / gegedhene tan
liyan patang prakawis/ tanpa wirya myang arta //
Terjemahan :
Tidak urung merana dikemudian hari, berpakaian jelek tidur tidak tenang,
makan pun tidak enak, duduk tidak pantas, sanak saudara yang lewat tidak
menegur, malahan berpura-pura tidak mengetahui, maka bertaubatlah dirimu
bahwa itu adalah racun dalam hidupmu, adapun penyebabnya tidak lain ada
empat macam, yaitu : tidak memilih kekuasaan, dua tidak mempunyai uang.
Kutipan :
Katri dora wicaraning lathi / kapat manungsa watak sungkanan / sato kewan
pepadhane / sayekti angur asu / pethek lamun angiring-iring / tegel rumekseng
dhusta / tengen lamun dalu / tur nganggo udut kinang / wong sungkanan cinelok
nora nauri / denawe nora prapta /
Terjemahan :
Ketiga berbicara selalu bohong, empat berwatak malas, perumpamaannya seperti
binatang, bahkan lebih baik dibanding anjing, anjing rajin mengawal maupun
menjaga dari gangguan pencuri, tajam pendengarannya di malam hari, meskipun
tidak merokok dan makan sirih, orang malas di panggil tidak menyahut, di gamit
tidak mau datang .
Kutipan :
Urip yen tiwas badan pribadi / badan liya tan kwasa tulunga / destun mung
nenutuh bae / bara ora yen antuk / sihing Gusti kang nutuh parpti / wuwuse
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
acecala / bener pethek ingsun / ngong rewangi biyen mula / yen si anak mulane
kaul ngong dhingin / sapangadeking wastra //
Terjemahan :
Hidup kalau mengalami kesengsaraan, orang lain tidak kuasa menolong, bahkan
hanya mnyalahkan saja, apabila memperoleh pertolongan dari raja, orang yang
menyalahkan itu datang dan berkata ” benar ramalan saya ”
Serat Wulangreh karya Pakoe Boewana IV mengajarkan bahwa ‟ Sebagai
seorang yang terhoramat janganlah memiliki sifat adigang, adigung, adiguna‟.
Adigang adalah watak sombong yang mengandalkan keberanian dan bersilat lidah
atau berdebat. Sebenarnya keberanian bersilat lidah itu hanya di mulut saja, apabila ia
dihadapkan pada permasalahan yang sebenarnya, ternyata ia tidak dapat
menyelesaikannya. Adigung adalah watak sombong yang mengandalkan pangkat atau
kedudukan serta derajat yang tinggi. Keyakinan akan kemampuan diri yang
berlebihan akan menumbuhkan rasa sombong dan takabur, sehingga lupa diri dan
kewaspadaan. Sedangkan Adiguna adalah watak sombong yang mengandalkan
kepandaiaan diri sendiri sehingga meremehkan orang lain. Maka dari itu janganlah
berwatak sombong, supaya tidak sengsara di kemudian hari.
2. Ajaran Mengabdi Kepada Atasan
Pada masa sekarang memang telah banyak terjadi perubahan-perubahan
dalam tata kehidupan seseorang. Namun, demikian janganlah hal ini membuat
seseorang menjadi takabur dan melupakan adat istiadat serta sopan santun. Orang
yang hidup di dunia hendaknya dapat menempatkan diri, tahu akan kedudukannya
serta harus dapat menunjukan sikap hormat baik dalam tingkah laku maupun tutur
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
kata. Mengabdi kepada atasan (raja) dilakukan setelah seseorang benar-benar
memperoleh pekerjaan yang tepat, sehingga dia dapat magang dengan sepenuh hati.
Di dalam magang hendaknya berperilaku yang baik, harus rajin, mengerjakan semua
pekerjaan yang dibebebankan kepadanya, jangan terlalu banyak tidur, jangan selalu
mendahulukan kesenangan pribadi ( berfoya-foya), mencurahkan segala tenaga dan
pikiran, jangan suka bercerita mengenai kejelekan orang lain, selalu meminta nasehat
dan petunjuk serta meniru tindakan yang utama, seperti disebutkan dibawah ini
Pupuh I bait 11- 12 sebagai berikut:
Kutipan :
Marma milih karti den patitis / yen wis seneng gya suwitanana / supaya glis bisa
reke / den sarupa lan guru / aywa gingsiran adol kardi / wus wayahe ngawula /
ngur endi nak ingsun / tan mangan apapariman / ambebruwun awat kaul mentas
sakit / kaya Ki Jawinata //
Terjemahan :
Maka dari itu pilihlah pekerjaan yang tepat, jika sudah senang cepat
mengabdilah, agar cepat bisa seperti halnya guru, jangan sampai berubah-ubah
pendiriannya, serta jangan malas-malasan menjual tenaga karena hal itu sudah
layak bagi orang-orang yang mengabdi, hal itu lebih bagus, tidak memakan hasil
meminta-minta, dan menghabiskan uang orang lain, seperti Ki Jawinata.
Kutipan :
Nora nana praja adol kardi / tan lyan praja tuku pengrehira / ing karya sajeg
jumlege / ing magang yen besturu / angetokna osiking ati / osiking tyas
wedharna / arsa kang kinayun / sang ahulun andulua / supaya glis jiwanta kuled
tinuding / antuk pratandheng sredha //
Terjemahan :
Tidak ada pemerintah menjual pekerjaan, tidak lain pemerintah selamanya
memberi pekerjaanmu, ketika magang jangan banyak tidur, curahkan tenaga dan
pikiran, sesuai yang dikehendaki sehingga yang berkuasa mengetahui pribadimu,
dengan demikian engkau sering ditunjuk serta memperoleh kepercayaan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
Hidup di dunia ini bagaikan roda pedati yang berputar, terkadang manusia
berada di atas, terkadang pula berada di bawah. Pada saat merasa senang dan bahagia
itulah pada saat sedang berada di atas, kemudian manusia akan menikmati
keberhasilan atau kesuksesannya. Kecenderungan merasa puas sering mengakibatkan
kesalahan yang fatal, setelah merasa puas maka janganlah melupakan keadaan saat
hidup di bawah dan menderita kemudian menghina orang lain yang sedang berada di
bawah.
Seseorang dalam mengabdi hendaknya dapat menyesuaikan diri dengan
atasan, teman sejawat serta lingkungan tempat ia mengabdi, janganlah gemar
berselisih dengan orang lain, mengabdi juga dilakukan terhadap Tuhannya, jangan
suka mencela orang terlebih yang lebih tinggi derajat kedudukannya, serta hendaknya
meniru tatacaranya. Mengabdi hendaknya selalu berbuat menurut hukum, dan segala
tindakan yang kurang terpuji atau perbuatan tercela jangan sekali-kali dikerjakan.
Begitu pula tidak diperkenankan berbuat sesuatu yang mendatangkan prasangka
buruk. Ada empat hal yang harus benar-benar diperhatikan di dalam melakukan
sebuah magang :
a. Hendaknya memiliki sifat hidup yang jujur dan rajin
b. Hendaknya memiliki ingatan yang kuat dan tajam terhadap hal-hal yang telah
diperbuat, dan ingat akan segala sesutunya.
c. Belajar hal-hal yang belum diketahui, ditulis kemudian di mengertikan
kemudian direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
d. Hendaknya jangan suka berdusta apalagi membual dan berkata yng tidak
sesuai dengan kenyataan.
Pendek kata apabila di dalam mengabdi tidak boleh berbuat hal-hal yang
mengakibatkan cacat diri, karena akan merugikan dirinya sendiri seperti pada kutipan
di bawah ini Pupuh II bait 45-46 sebagai berikut :
Kutipan :
Karane den enget sira / wasitane reh puniki / kang kocap patang prakara /
wanti-wanti wali-wali / wong kebluk sungkan suthik / goroh dora cereng wuwus /
cidra ora temenan / pangkat kang temen teberi / dhasar temen elingan marang
sabarang //
Terjemahan :
Hendaklah engkau selalu ingat pelajaran ini yang telah terkenal ada empat
macam, hendaknya engkau benar-benar ingat, orang bodoh enggan
melaksanakannya, berbicara selalu dusta tidak sesuai denagn kenyataan,
milikilah sikap dapat dipercaya (jujur) serta rajin, dan ingatlah selalu segala
sesuatunya.
Kutipan :
Eling mring kang wus kalakyan / sinau kang durung bangkit / mangka tatal
tinulisan / supaya tan kena lali / tinula nuli-nuli / ing kawigyan wigyannya sru /
cara carita tama / ngulama kang para ahli / pira kehnya kang nahwu kapil ing
lisan //
Terjemahan :
Ingatlah hal-hal yang telah diperbuatnya, belajar hal-hal yang belum diketahui ,
agar tida lupa hendaknya ditulis, dan ditiru dengan segera, menurut cerita
seseorang ulama tinggi dalam hal kepandaiannya, sehinnga ilmu nahwu
yang banyak dapat di hafal diluar kepala.
Dari beberapa kutipan-kutipan diatas maka dapat di gambarkan bahwa
seseorang yang mengabdi tidak boleh sembarangan dalam bertingkah laku, magang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
atau mengabdi pada jaman dahulu banyak dilakukan oleh masyarakat, apalagi bila
seseorang tersebut ingin menjadi seorang priyayi , maka harus melalui jalur suwita
dan magang. Suwita sendiri dimulai dari ketika anak menginjak usia kira-kira dua
belas tahun dan dilaksanakan dirumah kerabat yang telah menjadi priyayi tingkat
tinggi. Suwita berarti bersedia mengerjakan pekerjaan kasar sampai pada yang
menggunakan pikiran, harus membiasakan diri dengan keadaan setempat, dan belajar
sopan santun yang berlaku di dalam keluraga tempat ia mengabdi. Selain itu juga
harus belajar mengenal kebudayaan priyayi , antara lain pengetahuan tentang pusaka,
hal kuda, keterampilan menunggang kuda, penggunaan senjata, pengetahuan dalam
bidang artistik, terutama kesusastraan, tari dan gamelan. Keterampilan menunggang
kuda dianggap penting untuk keperluan perang-perangan.
Bagi rakyat pada umunya atau petani yang tidak mempunyai kerabat priyayi,
biasanya menjumpai kesulitan dalam memperoleh keluarga yang dapat dipakai untuk
tempat suwita bagi anaknya. Beberapa memakai hubungan patro- klien sebagai alat
untuk mencapai maksudnya itu dengan menggunakan lambang, misalnya pada waktu
itu menyerahkan hasil sawah yang digarap kepada patuhnya, ia menyertakan pula
beberapa pikul buah-buahan.
Ketekunan, kerajinan, kesetiaan, kejujuran, dan kemampuan anak yang
mengabdi menentukan lamanya waktu suwita. Jika seseorang telah lolos dari tingkat
suwita, kemudian dapat melangkah ke tahap berikutnya, yaitu magang. Untuk dapat
dikirim ke salah satu bagian dalam struktur pemerintah lokal atau keraton harus dad
surat rekomendasi dari tuannya, ditambah dengan surat keterangan mengenai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
silsilhnya. Pada umumnya penerimaannya menjadi magang priyayi akan lebih
mudah, jikalau yang bersangkutan mempunyai keluarga atau kerabat yang telah
menjadi priyayi. Tenaga baru untuk bidang-bidang yang membutuhkan keterampilan
harus dicapai lewat pendidikan sekolah, dan masa magang tidak lagi berlangsung
sangat lama seperti masa-masa sebelumnya (Darsiti Soeratman,1990 : 67-71)
3. Ajaran Kepada Orang Tua Dalam Mendidik Anak
Seorang anak berbakti kepada kedua orang tua sudah barang tentu merupakan
kewajiban ( wajib hukumnya ). Akan tetapi banyak anak-anak pada jaman sekarang
ini banyak anak-anak yang tidak mengerti tentang kewajiban tersebut, mereka sering
kali tidak patuh terhadap perintah dan nasehat orang tua, bahkan mereka berani
menentang dengan perkataan-perkataan yang tidak sepantasnya dilontarkan dari
mulut seorang anak terhadap bapak ibunya, sehingga membuat sakit hati kedua
orang tuanya.
Hal di atas sungguh tidak pantas terjadi. Untuk itu pendidikan terhadap
anakkhususnya mengenai budi pekerti sangat penting. Sebagai orang tua juga harus
mendidik anak-anaknya agar kehidupannya kelak menjadi lebih baik adari
sebelumnya, apabila yang sudah baik harus dipertahankan. Senada dengan ungkapan
Jawa yaitu ‟Anak polah bapa kepradhah‟ yaitu yang artinya jika seorang anak
berbuat hal-hal yang buruk atau tercela, maka secara otomatis orang tualah yang akan
mendapat sanksi ( termasuk sanksi normatif), aib, beban penderitaan, dan sebagainya.
Pendek kata, apabila si anak melakukan suatu perbuatan yang kurang terpuji, mau
tidak mau orang tua akan menanggung akibat dari perbuatan anaknya itu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
Melihat konsekuensinya akibat tindakan anak terhadap orang tua seperti itu
ungkapan tersebut hendaknya dijadikan peringatan bagi si anak. Janganlah kita
melakukan tindakan yang dapat menimbulkan kerugian atau beban bagi orang tua.
Jangan sampai kita berbuat menimbulkan aib dan pencemaran nama baik bagi orang
tua. Sebaliknya, sebagai seorang anak hendaknya di tuntut selalu berbakti kepada
orang tua sebagai wujud batas jasa atas kemuliaan orang tua yang telah dicurahkan
kepada kita selaku anak.
Sebagai orang tua, apabila ingin dihormati anak-anak kita hendaknya
memiliki empat hal yaitu Wuwur, Sembur, Nandur, Pitutur. Wuwur memiliki
pengertian yaitu memberikan apa saja yang dimiliki untuk diberikan serta direlakan
kepada anak-anaknya, meskipun hanya sedikit jumlahnya. Wuwur dapat berupa
materi (harta benda atau kekayaan), juga dapat berupa non kebendaan seperti nsaehat-
nasehat atau petuah-petuah dari orang tua kepada anak-anaknya. Sembur adalah
usaha untuk memberikan pengobatan atau tamba terhadap anak-anaknya yang
mengalami sakit yang ringan seperti sawanan. Adapun sembur yang dapat pula
berupa psikis adalah berupa hal-hal yang berkaitan dengan kejiwaan atau
psikologinya, dalam hal ini dapat berupa pitutur. Sedangkan nandur dapat berupa
sesuatu tanaman, namun dapat pula berbentuk tanduran rohani atau berupa pitutur
atau nasihat. Dapat pula berupa budi dan berupa jasa. Dalam hal ini sesuai dengan
istilah nandur kabecikan. Yang terakhir adalah pitutur ialah nasehat yang baik
terhadap anak-anaknya dan terhadap orang lain yang membutuhkan. Pitutur tidak
dapat dipisahkan dari wuwur, sembur dan nandur, keempat-empatnya sangat penting
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
bagi orang tua dan merupakan suatu kesatuan yang utuh. Wuwur dapat berupa pitutur,
sembur dapat berupa pitutur, begitu pula nandur dapat berupa pitutur, seperti yang
dikutip pada Pupuh III bait 35-37 sebagai berikut:
Kutipan :
Dene sira besuk yen dadi wong sepuh / yogyane patang prakawis / wong tuwa
mring anak putu / supayane denajeni / wong tuwa maring wong anom//
Terjemahan :
Jikalau besuk engkau menjadi orang tua, dan agar dihormati oleh orang muda,
ada empat hal yang perlu diperhatikan yaitu
Kutipan :
Bisa wuwur sembur nandur pitutur / wuwur weweh sandhang bukti / keh kedhik
angger mung kolur / bisa nyembur mring bebayi / bok putu sawanen mukok//
Terjemahan :
Wuwur,sembur, nandur dan pitutur, wuwur yaitu memberi makanan dan pakaian,
sedikit ataupun banyak asal rela, dapat menyembur terhadap anak kecil jika
muntah atau sawanan.
Kutipan :
Bisa nandur yen awoh kinarya kolur / pitutur wajib sayekti / tan amung mring
anak putu / nadyan mring liyan prayogi / dadi ngamal lair batos//
Terjemahan :
Dapat menanam kalau berbuah dapat diberikan (disedekahkan), pitutur wajib dan
tidak hanya terhadap anak cucu, terhadap orang lain juga baik, jadi merupakan
amal batin.
Untuk itu seorang anak sejak dini hendaknya di berikan tanggung jawab,
pengertian tentang pentingnya menghormat atau berbakti pada orang tua. Orang tua
terlebih seorang ibu sudah merasakan betapa sakitnya waktu melahirkan. Betapa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
besar rasa kasih sayang dari masih di kandungan hingga terlahir di dunia ini. Mereka
dengan susah payah telah membesarkan kita, merawat, memelihra mencari nafkah.
Padahal selaku anak wajib ‟mikul dhuwur mendhem jero‟ yang berartin mikul dhuwur
menghargai dengan setinggi-tingginya jasa-jasa orang tua. Mendhem jero artinya
sama dengan menghargai sedalam-dalamnya. Jadi mikul dhuwur sejajar dengan
mendhem jero yang artinya menghargai setinggi-tingginya orang tua atau orang-
orang yang dituakan.
Menjadi orang tua di dalam menjalankan tugasnya mendidik putra putrinya
haruslah memiliki jiwa dan tubuh yang tangguh. Hal ini di karenakan orang tua
membutuhkan tenaga yang baik untuk mengontrol segala tingkah laku anak-anaknya,
oleh karena itu apabila telah menjadi orang tua hendaknya selalu menjaga pola makan
dengan benar, dengan kata lain harus selalu berhati-hati terhadap apa saja yang
dimakan. Makanan itu perlu di perhatikan tentang enak dan tidaknya, bermanfaat atau
tidaknya. Jikalau sekiranya makanan tersebut tidak bermanfaat bagi badan, maka
makanan-makanan tersebut justru akan menjadi racun di dalam tubuh, maka dari itu
harus berhati-hati jangan asal enak dan asal makan. Nafsu makan yang cenderung
tamak atau serakah akan dengan cepat merusak badan, terlebih terhadap orang tua,
biasanya susah untuk disembuhkan, karena mungkin terlalu banyak racun yang
termakan. Obat-obatan sekalipun dapat sukar menyembuhkan, hanya gara-gara
memakan makanan yang salah.
Makanan itu cocok terhadap seseorang, dengan kondisi fisik yang berbeda-
beda, belum tentu jenis makanan yang sama cocok pula dengan orang yang sama.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
Seperti di contohkan keju, susu, mentega bagi sebagian orang sangat menggemarinya
namun belum tentu juga ada yang menyukainya. Sebagai orang tua, berhati-hati
dalam menyeleksi semua jenis makanan sangat penting dilakukan, apabila sudah tua
janganlah gemar mengkonsumsi obat-obatan, sesungguhnya itu semuanya adalah
racun yang masuk ke dalam tubuh. Berlebih pada jenis rokok, menghisap rokok dapat
memperpendek umur seseorang jika berlebihan akan mencelakakan nyawa si perokok
itu sendiri. Kemudian yang terakhir yang mesti diperhatikan oleh orang tua dalam
menjaga kesehatannya adalah jangan hoby main wanita dengan kata lain gemar
melacur. Sebetulnya hal ini bukan hanya diperuntukan untuk orang tua saja, bagi
kaum muda juga namun pada usia senja terkadang orang tua banyak ulah sehingga
menimbulkan hal yang kurang terpuji, baik dari sisi kesehatan maupun dari sisi etika.
Jadi untuk menjaga kesehatan sebagai orang tua harus mengingat tiga hal yaitu
makan harus sangat hati-hati jangan asal makan, jangan menghisap rokok dan jangan
gemar melacur. Seperti yang dikutipkan di bawah ini pada Pupuh IV bait 30-33
sebagai berikut :
Kutipan :
Dene yen sira wus sepuh / memangan den ngati-ati / sabarang kang denapangan
/ basa ingaranan titi / wajib uga ngreksa badan / aja sepi ngeling-ngeling //
Terjemahan :
Jika engkau telah tua, berhati-hatilah terhadap apa saja yang engkau makan dan
perhatikan dengan seksama serta ingat-ingatlah, karena wajib bagi orang tua
menjaga kesehatan badan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
Kutipan :
Enak lan kepenakipun / mring badan kang makolehi / legene maring padharan /
padhange aneningali / lega sesege mring nafas / marang otot kulit daging //
Terjemahan :
Perlu diingat pula enak dan tidaknya makanan itu serta manfaat terhadap badan,
terhadap perut maupun penglihatan, lega atau sempitnya terhadap pernfasan
sereta akibatnya terhadap otot kulit dan daging.
Kutipan :
Sapuluh enak kalamun /mring badan tan makolehi / ora wurung dadi wisa / wisa
marang kulit daging / sanadyan makolehana / yen kaduk temtu nglarani //
Terjemahan :
Meskipun enak sekali apabila tidak memberikan manfaat kepada tubuh, tidak
urung akan menjadi racun di dalam kulit dan daging, walauapun bermanfaat
tetapi kalau banyak tentu akan mengakibatkan sakit.
Kutipan :
Jejodhon panganan iku / mring badan sawiji-wiji / tan kena mangka pineksa /
wanuh ing wong saji-saji / ywa ngandel tetiron sira / cobanen badan pribadi//
Terjemahan :
Makanan itu tergantung kecocokan setiap orang, setiap orang tidak sama, tidak
dapat dipaksakan, jangan percaya hanya meniru melainkan mencoba sendiri.
4. Ajaran Tidak Menjadi Dukun
Kegiatan perdukunan bukan hal yang langka lagi. Bahkan kegiatan
perdukunan ini sudah tersebar di seluruh pelosok daerah di Indonesia. Perdukunan
sendiri merupakan suatu aktifitas yang di pimpin atau dilaksanakan oleh dukun.
Sedangkan kata dukun sendiri memiliki makna yang sangat luas. Oleh sebagian
masyarakat dukun dianggap sebagai profesi yang kegiatannya berhubungan dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
ilmu klenik, takhayul, hal-hal kuno dan terbelakang. Profesi ini memliki kedudukan
terhormat seperti halnya kepala suku atau pendeta.
Dukun memiliki berbagai jenis macam sebutan . Dukun pada masa sekarang
seringkali disebut guru, orang tua ( wong tuwa), orang pintar, paranormal atau juga
sering disebut penasehat spriritual. Mereka adalah orang yang dianggap memiliki
ilmu yang tinggi, kekuatan gaib atau daya luwih yang dapat dipergunakan untuk
menolong orang lain. Ilmu itu didapat secara turun temurun dan secara gaib, atau juga
dipelajari dengan cara berguru kepada orang lain. Menurut Kamus Antropologi dukun
mempunyai tiga pengertian, pertama dukun merupakan seorang individu yang
mempunyai keahlian yang bersangkutan dengan pelaksanaan adat atau keagamaan.
Kedua, dukun adalah orang ahli yang menyembuhkan penyakit yang diakibatkan oleh
gangguan roh halus dan kekuatan-kekuatan gaib. Ketiga, seorang disebut dukun
karena ia mempunyai keahlian dalam ilmu gaib.
Seorang yang taat beragama janganlah sekali-kali hidup yang bersentuhan
dengan dunia perdukunan. Sebagai orang yang beragama, dasar atau patokan hidup
manusia adalah agama sehingga apabila seseorang memiliki tiang yang kuat dalam
hidupnya maka hidupnya akan tentram dunia dan akhirat. Menghambakan diri
terhadap Tuhan adalah lambang dalam konsep kepercayaan yang timbul dari dalam
hati manusia, karena dia telah menerima hakikat kaidah dan sumber pertamanya.
Sejak manusia mulai dapat berpikir, pasti dirinya telah sadar bahwa diluar dirinya ada
kekuatan lebih, kemudian dengan bimbingan orang tua dan guru, ia akan mengetahui
kewajiban dirinya sebagai manusia yaitu mengabdi atau menghambakan diri
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
terhadapa Tuhannya bukan menghambakan diri kepada sesama makhluk ciptaan
Tuhan, sekalipun dirinya memiliki kekuatan yang melebihi kekuatan wajar dari
seorang manusia biasa yang lazim disebut dukun.
Fungsi kepercayaan manusia terhadap Tuhan dan pengaruhnya atas jiwa
manusia adalah manusia beragama yang senantiasa mengembang luaskan kekuatan
orang beriman serta menambah kekuatan jasmani atau rohaninya. Apabila manusia
disetiap saat selalu ingat dan percaya pada Tuhan pencipta alam, pasti akan merasa
tenang dan tenteram dalam hidupnya.
Menjadi seorang dukun juga salah satu perbuatan dosa, selain dirinya
menganggap bahwa dirinya mampu ‟mengetahui‟ apa-apa yang belum diketahui
sebelumnya (meramal nasib seseorang, meramal tentang hari baik pernikahan,
mengetahui seseorang telah di rasuki oleh roh halus, dan lain-lain), menganggap
bahwa dirinya mampu mengobati orang sakit tanpa obat, mampu mengetahui hidup
mati seseorang, itu merupakan salah satu perbuatan syirik. Maka janganlah sekali-kali
menjadi serorang dukun dan janganlah sekali-kali percaya akan bualan seorang dukun
karena semua yang dia utarakan adalah bohong besar. Dalam naskah ini dijelaskan
bahwa dukun yang tercela adalah dukun yang meminta imbalan yang berlebihan,
apabila tidak dituruti sang dukun akan mengumpat habis-habisan, ada pula dukun
yang meminta upah terlebih dahulu sebelum mengobati, walaupun pasien kelak tidak
kunjung sembuh upah yang telah diberikan kepada sang dukun tidak dapat
dikembalikan lagi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
Menurut pengamatan hal-hal perdukunan yang sepeti itu lazim terjadi di msa-
masa sekarang, banyak penipuan berkedok dukun baik itu berdalih dalam hal apapun
seperti contohnya, dukun yang dapat menggandakan uang, dukun yang berjasa dalam
urusan jodoh seseorang, dukun yang dapat melancarkan rejeki seseorang, dan
sebagainya. Disebutkan pula ada seorang dukun wanita yang sangat nistha, yaitu
selalu membual siapa saja yang berobat kepadanya pasti akan sembuh baik lelaki
maupun perempuan. Dukun tersebut menceritakan caranya mengobati yang sangat
memalukan dan membuka rahasia orang yang diobati, dalam contoh ini pada saat
sekarang dukun-dukun dengan model seperti itu dapat lazim disebut dengan istilah
dukun cabul. Ki Ageng Sela mangatakan hendaknya seseorang janganlah seskali-kali
percaya terhadap dukun apalagi menjadi seorang dukun, lebih baik mencari ilmu
pengetahuan utuk bekal kehidupan yang lebih baik. Seperti pada kutipan di bawah ini
pada Pupuh IV bait 5-6, 14-15, 18-19 sebagai berikut :
Kutipan :
Dene dhukun tukang sembur / tukang japa tukang jampi / nisthane yen
ingawadan / dhangane saking sireki / tan wruh yen ken dhukun liya / ingkang
jinalukan jampi //
Terjemahan :
Adapun dukun tukang sembur, tukang mantra dan juru obat, dikata sangat rendah
dan tercela, dukun itu selalu berkata bahwa kesembuhannya dari dirinya, tidak
tahu bahwa dukun lain dimintai obat.
Kutipan :
Wus adate among dhukun / endi dhukun kang niliki / tinuturan radi dhangan /
tur maksih panggah kang sakit / ki dhukun menthek tyasira / ciptane saking
sireki//
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
Terjemahan :
Sudah menjadi kebiasaan bicara dengan dukun, setiap dukun yang menjenguk
diberitahu kalau si sakit sudah agak membaik, meskipun si sakit masih tetap
sakit, ki dukun besar hatinya ia mengira kesembuhan itu dari dirinya.
Kutipan :
Wlakang kawet samandhuwur/ tinlusur dennya nambani/ iku dhukun dadi cacad/
kwirangan denodhal-adhil/ aja tulad kang mangkana/ becik wong dadi mantri//
Terjemahan :
Cara ia mengobati dengan meraba dan memijit-mijit pangakal paha, kemaluan
lelaki keatas, demikian itu dukun tercela, hal-hal memalukan dibeberkan, jangan
meniru hal semacam itu lebih baik jadi mantri.
Kutipan :
Jer wus pangolahing dhukun / sajen sarat myang wejani / gelem jaluk gelem
tampa / sadurunge angsung jampi / nambani mangka tan waras / wejani pasthi
tan mulih//
Terjemahan :
Tidak ada orang kembali menggugat kembali biaya ataupun sarat dan upah,
bahkan mau menerima dan meminta sebelum memberkan pengobatan, meskipun
mengobati tidak sembuh, upah itu tidak dikembalikan.
Kutipan :
Dene maninge kang dhukun / dhukun alul memetangi / ana gelar senggrang arta
/ ana gelar mesajani /ana gelar kekethikan / ana jimat saratneki//
Terjemahan :
Adapun macam-macam dukun, ada dukun ahli menghitung, ada dengan cara
disergah dengan keras, ada cara pemberitahuan denagn diam-diam, ada pula
yang memberikan jimat sebagai sarat.
Kutipan :
Utawa lamun winuwus / Ki ageng Sela maleri / aja sira dhedhukunan / aja dadi
dhukun kaki / prayoga golek kawigyan / tatakramane praja di//
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
Terjemahan :
Apabila dibicarakan, Ki Ageng Sela melarang dengan berkata ‟ lebih baik
engkau jangan berdukun dan jangan menjadi dukun serta lebih baik engkau
mancari kepandaian sopan santun bernegara.
Fakta ilmu hitam, penggunaan kekuatan-kekuatan gaib untuk merugikan
orang lain, hampir tidak ada yang meragukannya. Kekuatan yang diperoleh melalui
pengalamn mistik dapat dipergunakan untuk tujuan yang baik dan tujuan yang jahat.
Kekuatan itu tidak hanya memberikan kemampuan yang menyembuhan melainkan
juga untuk membuat orang menjadi sakit (Magniz Suseno ,1989 :182 ).
Dalam kebanyakan daerah terdapat seorang dukun, seorang pria ataupun
seorang wanita yang mempunyai kekuatan untuk memperoleh waktu-waktu yang
baik dan tempat-tempat yang menguntungkan, menyembuhkan penyakit- penyakit
dan dari padanya dapat memperoleh jimat untuk segala macam keperluan. Dalam
berbagai keperluan dan kesulitan orang pergi ke dukun, misalnya ingin mengetahui
mengapa tidak kunjung memiliki keturunan, menentukan hari baik pernikahan, tetapi
juga untuk menangkis ilmu hitam.
Perdukunan di dalam ajaran agama Islam merupakan perbuatan syirik. Baik
itu dukunnya ataupun yang berdukun. Syirik adalah salah satu perbuatan
menyekutukan Allah baik Dzat-Nya, perbuatan maupun sifat-sifatnya. Diterangkan
dalam QS.An-Nisa‟ ayat 48 yang artinya ” Sesungguhnya Allah tidak akan
mengampuni dosa syirik dan Dia nmengampuni dosa selain darinya ( syirik) bagi
siapa yang dikehendakinya. Barang siapa yang, menyekutukan Allah maka
sesungguhnya ia telah berbuat dosa besar ”.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
Perbuatan syirik itu ada beberapa macam antara lain :
a. Syirik istiqnal yaitu pengakuan terhadap dua Tuhan
b. Syirik tab‟idh yaitu pengakuan bahwa Tuhan terdiri dari banyak Tuhan
c. Syirik taqrib yaitu menyembah kepada selain Allah dengan maksud supaya lebih
dekat dengan Allah
d. Syirik taqlid yaitu menyembah selain Allah karena ikut-ikutan adat nenek moyang
e. Syirik sebab yaitu menyandarkan akibat kepada selain Allah
f. Syirik gharadh yaitu mengerjakan ibadah karena riya‟ dan sum‟ah
5. Ajaran Menerima Tamu
Manusia didunia ini tidak ada yang dapat hidup sendiri, tetapi setiap manusia
pasti hidup bermasyarakat, sebab Tuhan telah menciptakan manusia sebagai mahluk
sosial. Dunia dengan segala isinya telah diciptakan oleh Tuhan adalah disediakan
untuk manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Untuk itu manusia hendaknya
selalu berusaha untuk memperbanyak berbuat kebaikan. Dengan sikap budi luhur
atau perbuatan-perbuatan yang baik diharapkan akan menjauhkan sifat-sifat tercela.
Sikap hormat adalah perasaan yang dipelihara dan dikembangkan yaitu
perasaan malu, sungkan, pekewuh dan menghargai. Untuk mengerti kapan semua itu
dilakukan maka perlu kesadaran akan gagasan umum dalam pasrawungan
„bermasyarakat‟, dalam masyarakat Jawa tampak dalam istilah wis Jawa dan durung
Jawa, sudah atau belum mampu bertindak sesuai dengan tata kehidupan
lingkungannya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
Sopan santun perlu dimiliki oleh setiap orang. Dari perkataan, atau perbuatan
atau tingkah laku seseorang, maka dapat diketahui sifat dan budi pekerti orang
tersebut. Dalam pergaulan harus menjaga ucapan dan perbuatan serta perkataan
dalam berbicara. Setiap kata-kata dalam pembicaraan harus terkontrol dengan baik
dan harus selalu terkendali. Harus dihindari perkataan atau ucapan yang tidak
berguna atau bermanfaat dan perkataan yang berlebih-lebihan.
Dalam pergaulan hidup adalah kegiatan kunjung mengunjung, bertamu dan
menerima tamu adalah suatu keharusan, baik sepanjang adat istiadat, tradisi, dan
kelaziman disuatu masyarakat setempat. Bahkan menurut ajaran Islam, bertamu dan
menerima tamu adalah suatu rangkaian dari akhlaq (budi pekerti) dan kadang-
kadang merupakan suatu ajaran, contohnya menjenguk orang-orang yang terkena
musibah, mengunjungi orang tua dan mertua, dan lain sebagainya. Dalam hubungan
antara bertamu dan menerima tamu, maka hormat menghormati yang terjalin dengan
akhlaq dan budi pekerti hendaknya diusahakan agar dapat mencerminkan atau
mendekati akhlaq itu sendiri. Pada hakekatnya setiap manusia ingin dan berhajat
kepada kehormatan (dihormati). Oleh karena itu apabila ingin dihormati oleh orang
lain, kita pun harus menghormati orang lain terlebih dahulu.
Bertamu dan menerima tamu di dalamnya tidak lepas dari prinsip hormat
menghormati antara sesama manusia. Masyarakat Jawa memiliki prinsip hormat
dalam kaidah kehidupannya. Prinsip itu mengatakan bahwa setiap orang dalam cara
berbicara dan membawakan dirinya harus selalu menunjukan sikap hormat kepada
orang lain, sesuai dengan derajat dan kedudukannya. Apabila ada dua orang bertemu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
terutama dua orang Jawa, jenis bahasa yang digunakan dan sikap mereka pasti
mengungkapkan suatu pengakuan terhadap kedudukan mereka masing-masing dalam
suatu tatanan sosial yang tersusun dengan terperinci dan cita rasa. Mengikuti aturan-
aturan tata karma yang sesuai dengan mengambil sikap hormat atau kebapaan yang
tepat adalah sangat penting. (Magniz Suseno, 1988:60)
Ajaran dalam menerima tamu yang baik dan benar yang terdapat di dalam SM
dijabarkan ketika tamu mendatangi sang pemilik rumah, tamu yang baru datang
mula-mula dipersilahkan untuk duduk terlebih dahulu. Apabila tamu yang berkunjung
ke rumah memiliki status sosial yang sama atau sederajat, maka tamu tersebut
dipersilahkan untuk duduk berhadap-berhadapan dengan tuan rumah. Namun apabila
tamu tersebut strata sosialnya lebih tinggi, maka tamu dipersilahkan untuk duduk
yang lebih terhormat atau disebut dengan sinebar atau dihadapkan oleh tuan rumah.
Setelah tamu dipersilahkan untuk duduk, hendaknya tuan rumah menanyakan apa
keperluan bertamu ke kediamannya, bertanyalah mengenai hal-hal yang perlu saja.
Seperti yang dikutipkan dibawah ini pada Pupuh III bait 22-23 sebagai berikut :
Kutipan :
Ingacaran supayane kinen lungguh/ yen dhayoh samanireki/ wetan kulon gennya
lungguh/ yen lurah lor prenahneki/ dadi sineba kang dhayoh//
Terjemahan :
Dipersilahkan duduk. Kalau tamu itu sejajar (sederajat) dengan tuan rumah,
duduknya di Timur dan Barat. Apabila yang bertamu itu berpangkat lurah,
tempat duduknya disebelah Utara, jadi tamu itu dihadap.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
Kutipan :
Sarta pasang tatakarma padha lungguh/ wus begean anakoni/ki wiswa maring
tetamu/ kang dadi praptanireki/ mung kangen awading dhayoh//
Terjemahan :
Serta melaksanakan tata cara duduk, sudah menjadi bagian (kewajiban) tuan
rumah menanyai apa yang menjadi keperluannya datang bertamu. Biasanya tamu
itu berdalih (berpura-pura) bahwa dia hanya rindu saja.
Menerima kunjungan tamu yang baik adalah disambut dengan roman muka
yang baik, jangan sekali-kali bermuram durja sekalipun yang empunya rumah sedang
bersedih hati. Suasana pembicaraannyapun hendaknya dilakukan sebaik mungkin,
bertanya dan saling menjawab, bercerita seperlunya dan apa adanya (lugas) serta
hendaknya saling mendengarkan sebagai salah satu bentuk sikap saling menghormati.
Apabila ada sesuatu yang diinginkan Sang tamu, apabila direlakan hendaknya segera
diberikan, tetapi jangan sekali-kali memberikan kesanggupan apabila hatinya tidak
rela atau tidak ikhlas. Seperti pada kutipan Pupuh III bait 24, 26, dan 27 dibawah ini:
Kutipan :
Lamun durung weca karyane kang tamu /yen ngucap aja (n) dhingini/ kang lejar
netyanireki /yen sirung netyanireki/ mung awad kangen kemawon//
Terjemahan :
Jika tamu itu belum berterus terang, tentang apa yang menjadi maksudnya,
engkau jangan mendahuluinya, dan berwajahlah cerah. Jika engkau bermuram
durja, tamu itu berpura-pura hanya rindu saja, tanpa mengatakan maksud
sebenarnya.
Kutipan :
Dadi enak (ng) nggonira imbal pamuwus/ ganti takon anakoni/ mangkana wong
among tamu/ aminta caritaneki/ sakulure kang cariyos//
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
Terjemahan :
Jadi menyenangkan pembicaraannya, berganti tanya dan ditanya, meminta
bercerita sesukannya, demikianlah menanggapi tamu (menerima tamu).
Kutipan :
Lamun ana tamu kang ingkang jinaluk/ yen sira lega anuli/ angsungna ingkang
satuhu/ aywa age saguh kaki/ yen sira durung sayektos//
Terjemahan :
Jika ada sesuatu yang diminta oleh tamu, jika engkau rela berikanlah segera,
jangan engkau cepat-cepat memberi kesanggupan kalau engkau belum sungguh-
sungguh merelakannya.
Hubungan pergaulan di kala bertamu dan menerima tamu, kaum wanita atau
ibu-ibu muslimah adalah pemegang peranan penting dalam pergaulan masyarakat
setempat. Uraian dalam rangkaian pergaulan dengan tetangga dalam hubungan
bertamu dan menerima tamu di atas pada umumnya menjadi dan merupakan petunjuk
yang harus diperhatikan oleh setiap muslim (baik laki-laki maupun perempuan).
Tetapi kelaziman yang terjadi di masyarakat kita saat ini, diantara banyak hal-hal dan
acara-acara pergaulan yang dikemukakan di atas. Kaum wanita dan ibu-ibu rumah
tangga sebagai nyonya rumah yang menjadi pelaksana dan dalam catatan ini, dalam
hubungan pergaulan sehari-hari, selain dari yang telah dikemukakan di atas, ada pula
beberapa hal penting untuk menjadi perhatian wanita-wanita muslim antara lain:
dalam hubungan bertamu dan menerima tamu ada dua hal yang perlu dijaga dan
diperhatikan, yaitu pertama jangan menerima tamu yang tidak disenangi suaminya,
kedua untuk bertamu ke sesuatu tempat jangan sekali-kali melupakan keizinan suami
atau disertai olehnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
Dalam suatu pesta, perjamuan, dan keramai-ramaian yang dikunjungi bersama
antara kaum pria dan wanita hendaknya setiap wanita , ditemani suami atau
saudaranya (keluarga terdekat).
Tata cara penerimaan tamu yang kurang terpuji juga sangat sering sekali
dijumpai pada masyarakat sekarang ini, didalam SM dijabarkan karakteristik
penerimaan tamu yang kurang baik adalah Sang empunya rumah atau tuan rumah
apabila dalam menerima tamu, sebelum tamu tersebut dipersilahkan duduk, Sang tuan
rumah memamerkan seluruh harta kekayaannya baik itu berupa rumah, harta banda,
emas, dan harta-harta yang lainnya, kemudian Sang tuan rumah dengan bangganya
telah sombong kepada para tamu-tamunya sehingga sampai melalaikan Sang tamu itu
sendiri untuk sekedar diperkenankan untuk duduk dan dijamu oleh yang punya
rumah, seperti yang dikutip pada Pupuh III bait 19 dan 20, sebagai berikut :
Kutipan :
Nora weruh cacade dhewe ngadukur/ yen ngalem duwek pribadi/ datan ngumani
tetamu/ suraweyan astaneki/ idune pating salemprot//
Terjemahan :
Tidak melihat cacatnya sendiri bertumpuk, jika memuji milik sendiri, tangannya
terayun-ayun kesana kemari, ludahnya menyemprot kesana kemari, tidak
menghiraukan tamunya
Kutipan :
Durung lungguh tamune kandha wus gupruk/ latar wisma den tudingi/
pangaleme anggedebus/ kongsi dhayoh ngajak linggih/ iku ukarane bojot//
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
Terjemahan :
Meskipun tamu itu belum duduk, ia sudah bercerita yang berlebihan (muluk-
muluk), halaman dan rumah ditunjuk-tunjuk, sambil sesekali memuji, sehingga
tamu itu mengajak duduk, demikian itu istilahnya rusak.
Tata krama pergaulan sudah ada sejak zaman dahulu, para pujangga telah
mencontohkan bagaimana cara bertamu yang baik, cara menerima tamu yang baik
dan yang kurang baik, sehingga sebagai masyarakat sekarang apabila tidak dapat
bertingkah laku yang sopan dan santun alangkah tidak sepantasnya hal itu terjadi
apalagi dalam pergaulan sehari-hari. Ada beberapa ciri-ciri orang yang menghayati
tata krama yang baik, antara lain :
a. Memiliki rasa percaya diri pada waktu menghadapi masyarakat dari tingkat
manapun.
b. Segala tingkah laku dan ucapannya mencerminkan perhatian kepada orang lain
c. Sopan, ramah selalu menunjukan sikap yang menyenangkan dan bersahabat
kepada siapa saja
d. Dapat menguasai diri, selalu berusaha tidak menyinggung perasaan orang lain,
menyakiti atau mengganggu pikiran orang lain.
e. Usahakan tidak membuat orang kecewa, gusar apalagi membuat marah orang
lain, walaupun diri sendiri baru atau sedang dalam keadaan sedih, kesal, lelah
atau jenuh.
Pada perkembangannya setelah mengalami modernisasi, dan pada
kenyataannya pula pola-pola lawas penerimaan tamu masih terpakai sampai saat ini,
masih dipergunakan, antara lain :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
a. Tamu-tamu harus dihormati sedemikian rupa sesuai dengan derajat dan usianya.
b. Menerima tamu dengan muka manis dan ramah tamah
c. Jika tamu datang untuk suatu keperluan, usahakanlah agar tamu tersebut
menyatakan keperluannya dengan baik dan pantas. Di tanggapi dengan basa-basi
dan cara yang menyenangkan.
d. Apabila tamu berpamitan untuk pulang, diantar sampai diluar gerbang atau batas
pintu, meminta maaf apabila ada suatu kekurangan dalam penjamuannya, dan
mengucapkan selamat jalan.
Dasar dari peraturan etiket adalah adat istiadat atau tradisi dari daerah dan
Negara tertentu, yang terkadang berbeda bahkan bertentangan. Etika Timur dan etika
Barat berbeda seperti misalnya dari cara bersalaman, cara menatap mata sewaku
berjabat tangan, saat memberi sambutan, dan pada saat menerima sesuatu. Selain
mengetahui etiket bangsa sendiri sebaiknya juga mengetahui sedikit tentang etiket
bangsa-bangsa lain. Sebab hal itu akan melancarkan komunikasi dan kemampuan kita
untuk menyesuaikan diri kepada lingkungan tempat kita berada.
6. Larangan Berjudi
Menjadi anggota masyarakat harus pandai-pandai memilih teman, bukan
berarti angkuh atau sombong. Disamping itu kita harus mampu untuk diterima dalam
lingkungan yang baik. Sedangkan lingkungan yang baik tentu saja tidak akan
menerima orang lain dengan begitu mudah, namun mereka juga memilih orang-orang
yang bertingkah laku baik yang diterima menjadi anggotanya. Dengan demikian
jelaslah bahwa kita sebagai anggota masyarakat harus menunjukkan tingkah laku,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
tutur kata yang baik. Dalam bertingkah laku hendaknya menunjukkan tingkah laku
yang sopan, dalam berbicara janganlah menjelek-jelekan orang lain sehingga
mengakibatkan orang lain sakit hati dan marah. Apabila kita tidak melakukan hal-hal
yang demikian kita akan disenangi oleh orang lain dan diterima sebagai anggota dari
masyarakat yang baik. Sebaliknya apabila seseorang selalu melakukan perbuatan
yang tidak terpuji, misalnya main (judi), minum (mabuk), medok (berzina), maling
(mencuri), dan sebagainya yang pada intinya mengakibatnya keresahan masyarakat
sekitarnya sebagai akibat orang tersebut akan dibenci oleh masyarakat bahkan
diasingkan.
Ajaran di dalam SM, ada pula yang berbentuk larangan untuk berjudi. Dalam
Ensiklopedi Indonesia judi diartikan sebagai suatu kegiatan pertaruhan untuk
memperoleh keuntungan dari hasil suatu pertandingan, permainan atau kejadian yang
hasilnya tidak dapat diduga sebelumnya. Judi adalah pertaruhan dengan sengaja, yaitu
mempertaruhkan satu nilai atau sesuatu yang dianggap bernilai, dengan menyadari
adanya resiko dan harapan-harapan tertentu pada peristiwa-peristiwa permainan,
pertandingan, perlombaan dan kejadian-kejadian yang tidak atau belum pasti
hasilnya.
SM adalah salah satu naskah lama yang melarang keras perjudian dilakukan
oleh manusia (masyarakat) selain dapat mendatangkan dosa dapat juga merusak
moral para pemainnya. Di dalam KUHP pasal 30 ayat 3 mengartikan judi sebagai
tiap-tiap permainan yang mendasarkan pengharapan untuk menang, pada umumnya
bergantung kepada untung-untungan saja, dan juga kalau harapan itu jadi bertambah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
besar karena kepintaran dan kebiasaan permainan. Termasuk juga permainan judi
adalah pertaruhan tentang keputusan perlombaan atau permainan lain, yang tidak
diadakan oleh mereka yang turut berlomba atau bermain itu. Demikian juga segala
permainan lain-lainnya.
Hendaknya tidak bergaul dengan seorang penjudi, karena didalam SM
dijelaskan bahwasanya apabila seseorang yang pada awalnya bertingkah laku baik
sekalipun apabila bergaul dengan penjudi dikhawatirkan terpengaruh untuk ikut
berjudi. Penjudi diibaratkan seperti menggali lubang, lama-kelamaan harta benda
yang dimilikinya akan habis dengan sendirinya. Diumpamakan pula seperti
menyendok jenang bekatul, diibaratkan menyendok dipilih yang dingin terlebih
dahulu dari yang dibagian tepi kebagian tengah, lama-lama akan habis kesemuannya.
Berjudi membuat seseorang buta akan segala-galanya, bahkan sampai tidak ingat apa-
apa termasuk keluarga yang dimiliki bahkan harga dirinya sendiri, bahkan apabila
telah mendarah daging berjudi dapat merusak kehidupan bermasyarakat. Demikian
pula taruhan dalam berjudi, sebagai taruhan pada awalnya mengambil harta pribadi
(keluarga) setelah keluarga waspada, menjalar ke harta-harta yang lainnya, lama
kelamaan semakin berani, hingga pada akhirnya hanya karena untuk menyediakan
taruhan saja, sampai-sampai apabila sudah tidak memiliki harta benda lagi, akhirnya
menjadi pencuri, perampok, penyamun, dan penjambret, seperti yang dikutip pada
Pupuh II bait 22 sampai 25 sebagai berikut :
Kutipan :
Kakanca kakancuhira/ kamomor yogyane brindhil/ bebotoh sasta seredan/
kaping tri kasengsem ringgit/ luwange nguni-uni/ lir nyuru jenang bekatul/
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
saking pinggir manengah/ ingkang asrep den ubengi/ toging ngendhon
ngengehan telas sadaya//
Terjemahan :
Berteman dengan orang yang suka berjudi, akan terbawa dan terpengaruh judi
pula, serta pendadu tergila pada tandek, seperti menggali lubang, lama-lama
habis hartanya, bagaikan menyenduk jenang bekatul dipilih yang dingin dari tepi
kemudian ke tengah, lama-lama habis semuanya.
Kutipan :
Bebotoh judi mangkana/ met darbeking kang sudarmi/ cinolong lamun tan
angsal/mrambat kulawarga neki/ warga wus mrayitnani/ narajang mring
tangganipun/ saya wuwuh jajahan/ wuwuh gendhing wuwuh wani/ wuwuh akal
wuwuh keh kang nunggal karsa//
Terjemahan :
Demikian pula taruhan dalam berjudi diambil milik ayahnya, jika tidak
diperbolehkan kemudian dicuri, menjalar pada milik tetangganya, bila tetangga
telah waspada, sehingga tidak dapat diambil, kemudian mengambil milik yang
lainnya lagi. Semakin bertambah dan teman sehaluan pun semakin banyak.
Kutipan :
Temah ngecu (m)begal ngampak/ memet nyebrot nayap ngutil/ saking nora bisa
nyegah/ botohan lan seredneki/ myang blanja marang ringgit/ semune owel yen
mutung/ yekti iku marganya/ poma aja anglakoni/ yen nglakoni pacangan dadi
prantean//
Terjemahan :
Hal itu karena tak dapat menahan berjudi dan bercandu, serta membayar tandak,
kemudian merampok, membegal dan mencuri serta menjambret, mencopet.
Tindakan semacam itu jangan dilakukan. Jika dijalankan maka akan menjadi
orang hukuman.
Dalam urusan halal dan haram agama Islam mengatakan judi adalah setiap
permainan yang mengandung untung atau rugi bagi pelakunya, dengan demikian
dalam berjudi terdapat tiga unsur : adanya harta atau materi yang dipertaruhkan, ada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
88
suatu permainan yang digunakan yang menentukan baik pihak yang menang dan
yang kalah, dan yang terakhir adalah pihak yang menang mengambil harta (sebagian
atau seluruhnya atau kelipatan) yang menjadi taruhan (murahanah) sedang pihak yang
kalah akan kehilangan hartanya.
Unsur-unsur yang berbeda juga dijelaskan di dalam Pasal 303 ayat (3) secara
detil dijelaskan, bahwa di dalam berjudi terdapat tiga unsur agar suatu perbuatan
dapat dinyatakan sebagai judi. Pertama adalah permainan atau perlombaan itu sendiri.
Jadi dilakukan semata-mata untuk bersenang-senang atau kesibukan untuk mengisi
waktu senggang guna menghibur hati jadi bersifat rekreatif, namun di sini para
pelaku tidak harus terlibat dalam permainan. Kedua adalah untung-untungan, artinya
untuk memenangkan permainan atau perlombaan ini lebih banyak digantungkan
kepada unsur spekulatif atau kebetulan atau untung-untungan, atau faktor
kemenangan yang diperolah dikarenakan kebiasaan atau kepintaran pemain yang
sudah sangat terbiasa atau terlatih. Ketiga yaitu ada taruhan, dalam permainan atau
perlombaan ini ada taruhan yang dipasang oleh pihak pemain atau bandar baik dalam
bentuk uang ataupun harta benda lainnya. Bahkan terkadang istripun bias dijadikan
taruhan. Akibat adanya taruhan maka tentu saja ada pihak yang diuntungkan dan ada
yang dirugikan. Unsur ini merupakan unsur yang paling utama untuk menentukan
apakah sebuah perbuatan dapat disebut sebagai judi atau bukan judi.
Dalam bertingkah laku orang hendaknya tidak sembarangan, harus terlebih
dahulu memikirkan akibat baik maupun buruknya dikemudian hari. Apabila
sekiranya dari kata-kata yang dikeluarkan dan perbuatan yang dilakukan tidak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
89
mengena dihati masyarakat hendaknya jangan dilakukan. Misalnya, pada malam hari
pada saat seluruh warga masyarakat sedang tidur, bukannya menjaga ketentraman
warga tetapi malahan berjudi dan mabuk-mabukan, berjudi merupakan salah satu
bentuk sampah masyarakat yang harus dibersihkan, walaupun pada saat sekarang
berjudi masih menjadi salah satu hobby masyarakat, terutama mereka yang menjadi
pengangguran.
7. Larangan Mengadu Domba
Adu domba atau mengadu domba diartikan sebagai upaya menjadikan
berselisih atau bertikai diantara pihak yang sepaham. Arti lainnya adalah
menarungkan sesama dalam satu pemahaman. Pada umumnya taktik atau muslihat
seperti ini bertujuan untuk melemahkan salah satu atau dua kelompok yang saling
bertikai itu, sebelum akhirnya keduanya dikuasai.
Istilah seperti itu memang lebih banyak memiliki konotasi negatif. Apalagi
bangsa Indonesia, kalimat adu domba telah menggoreskan kenangan kelam,
memilukan, pada masa penjajahan kolonial. Sejak dibangku sekolah dasar, siswi-
siswi mulai tingkat sekolah dasar hingga menengah di Tanah Air telah diperkenalkan
mengenai sejarah taktik atau politik adu domba yang diterapkan Bangsa lain untuk
menguasai dan menjajah Indonesia. Dengan tujuan mengeruk kekayaan alam yang
melimpah dari bangsa Indonesia, kaum imperialis memulai dari berbondong-
bondong datang ke Nusantara dengan piawai memperagakan politik devide et impera
yang tak lain adalah politik adu domba itu sendiri, untuk memecah persatuan dan
persaudaraan yang tertanam diantara penguasa, dan raja-raja di berbagai wilayah di
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
90
Tanah Air Indonesia. Para raja atau penguasa daerah setempat dihasut agar saling
berseteru dengan saudara-saudaranya sendiri. Setelah mereka lemah dan rapuh usai
berperang, penjajah Belanda, mulai menancapkan kuku-kuku kekuasaannya.
Sebenarnya para domba-domba yang merasa diadu tersebut dapat berkaca dari
sejarah, bahwa jika seseorang termakan oleh hasutan dalam politik adu domba, tidak
akan membawa kebaikan bagi semua pihak.
Adu domba diibaratkan dengan banyak perumpamaan dari mengenai
hubungan orang tua dengan anaknya apabila sedang terkena adu domba diibaratkan
seperti air yang dipedang seratus kali dalam satu jam, pasti tidak akan berubah dan
tidak membekas. Begitu pula dengan hubungan kekeluargaan atau saudara, sehingga
apabila mengadu domba di dalam saudara dan keluarga sangat tidak ada gunannya.
Seperti pada kutipan bait 38 dan 39 Pupuh II sebagai berikut:
Kutipan :
Toya reka darma putra/ toya kinarya upami/ pinedhang ping sewu sajam/ sayekti
tan wurung pulih/ siti reke upami/sujanma maring sadulur/ yen ana bawa ala/ ya
siti ing mangsa katri/ bumi belah upamine lan kadang crah//
Terjemahan :
Retaknya air seperti hubungan orang tua dengan anak air sebagai perumpamaan,
jika dipedang seratus kali dalam satu jam, tentu kembali dan tidak membekas,
hubungan seseorang dengan saudaranya, perumpamaannya seperti retaknya tanah
dimusim kemarau. Persaudaraan itu akan renggang kalau ada keadaan yang kurang
baik.
Kutipan :
Sajrone nela mangkana/ kisen klabang kalajengking/ wusana mangsa kalima/
antara trancap geng prapti/ kalabang kalajengking/ tela mingkem gremet
lampus/ iku kang dadi setan/ sadulur rengate pulih/ tanpa gawe wong ngadoni
crahing kadang//
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
91
Terjemahan :
Disaat tanah itu dalam keadaan retak, kemasukan kalajengking yang merupakan
setan, kemudian musim kelima, hujan lebat pertama di awal musim hujan tiba.
Tanah itu merapat lagi. Maka dari itu tidak ada gunanya mengadu domba akan
keretakan persaudaraan dalam keluarga.
Dalam pengertian yang berbeda. Adu domba disebut pula dengan namimah
(Arab), di dalamnya dijelaskan adu domba adalah haram hukumnya, karena pada
intinya adu domba membeberkan sesuatu yang tidak disuka untuk dibeberkan. Baik
yang tidak suka adalah yang dibicarakan atau pihak yang menerima berita, maupun
pihak lainnya. Baik yang disebarkan itu berupa perkataan maupun perbuatan, baik
berupa aib atau bukan aib.
Hubungan suami dengan istri, pejabat atasan dengan bawahan atau anak
buahnya, kuatnya ibarat seperti batu. Disaat hubungan tersebut masih dalam keadaan
baik, kasih sayang mereka tidak dapat dipisahkan, namun apabila hubungan itu sudah
mulai retak, maka seperti retaknya batu.
Orang yang suka mengadu domba, perumpamaannya seperti telur yang
dihimpit batu besar, orang yang diadu itu bila telah kembali bersatu kembali pasti
akan sangat membenci orang yang mengadu domba itu. Seperti pada kutipan bait ke
47, 48 Pupuh II sebagai berikut:
Kutipan :
Ana sloka antiga kaapit watu/ iku jalma watakneki/ kang asring remen wewadul/
lami-lami pan kebalik/ katangkep watu sang endhog//
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
92
Terjemahan :
Ada peribahasa telur dihimpit batu, itu sifat manusia yang suka mengadu domba,
lama kelamaan mengena dirinya sendiri, telur itu akan benar-benar terhimpit
batu.
Kutipan :
Tunggal benggang ngaku wong palakrameku/ yen wus atut aningali/ karone
maring sireku/ yekti sangite kapati/ tan enak lir kang mangkono//
Terjemahan :
Orang yang di adu domba itu apabila telah rukun kembali keduanya akan sangat
membenci orang yang mengadu domba itu. Mengadu domba itu hal yang tidak
baik.
Banyak sekali dalil-dalil yang menerangkan mengenai haramnya perbuatan
adu domba dan dilarangnya perbuatan adu domba dilakukan di dalam masyarakat.
Dalam bidang pendidikan budi pekerti adu domba sangat tidak dibenarkan dalam
setiap alasannya, dimaksudkan bahwa adu domba adalah bukan salah satu pilihan
terbaik dalam pemecahan suatu masalah. Di dalam QS. Al-Qalam ayat 10-11,
menerangkan “Dan janganlah kamu ikuti setiap orang-orang yang banyak
bersumpah lagi hina dan banyak mencela , yang kian kemari menghambur fitnah”.
Adu domba sangat tidak mencerminkan prinsip kerukunan masyarakat Jawa.
Prinsip kerukunan bertujuan untuk mempertahankan masyarakat dalam keadaan yang
harmonis. Keadaan semacam itu disebut dengan istilah rukun, yang berarti “ berada
dalam keadaan selaras”, “tenang dan tenteram”, “tanpa perselisihan dan
pertentangan”.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
93
Keadaan rukun terdapat dimana semua pihak berada dalam keadaan damai
satu dengan yang lain, suka bekerja sama, saling menerima, dalam suasana tenang
dan sepakat. Rukun adalah keadaan ideal yang diharapkan dapat dipertahankan dalam
semua hubungan sosial, dalam keluarga, dalam tetangga dan dalam setiap
pengelompokan tetap. Suasana seluruh masyarakat seharusnya bernafaskan semangat
kerukunan (Magniz, 1989 : 39)
8. Ajaran Menjadikan Negara Makmur
Seorang raja dalam pandangan masyarakat Jawa merupakan figur, tokoh yang
adiluhung. Sebagai seorang yang sakti, pada umumnya Jawa beranggapan bahwa
seorang raja atau penguasa memiliki keluhuran budi, namun pada masa sekarang
nampaknya keluhuran budi para pemimipin Bangsa harus benar-benar menjadi bahan
perhatian masyarakat. Banyak pemimpin Bangsa yang telah banyak terbukti
melakukan korupsi, banyak penipuan yang dilakukan oleh para petinggi negara,
belum lagi kasus para pejabat yang tidak malu melakukan skandal seks sampai
kasus-kasusnya tersebar luas sehingga reputasinyalah yang menjadi taruhannya.
Dalam pencapaian budi yang luhung tersebut dicapai atau didapat melalui suatu
tindakan yang bersifat metafisis dan bukan tindakan yang bersifat empiris, hal ini
dikarenakan dalam padangan Jawa kekuasaan menjadi suatu tempat yang keramat,
agung dan bersumber vertikal. Tuhanlah di atas segala kekuasaan, kekuasaan dapat
diperoleh manusia yang terpilih, manusia adiluhung yang memiliki daya kekuatan
yang dipandang mampu menyandang kekuasaan yang disebut wahyu. Jadi kekuasaan
bukan merupakan segala yang khas antara antar manusia. Kekuasaan bukanlah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
94
merupakan suatu tindakan atau kemampuan untuk memaksakan kehendak kepada
orang lain. Saran-saran untuk mencapai kekuasaan serta mencapai kepribadian
manusia yang adiluhung.
Ibukota atau kota tidak hanya merupakan pusat politik dan kebudayaan
melainkan juga sebagai pusat magis kerajaan. Berhubungan dengan jagad raya yang
menurut kosmologi Brahmana atau Budhis atau keduanya, berpusat di Gunung Meru
pada pusat kotanya, dan Gunung Meru dipusat kota ini akan menjadi pusat magisnya
( Darsiti Soeratman, 2000:2)
Pandangan mengenai susunan alam semesta pada orang Jawa jaman dahulu
itu diambil dari agama Hindu yang beranggapan bahwa alam semesta merupakan
benua berbentuk lingkaran yang dikelilingi oleh beberapa samudra dengan pulau-
pulau besar di empat penjuru yang merupakan tempat tinggal keempat penjaga yang
keramat. Di pusat benua yang terutama terletak di Gunung Mahameru, yakni Gunung
Paradewa. Dunia manusia yang diwakili oleh kerajaan, dengan raja sebagai
penjelmaan salah satu dewa, mempunyai tugas untuk menjaga keselarasan kosmos
dengan jalan meniru susunan alam semesta dalam kerajaannya. Kedudukannya di
pusat kerajaan melambangkan raja dewa di pusat alam semesta. Keempat materi yang
mengelilingnya, keempat permaisuri dan para pegawai di keempat bagian
kerajaannya, melambangkan keempat mata angin dari alam semesta. Dasar susunan
kosmos juga dilaksanakan dalam hierarki kepegawaian, dan secara nyata
dilambangkan oleh denah ibu kota kerajaan, istana kerajaan, dan candi-candi batu
yang sampai sekarang dapat kita lihat bekas-bekasnya sebagai tokoh yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
95
melambangkan pusat dari alam semesta, seorang raja di kerajaan Asia Tenggara juga
dibenani tugas-tugas keagamaan yang berat. (Koentjaraningrat, 1999 : 121-122)
Negara di dalam mengatur segala kpentingan kenegaraannya tidak dapat
menjalankan roda pemerintahannya, melainkan haruslah di bantu oleh aparatur-
aparatur Negara. Perlu diingat bahwa fungsi utama dari aparatur pemerintahan dan
aparatur Negara adalah mengabdi kepada masyarakat dan kepentingan umum, rakyat
banyak dengan alat dan perlengkapan umum, aparatur Negara sebagai abdi bukan
sebaliknya bukan untuk mencari keuntungan atau kepentingan pribadi atau golongan
dari pada yang bersangkutan.
Aparatur pemerintahan harus menjadi saluran atau jembatan pengabdi dan
melaksanakan kepentingan umum dengan penuh dedikasi dan loyalitas, bukan
sebaliknya, tidak menyalahgunakan kekuasan mencari kesempatan dalam kesempitan
atau dikenal dengan istilah aji mumpung. Pemerintah dapat dibedakan antara
pemerintah sebagai organ (alat, tool) Negara yang menjalankan tugas (fungsi) dan
pemerintah sebagai fungsi dari pemerintah. Pemerintah dapat pengertian pertama
sebagai organ Negara dapat pula dibedakan antara pemerintah dalam arti luas
(makro) dan pemerintah dalam arti sempit (mikro). Pemerintah dalam arti sempit
(mikro) dimaksudkan khusus kekusaan eksekutif, sedangkan dalam arti luas (makro)
disamping kekuasaan eksekutif adalah juga kekuasaan legislatif dan kekuasaan
Yudikatif. (Widjaja, 1991 : 23, 33)
Aparat Negara juga terdapat pada bentuk-bentuk pemerintahan kerajaan.
Kerajaan pada zaman dahulu memiliki empat aparatur pokok yang harus dimiliki,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
96
yang berguna untuk membantu pemimpin (raja) untuk menjalankan roda
pemerintahan. Pertama, yaitu prajurit sebagai pelindung Negara, kedudukan prajurit
pada masa tersebut sangat penting berperan aktif membantu raja mengatur jalannya
pemerintahan.
Pada zamannya prajurit harus pandai mengatur siasat perang. Disaat Negara
(kerajaan) dihadapkan oleh sesuatu yang sulit dikala berperang. Maka prajurit yang
harus menciptakan strategi-strategi perang yang handal. Prajurit harus selalu siap
dengan semua senjatanya, selain harus terampil mempergunakan senjata seperti
tobak, panah, dhadhap, keris, juga harus memiliki badan sehat, baik jasmani dan
rohaninya maka dari itu secara fisik tubuh seorang ksatria harus tegap dan kuat.
Prajurit dalam maju berperang haruslah diniati dengan niat yang baik dan tulus,
jangan dendam dan amarah yang dijadikan landasan, karena apabila dilandasi dengan
niat yang tulus dan tujuan yang baik, sehingga dapat dicapai adalah tangga
kemasyuran seperti yang dikutip pada pupuh II bait 5, sebagai berikut :
Kutipan :
Lan ana patang prakara/ kagungane kang praja di/ prajurit lawan pandhita/ tri
sudagar catur tani/ ywa susah salah siji/ prajurit pagering ratu/ tani bojaning
praja/ sudagar busaneng nagri/ sang pandhita weh rahuyaning pamuja//
Terjemahan :
Ada 4 hal yang harus dimiliki oleh Negara yang baik, satu prajurit, dua petani,
tiga pedagang, dan keempat pendeta. Keempatnya jangan sampai. Ada yang
menderita salah satu. Prajurit sebagai benteng (perlindungan) raja. Petani sebagai
sumber makanan bagi Negara. Pedagang merupakan pakaian bagi Negara, dan
pendeta member keselamatan dan kesejahteraan bagi Negara.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
97
Prajurit memilih beberapa gelar perang, gelar tersebut dipergunakan ketika
para ksatria berperang melawan musuh dimedan laga. Gelar perang ini lebih
cenderung sebagai bentuk formasi para prajurit. Sehingga gelar perang ini dapat juga
digunakan sebagai salah satu strategi dalam menghadapi serangan musuh. Kurang
lebih disebutkan ada 7 gelar perang yang terdapat di dalam SM, yaitu Hardacandra,
Brajapanjara, Mangkarabyuha, Diradameta, Capiturang, Garudanglayang dan
Pritaneba.kesemuanya merupakan gelar-gelar perang yang sering dipergunakan
prajurit ketika berhadapan dengan musuh. Seperti yang dikutip pada pupuh II bait 11
dan 12, sebagai berikut:
Kutipan :
Myang kulet amasang gelar/ ardacandra kagapati/ myang gelar brajapangan/
lan mangkara byuha malih/ byuha mangkara nenggih/ supit urang tegesipun/
rika brajapanjara/ dirademeta sayekti/ kagapati kang gelar garudha nglayang//
Terjemahan :
Pasanglah gelar meski dengan lambat. Hardacandra kagapati, dan gelar
Brajapanjara, mangkara byuha, dan byuha mangkara, yang dimaksud yaitu supit
urang, braja panjara kagapati dan garudhanglayang
Kutipan :
Kang ingaran ardacandra/ wulan tumanggal sayekti/ byuha pakekesing gelar/
prita neba iku ugi/ lan rumekseng prajurit/ ywa kurang mangan lan minum/
samekta warastranya/ wewekanta denmumpuni/ jroning aprang aywa kaselan
ing meda//
Terjemahan :
Yang dimaksud hardacandra ialah bulan yang mulai purnama, pritareba adalah
burung yang melayang bergerombol menjaga prajurit jangan kekurangan makan
dan minum, siap dengan senjatanya, serta pegetahuan yng mumpuni dalam
berperang janganlah diselingi dengan sendau gurau.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
98
Kedua adalah sebuah petani sebagai sumber makanan bagi Negara. Petani
sendiri diseyogyakan agar selalu memperhatikan bibit segala macam tumbuhan dan
tanaman, baik itu jenis buah-buahan, sayur-sayuran dan jenis tumbuhan lain yang
dapat dipergunakan untuk bahan pangan, serta seorang petani harus memperhatikan
musim tanamnya. Musim-musim tanam antara lain yaitu Kapat yaitu waspa
kumembeng jroning kalbu yang memiliki maksud air atau sumber mata air tidak
keluar dari bumi (tanah), seandainya akan membuat sumur maka harus dalam yang
menggali sehingga air yang keluar akan banyak. Kalima yaitu pancuran mas
sumawur ing jagad yang memiliki maksud mulai turun hujan, banyak air dan mata air
yang bermunculan, para petani mulai mengolah tanah. Kanem yaitu rasa mulya
kasucian yang memiliki maksud banyak buah-buahan manis dan segar yang berbuah.
Kasapta yaitu wisa kentar ing maruta yang memiliki arti timbul banyak penyakit dan
wabah yang tersebare di mana-mana sehingga banyak yang terjangkit oleh wabah itu.
Kawolu yaitu anjrah jroning kayun yang memiliki maksud banyak hewan yang kawin
terutama pada jenis kucing. Kasanga yaitu wedharing wacana mulya yang memiliki
maksud banyak jenis serangga bermunculan. Sadasa yaitu gedhong minep jroning
kalbu yang memiliki maksud banyak hewan akan beranak pinak dan bertelur.
Dhestha yaitu sotya sinarawedi yang memiliki maksud banyak jenis unggas yang
mencari makan untuk anaknya. Sadha yaitu tirta sah saking sasana yang memiliki
maksud udara sudah tidak panas lagi, sehingga banyak orang yang mersakan udara
dingin. Kasa yaitu sotya murca saking embanan yang memiliki maksud banyak
pohon-pohon berguguran daun dan batangnya. Karo yaitu bantala rengka yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
99
memiliki maksud tanah-tanah banyak yang retak. Katiga yaitu suta manut ing bapa
yang memiliki maksud banyak tanaman merambat dan umbi-umbian yang mulai
tumbuh. Selain harus pandai memperhatikan musim-musim tanam, petani dapat pula
memperhatikan condongnya bintang, seperti bintang Piji, bintang Bokor, bintang
Waluku, bintang Panjerina, serta bintang Bimasakti, konon dengan memperhatikan
petunjuk-petunjuk alam seperti itulah para petani berhasil menghasilkan hasil-hasil
tanam yang berkualitas bagus, disamping juga perawatan dilahannya dilakukan secara
teratur dan baik.
Hakikatnya manusia itu berbeda dengan hewan dan tumbuhan. Manusia
membutuhkan makanan yang bernutrisi dan bergizi, sedangkan hewan dan tumbuhan
tidak membutuhkan seperti kebutuhan manusia.
Binatang tanpa pakaian dan tanpa harta benda, binatang tidak membedakan
rasa manis, pahit, asin. Tumbuhan pun juga demikian, oleh karena itu sebagai
kesimpulannya adalah manusia hendaknya menyiapkan segala sesuatunya dengan
sungguh-sungguh, dan janganlah meniru perilaku seekor kambing, yang maksudnya
adalah menikmati segala sesuatunya (makanan) tanpa mengeluarkan uang atau biaya,
hanya ikut menikmati jerih payah orang lain. Seperti yang dikutip pada Pupuh II bait
ke 14 dan 18 sebagai berikut :
Kutipan :
Yogya urip aneng donya/ kang kaprah nyandhang lan bukti/ bulah sato tanpa
nyandhang/ bulah wreksa tanpa bukti/ saben manungsa mosik/ amesthi mangan
anginum/ iku dipun kawangwang/ yen paksi kang denkawruhi/ saananya wohing
wreksa mangka boja//
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
100
Terjemahan :
Selayaknya orang hidup didunia makan dan berpakaian adalah hal yang wajar,
berbeda dengan binatang yang tanpa pakaian, pohon tanpa makan pula, setiap
manusia yang berakal sehat pasti makan dan minum. Hal itu perlu diingat,
barang yang diketahui dari setiap buah merupakan makanannya.
Kutipan :
Miwah janma kang rumeksa/ samektane sandhang bukti/ lamun janma tan
samekta/ sapa arsa kinan kaki/ angreksa angresiki/ ngendi gampang gone
tanduk/ yen tan lawan nugrahan/ nira jeng sri narapati/ mung margane tan liya
taki-takia//
Terjemahan :
Manusia yang menjaga kesiapan makan dan pakaian, jika manusia tidak
menyiapkannya, siapa yang hendak disuruh menjaga dan mempersiapkannya.
Mana mungkin mudah mengerjakan kalau bukan karena kemurahan raja, caranya
tidak lain adalah bersungguh-sungguh.
Pedagang berfungsi sebagai pakaian dan perlengkapan bagi Negara. Pedagang
atau sering disebut dengan sebutan saudagar memiliki aparatur Negara ketiga yang
memiliki fungsi sangat penting dalam menjalankan pemerintahan rakyat (masyarakat)
sudah barang tentu membutuhkan pakaian dan perlengkapan. Perlengkapan
kehidupan sehari-hari mereka yang mana dalam masalah ini pedagang memiliki
peranan penting. Manusia sebenarnya tidak hanya membutuhkan pakaian sebagai
pelindung diri dari panas, hujan, angin, gigitan binatang saja akan tetapi manusia juga
membutuhkan perlengkapan kehidupannya seperti keris sebagai senjata, kuda sebagai
alat tranportasi atau kendaraan, serta rumah dengan ukuran kecil, sedang bahkan
besar dilengkapi dengan halaman yang luas sebagai kediaman. Kesemuanya itu
pedaganglah yang mempersiapkannya. Hingga pada jaman kehidupan itu pedagang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
101
modern seperti inilah, pedagang memiliki peranan penting dalam kehidupan ekonomi
Negara, bahkan hampir seluruh aspek-aspek ekonomi bersinggungan dengan
pedagang. Seperti yang dikutip pada pupuh II bait 9, 14 dan 17 sebagai berikut:
Kutipan :
Sudagar ta yogyanira/ yen deranggo ing praja di/ pangulah pambekanira/ saene
lawan makiklik/ yogya aywa nglabeti/ dena ta tukang prang pupuh/ den
prastaweng supana/ bebukane murbeng titi/ ngruhanana yen lagi sapanetegan //
Terjemahan :
Jangan dipertahankan dalam Negara cara perhitungan para saudagar yang terlalu
kikir. Adapun orang yang memulai memukul perang, dimulai dengan tujuan
yang baik untuk mencapai tangga kemasuran.
Kutipan :
Yogya urip aneng donya/ kang kaprah nyandhang lan bukti/……………./
…………../ …………
Terjemahan :
Selayaknya orang hidup didunia makan dan berpakaian adalah hal yang wajar/
……/ …../ …..
Kutipan :
……………../ ……………/……………./ tur maning ana kinayun/ busana wastra
mulya/ kuda curiga lan estri/ ana maning wisma geng papan kang jembar//
Terjemahan :
………../ …………/ ………………/ ada lagi yang dikehendaki manusia yaitu
pakaian, senjata dan kedudukan, kuda sebagai kendaraan, keris sebagai senjata
dan istri, serta rumah yang berhalaman luas sebagai tempat tinggal.
Terakhir yaitu pendeta memberi berkat bagi Negara. Sebagai Negara yang
menghendaki kemakmuran dan kesejahteraan, hendaknya memiliki seorang ahli
agama atau pendeta sebagai seseorang yang mampu memberikan spirit kerohanian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
102
pada setiap orang, baik itu sang raja, keluarga raja, prajurit serta seluruh anggota
masyarakat atau rakyat. Pendeta berfungsi sebagai guru spiritual yang bertugas
membantu memulihkan rohani dan jiwa-jiwa yang sedang sakit. Hal-hal yang
berkaitan dengan pendeta yaitu antara lain memimpin upacara-upacara adat atau
upacara-upacara keagamaan, mendoakan agar Negara dan seluruh rakyatnya hidup
sejahtera, membaca mantra, serta memberi berkat terhadap Negara. Seperti yang
dikutip pada Pupuh II bait 6 sebagai berikut:
Kutipan :
Kapandhitan puja mantra/ kang anggun tapanireki/ mmulang wadya kang
pindha/…………../ ……….
Terjemahan :
Hal-hal yang berhubungan dengan pendeta yaitu berdoa dan membaca mantra.
Bersungguh-sungguh dalam bertapa serta memberikan pndidikan kepada prajurit/
…………/………..
Dengan keempat hal pokok di atas, hendaknya sebuah Negara memiliki
keempat kelengkapan Negara tersebut. Untuk itu haruslah mengetahui masalah-
masalah yang dihadapi oleh Negara juga pengetahuan tentang hukum atau undang-
undang yang menjadi patokan sebuah Negara. Seperti halnya orang Jawa mengatakan
bahwa “pathokaning” negara itu terletak pada keteguhan dan ketaatan menjalankan
undang-undang negara”. Dari kutipan tersebut menggambarkan bahwa suatu Negara
haruslah mempunyai dan taat kepada undang-undang Negara dan apabila undang-
undang itu tidak ditaati maka sistem pemerintahan pada Negara tersebut tidaklah
berjalan semestinya alias kacau bahkan Negara itu tidak ada gunanya. “Negara iku
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
103
ora guna lamun ora darbe angger-angger minangka pikukuhing Negara kang
adhedhasar ing kalbune manungsa salumahing Negara kuwi” yang berarti “Negara
tidak akan berguna apabila tidak mempunyai undang-undang yang menjadi dasar
kuatnya suatu Negara, yang sesuai dengan isi jiwa seluruh bangsa itu. (A. Setiono
Mangoenprasodjo, 2003 :310).
C. Relevansi Ajaran Serat Margawirya
Dengan Kehidupan Masa Kini
Pada dasarnya suatu karya sastra merupakan pencerminan dari masyarakat
pendukungnya. Hal ini dibuktikan dengan adanya hubungan timbal balik antara karya
sastra, pengarang dan masyarakat pembaca tentunya. Dilihat dari proses penciptaan
karya sastra banyak dipengaruhi oleh unsur kemasyarakatan yakni sebagai wujud
pernyataan sosial si pengarang yang dipengaruhi oleh imajinasinya, namun karya
sastra tidak harus nyata menyampaikan realitas kehidupan, akan tetapi karya sastra
tidak lepas dari imajinasi pengarang.
Kehidupan yang berhasil ditampilkan oleh sebuah hasil karya sastra tersebut
sebenarnya merupakan gambaran sosial masyarakat pendukungnya yang bersifat
implisit, baik mengenai budaya, kondisi sosial, maupun norma-norma yang
melingkupi pengarang dalam melahirkan karya niali-nilai yang tertuang dalam
sebuah karya sastra dapat terwujud anjuran atau nasehat, pemberitaan, peperangan,
kebencian, kemarahan, cinta kasih, amarah, sendu, nafsu, dan lain sebagainya. Suatu
karya sastra juga berisi suatu absurd, yakni sesuatu yang dapat ditangkap pembaca
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
104
yang mempunyai bekal dan menikmati sastra. Nilai-nilai tersebut merupakan hal
yang sering terjadi di dalam kehidupan masyarakat kita dalam kehidupan sehari-hari.
Pembeberan sebuah cerita karya sastra, pengarang sebenarnya ingin
mengungkapkan hal-hal yang berkaitan dengan kenyataan sosial masyarakat yang
ditemui lewat karya-karya kreatifitasnya lain dari pada hal itu pengarang memiliki
keinginan untuk merespon kenyataan sosial yang ada.
Naskah SM yang dipilih menjadi objek penelitian ini juga mengungkapkan
hal-hal yang berkaitan dengan kenyataan sosial masyarakat yang ditemui lewat
kreatifitasnya, khususnya di dalam pengajaran tata cara sopan santun budi pekerti.
Selain itu pengarang ingin merespon kenyataan sosial yang ada. Naskah SM yang
menjadi objek penelitian ini juga mengungkapkan permasalahan-permasalahan
kehidupan yang terjadi di dalam kehidupan bermasyarakat. Permasalahan tersebut
antara lain bagaimana membentuk karakter seseorang yang berbudi pekerti luhur.
Berpijak dari hal-hal di atas, peneliti ingin mengungkapkan bagaimana
relevansi yang terdapat dalam naskah SM dengan realita yang sekarang dialami,
khususnya masyarakat Jawa. Relevansi dalam naskah SM diungkapkan secara
eksplisit oleh pengarang. Oleh karena itu, peneliti menarik kesimpulan sendiri tentang
relevansi yang terdapat dalam naskah dan norma-norma yang diceritakan di
dalamnya. Nilai-nilai cerita diambil dari beberapa kutipan tembang yang ditampilkan
oleh pengarang, karena dalam peristiwa tersebut terkandung suatu nilai-nilai dan
ajaran-ajaran yang baik dan mulia.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
105
Makhluk Tuhan terlebih manusia hidup dan kehidupannya tidak lepas dari apa
yang disebut dengan hak dan kewajiban. Dalam naskah SM menampilkan suatu
perwujudan atau cita-cita pengarang yang dilukiskan di dalam bentuk tembang
macapat yang ditujukan kepada para siswa (anak didik) yang kelak agar dapat hidup
dengan baik sesuai budi pekerti dan sopan santun, sehingga manusia hidup itu bukan
hanya sekedar hidup saja melainkan hidup yang teratur, hidup yang tertata sesuai
aturan sehingga hidup itu akan selaras, serasi dan seimbang. SM banyak memuat
nasehat-nasehat, petuah bijak yang apabila dapat dijalankan oleh seseorang maka
hidup akan menjadi sejahtera.
Menelusuri suatu karya sastra wulang atau ajaran tidak dapat terlepas dari
keadaan masa lampau, terkadang ajaran-ajaran tersebut diberikan untuk
menggambarkan keadaan pada waktu itu atau bahkan dengan buah pikirannya itulah
penampilan ide-ide yang muncul dari pikirannya setidak-tidaknya sesuai dengan
makna baik yang tersurat maupun tersirat apabila dihubungkan dengan keadaan pada
jaman sekarang masih relevan.
Budi pekerti luhur adalah nilai-nilai hidup manusia yang sungguh-sungguh
dilaksanakan bukan karena sekedar kebiasaan, tetapi berdasarkan pemahaman dan
kesadaran diri untuk menjadi baik. Nilai-nilai yang disadari dan dilaksanakan sebagai
budi pekerti hanya dapat diperoleh melalui proses yang berjualan sepanjang hidup
manusia. Budi pekerti didapat melalui proses internalisasi dari apa yang diketahui,
yang membutuhkan waktu sehingga terbentuklah pekerti yang baik dalam kehidupan
umat manusia.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
106
Dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional, pendidikan budi
pekerti yang terintegrasi dalam sejumlah mata pelajaran yang relevan dan tatanan
serta iklim kehidupan sosial kultural dunia persekolahan secara umum bertujuan
untuk memfasilitasi siswa agar mampu menggunakan pengetahuan, mengkaji dan dan
menginternalisasi serta mempersonalisasi nilai mengembangkan ketrampilan sosial
yang memungkinkan tumbuh dan berkembangnya akhlak mulia dalam diri para siswa
serta mewujudkannya dalam perilaku sehari-hari dalam konteks sosial budaya yang
berbhineka sepanjang hayat.
Tata krama itu tidak hanya terdapat di dalam pergaulan saja, namun di dalam
dunia bisnis dan dalam berlalu lintas pun memiliki tata krama yang berbeda-beda.
Semakin tingginya tingkat sosial atau intelektual seseorang biasanya identik dengan
tingginya tata krama yang dimilikinya. Dengan memiliki tata krama berarti
menunjukkan kualitas diri. Apabila di dalam suatu kerajaan atau di dalam keraton tata
krama seperti ini sangat dijunjung tinggi , semua kegiatan keseharian ada aturannya,
antara lain tata cara makan, berbicara, berpakaian, cara duduk hingga dalam memilih
pasangan dalam lingkungan keraton harus melihat bibit, bebet, dan bobot, artinya
walaupun orang kaya tetapi apabila tidak memiliki unggah-ungguh berarti tidak
termasuk kriteria.
Zaman modern identik dengan perlengkapan, kebiasaan dan tingkah laku yang
modern pula. Namun yang memprihatinkan pada masa-masa sekarang adalah
kurangnya tata krama di dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini terlihat ketika berada di
tempat-tempat umum, banyak para kaum muda tidak memberi kesempatan duduk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
107
kepada orang tua atau ibu hamil yang membutuhkan, dijalan raya banyak kendaraan
yang memotong jalan tanpa menghiraukan rambu-rambu lalu lintas, para kaum muda
banyak yang terjerumus pada lembah hitam seperti narkoba, minum-minuman keras,
free seks, bahkan tidak jarang kita melihat dna mendegar berita ada kasus
pembunuhan anak kandung terhadap ibu atau bapaknya, dan lain sebagainya.
Sekarang ini orang semakin merasa tidak peduli dan cenderung masa bodoh
dengan lingkungan di sekelilingnya, dan rasa kepedulian itu sudah sangat jarang
sekali ditemui, jarang sekali orang dapat menghargai jasa orang lain, tidak mau
mengalah demi suatu kelancaran. Mereka semua menginginkan kepentingannya
selalu didahulukan dibandingkan kepentingan orang lain.
Hal di atas adalah tuntunan moral yang paling penting untuk orang Jawa
tradisional. Budi pekerti adalah induk dari segala etika, tata krama, tata susila,
perilaku baik dalam pergaulan, pekerjaan dan kehidupan sehari-hari. Pertama-tama
budi pekerti hendaknya ditanamkan oleh orang tua dan keluarga di rumah, kemudian
di sekolah dan tentu saja oleh masyarakat secara langsung maupun tidak langsung.
Pada saat dimana sendi-sendi kehidupan banyak yang goyah karena terjadinya
erosi moral, budi pekerti masih relevan dan perlu direvitalisasi. Budi pekerti
digunakan untuk menjalankan hal-hal yang patut, baik, dan benar. Apabila seseorang
berbudi pekerti, maka jalan kehidupan yang ditempuh akan selamat, sehingga kita
bisa berkiprah menuju kesuksesan hidup, kerukunan antar sesama dan berada dalam
koridor perilaku yang baik. Namun apabila seseorang melanggar prinsip-prinsip budi
pekerti, maka akan mengalami hal-hal yang tidak nyaman, dari yang sifatnya ringan,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
108
seperti tidak disenangi atau dihormati oleh orang lain, sampai yang berat seperti
melakukan pelanggaran hukum sehingga bisa dipidana.
Pendidikan budi pekerti diterapkan dalam bimbingan orang tua sejak kecil,
mulai ditanamkan pengertian baik dan benar seperti etika, tradisi lewat dongeng,
dolanan atau permainan anak-anak yang merupakan cerminan hidup bekerja sama
dan berinteraksi dengan keluarga dan lingkungan.
Berperilaku yang baik dalam keluarga amat penting bagi pertumbuhan sikap
anak selanjutnya dari kecil sudah terbiasa menghormat orang tua atau orang yang
lebih tua, sebagai contoh ketika sedang berjalan didepan orang tua dengan sopan
mengucap "nuwun sewu ndherek langkung", "permisi, perkenankan untuk lewat".
Dengan bahasapun juga dapat dipergunakan dalam sarana pendidikan budi
pekerti, dengan menggunakan bahasa yang halus dan sopan dapat menghormati
sesama. Krama dan Ngoko di dalam bahasa Jawa keduanya menempati sendiri-
sendiri. Bahasa Jawa yang bertingkat bukanlah hal yang rumit, karena unggah-
ungguh basa, adalah sopan santun untuk menghormati orang lain.
Penanaman budi pekerti, diberikan dan dimulai ketika anak-anak telah
mengerti ucapan orang tua mereka. Secara naluri mulai diterapkan ajaran unggah-
ungguh, sopan santun, etika, menghormati orang tua dan orang lain.
Inkulturasi, penanaman etika ini sangat penting karena menjadi dasar
pendidikan pada usia dini, dengan tujuan agar seseorang semenjak kecil hingga
dewasa dapat membawa diri dan diterima dalam pergaulan di masyarakat, mampu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
109
bersosialisasi dan memiliki budaya malu. Memiliki sikap mendahulukan kepentingan
orang lain, peka dan peduli terhadap keadaan lingkungan sekelilingnya.
Selalu memiliki kebiasaan hidup rukun dan damai, penuh kasih sayang, dan
hormat di lingkungan keluarga dan masyarakat. Penanaman sikap seperti ini sejak
dini sangat penting, karena akan merasuk kedalam rasa, sehingga kepekaannya tidak
mudah hilang. (Sjarkawi, 2006: 90 – 95).
Negara Indonesia memiliki salah satu tokoh pendidik yang berhasil
menggunakan budi pekerti sebagai dasar pendidikannya. Ki Hadjar Dewantara
seorang tokoh Nasional yang selalu berjuang dengan segenap tenaga dan pikirannya
untuk memperjuangkan nasib bangsanya menuju alam kemerdekaan. Konsep budi
pekerti Ki Hadjar Dewantara adalah sebagai berikut :
a. Maksud dan tujuan pendidikan adalah berusaha memberikan nasehat-nasehat,
materi-materi, anjuran-anjuran yang dapat mengarahkan anak didik pada jalan
kebaikan.
b. Dasar pendidikan adalah Pancadharma yang terdiri dari kodrat alam, kemerdekaan,
kebudayaan, kebangsaan, dan kemanusiaan.
c. Metode pendidikannya adalah metode yang disesuaikan dengan urutan-urutan
pengambilan keputusan berbuat yaitu metode ngerti, grasa, dan nglakoni.
d. Materi pendidikan adalah berasal dari cerita rakyat, lakon, babad, sejarah, buku
karangan pada pujangga, kitab suci agama dan adat istiadat.
e. Lingkungan pendidikan yang akan disasar adalah keluarga, sekolah dan
masyarakat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
110
Manusia yang benar-benar berbudi pekerti luhur pada masa-masa sekarang
sangat jarang dapat ditemui. Hal ini dapat pula disebabkan telah lunturnya kesadaran
untuk berbudi pekerti yang baik. Bahkan tidak sedikit lembaga-lembaga pendidikan
tidak memasukkan pelajaran budi pekerti ke dalam pelajaran wajib di dalam
lingkungan belajar. Sehingga akhir-akhir ini apabila di dalam tayangan-tayangan baik
di media cetak, atau media audio visual banyak tayangan yang menunjukkan betapa
sudah bobroknya moral generasi penerus bangsa. Mulai dari razia anak-anak sekolah
di mall-mall pada saat jam pelajaran sekolah, kasus kawin muda akibat married by
accident, pelajar menjadi bandar judi, narkoba, dan minuman keras, banyak tawuran
baik pada tingkat sekolah menengah dan tingkat fakultas. Hal-hal di atas sebenarnya
dapat dikendalikan baik oleh si anak sendiri, orang tua dan orang-orang di
sekelilingnya serta sudah tentu lingkungan juga mendukung. Namun masih ada pula
para generasi penerus bangsa telah berhasil mengharumkan nama bangsa, dengan
cara memenangkan berbagai macam kompetisi baik tingkat lokal, nasional bahkan
internasional, yang belum lama-lama ini banyak dipetik oleh negara kita yang
tercinta.
Menjadi bangsa yang berbudaya, sebaiknya semua pihak menampilkan sikap
yang santun dalam pergaulan, membuat orang lain menjadi senang, dan dihargai.
Seseorang akan senang apabila dihargai, disapa dengan kata-kata yang baik, termasuk
wong cilik orang ekonomi lemah wong cilik akan santun kepada orang yang
menghargai mereka. Orang santun meski derajatnya tinggi, tidak sombong, ini adalah
cerminan orang berbudaya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
111
Orang yang berperilaku baik, berbahasa baik, berbudi baik, selain dihargai
orang lain, secara pribadi juga untung yaitu akan mengalami peningkatan taraf
kejawaannya, mengalami kemajuan batiniah.
Kebudayaan Jawa memiliki macam yang beragam, seperti halnya pendidikan
budi pekerti, selain diberikan di lingkungan pendidikan, pada zaman dahulu ketika
belum didirikan sekolah-sekolah, para pujangga melahirkan banyak karya-karya
sastra yang serat dengan pendidikan moral budi pekerti salah satunya adalah SM
sendiri. Selain berbentuk naskah-naskah kuno, ada pula pendidikan budi pekerti yang
dapat diambil dari cerita pewayangan. Bagi orang Jawa tradisional, apa yang
dikirahkan dalam wayang merupakan cermin dari kehidupan. Cerita wayang juga
penting untuk pendidikan budi pekerti secara umum. Pelajaran yang dapat ditarik dari
cerita pewayangan adalah, antara lain:
a. Di dunia ini ada yang baik dan jahat, pada akhirnya yang baik menang tetapi setiap
saat yang jahat akan berusaha untuk menggoda lagi.
b. Contohlah sikap para Pandawa yaitu Yudhistira, Bima, Arjuna, Nakula dan
Sadewa dan satria-satira lain yang memiliki watak jujur, luhur, sopan. Para
Pandhawa berjuang demi kebenaran, untuk kesejahteraan rakyat dan negara. Satria
dalah orang yang berbudi pekerti, berwatak luhur dan bertanggung jawab.
c. Janganlah mencontoh para Korawa yaitu Duryadana, dan adiknya memiliki sifat
tidak jujur, sikapnya kasar, tidak sopan, culas.
d. Penghuni alam raya ini tidak hanya manusia, hewan, tumbuhan namun terdapat
makhluk-makhluk kasat mata yang bersifat baik dan jahat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
112
e. Ada pula alan kedaulatan yang dihuni dewa dewi yang berada di kahyangan.
Penguasa jagat raya adalah sang Hyang Wenang yang dalam pelaksanaannya
memberi wewenang kepada Batara Guru.
f. Dalam hidupnya manusia selalu mensyukuri berkah dan anugrah Tuhan, selalu
berdoa dan mengagungkan Tuhan, sang Pencipta.
g. Manusia telah diberi kesempatan untuk menjalani kehidupan di bumi oleh sang
Pencipta, tidak selayaknya apabila menyia-nyiakan hidupnya.
Tatakrama dan Tata Susila juga tidak terlepas dari budi pekerti. Berlaku
sopan, bertata krama yang meliputi sikap badan, cara duduk, berbicara atau bertutur
kata dll. Misalnya dengan orang tua berbahasa halus/kromo, dengan teman berbahasa
ngoko. Bahasa Jawa memang unik, dengan mudah bisa menunjukkan sifat tata krama
seseorang. Menghormati orang tua, guru, pinisepuh adalah wajib, tetapi tidak berarti
yang muda tidak dihormati. Hormat kepada orang lain itu satu keharusan.
Itu kesemuanya termasuk dalam Tata Susila- etika moral, yang juga meliputi :
1. Jujur, tidak menipu, welas asih kepada sesama. Berkelakuan baik tidak melakukan
Ma Lima, yaitu : Main atau berjudi, madon atau main perempuan atau selingkuh,
mabuk karena minuman keras, madat menggunakan narkoba dan maling .Tentu
saja tindakan jahat yang lain seperti membunuh, menista, mengakali, memeras,
menyuap, melanggar hukum dan berbuat kejam , harus tidak dilakukan.
2. Berperilaku baik dengan menghindari perbuatan salah, supaya nama baik tetap
terjaga dan supaya tidak kena malu. Terkena malu bagi orang Jawa tradisional
adalah kehilangan kehormatan. Ada pepatah Jawa menyatakan : Kehilangan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
113
semua harta milik itu tidak kehilangan apapun, kehilangan nyawa artinya
kehilangan separoh hidup kita, tetapi kalau kehilangan kehormatan artinya
kehilangan semuanya.
3. Memelihara kerukunan, bebas dari konflik diantara keluarga, tetangga, kampung,
desa, selanjutnya ditingkat negara dan dunia, dimana hubungan harmonis antar
manusia teramat penting. Kerusakan dan kekacauan yang timbul didunia ini, yang
paling besar adalah dikarenakan oleh sikap manusia ‟Ingatlah pepatah : Rukun
agawe santoso artinya : Rukun membuat kita sehat kuat.
4. Bersikap sabar, nrimo artinya menerima dengan ikhlas dan sadar jalan kehidupan
kita dan tidak perlu iri kepada sukses orang lain ingin hidup sukses harus berusaha
dengan keras dan rajin dan mohon restu Tuhan, hasilnya terserah Tuhan.
5. Tidak bersikap egois yang hanya mementingkan diri sendiri. Ada petuah : Sepi ing
pamrih, rame ing gawe artinya bertindak tanpa pamrih dan selalu siap bekerja
demi kepentingan masyarakat dan kesejahteraan umat. Sikap yang demikian,
mudah menimbulkan tindakan bergotong-royong, baik dalam lingkungan kecil
maupun besar.
6. Gotong Royong adalah kerjasama saling membantu dan hasilnya sama-sama
dinikmati. Ini bisa berlaku diskop kecil seperti antar tetangga kampung yang
merupakan kebiasaan yang sudah berjalan sejak masa kuno. Yang digotong
royongkan antara lain: sama-sama membersihkan jalan desa, memperbaiki
prasarana seperti jalan desa, saluran air, balai desa dan lain sebagainya. Ada juga
yang bergotong royong ramai-ramai membangun rumah seorang warga dan lain-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
114
lain. Jadi pada intinya gotong royong adalah kerjasama antar beberapa pihak yang
menghasilkan nilai lebih diberbagai bidang yang dikerjakan bersama . Dasar
gotong royong adalah sukarela dan untuk kepentingan bersama yang meliputi
bidang-bidang perawatan, pembangunan, produksi dan lain-lain. Tiap peserta akan
menangani bidang pekerjaan yang merupakan kemahirannya dan itu akan
bersinerji dengan ketrampilan peserta lain dan “proyek” akan berjalan lancar.
Berdasarkan pengalaman yang sukses dari gotong royong lingkup kecil, gotong
royong bisa dipraktekkan berupa sinerji yang berskala nasional, regional, bahkan
internasional.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
115
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari analisis SM dalam kajian bentuk, fungsi dan makna, maka penulis dapat
mengambil beberapa kesimpulan yaitu bahwa SM karya RMH. Jayadiningrat I
merupakan karya sastra yang memuat tentang ajaran budi pekerti. SM di tulis dalam
bentuk tembang macapat yang terdiri dari empat pupuh.
1. Dalam analisis nilai-nilai estetika dalam SM dapat diambil beberapa kesimpulan,
yaitu analisis struktur puisi dibangun dengan lapis bunyi, lapis arti, lapis objek,
latar, pelaku, lapis dunia, lapis metafisis. Lapis bunyi memanfaatkan asonansi,
aliterasi, dan guru lagu. Lapis arti memanfaatkan padan kata, tembung garba,
tembung wancahan, pepindhan, citra dengaran atau pendengaran, citra lihatan
atau penglihatan, allegori, candrasengkala, kata ganti petunjuk. Lapis objek, latar,
dan pelaku merumuskan objek SM dalam pendidikan untuk gemi, nastiti, ngati-
ati , latar menunjukan tempat dan waktu, pelaku memunculkan tokoh Mantri
Jawinata, Ki Penggung, Ki Ageng Sela dan tokoh-tokoh teladan lainnya. Lapis
dunia menjelaskan bahwa pengarang telah memberikan pelajaran-pelajaran
mengenai budi pekerti yang baik kepada para siswa , supaya kelak memiliki
kehidupan yang lebih baik. Lapis metafisisnya adalah agar manusia dapat
meneladani ajaran-ajaran yang ada.
115
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
116
2. Di dalam SM terdapat beberapa ajaran antara lain :
(a)Ajaran Dalam Memilih Pekerjaan, (b) Ajaran Mengabdi Kepada Atasan, (c)
Ajaran Orang Tua Kepada Anak, (d) Ajaran Jangan Menjadi Dhukun, (e) Ajaran
Menerima Tamu, (f) Larangan Berjudi, (g) Larangan Mengadu Domba, (h)
Ajaran Menjadikan Negara Makmur .
3. SM menurut ajaran moral yang masih sangat relevan apabila diterapkan pada
masa sekarang terutama tentang norma-norma budi pekerti yang harus diterapkan
pada anak semenjak kecil, sehingga apabila beranjak dewasa kelak dapat
memiliki kemuliaan moral budi pekerti luhur. Karena pada masa sekarang
banyak kaum muda yang tidak memiliki sopan santun .
B. Saran
SM hanya merupakan salah satu dari sekian banyak karya sastra lama
(naskah) yang ada di Indonesia, khususnya yang ada di Jawa jika kita sadar dan
perduli untuk mencoba menggali naskah-naskah yang ada niscaya kita akan
mendapatkan berbagai pengetahuan yang tidak sedikit, tidak hanya sebatas pada
aspek moralnya saja, akan tetapi bahkan sangat kompleks dengan berbagai ilmu-ilmu
yang lain.
Usaha di dalam penelitian pengembangan kebudayaan lama seperti naskah-
naskah yang banyak membutuhkan sentuhan tangan kita sebagai generasi penerus
bangsa dan sebagai pelaku pelestari budaya, dengan adanya penanganan terhadap
semua hasil karya-karya sastra yang merupakan buah pikiran dari nenek moyang kita
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
117
pasti akan meningkatkan derajat peradaban bangsa yang besar dan jaya sejak dulu,
maka dari itu tidak ada salahnya apabila kita sebagai manusia yang berbudaya turut
menjaga dan melestarikan karya-karya sastra tersebut.
Mengenai ajaran-ajaran yang terdapat di dalam SM masih memiliki relevansi
dengan pendidikan budi pekerti luhur yang berlaku pada jaman sekarang, agar isi
yang terkandung dapat terungkap sebagaimana mestinya maka perlu adanya
penelitian terhadap studi yang lain baik dengan karya sastra yang sejaman, sebelum
dan sesudahnya untuk mengetahui kebudayaan yang berlangsung pada saat itu.