digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

140
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i NILAI-NILAI BUDI PEKERTI DI DALAM SERAT MARGAWIRYA KARYA RMH. JAYADININGRAT I ( Sebuah Tinjauan Bentuk, Fungsi, dan Makna ) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Oleh : NONIEK WIHARNIY C0107036 FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011

Transcript of digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

Page 1: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

i

NILAI-NILAI BUDI PEKERTI DI DALAM SERAT

MARGAWIRYA KARYA RMH. JAYADININGRAT I

( Sebuah Tinjauan Bentuk, Fungsi, dan Makna )

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan

guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra Jurusan Sastra Daerah

Fakultas Sastra dan Seni Rupa

Universitas Sebelas Maret

Oleh :

NONIEK WIHARNIY

C0107036

FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2011

Page 2: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ii

Page 3: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iii

Page 4: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iv

PERNYATAAN

Nama : Noniek Wiharniy

NIM : C0107036

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi berjudul ”Nilai-nilai

Budi Pekerti Di Dalam Serat Margawirya Karya RMH. Jayadiningrat I (Sebuah

Tinjauan Bentuk, Fungsi, dan Makna )” adalah benar-benar karya sendiri bukan

plagiat, dan tidak dibuatkan oleh orang lain. Hal-hal yang bukan karya saya dalam

skripsi ini diberi tanda citasi (kutipan) dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar, maka saya

bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang

diperoleh dari skripsi tersebut.

Surakarta, Desember 2011

Noniek Wiharniy

Page 5: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

v

MOTTO

”Kemarin adalah sejarah. Hari ini adalah anugerah. Kenanglah hari kemarin,

jangan sia-siakan hari ini, untuk hari esok yang lebih baik”

(penulis)

Page 6: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vi

PERSEMBAHAN

Skripsi ini penulis persembahkan kepada:

1. Almarhum ayahandaku tercinta, ibundaku

tercinta, dan keluarga besarku.

2. Almamaterku.

Page 7: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vii

KATA PENGANTAR

Puji Syukur ke-Hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena limpahan rahmat dan

karunia-Nya, sehingga penulis berhasil menyelesaikan skripsi dengan judul

“Nilai-nilai Budi Pekerti di dalam Serat Margawirya karya RMH. Jayadiningrat I

(Sebuah Tinjauan Bentuk, Makna,dan Fungsi )”. Skripsi ini disusun untuk

memenuhi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Sastra Jurusan Sastra Daerah

Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Segala hambatan dalam penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan dengan

baik berkat bimbingan, petunjuk serta bantuan dari semua pihak. Oleh karena itu,

penulis menyampaikan rasa terima kasih yang tulus kepada:

1. Drs. Riyadi Santosa, M.Ed, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni

Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Drs. Supardjo, M.Hum., selaku Ketua Jurusan Sastra Daerah Fakultas

Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah

berkenan memberikan izin penulisan skripsi ini.

3. Dra. Dyah Padmaningsih, M. Hum., selaku Sekretaris Jurusan Sastra

Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa yang telah memberikan semangat

untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini.

4. Dra. Sundari, M.Hum , selaku pembimbing I dengan ketegasannya telah

memberikan bimbingan, saran, dan nasihat demi terwujudnya skripsi ini.

5. Drs. Christiana D.W, M.Hum sebagai Pembimbing II atas ketelitian dan

ketulusannya telah memberi masukan demi penyempurnaan skripsi ini.

Page 8: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

viii

6. Drs. Yohanes Suwanto, M.Hum, selaku Pembimbing Akademik yang terus

memberikan semangat dan masukan kepada penulis.

7. Bapak Ibu Dosen beserta staf Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas

Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan ilmu dan bimbingannya.

8. Kepada perpustakaan UNS, FSSR dan Reksa Pustaka Istana

Mangkunegaran, terimakasih atas pelayanannya selama penulis

membutuhkan referensi.

9. Ibundaku, kakak-kakakku tersayang, beserta keluargaku yang telah

membantu doa di dalam penyelesaian skripsi ini.

10. Muhammad Fahrur Rozi (Beck Donal), terima kasih untuk segenap rasa

ketulusan, dan kesabaran di dalam menemani, serta memberi semangat,

dukungan, dan doa sehingga aku bisa menyelesaikan skripsi ini.

11. Teman-teman penari yang tergabung di Sanggar Tari Soerya Soemirat

Istana Mangkunegaran dan Tim Besar Matah Ati, terima kasih atas

segenap suka duka yang kalian berikan di setiap langkahku, terimakasih

untuk dukungan moril dan semangatnya dan semoga kalian semua sukses.

12. Teman-teman Sastra Daerah angkatan 2007 terima kasih atas bantuan serta

dukungannya dan semoga sukses.

13. Semua pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya skripsi ini,

semoga mendapat karunia dari Tuhan.

Semoga semua kebaikan yang telah diberikan kepada penulis menjadikan

pahala dan mendapat balasan dari Allah SWT. Dalam penulisan skripsi ini,

penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam berbagai hal. Maka penulis

Page 9: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ix

mengharap kritik dan saran guna menyempurnakan skripsi ini. Penulis berharap

semoga skripsi ini bermanfaat bagi diri penulis dan orang lain.

Surakarta, Desember 2011

Penulis

Page 10: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..…………………………………....................... I

HALAMAN PERSETUJUAN…………………………………………. ii

HALAMAN PENGESAHAN…………..……………………………… iii

HALAMAN PERNYATAAN…………………………………………. iv

HALAMAN MOTTO………………………………………………….. v

HALAMAN PERSEMBAHAN ……………………………………….. vi

KATA PENGANTAR………………………………………………….. vii

DAFTAR ISI…………………………………………………………… x

DAFTAR SINGKATAN………………………………………………. xiii

ABSTRAK…………………………………………………….……….. xvi

BAB I PENDAHULUAN……………………………………………… 1

A. Latar Belakang………………………………………………... 1

B. Rumusan Masalah……………………………………............. 7

C. Tujuan Penelitian………………………………………………. 8

D. Manfaat Penelitian……………………………………………... 9

1. Manfaat Teoritis……………………………………………… 9

2. Manfaat Praktis……………………………………………….. 9

BAB II LANDASAN TEORI………………………………………….. 11

A. Pengertian Tembang Macapat……………………………….. 11

B. Pengertian Puisi……………………………………………… 13

C. Pendekatan Etika Moral.…………..…………………………. 17

Page 11: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xi

1. Pengertian Etika…………………………………………

2. Pengertian Moral……………………………….………..

3. Pengertian Budi Pekerti……………………………….....

17

18

20

BAB III METODE PENELITIAN……………………………………... 25

A. Lokasi Penelitian……………………………………………… 25

B. Jenis dan Bentuk Penelitian……………………………………

C. Sumber Data dan Data…………………………………………

25

27

D. Teknik Pengumpulan Data……………………………………. 28

1. Teknik Analisis Isi………………………………………….. 28

2. Teknik Analisis Kepustakaan………………………………. 29

E. Teknik Analisis Data…………………………………………...

1. Reduksi Data………………………………………………..

2. Sajian Data………………………………………………….

3. Kesimpulan………………………………………………….

29

30

30

30

BAB IV PEMBAHASAN……………………………………………… 32

A. Nilai Estetika Serat Margawirya……………………………… 32

1. Lapis Bunyi ………………………………………………... 34

2. Lapis Arti…………………………………………………… 39

a. Padan Kata……………………………………………...... 40

b. Tembung Garba………………………………………...... 40

c. Tembung Wancahan……………………………………...

d. Pepindhan………………………………………………...

e. Citra Dengaran…………………………………………..

42

44

44

Page 12: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xii

f. Citra Lihat……………….……………………………….

g. Allegori………………………………………………….

h. Candrasengkala………………………………………..…

i. Kata Ganti Petunjuk……………………………………..

3. Lapis Norma………………………………………………..

a. Objek…………………………………………………

b. Latar………………………………………………….

c. Pelaku…………………………………………………

4. Lapis Dunia……………………………………………........

5. Lapis Metafisis……………………………………………..

B. Ajaran Budi Pekerti Yang Terdapat Dalam Serat Margawiya

1. Ajaran Dalam Memilih Pekerjaan………………………..

2. Ajaran Mengabdi Kepada Atasan………………………...

3. Ajaran Orang Tua Dalam Mendidik Anak………………

4. Ajaran Tidak Menjadi Dukun…………………………...

5. Ajaran Menerima Tamu………………………………..

6. Larangan Berjudi…………………………………………

7. Larangan Mengadu Domba………………………………

8. Ajaran Menjadikan Negara Makmur……………………..

C. Relevansi Ajaran Serat Margawirya Dengan Kehidupan

Masa Kini……………………………………………………

45

46

46

47

47

47

48

51

53

54

57

58

61

66

71

77

84

89

93

103

BAB V PENUTUP……………………………………………………... 115

A. Kesimpulan………………………………………………… 115

Page 13: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiii

B. Saran……………………………………………………....... 116

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………... 118

LAMPIRAN……………………………………………………………. 120

Page 14: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiv

DAFTAR SINGKATAN

BGRay : Bendara Gusti Raden Ayu

FSSR : Fakultas Sastra dan Seni Rupa

PB : Pakoe Boewana

RMH : Raden Mas Harya

SM : Serat Margawirya

UNS : Universitas Sebelas Maret

YME : Yang Maha Esa

KUHP : Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Page 15: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I : Naskah Serat Margawirya

Lampiran II : Terjemahan

Page 16: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xvi

ABSTRAK

Noniek Wiharniy. C0107036. 2011. Nilai-nilai Budi Pekerti Di Dalam

Serat Margawirya karya RMH. Jayadiningrat I (Sebuah Tinjauan Bentuk,

Makna,dan Fungsi ). Skripsi: Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni

Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimanakah

struktur yang terdapat di dalam Serat Margawirya karya RMH. Jayadiningrat I

yang merupakan tembang macapat? (2) Ajaran apa sajakah yang terkandung di

dalam Serat Margawirya karya RMH. Jayadiningrat I? (3) Bagaimanakah

relevansi nilai-nilai budi pekerti yang terdapat di dalam Serat Margawirya karya

RMH. Jayadiningrat I dengan kehidupan masyarakat pada masa sekarang ?

Tujuannya penelitian ini yaitu untuk: (1) Mendeskripsikan struktur yang

terdapat di dalam Serat Margawirya karya RMH. Jayadiningrat I yang merupakan

tembang macapat (2) Menemukan ajaran-ajaran yang terkandung di dalam Serat

Margawirya karya RMH. Jayadiningrat I (3) Mendeskripsikan relevansi nilai-nilai

budi pekerti yang terdapat di dalam Serat Margawirya karya RMH. Jayadiningrat

I dengan kehidupan masyarakat pada masa sekarang.

Penelitian ini mengambil lokasi terbagi dua tempat yaitu, (1) lokasi asli

SM terletak di Perpustakaan Reksa Pustaka Istana Mangkunegaran Surakarta, (2)

lokasi hasil penelitian dalam bentuk transiliterasi SM di Perputakaan Fakultas

Sastra Dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penelitian ini merupakan jenis penelitian sastra. Jenis penelitian ini adalah

penelitian pustaka atau library research, yaitu pnelitian yang data dan

informasinya ada di dalam perpustakaan. Salah satunya adalah Bentuk penelitian

yaitu penelitian deskriptif kualitatif. Sumber data dalam penelitian dibedakan

menjadi dua, (1) data yang bersumber dari naskah asli SM, (2) data yang

bersumber dari hasil penelitian yang bersumber dari skripsi yang dikaji secara

filologis pada tahun 1986 oleh Faiz. Teknik pengumpulan data menggunakan

teknik content analysis (teknik kajian isi), library research ( teknik kepustakaan).

Kesimpulan yang di dapat dari analysis kandungan SM adalah struktur SM

meliputi, (1) Lapis bunyi, (2) Lapis arti yang terdiri dari padan kata, tembung

garba, tembung wancahan, pepindhan, citra dengaran, citra penglihatan, allegori,

candrasengkala, kata ganti petunjuk, (3) Lapis norma yang terdiri dari objek, latar,

dan pelaku, (4) Lapis dunia, (5) Lapis Metafisis. Ajaran yang di sajikan di dalam

SM adalah mengenai nilai-nilai budi pekerti yang setiap saat berada di tengah-

tengah masyarakat yaitu terdiri dari, (1) ajaran dalam memilih pekerjaan,

memilih pekerjaan harus dimantapkan dalam hati dan jangan ragu-ragu, (2)

Ajaran mengabdi kepada atasan, jadilah abdi yang baik untuk atasanmu sehingga

akan membwa keberkahan, (3) Ajaran orang tua kepada anak-anak, menjadi suri

tauladan yang baik bagi putra putri adalah dambaan setiap orang tua,terdiri dari

wuwur, sembur,nandur, dan pitutur (4) Ajaran tidak menjadi dukun, perbuatan

dosa yang membawa kesengsaraan dan harus dihindari oleh setiap orang, (5)

Page 17: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xvii

Ajaran menerima tamu, bersikap yang baik dalam bertamu dan menerima tamu

yang baik adalah cerminan dari pribadi seseorang, (6) Larangan berjudi, perbuatan

haram yang sangat dilarang oleh agama dan sangat meresahkan anggota

masyarakat sehingga harus dihindari, (7) Larangan mengadu domba, sumber dari

segala macam perpecahan di dalam masyarakat , dengan persatuan dan kesatuan

adu domba dapat dihilangkan, (8) Ajaran menjadikan menjadikan negara makmur,

terdapat empat aspek penting yang wajib dimiliki oleh suatu negara yaitu prajurit

sebagai pelindung negara, petani sebagai sumber makan bagi negara, pedagang

berfungsi sebagai pakaian bagi negara, dan pendeta pemberi berkat bagi negara.

Ajaran etika moral yang terkandung dalam SM masih relevan pada

kehidupan sekarang jika masyarakat sadar akan hukum dan perundang-undangan

sehingga tercipta masyarakat bermoral dan berbudi pekerti tinggi. SM dengan

keseluruhan kandungannya tersebut dapat menjelaskan masa lampau, sekarang

dan akan datang membutuhkan sebuah diskusi untuk pemecahannya.

Page 18: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xviii

SARI PATHI

Noniek Wiharniy. C 0107036. 2011. Nilai-nilai Budi Pekerti Wonten

Ing Serat Margawirya anggitan RMH. Jayadiningrat I ( Tinjauan Bentuk,

Makna, lan Fungsi ). Skripsi Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra lan Seni

Rupa Pawiyatan Luhur Sebelas Maret Surakarta.

Prêkawis ingkang dipunrêmbag wontên ing panalitèn inggih punika, (1)

Kados pundi Sêrat Margawirya karya RMH Jayadiningrat I dados karya sastra

Jawi ingkang anggadhahi kaèndahan wontên panyeratanipun ? (2) Piwucal punapa

kèmawon ingkang wontên ing salabêting Sêrat Margawirya anggitan RMH.

Jayadiningrat I? (3) Kados pundi sambung rapêting nilai-nilai budi pêkêrti ing

Sêrat Margawirya anggitan RMH. Jayadiningrat I kaliyan panggêsanging

pabrayan ing jaman sapunika ?.

Ancasing panalitèn punika, (1) Ngandharaken gêgambaran kaèndahaan-

kaèndahan panulisan wontên salêbêting Sêrat Margawirya karya RMH.

Jayadingrat I. (2) Hanjlèntrèhakên piwucal-piwucal ing salebêting Sêrat

Margawirya anggitan RMH. Jayadiningrat I. (3) Ngandharaken gêgambaran

sambung rapêting nilai-nilai budi pêkêrti ingkang wontên ing Serat Margawirya

anggitan RMH. Jayadiningrat I kaliyan panggêsangging pabrayan jaman

sapunika.

Panalitèn punika mêndhêt woten ing (1) Perpustakaan Reksa Pustaka Pura

Mangkunêgaran Surakarta, ingkang nyimpên naskah ingkang asli, (2) Panggenan

panalitèn ingkang awujud sulih aksara kasimpen wontên ing kapustakan Fakultas

Sastra Dan Seni Rupa Pawiyatan Luhur Sebelas Maret Surakarta.

Panalitèn punika awujud panalitèn sastra. Jenising panalitèn mawi

panalitèn pustaka utawi library research inggih punika panalitèn ingkang data lan

informasinipun wontên ing kapustakan. Wujud panalitèn inggih punika deskriptif

kwalitatif. Sumber data ing panalitèn punika dipunbedaaken dados kalih, (1) Data

ingkang asumbêr saking naskah asli utawi babon Sêrat Margawirya, (2) Data

ingkang asumbêr saking woh panalitèn ingkang asumbêr saking skripsi ingkang

sampun dipunteliti dêning Faiz kanthi panalitèn Filologis taun 1986. Tata cara

nglêmpakakên data ngginakakên tèknik content analysis (teknik kajian isi), lan

teknik library research ( teknik kepustakaan).

Dudutan wontên ing panalitèn punika : struktur utawi rancangan Serat

Margawirya inggih punika (1) Lapis Swantên, (2) Lapis Arti ingkang inggih

punika wontên dasanama, têmbung garba, têmbung wancahan, pêpindhan, citra

pangrungu, citra handulu, allegori, candrasêngkala, kata ganti petunjuk, (3) Lapis

norma inggih punika objek, papan, lan paraga, (4) Lapis Donya, (5) Lapis

Metafisis.

Ajaran ingkang wontên ing Sêrat Margawirya inggih punika wontênipun

nilai-nilai budi pêkêrti ingkang sabên-sabên wontên ing satêngah-têngahing

pabrayan kadosta, (1) Piwulang milih pakaryan, milih pakaryan kedah

dipunmatakên ing manah lan sampun ngantos gojag-gajêg, (2) Piwulang ngabdi

kaliyan Raja, kadosta ngabdi ingkang saè kagêm raja satêmah badhê ambêkta

Page 19: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xix

kabêrkahan, (3) Piwulang tiyang sêpuh dhumatêng para putra, dados patuladan

ingkang saè kagêm para putra punika dados gêgadhanggan sabên tiyang sêpuh,

kadosta wuwur, sêmbur, nandur lan pitutur, (4) Piwulang botên dados dhukun,

tindak tanduk ingkang damêl dosa ingkang gêdhê ambêkta kasêngsaran lan kêdah

dipunsingkiri dêning sabên tiyang, (5) Piwulang nampi tamu, polah tingkah nalika

mêrtamu lan nampi tamu ingkang saè atêgês punika kaca brênggalaning pribadi

priyantun, (6) Piwulang botên kêparêng (pêpacuk) main, punika tindak tanduk

haram ingkang dados pêpacuking agami lan sagêd nggègèraken pabrayan agung

satêmah kêdah dipun singkiri, (7) Piwulang botên kêparêng pradul utawi adu

domba, sumbêr saking sadaya ingkang nyêbabakên padudon ing pabrayan, kanthi

gêsang rukun adu domba sagêd dipunicali, (8) Piwulang dadosakên negari

makmur, wontên sêkawan inggih punika prajurit minangka pangayom nêgari,

pêtani minangka sumbêr têtêdhan kagêm nêgari, bakul minangka rasukaning

nêgari, pêndhèta minangka maringi bêrkat kagêm nêgari.

Piwulang ètika moral ingkang wontên ing Sêrat Margawirya taksih wontên

guna paèdahipun tumrap panggêsangan ing jaman sakpunika, jêr bêbrayan èmut

ukum lan pranatan-pranatan satêmah sagêd nyipta pabrayan ingkang anggadahi

moral lan budi pêkêrti ingkang saè sangêt. Sêrat Margawirya kanthi sadaya

kandhutanipun kasêbut saged njlèntrèhakên jaman rumiyin, sakpunika lan

ingkang badhê kalampahan betahaken parêmbagan supados sagêd pikantuk cara-

cara ingkang botên buntu.

Page 20: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xx

ABSTRACT

Noniek Wiharniy. C0107036. 2011. Budi values Pekerti Margawirya

Inside Fiber RMH works. Jayadiningrat . Thesis:Regional Literature

Department of Literature and Fine Arts Faculty of the Sebelas Maret University

Surakarta.

Problems discussed in this study were (1) How the structure of the fibers

contained in the work Margawirya RMH. Jayadiningrat I which is a song

macapat? (2) what are the teachings contained in the fibers Margawirya RMH

works. Jayadiningrat I? (3) What is the relevance of character values contained in

the fibers Margawirya RMH works. Jayadiningrat I with people's lives today?

The aim of this study are to: (1) Describe the structure of the fibers

contained in the work Margawirya RMH. Jayadiningrat I which is a song macapat

(2) Find the teachings contained in the fibers Margawirya RMH

works. Jayadiningrat I (3) Describe the relevance of character values contained in

the fibers Margawirya RMH works. Jayadiningrat I with community life in the

present.

This study took locations divided into two places, namely, (1) The original

location is located in the Library of BC Mutual Mangkunegaran Surakarta Palace

Library, (2) the location of the research results in the form transiliterasi

Perputakaan BC in the Faculty of Literature and Fine Arts Sebelas Maret

University Surakarta.

This study is a kind of literary research. This type of research is a research

library or library research, namely pnelitian the data and information in the

library. One of them is a form of qualitative research is descriptive

research. Source of data in the study divided into two, (1) data sourced from

original manuscript SM, (2) data derived from research results derived from the

philological thesis examined in 1986 by Faiz. Data collection techniques using

content analysis techniques (engineering studies content), library research (literary

technique).

Conclusions obtained from the analysis is the structure of BC BC content

includes, (1) layer of sound, (2) Lapis meaning of the word match, Tembung

womb, Tembung wancahan, pepindhan, images sounds, visual images, allegori,

candrasengkala, pronouns instructions, (3) Lapis norm consisting of objects,

background, and the perpetrator, (4) Layer the world, (5) Lapis

metaphysical. Doctrine that served in the SM is about the values that each

character while in the midst of society that is composed of, (1) teaching in

choosing a job, choose a job should be established in the liver and do not hesitate,

(2) The doctrine serves to superiors, be a good servant to your boss so that will

combines all blessings, (3) Teaching parents to children, be good role models for

your son or daughter is every parent's dream, consisting of wuwur, sprayed,

nandur, and pitutur (4) The doctrine does not become a shaman, a sin that brought

misery and should be avoided by everyone, (5) Doctrine receive guests, to behave

Page 21: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xxi

in a visit and receive a good guest is a reflection of one's personal, (6) Prohibition

of gambling, unlawful act which is prohibited by religious and community

members are very disturbing and should be avoided, (7) Prohibition of pitting, the

source of all sorts of divisions within society, with the unity and integrity of

pitting can be removed, (8) Doctrine make make the country prosperous, there are

four important aspects that must be owned by a nation state as the protector of

warriors, farmers as a source of food for the country, serves as a clothing

merchant for the country, and the priest giving a blessing to the country.

Moral ethical teachings contained in the SM is still relevant in the present

life if people are aware of laws and legislation so as to create communities of high

moral and virtuous character. BC with the overall abortion may explain the past,

present and future require a discussion for its solution.

Page 22: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

NILAI-NILAI BUDI PEKERTI DI DALAM SERAT

MARGAWIRYA KARYA RMH. JAYADININGRAT I

(SEBUAH TINJAUAN BENTUK, Makna,dan Fungsi )

Noniek Wiharniy1

Dra. Sundari , M.Hum2 Drs. Christiana D.W, M.Hum

3

ABSTRAK

2011. Nilai-nilai Budi Pekerti Di Dalam Serat Margawirya karya

RMH. Jayadiningrat I (Sebuah Tinjauan Bentuk, Makna,dan

Fungsi ). Skripsi: Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni

Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.Permasalahan yang

dibahas dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimanakah struktur

yang terdapat di dalam Serat Margawirya karya RMH.

Jayadiningrat I yang merupakan tembang macapat? (2) Ajaran apa

sajakah yang terkandung di dalam Serat Margawirya karya RMH.

Jayadiningrat I? (3) Bagaimanakah relevansi nilai-nilai budi

pekerti yang terdapat di dalam Serat Margawirya karya RMH.

Jayadiningrat I dengan kehidupan masyarakat pada masa sekarang

?Tujuannya penelitian ini yaitu untuk: (1) Mendeskripsikan

struktur yang terdapat di dalam Serat Margawirya karya RMH.

Jayadiningrat I yang merupakan tembang macapat (2) Menemukan

ajaran-ajaran yang terkandung di dalam Serat Margawirya karya

RMH. Jayadiningrat I (3) Mendeskripsikan relevansi nilai-nilai

budi pekerti yang terdapat di dalam Serat Margawirya karya RMH.

Jayadiningrat I dengan kehidupan masyarakat pada masa

sekarang.Penelitian ini mengambil lokasi terbagi dua tempat yaitu,

(1) lokasi asli SM terletak di Perpustakaan Reksa Pustaka Istana

Mangkunegaran Surakarta, (2) lokasi hasil penelitian dalam bentuk

transiliterasi SM di Perputakaan Fakultas Sastra Dan Seni Rupa

Universitas Sebelas Maret Surakarta.Penelitian ini merupakan jenis

penelitian sastra. Jenis penelitian ini adalah penelitian pustaka atau

1 Mahasiswa jurusan sasda daerah dengan NIM C0107036

2 Dosen pembibing I

3 Dosen pembibing II

library research, yaitu pnelitian yang data dan informasinya ada di

dalam perpustakaan. Salah satunya adalah Bentuk penelitian yaitu

penelitian deskriptif kualitatif. Sumber data dalam penelitian

dibedakan menjadi dua, (1) data yang bersumber dari naskah asli

SM, (2) data yang bersumber dari hasil penelitian yang bersumber

dari skripsi yang dikaji secara filologis pada tahun 1986 oleh Faiz.

Teknik pengumpulan data menggunakan teknik content analysis

(teknik kajian isi), library research ( teknik

kepustakaan).Kesimpulan yang di dapat dari analysis kandungan

SM adalah struktur SM meliputi, (1) Lapis bunyi, (2) Lapis arti

yang terdiri dari padan kata, tembung garba, tembung wancahan,

pepindhan, citra dengaran, citra penglihatan, allegori,

candrasengkala, kata ganti petunjuk, (3) Lapis norma yang terdiri

dari objek, latar, dan pelaku, (4) Lapis dunia, (5) Lapis Metafisis.

Ajaran yang di sajikan di dalam SM adalah mengenai nilai-nilai

budi pekerti yang setiap saat berada di tengah-tengah masyarakat

yaitu terdiri dari, (1) ajaran dalam memilih pekerjaan, memilih

pekerjaan harus dimantapkan dalam hati dan jangan ragu-ragu, (2)

Ajaran mengabdi kepada atasan, jadilah abdi yang baik untuk

atasanmu sehingga akan membwa keberkahan, (3) Ajaran orang

tua kepada anak-anak, menjadi suri tauladan yang baik bagi putra

putri adalah dambaan setiap orang tua,terdiri dari wuwur,

sembur,nandur, dan pitutur (4) Ajaran tidak menjadi dukun,

perbuatan dosa yang membawa kesengsaraan dan harus dihindari

oleh setiap orang, (5) Ajaran menerima tamu, bersikap yang baik

dalam bertamu dan menerima tamu yang baik adalah cerminan dari

pribadi seseorang, (6) Larangan berjudi, perbuatan haram yang

sangat dilarang oleh agama dan sangat meresahkan anggota

masyarakat sehingga harus dihindari, (7) Larangan mengadu

domba, sumber dari segala macam perpecahan di dalam

masyarakat , dengan persatuan dan kesatuan adu domba dapat

dihilangkan, (8) Ajaran menjadikan menjadikan negara makmur,

terdapat empat aspek penting yang wajib dimiliki oleh suatu negara

yaitu prajurit sebagai pelindung negara, petani sebagai sumber

makan bagi negara, pedagang berfungsi sebagai pakaian bagi

negara, dan pendeta pemberi berkat bagi negara.Ajaran etika moral

yang terkandung dalam SM masih relevan pada kehidupan

sekarang jika masyarakat sadar akan hukum dan perundang-

Page 23: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

undangan sehingga tercipta masyarakat bermoral dan berbudi

pekerti tinggi. SM dengan keseluruhan kandungannya tersebut

dapat menjelaskan masa lampau, sekarang dan akan datang

membutuhkan sebuah diskusi untuk pemecahannya.

Page 24: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bangsa Indonesia dikenal mempunyai peradaban yang cukup tinggi,

terbukti dengan kekayaan dan keanekaragaman khasanah budaya. Dalam waktu

yang cukup lama, berkembang dan terpelihara pada setiap generasi hingga saat ini

atau bahkan mungkin sampai waktu yang tidak bisa dibatasi. Rekaman budaya

Indonesia dapat dilihat dari berbagai peninggalan, baik yang berupa bangunan

fisik (candi, bangunan kuna, prasasti), karya seni (naskah), maupun norma-norma

konvensional yang hidup di masyarakat. Semua itu menunjukan identitas diri dan

ciri khas kepribadian bangsa Indonesia yang bernilai luhur.

Dari berbagai peninggalan tersebut, naskahlah yang merupakan wacana

terlengkap dan memuat hampir seluruh segi kehidupan serta mencerminkan situasi

sosial budaya pada saat naskah diciptakan. Di dalamnya terkandung informasi

yang sangat dibutuhkan di kehidupan dahulu hingga sekarang dan digunakan

sebagai sarana refleksi masa mendatang.

Naskah adalah salah satu peninggalan budaya nenek moyang yang

menyimpan berbagai segi kehidupan. Naskah adalah semua bahan tulisan tangan

yang menyimpan bebagai ungkapan pikiran, perasaan, hasil budaya masa lampau.

Naskah mencakup banyak hal, antara lain : naskah-naskah nusantara mengemban

isi yang sangat kaya. Kekayaan itu ditunjukan oleh aneka aspek kehidupan yang

dikemukakan, misalnya masalah politik, sosial, ekonimi, agama, kebudayaan,

1

Page 25: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

bahasa, sastra dan moral. Apabila dilihat dari sifat pengungkapannya dapat

dikatakan bahwa kebanyakan isinya mengacu pada sifat-sifat historis, didaktis,

dan religius.

Naskah memuat banyak segi kehidupan, nilai dan manfaat naskah juga

sangat menguntungkan bagi masyarakat untuk dilestarikan dan menghidupkan

kembali nilai budaya lama yang telah berkembang dan terpelihara di masa lalu.

Nilai-nilai strategis tulisan lama atau kesusastraan lama dapat dijadikan sarana

menjembatani informasi ide, budaya, dan nilai peradaban lainnya dari satu kurun

waktu ke kurun waktu berikutnya. Dengan banyaknya warisan budaya bangsa,

naskah merupakan dokumen yang paling menarik di bandingkan dengan puing-

puing bangunan peninggalan bersejarah dan warisan budaya lainnya.

Kesusastraan lama bermanfaat untuk mengungkapkan kejadian-kejadian

penting yang terjadi pada masyarakat lampau sebagai pelaku-pelaku sejarah

mengetahui sikap, alam pikiran, dan perasaan masyarakat lampau. Hal ini dapat

membantu sumber-sumber sejarah budaya, pembanding perkembangan bahasa,

teknologi, agama, dan sifat-sifat asli masyarakat baik sebelum atau sesudah

adanya pengaruh dari luar. Kebanyakan naskah mengandung informasi yang

berkaitan dengan berbagai hal seperti hukum, adat istiadat, filsafat, ekonomi,

moral, obat-obatan, kehidupan beragama, kehidupan sosial, menurut Jauss, karya

sastra lama merupakan produk masa lampau yang memiliki relevansi dengan

masa sekarang dalam arti ada nilai-nilai tertentu untuk orang yang membacanya

dan sebuah karya sastra akan lebih dipahami secara utuh jika, pemahaman itu

dilandasi pada penyatuan pengalaman masa lampau (diakronis) dan masa kini

Page 26: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3

(sinkronis). Melalui pemahaman sinkronis dan dikronis itu makna sebuah karya

sastra dapat diwujudkan secara koheren.

Sejarah sastra akan dapat diketahui dan dibandingkan karya-karya sastra

sejak keberadaannya sampai pada perkembanagn yang terakhir. Pembandingan

tersebut dapat mencakup aspek ciri, idealisme, aliran, gejala yang ada, pengaruh

yang melatar belakangi, gaya, bentuk pengungkapan, dan sebagainya. Dengan

demikian, akan lebih memudahkan seseorang yang akan melakukan

penganalisisan terhadap karya sastra.

Pengkajian terhadap naskah lama mempunyai nilai yang amat penting,

karena naskah merupakan dokumen peninggalan yang dapat memberikan

gambaran mengenai peradaban dan sejarah perkembangan masyarakat. Di dalam

naskah terdapat unsur sastra. Kehadiran sastra di tengah peradaban manusia tidak

dapat ditolak, bahkan kehadiran tersebut diterima sebagai salah satu realitas sosial

budaya. Sastra sampai saat ini dinilai sebagai karya seni yang memiliki budi,

imajinasi, dan emosi serta dianggap sebagai suatu karya kreatif yang

dimanfaatkan sebagai konsumsi intelektual disamping konsumsi emosi. Sastra

terlahir sebagai akibat dorongan dasar manusia untuk mengungkapkan kesejatian

dirinya, realitas masyarakat yang menjadi bagian dari keberadaannya yang

berlangsung sepanjang hari dan sepanjang jaman, sehingga ia mampu dinikmati

dan memberi kepuasan bagi khalayak pembaca ( Atar Semi 1993 : 1).

Jan van Luxemburg menyatakan bahwa sastra (litterature) dengan

pengertian sekarang, baru muncul pada abad ke-18. Namun, sastra sesungguhnya

Page 27: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4

berakar dari masa pra sejarah dalam wujud sastra lisan dan berbentuk-bentuk

mitos.

Penciptaan karya sastra dengan penurunannya melewati rentangan waktu

panjang untuk sampai pada generasi berikutnya, sehingga menyebabkan

kesukaran dalam mempelajarinya. Upaya mengetahui, mempelajari, dan

memahami naskah diperlukan pengungkapan isi baik yang tersurat maupun yang

tersirat. Naskah sebagai peninggalan masa lampau hanya akan bermanfaat jika apa

yang terkandung di dalamnya dapat terungkap sebagai warisan nenek moyang,

bukanlah perhiasan yang dapat dibanggakan dan dipertotonkan saja, naskah baru

berharga apabila masih dapat dibaca dan dipahami isinya.

Naskah-naskah yang terdapat di pulau Jawa berdasarkan isinya menurut

Girardet dapat digolongkan menjadi beberapa golongan :

1. Kronik, legenda dan mite yang didalamnya terdapat naskah-naskah, babad,

pakem, panji, pustaka raja, dan silsilah.

2. Agama, filsafat, dan etika di dalamnya termasuk naskah-naskah yang

mengandung Hindhuisme, Kejawen, Islam, ramalan, dan sastra wulang.

3. Peristiwa Keraton, hukum risalah, peraturan-peraturan.

4. Buku teks dan penuntun kamus ensiklopedi tentang linguistik, obat-obatan,

pertanian, antropologi, geografi, dan perdagangan (Girardet dalam

Hendrosaputro, 1996 : 30).

Berdasarkan penggolongan di atas, maka Serat Margawirya (SM)

dimasukan kedalam sastra wulang. Sastra wulang berisi ajaran-ajaran atau nasihat

yang penting bagi kehidupan. Dikatakan ajaran atau nasihat karena dapat dilihat

Page 28: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5

dari judulnya, kata marga berarti jalan dan wirya berarti keberanian, kebaikan

atau kebahagiaan, merangkum maksud bahwa SM mengetengahkan ajaran-ajaran

hidup menuju kehidupan yang bahagia atau ajaran kebajikan.

SM merupakan karya sastra dalam bentuk tembang. SM kini tersimpan di

dua tempat, (1) Perpustakaan Reksa Pustaka Pura Mangkunegaran Surakarta

dengan nomor katalog A.41 dengan tebal naskah 42 halaman, sebagai naskah asli,

(2) Perpustakaan Fakultas Sastra dan Seni Rupa dalam bentuk transiliterasi dan

telah dikaji oleh Faiz secara Filologis yang menghasilkan deskripsi naskah, kritik

teks dan terjemahan. Kandungan di dalamnya adalah ajaran moral yang antara lain

sebagai berikut Pupuh Dhandhanggula memuat ajaran dalam memilih

pekerjaan, ajaran di dalam mengabdi, tata cara menghadap pimpinan/atasan

(raja), ajaran tata cara memberi kepercayaan kepada orang lain, dan larangan

berjudi dan mabuk-mabukan. Pupuh Sinom memuat tenthang ajaran

menghadap pimpinan atau atasan (raja), ajaran mengenai beberapa hal yang

harus diperhatikan oleh negara, larangan berjudi dan mabuk-mabukan, larangan

tergoda oleh uang dan wanita, dan larangan mengadu domba. Pupuh Megatruh

memuat tentang ajaran dalam memberi nasihat, ajaran menerima tamu yang

baik, ajaran mengenai hal-hal yang perlu diperhatikan oleh orang tua dalam

mendidik, larangan menghindar dari tanggung jawab, dan larangan untuk

mengadu domba. Pupuh Kinanthi memuat tentang ajaran diberi kepercayaan

oleh orang lain dan ajaran mengenai hal-hal yang perlu diperhatikan oleh

orang tua dalam mendidik anak.

Page 29: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

6

Ajaran etika moral dijelaskan apa yang seharusnya dan sebaiknya

dilakukan atau tidak dilakukan dalam hidup bermasyarakat. Ajaran etika moral

memuat pandangan-pandangan tentang nilai-nilai dan norma-norma yang terdapat

di antara sekelompok manusia atau masyarakat. Kalau seseorang mengerti apakah

itu menjadi manusia, dia akan mengerti bagaimana harus berbuat supaya

kelakuannya dilaksanakan menurut kodratnya, derajatnya dan martabatnya. Hal

ini akan mengantarkan manusia untuk weruh ing uripe (tahu akan hakekat

hidupnya) dan tidak menjadi padha lan kebo (sama hidupnya dengan kerbau).

Kehadiran setiap karya sastra mampu dinikmati oleh setiap pembaca, jika

didasarkan kenyataan bahwa karya sastra yang lahir selalu berkembang dan

perkembangannya bergantung sepenuhnya pada pengarang

Di balik kehidupan bahasa suatu karya sastra, akan diambil pula

manfaatnya yang berupa kesenangan-kesenangan tertentu. Kesenangan disini

bukan hanya cerita karya sastranya saja, tetapi juga pesan yang disampaikan baik

yang tersurat maupun yang tersirat.

Ajaran moral dalam sebuah karya sastra merupakan pesan atau amanat

yang ingin disampaikan oleh pengarang kepada pembaca. Karya sastra yang baik

akan mengajak pembaca untuk menjunjung tinggi norma-norma moral. Mengingat

pentingnya ajaran moral dalam karya sastra terhadap SM maka pembaca

diharapkan menangkap, menghayati, dan mengamalkan ajaran moral yang

terkandung didalamnya, dengan cara menerangkan isi ajaranyang terkndung di

dalamnya serta kemudian meresepsi isinya yang dilakukan berdasarkan penilaian

masyarakat terhadap bagaimana SM dapat menjadi salah satu karya yang

Page 30: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

7

didalamnya mengandung ajaran yang mudah dipahami oleh masyarakat sehingga

orang tersebut mempunyai tingkah laku dan budi pekerti yang baik.

Keunggulan di dalam SM yang memiliki nilai lebih di banding naskah-

naskah lain adalah mengenai isi dari naskah SM sendiri, di mana serat ini memuat

banyak sekali ajaran-ajaran budi pekerti yang baik dan mendidik bagi masyarakat

pembaca. Ajaran-ajaran budi pekerti yang terkandung seputar kehidupan

masyarakat, sehinggga diharapkan setelah dilakukan penelitian ini dengan

menggunakan pendekatan Struktural dan Moralitas ini ajaran-ajaran yang telah

ditranskirpsikan dapat merasuk ke dalam sendi-sendi kehidupan masyarakat Jawa.

Selain hal di atas, naskah SM merupakan karya agung dari RMH. Jayadiningrat I,

sehingga serat ini memiliki bobot yang lebih dibanding karya-karya RMH.

Jayadiningrat I yang lain.

Penelitian ini membatasi diri pada tiga pokok kajian, yaitu (1) Persoalan

nilai-nilai estetika SM sebagai karya sastra, (2) Penjabaran ajaran moral di dalam

SM, (3) Relevansi nilai-nilai budi pekerti yang terkandung di dalam SM dengan

masyarakat sekarang.

B. Perumusan Masalah

Perumusan masalah diperlukan agar sebuah penelitian tidak meluas dari

apa yang seharusnya di bahas dan lebih terfokus pada masalah. Permasalahan

tersebut nantinya akan di teliti untuk mencari pemecahan masalah. Perumusan

masalah tersebut adalah :

Page 31: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

8

1. Bagaimanakah Serat Margawirya karya RMH.Jayadinigrat I sebagai karya

sastra memiliki nilai estetika?

2. Ajaran apa sajakah yang terkandung di dalam Serat Margawirya karya RMH

Jayadiningrat I ?

3. Bagaimanakah relevansi nilai-nilai budi pekerti yang terdapat di dalam Serat

Margawirya karya RMH. Jayadiningrat I dengan kehidupan masyarakat pada

masa sekarang ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah dirumuskan di atas, maka

tujuan penelitian adalah:

1. Mendeskripsikan nilai estetika didalam Serat Margawirya karya RMH.

Jayadingrat I .

2. Menemukan ajaran-ajaran yang terkandung di dalam Serat Margawirya karya

RMH Jayadiningrat I .

3. Mendeskripsikan relevansi nilai-nilai budi pekerti yang termuat di dalam Serat

Margawirya dengan kehidupan masyarakat pada masa sekarang.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun

praktis.

Page 32: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

9

a. Manfaat Teoritis

Penelitian ini di harapkan dapat menambah wawasan kepada pembaca

mengenai fungsi dan manfaat sastra bagi masyarakat, serta menambah

pemahaman terhadap karya sastra jawa dalam bentuk tembang macapat.

b. Manfaat Praktis

Penelitian ini di harapkan dapat digunakan sebagai bahan referensi bagi

masyarakat mengenai ajaran budi pekerti. Selain itu penelitian dapat dijadikan

acuan data bagi penelitian selanjutnya.

E. Sistematika Penulisan

Pemaparan sistematika penulisan diperlukan untuk memperoleh gambaran

secara keseluruhan dari sebuah penelitian. Sistematika penulisan tersebut sebagai

berikut :

Bab I. Bab Pendahuluan yang berisikan tentang latar belakang masalah,

rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika

penulisan.

Bab II. Landasan Teori,yang meliputi pengertian tembang macapat, pengertian

puisi , pendekatan moral, dan pendekatan etika.

Bab III. Metode Penelitian yang meliputi lokasi penelitian, metode dan bentuk

penelitian, sumber data dan data, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis

data.

Page 33: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

Bab IV. Bab Pembahasan yang berisikan tentang deskripsi nilai-nilai estetika ,

deskripsi ajaran moral, relevansi aspek budi pekerti Serat Margawirya dengan

kehidupan sekarang .

Bab V. Bab Penutup yang memuat tentang kesimpulan permasalahan yang telah

dibahas serta saran-saran. Sebagai bagian akhir dari laporan ini adalah Daftar

Pustaka.

Page 34: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pengertian Tembang Macapat

Bentuk puisi tradisional Jawa yaitu Tembang telah ada sejak jaman kuno.

Puisi tersebut ditembangkan atau dinyanyikan sesuai dengan lagu-lagu tertentu..

pada jaman Jawa Baru muncul bentuk macapat, bentuk ini memiliki aturan yang

mengikat yang disebut metrum.

Macapat mempunyai ciri khas tersendiri, berbeda dengan Tembang Gedhe

atau Tembang Tengahan. Oleh karena itu, macapat dapat diartikan ” lagu

kawengku ing sastra ” yaitu lebih dipentingkan sastranya daripada lagunya.

Macapat berasal dari kata ma + capat yang artinya membaca cepat, ada juga

arti lain yaitu maca + pat yang artinya membaca empat-empat. Pengertian itu

”salah kaparah”, yaitu salah dianggap benar, padahal macapat di sini adalah

”macapat lagu” artinya tembang waosan. Tembang macapat sendiri ada

bermacam jenis yaitu: Sinom, Pangkur, Asmaradana, Kinanthi, Mijil, Pocung,

Maskumbang, Gambuh, Durma dan Dhandhanggula (Subalinata dalam Iwan

Wahyudi 2002 : 9)

Dalam tembang macapat dikenal berbagai istilah antara lain :

Guru Gatra : jumlah baris dalam setiap bait.

Pada : bait yang menyusun tembang

Guru lagu : jatuhnya suara atau dong ding di akhir

baris

11

Page 35: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

Guru wilangan : jumlah suku kata setiap baris

Pupuh : Kumpulan tembang yang sejenis (jumlah barisnya

banyak)

Sasmita Tembang : Kata yang menunjukan ciri dari suatu keterangan dalam

sebuah tembang yang telah ditetapkan (dapat berupa

nama pengarang, jenis tembang, dan lain-lain)

Serat Margawirya menggunakan empat pupuh yaitu :

1). Sinom yang mempunyai aturan yaitu sebagai berikut :

a. Guru lagunya : baris pertama a, baris kedua i, baris ketiga a, baris keempat i,

baris kelima i, baris keenam u, baris ketujuh a, baris kedelapan i, baris

kesembilan a.

b. Guru wilangan : baris pertama 8, baris kedua 8, baris ketiga 8. Baris keempat 8,

baris kelima 8, baris keenam 8, baris ketujuh 7, baris kedelapan 8, baris

kesembilan 12

2). Dhandhanggula yang mempunyai aturan-aturan yaitu :

a. Guru lagunya : baris pertama i, baris kedua a, baris ketiga e, baris keempat u,

baris kelima i, baris keenam a, baris ketujuh u, baris kedelapan a, baris

kesembilan i, baris kesepuluh a.

b. Guru wilangan : baris pertama 10, baris kedua 10, baris ketiga 8, baris

keempat 7, baris kelima 9, baris ketujuh 7, baris kedelapan 8, baris kesembilan

12, baris kesepuluh.

3). Megatruh yang mana mempunyai aturan-aturan yaitu :

Page 36: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

a. Guru lagunya : baris pertama u, baris kedua i, baris ketiga u, baris keempat i,

baris kelima o.

b. Guru wilangan : baris pertama 12, baris kedua 8, baris ketiga 8, baris keempat 8,

baris kelima 8.

4). Kinanthi yang mempunyai aturan-aturan yaitu :

a. Guru lagunya : baris pertama u, baris kedua i, baris ketiga a, baris keempat i,

baris kelima a, baris keenam i

b. Guru wilangan : baris pertama 8, baris kedua 8, baris ketiga 8, baris keempat 8,

baris kelima 8, baris keenam 8.

Dalam penelitian ini teori yang dipergunakan adalah penggabungan antara

teori puisi tradisional dan teori puisi modern. Penggabungan ini bertujuan untuk

lebih mengekplorasi keindahan nilai-nilai estetika Serat Margawirya baik dari segi

bentuk,gaya bahasa dan hal-hal yang lebih bersifat metafisik, hal ini dikarenakan

Serat Margawirya dapat dinikmati keindahan-keindahan dalam bentuk

penulisannya apabila dapat dikaji lebih mendalam dengan menggunakan

penggabungan dua teori ini sekaligus. Sehingga tampak jelas diman letak

kekhasan penulisan serat ini, khususnya dalam sisi keindahan penulisan.

B. Pengertian Puisi

Puisi adalah bentuk karya sastra yang paling kuat imajinasinya. Sejak

lahirnya, puisi memang sudah menunjukkan ciri-ciri khas yang kita kenal

sekarang, meskipun puisi telah mengalami perkembangan dan perubahan tahun

demi tahun. Bentuk karya puisi memang telah dikonsep oleh penulis atau

Page 37: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

14

pengarangnya pada pengkonsentrasian segala kekuatan bahasa dan

pengkonsentrasian gagasannya untuk melahirkan puisi. Dari pernyataan tersebut

terlihat bahwa puisi sebagai karya sastra memiliki kelebihan dibandingkan

dengan dengan karya sastra yang lain yaitu adanya karya kreatif yang terletak

pada bahasa dan unsur interaksi antar unsur tersebut dengan dunia nyata yang

ada di luarnya. Puisi tidaklah mengungkapkan dunia sebagaimana adanya,

melainkan sebagai dunia yang terlihat oleh mata batin. (Agus Prihandoko, 2004

: 3)

Secara etimologi istilah puisi berasal dari bahasa Yunani “Pouma”

yang berarti membuat, dan “Poeisi” yang berarti „pembuatan‟, dan dalam

bahasa Inggris disebut dengan “Poem” atau “poetry”. Puisi diartikan

„membuat‟, dan „pembuatan‟ karena lewat puisi pada dasarnya seseorang telah

menciptakan dunia tersendiri, yang mungkin berisikan pesan atau gambar-

gambar suasana tertentu baik secara fisik maupun batiniah (Aminudin, 1991 :

134).

Berdasarkan aktifitas kejiwaan puisi merupakan ekspresi kreatif yang

didalamnya terkandung detivitas jiwa yang menangkap kesan-kesan lalu

dipadatkan dan dipusatkan (kondensasi). Dalam puisi kata-kata tidaklah keluar

dari simpanan ingatan, kata-kata dalam puisi itu lahir dan dilahirkan kembali

(dibentuk) pada waktu pengucapannya sendiri (Rachmat Djoko Pradopo, 1987 :

12). Dikarenakan itula penciptaan karya puisi sangat menimbang pemakaian

unsur-unsur penyusunnya.

Page 38: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15

Salah satu unsur dalam puisi ialah bunyi. Dibandingkan karya sastra

dalam bentuk lain, bunyi merupakan unsur yang penting dalam penciptaan puisi.

Dalam puisi bunyi bersifat estetik untuk mendapatkan keindahan dan tenaga

ekspresif. Hal ini tentu saja berhubungan dengan selera manusia terhadap lagu

dan melodi. Selain sebagai pembentuk keindahan dan tenaga ekspresif bunyi juga

bisa digunakan untuk memperdalam ucapan, menimbulkan rasa dan membentuk

imajinasi pembacanya atau pendengarnya.

Untuk memanfaatkan potensi bunyi dalam puisi, seorang pengarang

bisa menggunakan sarana-sarana persajakan : awal, tengah, dalam, dan akhir,

kombinasi vokal dan konsonan tertentu; aliterasi dan asonansi; orchestra bunyi:

efoni dan kakofoni; simbol bunyi, anomatope, kiasan suara, lambang rasa.

Kombinasi bunyi-bunyi vokal (asonansi): a, e, i, o, u, bunyi-bunyi konsonan

bersuara (voiced): b, d, g, j, bunyi liguida; r, l, dan bunyi sengau; m, n, ng, ny

menimbulkan bunyi merdu dan berirama (efoni). Bunyi yang merdu dapat

mendukung suasana mesra, kasih sayang, gembira dan bahagia. Sebaliknya

kombinasi bunyi yang tidak merdu, parau, pebuh bunyi k,p,t,s (bunyi

konsonan tak bersuara) disebut kakofoni. Cocok dan dapat untuk memperkuat

suasana yang tidak menyenangkan, kacau balau, serba tak teratur, bahkan

memuakkan (Rachmat Djoko Pradopo, 1987 : 29 -30).

Disamping tugasnya yang pertama sebagai simbol arti dan juga untuk

orchestra, bunyi kata digunakan juga sebagai peniru bunyi. Peniru bunyi atau

onomatope dalam puisi kebanyakan hanya memberikan sarana tentang suara

sebenarnya. Onomatope menimbulkan tanggapan yang jelas dari kata-kata yang

Page 39: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

16

tidak menunjukkan adanya hubungan dengan hal yang ditunjuk. Kiasan suara

merupakan gambaran sesuatu menggunakan bunyi.

Seorang pencipta atau pengarang untuk mendapatkan kepuitisan perlu

memperhatikan beberapa hal aturan atau norma selain yang diatas, Adapun

menurut Roman Ingarden dalam Rachmat DjokoPradopo (1987 : 15-19) aturan

atau normanya adalah sebagai berikut :

1.1 Lapis Bunyi (Sound Stratum). Bila orang membaca puisi, maka yang terdengar

itu ialah rangkaian bunyi yang dibatasi jeda pendek, agak panjang dan

panjang, Tetapi suara itu bukan hanya suara tak berarti. Suara sesuai dengan

konvensi bahasa disusun begitu rupa hingga menimbulkan arti. Dengan adanya

satuan –satuan suara itu orang menangkap artinya.

1.2 Lapis Arti (Unit of Meaning). Berupa rangkaian fonem, suku kata, kata, frase

dan kalimat. Semuanya itu merupakan satuan-satuan arti. Rangkaian kalimat

menjadi bait, bab dan keseluruhan cerita ataupun keseluruhan sajak,

1.3 Lapis norma meliputi objek, latar, dan pelaku yang dikemukakan dan dunia

pengarang yang berupa cerita atau lukisan.

1.4 Lapis dunia, lapis dunia yang dipandang dari titik pandang tertentu yang tak

perlu dinyatakan, tetapi terkandung di dalamnya (implied). Sebuah peristiwa

dalam sastra dapat dikemukakan atau dinyatakan “terdengar” atau “terlihat”

bahkan peristiwa yang sama. Misalnya suara kederan pintu dapat diperlihatkan

aspek “luar” tau “dalam” watak. Misalnya pintu berbunyi halus dapat

memberikan sugesti wanita atau watak dalam si pembuka itu hati-hati.

Page 40: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

17

Keadaan sebuah kamar yang terlihat dapat memberikan sugesti watak orang

yang tinggal di dalamnya.

1.5 Lapis Metafisis. Lapis ini dapat memberikan suatu renungan bagi pembaca.

Lapis metafisis berupa sifat-sifat metafisis (yang sublime, yang tragis,

mengerikan atau menakutkan dan yang suci) dengan sifat ini seni dapat

memberikan renungan (kontemplasi) kepada pembaca.

C. Pendekatan Etika Moral

1. Pengertian Etika

Kata etika dalam arti yang sebenarnya berarti filsafat mengenai bidang

moral jadi etika merupakan ilmu atau refleksi sistematik mengenai pendapat-

pendapat, norma-norma dan istilah-istilah moral (Magniz Suseno 1993 : 6).

Kata etika secara etimologis berasal dari kata ethos berasal dari bahasa

Yunani yang mempunyai arti ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau

ilmu tentang adat kebiasaan (Bertens, 1997:4)

Menurut Hasbullah Bakri (1996 : 71) mendefinisikan etika sebagai

berikut : Etika adalah ilmu yang menyelidiki mana yang baik dan mana yang

buruk pada amal perbuatan manusia sejauh yang dapat diketahui akal fikiran.

Tujuan dari etika adalah mendapatkan citra yang sama bagi seluruh manusia

mengenai penilaian baik dan buruk, di tempat mana suka dan kapan saja

(Bakri, 1996 : 72)

Etika Jawa mengemukakan tuntunan-tuntunannya berdasarkan dua

angggapan dasar tentang struktur realitas seluruh kehidupan manusia yang erat

Page 41: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

18

hubungannya satu sama lain. Pertama, kedudukan dan kegiatan setiap manusia

dalam dunia telah ditentukan oleh takdir. Kedua, bahwa manusia dengan segala

kehendak dan tindakannya pada hakekatnya tidak dapat mengubah perjalanan

dunia seisinya yang telah ditakdirkan (Magniz Suseno, 1993:227)

Kajian Serat Margawirya, adalah salah satu bagian dari cara manusia

(Jawa) dalam memberikan sebuah batasan atau lebih tepatnya aturan

berhubungan dengan lingkungannya secara jelas. Oleh karena itu, naskah ini

merupakan bentuk perwujudan dari sistem konstruksi etika moral yang

dibangun secara baik dalam wujud kita (buku) untuk diajarkan kepada anak

cucu.

Kaidah yang menentukan etika dalam masyarakat adalah menuntut agar

individu dalam masyarakat dapat menyesuaikan diri dengan dengan tuntutan-

tuntutan keselarasan, atas dasar suara hati atau tanggung jawab moral dan

jangan sampai membangkang karena akan membahayakan dalam kehidupan

bermasyarakat.

Berdasarkan pada teori-teori yang digunakan di atas, Serat Margawirya

akan lebih jelas dan objektif jika dilihat atau dirinci sejauh mana struktur

bangunan etika moral yang secara logis menjadi bagian (aturan) masyarakat

Jawa di waktu silam. Secara ringkas etika merupakan sebuah refleksi moral yang

erat dengan perilaku manusia baik secara individual maupun secara sosial yang

dapat membatasi tingkah laku manusia antara perbuatan baik dan buruk.

2. Pengertian Moral

Page 42: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

19

Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, moral berarti :

1. Ajaran tentang baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan,

sikap, kewajiban dan sebagainya. Akhlak budi pekerti, susila.

2. Ajaran kesusilaan yang dapat ditarik dari suatu cerita. Sedangkan

moralitas adalah sopan santun, segala sesuatu yang berhubungan dengan

etika atau adat sopan santun (KBBI:2001: 592)

Secara etimologi moral berasal dari bahasa Latin mos (jaman : mores)

yang berarti kebiasaan, adat. Sedangkan moralitas dari kata sifat Latin Moralis

yang mempunyai arti suatu perbuatan dalam pengertian sifat moral atau

keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan dengan baik dan buruk.

Sejarah hidup masyarakat seakan-akan terentang dalam suatu jaringan

norma-norma yang berupa ketentuan, kewajiban, larangan dan lain-lain. Jaringan

itu seolah-olah membelenggu masyarakat, mencegah masyarakat dari bertindak

sesuai dengan segala keinginan masyarakat. Mengingat masyarakat untuk

melakukan sesuatu yang sebetulnya masyarakat benci. Maka masyarakat

mengharapkan tunduk terhadap norma-norma itu. Bidang yang mengenai

kewajiban manusia serta tentang yang baik dan buruk itu disebut bidang

moral (Magnis, 1995 : 13)

Menurut Imanuel Kant pengertian moralitas sebagai kesesuaian sikap

dan perbuatan dengan norma atau hukum batiniah yang dipandang sebagai

kewajiban. Moralitas akan tercapai bila mentaati hukum lahiriah bukan lantaran

hak itu membawa akibat yang menguntungkan kita atau lantaran takut pada

Page 43: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

20

kuasa Sang pemberi hukum, melainkan kita sendiri menyadari bahwa hukum

itu merupakan kewajiban kita.

Tujuan dari ajaran moral adalah mempelajari fakta pengalaman,

bahwa manusia membedakan yang benar dan yang salah, yang baik dan yang

buruk dan manusia mempunyai rasa wajib. Sehingga dapat disimpulkan bahwa

moral adalah kelakuan yang sesuai dengan ukuran-ukuran (nilai-nilai) msyarakat,

yang timbul dari hati dan bukan paksaan dari luar yang disertai pula oleh rasa

tanggung jawab atas kelakuan atau tindakan tersebut.

3. Pengertian Budi Pekerti

Etiket pergaulan atau sering di sebut sopan santun mempunyai peranan

yang sangat menentukan dalam mewujudkan keserasian hubungan antarsesama

manusia. Etiket berasal dari bahasa Perancis etiquette yang aratinya tata cara

yang baik antara sesama manusia, sedangkan kata etika berasal dari bahasa Latin

ethica yang artinya falsafah moral. Etika merupakan pedoman hidup yang benar

dilihat dari sudut budaya, susila, dan agama yang tujuannya membina watak dan

mental seseorang agar menjadi manusia yang baik. Seseorang akan dihormati

kalau nilai yang ada di dalam dirinya, yakni pribadi yang mempesona, mempunyai

budi pekerti yang luhur, pandangan yang baik, dan sopan santun dalam setiap

pergaulan atau tingkah laku, serta bukan kekayaan atau keelokan wajah yang

dimilikinya. Dalam bergaul dengan masyarakat di mana saja,sopan santun sangat

berperan untuk membentuk pribadi yang mempesona. Jika seseorang

Page 44: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

21

mengabaikan perilaku sopan santun akan menimbulkan kesalahpahaman dan

keresahan antar sesama manusia.

Seseorang yang membiasakan diri menjalankan etiket secara lahiriah dapat

membentuk moral yang baik sehingga akan memiliki pribadi yang mempesona.

Meskipun demikian, bukan berarti bahwa orang yang telah sopan dan

menjalankan etiket yang baik mempunyai moral yang yang baik pula. Sebaliknya

juga, belum tentu orang yang bermental baik melaksanakan etiket secara baik

dalam kehidupannya sehari-hari. Etiket dimaksudkan sebagai tata cara pergaualan

dalam kehidupan sehari-hari dengan cara berinteraksi dengan masyarakat atau

merupakan sopan santun yang terjadi di dalam pergaualan yang sudah dapat

diterima dan sudah dijadikan kebiasaan hidup antar bangsa. Sopan santun berlaku

untuk semua orang, baik orang tua, anak muda, maupan anak-anak. Sopan santun

harus dibiasakan semenjak masih dini baik dalam lingkunagn keluarga maupun

masyarakat luas ( Sugiharti, 2002 :5 ).

Dasar-dasar sopan santun adalah usaha untuk memberi perhatian terhadap

perasaan orang lain yang berinteraksi dengan sesama anggota masyarakat yang

man antara lain sebagai berikut :

1. Tidak angkuh, tidak sombong, tidak congkak

2. Selalu berusaha membuat hati orang lain menjadi senang dengan car

menghargai, menghormati, atau memberi perhatian yang penuh apabila perlu.

3. Tidak lekas tersinggung, dapat menahan diri, toleran, dan tidak mudah emosi.

4. Jika sedang ada yang berbicara jangan suka menyela, jadilah pendengar yang

baik.

Page 45: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

22

5. Jangan mementingkan diri sendiri, toleran, dan dapat cepat menyesuaikan diri

dengan lingkungan yang ditempati.

6. Selalu berusaha ramah kepada sesama tanpa melihat sttus mereka, berbicara

dengan tutur kata dan bahasa yang baik.

7. Jangan menyalahgunakan kedudukan pendidikan, atau kekayaan.

8. Tidak suka mengejek dan menghina orang lain,

Budi pekerti juga sering disebut dengan ahklaq, dari segi bahasa berasal

dari bahasa Arab berarti perangai, tabi‟at, watak dasar kebiasaan, sopan dan

santun. Secara linguistik (kebahasaan) kata ahklaq merupakan isim jamid atau

isim ghair mustaq, yaitu isim yang tidak mempunyai akar kata, melainkan kata

tersebut memang begitu adanya. Kata ahklaq adalah bentuk jamak dari khilqun

atau khuluq yang artinya adalah sopan santun. Khuluq juga berati budi pekerti,

jadi secar kebahasaan khuluq berarti budi pekerti, adat kebiasaan, perangai,

muru‟ah atau segala sesuatu yang sudah menjadi tabi‟at atau tradisi.

Dalam konsepnya budi pekerti adalah suatu sikap mental yang mendorong

untuk berbuat tanp pikir dan pertimbangan. Keadaan atau sikap jiwa ini terbagi

menjadi dua, yaitu ada yang berasal dari dari watak (temperamen) dan ada yang

berasal dari kebiasaan dan latihan. Dengan demikian tingkah laku manusia dalam

hal budi pekerti terjadi atas dua dasar atau dengan kata lain mengandung dua

unsur yaitu unsur watak naluri dan unsur lewat kebiasaan dan latihan.

Menurut Edy Sedyawati (1999:5) budi pekerti sering diartikan sebagai

moralitas yang mengandung pengertian antara lain adat istiadat, sopan santun, dan

perilaku. Sebagai perilaku budi pekerti meliputi pula sikap yang dicerminkan oleh

Page 46: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

23

perilaku tersebut, jadi budi pekerti berarti macam-macam tergantung situasinya.

Sikap dan perilaku itu mengandung lima jangkauan sebagai berikut :

1. Sikap dan perilaku dalam hubungan denagn Tuhan

2. Sikap dan perilaku dalam hubungan dengan diri sendiri

3. Sikap dan peilaku dalam hubungan atau dengan keluarga

4. Sikap dan perilaku dalam hubungan dengan masyarakat dan bangsa

5. Sikap dan perilaku dalam hubungan dengan alam sekitar

Budi pekerti dapat juga dianggap sebagai sikap dan perilaku yang

membantu orang dapat hidup lebih baik. Hidup baik tentunya hidup yang baik

bersama orang lain. Budi pekerti juga diartikan sebagai alat batin untuk

menimbang perbuatan baik dan buruk. Sebagai alat batin budi pekerti dianggap

sebagai suatu yang ada di dalam diri seseorang yang terdalam seperti suara hati.

Budi pekerti diartikan sebagai nalar, pikiran, akal. Inilah yang

membedakan antara manusia dan hewan. Budi inilah yang mempersatukan kita

semua denagn manusia, baik mereka dari suku ,golongan, kelompok, atau umur

sekalipun. Sejauh mereka adalah manusia mereka memiliki kesamaan ‟budi‟.

Dengan nalar itulah orang berpekerti, bertindak baik. Maka pelajaran budi pekerti

menjadi pelajaran tentang etika hidup bersama ( bertindak baik ) yang berdasarkan

nalar. Ada unsur kesadaran dan ada unsur melaksanakan kesadran tersebut.

Dari berbagai keterangan di atas, budi pekerti lebih diartikan sebagai nilai

moralitas manusia yang disadari dan dilakukan dalam tindakan nyata. Disini ada

unsur proses pembentukan nilai tersebut dan sikap yang didasari pada

pengetahuan mengapa nilai itu dilakukan. Dan semua nilai moralitas yang disadari

Page 47: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

24

dan dilakukan itu semua bertujuan untuk membantu manusia untuk menjadi

manusia yang lebih utuh. Nilai itu adalah nilai yang menbantu orang dapat lebih

baik hidup bersama orang lain dan dunianya untuk menuju kesempurnaan seperti

yang diinginkan oleh Yang Ilahi. Dengan demikian menjadi jelas bahwa budi

pekerti diperlukan bahkan diharuskan ada dalam kerangka tujuan hidup manusia.

Dalam penanaman nilai moralitas tersebut unsur kognitif (pikiran, pengetahuan,

kesadaran) dan unsur afektif (perasaan) perlu mendapat tempat.

Page 48: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

25

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dimaksudkan adalah penentuan wilayah yang akan

dipergunakan dalam penelitian. Adapun penentuan wilayah dalam penelitian ini

adalah mengambil lokasi di wilayah Kota Surakarta. Dipilihnya lokasi tersebut

sebagai lokasi penelitian berdasarkan atas pertimbangan Kota Surakarta

merupakan lokasi tempat naskah Serat Margawirya ditulis dan tersimpan hingga

sekarang, baik ditinjau dari banyaknya pertumbuhan masyarakat reproduktif,

ataupun sarana-sarana tempat penyimpanan naskah- naskah kuna seperti Sana

Pustaka Keraton Surakarta, Radya Pustaka, dan Reksa Pustaka Istana

Mangkunegaran. Dengan adanya sarana dan prasarana yang telah disebutkan ,

maka presentase publik selaku pembaca karya sastra khususnya tembang macapat

lebih besar. Dengan alasan inilah maka penulis menentukan lokasi penelitiannya

di Kota Surakarta.

B. Jenis dan Bentuk Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian kali ini adalah penelitian

sastra. Jenis penelitian sastra adalah usaha pencarian pengetahuan dan pemberi

maknaan dengan hati-hati dan kritis secara terus menerus terhadap masalah sastra.

Dalam pengertian ini, penelitian sastra merupakan suatu disiplin ilmu yang

25

Page 49: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

26

mempunyai objek kajian yang jelas, mempunyai pendekatan dan metode yang

jelas. Penelitian sastra pada dasarnya sama dengan kritik sastra, yang

membedakan adalah jangkauannya ( Atar Semi, 1993 : 18)

Penelitian sastra sering kali bercorak eksplorasi dan operasi seperti

mencari teks naskah kuna dan melakukan telaah teks. Sebagai suatu kegiatan

ilmiah penelitian sastra harus dilakukan dengan dukungan teori dan prinsip

keilmuan yang lebih mendalam. Penelitian sastar dapat dipandang sebagai suatu

disiplin ilmu yang seintifik. Karena mempunyai objek yang jelas, memiliki

pendekatan, metode dan kerangka teori.

Penelitian sastra menyangkut penelitian tentang manusia pengarang,

pembaca dan karya sastra yang selalu berkaitan dengan alam pikiran manusia dan

kuatifitas manusia dan seni. Jadi penelitian sastra sangat erat denagn karya yang

dihasilkan oleh manusia yang menjadi media penuang ide dan gagasan pikirannya.

Penelitian sastra merupakan penelitian kualitatif dimana kualitatif

memusatkan perhatian pada deskripsi. Data yang dikumpulkan berupa kata-kata

dalam kalimat atau jumlah. Riset kualitatif cenderung menggunakan anlisis

induktik dan riset kualitatif menganggap makna sebagai perhatian utama.

Dalam usaha untuk mendapatkan data perlu diadakan studi kepustakaan

dengan tujuan memperoleh data dan informasi sebanyak-banyaknya khususnya

yang sesuai dengan objek kajian.

Penelitian kualitatif merupakan sejumlah prosedur kegiatan ilmiah yang

dapat digunakan untuk memecahkan masalah sesuai dengan sudut pandang dan

pendekatan yang dilakukan oleh peneliti ( Aminudin, 1990 : 1)

Page 50: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

27

Bentuk penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang berusaha

mendeskripsikan dan memberikan gambaran tentang karya sastra yang diteliti,

dalam hal ini adalah Serat Margawirya. Dalam hal ini peneliti menekankan

catatan yang menggambarkan situasi sebenarnya, guna mendukung penyajian

data (H.B Sutopo, 2002 :35)

C. Sumber Data dan Data

Sumber Data :

a. Sumber data Primer

Sumber data yang dipergunakan untuk penelitian adalah edisi teks Serat

Margawirya, karya Faiz mahasiswa Sastra Daerah Universitas Sebelas Maret

tahun 1986. ( Karya skripsi ).

Keterangan tambahan : Serat Margawirya masuk kedalam kelompok

piwulang. Serat ini dikarang oleh RMH. Jayadiningrat I, tetapi apabila pembaca

mencari mengenai nama pengarang maka secara langsung tidak akan diketemukan

nama beliau, namun pembaca akan menemukan nama RM.Bagus Luhur yang

diperintah menyalin oleh BGRay. Kusumadiningrat yang mana beliau adalah adik

dari PB V.

b. Sumber data Sekunder

Sumber data yang dipergunakan adalah buku-buku referensiyang relevan

untuk acuan, yang berupa buku-buku teori .

Data :

Page 51: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

28

a. Data Primer

Data primer merupakan data pokok, yang berupa ajaran budi pekerti

dalam teks Serat Margawirya, mengacu oleh Faiz, mahasiswa Sastra Daerah

Universitas Sebelas Maret, dalam Skripsinya yang berjudul “ Tinjauan Filologis

Serat Margawirya” pada tahun 1986.

b. Data Sekunder

Data yang berupa keterangan dari buku-buku referensi yang dapat

menunjang penelitian ini.

D. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan beberapa teknik

yaitu sebagai berikut :

1. Teknik Analisis Isi (Content Analysis)

Salah satu teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan

mencatat dokumen. Disebut sebagai content analysis, yang dimaksudkan bahwa

peneliti bukan hanya sekedar mencatat isi penting yang tersurat dalam dokumen

atau arsip, tetapi juga tentang maknanya yang tersirat (H. B. Sutopo, 2002: 70).

Teknik content analysis ini sering juga disebut dengan kajian isi. Holsti (1999)

memberikan definisi, kajian isi adalah teknik apapun yang digunakan untuk

menarik kesimpulan melalui usaha menemukan karakteristik pesan, dan dilakukan

secara objektif dan sistematis (Lexy J. Moleong, 2007: 163). Teknik analisis ini

dilakukan dengan berpegang pada teori-teori yang berkaitan, yaitu kajian

struktural, pendekatan sosiologi sastra dan pendekatan moral.

2. Teknik Kepustakaan ( Library Reseach )

Page 52: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

29

Pengumpulan data dalam penelitian ini juga menggunakan teknik study

pustaka (library reseach), yaitu mengumpulkan data-data dengan bantuan pustaka

yang meliputi naskah, buku-buku, skripsi, dan media massa. Study pustaka ini

dimaksudkan untuk memperoleh data-data yang menunjang penelitian. Penelitian

perpustakaan bertujuan untuk mengumpulkan data dan informasi dengan bantuan

macam-macam material yang terdapat di ruang perpustakaan, misalnya berupa

buku-buku, majalah, naskah-naskah, catatan, kisah sejarah, dokumen-dokumen

dan lain-lain. Pada hakekatnya, data yang diperoleh dengan jalan penelitian

perpustakaan tersebut dijadikan pondasi dasar dan alat utama bagi praktek

penelitian di tengah lapangan ( Kartini Kartono, 1996 :33). Dasar dari teknik

kepustakaan ini untuk memudahkan di dalam penelitian ini serta menjadi teknik

terpenting di dalam, mengupas isi dari penelitian ini.

E. Teknik Analisis Data

Data-data yang dibutuhkan setalah terkumpul dengan lengkap, langkah

berikutnya adalah menganalisis data. Pada tahap ini data yang akan dimanfaatkan

sedemikian rupa agar berhasil menyimpulkan kebenaran yang dapat digunakan

untuk menjawab permasalahan-permasalahan dalam penelitian.

Dengan data yang dikumpulkan oleh penulis yaitu berupa tanggapan atau

resepsi sastra dari masyarakat maka untuk menganalisa data-data tersebut penulis

menggunakan analisis kualitatif interaktif. Ada tiga komponen pokok yang

terdapat dalam model analisis interaktif antara lain :

1. Data reduction ( Reduksi Data)

Page 53: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

30

Merupakan sajian dari analisis yang mempertegas, memperoleh,

memperpendek membuat fokus, membuang hal-hal yang penting dan mengatur

data sedemikian rupa sehingga kesimpulan akhir dapat dilaksanakan.

2. Data Display (Sajian Data)

Merupakan suatu rakitan organisasi informasi yang memungkinkan riset

dapat dilaksanakan. Dengan melihat suatu penyajian data, peneliti akan mengerti

apa yang terjadi dan memungkinkan untuk mengerjakan suatu analisis dan

tindakan lain berdasarkan pada penelitian tersebut.

3. Conclution Drawing (Kesimpulan)

Kesimpulan yang ditarik dari semua hal yang terdapat dalam data

reduction dan data display. Pada dasarnya makna data harus diuji validitasnya

supaya kesimpulan yang diambil lebih kokoh (H.B Sutopo 2002 :96).

Proses analisis yang dilakukan yaitu dengan cara mereduksi data yang

telah terkumpul, artinya menyederhanakan atau membuang hal-hal yang tidak

relevan kemudian mengadakan penyajian data sehingga memungkinkan untuk

ditarik suatu kesimpulan. Apabila kesimpulan yang ditarik dirasa kurang mantap

karena datanya masih kurang, dengan demikian peneliti dapat mengumpulkan

data kembali di lapangan. Setelah data terkumpul dengan lengkap diadakan lagi

penyajian data yang tersusun secara sistematis, sehingga dapat ditarik suatu

kesimpulan akhir.

Adapun skema dari analisi interaktif data tersebut dapat digambarkan

sebagai berikut :

Page 54: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

31

Gb. Model Analisis Interaktif

(H. B. Sutopo, 2002: 96)

Pengumpul

an data

Reduksi

data Sajian data

Penarikan

simpulan/

verifikasi

Page 55: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

32

BAB IV

PEMBAHASAN

A. Nilai Estetika Serat Margawirya

Karya sastra merupakan salinan struktur sastra yang berhubungan dengan

kehidupan manusia, sehingga karya sastra dapat dikomunikasikan kepada para

pembaca. Dengan struktur yang melekat karya sastra tidak hanya sekedar bacaan,

melainkan obyek yang menarik bagi peneliti sastra maupun peneliti lain yang

berhubungan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan keberadapan, etika filsafat

maupun agama.

Suatu karya sastra yang baik terkandung di dalamnya sebuah gagasan-

gagasan tentang kebenaran, keindahan dan kebaikan yang mempengaruhi tingkah

laku dalam kehidupan sehari-hari, tingkah laku yang menunjukkan kesederhanaan

tetapi berbudi luhur. Karya sastra merupakan hasil kreatifitas dari pengarang yang

hidupnya terpolakan oleh situasi dan kondisi sosial masyarakat, karena itu sastra

senantiasa dinamis, bergerak seiring dengan perkembangan situasi dan kondisi

suatu masyarakat, bahwa saat yang paling relevan sehubungan dengan kebudayaan

jawa adalah saat budaya itu tercipta, maka hal inipun berlaku pula terhadap naskah

Serat Margawirya sebagai salah satu bentuk arsip budaya.

Untuk memahami sebuah karya sastra terlebih dahulu kita harus mengetahui

struktur yang membangun suatu karya sastra itu sendiri sehingga kita dapat berpijak

32

Page 56: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

33

dari struktural yang merupakan tahap awal dalam penelitian suatu karya sastra

untuk lebih jauh dapat mengkaji makna yang terkandung didalamnya.

Penelitian karya sastra adalah untuk mengetahui dan memahami makna dari

suatu karya sastra yang diteliti. Pemahaman tersebut dimaksudkan untuk mencari

wawasan yang mengilhami penciptaan karya sastra, karena karya sastra juga berisi

pemikiran dan kreatifitas pengarang terhadap kehidupan. (Sapardi Djoko Damono,

2000 : 28).

Serat Margawirya adalah salah satu bentuk karya sastra yang menurut

peneliti adalah tercipta dari situasi dan kondisi masyarakat di lingkungan Keraton.

Seperti yang tertulis dalam pupuh Dhandhanggula bait 13 & bait 27.

Kutipan :

Pama surya jenenging narpati/ wadya kuswa dhukul aneng wana/

kataman surya yektine/ mangkana ing umulun/ ngulatana surating

rawi/ aywa enak neng wisma/ pratistha kang aub/ dadya tan kataman

arja/ pasewakan pedhedhean para mantri/ weh marganing kawruhan

// (Dhandhanggula, 13 ).

Terjemahan :

Perumpamaan raja adalah matahari, bala tentara bermacam-macam

rumput di hutan terkena sinar matahari. Demikian pula mengabdi,

carilah matahari, jangan hanya berdiam di rumah saja, bertempat

tinggal di tempat yang teduh, sehingga tidak terkena sinar matahari.

Pertemuan dan persidangan para mantri, memberikan jalan

pengetahuan.

Kutipan :

Yen sewaka ngayunane Gusti/ aywa kuled basa wewangsalan/ karya

ringa tyas liyane/ antuk renguning ulun/ pan wus kocap sajroning

sruti/ ywa lila basa lambang/ balileng umulun/ wangsalan kinarya

Page 57: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

34

lambang/ kekejepan bebisikan padha ugi/ nglilipi pasewakan //

Dhandhanggula, 27)

Terjemahan :

Jika menghadap pada tuannya (Raja), jangan sering berbicara dengan

bahasa wangsalan, karena membuat curiga hati orang lain, serta akan

menimbulkan amarah raja, sudah dimuat dalam sruti tidak

diperkenankan berbahasa lambang, seperti memejam-mejamkan mata,

berbisik-bisik, hal itu mendurhakai di dalam mengabdi dan merusak

pemandangan dalam pertemuan.

1. Lapis Bunyi

Bunyi mengandung aspek tinggi–rendah atau nada, panjang-pendek dan

lemah-kuat. Pemakaian unsur bunyi lebih intensif digunakan dalam seni musik

namun dalam seni sastra bunyi juga menjadi salah satu unsur pembangun begitu

pula sastrawan Jawa.

RMH Jayadinigrat I sebagai pencipta SM menggunakan satu bentuk

konvensi sastra yang sama dalam satu struktur karya sastra yaitu puisi terikat.

Disebut puisi terikat karena bentuk puisi mengikuti suatu konvensi atau matra

tertentu termasuk konvensi atau matra yang ada di dalam karya sastra Jawa

klasik. Pada umumnya sastrawan Jawa klasik menggunakan puisi terikat sebagai

alat ekspresinya.

Bentuk puisi terikat, konvensi atau matra yang digunakan dalam SM

adalah konvensi tembang macapat, seperti karya sastra zaman Surakarta pada

umumnya. Sebagai bentuk tembang macapat, karya sastra ini terikat oleh konvensi

tembang secara umum. Konvensi atau aturan tersebut meliputi aturan fisik yang

terdiri : (a) guru gatra, yakni banyaknya gatra „gatra‟ alam satu pada „bait‟, (b)

Page 58: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

35

guru wilangan, yakni banyaknya wanda „suku kata‟ dalam satu pada „bait‟, (c)

guru lagu, yakni ketentuan bunyi vokal pada suku kata terakhir tiap baris. Selain itu

terdapat konvensi atau aturan yaitu, tiap matra memiliki fungsi pemakaian yang

berbeda. Hal ini berhubungan dengan watak masing-masing matra.

Aturan matra dalam tembang macapat, terutama dalam guru lagu,

menunjukkan pentingnya unsur bunyi pada tembang. Dengan kata lain, lapis bunyi

di dalam tembang macapat termuat dalam konvensi guru lagu. Selain guru lagu

adanya asonansi, aliterasi, efoni dan kakofoni juga ikut mempengaruhi dan

menunjang di dalam lapis bunyi.

Secara keseluruhan SM menampilkan 221 bait tembang macapat yang terbagi

di dalam 4 pupuh dan terdapat 4 metrum pula yang digunakan di dalam SM. Ke

empat metrum tersebut adalah Dhangdhanggula, Sinom, Megatruh dan Kinanthi.

Dalam menganalisa lapis bunyi ini akan menampilkan 4 bait sebagai contoh pada

setiap pupuhnya.

a. Pupuh I , Matra Dhangdhanggula bait 40

Pupuh pertama, yakni matra Dhangdhanggula mempunyai 10 baris atau gatra

dalam setiap baitnya. Sedangkan guru wilangan dan guru lagunya sebagai berikut

: 10i, 10a, 8e, 7u, 9i, 7a, 6u, 8a, 12i, 7a. Bait 40 akan dianalisis dalam pupuh ini

menampilkan tembang sebagai berikut :

Kutipan :

Tur tan nyata dhawuhing sang aji / iku aran tingkah ngumandaka /

tur dudu yektine bantheng / suka mulat wong gugup / aglis antuk

arta myang rukmi / iku dudu lelakyan / engeta ing kalbu / iku

nyenyures darajat / marang wahyu akuru angenggik-enggik /

Page 59: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

36

darajate sakarat //

Terjemahan :

Padahal sesungguhnya bukan perintah raja, Demikian yang dimaksud

tingkah ngumandaka, padahal bukan banteng sungguhan, senang melihat

orang lain kacau, tergesa-gesa untuk memperolah emas permata. Itu

suatu tindakan yang tidak terpuji, ingatlah hal itu mematikan derajat,

badannya menjadi kurus kering.

Baris pertama, Tur tan nyata dhawuhing sang aji, terdapat asonansi a, i dan

u serta aliterasi h, n dan t. baris kedua, iku aran tingkah ngumandaka terdapat

asonansi a, i dan u, serta aliterasi k dan n. Baris ketiga, tur dudu yektine bantheng,

berasonansikan e dan u, beraliterasi t dan n. Baris keempat, suka mulat wong gugup,

berasonansi a dan u memiliki aliterasi 9. Baris kelima, asonansinya a,u, dan i dan

beraliterasi g, m, r, dan t dari aglis antuk arta myang rukmi. Baris keenam, iku

dudu lelakyan, berasonansi a dan u, beraliterasi d, l, dan k. Baris ketujuh, engeta

ing kalbu, berasonansi a dan e, beraiterasi n dan g. Baris kedelapan iku nyenyures

darajat memiliki asonansi e dan a, beraliterasi n, r dan y. Baris kesembilan marang

wahyu akuru angenggik- enggik, berasonansi a, u, dan I, beraliterasi k, n dan g.

Baris kesepuluh darajate sakarat berasonansi a, beraliterasi r dan t.

b. Pupuh II, Matra Sinom

Pupuh II dengan tembang sinom terdapat 9 baris pada baitnya. Tembang ini

mempunyai guru wilangan dan guru lagu 8a, 8i, 8a, 8i, 7i, 8u,7a, 8i, 12a, pada bait

10 berbunyi :

Page 60: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

37

Kutipan :

Unggah-unggah ana gyannya / pratistha tan lyan ing puri / prajurit

pamardinira / ngyayah angreneng sireki / panggah aneng sireki / Manawa

ana kang luput / aja dereng deduka / salagyannya rebut pati / mene-mene

tuturen enget tan kena //

Terjemahan

:

Sopan santun ada tempatnya, tempatnya tidak lain di dalam puri, prajurit

dididik jangan sembarangan menyuruh (memerintah), jika ada yang salah

jangan terlalu dimarahi, berperang berebut pati (saling membunuh), besuk

lagi memberitahulah dan ingatlah.

Pupuh II baris pertama, unggah-ungguh ana gyannya, berasonansi a dan u,

beralitearsi n dan g. Baris kedua, pratistha tan lyan ing puri, berasonansi a dan i,

beraliterasi n, g, dan p. Ingyayah angreneng sireki, pada baris ketiga, berasonansi

a, e dan i, beraliterasikan n, g, y dan p. Baris keempat panggah aneng sireki

memiliki asonansi a dan i, memiliki aliterasi n dan g. Baris kelima manawa ana

kang luput, berasonansi a dan u, beraliterasi n aja dereng deduka, pada baris

keenam ini, berasonansi a dan e, beraliterasi d. Baris ketujuh, salagyannya rebut

pati, berasonansi a dan beraliterasi n, y, dan t. Baris kedelapan, mene-mene tuturen

enget tan kena, berasonansi e, a dan u, serta beraliterasi n dan t.

c. Pupuh III, Matra Megatruh

Tembang Megatruh terdiri dari 5 baris atau gatra dalam tiap baitnya 12u,

8i,, 8u, 8o sebagai guru wilangan dan guru lagunya. Bunyi pupuh Megatruh bait

ke 41 adalah sebagai berikut :

Page 61: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

38

Kutipan :

Kanjeng nabi parentah mundhut pang kayu / wreksa ngadeg wus den

ambil / kayu cukilan turipun / kula dede wreksa yekti / dika tingali wak

ingong //

Terjemahan :

Kanjeng nabi memerintah mengambil kayu, batang yang berdiri sudah

diambil, benalu berkata “saya bukan batang sesungguhnya. Lihatlah

badanku.

Pupuh III Megatruh baris pertama, kanjeng nabi parentah mundhut pang

kayu, berasonansi a dan u, serta beraliterasi n dan t. Baris kedua, wreksa ngadeg den

ambil, memiliki asonansi a dan e, serta memiliki aliterasi d, n dan g. Baris ketiga,

kayu cukilan turipun, berasonansi i, a dan u, beraliterasi y, kula dede wreksa yekti,

pada baris kelima ini memiliki asonansi e dan a, dan dileterasi adalah d dan k.

Baris terakhir, dika tingali wak ingong memiliki asonansi a dan I, beraliterasi n,g,

dan k.

d. Pupuh IV Kinanthi

Pupuh IV ini adalah tembang Kinanthi, dalam setiap baitnya terdapat 6

baris atau gatra. Aturan guru lagu dan guru wilangannnya adalah sebagai berikut

8u, 8i, 8a, 8i, 8a, 8i, pada bait ke sepuluh berbunyi :

Kutipan :

Tilamupih tunggalipun / amung kaote sekedhik / mangsa dipun wastanana /

yen punika tilamsari / jer katingal ing supena / tangkis kiwa tilamsari //

Terjemahan :

Tilam upih jenisnya, hanya berbeda sediki, masa itu disebut tilamsari,

lagipula kan hanya dalam mimpi, tilamsari sebagai penangkal kiri.

Page 62: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

39

Asonansi pada baris pertama adalah a, i dan u, dengan aliterasi t, l, n dan g,

tilamupih tunggalipun. Baris kedua, berasonansikan a dan beraliterasikan k, among

kaote sakedhik. Baris ketiga mangsa dipun wastanana, berasonansi a dan

beraliterasikan n. Baris kelima, jer katingal ing supena berasonansi a, i dan e, dan

beraliterasi n. Baris terakhir tangkis kiwa tilamsari memiliki asonansi a dan i dan

beraliterasi t.

2. Lapis Arti

Arti sebuah karya sastra dibangun melalui arti kata, gabungan kata, dan

susunan kalimat. Sedangkan untuk mempertajam arti seringkali digunakan gaya

bahasa. Lapis arti dalam SM selain didukung oleh arti setiap kata juga diperkuat

dengan beberapa sarana, yakni padan kata, penambahan dan pengurangan unsur

kalimat, serta pepindhan „perumpamaan‟. Tanda yang dianalisis adalah hanya tanda

yang bersifat istimewa, ialah tanda-tanda yang mendukung keutuhan makna teks

karya sastra dan sekaligus harus diinteprestasikan untuk ditangkap maknanya. Arti

kata yang umum akan lebih banyak diterapkan dalam terjemahan teks.

Khusus puisi Jawa macapat, arti juga dibangun melalui matra karena dalam

konvensi macapat setiap matra memiliki watak yang berbeda dan khusus dari

matra lainnya. Selain itu SM merupakan karya sastra tentang ajaran, sehingga arti

setiap kata serasa gamblang tertuang dengan jelas.

Page 63: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

40

a. Padan Kata

Padan kata adalah dua kata atau lebih yang mewakili konsep yang sama.

Pengarang mempergunakan padan kata untuk mengungkapkan arti yang sama.

Dalam SM ini beberapa padan kata yang sering ditemui, yaitu seperti :

Gusti pada ( Pupuh I bait 9 baris 5 ) divariasikan dengan kata Narpati pada

( Pupuh I bait 13 baris 1 ), Ratunira ( Pupuh I bait 36 baris 2), Sang Aji ( Pupuh I

bait 40 baris 2 ). Jeng Sri Naranata pada ( Pupuh I bait 50 baris 6 ). Jeng Sri

Narapati pada ( Pupuh I bait 52 baris 3 ). Kesemuanya itu mengandung arti yang

sama yaitu Raja.

Manungsa pada ( Pupuh I bait 8 baris ke 2 ) divariasikan dengan kata Wong

pada ( Pupuh I bait 8 baris ke 9 ). Kaki pada ( Pupuh I bait 15 baris ke 1 ) dan

Janma pada ( Pupuh II bait 18 baris ke 1 ) yang kesemuanya itu berarti Manusia.

Pawestri pada ( Pupuh I bait 31 baris ke 5 ) divariasikan dengan kata Estri

pada ( Pupuh I bait 21 baris ke 5 ). Artestri pada ( Pupuh I bait 32 baris 1 ), Wanita

pada ( Pupuh IV bait 44 baris 5 ) yang kesemuanya itu berarti wanita atau

perempuaan, Padan kata tersebut digunakan selain sebagai variasi penyebutan juga

untuk menempati konvensi guru wilangan dan guru lagu.

b. Tembung Garba

Tembung Garba adalah gabungan dua kata dimana kata pertama berakhir

vokal terbuka dan kata kedua berawal dengan vokal sehingga menimbulkan bunyi

Page 64: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

41

baru atau sandi (Antonsuhana, 1993: 45). Beberapa tembung garba yang dapat

dijumpai dalam SM antara lain :

Pada Pupuh I bait 4 baris 8

Tekeng → teka + ing

Pada Pupuh I bait 7 baris 1

Sireng → sira + ing

Pada Pupuh I bait 13 baris 2

Aneng → ana + ing

Pada Pupuh II bait 1 baris 1

Keneng → kena + ing

Pada Pupuh II bait 1 baris 8

Busaneng → busana + ing

Pada Pupuh II bait 8 baris 9

Mring → mara + ing

Pada Pupuh II bait 9 baris 8

Murbeng → murba + ing

Pada Pupuh III bait 55 baris I

Dregameng → dregama + ing

Pada Pupuh IV bait 5 baris 3

Saking → saka + ing

Pada Pupuh IV bait 29 baris 2

Awismeng → a + wisma + ing

Page 65: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

42

Tembung garba ini digunakan untuk memenuhi konvensi guru wilangan.

Jadi fungsinya untuk mengurangi jumlah suku kata apabila dalam masing-masing

baris kelebihan suku kata, walaupun tidak menutup kemungkinan terhadap adanya

pertimbangan-pertimbangan lain dari pengarang, seperti kelancaran bunyi.

c. Tembung wancahan

Tembung wancahan juga biasa disebut tembung plutan, adalah kata yang

disingkat (Padmosoekotjo 37). Dalam SM penyingkatan kata dilakukan dengan cara

menghilangkan satu suku kata di depan, penghilangan satu suku kata terakhir, dan

dengan penghapusan bunyi vokal pada satu suku kata tertentu.

1. Penghilangan satu suku kata didepan, misalnya dijumpai kata-kata :

Pupuh I bait 2 baris 1

Jeng → kangjeng

Pupuh I bait 11 baris 3

Glis → aglis

Pupuh I bait 11 baris 7

Nak → anak

Pupuh I bait 13 baris 1

Pama → umpama

Pupuh II bait 1 baris 1

Wong → uwong

Pupuh II bait 2 baris 2

Page 66: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

43

Ping → kaping

Pupuh II bait 2 baris 2

Kang → ingkang

Pupuh II bait 31 baris 2

Keh → akeh

Pupuh III bait 16 baris 2

Wruh → weruh

Pupuh III bait 17 baris 3

Tan → datan

Pupuh III bait 28 baris 1

Sring → asring

Pupuh IV bait 4 baris 5

Sun → ingsun

Pupuh IV bait 33 baris 4

Ywa → aywa

Pupuh IV bait 34i baris 4

Woh → uwoh

2. Penghilangan bunyi vokal pada suku kata awal, antara lain :

Pupuh I bait 21 baris 2

Jro → dari kata Jero

Pupuh III bait 2 baris 1

Krana → dari kata karana

Page 67: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

44

Pupuh II bait 9 baris 6

Prang → dari kata perang

d. Pepindhan

Pepindhan adalah gaya bahasa perbandingan atau persamaan, yang

berguna untuk mempertimbangkan arti atau penggambaran. Dalam SM ini

pengarang yakni RMH Jayadingrat I menggunakan pepindhan ditandai dengan

kata pama. Kalimat yang menunjukkan gaya bahasa tersebut dapat diihat pada :

Pupuh I bait 13 baris 1 :

Pama Surya jenenging narpati (perumpamaan raja adalah matahari).

Pupuh I bait 39 baris 2 :

Pama kidang amindha andaka (perumpamaan adalah kijang yang menyerupai andaka

(banteng)

Pupuh III bait 46 baris 1 :

Yen manungsa pama cukilan myang pecuk (jika manusia menyerupai atau seperti

buruk pecuk dan benalu)

e. Citra Dengaran / Pendengaran

Citra dengaran ialah suatu benda yang dapat memberi gambaran pada indra

pendengaran (Rahmat Djoko Pradopo, 1987:82).Guna dari indra pendengaran ini bagi

pembaca atau pendengar ialah untuk menangkap situasi dan makna dengan kesan

yang muncul pada indra pendengarandari sutu teks.

Page 68: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

45

Kata gereng-gereng lir ditya kabranan pada baris ke 46 bait ke 2 pupuh I.

Misal mampu memberi citra dengaran suara gaduh atau teriakan yang keluar dari

dalam mulut seseorang yang mana berirama stabil dan keras sehingga mengeluarkan

bunyi yang ramai seperti teriakan ( lebih ke merasakan hal yang menyakitkan).

f. Citra lihat atau penglihatan

Citra lihat atau penglihatan adalah suatu tanda yang dapat memberi kesan

atau gambaran pada indera penglihatan (Rahmat Djoko Pradopo, 1987 : 81). Di

pupuh I bait 30 baris 1 – 4.

Akekampuh anggering praja di / apaningset adat kang kalampah / astana

mangsane gawe / badhongan watakipun…………….… yang member citra liatan

bahwa sanya untuk menghadap atasan atau raja di dalam lingkungan kerajaan

harus menggunakan pakaian yang sesuai seperti kampuh atau dodot, dan

badhong / penutup kepala ).

Kalimat…………… suka mulat wong gugup / aglis antuk arta myang

rukmi/………… pada pupuh I bait 40 baris 3 dan 4 mencerminkan citra liatan

terhadap orang yang tergesa-gesa atau terburu-buru dalam mengejar harta dan

kekayaan, saking terburu-burunya sehingga tidak memperhatikan keadaan di

sekelilingnya.

Kalimat…………. terkadhang kondhe kang besus / gelung tali siladan /

cundhuk jungkat mung secuwil ……….. terdapat pada Pupuh II bait 20 baris 6 – 8

dapat member citra liat terhadap gaya keindahan berbusana tempo dulu, rambut

Page 69: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

46

panjang disanggul rapi, apabila kaum lelaki memakai kain pengikat rambut dan

apabila perempuan menggunakan „cundhuk jungkat‟ seperti asesoris rambut yang

berfungsi untuk menahan dan merapikan rambut bagian depan, betapa cantik

dan tampannya gaya orang-orang berdandan tempo dulu.

g. Allegori

Allegori adalah cerita kiasan ataupun lukisan (Rahmat Djoko Pradopo :

2000 :71). Suatu kiasan bila disusun dengan baik bisa memberi keterangan yang

lebih terhadap suatu teks, juga membantu pembaca atau pendengar dalam

menghayati peristiwa yang diungkapkan oleh teks.

Pupuh bait 49 mengandung allegori pada penggambaran segala bentuk

ajaran yang terdapat didalam naskah teks Margawirya untuk kebaikan hidup manusia

bagi yang menghendaki untuk mempelajarinya.

h. Candrasengkala

Candrasengkala ialah suatu sistem penanggalan yang menggunakan kata atau

gambar sebagai simbolnya. Pupuh I bait 1 menuliskan candrasengkala : katrima

kumbul sama dyaning nagri.

Candrasengkala itu berarti menunjukkan tahun 1803 jawa sama dengan 1874

Masehi. Pada naskah SM sebelum dituliskan tahunnya juga terlebih dahulu

bertuliskan hari, tanggal, bulan, musim, wuku, dan tahun perhitungan jawa yaitu

sebagai berikut :

Page 70: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

47

Panitranya ri Respati Manis / lek dwi dasa juga kang candrama / rejeb

katiga mangsane / Galungan punang wuku / nuju warsa alip marengi / windu adi

pernila / antuk sapta tengsu………… yang berarti penulisannya pada hari Kamis

legi tanggal 21 bulan Rajab musimnya katiga wuku galungan, tahun Alip

bertepatan dengan windu Adi pernila (perhitungan tahun Jawa) atau pada tahun

1874. Pada candra sengkala yang terdapat di dalam naskah SM sangat mudah

diketemukan oleh peneliti, oleh karena candrasengkala atau sengkalen tahunnya

terletak di bait dan pupuh terdepan.

i. Kata Ganti Petunjuk

Kata ganti petunjuk adalah kata yang menggantikan dari kata atau

maksud tertentu tanpa mengurangi makna atau maksud dari kata-kata tersebut.

Candrasengkala “katrima kumbul samadyaning nagri” menunjukkan kepada

kejadian dituliskannya SM. Di pupuh II bait 6 baris 7 kata mangsane „musim(nya)‟

yang berekwivalen dengan bermacam-macam jenis musim yang ada di tanah jawa,

yang sesuai dengan karakter dan jenis tanaman atau bibit yang akan ditanam,

yang pada saat itu musim berfungsi sebagai perhitungan di dalam menanam

berbagai jenis tanaman untuk kepentingan keraton.

3. Lapis Norma (Objek, Latar, Pelaku)

a. Objek

Dilihat dari unsur-unsurnya, SM adalah karya sastra wulang tentang ajaran

budi pekerti yang tercermin di dalam kehidupan bermasyarakat pada waktu itu ( pada

Page 71: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

48

saat naskah ditulis). Ajaran budi pekerti yang terdapat di dalam SM semata-mata

memang diperuntukan untuk para siswa yang ingin benar-benar belajar mengenai

budi pekerti yang sangat bermanfaat bagi kehidupannya kelak. Objek yang

dikemukakan adalah mengenai ajaran yang berisikan nilai-nilai luhur yang harus

diterapkan oleh orang-orang dan ada pula hal-hal yang harus dihindari serta disikapi

secar biasa-biasa saja.

Ajaran terebut sering kali disebut gemi - nastiti - ngati ati. Gemi berarti

hemat atau tidak boros, nastiti berarti selalu memperhitungkan segala tingkah laku

dengan baik dan teliti, ngati-ati berarti selalu berhati-hati. Seperti yang disebutkan

dalam Pupuh I bait 38, sebagai berikut :

Kutipan :

Iku kang ingaran ngati-ati/ iku prayogane ponang clarat/ yen manungsa

panulade/ tan mawa unggah-ungguh/ yen mandhega kurang prayogi/ cupet

piandelira/ yen tan unggah-ungguh/ prayitna aywa tininggal/ tri prakara

ingaran gemi nastiti/ ngati-ati lirira //

Terjemahan :

Itulah namanya berhati-hati, jika manusia menirunya,dengan cara

memperhatikan tata krama saja, kurang baik kurang percaya diri, jika tanpa tata

krama, waspadalah jangan meninggalkan tiga hal, yaitu gemi nastiti dan ngati-

ati.

b. Latar

Pemahaman terhadap struktur cerita latar mendapat prioritas pertama untuk

mengetahui keragaman cerita tersebut. Dalam hubungannya dengan SM diduga

Page 72: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

49

menunjukan hubungan kesatuan struktur di dalamnya, dengan latar belakang yang

melahirkan cerita inilah yang menjadi latar belakang sosial pengarang.

Latar adalah lingkungan yang melingkupi terjadinya sebuah peristiwa. Latar

atau setting dapat berarti tempat tertentu, daerah tertentu, orang-orang tertentu dengan

watak-watak tertentu yang merupakan akibat dari situasi lingkungan atau jamannya.

Cara hidup tertentu dan cara berpikir tertentu ( Jacob & Saini ;1986 :76).

Aspek latar atau setting meliputi aspek ruang dan waktu, terjadinya peristiwa-

peristiwa. Ruang adalah tempat atau lokasi peristiwa-periatiwa yang diamati baik

yang eksteren maupun interen. Waktu dapat dijelaskan dalam cerita, yaitu seorang

pencerita akan memberikan jaman yang terjadi dalam peristiwa-peristiwa yang

disajikan biasanya secara jelas tertulis atau secara tersirat secara panjang lebar.

Aspek latar dalam SM ditempatkan pada zaman pemerintahan Ingkang

Sinuhun Kanjeng Susuhanan ke V sebelum beliau menjabat menjadi raja sekitar

tahun 1820-1823 M . Dalam bait-bait SM aspek latarnya kebetulan tersaji atau

disajikan oleh pengarang secara jelas tertulis dalam bait-bait pada setiap Pupuhnya.

Adapun bait-bait yang menunjukan latar waktu dan latar tempat terjadinya cerita

dalam SM ini adalah pada Pupuh I bait 47, Pupuh II bait 44 dan 48, Pupuh I bait 4

dalam kutipannya sebagai berikut :

Kutipan :

Pasewakan yen ana panari/ gunem rembag kang sareh saurnya/ agantia

pangarsane/ yogya ulunanipun/ nyaulani umatur dhingin/ yen wus kaprenah

sira/ den trampil umatur/ watona lawan anggeran/ lawan sastra ing kadis

kalawan misil/ aywa matur angawang //

Page 73: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

50

Terjemahan :

Dalam persidangan berbicaralah yang baik, dalam menyahut bersabarlah, setelah

dipersilahkan oleh pemimpin untuk menyahuti, berbicaralah dengan terampil,

pakailah dasar aturan yang tertulis atau berdasar khadis dan perumpamaan, dan

janganlah berbicara tanpa dasar.

Kutipan :

Yen sira kongsi mangkana/ binuwang marang wana dri / Lemahbang alas

Lodhaya/ anuli binadhog aglis/ datan kalap semenir/ yen ngayah ngalas

Pringtutul/ yekti kinrubut setan/ dhadhung awuk kobra prapti/ nyokot gulu

amenthungi endhas muncrat //

Terjemahan :

Kalau engkau berbuat demikian,akan dibuang di hutan belantara, tanah angker

hutan Lodhaya dimakan setan hingga tak tersisa, jika dibuang di tengah hutan

Pringtutul, pasti akan dikeroyok setan, Dhadhungawuk segera datang menggigit

leher memukul kepala hingga tersembur darahya//

Kutipan :

Tapane wong neng jro praja/ paseban tapanireki/ sasat wukir guwa-guwa/

tapane kalamun ratri/ aja pegat semadi/ pepuja kang murweng tutuh/ aja

kaselan meda/ langen geng kang memedani/ wong anjodhi lan wong sengseming

wanita //

Terjemahan :

Tempat bertapanya orang di dalam kerajaan adalah ketika ia duduk menghadap

(raja), seolah-olah berda di dalam gunung dan gua-gua, di malam hari tapanya

dengan semedi tidak henti-henti memuja kepada yang Maha Kuasa, dan jangan

sampai diselingi dengan bercanda, kesenangan yang besar dan menakutkan yaitu

gemar berjudi dan tertarik pada wanita.

Kutipan :

Rasa karasa ujaring janmi / Sura Wukir kaping salawe prah / duk kalakyan

makirtya reh / patalaning umulun / alin-alin kang wus kalilin / ri dera andon

praja / nahen lekasipun / awit siji tekeng kathah / nadyan alit tumekeng geng

luhur nenggih / yekti taki-takia //

Page 74: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

51

Terjemahan :

Tahun 1766 AJ tanggal 25 bulan Sura(Jumat Legi 20 April 1838 AD) ketika

telah berhasil membuat pelajaran bagi kedudukan sebagai abdi ( pejabat), mulai

dari satu sampai banyak, walau dari yang kecil sampai yang besar, haruslah

bersungguh-sungguh.

Kutipan-kutipan di atas jelaslah bahwa aspek latar atau setting atau tempat

dan waktu terjadinya peristiwa cerita dalam SM tersaji secara jelas dan lengkap yang

disisipkan oleh pengarang dalam bait-bait pada setiap Pupuh yang secara jelas telah

terkutip di atas. Selain itu dalam teks SM juga tertera candrasengkala yang juga dapat

memperkuat latar waktu seperti yang diungkapkan di atas.

c. Pelaku

Pelaku adalah pihak-pihak yang terlibat dalam sebuah peristiwa (Jacob &

Saini :1986 :144). SM menampilkan beberapa pelaku dengan fungsinya masing-

masing. Di dalam teks ini, dikarenakan memuat ajaran sehingga pelaku-pelaku yang

terdapat di dalam cerita adalah tokoh-tokoh yang berfungsi sebagai contoh teladan

hidup.

Tokoh yang bernama Mantri Jawinata adalah salah satu tokoh yang

pencerminan karakternya kurang terpuji. Beliau adalah salah seorang mantan pejabat

keraton yang pada saat masih menjabat beliau senang sekali berfoya-foya dan

menyalahgunakan kekuasaannya. Dari karakternya itulah maka dapat ditarik fungsi

maknawinya yaitu pandai-pandailah dalam memilih pekerjaan supaya tidak mudah

tergoda oleh nikmatnya kekuasan dan kekayaan sehingga akan menyesal di akhir

Page 75: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

52

hidupnya. Seperti pada kutipan di bawah ini yaitu pada Pupuh I bait 10 Sebagai

berikut :

Kutipan :

Iku lumrah ing mangsa puniki / ana mantra karan Jawinata / pamejegan

lungsurane / Mantri Gadhing Matarum / sapocoke sajege urip / mung kaul

sasabira / sarupaning kaul / yen kaweleh dadi priman / wit saanggris sajampel

suku satali / sewing seteng tinampan //

Terjemahan :

Hal seperti itu sudah biasa pada jaman sekarang, ada Mantri bernama Jawinata

bekas pemungut pajak, kedudukannya sebagai Mantri Gadhing Mataram,

kebiasaannya selalu bersenang-senang segala kesenangan, setelah dipecat dari

jabatannya, ketahuan beliau peminta-peminta, mulai dari saanggris : 1 ringgit (

2,5 rupiah ), sajampel : setengah real, suku : uang tengahan rupiah, setali : 25

sen,seteng : 5 duit (+ 4 sen) diterima.

Pelaku yang lain adalah Ki Penggung, yang mana merupakan salah satu bekas

pejabat yang juga memiliki peringai yang kurang terpuji, yaitu beliau sering membual

atau berkata-kata dusta kepada siapapun dan dimanapun, sehingga beliau menjadi

tidak terhormat dan sama sekali tidak disegani oleh sesama para pejabat dan para

Adipati serta para Pangeran. Apapun yang keluar dari mulutnya sudah tidak ada yang

percaya, semakin hari semakin menjadilah semua bualannya, seperti dikutip pada

Pupuh I bait 49 di bawah ini :

Kutipan :

Dipun bisa reke simpen wadi / ywa wewurukan sira adol abab / kaya Ki

Penggung ambege / duk sewu pitung atus / patang puluh aran Kiyai / Bei

Ranggasupatra / iku sukanipun / adol omong yen sinetyan / mring wong agung

miwah mring para bupati / tuwin mring pra pangeran //

Page 76: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

53

Terjemahan :

Pandai-pandailah engkau menyimpan rahasia, jangan suka membual seperti

layaknya Ki Penggung pada tahun 1740 beliau bernama Kyai Bei Ranggasupatra,

kesenangannya membual apabila dipercaya ( disenangi) oleh para pejabat, para

adipati dan para pangeran.

Tokoh-tokoh teladan lainnya yang juga terdapat di dalam SM antara lain

Bambang Sumantri, Patih Suwanda, Raja Widarba, Arjuna Sasrabahu, Ki Ageng

Sela, Wibisana, Pangeran Karanggayam yang kesemuanya adalah merupakan tokoh-

tokoh tambahan.

4. Lapis Dunia

Lapis dunia merupakan suatu yng tidak perlu dinyatakan tetapi sudah secara

implisit dari gabungan dan jalinan objek-objek yang dikemukakan latar, pelaku, serta

struktur cerita. SM menampilkan sebagai berikut : RMH. Jayadiningrat I menuliskan

mengenai ajaran-ajaran khususnya budi pekerti yang sangat bermanfaat bagi

pendidikan para siswa dan juga untuk kehidupannya kelak. SM menyajikan berbagai

macam bagaimana sebaiknya seseorang bertingkah laku.

Harapan dari pengarang yaitu RMH. Jayadiningrat I kepada para siswa

(termasuk anak dan cucu) adalah SM merupakan salah satu naskah teladan yang

dapat dipergunakan untuk sarana dalam upaya meneladani sebuah arti kehidupan,

yang mana bertujuan supaya memiliki kehidupan yang lebih baik, sejahtera dan

bahagia.

Page 77: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

54

5. Lapis Metafisis

Lapis kelima ini adalah lapis metafisis yang menyebabkan pembaca atau

pendengar lebih mendalam memehami isi yang disampaikan oleh pengarang. Di

dalam SM lapis ini berupa gambaran ajaran-ajaran sikap hidup manusia untuk dapat

menjadi pribadi yang berbudi pekerti luhur, memiliki pribadi yang menarik dan

mempesona sehingga dapat menjadi pribadi yang luar biasa luar dalam.

Dengan membaca SM diharapkan para siswa dapat memahami betapa

pentingnya pendidikan budi pekerti dalam semua sendi-sendi kehidupan, mulai dari

cara memilih pekerjaan, kemudian cara menghadap atasan, cara bertamu,

menghormati orang tua, dan masih banyak lagi ajaran yang ada di dalam SM.

Apabila para siswa ingin mempelajari nilai-nilai budi pekerti RMH.Jayadingrat I

merekomendasikan Serat Margawiraya untuk dijadikan naskah pembelajaran, seperti

yang di kutip di bawah ini pada Pupuh II bait 49 sebagai berikut :

Kutipan :

Wasitane kang pustaka / aran Margawirya iki / warah ingkang para siswa / kang

kasdu myang mangastuti / nadyan tan arsa kaki / mung aywa kinarya partum /

becike kang manitra / ing Surakarta praja di / nararya truh ulun ing Keparak

Kiwa //

Terjemahan :

Kitab ini bernama Margawirya, member pelajaran yang baik kepada para siswa

yang berkehendak menganutnya, meskipun engkau tidak menghendaki, jangan

hanya sebagai senjata, demikianlah pesan penulisnya, seorang pemuda Keparak

Kiwa di Negara Surakarta .

Secara keseluruhan Serat Margawirya ini memiliki nilai-nilai estetika yang

tersembunyi di balik kekunaan serat ini sendiri. Pengarang yaitu RMH. Jayadiningrat

Page 78: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

55

I yang pada waktu beliau hidup pada masanya menjabat sebagai pujangga keraton,

sehingga hasil-hasil karya beliau banyak memiliki sisi keindahan, baik dalam segi

penulisan, sampai makna-makna yang terkandung. SM di teliti menggunakan teori

puisi tradisional (macapat) digabung dengan menggunakan teori puisi modern, hal ini

memiliki tujuan agar nilai-nilai estetika yang terkandung di dalam SM dapat

dinikmati dan lebih terungkapkan.

Nilai-nilai estetika yang terkandung di dalam SM antara lain, terdapat di

dalam pemilihan tembang. Dalam SM terdapat empat pupuh yang memiliki watak

tembang sendiri-sendiri. Pengarang menuliskan setiap tembang dengan penuh

ketelitian, baik itu dalam segi guru gatra, guru wilangan, dan guru lagunya.

Pengarang sangat memperhatikan segi keindahan di dalam penulisan serat ini, seperti

di dalam penulisan tanggal penulisan pengarang mempergunakan sengkalan,sehingga

penulisan tanggal tidak terlihat jelas, dan hanya dengan diterjemahkan terlebih dahulu

baru dapat dimengerti kapan dan dimana naskah ini dituliskan untuk pertama kali dan

disalin untuk yang kesekian kalinya. Tembang macapat banyak digunakan untuk

menulis naskah-naskah atau serat-serat Jawa, karya pujangga dan karya para raja. Hal

ini bertujuan untuk menyenangkan pembaca agar tidak bosan dalan menikmati hasil

karya sstra, dapat terlihat jelas di dalam bagian Lapis Arti, antara lain RMH.

Jayadiningrat I mempergunakan sarana yaitu padan kata, sarana ini berfungsi sebagai

sebagai alat untuk menuangkan salah satu sudut keestetikaan dari SM dengan cara

menggunakan banyak kata-kata indah serta memiliki arti yang sama, sekalipun ditulis

dengan tulisan yang berbeda, sebenarnya memiliki arti yang sama. Hal ini bertujuan

Page 79: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

56

agar pembaca tidak merasa bosan. Selain padan kata, terdapat pula sarana-sarana

yang lain seperti tembung garba, tembung wancahan, pepindhan, citra penglihatan,

citra dengaran, allegori, candrasengkala, dan yang terakhir adalah kata ganti petunjuk.

Semua sarana-sarana itu dipergunakan oleh pengarang di dalam menuangkan

keindahan-keindahan dalam sisi penulisan yang termuat di dalam SM.

RMH. Jayadiningrat I mempergunakan tembang macapat sebagai wadah

utama untuk menuangkan ajaran-ajaran, sekaligus mengajarkan mengenai kebaikan-

kebaikan hidup, yang keseluruhan penulisannya tetap memperhatikan nilai-nilai

estetika. Salah satunya di dalam objek, latar, dan pelaku, pengarang memberikan efek

bantuan tokoh-tokoh teladan hidup yang dapat dilihat dari baik buruknya di dalam

bertingkah laku. Pengarang juga menjelaskan mengenai motto hidup “gemi, nastiti,

ngati-ati”. Pengarang meletakan motto tersebut di dalam bagian SM, yang bertujuan

pembaca memnperhatikan denagn seksama bahwa gemi” hemat”, nastiti “

memperhitungkan segala hal yang akan dilakukan dengan seksama”, nagati-ati”

berhati-hati” sangat penting diperhatikan oleh manusia hidup. Sebagai seorang insan

manusia yang berbudi pekerti luhur yang telah diberikan kesempatan baik dalam

berbicara, bergaul, bertingkah laku, dan berhati-hati dalam segala aspek kehidupan,

agar kelak hidupnya akan tenteram dan sejahtera. Setiap manusia hendaknya selalu “

berhati-hati ”dalam segala tingkah laku atau perbuatan, maka ada pepatah yang

berbunyi “ sak beja-bejane wong urip yaiku wong kang eling lan waspada” yang

artinya “ semujur-mujurnya orang hidup adalah orang yang selalu ingat dan

Page 80: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

57

waspada”, kedua-duanya dapat disatukan sehingga pengarang selalu berpesan

melalui tulisannya agar manusia hidup di dunia haruslah gemi, nastiti, ngati-ati.

Melihat lebih kedalam mengenai pengarang dapat disimpulkan bahwa RMH.

Jayadiningrat I adalah salah satu pujangga keraton yang sangat memperhatikan nilai-

nilai estetika di dalam karya-karya beliau, sehingga selain naskah yang beliau karang

mengandung ajaran-ajaran yang bermanfaat bagi masyarakat, namun juga keindahan-

keindahan di dalam sisi penulisan juga selalu beliau goreskan dalam setiap Pupuh

tembangnya.

B. Ajaran Budi Pekerti Yang Terdapat Dalam Serat Margawirya

Sesuai dengan judulnya Serat Margawirya merupakan serat yang berisikan

tentang ajaran atau piwulang yaitu mengenai ajaran budi pekerti yang diperuntukan

untuk para siswa yang ingin memiliki kepribadian yang baik serta kelak memiliki

kehidupan yang baik sesuai dengan aturan yang berlaku. Dalam SM mengandung

ajaran moral dan etika yang sangat tinggi nilainya. Pada hakekatnya ajaran di dalam

SM yaitu ajaran yang memberikan petunjuk tentang tingkah laku atau sikap yang

baik bagi seseorang dalam mengabdikan dirinya kepada bangsa dan negara. Selain itu

juga mengajarkan bagaimana cara untuk mencapai sukses dalam menjalani suatu

kehidupan.

Ajaran moral yang terdapat di dalam SM menyimpan pesan dan amanat

kepada seluruh pembaca yang bertujuan agar kehidupannya cerah terlebih yang

Page 81: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

58

berhubungan dengan masalah budi pekerti, di bawah ini akan diuraikan tentang ajaran

moral dari unsur-unsur diatas .

1. Ajaran Dalam Memilih Pekerjaan

Dalam suatu negara sudah pasti memiliki bermacam-macam pekerjaan, jenis-

jenis tersebut antara lain adalah sebagai tukang kayu, tukang besi, ahli perang, ahli

hitung, ahli nujum, petani, pedagang, juragan bahkan seorang ahli tari. Pekerjaan-

pekerjaan tersebut terdapat pada masa pemerintahan Pakoe Boewana IV, kesemua

pekerjaan tersebut hendaknya dipilih salah satu, berdasarkan atau sesuai dengan

keahlian yang telah dimiliki dan kegiatan yang digemari, sehingga pekerjaan yang

dikerjakan dapat menghasilakan hasil yang maksimal, tidak setengah-setengah.

Apabila suatu pekerjaan itu dipilih berdasarkan dua hal di atas yaitu sesuai dengan

keterampilan atau kemahiran dan juga sesuai dengan kegemaran yang digeluti maka

akan mudah dalam proses pengerjaannya dan juga telah mendapat kemudahan

terlebih dahulu dari kemahiran dan kegemarannya tersebut. Yang pada intinya adalah

jangan sampai seseorang tersebut keliru dalam menentukan sutau pekerjaannya

karena suatu pekerjaan ialah salah satu hal yang penting dalam masa depan

seseorang, seperti pada kutipan di bawah ini pada Pupuh I bait 5 dan 6 sebagai

berikut :

Kutipan :

Jrah neng praja pakarti mawarni / rening kriya mekaning ulunan/ undhagi

tukang myang pandhe / tukang prang tukang petung / juru dina nujum lan tani /

dagang juru juragan / juru beksa gambuh / mawarna tanpa wilangan / lah ta

reke pilihen salah sawiji / disengsem mantep nandhang //

Page 82: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

59

Terjemahan :

Dalam negara banyak bermacam-macam pekerjaan, nama pekerjaan itu adalah

tukang kayu, pandhe besi, ahli perang, ahli berhitung, ahli ilmu pengetahuan,

petani, pedagang tengkulak, ahli tari dan masih banyak lagi tidak terbilang .

Kutipan :

Aywa kongsi luput jroning urip / aneng praja rusak papa nistha / badane kang

mesakake / sangsara sajeg umur / tan liyan dadi kuli sami / piraa lamun mulya /

cinupet kang umur / yen dawa kadawa-dawa / daweg- daweg dawege dadi

cecedhis / marmane ngur cendhaka //

Terjemahan :

Jangan sampai keliru memilih jalan hidup, sehingga mengalami kehinaan dalam

masyarakat, kasihan akan badannya sengsara selama hidupnya, tidak lain

menjadi kuli dan tidak urung akan pendek umurnya, kalau panjang terlalu

panjang dan menjadi orang yang sangat hina, maka lebih baik berumur pendek

saja.

Kutipan-kutipan di atas dapat digunakan sebagai bentuk pembelajaran,

bahwasanya apabila telah berhasil dalam menentukan atau memilih suatu pekerjaan

yang mana dalam hal ini harus sangat berhati-hati dalam setiap kali melangkah

hendaknya segera mengabdi, tetapi apabila sebaliknya jikalau manusia telah keliru

di dalam memilih pekerjaan dirinya akan sengsara dalam hidupnya ibarat makan

tidak enak duduk tidak pantas, berpakaian jelek ( menjadi gelandangan), saudara

tidak memperhatikan, orang lain segan untuk memberikan pertolongan, malahan

hanya menyalahkan saja. Sebagai kesimpulannya dari unsur-unsur di atas ada empat

hal yang menjadi penyebab kesengsaraan hidup manusia, antara lain :

a. Tidak memiliki kekuasaan ( pangkat atau jabatan)

b. Tidak memiliki uang atau harta benda

Page 83: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

60

c. Berwatak bohong

d. Berwatak malas

Dari keempat hal diatas apabila terdapat di dalam diri manusia, maka manusia

tersebut akan mengalami kesengsaraan hidup, perumpaannya seperti binatang bahkan

lebih dari seekor anjing, seperti dikutip dalam Pupuh I bait 7 sampai 9 :

Kutipan :

Tan wun anelangsa sireng wuri / nyandhang rusak turu tan kapenak / mangan

yen enaka maneh / lungguh prenah tan patut / sanak liwat tan na ngaruhi /

malah api tan wikan / tobata den ulun / yeka wisaning agesang / gegedhene tan

liyan patang prakawis/ tanpa wirya myang arta //

Terjemahan :

Tidak urung merana dikemudian hari, berpakaian jelek tidur tidak tenang,

makan pun tidak enak, duduk tidak pantas, sanak saudara yang lewat tidak

menegur, malahan berpura-pura tidak mengetahui, maka bertaubatlah dirimu

bahwa itu adalah racun dalam hidupmu, adapun penyebabnya tidak lain ada

empat macam, yaitu : tidak memilih kekuasaan, dua tidak mempunyai uang.

Kutipan :

Katri dora wicaraning lathi / kapat manungsa watak sungkanan / sato kewan

pepadhane / sayekti angur asu / pethek lamun angiring-iring / tegel rumekseng

dhusta / tengen lamun dalu / tur nganggo udut kinang / wong sungkanan cinelok

nora nauri / denawe nora prapta /

Terjemahan :

Ketiga berbicara selalu bohong, empat berwatak malas, perumpamaannya seperti

binatang, bahkan lebih baik dibanding anjing, anjing rajin mengawal maupun

menjaga dari gangguan pencuri, tajam pendengarannya di malam hari, meskipun

tidak merokok dan makan sirih, orang malas di panggil tidak menyahut, di gamit

tidak mau datang .

Kutipan :

Urip yen tiwas badan pribadi / badan liya tan kwasa tulunga / destun mung

nenutuh bae / bara ora yen antuk / sihing Gusti kang nutuh parpti / wuwuse

Page 84: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

61

acecala / bener pethek ingsun / ngong rewangi biyen mula / yen si anak mulane

kaul ngong dhingin / sapangadeking wastra //

Terjemahan :

Hidup kalau mengalami kesengsaraan, orang lain tidak kuasa menolong, bahkan

hanya mnyalahkan saja, apabila memperoleh pertolongan dari raja, orang yang

menyalahkan itu datang dan berkata ” benar ramalan saya ”

Serat Wulangreh karya Pakoe Boewana IV mengajarkan bahwa ‟ Sebagai

seorang yang terhoramat janganlah memiliki sifat adigang, adigung, adiguna‟.

Adigang adalah watak sombong yang mengandalkan keberanian dan bersilat lidah

atau berdebat. Sebenarnya keberanian bersilat lidah itu hanya di mulut saja, apabila ia

dihadapkan pada permasalahan yang sebenarnya, ternyata ia tidak dapat

menyelesaikannya. Adigung adalah watak sombong yang mengandalkan pangkat atau

kedudukan serta derajat yang tinggi. Keyakinan akan kemampuan diri yang

berlebihan akan menumbuhkan rasa sombong dan takabur, sehingga lupa diri dan

kewaspadaan. Sedangkan Adiguna adalah watak sombong yang mengandalkan

kepandaiaan diri sendiri sehingga meremehkan orang lain. Maka dari itu janganlah

berwatak sombong, supaya tidak sengsara di kemudian hari.

2. Ajaran Mengabdi Kepada Atasan

Pada masa sekarang memang telah banyak terjadi perubahan-perubahan

dalam tata kehidupan seseorang. Namun, demikian janganlah hal ini membuat

seseorang menjadi takabur dan melupakan adat istiadat serta sopan santun. Orang

yang hidup di dunia hendaknya dapat menempatkan diri, tahu akan kedudukannya

serta harus dapat menunjukan sikap hormat baik dalam tingkah laku maupun tutur

Page 85: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

62

kata. Mengabdi kepada atasan (raja) dilakukan setelah seseorang benar-benar

memperoleh pekerjaan yang tepat, sehingga dia dapat magang dengan sepenuh hati.

Di dalam magang hendaknya berperilaku yang baik, harus rajin, mengerjakan semua

pekerjaan yang dibebebankan kepadanya, jangan terlalu banyak tidur, jangan selalu

mendahulukan kesenangan pribadi ( berfoya-foya), mencurahkan segala tenaga dan

pikiran, jangan suka bercerita mengenai kejelekan orang lain, selalu meminta nasehat

dan petunjuk serta meniru tindakan yang utama, seperti disebutkan dibawah ini

Pupuh I bait 11- 12 sebagai berikut:

Kutipan :

Marma milih karti den patitis / yen wis seneng gya suwitanana / supaya glis bisa

reke / den sarupa lan guru / aywa gingsiran adol kardi / wus wayahe ngawula /

ngur endi nak ingsun / tan mangan apapariman / ambebruwun awat kaul mentas

sakit / kaya Ki Jawinata //

Terjemahan :

Maka dari itu pilihlah pekerjaan yang tepat, jika sudah senang cepat

mengabdilah, agar cepat bisa seperti halnya guru, jangan sampai berubah-ubah

pendiriannya, serta jangan malas-malasan menjual tenaga karena hal itu sudah

layak bagi orang-orang yang mengabdi, hal itu lebih bagus, tidak memakan hasil

meminta-minta, dan menghabiskan uang orang lain, seperti Ki Jawinata.

Kutipan :

Nora nana praja adol kardi / tan lyan praja tuku pengrehira / ing karya sajeg

jumlege / ing magang yen besturu / angetokna osiking ati / osiking tyas

wedharna / arsa kang kinayun / sang ahulun andulua / supaya glis jiwanta kuled

tinuding / antuk pratandheng sredha //

Terjemahan :

Tidak ada pemerintah menjual pekerjaan, tidak lain pemerintah selamanya

memberi pekerjaanmu, ketika magang jangan banyak tidur, curahkan tenaga dan

pikiran, sesuai yang dikehendaki sehingga yang berkuasa mengetahui pribadimu,

dengan demikian engkau sering ditunjuk serta memperoleh kepercayaan.

Page 86: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

63

Hidup di dunia ini bagaikan roda pedati yang berputar, terkadang manusia

berada di atas, terkadang pula berada di bawah. Pada saat merasa senang dan bahagia

itulah pada saat sedang berada di atas, kemudian manusia akan menikmati

keberhasilan atau kesuksesannya. Kecenderungan merasa puas sering mengakibatkan

kesalahan yang fatal, setelah merasa puas maka janganlah melupakan keadaan saat

hidup di bawah dan menderita kemudian menghina orang lain yang sedang berada di

bawah.

Seseorang dalam mengabdi hendaknya dapat menyesuaikan diri dengan

atasan, teman sejawat serta lingkungan tempat ia mengabdi, janganlah gemar

berselisih dengan orang lain, mengabdi juga dilakukan terhadap Tuhannya, jangan

suka mencela orang terlebih yang lebih tinggi derajat kedudukannya, serta hendaknya

meniru tatacaranya. Mengabdi hendaknya selalu berbuat menurut hukum, dan segala

tindakan yang kurang terpuji atau perbuatan tercela jangan sekali-kali dikerjakan.

Begitu pula tidak diperkenankan berbuat sesuatu yang mendatangkan prasangka

buruk. Ada empat hal yang harus benar-benar diperhatikan di dalam melakukan

sebuah magang :

a. Hendaknya memiliki sifat hidup yang jujur dan rajin

b. Hendaknya memiliki ingatan yang kuat dan tajam terhadap hal-hal yang telah

diperbuat, dan ingat akan segala sesutunya.

c. Belajar hal-hal yang belum diketahui, ditulis kemudian di mengertikan

kemudian direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari

Page 87: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

64

d. Hendaknya jangan suka berdusta apalagi membual dan berkata yng tidak

sesuai dengan kenyataan.

Pendek kata apabila di dalam mengabdi tidak boleh berbuat hal-hal yang

mengakibatkan cacat diri, karena akan merugikan dirinya sendiri seperti pada kutipan

di bawah ini Pupuh II bait 45-46 sebagai berikut :

Kutipan :

Karane den enget sira / wasitane reh puniki / kang kocap patang prakara /

wanti-wanti wali-wali / wong kebluk sungkan suthik / goroh dora cereng wuwus /

cidra ora temenan / pangkat kang temen teberi / dhasar temen elingan marang

sabarang //

Terjemahan :

Hendaklah engkau selalu ingat pelajaran ini yang telah terkenal ada empat

macam, hendaknya engkau benar-benar ingat, orang bodoh enggan

melaksanakannya, berbicara selalu dusta tidak sesuai denagn kenyataan,

milikilah sikap dapat dipercaya (jujur) serta rajin, dan ingatlah selalu segala

sesuatunya.

Kutipan :

Eling mring kang wus kalakyan / sinau kang durung bangkit / mangka tatal

tinulisan / supaya tan kena lali / tinula nuli-nuli / ing kawigyan wigyannya sru /

cara carita tama / ngulama kang para ahli / pira kehnya kang nahwu kapil ing

lisan //

Terjemahan :

Ingatlah hal-hal yang telah diperbuatnya, belajar hal-hal yang belum diketahui ,

agar tida lupa hendaknya ditulis, dan ditiru dengan segera, menurut cerita

seseorang ulama tinggi dalam hal kepandaiannya, sehinnga ilmu nahwu

yang banyak dapat di hafal diluar kepala.

Dari beberapa kutipan-kutipan diatas maka dapat di gambarkan bahwa

seseorang yang mengabdi tidak boleh sembarangan dalam bertingkah laku, magang

Page 88: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

65

atau mengabdi pada jaman dahulu banyak dilakukan oleh masyarakat, apalagi bila

seseorang tersebut ingin menjadi seorang priyayi , maka harus melalui jalur suwita

dan magang. Suwita sendiri dimulai dari ketika anak menginjak usia kira-kira dua

belas tahun dan dilaksanakan dirumah kerabat yang telah menjadi priyayi tingkat

tinggi. Suwita berarti bersedia mengerjakan pekerjaan kasar sampai pada yang

menggunakan pikiran, harus membiasakan diri dengan keadaan setempat, dan belajar

sopan santun yang berlaku di dalam keluraga tempat ia mengabdi. Selain itu juga

harus belajar mengenal kebudayaan priyayi , antara lain pengetahuan tentang pusaka,

hal kuda, keterampilan menunggang kuda, penggunaan senjata, pengetahuan dalam

bidang artistik, terutama kesusastraan, tari dan gamelan. Keterampilan menunggang

kuda dianggap penting untuk keperluan perang-perangan.

Bagi rakyat pada umunya atau petani yang tidak mempunyai kerabat priyayi,

biasanya menjumpai kesulitan dalam memperoleh keluarga yang dapat dipakai untuk

tempat suwita bagi anaknya. Beberapa memakai hubungan patro- klien sebagai alat

untuk mencapai maksudnya itu dengan menggunakan lambang, misalnya pada waktu

itu menyerahkan hasil sawah yang digarap kepada patuhnya, ia menyertakan pula

beberapa pikul buah-buahan.

Ketekunan, kerajinan, kesetiaan, kejujuran, dan kemampuan anak yang

mengabdi menentukan lamanya waktu suwita. Jika seseorang telah lolos dari tingkat

suwita, kemudian dapat melangkah ke tahap berikutnya, yaitu magang. Untuk dapat

dikirim ke salah satu bagian dalam struktur pemerintah lokal atau keraton harus dad

surat rekomendasi dari tuannya, ditambah dengan surat keterangan mengenai

Page 89: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

66

silsilhnya. Pada umumnya penerimaannya menjadi magang priyayi akan lebih

mudah, jikalau yang bersangkutan mempunyai keluarga atau kerabat yang telah

menjadi priyayi. Tenaga baru untuk bidang-bidang yang membutuhkan keterampilan

harus dicapai lewat pendidikan sekolah, dan masa magang tidak lagi berlangsung

sangat lama seperti masa-masa sebelumnya (Darsiti Soeratman,1990 : 67-71)

3. Ajaran Kepada Orang Tua Dalam Mendidik Anak

Seorang anak berbakti kepada kedua orang tua sudah barang tentu merupakan

kewajiban ( wajib hukumnya ). Akan tetapi banyak anak-anak pada jaman sekarang

ini banyak anak-anak yang tidak mengerti tentang kewajiban tersebut, mereka sering

kali tidak patuh terhadap perintah dan nasehat orang tua, bahkan mereka berani

menentang dengan perkataan-perkataan yang tidak sepantasnya dilontarkan dari

mulut seorang anak terhadap bapak ibunya, sehingga membuat sakit hati kedua

orang tuanya.

Hal di atas sungguh tidak pantas terjadi. Untuk itu pendidikan terhadap

anakkhususnya mengenai budi pekerti sangat penting. Sebagai orang tua juga harus

mendidik anak-anaknya agar kehidupannya kelak menjadi lebih baik adari

sebelumnya, apabila yang sudah baik harus dipertahankan. Senada dengan ungkapan

Jawa yaitu ‟Anak polah bapa kepradhah‟ yaitu yang artinya jika seorang anak

berbuat hal-hal yang buruk atau tercela, maka secara otomatis orang tualah yang akan

mendapat sanksi ( termasuk sanksi normatif), aib, beban penderitaan, dan sebagainya.

Pendek kata, apabila si anak melakukan suatu perbuatan yang kurang terpuji, mau

tidak mau orang tua akan menanggung akibat dari perbuatan anaknya itu.

Page 90: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

67

Melihat konsekuensinya akibat tindakan anak terhadap orang tua seperti itu

ungkapan tersebut hendaknya dijadikan peringatan bagi si anak. Janganlah kita

melakukan tindakan yang dapat menimbulkan kerugian atau beban bagi orang tua.

Jangan sampai kita berbuat menimbulkan aib dan pencemaran nama baik bagi orang

tua. Sebaliknya, sebagai seorang anak hendaknya di tuntut selalu berbakti kepada

orang tua sebagai wujud batas jasa atas kemuliaan orang tua yang telah dicurahkan

kepada kita selaku anak.

Sebagai orang tua, apabila ingin dihormati anak-anak kita hendaknya

memiliki empat hal yaitu Wuwur, Sembur, Nandur, Pitutur. Wuwur memiliki

pengertian yaitu memberikan apa saja yang dimiliki untuk diberikan serta direlakan

kepada anak-anaknya, meskipun hanya sedikit jumlahnya. Wuwur dapat berupa

materi (harta benda atau kekayaan), juga dapat berupa non kebendaan seperti nsaehat-

nasehat atau petuah-petuah dari orang tua kepada anak-anaknya. Sembur adalah

usaha untuk memberikan pengobatan atau tamba terhadap anak-anaknya yang

mengalami sakit yang ringan seperti sawanan. Adapun sembur yang dapat pula

berupa psikis adalah berupa hal-hal yang berkaitan dengan kejiwaan atau

psikologinya, dalam hal ini dapat berupa pitutur. Sedangkan nandur dapat berupa

sesuatu tanaman, namun dapat pula berbentuk tanduran rohani atau berupa pitutur

atau nasihat. Dapat pula berupa budi dan berupa jasa. Dalam hal ini sesuai dengan

istilah nandur kabecikan. Yang terakhir adalah pitutur ialah nasehat yang baik

terhadap anak-anaknya dan terhadap orang lain yang membutuhkan. Pitutur tidak

dapat dipisahkan dari wuwur, sembur dan nandur, keempat-empatnya sangat penting

Page 91: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

68

bagi orang tua dan merupakan suatu kesatuan yang utuh. Wuwur dapat berupa pitutur,

sembur dapat berupa pitutur, begitu pula nandur dapat berupa pitutur, seperti yang

dikutip pada Pupuh III bait 35-37 sebagai berikut:

Kutipan :

Dene sira besuk yen dadi wong sepuh / yogyane patang prakawis / wong tuwa

mring anak putu / supayane denajeni / wong tuwa maring wong anom//

Terjemahan :

Jikalau besuk engkau menjadi orang tua, dan agar dihormati oleh orang muda,

ada empat hal yang perlu diperhatikan yaitu

Kutipan :

Bisa wuwur sembur nandur pitutur / wuwur weweh sandhang bukti / keh kedhik

angger mung kolur / bisa nyembur mring bebayi / bok putu sawanen mukok//

Terjemahan :

Wuwur,sembur, nandur dan pitutur, wuwur yaitu memberi makanan dan pakaian,

sedikit ataupun banyak asal rela, dapat menyembur terhadap anak kecil jika

muntah atau sawanan.

Kutipan :

Bisa nandur yen awoh kinarya kolur / pitutur wajib sayekti / tan amung mring

anak putu / nadyan mring liyan prayogi / dadi ngamal lair batos//

Terjemahan :

Dapat menanam kalau berbuah dapat diberikan (disedekahkan), pitutur wajib dan

tidak hanya terhadap anak cucu, terhadap orang lain juga baik, jadi merupakan

amal batin.

Untuk itu seorang anak sejak dini hendaknya di berikan tanggung jawab,

pengertian tentang pentingnya menghormat atau berbakti pada orang tua. Orang tua

terlebih seorang ibu sudah merasakan betapa sakitnya waktu melahirkan. Betapa

Page 92: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

69

besar rasa kasih sayang dari masih di kandungan hingga terlahir di dunia ini. Mereka

dengan susah payah telah membesarkan kita, merawat, memelihra mencari nafkah.

Padahal selaku anak wajib ‟mikul dhuwur mendhem jero‟ yang berartin mikul dhuwur

menghargai dengan setinggi-tingginya jasa-jasa orang tua. Mendhem jero artinya

sama dengan menghargai sedalam-dalamnya. Jadi mikul dhuwur sejajar dengan

mendhem jero yang artinya menghargai setinggi-tingginya orang tua atau orang-

orang yang dituakan.

Menjadi orang tua di dalam menjalankan tugasnya mendidik putra putrinya

haruslah memiliki jiwa dan tubuh yang tangguh. Hal ini di karenakan orang tua

membutuhkan tenaga yang baik untuk mengontrol segala tingkah laku anak-anaknya,

oleh karena itu apabila telah menjadi orang tua hendaknya selalu menjaga pola makan

dengan benar, dengan kata lain harus selalu berhati-hati terhadap apa saja yang

dimakan. Makanan itu perlu di perhatikan tentang enak dan tidaknya, bermanfaat atau

tidaknya. Jikalau sekiranya makanan tersebut tidak bermanfaat bagi badan, maka

makanan-makanan tersebut justru akan menjadi racun di dalam tubuh, maka dari itu

harus berhati-hati jangan asal enak dan asal makan. Nafsu makan yang cenderung

tamak atau serakah akan dengan cepat merusak badan, terlebih terhadap orang tua,

biasanya susah untuk disembuhkan, karena mungkin terlalu banyak racun yang

termakan. Obat-obatan sekalipun dapat sukar menyembuhkan, hanya gara-gara

memakan makanan yang salah.

Makanan itu cocok terhadap seseorang, dengan kondisi fisik yang berbeda-

beda, belum tentu jenis makanan yang sama cocok pula dengan orang yang sama.

Page 93: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

70

Seperti di contohkan keju, susu, mentega bagi sebagian orang sangat menggemarinya

namun belum tentu juga ada yang menyukainya. Sebagai orang tua, berhati-hati

dalam menyeleksi semua jenis makanan sangat penting dilakukan, apabila sudah tua

janganlah gemar mengkonsumsi obat-obatan, sesungguhnya itu semuanya adalah

racun yang masuk ke dalam tubuh. Berlebih pada jenis rokok, menghisap rokok dapat

memperpendek umur seseorang jika berlebihan akan mencelakakan nyawa si perokok

itu sendiri. Kemudian yang terakhir yang mesti diperhatikan oleh orang tua dalam

menjaga kesehatannya adalah jangan hoby main wanita dengan kata lain gemar

melacur. Sebetulnya hal ini bukan hanya diperuntukan untuk orang tua saja, bagi

kaum muda juga namun pada usia senja terkadang orang tua banyak ulah sehingga

menimbulkan hal yang kurang terpuji, baik dari sisi kesehatan maupun dari sisi etika.

Jadi untuk menjaga kesehatan sebagai orang tua harus mengingat tiga hal yaitu

makan harus sangat hati-hati jangan asal makan, jangan menghisap rokok dan jangan

gemar melacur. Seperti yang dikutipkan di bawah ini pada Pupuh IV bait 30-33

sebagai berikut :

Kutipan :

Dene yen sira wus sepuh / memangan den ngati-ati / sabarang kang denapangan

/ basa ingaranan titi / wajib uga ngreksa badan / aja sepi ngeling-ngeling //

Terjemahan :

Jika engkau telah tua, berhati-hatilah terhadap apa saja yang engkau makan dan

perhatikan dengan seksama serta ingat-ingatlah, karena wajib bagi orang tua

menjaga kesehatan badan.

Page 94: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

71

Kutipan :

Enak lan kepenakipun / mring badan kang makolehi / legene maring padharan /

padhange aneningali / lega sesege mring nafas / marang otot kulit daging //

Terjemahan :

Perlu diingat pula enak dan tidaknya makanan itu serta manfaat terhadap badan,

terhadap perut maupun penglihatan, lega atau sempitnya terhadap pernfasan

sereta akibatnya terhadap otot kulit dan daging.

Kutipan :

Sapuluh enak kalamun /mring badan tan makolehi / ora wurung dadi wisa / wisa

marang kulit daging / sanadyan makolehana / yen kaduk temtu nglarani //

Terjemahan :

Meskipun enak sekali apabila tidak memberikan manfaat kepada tubuh, tidak

urung akan menjadi racun di dalam kulit dan daging, walauapun bermanfaat

tetapi kalau banyak tentu akan mengakibatkan sakit.

Kutipan :

Jejodhon panganan iku / mring badan sawiji-wiji / tan kena mangka pineksa /

wanuh ing wong saji-saji / ywa ngandel tetiron sira / cobanen badan pribadi//

Terjemahan :

Makanan itu tergantung kecocokan setiap orang, setiap orang tidak sama, tidak

dapat dipaksakan, jangan percaya hanya meniru melainkan mencoba sendiri.

4. Ajaran Tidak Menjadi Dukun

Kegiatan perdukunan bukan hal yang langka lagi. Bahkan kegiatan

perdukunan ini sudah tersebar di seluruh pelosok daerah di Indonesia. Perdukunan

sendiri merupakan suatu aktifitas yang di pimpin atau dilaksanakan oleh dukun.

Sedangkan kata dukun sendiri memiliki makna yang sangat luas. Oleh sebagian

masyarakat dukun dianggap sebagai profesi yang kegiatannya berhubungan dengan

Page 95: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

72

ilmu klenik, takhayul, hal-hal kuno dan terbelakang. Profesi ini memliki kedudukan

terhormat seperti halnya kepala suku atau pendeta.

Dukun memiliki berbagai jenis macam sebutan . Dukun pada masa sekarang

seringkali disebut guru, orang tua ( wong tuwa), orang pintar, paranormal atau juga

sering disebut penasehat spriritual. Mereka adalah orang yang dianggap memiliki

ilmu yang tinggi, kekuatan gaib atau daya luwih yang dapat dipergunakan untuk

menolong orang lain. Ilmu itu didapat secara turun temurun dan secara gaib, atau juga

dipelajari dengan cara berguru kepada orang lain. Menurut Kamus Antropologi dukun

mempunyai tiga pengertian, pertama dukun merupakan seorang individu yang

mempunyai keahlian yang bersangkutan dengan pelaksanaan adat atau keagamaan.

Kedua, dukun adalah orang ahli yang menyembuhkan penyakit yang diakibatkan oleh

gangguan roh halus dan kekuatan-kekuatan gaib. Ketiga, seorang disebut dukun

karena ia mempunyai keahlian dalam ilmu gaib.

Seorang yang taat beragama janganlah sekali-kali hidup yang bersentuhan

dengan dunia perdukunan. Sebagai orang yang beragama, dasar atau patokan hidup

manusia adalah agama sehingga apabila seseorang memiliki tiang yang kuat dalam

hidupnya maka hidupnya akan tentram dunia dan akhirat. Menghambakan diri

terhadap Tuhan adalah lambang dalam konsep kepercayaan yang timbul dari dalam

hati manusia, karena dia telah menerima hakikat kaidah dan sumber pertamanya.

Sejak manusia mulai dapat berpikir, pasti dirinya telah sadar bahwa diluar dirinya ada

kekuatan lebih, kemudian dengan bimbingan orang tua dan guru, ia akan mengetahui

kewajiban dirinya sebagai manusia yaitu mengabdi atau menghambakan diri

Page 96: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

73

terhadapa Tuhannya bukan menghambakan diri kepada sesama makhluk ciptaan

Tuhan, sekalipun dirinya memiliki kekuatan yang melebihi kekuatan wajar dari

seorang manusia biasa yang lazim disebut dukun.

Fungsi kepercayaan manusia terhadap Tuhan dan pengaruhnya atas jiwa

manusia adalah manusia beragama yang senantiasa mengembang luaskan kekuatan

orang beriman serta menambah kekuatan jasmani atau rohaninya. Apabila manusia

disetiap saat selalu ingat dan percaya pada Tuhan pencipta alam, pasti akan merasa

tenang dan tenteram dalam hidupnya.

Menjadi seorang dukun juga salah satu perbuatan dosa, selain dirinya

menganggap bahwa dirinya mampu ‟mengetahui‟ apa-apa yang belum diketahui

sebelumnya (meramal nasib seseorang, meramal tentang hari baik pernikahan,

mengetahui seseorang telah di rasuki oleh roh halus, dan lain-lain), menganggap

bahwa dirinya mampu mengobati orang sakit tanpa obat, mampu mengetahui hidup

mati seseorang, itu merupakan salah satu perbuatan syirik. Maka janganlah sekali-kali

menjadi serorang dukun dan janganlah sekali-kali percaya akan bualan seorang dukun

karena semua yang dia utarakan adalah bohong besar. Dalam naskah ini dijelaskan

bahwa dukun yang tercela adalah dukun yang meminta imbalan yang berlebihan,

apabila tidak dituruti sang dukun akan mengumpat habis-habisan, ada pula dukun

yang meminta upah terlebih dahulu sebelum mengobati, walaupun pasien kelak tidak

kunjung sembuh upah yang telah diberikan kepada sang dukun tidak dapat

dikembalikan lagi.

Page 97: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

74

Menurut pengamatan hal-hal perdukunan yang sepeti itu lazim terjadi di msa-

masa sekarang, banyak penipuan berkedok dukun baik itu berdalih dalam hal apapun

seperti contohnya, dukun yang dapat menggandakan uang, dukun yang berjasa dalam

urusan jodoh seseorang, dukun yang dapat melancarkan rejeki seseorang, dan

sebagainya. Disebutkan pula ada seorang dukun wanita yang sangat nistha, yaitu

selalu membual siapa saja yang berobat kepadanya pasti akan sembuh baik lelaki

maupun perempuan. Dukun tersebut menceritakan caranya mengobati yang sangat

memalukan dan membuka rahasia orang yang diobati, dalam contoh ini pada saat

sekarang dukun-dukun dengan model seperti itu dapat lazim disebut dengan istilah

dukun cabul. Ki Ageng Sela mangatakan hendaknya seseorang janganlah seskali-kali

percaya terhadap dukun apalagi menjadi seorang dukun, lebih baik mencari ilmu

pengetahuan utuk bekal kehidupan yang lebih baik. Seperti pada kutipan di bawah ini

pada Pupuh IV bait 5-6, 14-15, 18-19 sebagai berikut :

Kutipan :

Dene dhukun tukang sembur / tukang japa tukang jampi / nisthane yen

ingawadan / dhangane saking sireki / tan wruh yen ken dhukun liya / ingkang

jinalukan jampi //

Terjemahan :

Adapun dukun tukang sembur, tukang mantra dan juru obat, dikata sangat rendah

dan tercela, dukun itu selalu berkata bahwa kesembuhannya dari dirinya, tidak

tahu bahwa dukun lain dimintai obat.

Kutipan :

Wus adate among dhukun / endi dhukun kang niliki / tinuturan radi dhangan /

tur maksih panggah kang sakit / ki dhukun menthek tyasira / ciptane saking

sireki//

Page 98: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

75

Terjemahan :

Sudah menjadi kebiasaan bicara dengan dukun, setiap dukun yang menjenguk

diberitahu kalau si sakit sudah agak membaik, meskipun si sakit masih tetap

sakit, ki dukun besar hatinya ia mengira kesembuhan itu dari dirinya.

Kutipan :

Wlakang kawet samandhuwur/ tinlusur dennya nambani/ iku dhukun dadi cacad/

kwirangan denodhal-adhil/ aja tulad kang mangkana/ becik wong dadi mantri//

Terjemahan :

Cara ia mengobati dengan meraba dan memijit-mijit pangakal paha, kemaluan

lelaki keatas, demikian itu dukun tercela, hal-hal memalukan dibeberkan, jangan

meniru hal semacam itu lebih baik jadi mantri.

Kutipan :

Jer wus pangolahing dhukun / sajen sarat myang wejani / gelem jaluk gelem

tampa / sadurunge angsung jampi / nambani mangka tan waras / wejani pasthi

tan mulih//

Terjemahan :

Tidak ada orang kembali menggugat kembali biaya ataupun sarat dan upah,

bahkan mau menerima dan meminta sebelum memberkan pengobatan, meskipun

mengobati tidak sembuh, upah itu tidak dikembalikan.

Kutipan :

Dene maninge kang dhukun / dhukun alul memetangi / ana gelar senggrang arta

/ ana gelar mesajani /ana gelar kekethikan / ana jimat saratneki//

Terjemahan :

Adapun macam-macam dukun, ada dukun ahli menghitung, ada dengan cara

disergah dengan keras, ada cara pemberitahuan denagn diam-diam, ada pula

yang memberikan jimat sebagai sarat.

Kutipan :

Utawa lamun winuwus / Ki ageng Sela maleri / aja sira dhedhukunan / aja dadi

dhukun kaki / prayoga golek kawigyan / tatakramane praja di//

Page 99: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

76

Terjemahan :

Apabila dibicarakan, Ki Ageng Sela melarang dengan berkata ‟ lebih baik

engkau jangan berdukun dan jangan menjadi dukun serta lebih baik engkau

mancari kepandaian sopan santun bernegara.

Fakta ilmu hitam, penggunaan kekuatan-kekuatan gaib untuk merugikan

orang lain, hampir tidak ada yang meragukannya. Kekuatan yang diperoleh melalui

pengalamn mistik dapat dipergunakan untuk tujuan yang baik dan tujuan yang jahat.

Kekuatan itu tidak hanya memberikan kemampuan yang menyembuhan melainkan

juga untuk membuat orang menjadi sakit (Magniz Suseno ,1989 :182 ).

Dalam kebanyakan daerah terdapat seorang dukun, seorang pria ataupun

seorang wanita yang mempunyai kekuatan untuk memperoleh waktu-waktu yang

baik dan tempat-tempat yang menguntungkan, menyembuhkan penyakit- penyakit

dan dari padanya dapat memperoleh jimat untuk segala macam keperluan. Dalam

berbagai keperluan dan kesulitan orang pergi ke dukun, misalnya ingin mengetahui

mengapa tidak kunjung memiliki keturunan, menentukan hari baik pernikahan, tetapi

juga untuk menangkis ilmu hitam.

Perdukunan di dalam ajaran agama Islam merupakan perbuatan syirik. Baik

itu dukunnya ataupun yang berdukun. Syirik adalah salah satu perbuatan

menyekutukan Allah baik Dzat-Nya, perbuatan maupun sifat-sifatnya. Diterangkan

dalam QS.An-Nisa‟ ayat 48 yang artinya ” Sesungguhnya Allah tidak akan

mengampuni dosa syirik dan Dia nmengampuni dosa selain darinya ( syirik) bagi

siapa yang dikehendakinya. Barang siapa yang, menyekutukan Allah maka

sesungguhnya ia telah berbuat dosa besar ”.

Page 100: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

77

Perbuatan syirik itu ada beberapa macam antara lain :

a. Syirik istiqnal yaitu pengakuan terhadap dua Tuhan

b. Syirik tab‟idh yaitu pengakuan bahwa Tuhan terdiri dari banyak Tuhan

c. Syirik taqrib yaitu menyembah kepada selain Allah dengan maksud supaya lebih

dekat dengan Allah

d. Syirik taqlid yaitu menyembah selain Allah karena ikut-ikutan adat nenek moyang

e. Syirik sebab yaitu menyandarkan akibat kepada selain Allah

f. Syirik gharadh yaitu mengerjakan ibadah karena riya‟ dan sum‟ah

5. Ajaran Menerima Tamu

Manusia didunia ini tidak ada yang dapat hidup sendiri, tetapi setiap manusia

pasti hidup bermasyarakat, sebab Tuhan telah menciptakan manusia sebagai mahluk

sosial. Dunia dengan segala isinya telah diciptakan oleh Tuhan adalah disediakan

untuk manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Untuk itu manusia hendaknya

selalu berusaha untuk memperbanyak berbuat kebaikan. Dengan sikap budi luhur

atau perbuatan-perbuatan yang baik diharapkan akan menjauhkan sifat-sifat tercela.

Sikap hormat adalah perasaan yang dipelihara dan dikembangkan yaitu

perasaan malu, sungkan, pekewuh dan menghargai. Untuk mengerti kapan semua itu

dilakukan maka perlu kesadaran akan gagasan umum dalam pasrawungan

„bermasyarakat‟, dalam masyarakat Jawa tampak dalam istilah wis Jawa dan durung

Jawa, sudah atau belum mampu bertindak sesuai dengan tata kehidupan

lingkungannya.

Page 101: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

78

Sopan santun perlu dimiliki oleh setiap orang. Dari perkataan, atau perbuatan

atau tingkah laku seseorang, maka dapat diketahui sifat dan budi pekerti orang

tersebut. Dalam pergaulan harus menjaga ucapan dan perbuatan serta perkataan

dalam berbicara. Setiap kata-kata dalam pembicaraan harus terkontrol dengan baik

dan harus selalu terkendali. Harus dihindari perkataan atau ucapan yang tidak

berguna atau bermanfaat dan perkataan yang berlebih-lebihan.

Dalam pergaulan hidup adalah kegiatan kunjung mengunjung, bertamu dan

menerima tamu adalah suatu keharusan, baik sepanjang adat istiadat, tradisi, dan

kelaziman disuatu masyarakat setempat. Bahkan menurut ajaran Islam, bertamu dan

menerima tamu adalah suatu rangkaian dari akhlaq (budi pekerti) dan kadang-

kadang merupakan suatu ajaran, contohnya menjenguk orang-orang yang terkena

musibah, mengunjungi orang tua dan mertua, dan lain sebagainya. Dalam hubungan

antara bertamu dan menerima tamu, maka hormat menghormati yang terjalin dengan

akhlaq dan budi pekerti hendaknya diusahakan agar dapat mencerminkan atau

mendekati akhlaq itu sendiri. Pada hakekatnya setiap manusia ingin dan berhajat

kepada kehormatan (dihormati). Oleh karena itu apabila ingin dihormati oleh orang

lain, kita pun harus menghormati orang lain terlebih dahulu.

Bertamu dan menerima tamu di dalamnya tidak lepas dari prinsip hormat

menghormati antara sesama manusia. Masyarakat Jawa memiliki prinsip hormat

dalam kaidah kehidupannya. Prinsip itu mengatakan bahwa setiap orang dalam cara

berbicara dan membawakan dirinya harus selalu menunjukan sikap hormat kepada

orang lain, sesuai dengan derajat dan kedudukannya. Apabila ada dua orang bertemu

Page 102: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

79

terutama dua orang Jawa, jenis bahasa yang digunakan dan sikap mereka pasti

mengungkapkan suatu pengakuan terhadap kedudukan mereka masing-masing dalam

suatu tatanan sosial yang tersusun dengan terperinci dan cita rasa. Mengikuti aturan-

aturan tata karma yang sesuai dengan mengambil sikap hormat atau kebapaan yang

tepat adalah sangat penting. (Magniz Suseno, 1988:60)

Ajaran dalam menerima tamu yang baik dan benar yang terdapat di dalam SM

dijabarkan ketika tamu mendatangi sang pemilik rumah, tamu yang baru datang

mula-mula dipersilahkan untuk duduk terlebih dahulu. Apabila tamu yang berkunjung

ke rumah memiliki status sosial yang sama atau sederajat, maka tamu tersebut

dipersilahkan untuk duduk berhadap-berhadapan dengan tuan rumah. Namun apabila

tamu tersebut strata sosialnya lebih tinggi, maka tamu dipersilahkan untuk duduk

yang lebih terhormat atau disebut dengan sinebar atau dihadapkan oleh tuan rumah.

Setelah tamu dipersilahkan untuk duduk, hendaknya tuan rumah menanyakan apa

keperluan bertamu ke kediamannya, bertanyalah mengenai hal-hal yang perlu saja.

Seperti yang dikutipkan dibawah ini pada Pupuh III bait 22-23 sebagai berikut :

Kutipan :

Ingacaran supayane kinen lungguh/ yen dhayoh samanireki/ wetan kulon gennya

lungguh/ yen lurah lor prenahneki/ dadi sineba kang dhayoh//

Terjemahan :

Dipersilahkan duduk. Kalau tamu itu sejajar (sederajat) dengan tuan rumah,

duduknya di Timur dan Barat. Apabila yang bertamu itu berpangkat lurah,

tempat duduknya disebelah Utara, jadi tamu itu dihadap.

Page 103: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

80

Kutipan :

Sarta pasang tatakarma padha lungguh/ wus begean anakoni/ki wiswa maring

tetamu/ kang dadi praptanireki/ mung kangen awading dhayoh//

Terjemahan :

Serta melaksanakan tata cara duduk, sudah menjadi bagian (kewajiban) tuan

rumah menanyai apa yang menjadi keperluannya datang bertamu. Biasanya tamu

itu berdalih (berpura-pura) bahwa dia hanya rindu saja.

Menerima kunjungan tamu yang baik adalah disambut dengan roman muka

yang baik, jangan sekali-kali bermuram durja sekalipun yang empunya rumah sedang

bersedih hati. Suasana pembicaraannyapun hendaknya dilakukan sebaik mungkin,

bertanya dan saling menjawab, bercerita seperlunya dan apa adanya (lugas) serta

hendaknya saling mendengarkan sebagai salah satu bentuk sikap saling menghormati.

Apabila ada sesuatu yang diinginkan Sang tamu, apabila direlakan hendaknya segera

diberikan, tetapi jangan sekali-kali memberikan kesanggupan apabila hatinya tidak

rela atau tidak ikhlas. Seperti pada kutipan Pupuh III bait 24, 26, dan 27 dibawah ini:

Kutipan :

Lamun durung weca karyane kang tamu /yen ngucap aja (n) dhingini/ kang lejar

netyanireki /yen sirung netyanireki/ mung awad kangen kemawon//

Terjemahan :

Jika tamu itu belum berterus terang, tentang apa yang menjadi maksudnya,

engkau jangan mendahuluinya, dan berwajahlah cerah. Jika engkau bermuram

durja, tamu itu berpura-pura hanya rindu saja, tanpa mengatakan maksud

sebenarnya.

Kutipan :

Dadi enak (ng) nggonira imbal pamuwus/ ganti takon anakoni/ mangkana wong

among tamu/ aminta caritaneki/ sakulure kang cariyos//

Page 104: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

81

Terjemahan :

Jadi menyenangkan pembicaraannya, berganti tanya dan ditanya, meminta

bercerita sesukannya, demikianlah menanggapi tamu (menerima tamu).

Kutipan :

Lamun ana tamu kang ingkang jinaluk/ yen sira lega anuli/ angsungna ingkang

satuhu/ aywa age saguh kaki/ yen sira durung sayektos//

Terjemahan :

Jika ada sesuatu yang diminta oleh tamu, jika engkau rela berikanlah segera,

jangan engkau cepat-cepat memberi kesanggupan kalau engkau belum sungguh-

sungguh merelakannya.

Hubungan pergaulan di kala bertamu dan menerima tamu, kaum wanita atau

ibu-ibu muslimah adalah pemegang peranan penting dalam pergaulan masyarakat

setempat. Uraian dalam rangkaian pergaulan dengan tetangga dalam hubungan

bertamu dan menerima tamu di atas pada umumnya menjadi dan merupakan petunjuk

yang harus diperhatikan oleh setiap muslim (baik laki-laki maupun perempuan).

Tetapi kelaziman yang terjadi di masyarakat kita saat ini, diantara banyak hal-hal dan

acara-acara pergaulan yang dikemukakan di atas. Kaum wanita dan ibu-ibu rumah

tangga sebagai nyonya rumah yang menjadi pelaksana dan dalam catatan ini, dalam

hubungan pergaulan sehari-hari, selain dari yang telah dikemukakan di atas, ada pula

beberapa hal penting untuk menjadi perhatian wanita-wanita muslim antara lain:

dalam hubungan bertamu dan menerima tamu ada dua hal yang perlu dijaga dan

diperhatikan, yaitu pertama jangan menerima tamu yang tidak disenangi suaminya,

kedua untuk bertamu ke sesuatu tempat jangan sekali-kali melupakan keizinan suami

atau disertai olehnya.

Page 105: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

82

Dalam suatu pesta, perjamuan, dan keramai-ramaian yang dikunjungi bersama

antara kaum pria dan wanita hendaknya setiap wanita , ditemani suami atau

saudaranya (keluarga terdekat).

Tata cara penerimaan tamu yang kurang terpuji juga sangat sering sekali

dijumpai pada masyarakat sekarang ini, didalam SM dijabarkan karakteristik

penerimaan tamu yang kurang baik adalah Sang empunya rumah atau tuan rumah

apabila dalam menerima tamu, sebelum tamu tersebut dipersilahkan duduk, Sang tuan

rumah memamerkan seluruh harta kekayaannya baik itu berupa rumah, harta banda,

emas, dan harta-harta yang lainnya, kemudian Sang tuan rumah dengan bangganya

telah sombong kepada para tamu-tamunya sehingga sampai melalaikan Sang tamu itu

sendiri untuk sekedar diperkenankan untuk duduk dan dijamu oleh yang punya

rumah, seperti yang dikutip pada Pupuh III bait 19 dan 20, sebagai berikut :

Kutipan :

Nora weruh cacade dhewe ngadukur/ yen ngalem duwek pribadi/ datan ngumani

tetamu/ suraweyan astaneki/ idune pating salemprot//

Terjemahan :

Tidak melihat cacatnya sendiri bertumpuk, jika memuji milik sendiri, tangannya

terayun-ayun kesana kemari, ludahnya menyemprot kesana kemari, tidak

menghiraukan tamunya

Kutipan :

Durung lungguh tamune kandha wus gupruk/ latar wisma den tudingi/

pangaleme anggedebus/ kongsi dhayoh ngajak linggih/ iku ukarane bojot//

Page 106: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

83

Terjemahan :

Meskipun tamu itu belum duduk, ia sudah bercerita yang berlebihan (muluk-

muluk), halaman dan rumah ditunjuk-tunjuk, sambil sesekali memuji, sehingga

tamu itu mengajak duduk, demikian itu istilahnya rusak.

Tata krama pergaulan sudah ada sejak zaman dahulu, para pujangga telah

mencontohkan bagaimana cara bertamu yang baik, cara menerima tamu yang baik

dan yang kurang baik, sehingga sebagai masyarakat sekarang apabila tidak dapat

bertingkah laku yang sopan dan santun alangkah tidak sepantasnya hal itu terjadi

apalagi dalam pergaulan sehari-hari. Ada beberapa ciri-ciri orang yang menghayati

tata krama yang baik, antara lain :

a. Memiliki rasa percaya diri pada waktu menghadapi masyarakat dari tingkat

manapun.

b. Segala tingkah laku dan ucapannya mencerminkan perhatian kepada orang lain

c. Sopan, ramah selalu menunjukan sikap yang menyenangkan dan bersahabat

kepada siapa saja

d. Dapat menguasai diri, selalu berusaha tidak menyinggung perasaan orang lain,

menyakiti atau mengganggu pikiran orang lain.

e. Usahakan tidak membuat orang kecewa, gusar apalagi membuat marah orang

lain, walaupun diri sendiri baru atau sedang dalam keadaan sedih, kesal, lelah

atau jenuh.

Pada perkembangannya setelah mengalami modernisasi, dan pada

kenyataannya pula pola-pola lawas penerimaan tamu masih terpakai sampai saat ini,

masih dipergunakan, antara lain :

Page 107: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

84

a. Tamu-tamu harus dihormati sedemikian rupa sesuai dengan derajat dan usianya.

b. Menerima tamu dengan muka manis dan ramah tamah

c. Jika tamu datang untuk suatu keperluan, usahakanlah agar tamu tersebut

menyatakan keperluannya dengan baik dan pantas. Di tanggapi dengan basa-basi

dan cara yang menyenangkan.

d. Apabila tamu berpamitan untuk pulang, diantar sampai diluar gerbang atau batas

pintu, meminta maaf apabila ada suatu kekurangan dalam penjamuannya, dan

mengucapkan selamat jalan.

Dasar dari peraturan etiket adalah adat istiadat atau tradisi dari daerah dan

Negara tertentu, yang terkadang berbeda bahkan bertentangan. Etika Timur dan etika

Barat berbeda seperti misalnya dari cara bersalaman, cara menatap mata sewaku

berjabat tangan, saat memberi sambutan, dan pada saat menerima sesuatu. Selain

mengetahui etiket bangsa sendiri sebaiknya juga mengetahui sedikit tentang etiket

bangsa-bangsa lain. Sebab hal itu akan melancarkan komunikasi dan kemampuan kita

untuk menyesuaikan diri kepada lingkungan tempat kita berada.

6. Larangan Berjudi

Menjadi anggota masyarakat harus pandai-pandai memilih teman, bukan

berarti angkuh atau sombong. Disamping itu kita harus mampu untuk diterima dalam

lingkungan yang baik. Sedangkan lingkungan yang baik tentu saja tidak akan

menerima orang lain dengan begitu mudah, namun mereka juga memilih orang-orang

yang bertingkah laku baik yang diterima menjadi anggotanya. Dengan demikian

jelaslah bahwa kita sebagai anggota masyarakat harus menunjukkan tingkah laku,

Page 108: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

85

tutur kata yang baik. Dalam bertingkah laku hendaknya menunjukkan tingkah laku

yang sopan, dalam berbicara janganlah menjelek-jelekan orang lain sehingga

mengakibatkan orang lain sakit hati dan marah. Apabila kita tidak melakukan hal-hal

yang demikian kita akan disenangi oleh orang lain dan diterima sebagai anggota dari

masyarakat yang baik. Sebaliknya apabila seseorang selalu melakukan perbuatan

yang tidak terpuji, misalnya main (judi), minum (mabuk), medok (berzina), maling

(mencuri), dan sebagainya yang pada intinya mengakibatnya keresahan masyarakat

sekitarnya sebagai akibat orang tersebut akan dibenci oleh masyarakat bahkan

diasingkan.

Ajaran di dalam SM, ada pula yang berbentuk larangan untuk berjudi. Dalam

Ensiklopedi Indonesia judi diartikan sebagai suatu kegiatan pertaruhan untuk

memperoleh keuntungan dari hasil suatu pertandingan, permainan atau kejadian yang

hasilnya tidak dapat diduga sebelumnya. Judi adalah pertaruhan dengan sengaja, yaitu

mempertaruhkan satu nilai atau sesuatu yang dianggap bernilai, dengan menyadari

adanya resiko dan harapan-harapan tertentu pada peristiwa-peristiwa permainan,

pertandingan, perlombaan dan kejadian-kejadian yang tidak atau belum pasti

hasilnya.

SM adalah salah satu naskah lama yang melarang keras perjudian dilakukan

oleh manusia (masyarakat) selain dapat mendatangkan dosa dapat juga merusak

moral para pemainnya. Di dalam KUHP pasal 30 ayat 3 mengartikan judi sebagai

tiap-tiap permainan yang mendasarkan pengharapan untuk menang, pada umumnya

bergantung kepada untung-untungan saja, dan juga kalau harapan itu jadi bertambah

Page 109: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

86

besar karena kepintaran dan kebiasaan permainan. Termasuk juga permainan judi

adalah pertaruhan tentang keputusan perlombaan atau permainan lain, yang tidak

diadakan oleh mereka yang turut berlomba atau bermain itu. Demikian juga segala

permainan lain-lainnya.

Hendaknya tidak bergaul dengan seorang penjudi, karena didalam SM

dijelaskan bahwasanya apabila seseorang yang pada awalnya bertingkah laku baik

sekalipun apabila bergaul dengan penjudi dikhawatirkan terpengaruh untuk ikut

berjudi. Penjudi diibaratkan seperti menggali lubang, lama-kelamaan harta benda

yang dimilikinya akan habis dengan sendirinya. Diumpamakan pula seperti

menyendok jenang bekatul, diibaratkan menyendok dipilih yang dingin terlebih

dahulu dari yang dibagian tepi kebagian tengah, lama-lama akan habis kesemuannya.

Berjudi membuat seseorang buta akan segala-galanya, bahkan sampai tidak ingat apa-

apa termasuk keluarga yang dimiliki bahkan harga dirinya sendiri, bahkan apabila

telah mendarah daging berjudi dapat merusak kehidupan bermasyarakat. Demikian

pula taruhan dalam berjudi, sebagai taruhan pada awalnya mengambil harta pribadi

(keluarga) setelah keluarga waspada, menjalar ke harta-harta yang lainnya, lama

kelamaan semakin berani, hingga pada akhirnya hanya karena untuk menyediakan

taruhan saja, sampai-sampai apabila sudah tidak memiliki harta benda lagi, akhirnya

menjadi pencuri, perampok, penyamun, dan penjambret, seperti yang dikutip pada

Pupuh II bait 22 sampai 25 sebagai berikut :

Kutipan :

Kakanca kakancuhira/ kamomor yogyane brindhil/ bebotoh sasta seredan/

kaping tri kasengsem ringgit/ luwange nguni-uni/ lir nyuru jenang bekatul/

Page 110: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

87

saking pinggir manengah/ ingkang asrep den ubengi/ toging ngendhon

ngengehan telas sadaya//

Terjemahan :

Berteman dengan orang yang suka berjudi, akan terbawa dan terpengaruh judi

pula, serta pendadu tergila pada tandek, seperti menggali lubang, lama-lama

habis hartanya, bagaikan menyenduk jenang bekatul dipilih yang dingin dari tepi

kemudian ke tengah, lama-lama habis semuanya.

Kutipan :

Bebotoh judi mangkana/ met darbeking kang sudarmi/ cinolong lamun tan

angsal/mrambat kulawarga neki/ warga wus mrayitnani/ narajang mring

tangganipun/ saya wuwuh jajahan/ wuwuh gendhing wuwuh wani/ wuwuh akal

wuwuh keh kang nunggal karsa//

Terjemahan :

Demikian pula taruhan dalam berjudi diambil milik ayahnya, jika tidak

diperbolehkan kemudian dicuri, menjalar pada milik tetangganya, bila tetangga

telah waspada, sehingga tidak dapat diambil, kemudian mengambil milik yang

lainnya lagi. Semakin bertambah dan teman sehaluan pun semakin banyak.

Kutipan :

Temah ngecu (m)begal ngampak/ memet nyebrot nayap ngutil/ saking nora bisa

nyegah/ botohan lan seredneki/ myang blanja marang ringgit/ semune owel yen

mutung/ yekti iku marganya/ poma aja anglakoni/ yen nglakoni pacangan dadi

prantean//

Terjemahan :

Hal itu karena tak dapat menahan berjudi dan bercandu, serta membayar tandak,

kemudian merampok, membegal dan mencuri serta menjambret, mencopet.

Tindakan semacam itu jangan dilakukan. Jika dijalankan maka akan menjadi

orang hukuman.

Dalam urusan halal dan haram agama Islam mengatakan judi adalah setiap

permainan yang mengandung untung atau rugi bagi pelakunya, dengan demikian

dalam berjudi terdapat tiga unsur : adanya harta atau materi yang dipertaruhkan, ada

Page 111: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

88

suatu permainan yang digunakan yang menentukan baik pihak yang menang dan

yang kalah, dan yang terakhir adalah pihak yang menang mengambil harta (sebagian

atau seluruhnya atau kelipatan) yang menjadi taruhan (murahanah) sedang pihak yang

kalah akan kehilangan hartanya.

Unsur-unsur yang berbeda juga dijelaskan di dalam Pasal 303 ayat (3) secara

detil dijelaskan, bahwa di dalam berjudi terdapat tiga unsur agar suatu perbuatan

dapat dinyatakan sebagai judi. Pertama adalah permainan atau perlombaan itu sendiri.

Jadi dilakukan semata-mata untuk bersenang-senang atau kesibukan untuk mengisi

waktu senggang guna menghibur hati jadi bersifat rekreatif, namun di sini para

pelaku tidak harus terlibat dalam permainan. Kedua adalah untung-untungan, artinya

untuk memenangkan permainan atau perlombaan ini lebih banyak digantungkan

kepada unsur spekulatif atau kebetulan atau untung-untungan, atau faktor

kemenangan yang diperolah dikarenakan kebiasaan atau kepintaran pemain yang

sudah sangat terbiasa atau terlatih. Ketiga yaitu ada taruhan, dalam permainan atau

perlombaan ini ada taruhan yang dipasang oleh pihak pemain atau bandar baik dalam

bentuk uang ataupun harta benda lainnya. Bahkan terkadang istripun bias dijadikan

taruhan. Akibat adanya taruhan maka tentu saja ada pihak yang diuntungkan dan ada

yang dirugikan. Unsur ini merupakan unsur yang paling utama untuk menentukan

apakah sebuah perbuatan dapat disebut sebagai judi atau bukan judi.

Dalam bertingkah laku orang hendaknya tidak sembarangan, harus terlebih

dahulu memikirkan akibat baik maupun buruknya dikemudian hari. Apabila

sekiranya dari kata-kata yang dikeluarkan dan perbuatan yang dilakukan tidak

Page 112: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

89

mengena dihati masyarakat hendaknya jangan dilakukan. Misalnya, pada malam hari

pada saat seluruh warga masyarakat sedang tidur, bukannya menjaga ketentraman

warga tetapi malahan berjudi dan mabuk-mabukan, berjudi merupakan salah satu

bentuk sampah masyarakat yang harus dibersihkan, walaupun pada saat sekarang

berjudi masih menjadi salah satu hobby masyarakat, terutama mereka yang menjadi

pengangguran.

7. Larangan Mengadu Domba

Adu domba atau mengadu domba diartikan sebagai upaya menjadikan

berselisih atau bertikai diantara pihak yang sepaham. Arti lainnya adalah

menarungkan sesama dalam satu pemahaman. Pada umumnya taktik atau muslihat

seperti ini bertujuan untuk melemahkan salah satu atau dua kelompok yang saling

bertikai itu, sebelum akhirnya keduanya dikuasai.

Istilah seperti itu memang lebih banyak memiliki konotasi negatif. Apalagi

bangsa Indonesia, kalimat adu domba telah menggoreskan kenangan kelam,

memilukan, pada masa penjajahan kolonial. Sejak dibangku sekolah dasar, siswi-

siswi mulai tingkat sekolah dasar hingga menengah di Tanah Air telah diperkenalkan

mengenai sejarah taktik atau politik adu domba yang diterapkan Bangsa lain untuk

menguasai dan menjajah Indonesia. Dengan tujuan mengeruk kekayaan alam yang

melimpah dari bangsa Indonesia, kaum imperialis memulai dari berbondong-

bondong datang ke Nusantara dengan piawai memperagakan politik devide et impera

yang tak lain adalah politik adu domba itu sendiri, untuk memecah persatuan dan

persaudaraan yang tertanam diantara penguasa, dan raja-raja di berbagai wilayah di

Page 113: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

90

Tanah Air Indonesia. Para raja atau penguasa daerah setempat dihasut agar saling

berseteru dengan saudara-saudaranya sendiri. Setelah mereka lemah dan rapuh usai

berperang, penjajah Belanda, mulai menancapkan kuku-kuku kekuasaannya.

Sebenarnya para domba-domba yang merasa diadu tersebut dapat berkaca dari

sejarah, bahwa jika seseorang termakan oleh hasutan dalam politik adu domba, tidak

akan membawa kebaikan bagi semua pihak.

Adu domba diibaratkan dengan banyak perumpamaan dari mengenai

hubungan orang tua dengan anaknya apabila sedang terkena adu domba diibaratkan

seperti air yang dipedang seratus kali dalam satu jam, pasti tidak akan berubah dan

tidak membekas. Begitu pula dengan hubungan kekeluargaan atau saudara, sehingga

apabila mengadu domba di dalam saudara dan keluarga sangat tidak ada gunannya.

Seperti pada kutipan bait 38 dan 39 Pupuh II sebagai berikut:

Kutipan :

Toya reka darma putra/ toya kinarya upami/ pinedhang ping sewu sajam/ sayekti

tan wurung pulih/ siti reke upami/sujanma maring sadulur/ yen ana bawa ala/ ya

siti ing mangsa katri/ bumi belah upamine lan kadang crah//

Terjemahan :

Retaknya air seperti hubungan orang tua dengan anak air sebagai perumpamaan,

jika dipedang seratus kali dalam satu jam, tentu kembali dan tidak membekas,

hubungan seseorang dengan saudaranya, perumpamaannya seperti retaknya tanah

dimusim kemarau. Persaudaraan itu akan renggang kalau ada keadaan yang kurang

baik.

Kutipan :

Sajrone nela mangkana/ kisen klabang kalajengking/ wusana mangsa kalima/

antara trancap geng prapti/ kalabang kalajengking/ tela mingkem gremet

lampus/ iku kang dadi setan/ sadulur rengate pulih/ tanpa gawe wong ngadoni

crahing kadang//

Page 114: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

91

Terjemahan :

Disaat tanah itu dalam keadaan retak, kemasukan kalajengking yang merupakan

setan, kemudian musim kelima, hujan lebat pertama di awal musim hujan tiba.

Tanah itu merapat lagi. Maka dari itu tidak ada gunanya mengadu domba akan

keretakan persaudaraan dalam keluarga.

Dalam pengertian yang berbeda. Adu domba disebut pula dengan namimah

(Arab), di dalamnya dijelaskan adu domba adalah haram hukumnya, karena pada

intinya adu domba membeberkan sesuatu yang tidak disuka untuk dibeberkan. Baik

yang tidak suka adalah yang dibicarakan atau pihak yang menerima berita, maupun

pihak lainnya. Baik yang disebarkan itu berupa perkataan maupun perbuatan, baik

berupa aib atau bukan aib.

Hubungan suami dengan istri, pejabat atasan dengan bawahan atau anak

buahnya, kuatnya ibarat seperti batu. Disaat hubungan tersebut masih dalam keadaan

baik, kasih sayang mereka tidak dapat dipisahkan, namun apabila hubungan itu sudah

mulai retak, maka seperti retaknya batu.

Orang yang suka mengadu domba, perumpamaannya seperti telur yang

dihimpit batu besar, orang yang diadu itu bila telah kembali bersatu kembali pasti

akan sangat membenci orang yang mengadu domba itu. Seperti pada kutipan bait ke

47, 48 Pupuh II sebagai berikut:

Kutipan :

Ana sloka antiga kaapit watu/ iku jalma watakneki/ kang asring remen wewadul/

lami-lami pan kebalik/ katangkep watu sang endhog//

Page 115: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

92

Terjemahan :

Ada peribahasa telur dihimpit batu, itu sifat manusia yang suka mengadu domba,

lama kelamaan mengena dirinya sendiri, telur itu akan benar-benar terhimpit

batu.

Kutipan :

Tunggal benggang ngaku wong palakrameku/ yen wus atut aningali/ karone

maring sireku/ yekti sangite kapati/ tan enak lir kang mangkono//

Terjemahan :

Orang yang di adu domba itu apabila telah rukun kembali keduanya akan sangat

membenci orang yang mengadu domba itu. Mengadu domba itu hal yang tidak

baik.

Banyak sekali dalil-dalil yang menerangkan mengenai haramnya perbuatan

adu domba dan dilarangnya perbuatan adu domba dilakukan di dalam masyarakat.

Dalam bidang pendidikan budi pekerti adu domba sangat tidak dibenarkan dalam

setiap alasannya, dimaksudkan bahwa adu domba adalah bukan salah satu pilihan

terbaik dalam pemecahan suatu masalah. Di dalam QS. Al-Qalam ayat 10-11,

menerangkan “Dan janganlah kamu ikuti setiap orang-orang yang banyak

bersumpah lagi hina dan banyak mencela , yang kian kemari menghambur fitnah”.

Adu domba sangat tidak mencerminkan prinsip kerukunan masyarakat Jawa.

Prinsip kerukunan bertujuan untuk mempertahankan masyarakat dalam keadaan yang

harmonis. Keadaan semacam itu disebut dengan istilah rukun, yang berarti “ berada

dalam keadaan selaras”, “tenang dan tenteram”, “tanpa perselisihan dan

pertentangan”.

Page 116: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

93

Keadaan rukun terdapat dimana semua pihak berada dalam keadaan damai

satu dengan yang lain, suka bekerja sama, saling menerima, dalam suasana tenang

dan sepakat. Rukun adalah keadaan ideal yang diharapkan dapat dipertahankan dalam

semua hubungan sosial, dalam keluarga, dalam tetangga dan dalam setiap

pengelompokan tetap. Suasana seluruh masyarakat seharusnya bernafaskan semangat

kerukunan (Magniz, 1989 : 39)

8. Ajaran Menjadikan Negara Makmur

Seorang raja dalam pandangan masyarakat Jawa merupakan figur, tokoh yang

adiluhung. Sebagai seorang yang sakti, pada umumnya Jawa beranggapan bahwa

seorang raja atau penguasa memiliki keluhuran budi, namun pada masa sekarang

nampaknya keluhuran budi para pemimipin Bangsa harus benar-benar menjadi bahan

perhatian masyarakat. Banyak pemimpin Bangsa yang telah banyak terbukti

melakukan korupsi, banyak penipuan yang dilakukan oleh para petinggi negara,

belum lagi kasus para pejabat yang tidak malu melakukan skandal seks sampai

kasus-kasusnya tersebar luas sehingga reputasinyalah yang menjadi taruhannya.

Dalam pencapaian budi yang luhung tersebut dicapai atau didapat melalui suatu

tindakan yang bersifat metafisis dan bukan tindakan yang bersifat empiris, hal ini

dikarenakan dalam padangan Jawa kekuasaan menjadi suatu tempat yang keramat,

agung dan bersumber vertikal. Tuhanlah di atas segala kekuasaan, kekuasaan dapat

diperoleh manusia yang terpilih, manusia adiluhung yang memiliki daya kekuatan

yang dipandang mampu menyandang kekuasaan yang disebut wahyu. Jadi kekuasaan

bukan merupakan segala yang khas antara antar manusia. Kekuasaan bukanlah

Page 117: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

94

merupakan suatu tindakan atau kemampuan untuk memaksakan kehendak kepada

orang lain. Saran-saran untuk mencapai kekuasaan serta mencapai kepribadian

manusia yang adiluhung.

Ibukota atau kota tidak hanya merupakan pusat politik dan kebudayaan

melainkan juga sebagai pusat magis kerajaan. Berhubungan dengan jagad raya yang

menurut kosmologi Brahmana atau Budhis atau keduanya, berpusat di Gunung Meru

pada pusat kotanya, dan Gunung Meru dipusat kota ini akan menjadi pusat magisnya

( Darsiti Soeratman, 2000:2)

Pandangan mengenai susunan alam semesta pada orang Jawa jaman dahulu

itu diambil dari agama Hindu yang beranggapan bahwa alam semesta merupakan

benua berbentuk lingkaran yang dikelilingi oleh beberapa samudra dengan pulau-

pulau besar di empat penjuru yang merupakan tempat tinggal keempat penjaga yang

keramat. Di pusat benua yang terutama terletak di Gunung Mahameru, yakni Gunung

Paradewa. Dunia manusia yang diwakili oleh kerajaan, dengan raja sebagai

penjelmaan salah satu dewa, mempunyai tugas untuk menjaga keselarasan kosmos

dengan jalan meniru susunan alam semesta dalam kerajaannya. Kedudukannya di

pusat kerajaan melambangkan raja dewa di pusat alam semesta. Keempat materi yang

mengelilingnya, keempat permaisuri dan para pegawai di keempat bagian

kerajaannya, melambangkan keempat mata angin dari alam semesta. Dasar susunan

kosmos juga dilaksanakan dalam hierarki kepegawaian, dan secara nyata

dilambangkan oleh denah ibu kota kerajaan, istana kerajaan, dan candi-candi batu

yang sampai sekarang dapat kita lihat bekas-bekasnya sebagai tokoh yang

Page 118: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

95

melambangkan pusat dari alam semesta, seorang raja di kerajaan Asia Tenggara juga

dibenani tugas-tugas keagamaan yang berat. (Koentjaraningrat, 1999 : 121-122)

Negara di dalam mengatur segala kpentingan kenegaraannya tidak dapat

menjalankan roda pemerintahannya, melainkan haruslah di bantu oleh aparatur-

aparatur Negara. Perlu diingat bahwa fungsi utama dari aparatur pemerintahan dan

aparatur Negara adalah mengabdi kepada masyarakat dan kepentingan umum, rakyat

banyak dengan alat dan perlengkapan umum, aparatur Negara sebagai abdi bukan

sebaliknya bukan untuk mencari keuntungan atau kepentingan pribadi atau golongan

dari pada yang bersangkutan.

Aparatur pemerintahan harus menjadi saluran atau jembatan pengabdi dan

melaksanakan kepentingan umum dengan penuh dedikasi dan loyalitas, bukan

sebaliknya, tidak menyalahgunakan kekuasan mencari kesempatan dalam kesempitan

atau dikenal dengan istilah aji mumpung. Pemerintah dapat dibedakan antara

pemerintah sebagai organ (alat, tool) Negara yang menjalankan tugas (fungsi) dan

pemerintah sebagai fungsi dari pemerintah. Pemerintah dapat pengertian pertama

sebagai organ Negara dapat pula dibedakan antara pemerintah dalam arti luas

(makro) dan pemerintah dalam arti sempit (mikro). Pemerintah dalam arti sempit

(mikro) dimaksudkan khusus kekusaan eksekutif, sedangkan dalam arti luas (makro)

disamping kekuasaan eksekutif adalah juga kekuasaan legislatif dan kekuasaan

Yudikatif. (Widjaja, 1991 : 23, 33)

Aparat Negara juga terdapat pada bentuk-bentuk pemerintahan kerajaan.

Kerajaan pada zaman dahulu memiliki empat aparatur pokok yang harus dimiliki,

Page 119: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

96

yang berguna untuk membantu pemimpin (raja) untuk menjalankan roda

pemerintahan. Pertama, yaitu prajurit sebagai pelindung Negara, kedudukan prajurit

pada masa tersebut sangat penting berperan aktif membantu raja mengatur jalannya

pemerintahan.

Pada zamannya prajurit harus pandai mengatur siasat perang. Disaat Negara

(kerajaan) dihadapkan oleh sesuatu yang sulit dikala berperang. Maka prajurit yang

harus menciptakan strategi-strategi perang yang handal. Prajurit harus selalu siap

dengan semua senjatanya, selain harus terampil mempergunakan senjata seperti

tobak, panah, dhadhap, keris, juga harus memiliki badan sehat, baik jasmani dan

rohaninya maka dari itu secara fisik tubuh seorang ksatria harus tegap dan kuat.

Prajurit dalam maju berperang haruslah diniati dengan niat yang baik dan tulus,

jangan dendam dan amarah yang dijadikan landasan, karena apabila dilandasi dengan

niat yang tulus dan tujuan yang baik, sehingga dapat dicapai adalah tangga

kemasyuran seperti yang dikutip pada pupuh II bait 5, sebagai berikut :

Kutipan :

Lan ana patang prakara/ kagungane kang praja di/ prajurit lawan pandhita/ tri

sudagar catur tani/ ywa susah salah siji/ prajurit pagering ratu/ tani bojaning

praja/ sudagar busaneng nagri/ sang pandhita weh rahuyaning pamuja//

Terjemahan :

Ada 4 hal yang harus dimiliki oleh Negara yang baik, satu prajurit, dua petani,

tiga pedagang, dan keempat pendeta. Keempatnya jangan sampai. Ada yang

menderita salah satu. Prajurit sebagai benteng (perlindungan) raja. Petani sebagai

sumber makanan bagi Negara. Pedagang merupakan pakaian bagi Negara, dan

pendeta member keselamatan dan kesejahteraan bagi Negara.

Page 120: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

97

Prajurit memilih beberapa gelar perang, gelar tersebut dipergunakan ketika

para ksatria berperang melawan musuh dimedan laga. Gelar perang ini lebih

cenderung sebagai bentuk formasi para prajurit. Sehingga gelar perang ini dapat juga

digunakan sebagai salah satu strategi dalam menghadapi serangan musuh. Kurang

lebih disebutkan ada 7 gelar perang yang terdapat di dalam SM, yaitu Hardacandra,

Brajapanjara, Mangkarabyuha, Diradameta, Capiturang, Garudanglayang dan

Pritaneba.kesemuanya merupakan gelar-gelar perang yang sering dipergunakan

prajurit ketika berhadapan dengan musuh. Seperti yang dikutip pada pupuh II bait 11

dan 12, sebagai berikut:

Kutipan :

Myang kulet amasang gelar/ ardacandra kagapati/ myang gelar brajapangan/

lan mangkara byuha malih/ byuha mangkara nenggih/ supit urang tegesipun/

rika brajapanjara/ dirademeta sayekti/ kagapati kang gelar garudha nglayang//

Terjemahan :

Pasanglah gelar meski dengan lambat. Hardacandra kagapati, dan gelar

Brajapanjara, mangkara byuha, dan byuha mangkara, yang dimaksud yaitu supit

urang, braja panjara kagapati dan garudhanglayang

Kutipan :

Kang ingaran ardacandra/ wulan tumanggal sayekti/ byuha pakekesing gelar/

prita neba iku ugi/ lan rumekseng prajurit/ ywa kurang mangan lan minum/

samekta warastranya/ wewekanta denmumpuni/ jroning aprang aywa kaselan

ing meda//

Terjemahan :

Yang dimaksud hardacandra ialah bulan yang mulai purnama, pritareba adalah

burung yang melayang bergerombol menjaga prajurit jangan kekurangan makan

dan minum, siap dengan senjatanya, serta pegetahuan yng mumpuni dalam

berperang janganlah diselingi dengan sendau gurau.

Page 121: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

98

Kedua adalah sebuah petani sebagai sumber makanan bagi Negara. Petani

sendiri diseyogyakan agar selalu memperhatikan bibit segala macam tumbuhan dan

tanaman, baik itu jenis buah-buahan, sayur-sayuran dan jenis tumbuhan lain yang

dapat dipergunakan untuk bahan pangan, serta seorang petani harus memperhatikan

musim tanamnya. Musim-musim tanam antara lain yaitu Kapat yaitu waspa

kumembeng jroning kalbu yang memiliki maksud air atau sumber mata air tidak

keluar dari bumi (tanah), seandainya akan membuat sumur maka harus dalam yang

menggali sehingga air yang keluar akan banyak. Kalima yaitu pancuran mas

sumawur ing jagad yang memiliki maksud mulai turun hujan, banyak air dan mata air

yang bermunculan, para petani mulai mengolah tanah. Kanem yaitu rasa mulya

kasucian yang memiliki maksud banyak buah-buahan manis dan segar yang berbuah.

Kasapta yaitu wisa kentar ing maruta yang memiliki arti timbul banyak penyakit dan

wabah yang tersebare di mana-mana sehingga banyak yang terjangkit oleh wabah itu.

Kawolu yaitu anjrah jroning kayun yang memiliki maksud banyak hewan yang kawin

terutama pada jenis kucing. Kasanga yaitu wedharing wacana mulya yang memiliki

maksud banyak jenis serangga bermunculan. Sadasa yaitu gedhong minep jroning

kalbu yang memiliki maksud banyak hewan akan beranak pinak dan bertelur.

Dhestha yaitu sotya sinarawedi yang memiliki maksud banyak jenis unggas yang

mencari makan untuk anaknya. Sadha yaitu tirta sah saking sasana yang memiliki

maksud udara sudah tidak panas lagi, sehingga banyak orang yang mersakan udara

dingin. Kasa yaitu sotya murca saking embanan yang memiliki maksud banyak

pohon-pohon berguguran daun dan batangnya. Karo yaitu bantala rengka yang

Page 122: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

99

memiliki maksud tanah-tanah banyak yang retak. Katiga yaitu suta manut ing bapa

yang memiliki maksud banyak tanaman merambat dan umbi-umbian yang mulai

tumbuh. Selain harus pandai memperhatikan musim-musim tanam, petani dapat pula

memperhatikan condongnya bintang, seperti bintang Piji, bintang Bokor, bintang

Waluku, bintang Panjerina, serta bintang Bimasakti, konon dengan memperhatikan

petunjuk-petunjuk alam seperti itulah para petani berhasil menghasilkan hasil-hasil

tanam yang berkualitas bagus, disamping juga perawatan dilahannya dilakukan secara

teratur dan baik.

Hakikatnya manusia itu berbeda dengan hewan dan tumbuhan. Manusia

membutuhkan makanan yang bernutrisi dan bergizi, sedangkan hewan dan tumbuhan

tidak membutuhkan seperti kebutuhan manusia.

Binatang tanpa pakaian dan tanpa harta benda, binatang tidak membedakan

rasa manis, pahit, asin. Tumbuhan pun juga demikian, oleh karena itu sebagai

kesimpulannya adalah manusia hendaknya menyiapkan segala sesuatunya dengan

sungguh-sungguh, dan janganlah meniru perilaku seekor kambing, yang maksudnya

adalah menikmati segala sesuatunya (makanan) tanpa mengeluarkan uang atau biaya,

hanya ikut menikmati jerih payah orang lain. Seperti yang dikutip pada Pupuh II bait

ke 14 dan 18 sebagai berikut :

Kutipan :

Yogya urip aneng donya/ kang kaprah nyandhang lan bukti/ bulah sato tanpa

nyandhang/ bulah wreksa tanpa bukti/ saben manungsa mosik/ amesthi mangan

anginum/ iku dipun kawangwang/ yen paksi kang denkawruhi/ saananya wohing

wreksa mangka boja//

Page 123: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

100

Terjemahan :

Selayaknya orang hidup didunia makan dan berpakaian adalah hal yang wajar,

berbeda dengan binatang yang tanpa pakaian, pohon tanpa makan pula, setiap

manusia yang berakal sehat pasti makan dan minum. Hal itu perlu diingat,

barang yang diketahui dari setiap buah merupakan makanannya.

Kutipan :

Miwah janma kang rumeksa/ samektane sandhang bukti/ lamun janma tan

samekta/ sapa arsa kinan kaki/ angreksa angresiki/ ngendi gampang gone

tanduk/ yen tan lawan nugrahan/ nira jeng sri narapati/ mung margane tan liya

taki-takia//

Terjemahan :

Manusia yang menjaga kesiapan makan dan pakaian, jika manusia tidak

menyiapkannya, siapa yang hendak disuruh menjaga dan mempersiapkannya.

Mana mungkin mudah mengerjakan kalau bukan karena kemurahan raja, caranya

tidak lain adalah bersungguh-sungguh.

Pedagang berfungsi sebagai pakaian dan perlengkapan bagi Negara. Pedagang

atau sering disebut dengan sebutan saudagar memiliki aparatur Negara ketiga yang

memiliki fungsi sangat penting dalam menjalankan pemerintahan rakyat (masyarakat)

sudah barang tentu membutuhkan pakaian dan perlengkapan. Perlengkapan

kehidupan sehari-hari mereka yang mana dalam masalah ini pedagang memiliki

peranan penting. Manusia sebenarnya tidak hanya membutuhkan pakaian sebagai

pelindung diri dari panas, hujan, angin, gigitan binatang saja akan tetapi manusia juga

membutuhkan perlengkapan kehidupannya seperti keris sebagai senjata, kuda sebagai

alat tranportasi atau kendaraan, serta rumah dengan ukuran kecil, sedang bahkan

besar dilengkapi dengan halaman yang luas sebagai kediaman. Kesemuanya itu

pedaganglah yang mempersiapkannya. Hingga pada jaman kehidupan itu pedagang

Page 124: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

101

modern seperti inilah, pedagang memiliki peranan penting dalam kehidupan ekonomi

Negara, bahkan hampir seluruh aspek-aspek ekonomi bersinggungan dengan

pedagang. Seperti yang dikutip pada pupuh II bait 9, 14 dan 17 sebagai berikut:

Kutipan :

Sudagar ta yogyanira/ yen deranggo ing praja di/ pangulah pambekanira/ saene

lawan makiklik/ yogya aywa nglabeti/ dena ta tukang prang pupuh/ den

prastaweng supana/ bebukane murbeng titi/ ngruhanana yen lagi sapanetegan //

Terjemahan :

Jangan dipertahankan dalam Negara cara perhitungan para saudagar yang terlalu

kikir. Adapun orang yang memulai memukul perang, dimulai dengan tujuan

yang baik untuk mencapai tangga kemasuran.

Kutipan :

Yogya urip aneng donya/ kang kaprah nyandhang lan bukti/……………./

…………../ …………

Terjemahan :

Selayaknya orang hidup didunia makan dan berpakaian adalah hal yang wajar/

……/ …../ …..

Kutipan :

……………../ ……………/……………./ tur maning ana kinayun/ busana wastra

mulya/ kuda curiga lan estri/ ana maning wisma geng papan kang jembar//

Terjemahan :

………../ …………/ ………………/ ada lagi yang dikehendaki manusia yaitu

pakaian, senjata dan kedudukan, kuda sebagai kendaraan, keris sebagai senjata

dan istri, serta rumah yang berhalaman luas sebagai tempat tinggal.

Terakhir yaitu pendeta memberi berkat bagi Negara. Sebagai Negara yang

menghendaki kemakmuran dan kesejahteraan, hendaknya memiliki seorang ahli

agama atau pendeta sebagai seseorang yang mampu memberikan spirit kerohanian

Page 125: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

102

pada setiap orang, baik itu sang raja, keluarga raja, prajurit serta seluruh anggota

masyarakat atau rakyat. Pendeta berfungsi sebagai guru spiritual yang bertugas

membantu memulihkan rohani dan jiwa-jiwa yang sedang sakit. Hal-hal yang

berkaitan dengan pendeta yaitu antara lain memimpin upacara-upacara adat atau

upacara-upacara keagamaan, mendoakan agar Negara dan seluruh rakyatnya hidup

sejahtera, membaca mantra, serta memberi berkat terhadap Negara. Seperti yang

dikutip pada Pupuh II bait 6 sebagai berikut:

Kutipan :

Kapandhitan puja mantra/ kang anggun tapanireki/ mmulang wadya kang

pindha/…………../ ……….

Terjemahan :

Hal-hal yang berhubungan dengan pendeta yaitu berdoa dan membaca mantra.

Bersungguh-sungguh dalam bertapa serta memberikan pndidikan kepada prajurit/

…………/………..

Dengan keempat hal pokok di atas, hendaknya sebuah Negara memiliki

keempat kelengkapan Negara tersebut. Untuk itu haruslah mengetahui masalah-

masalah yang dihadapi oleh Negara juga pengetahuan tentang hukum atau undang-

undang yang menjadi patokan sebuah Negara. Seperti halnya orang Jawa mengatakan

bahwa “pathokaning” negara itu terletak pada keteguhan dan ketaatan menjalankan

undang-undang negara”. Dari kutipan tersebut menggambarkan bahwa suatu Negara

haruslah mempunyai dan taat kepada undang-undang Negara dan apabila undang-

undang itu tidak ditaati maka sistem pemerintahan pada Negara tersebut tidaklah

berjalan semestinya alias kacau bahkan Negara itu tidak ada gunanya. “Negara iku

Page 126: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

103

ora guna lamun ora darbe angger-angger minangka pikukuhing Negara kang

adhedhasar ing kalbune manungsa salumahing Negara kuwi” yang berarti “Negara

tidak akan berguna apabila tidak mempunyai undang-undang yang menjadi dasar

kuatnya suatu Negara, yang sesuai dengan isi jiwa seluruh bangsa itu. (A. Setiono

Mangoenprasodjo, 2003 :310).

C. Relevansi Ajaran Serat Margawirya

Dengan Kehidupan Masa Kini

Pada dasarnya suatu karya sastra merupakan pencerminan dari masyarakat

pendukungnya. Hal ini dibuktikan dengan adanya hubungan timbal balik antara karya

sastra, pengarang dan masyarakat pembaca tentunya. Dilihat dari proses penciptaan

karya sastra banyak dipengaruhi oleh unsur kemasyarakatan yakni sebagai wujud

pernyataan sosial si pengarang yang dipengaruhi oleh imajinasinya, namun karya

sastra tidak harus nyata menyampaikan realitas kehidupan, akan tetapi karya sastra

tidak lepas dari imajinasi pengarang.

Kehidupan yang berhasil ditampilkan oleh sebuah hasil karya sastra tersebut

sebenarnya merupakan gambaran sosial masyarakat pendukungnya yang bersifat

implisit, baik mengenai budaya, kondisi sosial, maupun norma-norma yang

melingkupi pengarang dalam melahirkan karya niali-nilai yang tertuang dalam

sebuah karya sastra dapat terwujud anjuran atau nasehat, pemberitaan, peperangan,

kebencian, kemarahan, cinta kasih, amarah, sendu, nafsu, dan lain sebagainya. Suatu

karya sastra juga berisi suatu absurd, yakni sesuatu yang dapat ditangkap pembaca

Page 127: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

104

yang mempunyai bekal dan menikmati sastra. Nilai-nilai tersebut merupakan hal

yang sering terjadi di dalam kehidupan masyarakat kita dalam kehidupan sehari-hari.

Pembeberan sebuah cerita karya sastra, pengarang sebenarnya ingin

mengungkapkan hal-hal yang berkaitan dengan kenyataan sosial masyarakat yang

ditemui lewat karya-karya kreatifitasnya lain dari pada hal itu pengarang memiliki

keinginan untuk merespon kenyataan sosial yang ada.

Naskah SM yang dipilih menjadi objek penelitian ini juga mengungkapkan

hal-hal yang berkaitan dengan kenyataan sosial masyarakat yang ditemui lewat

kreatifitasnya, khususnya di dalam pengajaran tata cara sopan santun budi pekerti.

Selain itu pengarang ingin merespon kenyataan sosial yang ada. Naskah SM yang

menjadi objek penelitian ini juga mengungkapkan permasalahan-permasalahan

kehidupan yang terjadi di dalam kehidupan bermasyarakat. Permasalahan tersebut

antara lain bagaimana membentuk karakter seseorang yang berbudi pekerti luhur.

Berpijak dari hal-hal di atas, peneliti ingin mengungkapkan bagaimana

relevansi yang terdapat dalam naskah SM dengan realita yang sekarang dialami,

khususnya masyarakat Jawa. Relevansi dalam naskah SM diungkapkan secara

eksplisit oleh pengarang. Oleh karena itu, peneliti menarik kesimpulan sendiri tentang

relevansi yang terdapat dalam naskah dan norma-norma yang diceritakan di

dalamnya. Nilai-nilai cerita diambil dari beberapa kutipan tembang yang ditampilkan

oleh pengarang, karena dalam peristiwa tersebut terkandung suatu nilai-nilai dan

ajaran-ajaran yang baik dan mulia.

Page 128: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

105

Makhluk Tuhan terlebih manusia hidup dan kehidupannya tidak lepas dari apa

yang disebut dengan hak dan kewajiban. Dalam naskah SM menampilkan suatu

perwujudan atau cita-cita pengarang yang dilukiskan di dalam bentuk tembang

macapat yang ditujukan kepada para siswa (anak didik) yang kelak agar dapat hidup

dengan baik sesuai budi pekerti dan sopan santun, sehingga manusia hidup itu bukan

hanya sekedar hidup saja melainkan hidup yang teratur, hidup yang tertata sesuai

aturan sehingga hidup itu akan selaras, serasi dan seimbang. SM banyak memuat

nasehat-nasehat, petuah bijak yang apabila dapat dijalankan oleh seseorang maka

hidup akan menjadi sejahtera.

Menelusuri suatu karya sastra wulang atau ajaran tidak dapat terlepas dari

keadaan masa lampau, terkadang ajaran-ajaran tersebut diberikan untuk

menggambarkan keadaan pada waktu itu atau bahkan dengan buah pikirannya itulah

penampilan ide-ide yang muncul dari pikirannya setidak-tidaknya sesuai dengan

makna baik yang tersurat maupun tersirat apabila dihubungkan dengan keadaan pada

jaman sekarang masih relevan.

Budi pekerti luhur adalah nilai-nilai hidup manusia yang sungguh-sungguh

dilaksanakan bukan karena sekedar kebiasaan, tetapi berdasarkan pemahaman dan

kesadaran diri untuk menjadi baik. Nilai-nilai yang disadari dan dilaksanakan sebagai

budi pekerti hanya dapat diperoleh melalui proses yang berjualan sepanjang hidup

manusia. Budi pekerti didapat melalui proses internalisasi dari apa yang diketahui,

yang membutuhkan waktu sehingga terbentuklah pekerti yang baik dalam kehidupan

umat manusia.

Page 129: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

106

Dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional, pendidikan budi

pekerti yang terintegrasi dalam sejumlah mata pelajaran yang relevan dan tatanan

serta iklim kehidupan sosial kultural dunia persekolahan secara umum bertujuan

untuk memfasilitasi siswa agar mampu menggunakan pengetahuan, mengkaji dan dan

menginternalisasi serta mempersonalisasi nilai mengembangkan ketrampilan sosial

yang memungkinkan tumbuh dan berkembangnya akhlak mulia dalam diri para siswa

serta mewujudkannya dalam perilaku sehari-hari dalam konteks sosial budaya yang

berbhineka sepanjang hayat.

Tata krama itu tidak hanya terdapat di dalam pergaulan saja, namun di dalam

dunia bisnis dan dalam berlalu lintas pun memiliki tata krama yang berbeda-beda.

Semakin tingginya tingkat sosial atau intelektual seseorang biasanya identik dengan

tingginya tata krama yang dimilikinya. Dengan memiliki tata krama berarti

menunjukkan kualitas diri. Apabila di dalam suatu kerajaan atau di dalam keraton tata

krama seperti ini sangat dijunjung tinggi , semua kegiatan keseharian ada aturannya,

antara lain tata cara makan, berbicara, berpakaian, cara duduk hingga dalam memilih

pasangan dalam lingkungan keraton harus melihat bibit, bebet, dan bobot, artinya

walaupun orang kaya tetapi apabila tidak memiliki unggah-ungguh berarti tidak

termasuk kriteria.

Zaman modern identik dengan perlengkapan, kebiasaan dan tingkah laku yang

modern pula. Namun yang memprihatinkan pada masa-masa sekarang adalah

kurangnya tata krama di dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini terlihat ketika berada di

tempat-tempat umum, banyak para kaum muda tidak memberi kesempatan duduk

Page 130: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

107

kepada orang tua atau ibu hamil yang membutuhkan, dijalan raya banyak kendaraan

yang memotong jalan tanpa menghiraukan rambu-rambu lalu lintas, para kaum muda

banyak yang terjerumus pada lembah hitam seperti narkoba, minum-minuman keras,

free seks, bahkan tidak jarang kita melihat dna mendegar berita ada kasus

pembunuhan anak kandung terhadap ibu atau bapaknya, dan lain sebagainya.

Sekarang ini orang semakin merasa tidak peduli dan cenderung masa bodoh

dengan lingkungan di sekelilingnya, dan rasa kepedulian itu sudah sangat jarang

sekali ditemui, jarang sekali orang dapat menghargai jasa orang lain, tidak mau

mengalah demi suatu kelancaran. Mereka semua menginginkan kepentingannya

selalu didahulukan dibandingkan kepentingan orang lain.

Hal di atas adalah tuntunan moral yang paling penting untuk orang Jawa

tradisional. Budi pekerti adalah induk dari segala etika, tata krama, tata susila,

perilaku baik dalam pergaulan, pekerjaan dan kehidupan sehari-hari. Pertama-tama

budi pekerti hendaknya ditanamkan oleh orang tua dan keluarga di rumah, kemudian

di sekolah dan tentu saja oleh masyarakat secara langsung maupun tidak langsung.

Pada saat dimana sendi-sendi kehidupan banyak yang goyah karena terjadinya

erosi moral, budi pekerti masih relevan dan perlu direvitalisasi. Budi pekerti

digunakan untuk menjalankan hal-hal yang patut, baik, dan benar. Apabila seseorang

berbudi pekerti, maka jalan kehidupan yang ditempuh akan selamat, sehingga kita

bisa berkiprah menuju kesuksesan hidup, kerukunan antar sesama dan berada dalam

koridor perilaku yang baik. Namun apabila seseorang melanggar prinsip-prinsip budi

pekerti, maka akan mengalami hal-hal yang tidak nyaman, dari yang sifatnya ringan,

Page 131: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

108

seperti tidak disenangi atau dihormati oleh orang lain, sampai yang berat seperti

melakukan pelanggaran hukum sehingga bisa dipidana.

Pendidikan budi pekerti diterapkan dalam bimbingan orang tua sejak kecil,

mulai ditanamkan pengertian baik dan benar seperti etika, tradisi lewat dongeng,

dolanan atau permainan anak-anak yang merupakan cerminan hidup bekerja sama

dan berinteraksi dengan keluarga dan lingkungan.

Berperilaku yang baik dalam keluarga amat penting bagi pertumbuhan sikap

anak selanjutnya dari kecil sudah terbiasa menghormat orang tua atau orang yang

lebih tua, sebagai contoh ketika sedang berjalan didepan orang tua dengan sopan

mengucap "nuwun sewu ndherek langkung", "permisi, perkenankan untuk lewat".

Dengan bahasapun juga dapat dipergunakan dalam sarana pendidikan budi

pekerti, dengan menggunakan bahasa yang halus dan sopan dapat menghormati

sesama. Krama dan Ngoko di dalam bahasa Jawa keduanya menempati sendiri-

sendiri. Bahasa Jawa yang bertingkat bukanlah hal yang rumit, karena unggah-

ungguh basa, adalah sopan santun untuk menghormati orang lain.

Penanaman budi pekerti, diberikan dan dimulai ketika anak-anak telah

mengerti ucapan orang tua mereka. Secara naluri mulai diterapkan ajaran unggah-

ungguh, sopan santun, etika, menghormati orang tua dan orang lain.

Inkulturasi, penanaman etika ini sangat penting karena menjadi dasar

pendidikan pada usia dini, dengan tujuan agar seseorang semenjak kecil hingga

dewasa dapat membawa diri dan diterima dalam pergaulan di masyarakat, mampu

Page 132: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

109

bersosialisasi dan memiliki budaya malu. Memiliki sikap mendahulukan kepentingan

orang lain, peka dan peduli terhadap keadaan lingkungan sekelilingnya.

Selalu memiliki kebiasaan hidup rukun dan damai, penuh kasih sayang, dan

hormat di lingkungan keluarga dan masyarakat. Penanaman sikap seperti ini sejak

dini sangat penting, karena akan merasuk kedalam rasa, sehingga kepekaannya tidak

mudah hilang. (Sjarkawi, 2006: 90 – 95).

Negara Indonesia memiliki salah satu tokoh pendidik yang berhasil

menggunakan budi pekerti sebagai dasar pendidikannya. Ki Hadjar Dewantara

seorang tokoh Nasional yang selalu berjuang dengan segenap tenaga dan pikirannya

untuk memperjuangkan nasib bangsanya menuju alam kemerdekaan. Konsep budi

pekerti Ki Hadjar Dewantara adalah sebagai berikut :

a. Maksud dan tujuan pendidikan adalah berusaha memberikan nasehat-nasehat,

materi-materi, anjuran-anjuran yang dapat mengarahkan anak didik pada jalan

kebaikan.

b. Dasar pendidikan adalah Pancadharma yang terdiri dari kodrat alam, kemerdekaan,

kebudayaan, kebangsaan, dan kemanusiaan.

c. Metode pendidikannya adalah metode yang disesuaikan dengan urutan-urutan

pengambilan keputusan berbuat yaitu metode ngerti, grasa, dan nglakoni.

d. Materi pendidikan adalah berasal dari cerita rakyat, lakon, babad, sejarah, buku

karangan pada pujangga, kitab suci agama dan adat istiadat.

e. Lingkungan pendidikan yang akan disasar adalah keluarga, sekolah dan

masyarakat.

Page 133: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

110

Manusia yang benar-benar berbudi pekerti luhur pada masa-masa sekarang

sangat jarang dapat ditemui. Hal ini dapat pula disebabkan telah lunturnya kesadaran

untuk berbudi pekerti yang baik. Bahkan tidak sedikit lembaga-lembaga pendidikan

tidak memasukkan pelajaran budi pekerti ke dalam pelajaran wajib di dalam

lingkungan belajar. Sehingga akhir-akhir ini apabila di dalam tayangan-tayangan baik

di media cetak, atau media audio visual banyak tayangan yang menunjukkan betapa

sudah bobroknya moral generasi penerus bangsa. Mulai dari razia anak-anak sekolah

di mall-mall pada saat jam pelajaran sekolah, kasus kawin muda akibat married by

accident, pelajar menjadi bandar judi, narkoba, dan minuman keras, banyak tawuran

baik pada tingkat sekolah menengah dan tingkat fakultas. Hal-hal di atas sebenarnya

dapat dikendalikan baik oleh si anak sendiri, orang tua dan orang-orang di

sekelilingnya serta sudah tentu lingkungan juga mendukung. Namun masih ada pula

para generasi penerus bangsa telah berhasil mengharumkan nama bangsa, dengan

cara memenangkan berbagai macam kompetisi baik tingkat lokal, nasional bahkan

internasional, yang belum lama-lama ini banyak dipetik oleh negara kita yang

tercinta.

Menjadi bangsa yang berbudaya, sebaiknya semua pihak menampilkan sikap

yang santun dalam pergaulan, membuat orang lain menjadi senang, dan dihargai.

Seseorang akan senang apabila dihargai, disapa dengan kata-kata yang baik, termasuk

wong cilik orang ekonomi lemah wong cilik akan santun kepada orang yang

menghargai mereka. Orang santun meski derajatnya tinggi, tidak sombong, ini adalah

cerminan orang berbudaya.

Page 134: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

111

Orang yang berperilaku baik, berbahasa baik, berbudi baik, selain dihargai

orang lain, secara pribadi juga untung yaitu akan mengalami peningkatan taraf

kejawaannya, mengalami kemajuan batiniah.

Kebudayaan Jawa memiliki macam yang beragam, seperti halnya pendidikan

budi pekerti, selain diberikan di lingkungan pendidikan, pada zaman dahulu ketika

belum didirikan sekolah-sekolah, para pujangga melahirkan banyak karya-karya

sastra yang serat dengan pendidikan moral budi pekerti salah satunya adalah SM

sendiri. Selain berbentuk naskah-naskah kuno, ada pula pendidikan budi pekerti yang

dapat diambil dari cerita pewayangan. Bagi orang Jawa tradisional, apa yang

dikirahkan dalam wayang merupakan cermin dari kehidupan. Cerita wayang juga

penting untuk pendidikan budi pekerti secara umum. Pelajaran yang dapat ditarik dari

cerita pewayangan adalah, antara lain:

a. Di dunia ini ada yang baik dan jahat, pada akhirnya yang baik menang tetapi setiap

saat yang jahat akan berusaha untuk menggoda lagi.

b. Contohlah sikap para Pandawa yaitu Yudhistira, Bima, Arjuna, Nakula dan

Sadewa dan satria-satira lain yang memiliki watak jujur, luhur, sopan. Para

Pandhawa berjuang demi kebenaran, untuk kesejahteraan rakyat dan negara. Satria

dalah orang yang berbudi pekerti, berwatak luhur dan bertanggung jawab.

c. Janganlah mencontoh para Korawa yaitu Duryadana, dan adiknya memiliki sifat

tidak jujur, sikapnya kasar, tidak sopan, culas.

d. Penghuni alam raya ini tidak hanya manusia, hewan, tumbuhan namun terdapat

makhluk-makhluk kasat mata yang bersifat baik dan jahat.

Page 135: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

112

e. Ada pula alan kedaulatan yang dihuni dewa dewi yang berada di kahyangan.

Penguasa jagat raya adalah sang Hyang Wenang yang dalam pelaksanaannya

memberi wewenang kepada Batara Guru.

f. Dalam hidupnya manusia selalu mensyukuri berkah dan anugrah Tuhan, selalu

berdoa dan mengagungkan Tuhan, sang Pencipta.

g. Manusia telah diberi kesempatan untuk menjalani kehidupan di bumi oleh sang

Pencipta, tidak selayaknya apabila menyia-nyiakan hidupnya.

Tatakrama dan Tata Susila juga tidak terlepas dari budi pekerti. Berlaku

sopan, bertata krama yang meliputi sikap badan, cara duduk, berbicara atau bertutur

kata dll. Misalnya dengan orang tua berbahasa halus/kromo, dengan teman berbahasa

ngoko. Bahasa Jawa memang unik, dengan mudah bisa menunjukkan sifat tata krama

seseorang. Menghormati orang tua, guru, pinisepuh adalah wajib, tetapi tidak berarti

yang muda tidak dihormati. Hormat kepada orang lain itu satu keharusan.

Itu kesemuanya termasuk dalam Tata Susila- etika moral, yang juga meliputi :

1. Jujur, tidak menipu, welas asih kepada sesama. Berkelakuan baik tidak melakukan

Ma Lima, yaitu : Main atau berjudi, madon atau main perempuan atau selingkuh,

mabuk karena minuman keras, madat menggunakan narkoba dan maling .Tentu

saja tindakan jahat yang lain seperti membunuh, menista, mengakali, memeras,

menyuap, melanggar hukum dan berbuat kejam , harus tidak dilakukan.

2. Berperilaku baik dengan menghindari perbuatan salah, supaya nama baik tetap

terjaga dan supaya tidak kena malu. Terkena malu bagi orang Jawa tradisional

adalah kehilangan kehormatan. Ada pepatah Jawa menyatakan : Kehilangan

Page 136: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

113

semua harta milik itu tidak kehilangan apapun, kehilangan nyawa artinya

kehilangan separoh hidup kita, tetapi kalau kehilangan kehormatan artinya

kehilangan semuanya.

3. Memelihara kerukunan, bebas dari konflik diantara keluarga, tetangga, kampung,

desa, selanjutnya ditingkat negara dan dunia, dimana hubungan harmonis antar

manusia teramat penting. Kerusakan dan kekacauan yang timbul didunia ini, yang

paling besar adalah dikarenakan oleh sikap manusia ‟Ingatlah pepatah : Rukun

agawe santoso artinya : Rukun membuat kita sehat kuat.

4. Bersikap sabar, nrimo artinya menerima dengan ikhlas dan sadar jalan kehidupan

kita dan tidak perlu iri kepada sukses orang lain ingin hidup sukses harus berusaha

dengan keras dan rajin dan mohon restu Tuhan, hasilnya terserah Tuhan.

5. Tidak bersikap egois yang hanya mementingkan diri sendiri. Ada petuah : Sepi ing

pamrih, rame ing gawe artinya bertindak tanpa pamrih dan selalu siap bekerja

demi kepentingan masyarakat dan kesejahteraan umat. Sikap yang demikian,

mudah menimbulkan tindakan bergotong-royong, baik dalam lingkungan kecil

maupun besar.

6. Gotong Royong adalah kerjasama saling membantu dan hasilnya sama-sama

dinikmati. Ini bisa berlaku diskop kecil seperti antar tetangga kampung yang

merupakan kebiasaan yang sudah berjalan sejak masa kuno. Yang digotong

royongkan antara lain: sama-sama membersihkan jalan desa, memperbaiki

prasarana seperti jalan desa, saluran air, balai desa dan lain sebagainya. Ada juga

yang bergotong royong ramai-ramai membangun rumah seorang warga dan lain-

Page 137: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

114

lain. Jadi pada intinya gotong royong adalah kerjasama antar beberapa pihak yang

menghasilkan nilai lebih diberbagai bidang yang dikerjakan bersama . Dasar

gotong royong adalah sukarela dan untuk kepentingan bersama yang meliputi

bidang-bidang perawatan, pembangunan, produksi dan lain-lain. Tiap peserta akan

menangani bidang pekerjaan yang merupakan kemahirannya dan itu akan

bersinerji dengan ketrampilan peserta lain dan “proyek” akan berjalan lancar.

Berdasarkan pengalaman yang sukses dari gotong royong lingkup kecil, gotong

royong bisa dipraktekkan berupa sinerji yang berskala nasional, regional, bahkan

internasional.

Page 138: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

115

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari analisis SM dalam kajian bentuk, fungsi dan makna, maka penulis dapat

mengambil beberapa kesimpulan yaitu bahwa SM karya RMH. Jayadiningrat I

merupakan karya sastra yang memuat tentang ajaran budi pekerti. SM di tulis dalam

bentuk tembang macapat yang terdiri dari empat pupuh.

1. Dalam analisis nilai-nilai estetika dalam SM dapat diambil beberapa kesimpulan,

yaitu analisis struktur puisi dibangun dengan lapis bunyi, lapis arti, lapis objek,

latar, pelaku, lapis dunia, lapis metafisis. Lapis bunyi memanfaatkan asonansi,

aliterasi, dan guru lagu. Lapis arti memanfaatkan padan kata, tembung garba,

tembung wancahan, pepindhan, citra dengaran atau pendengaran, citra lihatan

atau penglihatan, allegori, candrasengkala, kata ganti petunjuk. Lapis objek, latar,

dan pelaku merumuskan objek SM dalam pendidikan untuk gemi, nastiti, ngati-

ati , latar menunjukan tempat dan waktu, pelaku memunculkan tokoh Mantri

Jawinata, Ki Penggung, Ki Ageng Sela dan tokoh-tokoh teladan lainnya. Lapis

dunia menjelaskan bahwa pengarang telah memberikan pelajaran-pelajaran

mengenai budi pekerti yang baik kepada para siswa , supaya kelak memiliki

kehidupan yang lebih baik. Lapis metafisisnya adalah agar manusia dapat

meneladani ajaran-ajaran yang ada.

115

Page 139: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

116

2. Di dalam SM terdapat beberapa ajaran antara lain :

(a)Ajaran Dalam Memilih Pekerjaan, (b) Ajaran Mengabdi Kepada Atasan, (c)

Ajaran Orang Tua Kepada Anak, (d) Ajaran Jangan Menjadi Dhukun, (e) Ajaran

Menerima Tamu, (f) Larangan Berjudi, (g) Larangan Mengadu Domba, (h)

Ajaran Menjadikan Negara Makmur .

3. SM menurut ajaran moral yang masih sangat relevan apabila diterapkan pada

masa sekarang terutama tentang norma-norma budi pekerti yang harus diterapkan

pada anak semenjak kecil, sehingga apabila beranjak dewasa kelak dapat

memiliki kemuliaan moral budi pekerti luhur. Karena pada masa sekarang

banyak kaum muda yang tidak memiliki sopan santun .

B. Saran

SM hanya merupakan salah satu dari sekian banyak karya sastra lama

(naskah) yang ada di Indonesia, khususnya yang ada di Jawa jika kita sadar dan

perduli untuk mencoba menggali naskah-naskah yang ada niscaya kita akan

mendapatkan berbagai pengetahuan yang tidak sedikit, tidak hanya sebatas pada

aspek moralnya saja, akan tetapi bahkan sangat kompleks dengan berbagai ilmu-ilmu

yang lain.

Usaha di dalam penelitian pengembangan kebudayaan lama seperti naskah-

naskah yang banyak membutuhkan sentuhan tangan kita sebagai generasi penerus

bangsa dan sebagai pelaku pelestari budaya, dengan adanya penanganan terhadap

semua hasil karya-karya sastra yang merupakan buah pikiran dari nenek moyang kita

Page 140: digilib.uns.ac.id/Nilai...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

117

pasti akan meningkatkan derajat peradaban bangsa yang besar dan jaya sejak dulu,

maka dari itu tidak ada salahnya apabila kita sebagai manusia yang berbudaya turut

menjaga dan melestarikan karya-karya sastra tersebut.

Mengenai ajaran-ajaran yang terdapat di dalam SM masih memiliki relevansi

dengan pendidikan budi pekerti luhur yang berlaku pada jaman sekarang, agar isi

yang terkandung dapat terungkap sebagaimana mestinya maka perlu adanya

penelitian terhadap studi yang lain baik dengan karya sastra yang sejaman, sebelum

dan sesudahnya untuk mengetahui kebudayaan yang berlangsung pada saat itu.